• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Hubungan Pertemanan Terhadap Perilaku Bullying di Kalangan Siswa SMA (Studi Kasus Pada Beberapa SMA di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Hubungan Pertemanan Terhadap Perilaku Bullying di Kalangan Siswa SMA (Studi Kasus Pada Beberapa SMA di Kota Medan)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kekerasan merupakan suatu fenomena krisis moral. Krisis yang didapat

dari berbagai macam tekanan hidup. Suatu krisis yang bisa menjadi barometer

kegagalan membangun karakter diri para remaja dan masyarakat. Banyak sekali

kasus kekerasan di kalangan remaja. Kekerasan antar teman sebaya atau yang

biasa dikenal dengan bullying merupakan suatu tindak kekerasan fisik maupun

psikologis yang dilakukan seseorang atau kelompok, yang dimaksudkan untuk

melukai, membuat takut atau membuat tertekan seseorang yang dianggap lemah,

yang biasanya secara fisik lebih lemah, minder dan kurang mempunyai teman,

sehingga tidak mampu untuk mempertahankan diri.

Perilaku bullying dari waktu ke waktu terus menghantui anak-anak

Indonesia, alasannya sering kali tidak jelas. Kasus bullying yang sering dijumpai

adalah dengan menggunakan kedok perpeloncoan, penggemblengan mental, aksi

solidaritas dan juga senioritas. Terjadinya kekerasan antar sebaya semakin

menguat, mengingat adanya factor pubertas dan krisis identitas yang normal

terjadi pada masa perkembangan remaja. Dalam rangka mencari identitas dan

ingin eksis, biasanya remaja gemar membentuk geng. Di temukan fakta seputar

bullying berdasarkan survei yang dilakukan oleh Latitude News pada 40 negara. Salah satu faktanya adalah bahwa pelaku bullying biasanya para siswa atau

mahasiswa laki-laki. Sedangkan siswi atau mahasiswi lebih banyak menggosip

(2)

terdapat negara-negara dengan kasus bullying tertinggi di seluruh dunia. Dan

faktanya Indonesia masuk di urutan ke dua. Lima negara dengan kasus bullying

tertinggi pada posisi pertama ditempati oleh Jepang, kemudian Indonesia, Kanada,

Amerika Serikat, dan Finlandia. (sumber

Kasus bullying dapat terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan sekolah,

tempat bermain, di rumah, di jalan, dan di tempat hiburan. Sesuai dengan data

yang diperoleh dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, jumlah anak yang

menjadi pelaku kekerasan (bullying) disekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus

pada tahun 2014 menjadi 79 kasus di tahun 2015. (data KPAI, Bullying 2015)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irvan

Usman pada tahun 2013. penelitian ini mengangkat bagaimana pengaruh

kepribadian, komunikasi, kelompok teman sebaya dan iklim sekolah pada perilaku

bullying siswa menunjukkan bahwa peran kelompok teman sebaya terbukti berpengaruh negatif terhadap perilaku bullying pada siswa SMA di kota

Gorontalo. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perilaku bullying disebabkan

oleh tekanan dari teman sebaya agar dapat diterima dalam kelompoknya.

Kelompok teman sebaya adalah sekelompok teman yang mempunyai ikatan

emosional yang kuat dan siswa dapat berinteraksi, bergaul, bertukar pikiran, dan

pengalaman dalam memberikan perubahan dan pengembangan dalam kehidupan

sosial dan pribadinya. baik komunikasi interpersonal yang dibangun remaja

dengan orangtuanya, semakin besar peran kelompok teman sebaya untuk

mengajak temannya dalam menerapkan norma-norma positif yang ada dalam

(3)

bullying pada siswa SMA di Kota Gorontalo. Lokasi penelitian ini dilakukan pada SMA di Gorontalo.

Begitu pula dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dara Agnis

Septiyuni pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Kelompok Teman Sebaya

Terhadap Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah”. Hasil dari penelitian ini adalah

Berdasarkan hasil analisis koefisien korelasi, terdapat hasil pengujian yang

menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara variabel kelompok teman

sebaya dengan variabel perilaku bullying adalah hubungan yang positif dan

signifikan dengan nilai korelasi sebesar 0,360 dan ρ < 0,05 artinya kelompok

teman sebaya berpengaruh terhadap terjadinya perilaku bullying siswa di sekolah,

dengan kontribusi pengaruh sebesar 13%. Penelitian ini di lakukan pada SMA

Negeri di Kota Bandung.

Bullying seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak di zaman sekarang ini. Maraknya aksi kekerasan atau

bullying yang dilakukan oleh siswa di sekolah semakin banyak menghiasi deretan berita di halaman media cetak maupun elektronik. Berikut beberapa kasus

(4)

Tabel 1.1.

Kasus Bullying yang pernah terjadi dikalangan siswa

No. Kasus Bullying Bentuk Perilaku Dampak Sosial 1. Menjadi korban ejekan

teman-teman sekelasnya.

-mengejek Korban bully menjadi

pribadi yang pendendam dan nekat melakukan tindak kejahatan yakni membakar ruang kelas. 2. Beberapa siswa kelas 10

di bully seniornya takut dan trauma dengan tindakan yang dilakukan korban bullying teman

sekelasnya yang merupakan siswa laki-laki

dengan 2 orang temannya.

- bekal yang siswa yang takut untuk berteman dengan orang lain.

(5)

Beberapa kasus Bullying diatas menunjukkan bahwa tindakan-tindakan

kekerasan begitu mudah kita temukan dimanapun bahkan dilingkungan sekolah.

Hal ini dapat menjadi keprihatinan tersendiri karena sekolah merupakan

lingkungan untuk melaksanakan sistem belajar-mengajar, dan lingkungan yang

akan menghasilkan generasi-generasi yang baik dari pemikiran maupun dari

perilaku. Dapat dilihat bahwa tindakan bullying

Pada dasarnya pelaku bullying tidak memperhitungkan alasan mengapa

mereka melakukan bullying tersebut. Terkadang pelaku hanya mencari alasan

yang dapat diterima atas tindakan yang ia lakukan, misalnya untuk mendisiplinkan

adik kelas atau korban, tetapi perilaku tersebut berlangsung selama periode yang

cukup lama dan membuat korban mengalami luka fisik ataupun luka psikologis.

Perilaku bullying memiliki dampak negatif di segala aspek kehidupan (fisik,

psikologis maupun sosial) individu, khususnya remaja (Sejiwa, 2008). Sehingga

hal tersebut akan terus mempengaruhi perkembangan mereka selanjutnya. Para

ahli menyatakan bahwa school bullying merupakan bentuk agresivitas antarsiswa

yang memiliki dampak paling negatif bagi korbannya (Wiyani, 2012:16). Hal ini

disebabkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan di mana pelaku yang berasal akan memberikan dampak negatif

baik itu untuk korban maupun pelaku. Selalu ada pihak yang akan dirugikan

ketika tindakan bullying terjadi. Masyarakat menyayangkan terjadinya kasus

bullying pada kalangan siswa di lingkungan sekolah. Dimana orangtua siswa mempercayakan anaknya kepada pihak sekolah untuk mengajarkan hal-hal baik

yang tidak mereka dapatkan dirumah. Tetapi sebaliknya sekolah malah dijadikan

tempat siswa melakukan tindakan kekerasan. Tanpa ada pengawasan dari pihak–

(6)

dari kalangan siswa atau siswi yang merasa lebih senior atau memiliki nilai lebih

baik itu kekuatan fisik maupun ekonomi melakukan tindakan tertentu kepada

korban, yaitu siswa-siswi yang lebih junior yang cenderung merasa tidak berdaya

karena tidak dapat melakukan perlawanan.

Dampak lain yang dialami oleh korban bullying adalah mengalami

berbagai macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah

dimana korban akan merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, serta tidak berharga.

Penyesuaian sosial yang buruk dimana korban merasa takut ke sekolah bahkan

tidak mau sekolah, menarik diri dari pergaulan, bahkan berkeinginan untuk bunuh

diri. Menurut Rigby (Wiyani, 2012:18) bahwa hasil penelitian menunjukkan siswa

yang menjadi korban akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut

datang ke sekolah sehingga absensi mereka tinggi dan tertinggal pelajaran,

mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan kesehatan

mental maupun fisik mereka terpengaruh baik itu dalam jangka pendek maupun

panjang. Dengan kata lain, bullying di sekolah merupakan gejala yang berdampak

buruk pada pelajar yang terlibat bullying, baik sebagai pelaku dan korban. Bahkan

dampak tersebut dapat membuat korban menjadi pelaku bullying apabila terjadi

siklus kekerasan (Adilla, 2009:58).

Lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi sarana utama untuk

membentuk pribadi yang baik, bersosialisasi, mengaktualisasikan diri dan mampu

berkembang dalam lingkungan sosialnya baik dengan keluarga, teman sebaya dan

masyarakat. Pada kenyataannya dijadikan tempat siswa melakukan tindakan

(7)

kepribadian anak (siswa) baik dalam cara berfikir, bersikap, maupun cara

berperilaku.

Usia 12-18 tahun merupakan usia siswa sedang mengalami tahap

perkembangan dimana individu masih mencari identitas diri. individu dihadapkan

dengan berbagai pertanyaan yang menyangkut keberadaan dirinya (siapa saya?),

masa depannya (akan menjadi apa saya?), peran-peran sosialnya (apa peran saya

dalam keluarga, masyarakat?). Hal itu dikarenakan pada masa remaja berkembang

“social cognitive”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain sebagai

individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai maupun

perasaanya. Pemahaman ini mendorong individu untuk menjalani hubungan sosial

yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya) baik dalam jalinan

persahabatan maupun percintaan.

Kelompok sebaya atau kelompok bermain merupakan lingkungan

sosialisasi yang memiliki peran yang cukup penting dalam pembentukan

kepribadian individu itu sendiri dan saat terjadinya perubahan struktur di dalam

masyarakat. Kelompok sebaya dapat diartikan sebagai sekumpulan orang

(sebaya/seumuran) yang mempunyai perasaan serta kesenangan yang relatif sama.

Kelompok teman sebaya itu sendiri biasanya terbentuk di lingkungan terdekat

remaja seperti di sekolah.

Kelompok sebaya terbentuk karena adanya kesamaan tujuan atau ideologi

antar sesama siswa yang tergabung ke dalam suatu kelompok tersebut. Selain itu

terbentuk karena adanya kebutuhan remaja, sebagai wadah untuk menunjukkan

(8)

sebabkan oleh kebutuhan sosialnya, yang paling menonjol antara lain kebutuhan

untuk dikenal dan kebutuhan untuk berkelompok (Willis, 2008, hlm. 51) .

Dalam hubungan persahabatan, remaja memiliki teman yang memiliki

kualitas psikologis yang relative sama dengan dirinya, baik menyangkut interens,

sikap, nilai dan kepribadian. Pada masa ini juga berkembang sikap “comformity”,

yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,

kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman sebaya). Remaja

cenderung ingin dianggap berpengaruh didalam sebuah kelompok teman sebaya.

Remaja juga mempunyai dorongan kebutuhan untuk dikenal biasanya tampak

pada kecenderungan remaja untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

menarik perhatian orang lain termasuk berkelompok-kelompok sebagai bentuk

aktualisasi diri (Willis, 2008:51).

Pengaruh kelompok teman sebaya yang kuat pada remaja dapat

ditunjukkan dari hasil penelitian Pratiwi S (2008) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku menyimpang pada remaja khususnya siswa di sekolah,

bahwa faktor yang paling kuat dalam masalah perilaku menyimpang siswa adalah

kelompok sebaya dari siswa tersebut yang juga melakukan perilaku menyimpang.

Dalam hal ini keterikatan antara remaja dengan kelompok teman sebayanya

sangatlah erat.

Mengkaji persahabatan di kalangan teman sebaya, banyak hasil penelitian

menunjukkan bahwa faktor utama untuk menentukan daya tarik hubungan

interpersonal diantara para remaja pada umumnya adalah adanya kesamaan dalam

minat, nilai-nilai pendapat, dan sifat-sifat kepribadian. (Yusuf, 2004:60)

(9)

“teman sebaya lebih memberikan pengaruh dalam memilih cara berpakaian, hobi,

perkumpulan (club) dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya”. Sementara itu beberapa

penelitian mengindikasikan bahwa dalam pergaulan dengan teman sebaya tidak

hanya berdampak positif saja melainkan berdampak negatif. Menurut Yusuf

(2004:61) bahwa “hasil penelitian Healy dan Browner menemukan bahwa 67%

dari 3000 anak nakal di Chicago ternyata mendapat pengaruh dari teman

sebayanya”. Dampak negatif peer group bagi remaja bermacam-macam

diantaranya perilaku menyimpang seperti merokok, penggunaan kata-kata kasar,

perkelahian pelajar, dan perilaku bullying kepada sesama pelajar di sekolah.

Bullying termasuk pada tindakan juvenile deliquency. Juvenile deliquency dapat diartikan sebagai tindakan seorang anak yang berada pada fase-fase usia remaja

yang melakukan pelanggaran terhadap norma-norma hukum, sosial, susilaan

agama (Sudarsono, 2008:14).

Banyaknya kasus bullying yang terjadi di sekolah ada hubungannya

dengan peran kelompok teman sebaya atau hubungan pertemanan yang cukup

kuat dalam perkembangan kepribadian dan perilaku remaja. Bullying dikenal

sebagai masalah sosial yang terutama ditemukan di kalangan anak anak sekolah.

Hampir setiap anak mungkin pernah mengalami suatu bentuk perlakuan tidak

menyenangkan dari anak lain yang lebih tua atau lebih kuat (Krahe, 2005).

Kebanyakan perilaku bullying terjadi secara tersembunyi dan sering tidak

dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang.

Dapat dikatakan kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang

nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja. Jika tidak ditangani secara

(10)

bullying tentunya berbagai pihak memiliki tanggung jawab atas kelangsungan

hidup anak, karena anak-anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh negara,

orang tua, guru, dan masyarakat. Oleh sebab itu peneliti sangat tertarik untuk

meneliti lebih dalam mengenai bentuk perilaku bullying yang terjadi di kalangan

siswa SMA dan faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya perilaku

bullying.

1.2. Rumusan Masalah

Perkembangan sosial remaja merupakan tahap perkembangan dimana

individu masih mencari identitas diri, Hal ini mendorong individu untuk

menjalani hubungan sosial yang lebih akrab baik dalam jalinan persahabatan

maupun percintaan. Kelompok bermain adalah lingkungan sosialisasi yang

memiliki peran dalam pembentukan kepribadian individu itu sendiri. Remaja

mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak anggota kelompok sebayanya,

nilai ini didasarkan pada kesepakatan anggota kelompok. Salah satu permasalahan

yang sering dihadapi remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah

munculnya perilaku bullying. Bullying dikenal sebagai masalah sosial yang

terutama ditemukan di kalangan anak sekolah.

Melalui penelitian ini, penulis mencoba menelaah bagaimana perilaku

bullying (tindakan kekerasan) yang terjadi di kalangan siswa SMA Sinar Husni Medan, dan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan teori sosiologi.

Berdasarkan pembahasan latar belakang masalah yang telah di jelaskan, maka

penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :

(11)

2. apa faktor penyebab terjadinya perilaku bullying ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah:

1. Untuk mengetahui adakah korelasi antara hubungan pertemanan dengan

perilaku bullying.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya

perilaku bullying.

1.4. Manfaat penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat baik untuk diri

sendiri ataupun orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan konstribusi

baik secara langsung ataupun tidak langsung bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan kepustakaan Departemen Sosiologi khususnya untuk

menambah kajian tentang tindakan bullying.

2. Manfaat praktis, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan

kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah dan dapat menjadi

bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya, agar diharapkan dapat

memberikan sumbangan kepada masyarakat tentang perilaku bullying

(12)

1.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara yang masih harus

dibuktikan kebenarannya. Sugiyanto (2004) menjelaskan hipotesis adalah dugaan

sementara mengenai sesuatu hal yang perlu diuji kebenarannya. Dengan kata lain

hipotesis juga dapat dikatakan sebagai kesimpulan sementara dari suatu hubungan

variabel dengan variabel lainnya sehingga hipotesis dapat dikatakan sebagai suatu

perkiraan ataupun dugaan yang melekat pada variabel yang bersangkutan. Secara

teknis, hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai populasi yang

akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian.

Di dalam perumusan hipotesis pada penelitian ini menggunakan hipotesis

dua arah yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis nol. Dimana hipotesis menjadi

benar jika hipotesis alternatif terbukti kebenarannya. Maka dari itu, ada pun yang

menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho: Tidaknya adanya hubungan pengaruh pertemanan terhadap perilaku bullying

di kalangan siswa SMA..

Ha: Adanya hubungan pengaruh pertemanan terhadap perilaku bullying di

kalangan siswa SMA.

1.6. Defenisi konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk

mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi abstrak

mengenai gejala, realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan

suatu gejala (Moleong,1997:67). Di samping mempermudah dan memfokuskan

(13)

lanjuti penelitian tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat

kesalahan penafsiran dalam penelitian. Untuk menjelaskan maksud dan pengertian

konsep-konsep yang terdapat dalam penelitian ini, maka dibuat batasan-batasan

konsep yang dipakai sebagai berikut:

1. Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari individu seperti berjalan,

berbicara, tertawa, bekerja, dan sebagainya, yang dapat di amati secara langsung

maupun yang tidak dapat di amati oleh pihak luar.

2. Bullying (Perilaku Kekerasan)

Bullying merupakan suatu bentuk ekspresi, aksi atau perilaku kekerasan

yang dilakukan seseorang atau sekelompok terhadap seseorang yang tidak mampu

mempertahankan diri. Dimana ada hasrat untuk melukai, menakuti atau membuat

orang tertekan, trauma dan tidak berdaya. Bullying biasanya dilakukan berulang

sebagai ancaman atau paksaan terhadap orang lain yang jika dilakukan terus

menerus akan menimbulkan trauma.

3. Pertemanan

Pertemanan adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang

menunjukkan perilaku kerjasama dan saling mendukung antara dua atau lebih

entitas sosial. Pertemanan memang berbeda tingkatannya dengan persahabatan,

terutama dalam cara berkomunikasi dan ikatan yang terbentuk.

(14)

Kelompok adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama,

berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu tertentu dan jumlahnya tidak

terlalu banyak, sehingga setiap anggotanya saling mengenal satu sama lainnya,

dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut

5. Siswa (pelajar)

Siswa merupakan pelajar yang duduk di meja belajar strata sekolah dasar,

menengah pertama, maupun menengah atas, yang secara khusus diserahkan oleh

kedua orangtuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan disekolah

dengan tujuan meningkatkan potensi diri, menjadi manusia yang berilmu

pengetahuan, berketerampilan, berpengalaman, berkepribadian dan berakhlak

mulia.

1.7. Variable Penelitian

Variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan

penelitian. Sering pula dinyatakan variabel penelitian sebagai faktor-faktor yang

berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Suryabrata, 1995:72).

Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel bebas atau independent

variabel (X) dan variable terikat atau dependent variable (Y). Veriabel bebas yaitu

variabel yang mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat yaitu

variabel yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini penjabaran variabel sebagai

berikut:

X =Variabel bebas yakni hubungan pertemanan

(15)

Skema Variabel Penelitian

1.8. Operasional Variabel

Defenisi operasional adalah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur

atau memanipulasi suatu variabel. Defenisi operasional memberikan batasan atau

arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk

mengukur variabel tersebut (Sarwono, 2006).

1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas sebagai pengaruh atau penyebab dari variabel lain.

Variabel bebas merupakan variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh

peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang di observasi

(Sarwono, 2006 : 54). Variabel X dalam penelitian ini adalah hubungan

Pertemanan, Adapun yang menjadi indikator variabel bebas dalam penelitian ini,

yaitu: 1. Kecocokan

2. Intensitas Interaksi

3. Kepercayaan

4. Kepedulian

2. Variabel terikat(Y):

Variabel terikat adalah akibat dari variabel yang mendahuluinya, Variabel

terikat adalah variabel yang memberikan reaksi jika dihubungkan dengan variabel Variabel Bebas

(Hubungan Perteman)

(16)

bebas. Variabel terikat adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk

menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas (Sarwono, 2006 : 54).

Variabel Y dalam penelitian ini adalah Perilaku Bullying, adapun yang menjadi

indikator variabel terikat dalam penelitian ini adalah :

1. Tindakan bullying fisik

2. Tindakan bullying verbal

3. Tindakan bullying non verbal

4. Tindakan cyberbullying

1.9. Bagan Operasional Variabel

Tabel 1.2.

Operasional Variabel

Jenis Variabel Indikator Skala

Variabel X

Hubungan Pertemanan

Kecocokan Skala Rasio

Intensitas Interaksi Skala Rasio

Kepercayaan Skala Rasio

Kepedulian Skala Rasio

Variabel Y

Perilaku Bullying

Tindakan bullying fisik Skala Rasio

Tindakan bullying verbal Skala Rasio

Tindakan bullying non

verbal

Skala Rasio

Gambar

Tabel 1.1.
Tabel 1.2.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Instansi pemberi surat Suku Dinas Koperasi, Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Timur.. Kualifikasi

54) Pada suatu pagi, beberapa anak burung berkumpul di tengah hutan sambil bergurau. Mereka adalah burung Merak, Burung Beo, Burung Murai Batu, Burung Elang, dan Burung Gereja.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan infeksi STH dengan angka eosino fi l pada masyarakat di sekitar TPA Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan terhadap variabel abnormal return selama periode pengamatan yaitu selama 11 hari (lima hari sebelum share split , saat pengumuman, dan

[r]

Berdasarkan hasil uji signifikansi yang telah dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa variabel persepsi kemudahan untuk menggunakan aplikasi Google Documents (PEOU) dalam