TERHADAP KUALITAS
BUAH TOMAT (
Lycopersicon esculentum
Mill.)
Oleh Helmi Ridho
A34302055
RINGKASAN
HELMI RIDHO. Pengaruh Aplikasi CaCl2 Prapanen Terhadap Kualitas
Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). (Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi CaCl2 prapanen melalui penyemprotan terhadap kualitas buah
tomat selama proses penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di Unit Lapanagan Pasir Sarongge, University Farm IPB, Cianjur dengan tingkat elevasi 1 100 m di atas permukaan laut dengan suhu berkisar 24–26 °C. Kegiatan pengamatan menggunakan Laboratorium Research Group on Crop Improvement, Laboratorium Produksi Tanaman dan Laboratorium Pendidikan Hortikultura. Penelitian dilaksanakan dari awal bulan Januari sampai Agustus 2006.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang disusun dalam satu faktor yang terdiri dari tujuh taraf perlakuan yaitu kontrol (T0), CaCl2 0.2 M satu kali aplikasi (T1), CaCl2 0.2 M dua kali aplikasi
(T2), CaCl2 0.2 M tiga kali aplikasi (T3), CaCl2 0.4 M satu kali aplikasi (T4),
CaCl2 0.4 M dua kali aplikasi (T5) dan CaCl2 0.4 M tiga kali aplikasi (T6).
Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga menghasilkan 21 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 10 tanaman, maka jumlah total tanaman yang ditanam sebanyak 210 tanaman.
Tanaman mulai memasuki fase generatif pada 4 Minggu Setelah Tanam (MST) yang ditandai dengan munculnya bunga pertama pada beberapa tanaman. Pada saat sama diikuti juga dengan munculnya beberapa gejala serangan hama dan penyakit. Serangan terberat disebabkan oleh Phytophthora infestans atau disebut juga dengan nama penyakit busuk daun. Beberapa hari setelah penyemprotan pertama dilakukan, tangkai buah, kelopak dan daun di sekitar buah berwarna coklat kering akibat penyemprotan yang tidak dilakukan secara hati-hati.
Aplikasi CaCl2 melalui penyemprotan pada saat prapanen tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kandungan kalsium buah tomat, namun aplikasi CaCl2 memberikan pengaruh yang nyata untuk warna kulit
bahwa perlakuan CaCl2 dengan konsentrasi dan frekuensi yang lebih tinggi yaitu
CaCl2 0.4 M 15, 20, 25 Hari Setelah Anthesis (HSA) selalu menghasilkan skor
warna yang lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain.
Aplikasi CaCl2 pada saat prapanen terhadap kelunakan buah
memberikan penga ruh yang nyata pada 21 HSP saja, sedangkan pada kandungan total asam tertitrasi, pengaruh yang nyata terjadi pada pengamatan 0 dan 3 HSP.
Aplikasi CaCl2 pada saat prapanen tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap laju respirasi selama masa penyimpanan. Pengamatan pada susut bobot dan padatan total terlarut juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata dari aplikasi CaCl2 yang diberikan saat prapanen.
Aplikasi CaCl2 prapanen hanya dapat menghambat perubahan warna kulit
buah pada buah tomat. Penyemprotan CaCl2 pada saat prapanen, secara umum
tidak mampu mempertahankan kualitas buah selama masa penyimpanan seperti kelunakan buah, total asam tertitrasi, laju respirasi, susut bobot dan padatan total terlarut. Aplikasi CaCl2 juga tidak mampu meningkatkan kandungan kalsium pada
PENGARUH APLIKASI CaCl
2PRAPANEN
TERHADAP KUALITAS
BUAH TOMAT (
Lycopersicon esculentum
Mill.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Helmi Ridho
A34302055
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
esculentum Mill.)
Nama : Helmi Ridho NRP : A34302055
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Bambang S. Purwoko, MSc
NIP. 131 404 220
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, MAgr
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jeddah, Arab Saudi pada tanggal 14 Februari 1984 dan merupakan anak kedua dari Bapak (Alm.) Bahari Abdullah dan Ibu Elfiaty Siregar.
Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan dari SD SIP Jeddah, kemudian tahun 1999 penulis lulus dari MTs Pembangunan IAIN Jakarta Selatan dan menyelesaikan studi di SMU Negeri 29 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada tahun 2002.
Tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian yang sekarang berubah nama menjadi Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis diterima melalui jalur SPMB.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan ridho dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian yang berjudul Pengaruh Aplikasi CaCl2 Prapanen terhadap Kualitas
Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mengetahui nilai konsentrasi dan frekuensi yang tepat agar dapat mempertahankan kualitas buah tomat yang baik selama proses penyimpanan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Bambang S Purwoko, MSc selaku pembimbing yang selama kegiatan penelitian telah membimbing dan memberi arahan
2. Dr Ir Anas D. Susila, MSi sebagai dosen penguji
3. Dewi Sukma SP Msi sebagai Wakil Urusan Skripsi dalam ujian skripsi
4. Dr Ir Agus Purwito, MSc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan masukan
5. Unit Lapanagan Pasir Sarongge, University Farm IPB dan Laboratorium RGCI yang telah memberikan bantuan selama kegiatan penelitian
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil serta doa
Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnya, dan pembaca umumnya.
Bogor, Januari 2007
Nomor Halaman Teks
1. Indeks Skala Warna Buah Tomat (Kader, 1992) ... 13
2. Rata-rata Kandungan Kalsium dalam Buah pada Aplikasi CaCl2 ... 18
3. Rata-rata Nilai Warna Kulit Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 19
4. Rata-rata Nilai Kelunakan Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 20
5. Rata-rata Nilai Total Asam Tertitrasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 22
6. Rata-rata Nilai Laju Respirasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 23
7. Rata-rata Nilai Susut Bobot Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 24
8. Rata-rata Nilai Padatan Total Terlarut Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 25
Lampiran 1. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia tiap 100 gram Bahan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, 1995) ... 34
2. Data Produksi Tomat Beberapa Negara di Asia pada Tahun 2001 – 2005 (FAO, 2005) ... 34
3. Data Klimatologi Kebun Percobaan Pasir Sarongge IPB pada Bulan Januari – April 2006 ... 34
4. Sidik Ragam Kandungan Kalsium pada Buah ... 35
5. Sidik Ragam Warna Kulit Buah pada 3 – 24 HSP ... 35
6. Sidik Ragam Kelunakan Buah pada 0 – 24 HSP ... 36
7. Sidik Ragam Total Asam Tertitrasi Buah pada 0 – 24 HSP ... 37
8. Sidik Ragam Laju Respirasi Buah pada 0 – 24 HSP ... 38
9. Sidik Ragam Susut Bobot Buah pada 3 – 24 HSP ... 39
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Kondisi Pembibitan Sebelum Penanaman di Lapang ... 11
2. Fase Ukuran Buah Saat Penyemprotan ... 12
3. Indeks Skala Warna Buah Tomat (Setijorini, 2000) ... 13
4. Kondisi Tanaman (2 MST) ... 16
5. Rata-rata Nilai Kelunakan Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 21
6. Rata-rata Nilai Laju Respirasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 23
7. Rata-rata Nilai Padatan Total Terlarut Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ... 25
Lampiran 1. Deskripsi Tomat Arthaloka (Wiryanta, 2002) ... 41
2. Beberapa Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Tomat ... 41
3. Pengaruh Produksi Etilen terhadap CO2 (Belitz and Grosch, 1999) ... 42
Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu tanaman sayuran penting. Peranannya dalam pemenuhan gizi masyarakat sudah lama diketahui. Buah tomat tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam masakan ataupun bahan olahan (processing), tetapi juga sering dikonsumsi dalam keadaan segar. Hal tersebut tergantung pada selera konsumen dan ketersediaan buah tomat yang sesuai dengan persyaratan yang diinginkan. Tomat sebagai komoditas sayuran mempunyai beberapa peran, yaitu sebagai sumber gizi dan bahan baku industri, juga dapat meningkatkan pendapatan dibandingkan komoditas pangan lainnya (Basri, 1991). Buah tomat mengandung karoten yang berfungsi sebagai pembentuk provitamin A dan lycopene yang mampu mencegah kanker. Buah tomat juga dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan vitamin C (Wiryanta, 2002). Kandungan dan komposisi gizi buah tomat dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Buah tomat memiliki kandungan nutrisi yang paling tinggi sebagai menu makanan, diatas jeruk dan kentang (Wills et al., 1989). Konsumsi buah tomat untuk memenuhi asupan gizi merupakan pilihan yang tepat.
Calkins (1979) menyatakan bahwa dalam hal rata-rata produksi tomat secara nasional, Indonesia pernah menduduki tempat ketiga setelah India dan Filipina, diatas Malaysia dan Thailand. Pada tahun 2005, tingkat produksi Indonesia meningkat di atas Filipina dengan produksi sebesar 587 790 ton, namun nilai produksi tersebut masih jauh tertinggal dari India yaitu 7 600 000 ton (Tabel Lampiran 2) (FAO, 2006). Rendahnya jumlah produksi tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh penanganan pasacapanen yang kurang tepat. Negara- negara yang sedang berkembang umumnya mengalami kehilangan hasil 20-50 % (Hildebolt, 1986; Santoso dan Purwoko, 1995).
2
diterima sesuai dengan standar yang ditentukan, karena akan mempengaruhi nilai ekonomi produk tersebut. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat menurunkan kualitas buah tomat perlu diperhatikan. Kualitas tomat meliputi warna kulit, kekerasan buah, bentuk dan ukuran buah, rasa serta jumlah kandungan air buah (Ameriana, 1997).
Penanganan buah tomat meliputi pada saat prapanen, panen dan pascapanen. Pemberian bahan kimia secara eksogen pada saat prapanen merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kualitas buah tomat. Menurut Kays (1999) kandungan unsur hara seperti nitrogen, fosfor, kalium dan kalsium memiliki peran dalam mempertahankan kualitas buah.
Kalsium merupakan unsur tanaman yang sangat berkaitan dengan kualitas buah pada umumnya dan kekerasan khususnya (Sams, 1999). Fungsi kalsium adalah membentuk dinding sel yang sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan sel baru. Penambahan kalsium sering dilakukan melalui penyemprotan, terutama pada tanaman apel, pir dan cherry. Pada prinsipnya, fungsi penyemprotan kalsium salah satunya adalah mencegah retaknya kulit buah (Novizan, 2002). Kalsium penting untuk mempertahankan integritas struktur dinding sel terutama pada buah dan sayuran yang memerlukan penyimpanan lebih lama (Poovaiah, 1988).
Pemberian kalsium melalui aplikasi CaCl2 dengan cara penyemprotan
diharapkan mampu meningkatkan kualitas pada buah tomat dan ketahanan untuk waktu yang lama pada saat penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian Normasari dan Purwoko (2002) bahwa pemberian CaCl2 pada konsentrasi 0.1 M dan 0.2 M
dengan frekuensi aplikasi dua kali, tidak memperlihatkan adanya peningkatan kualitas pada buah tomat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gerasopoulos et al. (1996) menunjukkan konsentrasi CaCl2 yang lebih tinggi atau frekuensi
penyemprotan yang lebih sering pada buah kiwi mampu meningkatkan kekerasan buah. Penambahan tingkat konsentrasi dan frekuensi aplikasi diharapkan dapat menunjukkan hasil yang diinginkan yaitu peningkatan kualitas buah dan ketahanannya terhadap penyimpanan untuk jangka waktu yang lama.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi CaCl2 prapanen melalui penyemprotan terhadap kualitas buah
tomat selama masa penyimpanan.
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh konsentrasi dan frekuensi penyemprotan CaCl2 terhadap
kualitas buah tomat.
2. Buah tomat yang diberi penyemprotan CaCl2 meningkat kandungan kalsium
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Ekologi Tomat
Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) adalah tanaman setahun berbentuk perdu atau semak dan termasuk ke dalam golongan tanaman berbiji tertutup (Angiospermae) dan memiliki bentuk daun bercelah menyirip tanpa stippulae (daun penumpu) dengan jumlah daun ganjil, antara 5 – 7 helai. Di
sela-sela pasangan daun terdapat 1 – 2 pasang daun kecil yang berbentuk delta (Tugiono, 1999).
Bentuk batang tanaman tomat segi empat sampai bulat dengan warna batang hijau dan mempunyai banyak cabang. Tanaman tomat memiliki akar tunggang dengan akar samping yang menjalar di seluruh permukaan tanah bagian atas. Tanaman tomat termasuk tipe berumah satu. Bunganya mempunyai lima buah kelopak berwarna hijau berbulu dan lima buah daun mahkota berwarna kuning. Hampir semua bagian tanaman tomat berbulu halus bahkan ada yang tajam, kecuali pada akar dan mahkotanya (Wiryanta, 2002).
Dalam klasifikasi tumbuhan, tanaman tomat termasuk Klas Dicotyledonneae (berkeping dua). Secara lengkap ahli-ahli botani mengklasifikasi
tanaman tomat secara sistematik sebagai berikut: Klas (classis) : Dicotyledonneae (berkeping dua), Bangsa (ordo): Tubiflorae, Suku (famili): Solanaceae (berbunga seperti terompet), Marga (genus): Lycopersicon, Jenis (species) : Lycopersicon esculentum Mill. (Jaya, 1997).
Tanaman tomat berasal dari Amerika Latin (Peru, Equador, Meksiko). Pada awal abad ke-16 tomat mulai dimasukkan ke Eropa, dan pada pertengahan abad ke-17 ke Asia yang dimulai dari Filipina, sedangkan orang Amerika Serikat baru mengenalnya sekitar abad ke-18 (Hidayat, 1997). Saat ini daerah sebaran tanaman tomat sudah meliputi seluruh dunia, baik di daerah tropika maupun temperate, dari mulai tepi pantai sampai ketinggian 3 100 m di atas permukaan
laut (Villareal, 1979; Taylor, 1986).
di sekitar akar akan meningkatkan penyerapan unsur hara fosfat, kalium dan besi oleh tanaman tomat (Adams, 1986). Derajat kemasaman (pH) tanah yang baik untuk tanaman tomat adalah kisaran antara 5.5 sampai dengan 6.5. Pengapuran diperlukan jika pH tanah kurang dari 6 dan sebaliknya jika pH tanah bersifat basa (alkalis) dapat digunakan belerang (S) untuk menurunkannya (Wiryanta, 2002).
Air merupakan faktor pembatas yang sangat penting untuk mendapatkan hasil panen tomat yang baik. Status air pada tanaman tergantung pada kombinasi pengaruh beberapa faktor, yaitu tana h, atmosfir dan tanaman. Air yang dapat diserap oleh tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air dalam tanah, tetapi juga oleh sistem perakaran seperti ukuran akar, kerapatan akar, dan aktivitas akar. Kehilangan air dari tanaman dipengaruhi oleh kelembaban relatif udara, luas daun, aktivitas stomata, dan kemampuan tanaman dalam menyerap air dari tanah (Rudich and Luchinsky, 1986).
Kebutuhan air selama pertumbuhan mengikuti Pola Kurva Sigmoid. Pada tanaman tomat yang masih muda kebutuhan air masih sedikit, meningkat sedikit waktu tanaman berbunga, kemudian bertambah banyak dan mencapai maksimum pada waktu mulai kematangan buah, karena pada saat itu luas daunnya maksimum. Konsumsi air stabil selama pematangan bua h tomat dan sesudah itu menurun lagi (Rudich and Luchinsky, 1986).
Pasca Panen Buah Tomat
Kualitas produk hortikultura merupakan kombinasi dari karakteristik, sifat dan nilai untuk makanan (buah dan sayuran) dan kesenangan (tanaman hias). Kualitas yang diinginkan konsumen dalam menilai buah dan sayuran didasarkan pada penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan gizi (Kader, 1992). Kualitas dapat juga dinilai dari warna, kilap, ukuran, bentuk, bau, rasa, serta nilai gizinya. Menurut Kader (1992) faktor yang mempengaruhi komposisi dan kualitas tanaman hortikultura segar, yaitu: (1) faktor genetik, (2) lingkungan prapanen, (3) pemanenan, (4) perlakuan pascapanen, dan (5) interaksi keempat faktor tersebut.
6
mengalami kerusakan akibat berbagai faktor fisik, kimiawi dan hayati. Kehilangan hasil tomat di negara sedang berkembang mencapai 50%. Kehilangan hasil dapat terjadi sejak panen, penanganan yang kurang baik, keterlambatan hasil untuk mencapai konsumen, cara bongkar/muat yang kasar dan penggunaan kemasan yang tidak memadai, serta keadaan yang tidak menguntungkan selama pengangkutan. Kehilangan hasil tersebut akibat adanya penurunan kualitas sehingga tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Faktor-faktor yang berperan dalam mempertahankan kualitas daya simpan buah tomat perlu diperhatikan.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan buah dan kualitas buah terutama tekstur buah adalah faktor lingkungan dan budidaya. Faktor lingkungan memiliki pengaruh terhadap kualitas buah antara lain iklim, cuaca, keadaan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya (Kays, 1999). Faktor budidaya yaitu berupa pemberian kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman tomat meliputi unsur N, P, K, Ca dan Mg (Nurtika dan Abidin, 1997).
Peranan Kalsium pada Buah
Menurut Novizan (2002), kekurangan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Salah satu unsur yang mempengaruhi terhadap perkembangan dan pembentukan kualitas buah adalah kalsium. Kekurangan kalsium pada buah akan menunjukkan buah gugur prematur, warna buah yang tidak merata dan buah retak-retak.
Kalsium merupakan unsur utama pengendali proses fisiologi tanaman termasuk pada dinding sel, membran dan kromosom (Rigney dan Wills, 1981). Kalsium berikatan dengan pektat dalam lamela tengah dan dapat mencegah kerusakan karena struktur yang kuat pada sel. Pektat merupakan bahan utama penyusun dinding sel. Pektat banyak disimpan dalam dinding sel dan lamela tengah (Salunkhe et al., 1991). Kalsium dapat mempertahankan rigiditas dinding sel dengan ikatan pektat. Kekurangan kalsium dalam dinding sel dapat menurunkan rigiditas sel yang mengakibatkan sel-sel tersebut mudah pecah bila mengalami pembesaran (Susila, 1995).
berperanan dalam mengurangi laju penuaan dan pemasakan buah (Ferguson dan Drobak, 1988). Faktor- faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalsium pada tanaman antara lain: status kalsium dalam tanah, kemampuan penyerapan oleh akar, transportasi serta translokasi pada tanaman, dan kalsium yang terdapat dalam sel, jaringan serta distribusinya (Ferguson, 1990).
Kekurangan kalsium pada jaringan buah masih dijumpai meskipun kandungan kalsium dalam tanah dan jaringan lain cukup (McLaurin, 1998). Kekurangan tersebut disebabkan Ca2+ yang tidak ditranslokasikan dalam tanaman (Salisbury dan Ross, 1995) serta terbatasnya translokasi kalsium dalam buah sehingga perlu penyemprotan kalsium pada permukaan buah. Kekurangan kalsium pada buah dapat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan pemupukan nitrogen. Kalsium merupakan unsur yang dapat larut dalam air. Unsur ini diambil dari dalam tanah dan ditranslokasikan bersama air ke bagian tumbuhan yang lain.
Pada suhu yang tinggi, air yang mengandung kalsium dan mineral lain bergerak cepat ke daun. Kebanyakan air ditranspirasikan melalui daun, sehingga banyak kalsium ditemukan dalam daun setelah proses transpirasi. Bagian buah tidak banyak melakukan transpirasi sebanyak daun, sehingga hanya sedikit kalsium yang tersimpan dalam buah (McLaurin, 1998). Kelembaban tanah juga memiliki peranan penting dalam pergerakan kalsium di dalam tanah serta penyerapan kalsium oleh akar. Tanah yang terlalu lembab akan menyebabkan kalsium tidak terserap oleh akar karena kekurangan oksigen (Swift, 1999).
Pemberian kalsium pada buah yang dapat cepat tersedia sangat dibutuhkan karena translokasi kalsium yang terbatas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Gerasopoulos et al. (1996) pada buah kiwi, penyemprotan dengan konsentrasi CaCl2 yang tinggi dan frekuensi sering dapat menyebabkan
8
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Damayanti (2002) menunjukkan aplikasi prapanen CaCl2 0.1 M pada 18 ± 2 HSA dan 25 ± 2 HSA pada tomat
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB dengan elevasi 1 100 m di atas permukaan laut dengan suhu berkisar 24–26 °C (Tabel Lampiran 3). Kegiatan pengamatan selama penelitian menggunakan laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI), laboratorium Produksi Tanaman dan laboratorium Pendidikan Hortikultura. Pengamatan yang dilakukan terdiri dari dua jenis, yaitu pengamatan nondestruksi dan destruksi.
Laboratorium Produksi Tanaman digunakan untuk penyimpanan dan pengamatan nondestruksi buah, sedangkan untuk pengamatan destruksi menggunakan Laboratorium RGCI dan Laboratorium Pendidikan Hortikultura. Analisis kandungan kalsium dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2006.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah benih tomat kultivar Arthaloka (Gambar Lampiran 1), pupuk kandang, Urea, SP-36, KCl, NPK, fungisida berbahan aktif mankozeb 80% (Dithane M-45) dan benomil 50% (Benlate). Bahan kimia yang digunakan, yaitu CaCl2 0.2 M dan 0.4 M, indikator
phenolphtalein, NaOH, aquades, dan Agristick. Buah tomat yang diamati dalam penelitian ini adalah buah yang dipanen pada tingkat kematangan breaker (semburat merah) dengan ukuran buah yang sama.
10
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor yang terdiri atas tujuh taraf perlakuan. Faktor perlakuannya adalah:
T0 : Kontrol (tidak diberi CaCl2/CaCl2 0 M)
T1 : 0.2 M 1x aplikasi (15 Hari Setelah Anthesis/HSA) T2 : 0.2 M 2x aplikasi (15 dan 20 HSA)
T3 : 0.2 M 3x aplikasi (15, 20 dan 25 HSA) T4 : 0.4 M 1x aplikasi (15 HSA)
T5 : 0.4 M 2x aplikasi (15 dan 20 HSA) T6 : 0.4 M 3x aplikasi (15, 20 dan 25 HSA)
Percobaan diulang tiga kali sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 10 tanaman, maka jumlah total tanaman yang ditanam sebanyak 210 tanaman. Pengamatan yang digunakan lima sampel setiap ulangan sehingga total tanaman yang diamati sebanyak 105 tanaman.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yi j = µ + ai + ßj + ei j
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke- i, dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah populasi ai = pengaruh perlakuan ke- i
ßj = pengaruh ulangan ke-j
eij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j
Pelaksanaan
Penyemaian benih tomat Arthaloka dengan menggunakan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 yang telah dipastuerisasikan. Benih ditebar dan ditaburi tanah halus, kemudian ditutup dengan kain agar terjaga kelembabannya serta sebelumnya disiram dengan menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% (Dithane) dengan konsentrasi 5 g/l (Gambar 1). Satu minggu kemudian benih yang telah berkecambah dibumbung dengan menggunakan daun pinang (Gambar 1). Bibit dipindah ke lapangan pada 15 hari setelah penyemaian atau tanaman sudah mempunyai 4 – 5 helai daun.
(a) (b)
Gambar 1. Kondisi Pembibitan Sebelum Penanaman di Lapang Keterangan : (a) Bak Persemaian Sebelum Ditutup Kain
(b) Bumbungan
Tanah diolah lalu dibuat guludan selebar 80 – 100 cm kemudian dibuat lubang tanam dengan jarak 50 cm x 60 cm sebelum penanaman. Pupuk yang diberikan terdiri atas pupuk kandang dengan dosis 1 kg/tanaman, pupuk Urea 30 g/tanaman, SP-36 20 g/tanaman, dan KCl 20 g/tanaman. Pupuk kandang diberikan pada saat pengolahan lahan. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan saat tanam, sedangkan pupuk Urea diberikan dua kali, yaitu setengah dosis pada saat tanam dan sisanya diberikan setelah tanaman berumur 4 MST.
12
14 HSA. Setiap bunga yang muncul ditandai dan diberi label. Tandan buah yang digunakan sebanyak tiga buah dan setiap tandan diambil tiga buah.
Aplikasi penyemprotan CaCl2 dilakukan dengan frekuensi dan konsentarsi
yang berbeda sesuai dengan contoh tanaman yang telah diberi tanda label. CaCl2
dilarutkan dalam aquades dengan konsentrasi 0.2 M dan 0.4 M, kemudian ditambahkan Surfaktan Agristic dengan konsentrasi 0.5 ml/l larutan.
Penyemprotan dilakukan pada seluruh permukaan buah sampai basah atau ± 1 ml (Gambar 2).
(a) (b) (c) Gambar 2. Fase Ukuran Buah saat Penyemprotan
Keterangan : (a) aplikasi pertama (15 HSA) (b) aplikasi kedua (20 HSA) (c) aplikasi ketiga (25 HSA)
Pemanenan dilakukan saat buah mencapai tahap breaker (berwarna semburat kuning). Buah yang telah dipanen dilapisi dengan kertas kemudian dimasukkan dalam kotak kardus, selanjutnya buah tersebut dibawa ke Laboratorium Produksi Tanaman untuk penyimpanan dan pengamatan. Buah terpilih dicuci dan dicelupkan ke dalam fungisida berbahan aktif benomil 50% (Benlate) dengan konsentrasi 500 ppm selama 30 detik untuk mencegah kerusakan akibat mikroorganisme. Setelah itu buah dikeringanginkan, kemudian buah tomat disimpan di atas piring kertas pada suhu 26-28 °C.
Pengamatan
Kekerasan pada buah diukur dengan menggunakan alat penetrometer dan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah. Perubahan warna pada kulit buah diukur berdasarkan indeks warna kulit buah (Tabel 1 dan Gambar 3).
Tabel 1. Indeks Skala Warna Buah Tomat
Skor Indeks skala warna kulit buah tomat
1 Hijau tidak ada warna kuning (6 – 10 hari sebelum semburat, breaker), fase matang hijau
2 Semburat kuning atau pink awal pada bagian luar ujung buah, fase breaker. 3 10 – 30% warna buah yang nyata kombinasi hijau, kuning, pink, merah,
fase turning.
4 30 – 60% warna permukaan menunjukkan pink atau merah, fase pink. 5 60 – 90% menunjukkan warna pink- merah, fase light red.
6 Lebih dari 90% permukaan menunjukkan warna merah, fase red. 7 Warna merah tua, kulit buah mengkerut, fase lewat masak.
Sumber : Kader, 1992
Gambar 3. Indeks Skala Warna Buah Tomat (Setijorini, 2000)
Susut bobot dihitung sebagai persentase dan dihitung berdasarkan perbedaan antara bobot awal dengan bobot setelah penyimpanan. Satuan susut bobot dinyatakan dalam persen (%). Susut bobot dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Bobot awal – Bobot akhir
14
Kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan menggunakan hand refractometer. Tomat diblender terlebih dahulu, disaring kemudian cairannya
diteteskan pada prisma refractometer. Skala padatan terlarut total dibaca dalam satuan °Brix.
Kandungan total asam tertitrasi (TAT) diukur dengan melakukan titrasi. Cara pengukurannya adalah tomat diblender hingga hancur. Sebanyak 25 g hancuran tomat disaring dengan kain bersih dan filtratnya dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml dan diberi aquades secukupnya. Filtrat yang telah diencerkan disaring kembali menggunakan kertas saring dan filtratnya dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian diberi air aquades sampai tanda tera. Sebanyak 25 ml filtrat diambil dengan menggunakan pipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml, diberi indikator phenolphtalein sebanyak dua tetes. Setelah itu filtrat dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Kandungan TAT dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Laju respirasi diukur dengan menggunakan cosmotector tipe XP-314. Sampel buah ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam wadah tertutup dengan volume yang sudah diketahui. Buah diinkubasi selama ± 5 jam untuk mengukur kadar CO2 nya. Laju respirasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
L : Laju respirasi (mg CO2/kg/jam)
V : Volume bebas wadah (ml) K : Kadar CO2 (%)
W : Waktu inkubasi (jam) B : Bobot bahan (kg)
1.76 : Faktor koreksi untuk konversi ml CO2 ke mg CO2
(suhu 26-28 °C)
Analisis kandungan kalsium dilakukan setelah panen fase breaker pada bagian daging luar buah tomat dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrofotometer. Buah yang digunakan setiap satu satuan percobaan terdiri dari
tiga buah. Bahan tanaman didestruksi dengan campuran asam yaitu HClO4, HNO3
dan H2SO4 dengan perbandingan 6:6:1 sampai larutan jernih dan volume
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kegiatan penanaman tomat dilakukan pada bulan Januari sampai April 2006. Penanaman dilaksanakan di dalam rumah plastik pada saat musim hujan dengan curah hujan bulanan 14 – 21 mm (Tabel Lampiran 3). Curah hujan tertinggi terjadi pada saat awal penanaman yaitu pada bulan Januari, sedangkan curah hujan terendah pada bulan Maret. Suhu di dalam rumah plastik berkisar antara 24 – 25 °C pada siang hari sedangkan malam hari berkisar 16 – 18 °C. Kelembaban relatif yang terjadi selama penanaman antara 83 – 87 %. Selama kegiatan penyemaian hingga pemindahan di lapang, tanaman tumbuh dengan baik dan tidak mengalami gejala serangan hama dan penyakit. Pertumbuhan tanaman di dalam rumah plastik lebih cenderung tumbuh ke atas (terminal) dibanding
mengalami pembesaran batang (lateral), sehingga keragaan tanaman pada 0 – 2 Minggu Setelah Tanam (MST) terlihat tinggi dan kurus (Gambar 4).
Tanaman tersebut mengalami etiolasi dikarenakan cuaca pada saat 0 – 2 MST terus mengalami hujan sehingga sinar matahari yang masuk ke dalam rumah plastik sedikit, namun pertumbuhan tanaman mulai kembali normal pada 4 MST karena sudah mulai memasuki musim kemarau.
Gambar 4. Kondisi Tanaman (2 MST)
namun tetap dilakukan penyemprotan pestisida pada minggu berikutnya agar serangannya tidak bertambah. Serangan hama yang ditemukan antara lain Spodoptera litura, Liriomyza huidobrensis (Gambar Lampiran 2) dan belalang,
sedangkan gejala yang ditimbulkan berupa serangan pada daun dalam bentuk gerekan atau korokan. Gejala hama tersebut menyebabkan aktifitas fotosintesis pada tanaman berkurang sehingga pertumbuhannya menjadi terganggu.
Serangan penyakit yang terjadi meliputi layu fusarium (Fusarium oxysporum), Phytopht hora infestans (Gambar Lampiran 2) dan busuk batang. Gejala yang ditimbulkan pada layu fusarium berupa layunya tangkai daun, dan selain itu juga pada pangkal batang jika dipotong terdapat warna coklat berbentuk cincin (Wiryanta, 2002). Penanganan pada tanaman yang terkena gejala layu fusarium dilakukan dengan cara eradikasi agar tanaman yang terkena penyakit ini tidak menyebar dan mengenai tanaman di sekitarnya. Pada saat tanaman telah berbuah dan mendekati umur panen, muncul beberapa serangan hama yaitu Helicoverpa armigera yang menyerang buah dan Meloidogyne sp. yang
menyerang akar tanaman (Gambar Lampiran 2).
Kerusakan terbesar yang pernah terjadi selama penanaman di dalam rumah plastik adalah serangan Phytophthora infestans atau disebut juga dengan nama penyakit busuk daun. Gejala yang ditimbulkan berupa bercak kecil pada daun berwarna coklat sampai hitam namun bercaknya dapat meluas pada seluruh daun (Semangun, 1989). Serangan ini juga mengakibatkan beberapa tanaman contoh mati. Penyakit ini mudah menyerang tanaman dan cepat menularkan pada tanaman sekitar karena kondisi pada saat penanaman yaitu sering turun kabut dan angin kencang walaupun berada dalam rumah plastik. Pengendalian yang dilakukan terhadap gejala serangan Phytophthora infestans dilakukan dengan cara pembuangan daun yang terserang busuk daun dan selain itu juga dilakukan penyemprotan fungisida dengan bahan aktif benomil 50% (Benlate) yang lebih intensif.
Pemberian perlakuan berupa aplikasi CaCl2 pertama dilakukan pada
18
CaCl2 yang dilakukan, sehingga sel-sel dalam jaringan yang terkena selain buah
mengalami plasmolisis. Penye mprotan berikutnya, pemberian perlakuan dilakukan secara hati- hati dan terarah pada buah agar tid ak terkena jaringan selain buah, seperti kelopak buah atau daun yang berada di sekitar buah.
Buah dipanen kemudian disimpan dalam ruangan dengan suhu berkisar 24 – 27 °C dengan kelembaban 80 – 90 %. Selama proses penyimpanan, buah yang terkena serangan penyakit tidak banyak dan selain itu juga dapat langsung dikendalikan dengan cara disortir kemudian dibuang. Gejala serangan penyakit selama proses penyimpanan tersebut antara lain busuk buah dan cendawan. Proses penyortiran juga dilakukan pada saat awal penyimpanan,buah yang mengalami kerusakan mekanis pada waktu dibawa dari lapang menuju laboratorium tidak digunakan dalam proses pengamatan.
Kualitas Buah Kandungan Kalsium
Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan kalsium akibat perlakuan yang diberikan hanya bertambah sekitar 0.12 hingga 0.73 mg/100g atau 10 sampai 60% terhadap kontrol. Aplikasi CaCl2 melalui penyemprotan pada saat prapanen tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kandungan kalsium (Tabel Lampiran 4), hal ini bisa disebabkan faktor lingkungan seperti waktu pemberian pestisida yang penyemprotannya berdekatan dengan waktu aplikasi perlakuan, sehingga CaCl2 tercuci sebelum mamp u diserap oleh buah.
Tabel 2. Rata-rata Kandungan Kalsium dalam Buah pada Aplikasi CaCl2
Warna Kulit
Aplikasi CaCl2 memberikan pengaruh yang nyata untuk warna kulit
buah pada 3, 6, 12 dan 15 HSP, sedangkan pada 9, 18, 21 dan 24 HSP aplikasi CaCl2 tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel Lampiran 5). Berdasarkan
pada Tabel 3, pengamatan yang dilakukan pada semua buah yang memiliki pengaruh nyata, menunjukkan bahwa perlakuan CaCl2 dengan konsentrasi dan
frekuensi yang lebih tinggi yaitu CaCl2 0.4 M 15, 20, 25 HSA selalu
menghasilkan skor warna yang lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain. Skor warna yang rendah tersebut menunjukkan bahwa aplikasi CaCl2 mampu
menghambat perubahan warna yang terjadi selama masa penyimpanan, dan selain itu juga memperlihatkan bahwa buah tersebut memiliki umur simpan yang lebih lama.
Tabel 3. Rata-rata Nilai Warna Kulit Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan HSP
Keterangan : HSA = Hari Setelah Anthesis
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5 %
Proses penyimpanan buah pada 24 HSP menunjukkan bahwa skor warna paling tinggi adalah pada kontrol yaitu 6 (fase red), sedangkan buah dengan aplikasi CaCl2 0.2 M berkisar antara 5.8 – 5.9 (fase light red) dan CaCl2 0.4 M
20
mengkerut, hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan yang dilakukan pada penelitian ini masih dapat dilakukan lebih dari 24 HSP terutama buah dengan aplikasi CaCl2.
Kelunakan Buah
Kelunakan buah yang tinggi mengindikasikan bahwa buah tersebut memiliki kualitas yang rendah. Aplikasi CaCl2 pada saat prapanen terhadap
kelunakan buah hanya memberikan pengaruh yang nyata pada 21 HSP (Tabel Lampiran 6). Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kelunakan buah paling tinggi
terjadi pada aplikasi CaCl2 0.2 M dengan tiga kali penyemprotan yaitu
7.9 mm/102 g/5 detik. Hasil keseluruhan dari pengamatan menunjukkan kelunakan buah umumnya mengalami peningkatan, akan tetapi pada 12 hingga 24 HSP nilai kelunakan buah menjadi bersifat fluktuatif (Gambar 5).
Tabel 4. Rata-rata Nilai Kelunakan Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan Hari Setelah Panen
0 3 6 9 12 15 18 21 24
Keterangan : HSA = Hari Setelah Anthesis
0
Gambar 5. Rata-rata Nilai Kelunakan Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Keterangan : T0 = Kontrol T4 = 0.4 M 1x aplikasi T1 = 0.2 M 1x aplikasi T5 = 0.4 M 2x aplikasi T2 = 0.2 M 2x aplikasi T6 = 0.4 M 3x aplikasi T3 = 0.2 M 3x aplikasi
Total Asam Tertitrasi
Aplikasi CaCl2 terhadap total asam tertitrasi memberikan pengaruh yang
nyata pada pengamatan 0 dan 3 HSP. Tabel 5 menunjukkan nilai total asam
tertitrasi tertinggi terjadi pada kontrol, masing- masing dengan nilai 315.04 mg/100g dan 327.53 mg/100g. Pengamatan berikutnya pada aplikasi
CaCl2 terhadap kandungan total asam tertitrasi tidak memberikan pengaruh yang
nyata hingga 24 HSP (Tabel Lampiran 7). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Retnawan (2004), aplikasi CaCl2 0.15 M dan 0.30 M dengan frekuensi satu
22
Tabel 5. Rata-rata Nilai Total Asam Tertitrasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan Hari Setelah Panen
0 3 6 9 12 15 18 21 24
Keterangan : HSA = Hari Setelah Anthesis
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5 %
Laju Respirasi
Pengaruh aplikasi CaCl2 terhadap laju respirasi ditunjukkan pada
Tabel 6. Berdasarkan Tabel tersebut dapat diketahui bahwa aplikasi CaCl2 saat
prapanen tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap laju respirasi selama proses penyimpanan (Tabel Lampiran 8). Buah pada saat awal penyimpanan atau breaker memiliki nilai laju respirasi rata-rata yang tinggi dan kemudian akan terus
menurun, tetapi pada waktu tertentu yaitu 12 hingga 21 HSP, nilai laju respirasi meningkat dan akan turun kembali pada saat buah mendekati senescen (Gambar 6). Tomat merupakan buah klimakterik yang kematangan buahnya ditunjukkan dengan nilai laju repirasinya pada waktu tertentu meningkat kemudian menurun. Salah satu faktor kenaikan laju respirasi pada buah yang terlibat yaitu dipengaruhi oleh produksi etilen (Gambar Lampiran 3) (Belitz and Grosch, 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Retnawan (2004) menunjukkan bahwa aplikasi CaCl2 0.15 M dan 0.30 M dengan frekuensi satu hingga tiga kali pada
penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2002) dengan CaCl2 0.1 M dengan
frekue nsi satu hingga tiga kali.
Tabel 6. Rata-rata Nilai Laju Respirasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan Hari Setelah Panen
0 3 6 9 12 15 18 21 24
Gambar 6. Rata-rata Nilai Laju Respirasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 Keterangan : T0 = Kontrol T4 = 0.4 M 1x aplikasi
24
Susut Bobot
Pengaruh aplikasi CaCl2 terhadap susut bobot buah ditunjukkan pada
Tabel 7. Aplikasi CaCl2 pada saat prapanen tidak berpengaruh nyata terhadap
susut pada seluruh pengamatan (Tabel Lampiran 9). Nilai susut bobot pada penelitian ini terus mengalami kenaikan pada semua taraf perlakuan, dan hal tersebut menunjukkan bahwa CaCl2 yang diaplikasikan tidak mampu
mempertahankan kehilangan bobot selama masa penyimpanan. Buah yang mengalami kehilangan bobot yang cepat mengindikasikan buah tersebut tidak mampu disimpan untuk waktu yang relatif lama. Penelitian yang dilakukan Retnawan (2004) juga menunjukkan bahwa aplikasi CaCl2 prapanen 0.15 M dan
0.30 M dengan frekuensi yang sama tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap susut bobot.
Tabel 7. Rata-rata Nilai Susut Bobot Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan Hari Setelah Panen
3 6 9 12 15 18 21 24
Aplikasi CaCl2 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian CaCl2 pada saat prapanen tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap PTT buah. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Retnawan (2004) yang melaporkan bahwa terdapat pengaruh nyata terhadap PTT namun hanya terjadi pada 18 HSP saja.
Tabel 8. Rata-rata Nilai Padatan Total Terlarut Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan Hari Setelah Panen
0 3 6 9 12 15 18 21 24
Gambar 7. Rata-rata Nilai Padatan Total Terlarut Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Keterangan : T0 = Kontrol T4 = 0.4 M 1x aplikasi T1 = 0.2 M 1x aplikasi T5 = 0.4 M 2x aplikasi T2 = 0.2 M 2x aplikasi T6 = 0.4 M 3x aplikasi
26
Pembahasan Umum
Kandungan kalsium buah tomat pada penelitian ini sangat kecil jika dibandingkan data yang diperoleh dari Puslitbang Gizi Depkes RI (1995) yang menunjukkan bahwa kandungan kalsium pada buah tomat adalah 8 mg/100g. Perbedaan kand ungan kalsium pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh faktor ketersediaan kalsium pada buah. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan kalsium pada tanaman antara lain: status kalsium dalam tanah, kemampuan penyerapan oleh akar, transportasi serta translokasi pada tanaman, dan kalsium yang terdapat dalam sel, jaringan serta distribusinya (Ferguson, 1990). Kallo (1986) menyebutkan bahwa ketersediaan kandungan kalsium yang tinggi pada buah dapat menghambat pematangan serta meningkatkan kualitas buah.
Perubahan warna kulit melalui aplikasi CaCl2 pada saat prapanen
mampu dihambat. Belitz dan Grosch (1999) mengatakan bahwa munculnya pigmen lain yaitu lycopene memiliki peran yang penting dalam laju perubahan warna yang terjadi pada kulit buah. Perubahan warna kulit yang terjadi merupakan akibat dari degradasi klorofil yang diikuti dengan munculnya pigmen lycopene, khusus pada tomat. Menurut Eskin et al. (1971), perubahan warna yang terjadi dipengaruhi oleh peningkatan laju respirasi dan perubahan tekstur buah. Buah tanpa aplikasi atau kontrol memiliki skor warna yang paling tinggi pada semua HSP dan hal ini diduga karena dipengaruhi oleh tingkat kelunakan serta laju respirasinya yang juga tinggi.
Aplikasi CaCl2 pada kelunakan buah tidak memberikan pengaruh yang
Buah setelah dipanen mengalami reaksi metabolisme yang bersifat katabolisme yaitu karbohidrat akan diubah menjadi karbon, air dan energi. Karbohidrat yang berperan sebagai cadangan makanan dalam buah semakin lama akan habis selama proses penyimpanan akibat dari reaksi tersebut. Sel-sel buah akan mulai keriput dan mati karena energi kimia sudah tidak diperoleh lagi sehingga integritas antar sel juga akan terpengaruhi (Kays, 1991).
Nilai kandungan total asam tertitrasi buah tomat menurun selama proses penyimpanan walaupun terjadi fluktuasi. Penurunan kandungan total asam tertitasi yang terjadi disebabkan asam-asam organik pada buah digunakan sebagai substrat dalam proses reaksi metabolisme sebagai cadangan makanan yang nantinya akan diubah menjadi gula atau direspirasikan (Santoso dan Purwoko, 1995). Perubahan nilai kandungan total asam tertitrasi mempunyai nilai korelasi terbalik dengan kandungan padatan total terlarut (Gambar Lampiran 4). Penurunan kandungan total asam tertitrasi yang terjadi pada buah selama penyimpanan karena asam organik (protein dan molekul lain) digunakan dalam proses respirasi sebagai substrat (Kays, 1991).
Buah klimakterik umumnya memiliki cadangan makanan yang tinggi untuk mengasilkan energi dalam proses metabolisme selama pemasakan (ripening), sehingga umumnya buah klimakterik memiliki umur yang lebih panjang dibandingkan dengan buah nonklimakterik (Kays, 1991). Perubahan laju respirasi yang terjadi merupakan akibat dari proses kimia buah dalam reaksi metabolisme yang menggunakan asam organik sebagai cadangan makanan dalam buah dan kemudian menghasilkan CO2, air dan energi. Belitz dan Grosch (1999)
mengatakan bahwa buah setelah dipanen akan berhenti proses fotosintesisnya dan kemudian akan diganti proses metabolismenya dengan reaksi katabolisme.
28
hama saat proses penyimpanan ataupun kerusakan mekanis saat pengangkutan hasil panen. Menurut Kays (1991), kehilangan bobot buah akibat dari proses respirasi dapat terjadi oleh dua faktor yaitu internal (komoditi) dan eksternal (lingkungan) yang berinteraksi. Faktor yang dipengaruhi oleh komoditi yaitu spesies, kultivar, bagian tanaman, tingkat pertumbuhan, rasio volume dan luas permukaan, sejarah penanaman sebelumnya, kondisi penanganan dan komposisi kimia, sedangkan faktor yang disebabkan dari lingkungan adalah temperatur, komposisi gas, kondisi kelembaban, cahaya dan faktor lainnya yang dapat memicu kondisi stres.
Kesimpulan
Penyemprotan CaCl2 pada saat prapanen mampu menghambat perubahan
warna kulit pada buah tomat selama masa penyimpanan. Pengaruh aplikasi CaCl2
pada konsentrasi 0.2 M dan 0.4 M serta frekuensi penyemprotan satu hingga tiga kali tidak mampu mempertahankan kualitas buah yang lain selama masa penyimpanan seperti kelunakan buah, total asam tertitrasi, laju respirasi, susut bobot dan padatan total terlarut. Aplikasi CaCl2 juga tidak meningkatkan
kandungan kalsium pada buah.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abbot, J. A. and W. S. Conway. 1989. Postharvest calcium chloride infiltration affects textural attributes of apples. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 114 (6): 932 – 936.
Adams, P. 1986. Mineral Nutrition. P. 8 - 15. In: Atherton, J. G. and J. Rudich (Eds.). The Tomato Crop. New York. Chapman and Hall.
Ameriana, M. 1997. Produksi dan Konsumsi Tomat. Hal. 9 – 19. Dalam: A. S. Duriat, W. W. Hadisoegana, A. H. Permadi, R. M. Sinaga, Y. Hilman, R. S. Basuki dan S. Sastrosiswojo (Ed.). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran. Bandung.
Astuti, Y. A. 2002. Pengaruh Frekuensi Aplikasi CaCl2 Prapanen Terhadap
Kualitas dan Daya Simpan Buah Tomat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB. Bogor.
Basri, Z. Z. 1991. Perkembangan dan Pengembangan Sayuran dalam Rangka Meningkatkan Gizi Masyarakat, Pendapatan Petani dan Ekspor serta Industri di Provinsi Sumatera Barat. Prosiding Lokakarya Nasional Sayuran: Evaluasi dan Perencanaan Penelitian serta Pengembangan Produksi dan Industri Sayuran di Indonesia. Kerjasama: Badan Litbang Pertanian-AVRDC-JSIF-ATA 395: 226 – 236.
Belitz, H. D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. 2nd Edition. Springer. Germany. 992 p.
Calkins, P. H. 1979. Improving Small-scale Tomato Production in the Tropics. 1st International Symposium on Tropical To mato. AVRDC, Shanhua, Tainan, ROC. p. 22-32.
Damayanti, A. 2000. Pengaruh Aplikasi CaCl2 Prapanen terhadap Kualitas dan
Daya Simpan Buah Tomat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB. Bogor.
Eskin, N. A. M., H. M. Henderson and R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of Food. Academic Press. New York. 240 p.
FAO. 2006. Statistic Database. http://faostat.fao.org. Diakses pada tanggal 26 Desember 2006.
Ferguson, I. B. and K. Drobak. 1988. Calcium and regulation of plant growth and senescence. Hort. Sc. 23 (2) : 262 – 266.
Development. The American Society of Plant Physiologists Symposium Series. Vol. 4.
Gerasopoulos, D., V. Chouliaras and S. Lionakis. 1996. Effect of preharvest calcium chloride on maturity and storability of Hayward-kiwifruit. J. Postharvest Biol. and Technol. 7 : 65 – 72.
Hidayat, A. J. 1997. Ekologi Tanaman Tomat. Hal. 59 – 61. Dalam: A. S. Duriat, W. W. Hadisoegana, A. H. Permadi, R. M. Sinaga, Y. Hilman, R. S. Basuki dan S. Sastrosiswojo (Ed.). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran. Bandung.
Hildebolt, W. H. 1986. Tomato Processing. US – China. Seminar on Handling, Storage and Processing of Fruit and Vegetables. November 6 – 9, 1984. National Academy Press. Washington D. C.
Jaya, B. 1997. Botani Tanaman Tomat. Hal. 25 – 37. Dalam: A. S. Duriat, W. W. Hadisoegana, A. H. Permadi, R. M. Sinaga, Y. Hilman, R. S. Basuki dan S. Sastrosiswojo (Ed.). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran. Bandung.
Kader, A. A. 1992. Postharvest Biology and Technology : an Overview. P. 15–20. In: Kader, A. A (Ed.). Postharvest Technology of Horticultural Crops. Pub. 3311. University of California. California.
Kalloo. 1986. Vegetable Breeding. Vol III. CRC Press Inc. Boca Raton, Florida. 256 p.
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. An AVI Book. New York. 532 p.
Kays, S. J. 1999. Preharvest factors affecting appearance. J. Postharvest Biol. and Tech. 15: 233-247.
Marpaung, L. 1997. Pemanenan dan Penanganan Buah Tomat. Hal. 118 – 129. Dalam: A. S. Duriat, W. W. Hadisoegana, A. H. Permadi, R. M. Sinaga, Y. Hilman, R. S. Basuk i dan S. Sastrosiswojo (Ed.). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran. Bandung.
McLaurin, W. J. 1998. Blossom-end Rot. The University of Georgia College of Agricultural and Enviromental Sciences. 5 hal.
Normasari, F. dan B. S. Purwoko. 2002. Pengaruh pemberian CaCl2 prapanen
terhadap perubahan kualitas tomat segar selama penyimpanan. Bul. Agron. 30 (2): 53 – 57.
32
Nurtika, N dan Z. Abidin. 1997. Budidaya Tana man Tomat. Hal. 62-80. Dalam: A. S. Duriat, W. W. Hadisoegana, A. H. Permadi, R. M. Sinaga, Y. Hilman, R. S. Basuki dan S. Sastrosiswojo (Ed.). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran. Bandung.
Poovaiah, B. W. 1988. Molecular and cellular aspects of calcium action in plants. Hort.Sci. 23 (2) : 267 – 271.
Pujiarti, R. 2001. Pengaruh Perlakuan CaCl2 Prapanen Terhadap Kualitas dan
Daya Simpan Tiga Varietas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB. Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Industri. Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 77 hal.
Retnawan, T. W. 2004. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi CaCl2
Prapanen Terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Tomat di Dataran Tinggi. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. IPB. Bogor.
Rigney, C. J and R. B. H Wills. 1981. Calcium movement, a regulating factor in the initiation of tomato fruit ripening. Hort. Sci. 16 (4): 550 – 551.
Rudich, J. and U. Luchinsky. 1986. The Tomato Crop. In: Atherton, J. G. and J. Rudich (Eds.). Water economy. New York. Chapman and Hall.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB. Bandung. 241 hal.
Salunkhe, D. K, H. R. Bolin and N. R. Reddy. 1991. Storage, Processing and Nutritional Quality of Fruits and Vegetables. CRC Press. Florida, U.S. 323 p.
Sams, C. E. 1999. Preharvest factor affecting postharvest texture. J. Postharvest Biol. and Tech. 15: 249-254.
Santoso, B. B. dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project. 187 hal.
Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 850 hal.
Susila, A. D. 1995. Studi Pecah Buah dalam Rangka Peningkatan Kualitas Buah Tomat. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Swift, C. 1999. Blossom-end Rot, A Common Problem of Tomato, Pepper and Summer Squash. Colorado State University Cooperative Extension.
Taylor, I. B. 1986. The Tomato Crop. In: Atherton, J. G. and J. Rudich (Eds.). Biosystematics of the tomato. New York. Chapman and Hall.
Tugiono, H. 1999. Bertanam Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta. 38 hal.
Villareal, R. L. 1979. Tomato production in the tropics, problems and progress. Dalam: Preceedings of the First International Symposium on Tropical Tomato. Oct 23 – 27, 1978. Shanhua, Tainan, Republic of China.
Villareal, R. L. 1980. Tomatoes in The Tropics. Westview Press. Colorado. 174 p.
Wills, R. B. H. and S. I. H. Tirmazi. 1981. Retardation of ripening of mangoes by postharvest application of calcium. Trop. Agr. 58: 137-139.
Wills, R. B. H., W. B. McGlasson, D. Graham, T. H. Lee and E. G. Hall. 1989. Postharvest : An Introduction to The Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. AVI Book. New York. 131 p.
Tabel Lampiran 1. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia tiap 100 gram Bahan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, 1995)
Kandungan Gizi Tomat Merah
Energi (kal) 24
Protein (g) 1.3
Lemak (g) 0.5
Hidrat Arang Total 4.7
Serat (g) 1.5
Abu 0.6
Kalsium (mg) 8
Fosfor (mg) 77
Zat besi (mg) 0.6
Karotin Total (mkg) 2083
Vitamin A (SI) 0
35
Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Kandungan Kalsium pada Buah
Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F KK
Ulangan 2 0.823 0.412 3.14 0.080 23.97
Perlakuan 6 1.038 0.173 1.32 0.320 tn
Galat 12 1.571 0.131
Total 20 3.432
Keterangan : tn : Tidak berpengaruh nyata pada uji DMRT
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Warna Kulit Buah pada 3 – 24 HSP
HSP Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F KK
Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Kelunakan Buah pada 0 – 24 HSP
37
Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Total Asam Tertitrasi Buah pada 0 – 24 HSP
HSP Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F KK
Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Laju Respirasi Buah pada 0 – 24 HSP
39
Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Susut Bobot Buah pada 3 – 24 HSP
HSP Sumber Keragaman db JK KT F-hit Pr>F KK
Keterangan : tn : Tidak berpengaruh nyata pada uji DMRT
Tabel Lampiran 10. Sidik Ragam Padatan Total Terlarut Buah pada 0 – 24 HSP
41
Nama : Arthaloka F1 Tipe Pertumbuhan : Indeterminate Tingkat Elevasi : Dataran tinggi
Buah : Oval lonjong, warna hijau dan daging buah kering
Umur Panen : 108 – 110 HST (Hari Setelah Tanam)
Bobot Buah : 90 – 130 g per buah Potensi Hasil : 3 – 4 kg per pohon Keterangan Lain :
- Toleran layu bakteri dan phytophthora - Tahan disimpan dan transportasi jarak jauh
Gambar Lampiran 1. Deskripsi Tomat Arthaloka (Wiryanta, 2002)
(a) (b)
(c) (d)
Gambar Lampiran 2. Beberapa Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Tomat Keterangan : (a) Spodoptera litura
(b) Liriomyza huidobrensis
(c) Phytophtora infestans
Gambar Lampiran 3. Pengaruh Produksi Etilen terhadap CO2
(Belitz and Grosch, 1999)