• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik (Studi Kasus pada Siswa SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik (Studi Kasus pada Siswa SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

WINDY SARTIKA LESTARI

NIM 1112015000077

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Windy Sartika Lestari, 1112015000077, “Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying

di Kalangan Peserta Didik (Studi Kasus di SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)”, Skripsi, Konsentrasi Sosiologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini meneliti tentang faktor keluarga, faktor teman sebaya, dan faktor media massa sebagai penyebab bullying di kalangan peserta didik SMPN 2 Kota Tangerang Selatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana faktor keluarga, faktor teman sebaya, dan faktor media massa sehingga menyebabkan timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik. Manfaat penelitian ini membantu sekolah dalam menanggulangi kasus bullying yang terjadi di kalangan peserta didik ditinjau dari faktor penyebabnya.

Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Peneliti mengambil data dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Informannya adalah peserta didik yang pernah menjadi pelaku dan korban bullying, Kepala Sekolah, guru Bimbingan Konseling, dan Wali Kelas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor keluarga menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik, karena keluarga yang kurang harmonis, tidak utuh (orang tua meninggal atau bercerai), proses sosialisasi yang tidak sempurna dari keluarganya, komunikasi yang tidak lancar antara orang tua dan anak, serta pola asuh yang tidak adil. (2) faktor teman sebaya menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik, karena tingginya intensitas komunikasi antar teman sebaya yang memungkinkan peserta didik ini terhasut oleh teman-temannya yang berorientasi negatif, adanya faktor ingin diakui oleh anggota kelompok teman sebayanya, menjaga eksistensi kelompoknya di mata peserta didik lain. (3) faktor media massa menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik, karena adanya penyalahgunaan media sosial sebagai media untuk melakukan bully dalam bentuk non-verbal (teks).

(6)

ii

ABSTRACT

Windy Sartika Lestari, 1112015000077, The Analysis of Bullying Causative Factors among Students (Case Study in SMPN 2 South Tangerang City) Thesis, Concentration of Educational Sociology Department of Social Studies, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study examines the family factors, peers factors, and the mass media factor as a cause of bullying among students of SMPN 2 South Tangerang City. The goal is to determine the extent of family factors, peers factors, and the mass media factors that cause bullying among students. The benefits of this research help in tackling school bullying cases that occur among students in terms of causes.

The research method using qualitative methods, and the type of research is a case study. Researchers took the data by interviewing, observation and documentation. Informant is the students who had been a perpetrator and a victim of bullying, school principals, teachers Guidance Counseling, and the Guardian Class.

The results showed that: (1) family factors underlying causes of bullying among students, because less harmonious family, is not intact (parent dies or divorces), the socialization process is not perfect from family, communication is not smooth between people parents and children, and parenting is not fair. (2) factors peer into the causes of bullying among students, because of the high intensity of communication between peers that enable learners are incited by his friends orientated negative, the factors to be recognized by members of the group peers, maintaining the existence of the group in the eyes of other learners. (3) the mass media factor is causing the bullying behavior among learners, for their abuse of social media as a medium to carry out the bully in the form of non-verbal (text).

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, aamiin.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Judul yang penulis ajukan adalah “Analisis Faktor-faktor Penyebab Terjadinya

Bullying di Kalangan Siswa (Studi Kasus pada SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)” Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd.

3. Dosen pembimbing akademik, Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan.

4. Dosen pembimbing skripsi I, Bapak Dr. Muhammad Arif, M. Pd yang sudah luar biasa sabar dalam memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berguna dalam menyelesaikan penelitian ini.

(8)

iv

6. Seluruh dosen dan staf FITK yang sangat luar biasa, semoga ilmu-ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.

7. Kepala SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, Bapak H. Maryono, S.E., M.Pd., yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

8. Pembina OSIS SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, Bapak Suwarno, S.Pd yang telah bersedia untuk menjadi informan wawancara

9. Guru BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, Bapak Rasyid Ridha, S.Psi, dan Ibu Dra. Tuti Sutiarsih yang telah berkenan menjadi informan dalam penelitian ini

10. Adik-adik SMPN 2 Kota Tangerang Selatan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

11. Orang tua penulis, Bapak Asmawih dan Ibu Sarkiyah atas jasa-jasanya,

kesabaran, serta do’a yang tidak pernah lelah mendidik dan memberi cinta

yang tulus dan ikhlas kepada penulis semenjak kecil hingga saat ini.

12. Nando Alfian, Irma Damayanti, dan Muhammad Ridho Alkhafi yang selalu mewarnai hari-hari penulis di rumah dengan keceriaan dan kebahagiaan. 13. Keluarga Mercon: Dekcut Hafidhah Nurkarimah, Anna Nuryuliani, Nur

Aini, Nurlela, Via Oktaviani, Lusy Alfiah, Inayati Ma’rifah, dan Rahmawati

Wulandari yang selalu mewarnai hari-hari penulis selama di kampus dengan kebahagiaan yang tiada terkira.

14. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2012 dan khusunya teman-teman SOSIOLOGI - ANTROPOLOGI 2012.

15. Kawan-kawan dan adik-adik di HMJ Pendidikan IPS yang telah membekali penulis tentang bagaimana berorganisasi yang baik.

16. Kakak-kakak, adik-adik, dan kawan-kawan POSTAR. Terimakasih atas segala bekal yang pernah diberikan kepada penulis.

(9)

v

yang sama-sama berproses menjadi guru yang baik dalam nanungan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan

18. Kiki Wulandari dan Eka Fitri yang senantiasa dengan setia selalu mendengar keluh kesah penulis dari tujuh tahun lalu hingga kini dan selamanya.

19. Risna Wati, Ade Ramona, dan Tria Noviani yang selalu memberi semangat kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

20. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khusunya bagi penulis umumnya bagi kita semua.

Jakarta, 21 November 2016

(10)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Hakikat Bullying ... 8

1. Pengertian Bullying... 8

2. Bentuk-bentuk Bullying ... 10

3. Ciri-ciri Perilaku Bullying ... 12

4. Faktor-faktor Bullying ... 14

B. Hakikat Peserta Didik ... 17

(11)

vii

2. Karakteristik Peserta Didik ... 21

3. Fenomena Bullying di Kalangan Peserta Didik ... 23

C. Penelitian Relevan ... 25

D. Kerangka Berpikir ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Latar Penelitian ... 38

C. Metode Penelitian... 38

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 39

1. Data dan Sumber Data ... 39

2. Teknik dan Instrumen Penelitian ... 41

a. Observasi ... 41

b. Wawancara ... 42

c. Studi Dokumentasi ... 45

E. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 46

F. Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Gambaran Umum SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ... 53

B. Hasil Penelitian ... 59

1. Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying ... 61

2. Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying ... 64

3. Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying ... 68

C. Pembahasan ... 72

1. Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying ... 72

2. Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying ... 76

3. Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying ... 79

(12)

viii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 84

B. Implikasi ... 85

C. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... xii

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penelitian Relevan ... 30

Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan ... 32

Tabel 3.1 Alokasi Waktu Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Data dan Sumber Data... 39

Tabel 3.3 Daftar Kegiatan Observasi ... 40

Tabel 3.4 Instrumen Wawancara ... 42

Tabel 3.5 Studi Dokumen ... 45

Tabel 4.1 Guru dan Tenaga Kependidikan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ... 54

Tabel 4.2 Data Siswa SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ... 54

Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ... 55

Tabel 4.4 Kegiatan Ekstrakulikuler SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ... 55

Tabel 4.5 Poin Pelanggaran Tata Tertib Peserta Didik SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ... 56

(14)

x

DAFTAR GAMBAR

(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Bimbingan Skripsi Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah melakukan Penelitian Lampiran 4 Lembar Observasi

Lampiran 5 Surat Pernyataan Kesediaan menjadi Informan Lampiran 6 Transkip Wawancara Guru

Lampiran 7 Transkip Wawancara Peserta Didik sebagai Pelaku atau Korban Lampiran 8 Laporan Kasus Individu Peserta Didik

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekerasan merupakan suatu hal yang paling banyak ditakuti oleh manusia. Baik kekerasan langsung maupun tidak langsung, baik kekerasan verbal maupun non verbal. Kekerasan bisa terjadi dimana saja. Di rumah, di lingkungan kerja, bahkan di sekolah sekalipun. Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan.1 Bentuk kekerasan yang paling sering terjadi di sekolah adalah bullying. Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah

seperti “penggencetan”, “pemalakan”, “pengucilan”, “intimidasi”, dan lain-lain.2 Menurut penelitian yang dilakukan untuk pemerintah pada 2009, hampir separuh anak-anak di Inggris (46 persen) berkata mereka pernah di-bully.3 Bullying tidak memilih umur atau jenis kelamin korban. Biasanya yang menjadi korban pada umumnya adalah anak yang lemah, pemalu, pendiam, dan special (cacat, tertutup, pandai, cantik, atau punya ciri tubuh tertentu), yang dapat menjadi bahan ejekan.4

Di Indonesia sendiri, kasus bullying di sekolah sudah merajalela. Baik di tingkat sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Menurut KPAI, saat ini kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut.

1

Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah; Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h.39

2

Dina Amalia, “Hubungan Persepsi tentang Bullying dengan Intensi Melakukan Bullying Siswa SMAN 82 Jakarta”, Skripsi pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010, h. 1, tidak dipublikasikan.

3

Nicola Morgan, Panduan Mengatasi Stres bagi Remaja, Terj. dari The Teenage Guide of STRESS oleh Dewi Wulansari, (Jakarta: Penerbit Gemilang, 2014) Cet. I, h.137

4

(17)

Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar.5Sekolah merupakan salah satu institusi pendidikan formal yang seharusnya mampu memberikan tempat yang aman untuk anak-anak belajar seperti yang tercantum dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak bahwa:

“Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan

kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan

lainnya.”6

Namun, beberapa tahun belakangan ini semakin banyak bullying yang dilakukan di sekolah. Hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja, misalnya teman sekelas atau kakak kelas kepada adik kelas. Sebuah riset yang dilakukan oleh LSM Plan International dan International Center for Research on Women

(ICRW) yang dirilis awal bulan Maret 2015 lalu menunjukkan terdapat 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70%.7 Data lain lagi menyebutkan bahwa jumlah anak sebagai pelaku bullying di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus pada 2014 menjadi 79 kasus di 2015.8 Indonesia adalah negara dengan tingkat bullying

terbesar kedua setelah Jepang. Sementara negara Amerika Serikat berada diurutan ketiga. Seorang psikolog dari komunitas Putik Psychology Centre, Iban

5

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2014), KPAI : Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter, diakses pada tanggal 23 Juni 2016 dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/

6

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

7

Edupost (2015) Riset ICRW: 84 persen Anak Indonesia Alami Kekerasan di Sekolah, diakses pada tanggal 07 September 2015 dari http: edupost.id/berita-pendidikan/riset-icrw-84-persen-anak-indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah

8

(18)

Salda Safwan, mengatakan bahwa dari data survey itu diketahui bahwa ada 3,5 juta siswa di Indonesia menjadi korban bullying setiap tahunnya.9

Tindakan kekerasan sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari dalam ruang lingkup masyarakat, keluarga, maupun sekolah. Sekolah sebagai persemaian perilaku berbudi telah dinodai oleh berbagai perilaku kekerasan hingga menimbulkan korban jiwa. Belum lama ini terjadi sebuah aksi bullying yang terjadi di SMAN 3 Jakarta. Aksi ini menimpa seorang siswi kelas X berinisial A (15 tahun) yang mendapatkan perlakuan bullying dari empat seniornya kelas XII. Kejadiannya bermula saat korban pergi ke sebuah acara ulang tahun temannya di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan. Namun, pada saat itulah korban sedang diantar oleh orang tuanya. Peristiwa ini dilihat oleh para senior mereka yang ikut diundang dalam acara ulang tahun tersebut. Kejadian ini berlanjut pada hari Kamis, 28 April 2016 sore seusai pulang sekolah, korban mendapatkan aksi

bullying dari empat seniornya. Korban dibawa ke luar sekolah dan mendapatkan berbagai intimidasi seperti dimarahi, dimaki-maki, sampai disiram dengan air the dalam botol.10 permasalahan selalu disertai dengan tindak kekerasan. Intimidasi, penganiayaan

9

Zul Indra (2015), Indonesia Ranking Kedua Bullying Sedunia, diakses pada tanggal 23 Juni 2016 dari http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/04/28/indonesia-ranking-kedua-bullying-sedunia

10

Bayu Septianto (2016), Aksi Bullying Terjadi di SMAN 3 Jakarta, diakses pada tanggal 19 Juli 2016 dari https://news.okezone.com/read/2016/05/03/338/1378936/aksi-bullying-terjadi-di-sman-3-jakarta

11

Nursita Sari (2016), Pergi ke Kafe, Alasan Siswi Lakukan Bullying di SMAN 3, diakses pada tanggal 19 Juli 2016 dari

(19)

dan kekerasan lainnya adalah tindakan agresi. Bullying adalah bagian dari tindakan agresi yang dilakukan berulangkali oleh seseorang yang lebih kuat terhadap orang yang lebih lemah baik secara fisik maupun psikis. Bullying

tersebut sama sekali tidak dibenarkan meskipun terdapat beberapa alasan tertentu yang melatarbelakanginya. Perilaku kekerasan siswa sebagai bentuk khas perilaku agresi menjadi isu yang serius, seperti tawuran siswa, perselisihan antar pribadi, pelecehan terhadap guru maupun orang tua siswa.12 Perilaku kekerasan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup kekerasan verbal, psikologis, dan simbolis atau kombinasi dari semua aspek tersebut.13

Bullying antar siswa yang semakin marak terjadi di sekolah telah menunjukkan tingkat yang memprihatinkan. Tingkat emosional siswa yang masih labil, memungkinkan perilaku bullying ini sering terjadi di kalangan para siswa. Salah satu bentuk emosi yang diidentifikasikan oleh Daniel Goleman (1995) adalah amarah. Amarah di dalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.14 Bullying juga terjadi karena adanya kesenjangan kelas yang sangat kentara. Menurut Bourdieu, bahwa selera gaya hidup serta konsepsi yang dimiliki setiap kelas mengenai dirinya, terutama dalam masalah peran sosial yang dimainkannya.15 Perbedaan kelas ini yang bisa memicu terjadinya bullying antar siswa, karena adanya perbedaan kepentingan serta gaya hidup yang berbeda pula.

Demi mendapatkan informasi yang lebih pasti, peneliti melakukan wawancara studi pendahuluan di SMPN 2 Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil wawancara studi pendahuluan tersebut, diketahui bahwa di sekolah tersebut

12

Syamsul Bachri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. (Jakarta: Kencana, 2010), h.191

13

Ibid, h.191

14

Mohammad Ali, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), h.63

15

(20)

pernah terjadi bullying antar siswa. Bentuk bullying yang terjadi adalah pemalakan yang dilakukan oleh junior kelas VII kepada kelas VIII atas suruhan kelas IX dan alumni.16 Akan tetapi, belum diketahui secara pasti apa yang menjadi faktor penyebab sehingga terjadinya bullying tersebut dan hal ini diperkuat pula dengan belum adanya penelitian yang secara khusus meneliti tentang analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik. Untuk mengetahui lebih lanjut apa yang menjadi latar belakang terjadinya bullying di sekolah, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul tentang “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik (Studi Kasus Pada SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bullying menjadi peringkat teratas pengaduan masyarakat. 2. Angka kasus bullying semakin meningkat dari tahun ke tahun.

3. Kasus bullying banyak dilakukan oleh para siswa. Biasanya terjadi dari senior ke juniornya.

4. Belum maksimalnya peran sekolah dalam menanggulangi masalah

bullying.

5. Belum diketahui secara pasti penelitian yang fokus pada analisis faktor-faktor penyebab bullying di sekolah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, untuk memperoleh fokus penelitian ini maka akan dibatasi pada masalah: belum banyaknya penelitian yang fokus pada analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan siswa.

16

(21)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik?

Untuk memperoleh data yang rinci dan lengkap guna menjawab pertanyaan diatas, pada kesempatan ini dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah faktor keluarga dapat menyebabkan timbulnya perilaku

bullying pada peserta didik?

2. Bagaimanakah faktor teman sebaya dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying pada peserta didik?

3. Bagaimanakah faktor media massa dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying pada peserta didik?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan siswa. Sedangkan, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisis faktor keluarga sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying yang terjadi pada peserta didik.

2. Untuk menganalisis faktor teman sebaya sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying yang terjadi pada peserta didik.

3. Untuk menganalisis faktor media massa sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying yang terjadi pada peserta didik.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(22)

faktor-faktor penyebab bullying di kalangan siswa di sekolah, baik sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Untuk dijadikan pedoman dalam menanggulangi masalah bullying yang dilakukan antar siswa yang terjadi di sekolah.

b. Bagi Masyarakat

Agar dapat membantu masyarakat dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya bullying yang dilakukan antara siswa.

c. Bagi Orangtua

Sebagai acuan bagi orangtua bagaimana cara menghindari anaknya agar tidak mengalami atau melakukan bullying

d. Bagi Siswa

Sebagai pengetahuan agar siswa tidak melakukan atau mengalami

(23)

8

pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain

yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya berupa stress yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya. Bullying

dapat didefinisikan sebagai perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu seseorang yang lebih lemah.1

Menurut Ken Rigby, bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti orang lain. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan senang.2

Definisi bullying sendiri, menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri.3 Dapat dikatakan pula bullying adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja membuat orang lain takut atau terancam sehingga menyebabkan korban merasa takut, terancam, atau setidak-tidaknya tidak bahagia.4

1

John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Penerbit Erlangga: 2007), Ed. 7, h.213

2

Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak (Jakarta: UI Press, 2008) h. 3

3

Fitria Chakrawati, Bullying, Siapa Takut?, (Solo: Tiga Ananda, 2015) Cet. 1, h.11

4

(24)

Bullying termasuk dalam perilaku menyimpang. Menurut James W. Van Der Zanden perilaku menyimpang pada masyarakat dapat disebabkan beberapa faktor. Pertama, kelonggaran aturan dan norma yang berlaku di wilayah tersebut. Kedua, sosialisasi yang kurang sempurna sehingga sosialisasi yang terjadi cenderung kepada subkebudayaan yang menyimpang.5

Bullying termasuk ke dalam kekerasan yang bersifat psikologis, karena secara tidak langsung bullying mempengaruhi mental orang yang di bully.

Bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan terror yang didasari oleh ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencenderai, ancaman agresi lebih lanjut, teror, yang dapat terjadi jika penindasan meningkat tanpa henti.6

Bullying dikategorikan sebagai perilaku antisosial atau misconduct behavior dengan menyalahgunakan kekuatannya kepada korban yang lemah, secara individu ataupun kelompok, dan biasanya terjadi berulang kali.

Bullying dikatakan sebagai salah satu bentuk delinkuensi (kenalakan anak),

karena perilaku tersebut melanggar norma masyarakat, dan dapat dikenai hukuman oleh lembaga hukum.7

Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bullying

adalah perilaku menyimpang yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang lebih kuat terhadap orang yang lemah dengan tujuan untuk mengancam, menakuti, atau membuat korbannya tidak bahagia.

5

Jokie MS. Siahaan, Sosiologi Perilaku Menyimpang, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010) Cet. 1; Ed.2, h. 6.3

6

Nissa Adila, Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Krimonologi Vol.5 no.1, 2009, h. 58

7

(25)

2. Bentuk-bentuk Bullying

Bullying merupakan perilaku yang disengaja untuk menyakiti atau melukai korbannya baik secara jasmani dan rohani. Menurut Sullivan (2000), menggolongkan dua bentuk bullying sebagai berikut:

a. Fisik. Contohnya adalah menggigit, menarik rambut, memukul, menendang, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, dan merusak kepemilikan korban, penggunaan senjata tajam dan perbuatan kriminal.

b. Non-Fisik. Dalam fisik terbagi lagi menjadi verbal dan non-verbal

1) Verbal. Contohnya adalah panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan, mengancam, menghasut, berkata jorok, berkata menekan, dan menyebarluaskan kejelekan korban 2) Non-verbal, terbagi lagi menjadi langsung dan tidak langsung

a) Tidak langsung, contohnya manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, dan curang

b) Langsung, contohnya melalui gerakan tangan, kaki, atau anggota badan lainnya dengan cara kasar, menatap dengan tajam, menggeram, hentakan mengancam, atau menakuti.8

Menurut Yayasan Sejiwa (seperti dikutip dari Muhammad), bentuk-bentuk bullying dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu:

a. Bullying fisik, meliputi tindakan: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, serta menghukum dengan berlari keliling lapangan atau push up.

8

(26)

b. Bullying verbal, terdeteksi karena tertangkap oleh indera pendengaran, seperti memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memalukan di depan umum, menuduh, menyebar gossip dan menyebar fitnah.

c. Bullying mental atau psikologis, merupakan jenis bullying paling berbahaya karena bullying bentuk ini langsung menyerang mental atau psikologis korban, tidak tertangkap mata atau pendengaran, seperti memandang sinis, meneror lewat pesan atau sms, mempermalukan, dan mencibir.9

Sementara itu, menurut Bauman (seperti dikutip dari Fitrian Saifullah), tipe-tipe bullying adalah sebagai berikut:

a. Overt Bullying atau intimidasi terbuka yang meliputi bullying

secara fisik dan secara verbal, misalnya dengan mendorong sampai jatuh, mendorong dengan kasar, mengancam dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.

b. Indirect Bullying atau intimidasi tidak langsung yang meliputi agresi relasional, dimana pelaku bermaksud untuk menghancurkan hubungan yang dimiliki oleh korban dengan orang lain, termasuk upaya pengucilan, menyebarkan gossip dan meminta pujian atas perbuatan tertentu dalam kompetensi persahabatan

c. Cyberbullying atau intimidasi dunia maya. Cyberbullying

melibatkan penggunaan e-mail, telepon atau peger, sms, website pribadi, atau media sosial untuk menghancurkan reputasi seseorang.10

9

Muhammad, Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3, 2009, h.232

10

(27)

Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hertinjung tahun 2009, mengemukakan bahwa bentuk-bentuk bullying dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang pelaku dan sudut pandang korban.

a. Bentuk bullying dari sudut pandang pelaku, yang paling sering dilakukan adalah bullying verbal, sebesar 43%. Bentuk berikutnya adalah bullying relasional sebesar 30% dan bullying fisik 27% b. Bentuk bullying dari sudut pandang korban diketahui bahwa

bentuk-bentuk bullying yang biasa dialami oleh korban adalah verbal 43%, fisik 34%, dan selanjutnya bullying relasional 23%. Dalam bentuk bullying relasional paling sering berupa pengucilan atau fitnah11

3. Ciri-ciri Perilaku Bullying

Menurut Parillo (2008) pelaku bullying memiliki ciri-ciri “the

psychological profile of bullies a suggest that they suffer from low

self-esteem and a poor self-image”. Pelaku bullying memiliki harga diri yang rendah serta citra diri yang buruk. Selanjutnya Parillo juga mengatakan

bahwa “… in comparison to their peers, bullies posses a value system that supports the use of aggression to resolve problems and achieve goals.” 12

pelaku bullying telah memiliki peran dan pengaruh penting di kalangan teman-temannya di sekolah. Biasanya ia telah mempunyai sistem sendiri untuk menyelesaikan masalahnya di sekolah. Dapat dikatakan juga bahwa secara fisik para pelaku bullying tidak hanya didominasi oleh anak yang berbadan besar dan kuat, anak bertubuh kecil maupun sedang yang memiliki dominasi yang besar secara psikologis di kalangan teman-temannya juga dapat menjadi pelaku bullying. Alasan utama mengapa seseorang menjadi

11

Wisnu Sri Hertinjung, Bentuk-bentuk Perilaku Bullying di Sekolah Dasar, Prosiding Seminar Nasional Parenting, 2013, h. 453-454

12

(28)

pelaku bullying adalah karena para pelaku bullying merasakan kepuasan

tersendiri apabila ia “berkuasa” di kalangan teman sebayanya.13

Parillo (2008) juga menyebutkan ciri-ciri korban bullying seperti “victims are typically shy, socially awkward, low in esteem, and lacking in self-confidence. Furthermore, these characteristic reduse the victims’ social resources and limit the number of friends they have.” korban bullying

biasanya pemalu, canggung, rendah harga diri, dan kurang percaya diri. Akibatnya, mereka sulit bersosialisasi dan tidak mempunyai banyak teman.

Selanjutnya Parillo juga menyebutkan “…they are also less likely to report the behavior to an authority figure.”14

Kemungkinan para korban juga tidak berani untuk melapor atas kejadian yang mereka alami. Rigby (sepeti dikutip dari Andi Halimah, dkk) mengemukakan bahwa anak yang menjadi korban

bullying akan merasa terganggung secara psikologis dan sering mengeluh sakit di bagian tertentu seperti kepala, lutut, kaki, atau bahu.15

Ciri pelaku bullying antara lain:

a. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah b. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah dan sekitarnya

c. Seorang yang populer di sekolah

d. Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan atau melecehkan

Ciri korban bullying antara lain: a. Pemalu, pendiam, penyendiri b. Bodoh atau dungu

c. Mendadak menjadi penyendiri atau pendiam

d. Sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas

13

Andi Halimah, dkk., Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP, Jurnal Psikologi Vol.42 No.2, 2015, h.131

14

Op.cit, Vincent N. Parillo, h. 99

15

(29)

e. Berperilaku aneh atau tidak biasa (marah tanpa sebab, mencoret-coret, dan lain-lain)16

4. Faktor-faktor Bullying

Menurut Andrew Mellor, Ratna Djuwita, dan Komarudin Hidayat dalam

seminar “Bullying: Masalah Tersembunyi dalam Dunia Pendidikan di

Indonesia” di Jakarta tahun 2009, mengatakan bullying terjadi akibat faktor lingkungan keluarga, sekolah, media massa, budaya dan peer group.

Bullying juga muncul oleh adanya pengaruh situasi politik dan ekonomi yang koruptif.17

a. Keluarga

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam melindungi anaknya, membuat mereka rentan terkena bullying.18 Pola hidup orang tua yang berantakan, terjadinya perceraian orang tua, orang tua yang tidak stabil perasaan dan pikirannya, orang tua yang saling mencaci maki, menghina, bertengkar dihadapan anak-anaknya, bermusuhan dan tidak pernah akur, memicu terjadinya depresi dan stress bagi anak. Seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi negatif seperti sarcasm (sindirian tajam) akan cenderung meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya.19 Bentuk komunikasi negatif seperti ini terbawa dalam pergaulannya sehari-hari, akibatnya remaja akan dengan mudahnya bekata sindiran yang tajam disertai dengan kata-kata kotor dan kasar. Hal ini yang dapat memicu anak

16

Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h. 55

17

Ibid, h. 50

18 Masdin, Fenomena Bullying dalam Pendidikan, Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2, 2013, h. 79 19

(30)

menjadi pribadi yang terbelah dan berperilaku bully, sebab anak dan remaja tersebut terbiasa berada di lingkungan keluarga yang kasar.

b. Sekolah

Pada dasarnya sekolah menjadi tempat untuk menumbuhkan akhlak terpuji dan berbudi pekerti yang baik. Namun, sekolah bisa menjadi tempat yang berbahaya pula karena sekolah tempat berkumpulnya para peserta didik dari berbagai macam karakter. Seperti yang kita ketahui bersama, biasanya bullying antar peserta didik terjadi di sekolah, baik itu di dalam maupun di luar sekolah. Hal ini dapat terjadi secara turun menurun karena beberapa alasan. Menurut Setiawati (seperti dikutip dari Usman), kecenderungan pihak sekolah yang sering mengabaikan keberadaan bullying menjadikan siswa yang menjadi pelaku bullying semakin mendapatkan penguatan terhadap perilaku tersebut.20 Selain itu, bullying dapat terjadi di sekolah jika pengawasan dan bimbingan etika dari para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.21 Dalam penelitian oleh Adair, 79% kasus bullying di sekolah tidak dilaporkan ke guru atau orang tua.22 Siswa cenderung untuk menutup-nutupi hal ini dan menyelesaikannya dengan teman sepermainannya di sekolah untuk mencerminkan kemandirian.

c. Media Massa

Saripah mengutip sebuah survey yang dilakukan Kompas (seperti yang dikutip dari Masdin) yang memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umunya mereka

20

Ibid, h.52

21

Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, Jurnal Psikologi Vol. 6 No. 1, 2008, h. 6

22

(31)

meniru gerakannya (64%) dan kata-katanya (43%).23 Di Indonesia sendiri pernah terjadi kasus bullying yang disebabkan oleh tayangan sinetron televisi yang mengangkat kisah tentang kebrutalan, kekerasan dan perkelahian yang secara tidak langsung memberikan dampak buruk bagi masyarakat terutama remaja dan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah.24 Hal ini dapat menciptakan perilaku anak yang keras dan kasar yang selanjutnya memicu terjadi bullying

yang dilakukan oleh anak-anak terhadap teman-temannya di sekolah.

d. Budaya

Budaya dan lingkungan sosial dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying. Faktor kriminal budaya menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku bullying.25 Suasana politik yang kacau, perekonomian yang tidak menentu, prasangka dan diskriminasi, konflik dalam masyarakat, dan ethnosentrime26, hal ini dapat mendorong anak-anak dan remaja menjadi seorang yang depresi, stress, arogan dan kasar.

e. Peer group atau teman sebaya

Menurut Benites dan Justicia tahun 2006 (seperti dikutip dari Usman), kelompok teman sebaya (genk) yang memiliki masalah di sekolah akan memberikan dampak yang buruk bagi teman-teman lainnya seperti berperilaku dan berkata kasar terhadap guru atau sesama teman dan membolos.27 Kemudian, menurut penelitian Dara, dkk., berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, ditemukan fakta bahwa kelompok teman sebaya menjadi salah satu

23

Masdin, Fenomena Bullying dalam Pendidikan, h.80

24

Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, h. 6

25

Masdin, Fenomena Bullying dalam Pendidikan, h. 80

26

Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Cet. 5, h.270

27

(32)

faktor penyebab terjadinya perilaku bullying.28 Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong utnuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying hanya untuk membuktikan kepada teman sebayanya agar diterima dalam kelompok tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak nyaman melakukan hal tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simbolon, faktor penyebab

bullying yang terjadi pada mahasiswa berasrama karena perbedaan etnis, resistensi terhadap tekanan kelompok, perbedaan keadaan fisik, masuk di sekolah yang baru, orientasi seksual serta latar belakang sosial ekonomi.29

Ada anggapan pula, bullying atau kekerasan di sekolah banyak disebabkan oleh:

a. Lingkungan sekolah yang kurang baik b. Senioritas tidak pernah diselesaikan

c. Guru memberikan contoh yang kurang baik pada siswa d. Karakter anak.30

B.

Hakikat Peserta Didik

1. Pengertian Peserta Didik

Dalam pandangan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar yang masih perlu dikembangkan. Dapat dikatakan juga peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan orang lain (pendidik) untuk membantu

28

Dara Agnis Septiyuni, Dasim Budimansyah, dan Wilodati, Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa di Sekolah, Jurnal Sosietas Vol. 5 No. 1, 2014, h. 3

29

Mangadar Simbolon, Perilaku Bullying pada Mahasiswa Berasrama, Jurnal Psikologi Vol. 49 No. 2, 2012, h. 237

30

(33)

mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.31

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun

2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat

yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur

jenjang dan jenis pendidikan tertentu.”32

Menurut Abudin Nata, peserta didik dalam pendidikan islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religiusnya dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat.33

Dalam pendidikan umum, peserta didik sebagai raw input (masukan mentah) atau raw material (bahan mentah) dalam proses transformasi yang disebut pendidikan atau dapat dijelaskan lebih jauh, bahwa peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis, untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan.34

Menurut Lengeveld, anak didik adalah anak atau orang yang belum dewasa atau belum memperoleh kedewasaan atau seseorang yang masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu dan dapat dikatakan pula anak didik tersebut memiliki sifat ketergantungan akan pendidikannya demi melanjutkan hidupnya baik secara rohaniah atau jasmaniah.35

Pengertian lain menyebutkan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat laki-laki dan perempuan yang berusaha mengembangkan potensi

31

Dr. H. Samsul Nizar, M.A, Filsafat Pendidikan Islam: Pendidikan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) Cet. 1, h. 47

32

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) h. 39

33

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.1, h.173

34

Prof. Dr. H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002) Cet. 2, h. 140

35

(34)

diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik menurut sifatnya dapat didik, karena mereka mempunyai bakat dan disposisi-disposisi yang memungkinkan untuk diberi pendidikan.36

Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, siswa (peserta didik) harus patuh dan tunduk pada anjuran dan perintah pendidik37. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa peserta didik harus mampu mengembangkan daya intelektualnya guna menemukan kebenaran-kebenaran yang ada dalam kajian apapun, termasuk keimanan ataupun ibadah.38

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Di sini peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum mencapai taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologisnya.39 Peserta didik merupakan alat pendidikan, sebab peserta didik sebagai sasaran pendidikan yang menjadi objek para pendidik, sekaligus pendidikan itu sendiri.40

Samsul Nizar dalam Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai berikut:

a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, melainkan ia memiliki dunianya sendiri

b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhannya.

36

Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) h. 75

37 Suwendi, Konsep Pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LekDis, 2005), h. 79 38

Ibid, h. 81

39

Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 119

40

(35)

c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan

individual, baik yang disebabkan faktor bawaan maupun lingkungan.

e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama; jasmaniah dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dimiliki, sementara unsur ruhaniah berkaitan dengan daya akal dan daya rasa

f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu.41

Peserta didik sebagai subjek pendidikan dalam Islam, sebagaimana diungkapkan Asma Hasan Fahmi, sekurang-kurangnya harus memerhatikan empat hal sebagai berikut:

a. Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum melakukan proses belajar.

b. Peserta didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan menuntut ilmu itu adalah untuk meraih keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-megahan atau bahkan untuk mencari kedudukan

c. Seorang peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari ilmu.

d. Seorang peserta didik wajib menghormati gurunya, dan berusaha semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan berbagai macam cara yang terpuji.42

41

Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, h. 120-121

42

(36)

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi dan bakat namun belum dapat dikatakan dewasa baik secara fisik maupun psikologis, yang memiliki sifat ketergantungan terhadap pendidikan dan membutuhkan pendidikan tersebut untuk menata kehidupannya di masa depan melalui pembelajaran dalam pendidikan formal maupun non formal.

2. Karakteristik Peserta Didik

Karakteristik peserta didik dapat dibedakan berdasarkan tingkat usia, kecerdasan, bakat, hobi dan minat, tempat tinggal dan budaya, dan lain sebagainya.43

a. Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Tingkat Usia

Dilihat dari segi usia, peserta didik dapat dibagai menjadi lima tahapan, yaitu:

1) Tahap asuhan (usia 0 – 2 tahun). Pada tahap ini, individu belum memiliki kesadaran dan daya intelektual

2) Tahap jasmani (usia 2 – 12 tahun). Pada tahap ini, anak mulai memiliki potensi biologis, pedagogis, dan psikologis.

3) Tahap psikologis (usia 12 – 20 tahun). Pada fase ini anak sudah dapat dibina, dibimbing, dan dididik untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut komitmen dan tanggung jawab 4) Tahap dewasa (usia 20 – 30 tahun). Pada fase ini, seseorang

sudah memiliki kematangan dalam bertindak dan mengambil keputusan sendiri

5) Tahap bijaksana (usia 30 sampai akhir hayat). Pada fase ini, manusia telah menemukan jati dirinya yang hakiki.44

43

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.1, h.175

44

(37)

b. Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Tingkat Kecerdasan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Binet Simon terhadap Intelligence Quotient (IQ) manusia, menunjukkan bahwa IQ yang dimiliki setiap manusia itu berbeda-beda. Ada yang ber-IQ tinggi biasa disebut manusia jenius. Ada yang ber-IQ rendah atau biasa disebut idiot, debil, dan embisil. Ada yang ber-IQ sedang seperti manusia pada umumnya. 45 Dengan mengetahui karakteristik peserta didik berdasarkan tingkat kecerdasannya, diharapkan para guru atau pendidik mampu menyiapkan metode belajar dan pendekatan pembelajaran yang tepat.

c. Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya

Dalam kaitannya dengan latar belakang ekonomi keluarga, dapat diketahui adanya peserta didik yang keluarganya ekonomi ke atas, menengah ke atas, menengah, menengah ke bawah, atau fakir miskin. Dalam kaitannya dengan latar belakang status sosial dapat diketahui peserta didik terlahir dari keluarga pejabat, PNS, guru honorer, atau pengemis.46 Dengan mengetahui latar belakang tersebut, diharapkan seorang guru dapat menciptakan sebuah keadaan atau sebuah kegiatan pembelajaran yang memungkinkan setiap anak yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang berbeda-beda tersebut dapat berinteraksi secara harmonis.

Selanjutnya, Barnadib (1986), Suwarno (1985), dan Meichati (1976) mengidentifikasikan peserta didik memiliki karakteristik sebagai berikut:

45

Ibid, h. 179

46

(38)

a. Belum berkepribadian dewasa secara susial sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik

b. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya

c. Sebagai manusia yang memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara terpadu, seperti kebutuhan biologis-rohani-sosial, intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh yang bekerja (kaki, tangan, jari), latar belakang sosial, latar belakang biologis (warna kulit, bentuk tubuh, dan lainnya), dan perbedaan individual.47

Dalam pembicaraan mengenai karakteristik individu peserta didik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotorik b. Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status

sosio-kultural

c. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti sikap, minat, bakat, perasaan, dan lain-lain48

3. Fenomena Bullying di Kalangan Peserta Didik

Perilaku bullying merupakan satu dari banyak masalah tingkah laku dan disiplin di kalangan murid sekolah dewasa ini. Perilaku bullying secara langsung atau tidak langsung merupakan sebagian dari tingkah laku agresi.49 Di zaman modern seperti saat ini, bullying menjadi hal yang biasa terjadi di kalangan peserta didik. Seperti yang kita ketahui, bullying datang dengan

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, h. 57

49

(39)

berbagai bentuk, salah satunya senioritas. Senioritas tidak hanya terjadi di sekolah selama siswa baru mengikuti pelajaran. Senioritas bahkan terjadi di luar sekolah, bahkan di mal.50 Seniortitas menjadi sangat populer di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi. Bukan tidak mungkin di sekolah-sekolah negeri dan swasta, PTN dan PTS kerap terjadi senioritas dengan alasan untuk

„menggembleng’ junior agar tahan mental dan fisik selama berada di sekolah

atau perguruan tinggi tersebut.

Fenomena bullying telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah. Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti penggencetan, pemalakan, pengucilan, intimidasi, dan lain-lain.51 Diperkirakan bullying menjadi semakin marak terjadi di sekolah karena orang tua atau orang dewasa lain tidak menganggap serius atau bergeming atas terjadinya bullying.52 Anak yang pernah menjadi korban atau menyaksikan bullying (bystander) cenderung akan menjadi pelaku bullying

atau menganggap bullying sebagai hal yang wajar terjadi.53 Berdasarkan penelitian Halimah, dkk., terdapat pemgaruh positif persepsi pelaku bullying

pada bystander terhadap intensitas bullying di SMP. Semakin tinggi persepsi pada bystander, maka semakin intens siswa melakukan bullying di sekolah.54 Hal ini menunjukkan bahwa bystander secara tidak langsung bisa menjadi pelaku atau menjadi korban bullying.

Maraknya fenomena bullying di sekolah-sekolah menimbulkan keinginan para siswa untuk melakukan tindakan bullying. Keinginan mereka

50

Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h. 6

51

Robiah Flora, Mengurangi Perilaku Bullying Kelas X-4 Melalui Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Role Playing di SMA Negeri 12 Medan Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Saintech Vol. 06 No. 02, 2014, h. 40

52

Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h.9

53

Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, Jurnal Psikologi Vol.6 No.1, 2008, h.9

54

(40)

dikarenakan adanya tindakan bullying tersebut terjadi di lingkungan terdekat mereka, yakni sekolah, teman pergaulan, dan keluarga.

C. Penelitian Relevan

Hasil penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik adalah sebagai berikut.

1. Pertama, Sebuah penelitian dilakukan oleh Farisa Handini, mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidyataullah Jakarta pada tahun 2010

dengan judul “Hubungan Konsep Diri dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMAN 70 Jakarta”.55 Tujuan penelitiannya ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta. Jumlah responden sebanyak 40 siswa yang diambil secara acak dari kelas XI IPA 1. Dalam penelitian ini, Farisa menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional dan teknik statistik yang digunakan adalah

Pearson Product Momen dalam SPSS 16 for Windows. Dalam hasil uji korelasi didapatkan nilai r hitung -0,058 yang signifikan pada level 0,05 dimana r tabel 0,312 maka diperoleh kesimpulan ada hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta yang mengarah pada korelasi negative. Artinya semakin tinggi (positif) konsep diri siswa, maka semakin rendah kecenderungan berperilaku bullyingnya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah (negative) konsep diri siswa, maka semakin tinggi kecenderungan berperilaku bullyingnya. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku

bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat dan

55 Farisa Handini, “Hubungan Konsep Diri dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa

(41)

menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada adanya variable konsep diri, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan.

2. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Dina Amalia, mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010

yang berjudul “Hubungan Persepsi Tentang Bullying dengan Intensi Melakukan Bullying Siswa SMA Negeri 82 Jakarta”.56 Jenis penelitiannya adalah korelasional. Sedangkan populasinya adalah siswa kelas XI dan XII SMAN 82 Jakarta Selatan yang diambil dengan teknik stratified random sampling. Sample pada penelitian ini adalah 50 siswa. Instrument pengumpulannya menggunakan skala likert untuk persepsi dan intensi bullying. Analisis data penelitiannya menggunakan metode korelasi (spearman correlation) pada taraf signifikan 0,05 pada two tailed test. Hasil penelitian menyatakan nilai koefisien korelasi (r hitung) antara persepsi bullying dengan intensi melakukan bullying

adalah (0,286) > r tabel ((Sig. 5% ; N 50 = 0,279), maka hipotesis alternative (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sginifikan antara persepsi bullying dengan intensi melakukan bullying

diterima. Arah hubungan yang didapat juga menunjukkan postif, yang bermakna bahwa semakin positif persepsi tentang bullying maka akan semakin tinggi intensi mereka melakukan bullying. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas

56 Dina Amalia, “Hubungan Persepsi tentang Bullying dengan Intensi Melakukan Bullying Siswa

(42)

permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada adanya variable persepsi, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan.

3. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Annisa, mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia pada tahun 2012 yang berjudul

“Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying Remaja”.57

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif dan teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling, seluruh responden sebanyak 91 orang adalah siswa-siswi SMK kelas XI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisis terhadap data yang didapatkan, diketahui bahwa mayoritas responden berada pada rentang 16-17 tahun, didominasi oleh responden yang berjenis kelamin laki-laki, mayoritas responden memiliki ibu dengan tingkat pendidikan SMA, didominasi oleh responden dengan ibu tidak bekerja, dan mayoritas responden diasuh secara otoriter serta memiliki keterlibatan dalam perilaku bullying. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan chi-square didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dengan perilaku bullying remaja (p: 0,001). Artinya, perilaku bullying remaja dipengaruhi pola asuh ibunya. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada adanya variable pola asuh ibu, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan.

57 Annisa, “Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perilaku

(43)

4. Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Rina Mulyani, mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

pada tahun 2013 yang berjudul “Pendekatan Konseling Spiritual untuk

Mengatasi Bullying (Kekerasan) Siswa di SMA Negeri 1 Depok Sleman

Yogyakarta”.58

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subjek dalam penelitian ini yaitu Kepala Sekolah, Guru BK, dan 6 siswa yang terlibat kasus kekerasan di SMA Negeri 1 Depok. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Miles dan Huberman yaitu model interaktif sehingga diperoleh hasil bahwa tipologi bullying

di SMA Negeri 1 Depok terbagi dalam dua jenis yaitu bullying fisik dan

bullying psikis. Sedangkan untuk jenis pendekatan konseling spiritual, konselor SMA Negeri 1 Depok menggunakan intervensi keagamaan, intervensi di dalam dan di luar pertemuan konseling, intervensi dengan merujuk kepada kitab suci, dan intervensi dengan menggunakan komunitas beragama, sedangkan untuk peran konselor lebih banyak mengadopsi sikap ekumenik yaitu pemberian layanan yang tidak bersifat doktrin dan tidak terikat dengan teologis atau praktik-praktik keagamaan yang dianut klien, tetapi bersifat general atau universal. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat, menggunakan metode penelitian yang sama, dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan

bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada adanya variable

58

(44)

pendekatan konseling spiritual (keagamaan), lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan.

5. Kelima, penelitian individu yang dilakukan oleh Asep Ediana Latip, M.Pd dari Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidyataullah Jakarta pada

tahun 2013 yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Peserta Didik Anak Usia MI/SD”.59 Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying di MI/SD. Dengan hipotesis penelitian terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku bullying pada peserta didik anak usia MI/SD kelas VI. Untuk menguji hipotesis ini dilakukan identifikasi secara teoritik faktor-faktor yang mempengaruhi bullying dan perilaku

bullying di MI/SD terkait dengan faktor temperamen, faktor pola asuh orang tua, faktor konformitas teman sebaya, faktor media, dan faktor iklim sekolah. Kuesioner tersebut diberikan kepada subjek penelitian yang terdiri dari 100 orang peserta didik anak usia MI/SD kelas VI laki-laki dan perempuan dengan distribusi responden dari Madrasah Ibtidaiyah 50 orang dan 50 orang dari Sekolah Dasar. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat pengaruh faktor bullying di Madarasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar dengan signifikansi pengaruh yang ditimbulkannya adalah temperamen 0.000, pola asuh orang tua 0.461, konformitas 0.926, media 0.006 dan iklim sekolah 0.787. Hasil tersebut apabila dibandingkan dengan standar batas pengaruh signifikansinya dari faktor tersebut maka lebih kecil dari 0.050. Namun faktor-faktor yang paling besar pengaruh signifikansinya terhadap terjadinya

bullying di MI/SD adalah faktor temperamen dan faktor media. Dilihat

59 Asep Ediana Latip, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Peserta

(45)

dari jenis kelamin yang terkena pengaruh faktor-faktor tersebut, terbukti perilaku bullying banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Adapun apabila dilihat dari sisi kelembagaan, madrasah ibtidaiyah memiliki rata-rata pengaruh yang lebih rendah daripada sekolah dasar terhadap terjadinya bullying pada anak usia kelas VI. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada objek penelitian, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan.

Berikut ini adalah tabel hasil penelitian yang relevan dengan perilaku

bullying di kalangan peserta didik:

Tabel 2.1

Penelitian Relevan

No. Nama, Judul, Instansi Metode Penelitian Hasil 1. Farisa Handini (2010),

Hubungan Konsep Diri berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta yang

Dari hasil penelitian ini hipotesis alternative (Ha) yang

(46)

No. Nama, Judul, Instansi Metode Penelitian Hasil persepsi tentang bullying maka akan semakin tinggi intensi yang telah dilakukan dan analisis terhadap data yang didapatkan, oleh responden dengan ibu tidak bekerja, dan mayoritas

responden diasuh secara otoriter serta memiliki keterlibatan dalam perilaku bullying. 4. Rina Mulyani (2013), ini bahwa tipologi bullying di SMA Negeri 1 Depok terbagi dalam dua jenis yaitu bullying

fisik dan bullying psikis. Sedangkan untuk jenis

pendekatan konseling spiritual, konselor SMA Negeri 1 Depok menggunakan intervensi

(47)

No. Nama, Judul, Instansi Metode Penelitian Hasil

bullying di Madarasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar dengan signifikansi pengaruh yang ditimbulkannya adalah temperamen 0.000, pola asuh orang tua 0.461, konformitas 0.926, media 0.006 dan iklim sekolah 0.787.

Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Persamaan dan Perbedaan

Penelitian

No. Persamaan Perbedaan

1. Sama-sama menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.

Pada penelitian ini yang diteliti adalah hubungan konsep diri terhadap perilaku bullying, objek penelitian yang berbeda (pada penelitian ini peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat), lokasi penelitian di tempat yang berbeda dan metode penelitian yang dipakai yaitu kuantitatif

(48)

Penelitian

No. Persamaan Perbedaan

sumber data yang sama yaitu data primer dan sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.

adalah hubungan persepsi atau anggapan tentang bullying terhadap intensitas melakukannya, objek penelitian yang berbeda (pada penelitian ini peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat), lokasi penelitian yang berbeda dan metode penelitian yang digunakan yaitu korelasional.

3. Sama-sama menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.

Pada penelitian ini yang diteliti adalah hubungan pola asuh ibu dalam keluarga terhadap perilaku

bullying, objek penelitian yang berbeda (pada penelitian ini peserta didik tingkat

SMA/SMK/Sederajat), lokasi penelitian yang berbeda dan metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif

4. Sama-sama menggunakan metode penelitian yang sama yaitu metode kualitatif, dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.

Pada penelitian ini yang diteliti adalah pendekatan konseling spiritual (keagamaan) untuk mengatasi perilaku bullying, objek penelitian yang berbeda (pada penelitian ini peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat), lokasi penelitian yang berbeda. 5. Sama-sama membahas tentang

perilaku bullying di kalangan peserta didik dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.

(49)

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas diketahui bahwa sudah banyak penelitian yang menjadikan bullying di kalangan peserta didik di sekolah sebagai pokok masalah penelitian, akan tetapi belum ada penelitian yang secara khusus menganalisis bagaimana faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat itu bisa terjadi.

D. Kerangka Berpikir

Dalam arti umum peserta didik adalah seorang seorang anak yang sedang bertumbuh baik dari segi fisik maupun psikologis menuju kedewasaan melalui sebuah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang dimaksud adalah sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat persemaian budi pekerti mulai tercemar dengan maraknya kasus bullying.

Bentuk bullying dapat dibedakan menjadi dua yaitu bullying fisik dan

bullying non-fisik. Pada bullying fisik biasanya yang dilakukan pem-bully adalah menendang, menonjok, mencubit, menjambak, dan bentuk fisik lainnya. Pada

bullying non-fisik biasanya pem-bully melakukan pemalakan, pemerasan, menghasut, sampai menyebarluaskan kejelekan korban atau melakukan gerakan-gerakan kasar dan mengancam.

Sebenarnya ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku

bullying di kalangan peserta didik, namun yang paling umum faktor penyebabnya yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, faktor teman sebaya atau peer group, faktor media massa, dan faktor budaya. Namun dalam penelitian ini membatasi hanya ada tiga faktor yang akan di analisis yaitu fakor keluarga, faktor teman sebaya, dan faktor media massa.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ........................................................................
Tabel 2.1 Penelitian Relevan
Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkaitan dengan kurang berfungsinya otak, susunan syaraf ataupun bagian-bagiantubuh lain. Para guru

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan peserta didik dengan IQ tinggi namun mendapat hasil belajar rendah antara lain : (1) peserta didik kurang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan peserta didik dengan IQ tinggi namun mendapat hasil belajar rendah antara lain : (1) peserta didik kurang

Jadi dalam kasus ini faktor yang mendorong timbulnya perilaku menyimpang yang dialami oleh peserta didik dari keluarga broken home di SMA Muhammadiyah Tarub Tahun

Hasil penelitian ini menunjukkan berbagai macam faktor penyebab kurangnya minat membaca peserta didik kelas X IPS di SMAN 1 Pallangga yaitu: kurangnya kesadaran peserta

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas sangatlah menarik untuk dikaji dan diteliti secara mendalam kaitannya dengan “Peran Guru dalam Mengatasi Perilaku Bullying pada Peserta Didik

Faktor Penyebab Masalah dalam Belajar Peserta Didik ditinjau dari Faktor Keluarga Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa faktor penyebab masalah

Persentase Skor Perilaku bullying Klasifikasi Peserta didik Persentase Tinggi 13 18,05% Sedang 59 81,95% Rendah 0 0% Total 72 100% Berdasarkan data pada tabel 3, terdapat