• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencirian Poliblend Kapolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pencirian Poliblend Kapolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENCIRIAN POLIBLEND

KOPOLIMER POLIASAMLAKTAT-POLIASAMGLIKOLAT

DENGAN POLIKAPROLAKTON

REKO SUJATMIKO

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

REKO SUJATMIKO. Pencirian Poliblend Kopolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton. Dibimbing oleh HENDRA ADIJUWANA, TETTY KEMALA, dan AHMAD SJAHRIZA.

Polimer biodegradabel dan biokompatibel sintetik terus dikembangkan untuk mendapatkan sifat yang sesuai dengan kebutuhan. Polimer tersebut di antaranya adalah polikaprolakton (PCL) dan kopolimer poliasamlaktat-poliasamglikolat (PLGA). PCL mempunyai permeabilitas yang baik, tetapi waktu degradasi dalam tubuh lebih dari 24 bulan.PLGA mempunyai waktu degradasi yang lebih cepat dibandingkan dengan PCL. Sifat yang lebih baik dapat diperoleh dengan memodifikasi polimer melalui proses blending.

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pembuatan PLGA 90:10, pembuatan poliblend PLGA-PCL, dan pencirian. Pembuatan PLGA dilakukan melalui polikondensasi. Poliblend terdiri atas campuran PLGA dan PCL dengan komposisi 75% PLGA + 25% PCL dan 65% PLGA + 35% PCL. Selanjutnya, pencirian polimer dilakukan melalui spektroskopi inframerah transformasi fourier (FTIR) dan difraksi sinar X (XRD).

Hasil analisis menggunakan FTIR dan XRD menunjukkan bahwa poliblend bersifat semikristalin.

ABSTRACT

REKO SUJATMIKO. Characterization of Poly(lactic-co-glycolic acid) and Polycaprolactone Polyblends. Supervised by HENDRA ADIJUWANA, TETTY KEMALA, and AHMAD SJAHRIZA.

Synthetic biodegradable and biocompatible polymers is developing to obtain the desired properties. These polymers are polycaprolactone (PCL) and poly(lactic-co-glycolic acid) (PLGA). PCL has good permeability, but it has degradation rate longer than 24 months. PLGA has faster degradation rate than PCL. Better properties can be obtained by modification the polymers by blending process.

The research was done in three steps, began with synthesis of PLGA 90:10, followed by preparation of PLGA-PCL polyblends, and characterization. PLGA was synthesized by polycondensation. The Polyblend was consisted of PLGA and PCL in composition 75% PLGA + 25% PCL and 65% PLGA + 35% PCL. Then, polymer was characterized by fourier transformed infrared (FTIR) spectroscopy and X-ray diffraction (XRD).

(3)

PENCIRIAN POLIBLEND

KOPOLIMER POLIASAMLAKTAT-POLIASAMGLIKOLAT

DENGAN POLIKAPROLAKTON

REKO SUJATMIKO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Pencirian Poliblend Kopolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton

Nama : Reko Sujatmiko NIM : G44202034

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Hendra Adijuwana, MST Tetty Kemala, M.Si NIP 130 321 037 NIP 132 232 787

Pembimbing III,

Drs. Ahmad Sjahriza NIP 131 842 413

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP 131 473 999

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dapat dilaksanakan berkat hibah kompetisi A2 Departemen Kimia, Institiut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2006 ini ialah polimer, dengan judul Pencirian Poliblend Kopolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Hendra Adijuwana MST, Ibu Tetty Kemala M.Si, dan Bapak Drs. Ahmad Sjahriza selaku pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan arahan. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada staf Kimia Bagian Fisik (Pak Mail, Pak Nano, Ibu Ai), staf Bagian Kimia Anorganik (Pak Sawal, Pak Caca, Ibu Nur, Ibu Siti Maemunah), staf Kimia Bagian Analitik (Pak Eman), staf Bagian Kimia Organik (Pak Sabur, Ibu Yeni), staf Bagian Departemen (Mas Heri, Pak Didi), serta teman-teman seperjuangan: Fajar, Yudi KS, Yogi, Lukmana, Fifi, Anna, dan Zulfikar. Terima kasih pula kepada Pak Zul dari Universitas Pendidikan Indonesia untuk analisis FTIR. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pelaihari pada tanggal 22 Juni 1984 dari ayah Ir. Sudradjat, MS dan ibu Yayat Rohayati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Kopolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat (PLGA) ... 1

Polikaprolakton (PCL)... 1

Poliblend ... 2

Pencirian Polimer ... 2

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 3

Metode Penelitian... 3

Pembuatan Kopolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat (PLGA) 90:10... 3

Pembuatan Poliblend PLGA-PCL ... 3

Pencirian ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Poliblend PLGA-PCL ... 4

Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR... 4

Uji Kristalinitas dengan XRD... 6

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 8

Saran ... 8

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur PLGA ... 1

2 Struktur PCL... ... 2

3 Poliblend I (a); Poliblend II (b)... ... 4

4 Spektrum FTIR PLGA 90:10 ... 4

5 Spektrum FTIR PCL ... 5

6 Spektrum FTIR Poliblend I... 5

7 Spektrum FTIR Poliblend II... 6

8 Difraktogram PLGA 90:10 ... 6

9 Difraktogram PCL ... 7

10 Difraktogram Poliblend I ... 7

11 Difraktogram Poliblend II ... 8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Diagram alir kerja penelitian ... 11

(9)

PENDAHULUAN

Selama ini penggunaan bahan kaca atau keramik sebagai bahan pengukung obat masih menyisakan persoalan yang harus dipecahkan, karena bahan tersebut tidak dapat terdegradasi dan akan tetap tinggal dalam tubuh meskipun proses pengobatan telah selesai. Untuk itulah, maka perlu diciptakan alternatif bahan lain yang dapat terdegradasi untuk dijadikan bahan dasar pembuatan bahan pengukung obat (Robbani 2004).

Polimer biodegradabel sintetik sekarang ini dikembangkan dan diaplikasikan untuk kebutuhan klinik, seperti benang jahit untuk pembedahan, bahan penyalur obat, media transplantasi jaringan, dan peralatan ortopedik. Polimer tersebut di antaranya adalah poliasamglikolat, poliasamlaktat, kopolimer poliasamlaktat-poliasamglikolat, dan polikaprolakton, yang menawarkan beberapa keuntungan dibandingkan polimer lain dalam pengembangan rekayasa jaringan. Kuncinya adalah kemampuan untuk menyesuaikan sifat mekanika dan kinetika degradasi yang dimiliki untuk digunakan dalam beberapa aplikasi (Gunatillake & Adhikari 2003; Huh et al. 2006).

Poliasamglikolat (PGA), poliasamlaktat (PLA), dan kopolimernya adalah golongan poliester alifatik linear yang sering digunakan dalam rekayasa jaringan. Degradasi terjadi melalui hidrolisis ikatan esternya. Polimer ini termasuk di antara sedikit polimer sintetik yang disetujui oleh Badan Pangan dan Obat-obatan (FDA) Amerika Serikat untuk aplikasi klinik tertentu pada manusia (Ma 2004; Wu & Ding 2004).

Penelitian terhadap kopolimer poliasamlaktat-poliasamglikolat (PLGA) dan polikaprolakton (PCL) untuk keperluan medis telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan PLGA dan PCL komersil (Xudong 1997; Sung 2004; Zong et al. 2005). Namun, ada juga penelitian yang menggunakan PLGA hasil pembuatan (Zhou et al. 2004). PCL digunakan sebagai penyalur obat karena mempunyai permeabilitas obat yang baik. Namun, PCL hanya sesuai untuk sistem penyalur obat jangka panjang, karena sifat kristalinitas yang tinggi dan waktu degradasi yang lambat. PLGA memiliki sifat degradasi yang dapat disesuaikan, bergantung pada rasio molar komponen monomer individu. Namun, kelemahan PLGA adalah memiliki elongasi saat putus yang rendah karena mudah patah saat regangan akibat tekanan (Porjazoska et al. 2004). Pada

penelitian ini, penulis menggunakan PLGA hasil pembuatan dan PCL komersil.

Penelitian ini bertujuan untuk menggabungkan sifat PLGA dan PCL melalui pencampuran secara fisik yang diharapkan dapat menghasilkan poliblend yang kompatibel.

TINJAUAN PUSTAKA

Kopolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat (PLGA)

Polimer biodegradabel seperti kopolimer poliasamlaktat-poliasamglikolat (PLGA) biasanya dibuat melalui kopolimerisasi pembukaan cincin laktida dan glikolida menggunakan timah oktoat (SnOct2) sebagai katalis pada suhu tinggi (130-220°C), karena SnOct2 adalah katalis komersial yang sangat efisien dan zat aditif makanan yang diizinkan di sejumlah negara. PLGA dibuat dengan perbandingan monomer D,L-asam laktat dan asam glikolat yang bervariasi dengan kehadiran timah oktoat melalui polikondensasi langsung (Zhou et al. 2004).

PLGA merupakan polimer yang berbentuk amorf. PLGA memiliki transisi kaca 45-55°C dan waktu degradasi 1-6 bulan. Produk degradasinya adalah asam laktat dan asam glikolat (Gunatillake & Adhikari 2003). Struktur PLGA ditunjukkan pada Gambar 1.

C

Gambar 1 Struktur PLGA

Polikaprolakton (PCL)

(10)

10

O (CH2)5 C

O

n Gambar 2 Struktur PCL

Pencampuran PCL dengan polimer berbentuk serat (seperti selulosa) dapat menghasilkan polimer yang biodegradabel juga. Laju rata-rata dan hidrolisis dan biodegradasi PCL bergantung pada bobot molekul dan derajat kristalinitas. Walaupun begitu banyak jenis mikroba di alam yang mampu mendegradasi PCL.

PCL merupakan polimer yang berbentuk semukristalin. PCL memiliki transisi kaca (-65)-(-60)°C dan waktu degradasi lebih dari 24 bulan. Produk degradasinya adalah asam kaproat (Gunatillake & Adhikari 2003).

Poliblend

Proses blending dalam polimer dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu blending fisika dan blending kimia. Blending fisika ialah pencampuran secara fisika antara dua jenis polimer atau lebih yang memiliki struktur berbeda dan tidak membentuk ikatan kovalen antara komponen-komponennya. Hasil pencampuran ini disebut poliblend. Blending kimia ialah pencampuran antara dua jenis polimer atau lebih yang memiliki struktur berbeda dan ditandai dengan terjadinya ikatan-ikatan kovalen antara polimer-polimer penyusunnya. Blending kimia akan menghasilkan kopolimer.

Interaksi yang terjadi dalam poliblend adalah ikatan van der Waals, ikatan hidrogen, atau interaksi dipol-dipol (Rabek 1980). Polimer ini bertujuan mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan dan disesuaikan dengan keperluan. Poliblend komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam, dan polimer alam dengan polimer alam.

Poliblend yang dihasilkan berupa poliblend homogen dan poliblend heterogen. Poliblend homogen terlihat homogen dan transparan, mempunyai titik leleh tunggal dan sifat fisiknya sebanding dengan komposisi

komponen-komponen penyusunnya, sedangkan poliblend heterogen terlihat tidak

jelas dan mempunyai beberapa titik leleh (Brown 1988).

Pencirian Polimer

Polimer dapat dicirikan dengan bermacam-macam cara. Analisis gel permeation chromatography (GPC) untuk menentukan bobot molekul. Analisis differential scanning calorimetry (DSC) untuk mengetahui titik transisi kaca (tg), dan titik leleh (tm). Analisis scanning electron microscope (SEM) untuk mengamati morfologi permukaan. Analisis spektroskopi inframerah transformasi fourier (FTIR) untuk mengidentifikasi gugus fungsi (Zhou et al. 2004). Analisis difraksi sinar X untuk menentukan kristalinitas (Kovalchuk et al. 2005).

Pencirian polimer yang dilakukan pada penelitian ini adalah spektroskopi inframerah transformasi fourier (FTIR) dan difraksi sinar X (XRD).

Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR)

Spektrokopi inframerah transformasi fourier (FTIR) merupakan suatu teknik pengukuran spektrum berdasarkan pada respon dari radiasi elektromagnetik. FTIR digunakan terutama untuk analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik.

Metode spektroskopi IR memiliki dua variasi instrumental, yaitu metode dispersif dan metode transformasi fourier (FT). Metode dispersif yang lebih awal menggunakan prisma atau kisi dipakai untuk mendispersikan radiasi IR, sedangkan FT menggunakan prinsip interferometri. Metode yang disebut terakhir memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode yang lainnya, yaitu ukuran sampel kecil, perkembangan spektrum yang cepat, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum (Steven 2001).

Prinsip kerja instrumen ini adalah mengukur energi inframerah yang diserap oleh senyawa organik pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu. Energi radiasi tersebut bervariasi dalam jarak tertentu dan responnya diplot dalam suatu fungsi radiasi energi. Walaupun energi radiasi tersebut bervariasi, dengan transformasi fourier, sampel yang diradiasi bisa dinyatakan dalam satu pulsa tunggal. Struktur dasar suatu senyawa dapat ditentukan berdasarkan letak absorpsi inframerahnya.

(11)

11

dikarenakan spektrum-spektrum bisa disusur, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. FTIR teristimewa bermanfaat dalam meneliti poliblend polimer. Sementara paduan yang lain yang tidak campur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan penggabungan dari spektrum homopolimer, spektrum poliblend yang dapat campur adalah penggabungan dari tiga komponen, yaitu dua spektrum homopolimer dan satu spektrum interaksi yang timbul dari interaksi kimia atau fisis antara homopolimer-homopolimer (Steven 2001).

Difraksi Sinar X (XRD)

Morfologi dan struktur polimer dapat diperoleh dari pemeriksaan visual dan interpretasi matematika terhadap pola dan intensitas radiasi terhambur, termasuk derajat kristalinitas (Rabek 1980). Derajat kristalinitas berhubungan dengan struktur rantai polimer. Apabila suatu polimer memiliki struktur rantai yang semakin linear maka derajat kristalinitasnya akan semakin tinggi sehingga bersifat semakin kristalin dan sebaliknya apabila strukturnya bercabang maka akan cenderung bersifat amorf.

Sinar X dihasilkan dalam tabung sinar katode ketika elektron-elektron berenergi mengenai target-target logam. Ketika sinar X difokuskan ke suatu sampel polimer (dalam bentuk pelet atau silinder), maka akan terjadi dua hamburan. Jika sampel tersebut kristal, sinar X akan dihamburkan secara koheren. Hal ini berarti bahwa tidak ada perubahan panjang gelombang atau fasa antara sinar-sinar insiden dan yang dihamburkan. Hamburan koheren biasanya disebut sebagai difraksi sinar X. Jika sampel memiliki morfologi yang nonhomogen (semi kristal), hamburan tersebut tidak koheren, yang berarti bahwa panjang gelombang dan fasa mengalami perubahan. Hamburan tak koheren (hamburan Compton) dinyatakan sebagai difraksi difusi. Hamburan koheren ditetapkan dengan pengukuran sudut lebar dan hamburan tak koheren dengan pengukuran sudut kecil (Steven 2001).

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah asam laktat 90%, asam glikolat, polikaprolakton

(PCL), gas N2, timah oktoat (SnOct2), dan diklorometana.

Alat-alat yang digunakan adalah FTIR Shimadzu 8400, XRD Shimadzu XD-610, hotplate, stirer, dan peralatan kaca.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu pembuatan kopolimer poliasamlaktat-poliasamglikolat (PLGA) 90:10, proses blending, dan pencirian.

Pembuatan Kopolimer Poliasamlaktat-Poliasamglikolat (PLGA) 90:10

Pembuatan PLGA dilakukan melalui polikondensasi. Campuran asam laktat dan asam glikolat (90% asam laktat + 10% asam glikolat) serta SnOct2 dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu gas nitrogen dialirkan ke dalam campuran. Erlenmeyer direndam dalam minyak nabati yang dijaga pada suhu 160°C selama 23 jam. Kemudian hasilnya didinginkan pada suhu ruang.

Pembuatan Poliblend PLGA-PCL

Blend PLGA dengan PCL disiapkan dengan komposisi yang berbeda, dapat dilihat pada Tabel 1. Poliblend dibuat dengan mencampurkan setiap bagian polimer, kemudian dilarutkan menggunakan diklorometana. Larutan kemudian diaduk dengan stirer sampai bercampur homogen. Setelah itu, dicetak di atas permukaan teflon dan didiamkan sampai terbebas dari gelembung-gelembung udara. Cetakan tersebut kemudian diuapkan pada suhu ruang. Film yang tercetak dilepaskan dari teflon, dan siap untuk di karakterisasi lebih lanjut.

Tabel 1. Komposisi Poliblend PLGA-PCL Komposisi PLGA (%) PCL (%)

I 75 25

II 65 35

Pencirian

Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

(12)

12

Bilangan gelombang (cm-1)

Pe ng ujia n Krista linita s d e ng a n XRD

Lembaran plastik dipotong dengan ukuran 2x2 cm. Sampel dipasang pada tempat sampel dan dirotasikan agar terorientasi secara acak. Pengukuran menggunakan alat difraksi sinar X tipe Shimadzu XD-610, dengan sudut putaran (θ) 60°-5° dan kecepatan putaran 2°/menit. Hasilnya berupa difraktogram hubungan antara intensitas dan sudut 2θ.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Poliblend PLGA-PCL

Pembuatan poliblend PLGA-PCL dilakukan dengan komposisi yang berbeda (Tabel 1). PLGA yang digunakan merupakan hasil polimerisasi dengan rendemen sebesar 80.38%. Film-film poliblend yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3 Poliblend I (a); Poliblend II (b)

Film poliblend I terlihat lebih transparan dibandingkan dengan film poliblend II. Pada gambar tersebut juga terlihat dengan semakin berkurangnya komposisi PCL dan bertambahnya komposisi PLGA akan menyebabkan warna film tipis menjadi agak kekuningan dan lebih mengkilap. Hal tersebut disebabkan oleh PLGA yang menyumbangkan sifat fisiknya yang berwarna kuning, sedangkan PCL memliki sifat fisik berwarna putih. Sifat kompatibilitas dapat ditentukan melalui pengamatan secara visual yang meliputi kehomogenan film. Film dikatakan homogen jika terlihat transparan (Brown 1988). Secara keseluruhan, kedua film cenderung terlihat transparan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua poliblend bersifat kompatibel. Hal ini dapat terjadi karena polimer-polimer penyusunnya telah bercampur secara merata.

Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisis poliblend PLGA-PCL dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk membandingkan gugus fungsi yang dimiliki poliblend dengan kedua polimer penyusunnya.

Gambar 4 Spektrum FTIR PLGA 90:10

(13)

13

Bilangan gelombang (cm-1) Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 5 Spektrum FTIR PCL

Spektrum FTIR PLGA maupun PCL (Gambar 4 dan 5) menunjukkan bahwa keduanya memiliki gugus fungsi yang sama. Hal ini terjadi karena keduanya sama-sama tergolong ke dalam poliester (Rezwan et al 2006). Namun terdapat ciri khas yang membedakan keduanya, yaitu di daerah

1000-500 cm-1, spektrum FTIR PLGA menunjukkan tiga puncak serapan medium pada bilangan gelombang 871.8 cm-1, 756.0 cm-1, dan 694.3 cm-1, sedangkan spektrum FTIR PCL hanya menunjukkan dua puncak serapan medium pada bilangan gelombang 960.5 cm-1 dan 732.9 cm-1.

Gambar 6 Spektrum FTIR Poliblend I O-H

C=O

Transmitan

s (%)

C H

O-H

C=O

Transmitan

s (%)

C H

C-O

(14)

14

Bilangan gelombang (cm-1) Gambar 7 Spektrum FTIR Poliblend II

Spektrum FTIR poliblend I dan II (Gambar 6 dan 7) menunjukkan tidak adanya puncak serapan yang baru. Proses blending secara fisika ditunjukkan dari analisis FTIR yang menghasilkan gabungan gugus fungsi dari komponen-komponen penyusunnya (Hijrianti 2005). Puncak serapan yang menjadi ciri khas kedua polimer penyusunnya muncul di daerah 1000-500 cm-1. Komposisi polimer penyusun mempengaruhi spektrum FTIR poliblend, sehingga peningkatan komposisi PLGA menyebabkan gugus fungsi PLGA yang muncul pada spektrum semakin

banyak, begitupun sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa polimer yang dihasilkan berasal dari pencampuran secara fisik, sehingga tidak terbentuk gugus fungsi baru pada poliblend.

Uji Kristalinitas dengan XRD

Analisis poliblend dengan menggunakan XRD bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas, sehingga dapat diketahui pengaruh dari kedua polimer penyusunnya.

Gambar 8 Difraktogram PLGA 90:10

C=O

O-H

Transmitan

s (%)

C H

2 theta (°)

In

ten

sitas

(15)

Difraktogram PLGA 90:10 (Gambar 8) menunjukkan bahwa PLGA bersifat amorf. Hal ini ditandai dengan tidak adanya puncak-puncak yang tajam. PLGA dengan komposisi asam glikolat 0-70% bersifat amorf (Gunatillake & Adhikari 2003). Bentuk

amorf dapat terjadi akibat adanya percabangan pada struktur rantai PLGA, sehingga ada ruang di antara molekul polimer (kerapatan rendah) dan struktur molekul menjadi tidak teratur. Percabangan berasal dari gugus metil pada unit ulang asam laktat.

Gambar 9 Difraktogram PCL

Difraktogram PCL (Gambar 9) menunjukkan bahwa PCL bersifat semikristalin. Hal ini ditandai dengan adanya puncak-puncak yang tajam. PCL merupakan polimer semikristalin (Gunatillake & Adhikari

2003). Bentuk kristal dapat terjadi karena struktur rantai PCL yang linear, sehingga kerapatan ruang tinggi dan menjadi lebih teratur.

Gambar 10 Difraktogram Poliblend I

In

ten

sitas

2 theta (°)

In

ten

sitas

(16)

16

Gambar 11 Difraktogram Poliblend II

Difraktogram poliblend I dan II (Gambar 10 dan 11) menunjukkan bahwa kedua poliblend bersifat semikristalin. Hal ini ditandai dengan puncak-puncak yang tajam. Poliblend I memiliki derajat kristalinitas sebesar 13.57%, dan poliblend II memiliki derajat kristalinitas sebesar 25.12%. PCL menyumbangkan sifat kristal pada poliblend, sehingga peningkatan komposisi PCL menyebabkan peningkatan derajat kristalinitas pada poliblend.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisis FTIR poliblend PLGA dengan PCL menunjukkan bahwa polimer yang dihasilkan adalah poliblend.

Analisis XRD menunjukkan bahwa Kedua poliblend bersifat semikristalin. Poliblend I memiliki derajat kristalinitas sebesar 13.57% dan poliblend II memiliki derajat kristalinitas sebesar 25.12%. Peningkatan komposisi PCL menyebabkan peningkatan derajat kristalinitas pada poliblend.

Saran

Pencirian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan sifat fisik poliblend, yaitu analisis gel permeation chromatography (GPC), differential scanning calorimetry (DSC), dan scanning electron microscope (SEM).

DAFTAR PUSTAKA

Brown ME. 1988. Introduction to Thermal Analysis Techniques and Applications. London: Chapman and Hall.

Budiman N. 2003. Polimer Biodegradabel. Kompas 28 Februari 2003.

Gunatillake PA, Adhikari R. 2003. Biodegradable Synthetic Polymers for Tissue Enginerring. European Cells and Materials 5:1-16.

Hijrianti M. 2005. Polyblend Propilena, High Density Polyethylene, dan Aditif Elevated Culfree Microorganism. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Huh KM, Young WC, Kinam P. 2006. PLGA-PEG Block Copolymers for Drug Formulations. http://www.drugdelivery tech.com/home.shtml. [28 Maret 2006].

Kovalchuk A, Fischer W, Epple M. 2005. Controlled Release of Goserelin from Microporous Polyglicolide and Polylactide. Macromolecular Bioscience 5:289-298.

Ma PX. 2004. Scaffold for Tissue Fabrication. Materials Today. Mei: 30-40.

In

ten

sitas

(17)

17

Porjazoska A, et al. 2004. Biocompatible Polymer Blends of Poly(D,L-lactic acid-co-glycolic acid) and Three Block PCL-PDMS-PCL Copolymers: Their Characterizations and Degradations. CCAACAA 77:545-551.

Rabek JF. 1980. Experimental Methods of Polymer Chemistry. New York: Wiley.

Rezwan K, Chen QZ, Blaker JJ, Boccaccini AR. 2006. Biodegradable and Bioactive Porous Polymer/Inorganic Composite Scaffolds for Bone Tissue Engineering. Biomaterials 27:3413-3431.

Robbani MN. 2004. Biodegradasi struktur dan morfologi mikrosfer polilaktat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Steven MP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Polymer Chemistry: An Introduction.

Stuart B. 2003. Polymer Analysis. Sydney: Wiley.

Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sung HJ. 2004. Matrix Metalloproteinase 9 (MMP-9) and Biodegradable Polymers in The Engineering of a Vascular Construct. [Tesis]. Georgia: Instititut Teknologi Georgia.

Wu L, Ding J. 2004. In Vitro Degradation of Three-Dimensional Porous Poly(lactide-co-glycolide) Scaffold for Tissue Engineering. Biomaterials 25: 5821-5830.

Xudong C. 1997. Delivery of Neuroactive Molecules from Biodegradable Microspheres. [Tesis]. Toronto: Universitas Toronto.

Zhou S, Deng X, Li X, Jia W, Liu L. 2004. Synthesis and Characterization of Biodegradable Low Molecular Weight

Aliphatic Polyesters and Their Use in Protein-Delivery Systems. Journal of Applied Polymer Science 91:1848-1856.

(18)

18

(19)

19

Lampiran 1 Diagram alir kerja penelitian

Poliblend PLGA-PCL

Pencirian

XRD FTIR

Data akhir

(20)

20

Lampiran 2 Data derajat kristalinitas

Luas daerah (cm2) Sampel

Amorf Kristal Luas total

(cm2)

Derajat kristalinitas (%)

Poliblend I 345.2250 54.1850 399.4100 13.57

Poliblend II 304.1400 102.0350 406.1750 25.12

Contoh perhitungan: (dari data Poliblend I) Luas total = Luas daerah amorf + Luas kristalin Luas total = 345.2250 + 54.1850

= 399.4100

Derajat kristalinitas = 54.1850 x 100% 399.4100

Gambar

Gambar 1  Struktur PLGA
Gambar 4  Spektrum FTIR PLGA 90:10
Gambar 6  Spektrum FTIR Poliblend I O-H C=O Transmitans (%) C H O-H C=O Transmitans (%) C H C-O C-O
Gambar 8 Difraktogram PLGA 90:10C=O O-H Transmitans (%) C H 2 theta (°) Intensitas  C-O
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus kedua pasien tampak bergii kurang yang merupakan aktor risiko terkena diare. Pada pemeriksaan e5es didapatkan leukosit, bakteri, dan tidak ada

Metode pelaksanaan pekerjaan dibuat untuk memudahkan personil pelaksana Metode pelaksanaan pekerjaan dibuat untuk memudahkan personil pelaksana proyek dalam mengelola

Pemeriksa yang memiliki integritas yang tinggi serta memiliki kualitas yang baik pasti akan dapat melaksanakan pemeriksaan pajak dengan baik, pelaksanaan pemeriksaan pajak

cenderung merahasiakan data tersebut.Selain itu, dalam transaksi penjualan biasanya dilakukan berdasarkan jumlah karung yang jumlah selalu lebih banyak 20 ~ 40% dari berat

Skripsi yang berjudul “Analisis Diksi Pada Rubrik Straight News Surat Kabar Harian „Surya‟ November-Desember 2010” ini telah disetujui oleh Dosen

Sementara itu penelitian lain juga yang dilakukan di Bali yaitu di RSUP Sanglah oleh Paramarta, dkk (2009) tentang faktor risiko lingkungan pada pasien JE, mengemukakan

- Menugaskan kepala bidang yang menangani data kelembagaan penyuluhan, ketenagaan penyuluhan, dan kelembagaan pelaku utama untuk melakukan verikasi dan validasi

PERMATA BUNDA Kota Jakarta Timur... ISLAM AR RAIHAN Kota