• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sistem Perangkat Penilaian Pada Kawasan Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan Di Kota Bogor, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Sistem Perangkat Penilaian Pada Kawasan Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan Di Kota Bogor, Indonesia"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SISTEM PERANGKAT PENILAIAN PADA

KAWASAN PERUMAHAN, STUDI KASUS KAWASAN

PERUMAHAN DI KOTA BOGOR, INDONESIA

RAHMAT REJONI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penerapan Sistem Perangkat Penilaian Pada Kawasan Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan di Kota Bogor, Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

RAHMAT REJONI. Penerapan Sistem Perangkat Penilaian Pada Kawasan Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan di Kota Bogor, Indonesia. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA dan INDUNG SITTI FATIMAH.

Konsep ‘Green Architecture’ atau arsitektur hijau menjadi topik yang menarik saat ini. Salah satunya karena kebutuhan untuk memberdayakan potensi tapak/site dan menghemat sumber daya alam akibat semakin menipisnya sumber energi tak terbarukan. Selain itu juga mengakibatkan peningkatan kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya kualitas lingkungan menjadi lebih baik. Hal ini dimulai sejak deklarasi Stockholm tahun 1972, dengan diselenggarakannya konferensi internasioanal PBB di Rio de Jenairo Brazil yang akhirnya menghasilkan sebuah rumusan yang memuat prinsip-prinsip dan pedoman bagi penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan lingkungan yang tercantum dalam Protokol Kyoto tahun 1997.

Tingkat kehijauan suatu bangunan harus dapat diposisikan dalam level yang dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar) tertentu. Setiap negara mempunyai sistem rating masing – masing. Untuk negara Indonesia sendiri terdapat sebuah standar bangunan hijau yaitu GREENSHIP yang dikembangkan oleh Lembaga Konsul Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBCI) yang dibentuk tahun 2009, Amerika Serikat – LEED tahun 1998, Singapura - Green Mark, Australia - Green Star yang dicetuskan oleh Green Building Council Australia (GBCA) tahun 2002, dan lain sebagainya. Namun di Indonesia belum tersedia penilaian terhadap kawasan hijau seperti kawasan perumahan yang disebabkan karena perangkat hijau kawasan saat ini masih berupa draf. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk (1) membandingkan beberapa perangkat hijau di dunia untuk melengkapi draf perangkat penilaian di Indonesia, (2) menilai kawasan perumahan dengan perangkat penilaian, (3) membuat konsep perumahan berkelanjutan sesuai standar perangkat penilaian.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei observasi lapang ke lokasi penelitian terpilih secara langsung, wawancara, dan studi pustaka dengan melakukan metode komparasi. Metode komparasi yaitu membandingkan antara beberapa perangkat hijau yang ada terutama yang berhubungan dengan kawasan, dengan melihat persamaan parameter yang ada disetiap perangkat hijau, lalu dibandingkan juga dengan perangkat penilaian Greenship yang ada di Indonesia untuk didapatkan kekurangan atau tambahan bagi perangkat tersebut, Perhitungan untuk persentase tiap aspek pada masing-masing perangkat dapat diperoleh dengan cara menghitung persentase untuk masing-masing kriteria.

(5)

sehat. Sehingga diperlukan penyempurnaan draf Greenship Sustainable Neighborhood dengan menambah poin pada kriteria transportasi yang merupakan kriteria terpenting. Aspek rata-rata yang paling rendah terdapat pada aspek limbah yaitu 4%. Sebagian tolok ukur Greenship tentang limbah sudah masuk ke dalam aspek manajemen sehingga nilai pada aspek limbah menjadi berkurang. Sedangkan pada Greenstar aspek limbah sudah masuk dalam aspek material. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada penilaian aspek energi, terutama oleh perangkat hijau Greenship yang hanya mendapatkan nilai persentase 2%, sangat jauh dibandingkan dengan persentase rata-rata aspek energi yaitu 12%. Hal ini disebabkan untuk aspek energi sendiri sudah diapresiasikan dalam perangkat hijau Greenship homes, sehingga tolok ukur untuk energi menjadi berkurang.

Dilakukan evaluasi penilaian terhadap studi kasus perumahan terpilih yaitu Sinbad Green Residence. Hasil evaluasi menunjukkan penilaian akhir dari total nilai yang bisa didapat oleh Perumahan Sinbad adalah 7 poin dengan kesimpulan Perumahan Sinbad bukanlah perumahan yang berbasiskan perumahan hijau atau kawasan berkelanjutan seperti pernyataan yang dibuat oleh pengembang. Untuk menambah nilai pada perumahan Sinbad agar bisa mendapatkan sertifikat sesuai draf greenship adalah dengan membuat beberapa rekomendasi konsep, diantaranya: menambah ruang terbuka publik, mengurangi iklim mikro, area untuk pangan lokal, menambah sarana pedestrian dan fasilitas difabel, pengadaan bus transit dan shelter terintegrasi, pengolahan limbah cair dan padat, keterlibatan ahli profesional greenship serta perwakilan masyarakat, artikel bulanan, unsur lokal, memperkuat keamanan, menambah inovasi dan energi alternatif. Sehingga sertifikat yang dicapai adalah silver dengan total poin adalah 54 poin.

(6)

SUMMARY

RAHMAT REJONI. Application System Assessment Tool for Residential Area, Case Study at Residential Area in Bogor City, Indonesia. Supervised by BAMBANG SULISTYANTARA and INDUNG SITTI FATIMAH.

The concept of 'Green Architecture' became a topic of current interest. One of them is the need to empower the potential of the sites and conserve natural resources due to the depletion of non-renewable energy sources. It also resulted in an increase in public awareness of the importance of environmental quality to be better. It started since the Stockholm Declaration of 1972, with the convening of the UN international conference in Rio de Jenairo Brazil which ultimately resulted in a formulation that contains the principles and guidelines for the implementation of environmentally sustainable development set forth in the Kyoto Protocol in 1997.

Greenness level of a building should be positioned in a level that can be understood or measured by a reference (standard) specific. Each state has a rating system of each. For countries Indonesia itself there is a green building standards that GREENSHIP developed by the Institute of Consul Green Building Indonesia or the Green Building Council Indonesia (GBCI) was formed in 2009, United States - LEED 1998, Singapore - Green Mark, Australia - Green Star which triggered by the Green Building Council of Australia (GBCA) in 2002, and so forth. But in Indonesia has not provided an assessment of the green areas such as residential areas caused by the green area is still in draft. The purpose of this study is to (1) comparing several green device in the world to complete a draft of the assessment in Indonesia, (2) assess the housing area with the assessment, (3) make the concept of sustainable housing standardized assessment tools.

The method used is a survey of field observation method to the study site directly elected, interview, and literature by doing a comparative method. Method of comparison is to compare between multiple devices existing green mainly related to the region, with a view equation parameters that exist on every device green, and compared well with assessment tools Greenship in Indonesia to obtain deficiencies or additional to those devices, Calculation of percentage every aspect of each device can be obtained by calculating the percentage for each criterion.

(7)

aspects of energy, mainly by green device Greenship who only get a percentage value of 2%, so far compared with the average percentage of the energy aspect, namely 12%. This is due to the energy aspects of the device itself has been appreciated in Greenship green homes, so as benchmarks for energy to be reduced.

Evaluation conducted an assessment of the case studies that are the housing Sinbad Green Residence. The evaluation results indicate the final assessment of the total value of which can be obtained by Housing Sinbad is 7 points with Sinbad Housing conclusions based residential housing is not green or sustainable region as statements made by the developer. To add value to the housing Sinbad in order to obtain a certificate in accordance draft greenship is to make some recommendations concepts, including: increasing public open space, reduce micro-climate, the area for local food, add facilities pedestrian facilities with disabilities, provision of bus transit and shelter integrated, processing of liquid and solid wastes, as well as the involvement of professional experts greenship community representatives, monthly articles, local elements, strengthen security, increase innovation and alternative energy. So that the certificate is achieved is silver with a points total is 54 points.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

PENERAPAN SISTEM PERANGKAT PENILAIAN PADA

KAWASAN PERUMAHAN, STUDI KASUS KAWASAN

PERUMAHAN DI KOTA BOGOR, INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Penerapan Sistem Perangkat Penilaian Pada Kawasan Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan di Kota

Bogor, Indonesia” dapat terselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Bambang Sulistyantara, Magr selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr Ir Indung Sitti Fatimah, Msi selaku anggota komisi pembimbing atas kesediaan membimbing dan membagi ilmunya selama penulis mengerjakan tesis ini, serta Dr Ir Aris Munandar MS selaku dosen penguji atas semua masukannya demi perbaikan tulisan ini.

Terakhir, penulis ucapkan terima kepada istri tersayang dan keluarga besar yang selalu memberikan doa dan dukungan serta kepada rekan-rekan Pascasarjana Arsitektur Lanskap 2013 yang telah banyak memberi masukan dan bantuannya.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Kawasan 4

Perangkat Hijau 4

Penilaian Dalam Greenship Kawasan Berkelanjutan 7

3 METODE 9

Lokasi dan Waktu Penelitian 9

Data dan Sumber Data 11

Metode Komparasi 11

Perangkat Penilaian 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Hasil Komparasi 15

Hasil Evaluasi Perangkat Penilaian 17

Rekomendasi Konsep 46

5 SIMPULAN DAN SARAN 61

Simpulan 61

Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 64

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Kriteria dan Tolok Ukur yang ada dalam setiap kategori 8 2 Peringkat dalam Greenship Sustainable Neighborhood 9

3 Jenis dan sumber data 11

4 Hasil Persentase komparasi dari lima perangkat hijau dunia 16 5 Penambahan poin pada salah satu kriteria sesuai hasil komparasi 16 6 Persentase penggunaan tanaman asli dalam kawasan 18

7 Persentase peningkatan kualitas iklim mikro 20

8 Nilai rata-rata RDI dari ketiga gambar 23

9 Nilai CI (perbandingan antara ruas jalan dan simpul kawasan) 24

10 Persentase nilai penggunaan air alternatif 31

11 Persentase nilai limpasan air hujan 32

12 Persentase dari biaya total material infrastruktur jalan 37 13 Persentase bahan daur ulang pada material perkerasan jalan 38 14 Persentase Gross floor area bangunan hijau pada kawasan 44

15 Perbandingan hunian pada perumahan Sinbad 45

16 Hasil evaluasi penilaian dan konsep perumahan 60

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3

2 Persentase Kategori GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan 9

3 Site lokasi penelitian 10

4 Persentase nilai rata-rata kriteria perangkat hijau 16

5 Sebaran RTH Publik 18

6 Keadaan jalan di dalam lokasi perumahan 21

7 Jarak terdekat dan jarak tempuh pejalan kaki dengan gerbang utama 23 8 Perbandingan antara ruas jalan dan simpul pada jalan 23

9 Fasilitas umum di sekitar perumahan Sinbad 25

10 Kondisi pedestrian 28

11 Kondisi fasilitas umum 28

12 Parkir untuk pengelola dan tamu perumahan 30

13 Sumber air dalam kawasan 30

14 Kolam retensi di dalam kawasan perumahan 32

15 Lokasi pembuangan sementara sampah perumahan 35

16 Material regional untuk infrastruktur 37

17 Halaman website perumahan Sinbad 39

18 Desain perumahan Sinbad bergaya modern minimalis 42

19 Panduan perangkat hijau Greenship 44

20 Lampu penerangan jalan perumahan Sinbad 46

21 Rencana RTH Tambahan 47

22 Penggunaan paving pada infrastruktur jalan/perkerasan 48

23 Rekomendasi lokasi lahan produksi sayuran 48

24 Contoh tanaman obat keluarga 49

(15)

26 Fasilitas bagi penyandang cacat 50 27 Fasilitas khusus difabel pada titik-titik tertentu 50

28 Moda transportasi dalam kawasan 51

29 Pelebaran pedestrian dan penambahan pohon peneduh 51

30 Jalur khusus sepeda 52

31 Jalur khusus bagi pejalan kaki dan sepeda yang dibuat dengan

berkelok-kelok 52

32 Parkir bersama dalam gedung 53

33 Pengolahan air limbah komunal 53

34 Skema sistem panen air hujan 54

35 Identifikasi sampah perumahan 55

36 Tempat Pengolahan Sampah 3R 55

37 Peraturan kawasan 56

38 Artikel bulanan 57

39 Penambahan unsur lokal pada kawasan 57

40 Penamaan lokal pada jalan 58

41 Beberapa gambar konsep rekomendasi prinsip CPTED kawasan 58 42 Beberapa proposal alternatif untuk beberapa inovasi 59

43 Lampu LED hemat energi untuk lampu jalan 59

DAFTAR LAMPIRAN

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan data BPS hasil sensus 2010, jumlah penduduk di Indonesia terutama di perkotaan telah mencapai 49.79%, Peningkatan jumlah penduduk yang pesat menjadikan kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat pula (Pratiwi 2013). Kebutuhan rumah di Indonesia setiap tahunnya terus bertambah, berdasarkan hitungan Real Estate Indonesia (REI), total kebutuhan rumah per tahun bisa mencapai 2,6 juta yang didorong oleh pertumbuhan penduduk, perbaikan rumah rusak dan backlog atau kekurangan rumah. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS 2011-2013 backlog terus bertambah hingga mencapai 12 juta unit. REI mengungkapkan pasar properti nasional selama semester pertama tahun 2012 tumbuh lebih dari 20%, sementara Bogor dan Depok mencatat pertumbuhan paling pesat dan menjadi kawasan yang prospektif untuk dikembangkan dalam beberapa tahun ke depan.

Di Kota Bogor sendiri, dari data BPS Kota Bogor 2013 dinyatakan bahwa penduduk Kota Bogor pada tahun 2012 sebanyak 1.004.831 orang, yang terdiri atas 510.884 orang laki-laki dan sebanyak 493.947 perempuan. Paling banyak terdapat di wilayah Bogor Barat, yaitu 223.168 jiwa. Dibandingkan pada tahun 2011 jumlah penduduk Kota Bogor meningkat sebanyak 3.87% dan terus meningkat sampai tahun 2013. Dengan laju pertumbuhan penduduk di Kota Bogor tersebut dan pertambahan penduduk yang urbanisasi ke Kota Bogor, maka kebutuhan akan perumahan juga akan meningkat. Dalam perkembangannya kedepan, pertumbuhan perumahan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan konsumen.

Berdasarkan data dari Dinas Wasbangkim 2012, terdapat sekitar 294 Perumahan yang ada di Kota Bogor, terbagi atas 52 Perumahan di Kecamatan Bogor Barat, 54 Perumahan di Kecamatan Bogor Selatan, 67 Perumahan di Kecamatan Bogor Utara, 6 Perumahan di Kecamatan Bogor Tengah, 38 Perumahan di Kecamatan Bogor Timur, dan 77 Perumahan di Kecamatan Tanah Sareal. Namun diantara sekian banyak perumahan hanya beberapa saja yang mengusung konsep green.

(18)

2

masyarakatnya sudah sangat menyadari akan pentingnya lingkungan hidup yang sehat. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum sedang mensosialisasikan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di seluruh Indonesia sebagai respon terhadap perubahan iklim dan pemanasan global di dunia. Program tersebut terdiri dari delapan atribut Kota Hijau, dan atribut yang paling penting diantaranya adalah Green Planning Design, Open Space, dan Green Community. Pengembangan Kota Hijau selaras dengan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU Nomor 7/2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Permen PU Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan (Joga 2013) serta Permen PU Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau.

Penelitian mengenai bangunan hijau telah dilakukan diantaranya, evaluasi penerapan konsep kota hijau di Kota Bogor (Desdyanza 2014), didapatkan data pembangunan dan penerapan green building yang ada di Kota Bogor memperoleh persentase sebesar 0%. Dalam penelitian Kurniawaty et al. (2012), yang menyatakan bahwa aspek paling penting dalam menilai sebuah bangunan adalah aspek site design sebesar 67%. Hal tersebut juga senada dengan penelitian yang didapatkan oleh Pratiwi (2013), yang menyatakan bahwa keputusan untuk mewujudkan sebuah ecodesign lanskap pemukiman pada perkotaan terdapat pada desain tapak, dan kelembagaan.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah evaluasi penerapan konsep green living yang sebenarnya pada kawasan perumahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah kawasan perumahan tersebut merupakan kawasan yang mempunyai konsep green atau tidak.

Perumusan Masalah

Belum sempurnanya kriteria hijau untuk sebuah kawasan perumahan yang telah ada di Indonesia, serta masih dijumpai ketidak-sesuaian konsep dengan aplikasi di lapangan sehingga perlu adanya evaluasi konsep perumahan untuk mengatasi masalah tersebut. Pembatasan masalah dilakukan pada kawasan perumahan yang berkonsep green, dan yang mempunyai standar minimum dalam sebuah perangkat penilaian kawasan berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

1. Membandingkan beberapa perangkat hijau di dunia untuk melengkapi draf perangkat penilaian di Indonesia.

2. Menilai kawasan perumahan dengan perangkat penilaian kawasan berkelanjutan.

(19)

3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau referensi bagi pihak asosiasi, perencana, pengembang, dan kontraktor yang akan menerapkan sistem green living pada bangunan kawasan perumahan serta dapat menjadi masukan untuk melengkapi draf kriteria dari sebuah perangkat penilaian yang sedang disusun. Selain itu bagi masyarakat bermanfaat untuk melindungi konsumen serta memberi pengetahuan umum mengenai konsep green living yang seharusnya.

.

Ruang Lingkup Penelitian

Batasan penelitian meliputi lingkup penilaian dan konsepsi area wilayah kajian. Lingkup kajian penelitian ini dibatasi pada konsep green living pada kawasan perumahan. Evaluasi dilakukan pada perumahan yang sudah terbangun, apabila perumahan baru akan didesain dapat mengacu pada beberapa kriteria daftar komponen, subkomponen, serta parameter saja. Kriteria berlaku pada kawasan perumahan dengan tipe pengembangan horizontal.

Lingkup area wilayah evaluasi adalah kawasan perumahan yang berada di perkotaan dengan jumlah penduduk terpadat, dikarenakan permintaan permukiman yang tinggi di wilayah tersebut.

Kerangka Penelitian

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

Komparasi Penerapan Perangkat Penilaian

Penyempurnaan draf greenship

Perangkat Penilaian Perumahan Hijau

(20)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian kawasan adalah daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu, seperti tempat tinggal, pertokoan, industri, dan lain sebagainya.

Berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang pengertian kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber-sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif disebut wilayah pemerintahan. Wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional disebut kawasan.

Menurut Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031 pengertian Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional dan serta memiliki ciri tertentu.

Menurut Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menjelaskan pengertian Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan pengertian perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Perangkat Hijau

Tingkat kehijauan suatu bangunan atau kawasan harus dapat diposisikan dalam level yang dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar) tertentu. Diperlukan suatu alat ukur dan tolok ukur untuk mengukur level kehijauan suatu bangunan atau kawasan. Berbagai acuan, alat ukur, dan standar telah banyak dirumuskan di Negara-negara maju untuk mengukur tingkat kehijauan suatu rancangan kawasan dan bangunan (Karyono 2013).

a. BREEAM

(21)

5 standar yang diberi nama Building Research and Establishment’s Environmental Assessement Method (BREEAM) (Karyono 2013).

BREEAM merupakan acuan penilaian tingkat hijau tertua di dunia, paling lengkap, paling detail, dan paling banyak digunakan di dunia. Terdapat delapan tipologi bangunan secara terpisah di dalam penilaian, yaitu:

1. Bangunan Pengadilan (BREEAM Courts) 2. Bangunan Pendidikan (BREEAM Education) 3. Bangunan Industri (BREEAM Industrial) 4. Bangunan Kesehatan (BREEAM Healthcare) 5. Bangunan Perkantoran (BREEAM Offices) 6. Bangunan Perdagangan (BREEAM Retail) 7. Bangunan Penjara (BREEAM Prisons)

8. Bangunan Hunian (BREEAM Multi-residential)

Sedangkan parameter yang dinilai BREEAM meliputi 10 aspek, yaitu manajemen, kesehatan dan kualitas hidup, energi, transportasi, air, material, limbah, tata guna lahan dan ekologis, polusi dan inovasi. Standar ini memberikan lima kategori hasil penilaian Pass, Good, Very Good, Excelent, dan Outstanding (BREEAM 2012).

Meskipun diklaim dapat digunakan secara universal di seluruh dunia, namun standar ini tidak praktis digunakan di sejumlah negara berkembang seperti di Indonesia karena keterbatasan data dan standar bangunan pendukung lainnya yang dimiliki negara berkembang masih terbatas (Karyono 2013).

b. LEED

Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) adalah standar hijau yang dicetuskan oleh United States Green Building Council (USGBC) tahun 1998. LEED digunakan untuk menilai bangunan atau lingkungan binaan, baik dalam tahap pra-perancangan maupun sudah terbangun. Parameter yang digunakan LEED lebih simpel dan praktis dibanding BREEAM, namun lebih variatif dibanding sejumlah standar lain diluar BREEAM (Karyono 2013).

Terdapat delapan tipe proyek, fasilitas atau bangunan, yaitu:

1. Bangunan Baru (LEED for New Construction: New Construction and Major Renovations)

2. Bangunan Eksisting (LEED for Existing Buildings)

3. Ruang (Interior) Komersil (LEED for Commercial Interiors)

4. Core Bangunan dan Selubung Bangunan (LEED for Core and Shell) 5. Rumah (LEED for Homes)

6. Pengembangan Lingkungan Perumahan (LEED for Neighborhood Development)

7. Sekolah (LEED for Schools)

8. Bangunan Perbelanjaan (LEED for Retail)

(22)

6

c. Green Star

Standar penilaian Green Star, dicetuskan oleh Green Building Council Australia (GBCA) tahun 2002. Dalam penilaian ini, bangunan dibagi ke dalam sejumlah tipe, yaitu:

1. Bangunan Hunian (Green Star – Multi Unit Residential) 2. Bangunan Kesehatan (Green Star – Healthcare)

3. Bangunan Perbelanjaan (Green Star – Retail Centre) 4. Bangunan Pendidikan (Green Star – Education)

5. Bangunan Perkantoran Baru (Green Star – Office Design) 6. Bangunan Perkantoran Existing (Green Star – Office As Built) 7. Interior Kantor (Green Star – Office Interiors)

Dengan parameter yaitu Manajemen (Management), Kualitas Lingkungan Ruang Dalam (Indoor Environment Quality), Energi (Energy), Transportasi (Transport), Air (Water), Material (Materials), Tata Guna Lahan dan Ekologis (Land Use & Ecology), Emisi (Emissions) (GBCA 2009).

d. Green Mark

Green Mark merupakan standar yang dikeluarkan oleh Building Council

Association (BCA) Singapore pada bulan Januari 2005 yang mencoba

menstimulasi pengembangan bangunan yang ramah lingkungan (environment-friendly buildings) dan mendorong para pengembang, arsitek, kontraktor, agar lebih sadar terhadap perlunya penerapan konsep arsitektur hijau, arsitektur ramah lingkungan dari sejak rancangan masih berwujud konsep, hingga pada tahap rancangan dan pembangunan.

Standar ini memberikan penilaian terhadap sejumlah tipe bangunan dan proyek, yaitu:

1. Bangunan Hunian (Residential Buildings)

2. Bangunan Non-hunian (Non-residential Buildings) 3. Bangunan Eksisting (Existing Building)

4. Interior Bangunan Kantor (Office Interior) 5. Bangunan Menapak Tanah (Landed Houses) 6. Infrastruktur (Infrastructure)

7. Taman Baru dan Lama (New and Existing Parks)

Tingkat hijau diukur berdasarkan beberapa kriteria atau parameter, yakni efisiensi penggunaan energi (energy efficiency), efisiensi penggunaan air (water efficiency), perlindungan terhadap lingkungan (environmental protection), kualitas fisik ruang dalam (indoor environmental quality), aspek hijau lainnya dan inovasi desain (other green features and innovation). Bangunan yang dinilai dengan BCA Green Mark diberi predikat tersertifikasi (certified), emas (gold), emas plus (goldplus), dan platinum (platinum) (BCA 2013).

e. Greenship

(23)

7 Perangkat Greenship digunakan dalam penelitian ini dikarenakan Greenship dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi, karakter alam serta peraturan dan standar yang berlaku di Indonesia. Greenship disusun dengan melibatkan para pelaku sektor bangunan yang ahli di bidangnya seperti arsitek, industri bangunan, teknisi mekanikal elektrikal, desainer interior, arsitek lansekap, dan lainnya.

Greenship sendiri terdiri dari beberapa tipe penilaian, diantaranya panduan penerapan untuk:

1. Bangunan Baru (New Building, Existing Building) 2. Ruang Dalam(Interior space)

3. Rumah (Single Home)

4. Kawasan Berkelanjutan (Sustainable Neighborhood) yang saat ini masih merupakan draf Nopember 2013.

Untuk Kasus penelitian ini dipakai panduan penerapan Sustainable Neighborhood (Perangkat Penilaian Kawasan Berkelanjutan) karena menilai sebuah kawasan perumahan dan dianggap belum merupakan perangkat hijau yang sudah baku dan masih perlu adanya perbaikan dan perubahan. Greenship SN ini menilai dalam skala kawasan, seperti: Perumahan, CBD, Kawasan Industri, baik skala kecil atau besar, penilaian berlaku untuk tahap desain kawasan ataupun tahap kawasan terbangun (GBCI 2013). Ada enam aspek yang dinilai dalam standar Greenship SN yang disetiap aspeknya terdapat tolok ukur sebagai pertimbangan penilaian, yaitu: Land Ecological Enhancement (Peningkatan Ekologi Lahan), Movement & Connectivity (Pergerakan Dan Konektifitas), Water Management & Conservation (Manajemen Dan Konservasi Air), Material Cycle

Management (Manajemen Siklus Material), Community Well-being Strategy

(Strategi Kesejahteraan Masyarakat), dan Buildings& Infrasrtructures (Bangunan Dan Infrastruktur).

Tingkat hijau kawasan ditentukan oleh total skor. Nilai skor tinggi menunjukkan kawasan mengarah kepada pemenuhan kriteria hijau, sementara skor rendah diartikan sebaliknya.

Penilaian dalam GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan

1. Kelayakan (Eligibility) dalam GREENSHIP

Kelayakan merupakan standar minimum yang harus dipenuhi oleh pemilik kawasan untuk mengikuti proses sertifikasi GREENSHIP. GREENSHIP ini memiliki lima kriteria kelayakan yang terdiri atas:

a. Dua kriteria terkait peraturan pembangunan kawasan di Indonesia, yaitu: 1. Masterplan kawasan

2. Izin lingkungan atau surat kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL/UPL dan izin terkait.

b. Tiga kriteria terkait persyaratan GBC Indonesia, yaitu: 1. Minimum luas kawasan yang dianjurkan adalah 1 Ha 2. Minimum terdiri dari atas dua bangunan.

(24)

8

2. Kategori – Kriteria – Tolok Ukur dalam GREENSHIP

Kategori merupakan isu utama yang relevan dengan kondisi Indonesia dalam mewujudkan kawasan yang berkelanjutan. Dalam perangkat penilaian GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan dikelompokkan dalam enam kategori, yaitu:

1. Peningkatan Ekologi Lahan (Land Ecological Enchancement); 2. Pergerakan dan Konektivitas (Movement and Connectivity);

3. Manajemen dan Konservasi Air (Water Management and Conservation); 4. Manajemen Siklus Material (Material Cycle Management);

5. Strategi Kesejahteraan Masyarakat (Community Wellbeing Strategy); 6. Bangunan dan Infrastruktur (Buildings and Infrastructures).

Kriteria merupakan sasaran yang dianggap signifikan dalam implementasi praktik ramah lingkungan. Dalam perangkat penilaian GREENSHIP terdapat dua macam kriteria, yaitu:

a. Kriteria prasyarat

Kriteria prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan harus dipenuhi sebelum dilakukannya penilaian lebih lanjut berdasarkan kriteria kredit. Kriteria prasyarat merepresentasikan standar minimum kawasan berkelanjutan. Apabila salah satu prasyarat tidak dipenuhi, maka kriteria kredit dalam semua kategori tidak dapat dinilai. Kriteria prasyarat ini tidak memiliki nilai seperti kriteria kredit.

b. Kriteria kredit

Kriteria kredit adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan tidak harus dipenuhi. Pemenuhan kriteria ini tentunya disesuaikan dengan kemampuan kawasan tersebut. Jika kriteria ini dipenuhi, kawasan bersangkutan mendapat nilai dan apabila tidak dipenuhi, kawasan yang bersangkutan tidak akan mendapat nilai.

Tolok ukur merupakan parameter yang menjadi penentu keberhasilan implementasi praktik ramah lingkungan. Setiap kriteria terdiri atas beberapa tolok ukur dan setiap tolok ukur memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesulitannya. Setiap kategori memiliki prasyarat dan kriteria kredit. Jumlah kriteria setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun persentase perkategori dalam GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1. Jumlah Kriteria dan Tolok Ukur yang ada dalam setiap kategori

Sumber : GBCI (2013)

(25)

9

Gambar 2. Persentase Kategori GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan

Sumber : GBCI (2013)

3. Peringkat dalam GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan

Pencapaian 100% berdasarkan draf perangkat penilaian GREENSHIP adalah 96 nilai. Angka tersebut merupakan dasar menentukan persentase pencapaian. Peringkat yang dapat dicapai dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peringkat dalam Greenship Sustainable Neighborhood

Peringkat Persentase Nilai Minimum

Platinum 73 % 70

Gold 57 % 55

Silver 46 % 44

Bronze 35 % 34

Sumber : Draft Nopember 2013 Perangkat Penilaian Kawasan Berkelanjutan di Indonesia (GBCI)

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(26)

10

Lokasi terpilih yaitu perumahan Sinbad Green Residence yang terletak di Kecamatan Bogor Barat. Berdasarkan draf dari perangkat hijau greenship sustainable neighborhood, terdapat standar minimum sebuah kawasan dapat dinilai perangkat hijaunya, yaitu :

Masterplan kawasan atau Rencana induk kawasan

1. Minimum luas kawasan yang diajurkan adalah 1 Ha 2. Minimum terdiri atas 2 (dua) bangunan

3. Kesedian data gedung untuk diakses GBCI terkait proses sertifikasi 4. Izin lingkungan atau surat kelayakan lingkungan hidup atau

rekomendasi UKL/UPL.

Berdasarkan syarat diatas maka terpilihlah perumahan Sinbad Green Residence yang terletak di Jalan KH. Abdullah Bin Nuh RT.03 RW.01 Kelurahan Sindang barang yang memenuhi syarat-syarat tersebut, ditambah dengan konsep green living yang dimiliki oleh perumahan tersebut sehingga sangat cocok untuk dijadikan studi kasus penelitian. Perumahan Sinbad Green Residence mempunyai luas area kawasan ± 68,96 Ha (Gambar 3). Pengambilan contoh perumahan yang dijadikan objek penelitian ditentukan melalui metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara sengaja, menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu yang ada dalam eligibilitas kawasan berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 sampai September 2015.

(27)

11 Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder. Matriks hubungan antara jenis data, metode pengumpulan data, sumber dan kegunaan data disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jenis dan sumber data

Jenis Data Metode Pengumpulan Data Sumber Kegunaan Data Primer a. Observasi Lapang

b. Studi Pustaka Sekunder a. Studi Pustaka

b. Wawancara

Metode komparasi yaitu membandingkan antara beberapa perangkat hijau yang ada terutama yang berhubungan dengan kawasan, dengan melihat persamaan parameter yang ada disetiap perangkat hijau, lalu dibandingkan juga dengan perangkat penilaian Greenship yang ada di Indonesia untuk didapatkan kekurangan atau tambahan bagi perangkat tersebut (Reed et al. 2009). Perhitungan untuk persentase tiap aspek pada masing-masing perangkat dapat diperoleh dengan cara menghitung persentase untuk masing-masing kriteria. Pengolahan data tersebut dapat diperoleh persentase nilai per item (1) dan persentase rata-rata keseluruhan aspek perangkat hijau (2). Perhitungan untuk persentase nilai per item mengunakan rumus persamaan satu (1),

Keterangan :

∑n =jumlah nilai untuk tiap aspek perangkat hijau ∑1= jumlah total nilai pada masing-masing aspek

Untuk menghitung rata-rata keseluruhan aspek perangkat hijau dengan mengunakan rumus pada persamaan dua (2) (GBCI 2013).

Keterangan :

∑n total = jumlah nilai total

∑ rating = jumlah sistem rating dunia yang dinilai

Persentase nilai per item = ∑n/∑1 x 100% = (%)...(1)

(28)

12

Adapun perangkat hijau yang dikomparasi adalah: BREEAM merupakan standarisasi dan penilaian tingkat hijau suatu bangunan di Inggris tahun 1990, LEED standar hijau yang dicetuskan oleh United States Green Building Council (USGBC) tahun 1998, GREEN STAR dicetuskan oleh Green Building Council Australia (GBCA) tahun 2002, GREEN MARK merupakan standar yang dikeluarkan oleh Building Council Association (BCA) Singapore pada bulan Januari 2005, dan GREENSHIP yang dikembangkan oleh Lembaga Konsul Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBCI) yang dibentuk tahun 2009.

Dengan mengambil data yang ada di beberapa perangkat hijau dunia, kemudian dibuat pengelompokan berdasarkan aspek masing-masing yang sudah dijadikan menjadi 10 kelompok aspek, yaitu: manajemen, kesehatan dan kualitas hidup, energi, transportasi, air, material, limbah, tata guna lahan dan ekologis, polusi dan aspek inovasi (lampiran 1). Kemudian membuat tabel komparasi untuk memudahkan pengelompokan dan dihitung persentase rata-rata setiap aspek (lampiran 2).

Perangkat Penilaian

Penilaian terhadap kawasan terpilih yaitu perumahan Sinbad Green Residence dilakukan menggunakan perangkat penilaian yang ada di Indonesia yaitu Greenship Sustainable Neighborhood yang masih berupa draf.

Dalam perangkat penilaian GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan dikelompokkan dalam enam kategori, yaitu:

1. Land Ecological Enhancement(LEE)/Peningkatan Ekologi Lahan, terdiri dari

beberapa kriteria:

- LEE P. Area Dasar Hijau (Basic Green Area)-Prasyarat, Adapun tujuan dari kriteria ini adalah menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan serta meningkatkan kualitas lingkungan kawasan yang sehat. - LEE 1. Area Hijau Publik (Public Green Area)-3 Nilai, dengan tujuan

meningkatkan kesehatan masyarakat dan mendorong interaksi dengan menyediakan ruang terbuka hijau.

- LEE2. Pelestarian Habitat (Habitat Preservation)-Maksimal 4 Nilai, dengan tujuan meminimalkan dampak pembangunan dari keseimbangan dan keragaman hayati spesies alami.

- LEE 3. Revitalisasi Lahan (Land Revitalization)-3 Nilai, dengan tujuan menghindari pembangunan di area greenfield dan menghindari pembukaan lahan baru

- LEE4. Iklim Mikro (Micro Climate)-3 Nilai, dengan tujuan meningkatkan kualitas iklim mikro di sekitar area kawasan dan mengurangi Urban Heat Island (UHI).

- LEE 5. Pangan Lokal (Local Food)-1 Nilai, dengan tujuan mendorong produksi pangan lokal dan mengurangi jejak karbon yang berasal dari emisi transportasi penyediaan pangan.

(29)

13 - MAC P. Kajian Dampak Lalu Lintas (Traffic Impact Assessment)-Prasyarat, dengan tujuan mengetahui kinerja lalu lintas di dalam dan sekitar kawasan, sebagai dasar penerapan strategi lalu lintas yang mendukung kelestarian lingkungan, sosial dan ekonomi.

- MAC 1. Konektivitas Jaringan Jalan (Street Network Connectivity)-4 Nilai, dengan tujuan menyediakan konektivitas jalan yang efisien untuk aksesibilitas kawasan.

- MAC 2. Utilitas dan Fasilitas Umum (Public Utilitiesand Amenities)-2 Nilai, dengan tujuan memberikan kemudahan masyarakat untuk beraktivitas sehari-hari dengan ketersediaan prasarana, sarana dan fasilitas umum.

- MAC 3. Aksesibilitas Universal (Universal Accessibility)-3 Nilai, dengan tujuan memberikan kemudahan pencapaian yang disediakan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia, dalam mewujudkan kesamaan kesempatan beraktivitas.

- MAC 4. Transportasi Umum (Public Transportation)-4 Nilai, dengan tujuan Mendorong penggunaan kendaraan umum dalam melakukan perjalanan, sehingga mengurangi emisi dan penggunaan kendaraan bermotor pribadi.

- MAC 5. Jaringan Jalan dan Fasilitas Pedestrian (Pedestrian Networkand Facilities)-4 Nilai, dengan tujuan mempermudah masyarakat ke fasilitas umum dalam jarak jangkauan pejalan kaki yang aman dan nyaman sehingga mengurangi penggunaan kendaraan bermotor serta mendorong gaya hidup sehat.

- MAC 6. Jaringan dan Tempat Penyimpanan Sepeda (Bicycle Network and Storage)-3 Nilai, dengan tujuan memfasilitasi penggunaan sepeda dalam kawasan sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. - MAC 7. Parkir Lokal (Local Parking)-2 Nilai, dengan tujuan

mengoptimalkan fasilitas parkir sesuai kebutuhan pengguna dan terintegrasi dengan pengembangan kawasan yang berkelanjutan.

3. Water Management and Conservation (WMC)/Manajemen dan Konservasi

Air, terdiri dari beberapa kriteria:

- WMC P. Perhitungan Neraca Air (Water Balance Calculation)-Prasyarat, dengan tujuan mengetahui besar konsumsi air bersih dan produksi air limbah di dalam kawasan.

- WMC 1. Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment)-3 Nilai, dengan tujuan mendorong adanya pengelolaan air limbah kawasan untuk menghindari terjadinya pencemaran pada badan air.

- WMC 2. Sumber Air Alternatif (Alternative Water Source)-6 Nilai, dengan tujuan mendukung penggunaan sumber air alternatif secara mandiri. - WMC 3. Manajemen Limpasan Air Hujan (Stormwater Management)-4

Nilai, dengan tujuan mengurangi beban drainase lingkungan dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu.

(30)

14

basah dari dampak pembangunan kawasan.

4. Material Cycle Management (MCM)/Manajemen Siklus Material, terdiri dari

beberapa kriteria:

- MCM P. Manajemen Limbah Padat-Tahap Operasional (Solid Waste Management-Operational Phase)-Prasyarat, dengan tujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengelolaan limbah padat (sampah).

- MCM 1. Manajemen Limbah Padat Tingkat Lanjut-Tahap Operasional (Advanced Solid Waste Management)-3 Nilai, dengan tujuan memperpanjang daur hidup dan menambah nilai manfaat dari sampah melalui pengolahan sampah yang ramah lingkungan.

- MCM2.Manajemen Limbah Konstruksi (Construction Waste Management)-5 Nilai, dengan tujuan mengurangi sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan polusi dari proses konstruksi.

- MCM 3. Material Regional Untuk Infrastruktur Jalan (Regional Materials for Road Infrastructure)-4 Nilai, dengan tujuan mengurangi jejak karbon dari moda transportasi untuk distribusi dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

- MCM 4. Material Daur Ulang Untuk Infrastruktur Jalan (Recycled Materials For Road Infrastructure)-2 Nilai, dengan tujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dari proses ekstraksi bahan mentah dan proses produksi material, serta mengurangi limbah.

5. Community Wellbeing Strategy (CWS)/Strategi Kesejahteraan Masyarakat, terdiri dari beberapa kriteria:

- CWS P. Panduan Lokal (Local Guideline)-Prasyarat, dengan tujuan memberikan informasi kepada penghuni kawasan tentang informasi dasar kawasan.

- CWS 1. Keterlibatan GA/GP (GA/GP Involvement)-3 Nilai, dengan tujuan mewujudkan arahan-arahan keberlanjutan kawasan dan pengumpulan dokumen untuk proses sertifikasi GREENSHIP.

- CWS 2. Pengembangan Bisnis (Business Development)-4 Nilai, dengan tujuan merencanakan lokasi untuk memudahkan pencapaian aktivitas bisnis dalam rangka meningkatkan perputaran ekonomi kawasan dan mengurangi jarak tempuh untuk pencapaian lokasi kerja.

- CWS 3. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan (Community Participatory Planning)-1 Nilai, dengan tujuan melibatkan masyarakat dalam perencanaan konsep keberlanjutan kawasan.

- CWS 4. Pengembangan Masyarakat (Community Development)-4 Nilai, dengan tujuan meningkatkan kepedulian, pengetahuan, dan peran serta masyarakat tentang konsep keberlanjutan di kawasan.

- CWS 5. Kebudayaan Lokal (Local Culture)-2 Nilai, dengan tujuan membangun kawasan dengan memperhatikan pelestarian dan pengembangan budaya lokal daerah setempat.

(31)

15 - CWS 7. Inovasi (Inovation)-6 Nilai, dengan tujuan inovasi-inovasi yang

dapat mengembangkan fungsi lingkungan, sosial, dan ekonomi kawasan melampaui penilaian standar kriteria GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan. 6. Buildings and Infrastructures (BAI) / Bangunan dan Infrastruktur, terdiri dari

beberapa kriteria:

- BAI 1. Bangunan Hijau Greenship (Greenship Buildings)-6 Nilai, dengan tujuan mendorong penerapan Green Building sebagai satu kesatuan elemen pembangunan hijau di dalam kawasan.

- BAI 2. Hunian Berimbang (Affordable Housing)-1 Nilai, tidak berlaku untuk kawasan dominan komersial yang tidak memiliki kuasa terhadap kawasan hunian di dalamnya. Dengan tujuan menyelenggarakan kawasan hunian yang mendukung kesetaraan sosial dalam masyarakat.

- BAI 3. Kawasan Campuran (Mixed Use Neighborhood)-2 Nilai, dengan tujuan mengembangkan fungsi lahan untuk pembangunan kawasan campuran (mixed use) bagi pengembangan efektivitas kegiatan antara sektor hunian dan komersial.

- BAI 4. Efisiensi Energi Sistem Pencahayaan (Lighting Energy Efficiency)-2 Nilai, dengan tujuan melakukan penghematan energi pada sistem pencahayaan di dalam kawasan.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Komparasi

Hasil komparasi lima perangkat hijau sebagaimana pada lampiran 1 dan lampiran 2, bisa dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 4. Terlihat bahwa hasil rata-rata persentase tertinggi terdapat pada aspek transportasi sebesar 17 persen, Greenship dengan nilai poin tertinggi yaitu 23 persen, dan Leed yaitu sebesar 35 poin terdapat pada tolok ukur tentang jalan yang ramah bagi pejalan kaki, meningkatkan kesehatan masyarakat, nyaman, dan aman. Poin terbesar Greenship terdapat pada beberapa tolok ukur, yaitu: konektivitas jaringan jalan yang mengatur tentang jalan yang efisien untuk aksesibilitas kawasan, transportasi umum yang mengatur penggunaan kendaraan umum sehingga mengurangi emisi, serta jaringan dan fasilitas pedestrian yang bertujuan untuk mendorong gaya hidup sehat. Aspek rata-rata yang paling rendah terdapat pada aspek limbah yaitu 4%. Sebagian tolok ukur Greenship tentang limbah sudah masuk ke dalam aspek manajemen sehingga nilai pada aspek limbah menjadi berkurang, sedangkan pada Greenstar aspek limbah sudah masuk dalam aspek material.

(32)

16

Tabel 4. Hasil Persentase komparasi dari lima perangkat hijau dunia

Item Perbandingan

Gambar 4. Persentase nilai rata-rata kriteria perangkat hijau

Perlu dipertimbangkan untuk menambah poin pada tolok ukur jaringan dan fasilitas pedestrian dari 4 nilai menjadi 6 atau 8 nilai dikarenakan pentingnya tolok ukur ini (Tabel 5).

Tabel 5. Penambahan poin pada salah satu kriteria sesuai hasil komparasi

Movement & Connectivity (MAC) 23% 24%

MAC P Traffic Impact Assessment P P

MAC 1 Street Network Connectivity 4 6

MAC 2 Public Utilities & Amenities 2 2

MAC 3 Universal Accessibility 3 3

MAC 4 Public Transportation 4 4

MAC 5 Pedestrian Network &Facilities 4 4

MAC 6 Bicycle Network & Storage 3 3

MAC 7 Local Parking 2 2

(33)

17 Hasil Evaluasi Perangkat Penilaian dan Rekomendasi Konsep

Perangkat yang digunakan untuk mengevaluasi kawasan perumahan Sinbad adalah draf Greenship Sustainable Neighborhood tahun 2013. Dari hasil evaluasi penerapan sistem draf perangkat penilaian kawasan berkelanjutan di Indonesia terhadap studi kasus perumahan Sinbad, diperoleh hasil sebagai berikut:

Land Ecological Enhancement (LEE) / Peningkatan Ekologi Lahan

1. LEE P. Area Dasar Hijau (Basic Green Area)-Prasyarat a. Tolok ukur

Adanya ruang terbuka hijau publik minimal 20% dari luas total kawasan.

b. Lingkup

Ruang terbuka hijau yaitu ruang terbuka hijau yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, dengan akses publik yang tidak dibatasi dan gratis (tidak berbayar), antara lain: taman, lapangan olahraga, taman pemakaman, jalur hijau sepanjang jalan, parkir terbuka, taman atap, sempadan sungai, kebun pangan lokal.

Ruang terbuka hijau privat tidak dihitung pada kriteria ini karena sudah diapresiasi di GREENSHIP New Building, Existing Building, Interior Space, dan Home. Tanaman hidroponik di dalam ruangan atau rumah kaca dan tanaman di pot, tidak dihitung pada kriteria ini.

Komposisi RTH publik mengikuti Permen PU 05/PRT/M/2008, yang meliputi :

- Jika luas RTH berkisar antara 250 m2 – (<9000m2) maka luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau-softscape) minimal seluas 70% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras (hardscape) sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas.

- Jika luas RTH berkisar minimal 9000 m2 maka luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau-softscape) minimal seluas 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras (hardscape) sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas.

- Vegetasi/tumbuhan (softscape) adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.

c. Hasil

(34)

18

Gambar 5. Sebaran RTH Publik 2. LEE 1. Area Hijau Publik (Public Green Area)-3 Nilai

a. Tolok ukur

Menyediakan ruang terbuka hijau publik minimal 25% dari luas lahan (2 nilai), Menyediakan ruang terbuka hijau untuk publik minimal 35% dari luas lahan (3 nilai).

b. Lingkup

Ruang terbuka hijau privat tidak dihitung pada kriteria ini, komposisi proporsi RTH publik mengikuti Permen PU 05/PRT/M/2008, serta tanaman di pot, wall garden/vertical garden dapat dihitung pada kriteria ini.

c. Hasil

Berdasarkan data yang didapat dari perhitungan area dasar hijau, bahwa RTH Publik tidak mencapai 25%, sehingga poin yang didapat adalah nol (0).

3. LEE2. Pelestarian Habitat (Habitat Preservation)-Maks 4 Nilai

a. Tolok ukur

Pertahankan minimal 20% pohon (dewasa/besar) yang ada dalam kawasan (2 nilai), peningkatan nilai ekologi pada lahan kawasan atas rekomendasi ahli lansekap atau ahli biologi yang kompeten.

Tabel 6 menunjukkan jumlah persentase penggunaan tanaman asli (native) berupa pepohonan dan/atau semak di dalam kawasan serta memiliki rencana pengelolaannya :

Tabel 6. Persentase penggunaan tanaman asli dalam kawasan

Sumber: GBCI (2013)

Persentase tanaman asli Nilai

30%-60% 1

(35)

19 kawasan baru tidak ada pohon, maka diapresiasi di kriteria LEE 1. Public Green Area, LEE 3. Land Revitalization, dan/atau CWS 7. Innovation. Apreasi berlaku juga untuk kawasan eksisting dan redevelopment. Untuk penggantian pohon dilakukan di dalam kawasan. Jika dilakukan di luar kawasan, harus ada alasan ekologis.

c. Hasil

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengembang dan hasil survei, tidak terdapat peningkatan ekologi lahan, baik dalam mempertahankan pohon eksisting atau juga perlindungan fauna, hanya saja ada penanaman pohon dan tanaman disekitar kawasan, sehingga kriteria ini tidak mendapat nilai.

Pada awalnya lahan tersebut memang tidak terdapat pohon dewasa, sehingga pihak pengembang perlu menambahkan tanaman lebih banyak untuk bisa diapresiasi di kriteria yang lain.

4. LEE 3. Revitalisasi Lahan (Land Revitalization)-3 Nilai a. Tolok ukur

Memilih daerah pembangunan kawasan dengan ketentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) >3 (1 nilai), tolok ukur ini dapat dihitung jika memenuhi salah satu tolok ukur di MAC 4. Public Transportation.

Melakukan revitalisasi dan pembangunan di atas lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif pembangunan di dalam kawasan (2 nilai).

b. Lingkup

Lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai adalah lahan bernilai negatif secara ekonomi, lingkungan, dan sosial karena kondisinya yang tercemar, baik bekas aktivitas industri ataupun fasilitas komersial yang dapat digunakan kembali dengan terlebih dahulu dilakukan pembangunan atau rehabilitasi lahan. Lingkup lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai, antara lain:

- Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

- Badan air yang tercemar.

- Stasiun pengisian bahan bakar umum.

- Fasilitas industri atau manufaktur.

- Pembangunan yang terhambat dan ditinggalkan.

(36)

20

kawasan. Ada atau tidaknya lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai ditunjukkan melalui dokumen AMDAL atau UKL/UPL.

c. Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan dokumen UKL/UPL, bahwa di dalam kawasan perumahan Sinbad tidak terdapat lahan yang bernilai negatif, tidak terdapat penjelasan mengenai ada atau tidaknya lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai sehingga tidak mendapat nilai untuk kriteria ini.

5. LEE 4. Iklim Mikro (Micro Climate)-3 Nilai a. Tolok ukur

Menunjukkan upaya peningkatan kualitas iklim mikro untuk ruang publik kawasan. Dengan ketentuan seperti terlihat pada Tabel 7:

Tabel 7. Persentase peningkatan kualitas iklim mikro

Sumber: GBCI (2013)

b. Lingkup

Menggunakan satu atau lebih strategi peningkatan kualitas iklim mikro, antara lain:

- Open grid pavement, antara lain: grass block, grass pave, turf pave.

- Menyediakan pohon peneduh.

- Menggunakan material dengan daya refleksi panas matahari (albedo) minimum 0.3 atau Solar Reflectance Index (SRI) > 29.

- Kolam air.

Ruang publik atau ranah publik adalah ruang atau area yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, dengan akses publik yang tidak dibatasi dan gratis (tidak berbayar). Ruang publik antara lain: jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka hijau.

c. Hasil

Berdasarkan hasil survei dan wawancara, perumahan Sinbad masih sangat kurang dalam hal meningkatkan kualitas iklim mikro, untuk jalan utama masih menggunakan aspal sebagai pelapis jalan, hanya pedestrian yang menggunakan paving blok dengan persentase 12.06% (Gambar 6). Tidak adanya perencanaan perletakan pohon, sehingga letak pohon disesuaikan dengan keadaan dilapangan, pohon yang digunakan adalah pohon ketapang mini. Terdapat kolam air namun masih sangat sedikit sekitar 0.75% dari luas lahan.

Persentase dari total luas ruangpublik Nilai

40% 1

60% 2

(37)

21

Gambar 6. Keadaan jalan di dalam lokasi perumahan 6. LEE 5. Pangan Lokal (Local Food)-1 Nilai

a. Tolok ukur

Menyediakan lahan untuk produksi sayur dan buah lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat (1 nilai).

b. Lingkup

- Selain sayur dan buah lokal, juga bisa dengan tanaman obat keluarga.

- Dilengkapi mekanisme dan komitmen menanam, memanen hingga mendistribusikan hasil panen.

- Lokasi penanaman: di dalam kawasan.

- Pihak pengelola: komunitas setempat atau oleh pihak developer.

- Jika menggunakan jenis buah/sayur lokal maka kriteria ini juga dapat diklaim untuk tanaman asli di kriteria LEE 2. Habitat Preservation.

c. Hasil

Tidak terdapat lahan untuk produksi sayur dan buah lokal di dalam kawasan (terdapat kebun sayuran namun lokasinya disamping kawasan sehingga tidak masuk penilaian). Berdasarkan wawancara juga terdapat lahan sebagai pembibitan untuk penanaman pohon dan tanaman dalam kawasan, namun tidak menjadi poin karena tidak bersifat untuk kepentingan masyarakat setempat.

Movement and Connectivity (MAC)/Pergerakan dan Konektivitas

1. MAC P. Kajian Dampak Lalu Lintas (Traffic Impact Assessment) - Prasyarat a. Tolok ukur

Melakukan kajian manajemen dan rekayasa lalu lintas di dalam dan sekitar kawasan.

b. Lingkup

1. Menggunakan ahli/lembaga yang kompeten dalam bidang perencanaan transportasi.

2. Studi lalu lintas meliputi:

- Mengidentifikasi kinerja lalu lintas sebelum pembangunan,

(38)

22

- Memprediksi permasalahan yang akan timbul setelah pembangunan,

- Menganalisis besaran dampak yang diakibatkan oleh pembangunan tersebut yang mempengaruhi kinerja lalu lintas di sekitar,

- Rekomendasi rekayasa lalu lintas.

3. Aliran lalu lintas, meliputi minimal: pejalan kaki, sepeda, sepeda motor, mobil, transportasi umum.

4. Kajian dapat dilakukan dengan cara manual atau menggunakan perangkat lunak.

c. Hasil

Berdasarkan wawancara dengan pengembang, bahwa dalam perencanaan awal perumahan Sinbad menggunakan ahli konsultan dalam hal transportasi, merencanakan, akses keluar masuk kawasan dan sistem jalan dalam kawasan, sehingga prasyarat untuk kriteria ini terpenuhi, dan dapat dilanjutkan dengan penilaian kriteria berikutnya.

2. MAC 1. Konektivitas Jaringan Jalan (Street Network Connectivity) - 4 Nilai a. Tolok ukur

1. Konektivitas pejalan kaki memiliki nilai rata-rata Route Directness Index minimal sebesar 0.65 (2 nilai).

2. Perbandingan antara ruas jalan dan simpul total kawasan >1.25 (2 nilai)

b. Lingkup

Route Directness Index (RDI) digunakan untuk perhitungan jarak pejalan kaki, yaitu antara bangunan atau titik pusat zona dengan:

- Gerbang kawasan/sektor/cluster.

- Fasilitas umum (lihat kriteria LEE 2. Public Utilities and Amenities).

- Simpul transportasi umum.

RDI dihitung dari perbandingan jarak radius antara titik A ke titik moda B dengan jarak pencapaian terdekat dari titik moda A ke titik moda B. RDI menghitung jarak antar stasiun dengan moda yang berbeda. Mempertimbangkan kesinambungan antar moda transportasi di dalam kawasan.

c. Hasil

(39)

23

Gambar 7. Jarak terdekat dan jarak tempuh pejalan kaki dengan gerbang utama Tabel 8. Nilai rata-rata RDI dari ketiga gambar

Nama Jarak A ->B Jarak tempuh RDI

Terdekat A ->B

A - B1 188 277 0.68

A - B2 224 418 0.54

A - B3 418 444 0.94

Rata-rata 0.72

(40)

24

Tabel 9. Nilai CI (perbandingan antara ruas jalan dan simpul kawasan)

Ruas Simpul CI

(Ruas/simpul)

23 17 1.35

3. MAC 2. Utilitas dan Fasilitas Umum (Public Utilitiesand Amenities)-2 Nilai a. Tolok ukur

- Terdapat minimal delapan jenis prasarana dan sarana di dalam kawasan (1 nilai)

- Terdapat minimal enam jenis fasilitas umum (1 nilai) b. Lingkup

Prasarana dan sarana kawasan, meliputi: 1. Jaringan jalan;

2. Jaringan drainase;

3. Jalur pedestrian terintegrasi dengan jalur pedestrian di luar kawasan;

4. Jaringan air bersih;

5. Kolam/danau buatan (minimal 1% dari luasan area); 6. Jaringan penerangan dan listrik;

7. Jaringan telepon;

8. Jaringan serat optik (fiber optic); 9. Jalur pemipaan gas;

10.Sistem pembuangan sampah terintegrasi; 11.Sistem pemadam kebakaran;

12.Sewage Treatment Plant (STP) Kawasan.

Jenis Fasilitas umum

1. Pendidikan anak usia dini, TK, taman bermain, 500 m;

2. Sekolah (perpustakaan umum/taman bacaan, SD-SMA), 1500 m; 3. Pelayanan kesehatan (puskesmas, klinik, praktek doktek, rumah

sakit, apotek), 1500 m; 4. Sarana peribadatan, 1000 m; 5. Perbankan (Bank, ATM), 500 m

6. Warung/toko, 300 m; (bahan makanan sehari-hari) 7. Tempat makan/kantin/restoran, 300 m;

8. Sarana perdagangan (pertokoan, pusat pertokoan, pasar, pusat perbelanjaan, 1500 m;

9. Sarana niaga jasa (jasa perbengkelan, reparasi, fotokopi, salon, pangkas rambut, binatu), 1500 m;

10.Balai warga/balai pertemuan, balai serbaguna, gedung pertemuan/gedung serbaguna, 1000 m;

11.Sarana olahraga dan rekreasi (taman umum, bioskop, lapangan, kolam renang, museum), 1000 m;

12.Kantor pelayanan prasarana umum (kantor pelayanan listrik, telepon, air, loket pembayaran, pos, pemadam kebakaran, pos polisi, kantor kelurahan/kecamatan), 1000 m;

(41)

25 Jarak fasilitas umum diukur dari akses (kendaraan bermotor atau pejalan kaki) terdekat ke fasilitas umum. Fasilitas umum yang terdapat di dalam kawasan, jarak pencapaian dianggap nol meter. c. Hasil

Prasarana dan sarana kawasan yang ada di perumahan Sinbad : 1. Jaringan jalan

2. Jaringan drainase 3. Jaringan air bersih

4. Kolam/danau buatan (luas area 0.75%) 5. Jaringan penerangan dan listrik

6. Sistem pembuangan sampah terintegrasi (perlu peningkatan) 7. Sistem pemadam kebakaran

Jumlah prasarana dan sarana yang ada hanya terdapat 7 jenis (satu jenis tidak mencapai target minimal yaitu 1% pada jenis kolam yang berfungsi sebagai kolam retensi), sehingga nilai yang didapat adalah nol.

Terdapat beberapa fasilitas umum di sekitar perumahan Sinbad (Gambar 9), diantaranya :

1. Pendidikan anak usia dini, TK, taman bermain,

2. Sekolah (perpustakaan umum/taman bacaan, SD-SMA), 3. Pelayanan kesehatan (klinik)

4. Sarana peribadatan (masjid), 5. Warung/toko (ruko),

6. Tempat makan/kantin/restoran (rumah makan), 7. Sarana perdagangan (pusat perbelanjaan),

8. Sarana niaga jasa (jasa perbengkelan, reparasi, fotokopi, salon, pangkas rambut, binatu).

Sekolah Sarana peribadatan Warung

Tempat makan Pelayanan kesehatan Pusat perbelanjaan Gambar 9. Fasilitas umum di sekitar perumahan Sinbad

(42)

26

yang diharuskan yaitu minimal enam. Maka nilai yang didapat pada kriteria ini adalah 1 nilai.

4. MAC 3. Aksesibilitas Universal (Universal Accessibility)-3 Nilai a. Tolok ukur

1. Mengakomodasi kemudahan jalur bagi penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia pada ruang publik (2 nilai) antara lain: jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka.

2. Menyediakan fasilitas khusus pada titik-titik tertentu bagi penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia(1 nilai).

b. Lingkup

Tolok ukur 1, ketentuannya sebagai berikut:

- Jalur pemandu bertekstur di jalur pedestrian harus berkesinambungan tanpa terputus,

- Ram untuk akses kursi roda minimal 1:12,

- Tepi pengaman/kanstin/low curb dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian, harus berkesinambungan tanpa terputus, dan

- Jalur penyeberangan yang melintasi dua atau lebih jalur lalu lintas memiliki perlindungan pejalan kaki yang dapat diakses kursi roda, jika ada.

Tolok ukur 2, ketentuannya sebagai berikut:

- Area istirahat terutama digunakan sebagai tempat duduk santai di bagian tepi,

- Tempat parkir umum untuk kursi roda, jika memenuhi kriteria “Local Parking”, dan

- Toilet umum untuk kursi roda, jika tersedia toilet umum di ruang publik.

Strategi lainnya disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Nilai dapat diperoleh apabila memenuhi minimal seluruh ketentuan dari masing-masing tolok ukur.

c. Hasil

Berdasarkan hasil survei dan wawancara, tidak terdapat fasilitas bagi penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia pada ruang publik yang ada di kawasan perumahan Sinbad, sehingga tidak mendapat nilai untuk kriteria ini.

5. MAC 4. Transportasi Umum (Public Transportation) -4 Nilai a. Tolok ukur

1. Kawasan menjadi simpul persinggahan moda transportasi umum massal (2 nilai)

2. Menyediakan halte/shelter di dalam kawasan(1 nilai)

3. Menyediakan shuttle services (moda transportasi umum di dalam kawasan) (1 nilai)

b. Lingkup

(43)

27 pada tolok ukur ini: stasiun kereta api atau mass rapid transit atau bus rapid transit.

Penilaian tidak termasuk:

- Pangkalan ojek, pangkalan taksi.

- Terminal bayangan angkutan umum atau terminal tidak resmi.

- Tempat pemberhentian angkutan umum tidak resmi. Untuk tolok ukur 2

- Halte/shelter diletakkan di setiap titik pertemuan penting sesuai rute transportasi umum. Dapat terjangkau oleh setiap bangunan gedung dalam jarak jangkauan jalan kaki (400 m).

- Halte/shelter dikondisikan seaman dan senyaman mungkin. Strategi antara lain: peneduh, penyediaan tempat duduk, pencahayaan, CCTV, tempat sampah, toilet.

- Terdapat informasi moda dan rute transportasi umum yang melewati halte/shelter tersebut.

Untuk tolok ukur 3

- Shuttle services minimal menghubungkan satu titik sentral kawasan ke fasilitas lainnya.

- Shuttle services beroperasi setiap hari, minimal pada jam sibuk (pagi, siang, sore).

- Banyaknya shuttle services minimal dapat melayani 10% penghuni kawasan.

c. Hasil

Tidak terdapat persinggahan moda transportasi di dalam dan diluar kawasan, hanya terdapat terminal bayangan angkutan umum di depan kawasan. Di dalam kawasan juga tidak terdapat shuttle service dan halte/shelter untuk moda transportasi dalam kawasan, sehingga nilai yang didapat adalah nol.

6. MAC 5. Jaringan Jalan dan Fasilitas Pedestrian (Pedestrian Networkand Facilities)-4 Nilai

a. Tolok ukur

1. Menyediakan jalur pedestrian di dalam kawasan (1 nilai)

2. Menyediakan fasilitas jalur pedestrian yang aman dan nyaman dengan ketentuan:

- Pemenuhan 5 (lima) strategi jalur pedestrian (1 nilai)

- Pemenuhan 7 (tujuh) strategi jalur pedestrian (2 nilai)

- Setiap persimpangan jalan tersedia penyeberangan jalan yang lengkap (1 nilai)

b. Lingkup

Untuk tolok ukur 1, penilaian jalur pedestrian adalah jalur pedestrian antara bangunan atau titik pusat zona dengan:

- Gerbang kawasan/sektor/cluster.

- Fasilitas umum (lihat kriteria MAC2. PublicAmenitiesand Infrastructures).

- Simpul transportasi umum.

(44)

28

Untuk tolok ukur 2A dan 2B

- Penilaian jalur pedestrian hanya dalam kawasan.

- Strategi jalur pedestrian:

 Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin 100%.

 Pencahayaan yang cukup untuk keamanan 100%.

 Drainase untuk mencegah genangan jalur pedestrian 100%.

 Lebar bersih minimum 120 cm untuk jalur searah; 160 cm untuk dua arah 100%.

 Bebas dari benda-benda yang menghalangi.

 Jalur pedestrian dilengkapi teduhan minimal 40%.

 Rambu dan marka untuk arah dan tujuan pedestrian.

- Teduhan dapat berupa pohon atau material (kanopi).

- Jalur pedestrian dapat berupa jalur khusus pedestrian, trotoar dilengkapi pelindung, jalan bersama (sharedstreet/living street/woonerf/home zone) untuk berbagi jalan secara aman antara pedestrian, pengendara sepeda dan pengendara kendaraan bermotor dengan kecepatan maksimal 15 km/jam.

- Artistik penerapan tidak dinilai dan diserahkan kepada perancang kawasan.

Untuk tolok ukur 2C

- Titik penyeberangan harus disediakan di semua arah untuk menciptakan jaringan pedestrian lengkap.

- Lebar 2-3 meter dan berbatas tegas. c. Hasil

Berdasarkan hasil survei lapangan dan desain perencanaan, terdapat jalur pedestrian di sekitar kawasan, tersedia di setiap bagian depan rumah sampai dengan gerbang kawasan dan fasilitas umum, hanya saja tidak sampai simpul transportasi umum karena memang didalam kawasan belum terdapat perencanaan simpul transportasi, sehingga nilai yang didapat adalah 1 nilai.

Untuk fasilitas yang didapat belum cukup memadai, lebar pedestrian 50 cm, tidak banyak terdapat pohon peneduh, dan masih ada penghalang di sekitar pedestrian berupa box panel listrik (Gambar 10). Tidak terdapat marka dan rambu-rambu, serta fasilitas bagi penyandang cacat (Gambar 11), sehingga nilai yang didapat adalah nol (0) untuk sub kriteria ini.

Gambar

Tabel 4.  Hasil Persentase komparasi dari lima perangkat hijau dunia
Gambar 5.  Sebaran RTH Publik
Tabel 7.  Persentase peningkatan kualitas iklim mikro
Gambar 7.  Jarak terdekat dan jarak tempuh pejalan kaki dengan gerbang utama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah Tinggi Teknologi Jawa Barat Yayasan Pendidikan Al-Aitaam Bandung.. No Perguruan

Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman semakin banyak spesies yang mampu bertahan hidup pada lingkungan tersebut, dan berdasarkan hasil yang diperoleh selama

0615076301 PENINGKATAN DAYA SAING UMKM BATIK TULIS LASEM SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH BERBASIS KLASTER MENUJU PEMASARAN

Pernyataan ilmiah yang kita gunakan dalam tulisan kita harus mencakup beberapa hal. Pertama kita harus mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita

Oleh sebab itu dibuat perancangan aplikasi berbasis web pengelolaan gaji dan peminjaman kas dengan harapan dapat membantu perhitungan gaji dan angsuran peminjaman kas

peningkatan hasil belajar siswa pada kompetensi pemeliharaan/servis transmisi manual dan komponen dengan menggunakan metode pembelajaran Browser Based Training lebih

Perlu diperhatikan bahwa untuk menyusun RPP pengajar perlu menentukan batas lingkup materi sub pokok bahasan mana saja yang akan diajarkan setiap kali pertemuan dengan

(1) Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 69 huruf c merupakan unit pelaksana administrasi