PENGARUH PERLAKUAN PENGEMASAN DAN SUHU
SIMPAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS BUAH TOMAT
(
Lycopersicon esculentum
Mill.)
Oleh
ATIKA ROMALASARI A24052221
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
ATIKA ROMALASARI, Pengaruh Perlakuan Pengemasan dan Suhu Simpan Berbeda terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum
Mill.). Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan
dan jenis kemasan yang berbeda terhadap daya simpan dan kualitas buah tomat.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari hingga Maret 2011 di Laboratorium
Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB,
Darmaga Bogor. Penelitian ini menggunakan jenis rancangan, Rancangan
Tersarang (nested) 2 faktor, yakni : Suhu penyimpanan sebagai petak utama dan
terdiri atas dua taraf yakni : 28ºC dan 12ºC dan pengemasan sebagai anak petak
dan terdiri atas tiga taraf yakni : (1). Kantung plastik berlubang. Kantung plastik
yang digunakan berukuran 30 cm x 20 cm dan memiliki enam lubang pada
masing-masing sisinya. (2). Trayfoam berpenutup plastik. Trayfoam yang
digunakan merupakan trayfoam tipe TR-7 dengan ukuran 12.5 cm x 12.5 cm x 2
cm kemudian ditutup dengan wrapping plastic, dan (3). Trayfoam terbuka.
Trayfoam yang digunakan merupakan trayfoam tipe TR-7 dengan ukuran 12.5 cm
x 12.5 cm x 2 cm. Perlakuan diulang empat kali. Peubah yang diamati meliputi
susut bobot, warna kulit buah, kelunakan buah, padatan terlarut total dan total
asam tertitrasi yang diamati pada hari ke 3, 6, 9, 12, 15, 18, dan 21 setelah
perlakuan. Bahan penelitian yang digunakan adalah tomat varietas Marta yang
diperoleh dari CV Pacet Segar, Cianjur. Tomat yang dipergunakan adalah tomat
pada tingkat kemasakan mature greengrade B dengan bobot antara 100-150 g.
Pengemasan menggunakan kantung plastik berlubang dapat menekan
peningkatan persentase susut bobot buah selama 21 hari penyimpanan. Persentase
susut bobot buah secara umum juga dapat ditekan dengan penyimpanan pada suhu
dingin 12 ºC.
Perlakuan kombinasi pengemasan dan suhu simpan tidak berpengaruh
terhadap susut bobot buah. Nilai kelunakan buah seperti susut bobot secara umum
hingga hari terakhir pengamatan semakin besar. Pada 18 HSP penggunaan
kemasan trayfoam berpenutup plastik nyata dapat menghambat kelunakan buah.
terhadap kelunakan buah. Perlakuan kombinasi pengemasan dan suhu simpan
tidak memberikan pengaruh terhadap kelunakan buah.
Dari seluruh perlakuan pengemasan, suhu simpan, dan kombinasi
keduanya tidak memberikan pengaruh terhadap nilai padatan terlarut total (PTT)
buah. Nilai total asam tertitrasi (TAT) pada pengemasan 18 HSP nyata, sedangkan
suhu simpan dingin 12 ºC sangat nyata pada 9 HSP dan 21 HSP, nilai total asam
asam tertitrasi lebih tinggi dibandingkan suhu ruang 28 ºC. Warna kulit buah
selama 21 hari penyimpanan tidak ada yang mencapai skor maksimal 6 (red).
Skor akhir warna kulit buah rata-rata berakhir pada fase pink-light red.
Peningkatan skor warna kulit buah terendah terdapat pada penyimpanan
menggunakan kemasan trayfoam berpenutup plastik dengan suhu simpan dingin
12 ºC. Penghambatan pemasakan secara umum lebih konsisten pada suhu simpan
PENGARUH PERLAKUAN PENGEMASAN DAN SUHU
SIMPAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS BUAH TOMAT
(
Lycopersicon esculentum
Mill.)
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ATIKA ROMALASARI A24052221
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : PENGARUH PERLAKUAN PENGEMASAN DAN SUHU SIMPAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS BUAH TOMAT
(Lycopersicon esculentum Mill.)
Nama : ATIKA ROMALASARI
NRP : A24052221
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc.
NIP. 19610218 198403 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.ScAgr.
NIP. 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bantul, pada tanggal 12 Mei 1987. Penulis
merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Triyatmanta
dan Ibu Pratiwi Zuriyanti.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal dari SD Negeri Jatiasih Kota I
pada tahun 1999. Penulis selanjutnya menempuh pendidikan di SLTP Negeri 9
Bekasi, dan lulus pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 2 Bekasi dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis
diterima di IPB melalui jalur USMI. Tahun 2006, penulis diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Selama masa perkuliahan penulis pernah bergabung menjadi anggota
Forum Komunikasi dan Rohis Departemen (FKRD) dan pernah menjabat sebagai
Bendahara Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) pada masa kepengurusan
2006-2007. Penulis juga pernah menjadi Pengurus Asisten Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam untuk Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Pengemasan dan Suhu Simpan
Berbeda terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentumMill.)”. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Sarjana
pada Mayor Agronomi dan Hortikultura dengan Minor Pengembangan Usaha
Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
orang tua, keluarga dan semua pihak yang telah mendukung dan membantu
pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan antara lain
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. sebagai pembimbing skripsi atas
segala bimbingan dan arahan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian
dan penulisan skripsi.
2. Dr. Suwarto, M.Si. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan selama kuliah.
3. Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si dan Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP. M.Si yang
telah bersedia menjadi dosen penguji. Terima kasih atas masukan bermanfaat
yang diberikan selama ujian skripsi.
4. Fefin, Najmi, Fuzy, Fifi, Syelvia, Uyuy, Himma, Endah, Winda, Dewi serta
Mbak Desty atas semangat dan saran selama penelitian dan penyusunan
skripsi.
5. Teman-teman AGH 42, 43, dan 44 serta Pondok Putri Rahmah, yang secara
langsung dan tidak langsung membantu penulis pada saat penelitian.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.
Bogor, Oktober 2011
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Hipotesis ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Botani dan Morfologi Tomat ... 4
Perubahan Selama Periode Pemasakan Buah ... 5
Pola Respirasi Tomat ... 7
Pengemasan dan Penyimpanan Dingin ... 8
BAHAN DAN METODE ... 10
Tempat dan Waktu Penelitian ... 10
Bahan dan Alat ... 10
Metode Penelitian ... 10
Analisis Data ... 11
Pelaksanaan ... 11
Pengemasan ... 12
Pengamatan ... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
Susut Bobot ... 15
Kelunakan Buah ... 16
Padatan Terlarut Total ... 17
Total Asam Tertitrasi ... 18
Warna Kulit Buah ... 21
KESIMPULAN ... 23
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Perkembangan Warna Kulit Buah Tomat ... 6
2. Nilai Susut Bobot Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan ... 15
3. Nilai Kelunakan Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan ... 16
4. Nilai Total Asam Tertitrasi pada Buah Tomat selama 21 Hari
Penyimpanan……… ... 19
Nomor Halaman
Lampiran
1. Sidik Ragam Pengaruh Pengemasan dan Suhu Simpan terhadap Susut
Bobot Buah ... 28
2. Sidik Ragam Pengaruh Pengemasan dan Suhu Simpan terhadap
Kelunakan Buah ... 30
3. Sidik Ragam Pengaruh Pengemasan dan Suhu Simpan terhadap Padatan
Terlarut Total ... 32
4. Sidik Ragam Pengaruh Pengemasan dan Suhu Simpan terhadap Total
Asam Tertitasi ... 33
5. Penampakan Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan pada Perlakuan
Suhu Ruang ... 35
6. Penampakan Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan pada Perlakuan
Suhu Dingin... 37
7. Sidik Ragam Pengaruh Pengemasan dan Suhu Simpan terhadap Warna
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Perkembangan Warna Kulit Buah Tomat ... 13
2. Perubahan Nilai Padatan Terlarut Total Tomat selama 21 Hari
Penyimpanan ... 18
3. Interaksi Perlakuan Pengemasan dan Suhu pada Hari Ketiga setelah
Penyimpanan……….. 20
Latar Belakang
Tanaman tomat merupakan sayuran yang banyak diusahakan di Indonesia
secara komersial. Tomat digolongkan sebagai sayuran dataran tinggi, karena
kualitas baik hanya dicapai pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Di
dataran tinggi pembentukan buah baik dan serangan layu bakteri berkurang.
Walaupun demikian tomat tetap dapat diusahakan di dataran rendah. Di dataran
rendah umumnya tomat diusahakan dalam skala kecil dengan menggunakan
varietas lokal yang memiliki toleransi yang baik pada keadaan setempat, namun
hasilnya kurang memuaskan. Beberapa pengusaha mengusahakan tomat dengan
teknik hidroponik untuk tujuan pemasaran ke swalayan atau hotel-hotel dan
restoran khusus (Harjadi dan Sunarjono, 1990).
Tingginya permintaan buah tomat dan kemajuan bidang pengolahan
terbukti mampu meningkatkan pasar tomat. Sebagian besar produksi tomat
Indonesia masih diserap untuk pemenuhan pasar lokal dan secara terbatas
diekspor ke beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei
Darussalam. Produksi tomat nasional terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2010 tercatat produksi tomat di Indonesia mencapai 891616 ton, meningkat 4.52
persen dari tahun 2009 sebanyak 853061 ton (Ditjen Horti, 2011).
Sayuran dan buah-buahan umumnya memiliki kadar air yang tinggi, tetapi
rendah dalam kandungan protein dan lemak. Komposisi setiap jenis sayuran dan
buah-buahan berbeda-beda tergantung pada varietas, cara panen, pemeliharaan
tanaman, keadaan iklim tempat tumbuh, tingkat kematangan, kondisi selama
pematangan dan ruang penyimpanan. Kadar air sayuran dan buah-buahan
umumnya lebih tinggi dari 70 %, bahkan ada juga yang lebih tinggi dari 85 %.
Umumnya kandungan protein tidak lebih dari 3.5 % dan lemak tidak lebih dari 0.5
%. Dari segi gizi, umumnya sayuran dan buah-buahan tidak digolongkan sebagai
sumber protein dan lemak namun mengandung vitamin dan mineral (Muchtadi,
1992), kadar air sangat menentukan kualitas sayuran dan buah-buahan. Buah
tomat memiliki kadar air mencapai 94% dari total bobot. Kadar air yang tinggi
Menurut Sacharow dan Griffin (1980) berdasarkan bentuk dan tingkat
kerusakan tomat digolongkan dalam buah keras yang cenderung lebih tahan
terhadap kerusakan penanganan, dan rendah tingkat respirasinya. Umumnya tomat
dikemas menggunakan tray terbuka atau styrofoam dan plastik. Kemasan yang
tidak tepat dapat mempercepat pembusukan, namun kemasan juga dapat berfungsi
untuk melindungi terhadap risiko kontaminasi, kerusakan dan kehilangan
kelembaban. Terlalu banyak penghalang uap air akan menyebabkan kelembaban
relatif terlalu tinggi dalam kemasan dan menyebabkan pembusukan dipercepat
karena mikroorganisme atau pemisahan kulit pada beberapa buah.
Menurut Burton (1990), suatu bahan tanaman yang telah dipanen dapat
terus hidup (sampai tahap tertentu) jika membran sel dan enzim tetap berfungsi,
dan hal ini sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan atau suhu simpan. Terdapat
ambang batas suhu maksimum dan minimum yang berbeda untuk masing-masing
bahan tamanan. Pada tiap tanaman sebenarnya telah berkembang mekanisme
pelindung untuk mengatasi suhu dingin. Namun beberapa spesies dari daerah
tropis seperti tomat, tidak dapat mentoleransi pembekuan dan dapat terserang
chilling injury pada suhu dingin lingkungan (0-12⁰C) (Zhao et al., 2009). Tempat
penyimpanan idealnya memiliki pendingin. Penyimpanan dingin dapat
mempertahankan mutu. Penyimpanan dingin pada suhu yang optimum disertai
kelembaban tinggi merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang umur
simpan. Pendinginan akan memperlambat respirasi, pematangan, penuaan, dan
pengeluaran panas (Pantastico, 1986). Suhu yang direkomendasikan pada
penyimpanan dingin tomat matang adalah 7-10⁰C (Bartz, 1993).
Tujuan
1. Mengetahui pengaruh suhu simpan dan jenis kemasan yang berbeda
terhadap daya simpan dan kualitas buah tomat.
Hipotesis
1. Terdapat suhu simpan terbaik untuk menjaga daya simpan dan kualitas
buah tomat.
2. Terdapat metode pengemasan terbaik pada masing-masing suhu simpan.
3. Terdapat kombinasi perlakuan terbaik antara suhu simpan dan jenis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Tomat
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus
Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus
sempit yang terdiri atas enam spesies tumbuhan herba lunak yang hidup menahun.
Sub genus Eulycopersicon beranggotakan dua spesies berbuah merah, yaitu L.
esculentum dan L. pimpinellifolium. Sub genus Eriopersicon yang beranggotakan
empat spesies berbuah hijau, yaitu L. cheesmanii, L. glandulosum, L. hirsutum,
dan L. peruvianum. L. pimpinellifolium yang tumbuh liar sering digunakan
sebagai bahan silangan L. esculentum untuk mendapatkan resistensi terhadap
penyakit-penyakit tertentu (Harjadi dan Sunarjono, 1990).
Tomat merupakan herba tahunan, tingginya dapat mencapai 2 m atau
lebih. Akar tanaman tomat merupakan akar tunggang yang kuat, yakni sekitar 0,5
m atau lebih ke dalam tanah, akar lateral yang padat dan adventif. Batangnya
keras, berbulu kasar, dan terdapat kelenjar. Daun tomat ditutupi (kelenjar)
rambut, serta menghasilkan aroma yang khas dan spesifik (PROSEA, 1994).
Bunga tomat termasuk hermafrodit, dengan 5 buah kelopak berwarna hijau
berbulu, 5 buah daun mahkota berwarna kuning yang bagian dasarnya menyatu,
sedangkan bagian atasnya meruncing menyebar, seolah-olah menyerupai bintang.
Alat kelamin terdiri alat benangsari (stamen) yang mengembang menjadi sebuah
sarung dan membalut sebuah putik (pistil). Tangkai sari pendek sekali, sehingga
hanya tampak sebagai sebuah kantong sari saja. Kantong sari tersebut mempunyai
12 alur, hingga bentuknya seperti granat. Kedudukan kantong sari kadang-kadang
sama tingginya dengan kepala putiknya (stigma), tetapi kadang-kadang kepala
putiknya lebih tinggi dibanding kantong sarinya, tergantung varietas. Tepung sari
(pollen) terdapat di kantong bagian dalam (theca). Tepung sari bersifat kering,
sehingga setelah matang, pada hari yang cerah, dapat keluar dari kantong dengan
mudah (Harjadi dan Sunarjono, 1990).
Dalam keadaan cuaca kering, apabila putiknya dicabut, tepungsari mudah
dikeluarkan dari kantong untuk tujuan penyilangan. Pada jenis tomat liar,
menyebabkan tanaman tomat dapat melakukan penyerbukan silang. Varietas
komersial umumnya menyerbuk sendiri. Pada cuaca kering kemungkinan
terjadinya penyerbukan silang lebih besar dibandingkan pada cuaca basah atau
lembab. Pada suhu terlalu dingin kepala putik kadang-kadang tidak dapat
memanjang, sehingga penyerbukan yang terlaksana secara kontak, tidak
berlangsung. Bakal buah atau ovary terletak di atas dasar buah (superior), dengan
banyak ruangan dan mempunyai bakal biji (ovule) banyak. Pembuahan terjadi
50-96 jam setelah penyerbukan dan pemasakan buah terjadi 42-50 hari setelah
anthesis atau bunga mekar (Harjadi dan Sunarjono, 1990).
Buah tomat adalah buah buni (beri) berdaging, permukaannya agak
berbulu ketika masih muda, tetapi halus ketika matang. Buah sebagian besar
kultivar berbentuk bundar, bentuk lain adalah memanjang, plum dan pir. Warna
buah matang biasanya merata adalah merah, merah jambu, jingga muda, jingga,
kuning, atau belum berwarna. Warna merah disebabkan oleh pigmentasi likopen,
warna kuning disebabkan karotenoid. Warna pertengahan disebabkan oleh
perbedaan nisbah pigmen ini dalam kombinasi dengan warna kulit buah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Perubahan Selama Periode Pemasakan Buah
Buah tomat akan mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik
maupun kimia, seiring dengan proses pemasakannya. Menurut Wills et al. (1989)
perubahan yang umum terjadi antara lain :
1. Perubahan warna
Warna adalah perubahan yang paling nyata yang terjadi pada buah
dan merupakan kriteria utama yang paling sering digunakan oleh
konsumen untuk menentukan kematangan buah. Yang paling umum
terjadi adalah hilangnya warna hijau akibat degradasi struktur klorofil.
Tabel 1. Perkembangan warna kulit buah tomat
Sumber : Kader, 1992.
2. Pemecahan karbohidrat
Pemecahan polimer karbohidrat merupakan perubahan kuantitatif
terbesar yang berkaitan dengan pemasakan, terutama konversi pati menjadi
gula. Hal ini memiliki efek ganda yakni mengubah rasa dan tekstur buah
tomat.
3. Penurunan asam organik
Biasanya asam organik menurun selama pemasakan karena
respirasi atau berubah menjadi gula. Asam dapat dianggap sebagai sumber
cadangan energi untuk buah, oleh karena itu diharapkan menurun lebih
besar selama aktivitas metabolik dibandingkan selama proses pematangan.
Warna Buah Keterangan
Mature green atau fase hijau
Breakers atau fase masak hijau
Turning atau fase pecah warna
Pink termasuk fase matang
Light red fase matang
4. Perubahan komposisi nitrogen
Perubahan unsur utama nitrogen menunjukkan variasi dalam
aktivitas metabolik selama fase pertumbuhan yang berbeda. Selama fase
klimakterik buah-buahan, terjadi banyak penurunan asam amino bebas dan
mencerminkan adanya peningkatan aktivitas sintesis protein.
5. Perubahan aroma
Aroma memainkan peran penting dalam penilaian kualitas paling
optimal buah yang layak konsumsi. Hal ini disebabkan sintesis banyak
senyawa organik yang mudah menguap (volatil) selama fase pematangan.
Pola Respirasi Tomat
Setelah panen, bahan pangan hasil pertanian secara fisiologis masih hidup.
Proses ini berlangsung dengan menggunakan persediaan cadangan makanan yang
ada, yaitu substrat yang terakumulasi selama pertumbuhan dan pemasakan. Hal ini
berarti setelah panen buah-buahan masih melakukan proses respirasi dan proses
metabolisme lainnya. Proses metabolisme ini terus berlangsung dan selalu
mengakibatkan perubahan yang akhirnya menyebabkan kerusakan.
Menurut Pantastico (1986), laju respirasi merupakan petunjuk yang baik
untuk mengetahui daya simpan buah setelah pemanenan. Intensitas respirasi
dianggap sebagai laju jalannya metabolisme, sehingga sering dianggap sebagai
petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Menurut Kalman (1985), pola
respirasi buah dibagi dalam dua kelompok, yaitu buah klimakterik dan non
klimakterik. Buah tomat termasuk dalam golongan buah klimakterik. Perbedaan
yang mendasar antara buah klimakterik dan non klimakterik adalah adanya
peningkatan yang tajam dalam respirasi yang ditunjukkan oleh peningkatan
produksi CO2 atau penurunan O2 internal (Santoso dan Purwoko, 1995)
Tomat tidak perlu dipanen pada saat masak di tanaman, karena dapat
masak sempurna setelah dipanen (Pantastico, 1986). Selain itu, buah klimakterik
merupakan kelompok yang rentan terhadap perubahan suhu. Suhu yang
meningkat akan memacu pemasakan produk yang pada akhirnya akan
Pengemasan dan Penyimpanan Dingin
Pengemasan produk hortikultura adalah penempatan komoditas segar ke
dalam satu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutu tetap terjaga atau hanya
mengalami sedikit penurunan dan dapat diterima oleh konsumen akhir dengan
nilai yang tinggi. Sebagian besar kemasan tidak mampu mencegah atau
menghindari buah-buahan dari kerusakan (Sacharow dan Griffin, 1980). Untuk
pengemasan tujuan distribusi atau pembelian dalam partai besar, buah tomat
biasanya ditempatkan pada karton kardus ataupun peti kayu, kemudian untuk
pemasaran melalui supermarket pengemasan yang umum dilakukan pada buah
tomat antara lain dengan, kantung plastik, mika plastik, trayfoam berpenutup
plastik dan kantung berjaring.
Menurut Wills et al. (1989) pengemasan secara umum mampu
meminimalkan susut bobot produk selama pemasaran. Pengemasan modern untuk
produk segar diharapkan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Kemasan harus cukup kuat untuk melindungi produk selama
penanganan, transportasi, dan selama penumpukan.
2. Bahan pembentuknya tidak mengandung bahan kimia yang dapat
berpindah ke produk dan beracun bagi produk dan manusia.
3. Kemasan harus memenuhi syarat-syarat standar penanganan dan
pemasaran baik dalam bobot, ukuran, dan bentuk.
4. Kemasan sebaiknya memungkinkan pendinginan produk secara cepat.
Selanjutnya permeabilitas plastik untuk pertukaran gas juga penting.
5. Kekuatan mekanisnya secara luas tidak terpengaruh oleh kadar air saat
basah atau saat kelembaban tinggi. Kemasan memungkinkan keluarnya
air dari produk atau menghindari dehidrasi produk
6. Keamanan kemasan yang mudah dibuka tutup penting dalam proses
pemasaran.
7. Kemasan harus mampu mencirikan isi.
8. Kemasan memungkinkan keluar masuknya cahaya atau transparan.
10.Kemasan sedapat mungkin memiliki desain yang memudahkan
pembuangan, penggunaan kembali dan daur ulang.
11.Biaya untuk kemasan serendah mungkin tanpa mengurangi fungsi
perlindungannya.
Film yang banyak digunakan sebagai bahan kemasan buah dan sayuran
adalah polyethylene dengan masa jenis rendah. Polyethylene merupakan jenis
plastik yang paling banyak digunakan dalam industri karena sifatnya yang mudah
dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih dan mudah
digunakan sebagai pelapis (Syarief et al., 1989).
Selain pengemasan, penyimpanan pada kondisi yang tepat juga merupakan
suatu hal yang penting bagi produk hortikultura. Tujuan utama penyimpanan
adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi, infeksi penyakit, dan
mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen
(Pantastico, 1986).
Umumnya penyimpanan untuk produk hortikultura ditempatkan pada suhu
yang rendah karena suhu rendah mampu mengurangi laju respirasi, dapat
mengontrol pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat aktivitas
metabolisme jaringan tanaman. Penurunan 10 ºC biasanya memperlambat laju
respirasi hingga 2 atau 3 kali dan penurunan suhu dari 30 – 0 ºC dapat mengurangi
respirasi hingga 1/27 dari normal. Suhu yang optimal dapat digambarkan dengan
penundaan senesen dan mempertahankan kualitas tanpa menyebabkan kerusakan
dari pendinginan atau pembekuan. Suhu akan tergantung pada jenis buah,
permeabilitas plastik yang digunakan dan toleransi buah dengan konsentrasi gas
yang berbeda (Riquelme et al., 1994).
Studi yang dilakukan Javanmardi dan Kubota (2006) menunjukkan bahwa
perkembangan tomat dipengaruhi proses-proses pemasakan dan suhu selama
penyimpanan, yang dapat berdampak buruk terhadap kandungan nutrisi akhir
buah, zat lycopene, dan aktivitas antioksidan dalam tomat. Jumlahnya dapat
berubah signifikan sesuai suhu selama penanganan pasca panen. Penyimpanan
pada suhu 5⁰C terbukti mampu menghambat peningkatan zat lycopene dan
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Darmaga Bogor. Penelitian
dilaksanakan bulan Februari hingga Maret 2011.
Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang akan digunakan adalah tomat varietas Marta yang
diperoleh dari CV Pacet Segar, Cianjur. Tomat yang dipergunakan adalah tomat
pada fase mature green grade B dengan bobot antara 100-150 g. Bahan lain yang
digunakan ialah aquades, NaOH, kantung plastik, plastik polyethylene, dan
trayfoam. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah plastic
sealer, penetrometer, timbangan, timbangan analitik, paku besar, cool storage,
blender, buret, labu erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, pipet ukur, dan peralatan
lain yang mendukung penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis rancangan, Rancangan Tersarang
(nested) 2 faktor, yakni :
1. Suhu penyimpanan sebagai petak utama dan terdiri atas dua taraf yakni :
28ºC dan 12ºC
2. Pengemasan sebagai anak petak dan terdiri atas tiga taraf yakni :
a. Kantung plastik berlubang.
b. Trayfoam berpenutup plastik.
c. Trayfoam terbuka.
Pengemasan dan ulangan tersarang dalam petak utama (suhu). Perlakuan
diulang empat kali. Jumlah satuan percobaan 4 x 2 x 3 = 24 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan terdiri atas empat kemasan. Satu kemasan terdiri atas
dilakukan selama 21 hari dan pengamatan dilakukan setiap 3 hari, sehingga
jumlah hari pengamatan ada 7 kali pengamatan.
Model aditif linier :
Yijk = µ + Mi+ Kk(Mi) + Pj + (M*P)ij + εijk
Keterangan :
Yijk : respon perlakuan suhu penyimpanan ke-i, jenis kemasan
ke-j dan ulangan ke-k
µ : rataan umum
Mi : pengaruh utama penyimpanan suhu ke-i
Kk(Mi) : pengaruh ulangan ke-k dalam penyimpanan suhu ke-i
Pj : pengaruh utama pengemasan pada waktu ke-j
(M*P)ij : pengaruh interaksi antara suhu penyimpanan dan
pengemasan
εijk : galat percobaan
Analisis data
Seluruh data yang diperoleh (kecuali data warna buah) dianalisis
dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA), kemudian jika didapatkan
hasil yang berpengaruh nyata, dilakukan uji lanjut dengan menggunakan
uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 % untuk data
faktor pengemasan (Lampiran 1-4). Penampakan warna buah disajikan
pada Lampiran 5-6. Data warna buah yang merupakan data non parametrik
diolah menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis (Lampiran 7).
Pelaksanaan
Tomat yang digunakan merupakan tomat yang diperoleh dari CV
Pacet Segar dan berada dalam tingkat kematangan mature green. Tomat
yang didapat telah terlebih dahulu melewati tahapan sortasi dan grading
menuju Kampus IPB Darmaga menggunakan mobil berpendingin CV
Pacet Segar yang bersuhu sekitar 7⁰C. Tomat kemudian dikemas tiap
empat buah. Masing-masing perlakuan disimpan pada suhu yang berbeda
yaitu 28ºC dan 12⁰ C. Tomat tersebut disimpan selama 21 hari.
Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak empat kali ulangan.
Pengemasan
Perlakuan pengemasan pada penelitian ini terdiri atas tiga macam model
pengemasan, yaitu :
1. Kantung plastik berlubang.
Kantung plastik yang dipergunakan berukuran 30 cm x 20 cm dan
memiliki enam lubang pada masing-masing sisinya.
2. Trayfoam berpenutup plastik.
Trayfoam yang dipergunakan merupakan trayfoam tipe TR-7 dengan
ukuran 12.5 cm x 12.5 cm x 2 cm kemudian ditutup dengan wrapping
plastic.
3. Trayfoam terbuka.
Trayfoam yang dipergunakan merupakan trayfoam tipe TR-7 dengan
ukuran 12.5 cm x 12.5 cm x 2 cm. Trayfoam dibiarkan terbuka tanpa
penutup.
Pengamatan
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah susut bobot, warna
kulit buah, kelunakan buah, padatan terlarut total, dan total asam tertitrasi.
1. Susut Bobot
Susut bobot dihitung sebagai selisih antara bobot awal dengan
bobot setelah disimpan. Susut bobot dihitung dengan rumus:
Susut bobot 100%
Ba Bb Ba
Keterangan: Ba : Bobot awal buah
2. Warna Kulit Buah
Perubahan warna kulit buah diukur dengan menggunakan indeks
skala warna 1-6 menurut Kader (1992) (Gambar 1). Skala warna 7
digunakan untuk buah yang sudah lewat masak (merah dan keriput).
Gambar 1. Perkembangan Warna Kulit Buah Tomat
(keterangan gambar : 1 = mature green, 2= breaker, 3= turning, 4= pink,
5= light red, 6 = red).
Sumber
:
Setijorini, 2000. 3. Kelunakan BuahPengukuran kelunakan buah dilakukan menggunakan penetrometer
dan dilakukan pada 3 tempat yang berbeda yaitu pangkal, tengah, dan
ujung buah kemudian hasilnya dirata-ratakan dan dinyatakan dalam
mm/102g/5 detik. Semakin tinggi nilai penetrasi yang ditunjukkan oleh
penetrometer semakin lunak buah tersebut.
4. Padatan Terlarut Total (PTT)
Padatan terlarut total diukur dengan hand refracrometer. Buah
tomat dihancurkan dengan blender, kemudian cairan buah yang telah
disaring diteteskan pada prisma refraktometer. Hasil pengukuran dapat
terlihat pada skala yang tertera (⁰Brix).
5. Total asam tertitrasi
Pengukuran kandungan total asam dilakukan dengan cara titrasi
yaitu menghancurkan buah tomat dengan menggunakan blender. Diambil
pasta tomat sebanyak 25 g, disaring, dan dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda tera lalu dikocok dan
phenolphtalein kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N hingga
berubah warna menjadi merah jambu. Kandungan total asam dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Total asam (mg/100 g bahan)
contoh Bobot
100 x BE x fp x NaOH N
x NaOH ml
Keterangan : fp : faktor pengenceran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Bobot
Perlakuan pengemasan memberikan pengaruh nyata terhadap persentase
susut bobot buah, yakni pada hari ketiga setelah perlakuan dan sangat nyata pada
hari 6-21 Hari Setelah Perlakuan (HSP). Sementara perlakuan suhu juga
memberikan pengaruh yang nyata dan sangat nyata pada hampir semua hari
pengamatan, kecuali pada hari ketiga (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai Susut Bobot Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan
Perlakuan
Hari Setelah Perlakuan
3 6 9 12 15 18 21
persen (%)
Pengemasan
Kantung plastik berlubang 0.40b 0.78c 1.07c 1.31c 1.52c 1.76b 1.97b
Trayfoam berpenutup
plastik 0.60ab 1.32b 1.96b 2.67b 3.18b 6.74a 7.27a
Trayfoam terbuka 0.89a 1.89a 2.78a 3.56a 4.23a 4.97a 5.65a
F-Hitung * ** ** ** ** ** **
Suhu
Suhu ruang 0.79 1.67 2.55 3.29 3.80 6.45 7.04
Suhu dingin 0.47 0.99 1.32 1.74 2.15 2.53 2.88
F-Hitung tn ** ** ** ** * *
KK (%) 5.71 4.68 4.13 3.37 19.67 9.80 9.36
Keterangan : Pengolahan data dilakukan dengan transformasi metode x 0.5
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan respon berbeda nyata pada uji lanjut DMRT
tn : tidak nyata pada uji F taraf nyata 0.05 * : nyata pada uji F taraf nyata 0.05 ** : sangat nyata pada uji F taraf nyata 0.01
Interaksi perlakuan pengemasan dan suhu ternyata tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap bobot buah. Nilai persentase susut bobot secara umum
semakin tinggi selama penyimpanan. Nilai rata-rata persentase susut bobot
terendah diperoleh dari perlakuan pengemasan kantung plastik berlubang dan
dan suhu ruang, ini disebabkan buah mengalami kehilangan kandungan air atau
transpirasi. Pada buah tomat, susut bobot berbanding terbalik dengan kelembaban
relatif di dalam film dan secara langsung terkait dengan permeabilitas uap air
(Riquelme et al., 1994). Menurut Santoso dan Purwoko (1995) transpirasi secara
langsung berpengaruh terhadap kehilangan kuantitatif dan kualitatif (layu dan
pengkerutan).
Kelunakan Buah
Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan pengemasan memberikan
pengaruh nyata terhadap nilai kelunakan buah pada 18 HSP sedangkan pada
perlakuan suhu pengaruh masing-masing terlihat nyata pada 12 HSP dan 18 HSP
dan sangat nyata pada 15 HSP dan 21 HSP (Tabel 3). Nilai kelunakan buah
terlihat selalu meningkat hingga hari ke-21, nilai kelunakan terbesar terlihat pada
perlakuan suhu ruang. Suhu yang tinggi dan lama penyimpanan secara langsung
mempengaruhi tingkat respirasi dan transpirasi buah.
Tabel 3. Nilai Kelunakan Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan
Perlakuan
Hari Setelah Perlakuan
3 6 9 12 15 18 21
(mm/102g/5 detik)
Pengemasan
Kantung plastik berlubang
22.34 26.21 31.06 29.67 35.83 38.46a 34.50
Trayfoam berpenutup plastik
26.69 21.75 34.12 31.08 30.46 33.08b 37.50
Trayfoam terbuka 23.58 20.63 38.50 30.46 32.46 38.25a 36.21
F-Hitung tn tn tn tn tn * tn
Suhu
Suhu ruang 25.11 23.86 39.95 36.08 40.97 44.39 42.06
Suhu dingin 23.29 21.86 29.18 24.72 24.86 28.81 30.08
F-Hitung tn tn tn * ** * **
KK (%) 12.69 19.86 16.98 14.64 14.35 11.62 17.09
Keterangan : Pengolahan data dilakukan dengan transformasi metode x 0.5
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan respon berbeda nyata pada uji lanjut DMRT
** : sangat nyata pada uji F taraf nyata 0.01
Transpirasi yang meningkat menyebabkan terjadinya pengkeriputan kulit
atau pelunakan kulit (Eskin et al., 1971). Unsur penyusun dinding sel adalah
pektin, hemiselulosa, selulosa dan beberapa protein. Hilangnya ketegaran dinding
sel secara bertahap adalah akibat perubahan bentuk protopektin tidak terlarut
menjadi pektin terlarut dan bentuk lain (Riquelme et al., 1994). Seiring dengan
terkikisnya dinding sel, pelebaran dinding karena perluasan sel ataupun keduanya
dapat berakibat pada penipisan dinding sel yang dapat dilihat dengan mikroskop
elektron (Hobson dan Davies, 1971).
Burton (1990) dan Riquelme et al. (1994) menyatakan bahwa degradasi
dinding sel selama pemasakan juga diikuti peningkatan aktivitas enzim
pologalakturonase, protopektinase dan pektinesterase. Hal ini kemungkinan
adalah hasil sintesis sebagian besar enzim yang memang terjadi selama proses
pemasakan atau karena kemungkinan hilangnya enzim-enzim yang berfungsi
sebagai penghambat proses pemasakan. Peningkatan pektin terlarut berkorelasi
positif dengan melunaknya tekstur buah-buahan dan sayuran. Pelunakan tekstur
buah-buhan maupun sayuran juga disebabkan dari pemecahan pati dan
polisakarida non pektik lain dalam daging buah, sehingga mengurangi ketegaran
sel.
Padatan Terlarut Total
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata pada
semua perlakuan, baik pengemasan, suhu, maupun kombinasi keduanya.
Berdasarkan Gambar 2 dapat ditunjukkan bahwa secara umum nilai padatan
terlarut total terlihat stabil dari 3 HSP hingga 21 HSP. Nilai padatan terlarut total
terkecil selama penyimpanan diperoleh 3.75 (ºBrix) dan teringgi mencapai 4.75
Gambar 2. Perubahan Nilai Padatan Terlarut Total Tomat selama 21 Hari
Penyimpanan.
Saltveit (2005) menyatakan bahwa Padatan Terlarut Total dan Total Asam
Tertitrasi adalah komponen yang penting terhadap rasa buah, buah dengan kadar
asam dan kandungan gula tertentu akan memiliki rasa yang baik. Secara umum
komponen utama dalam padatan terlarut adalah gula. Semakin masak
buah-buahan maka semakin tinggi kadar gula dan semakin manis rasa buah.
Peningkatan kadar gula yang terjadi selama pemasakan terutama saat
perubahan warna dari hijau menjadi kuning, tetapi apabila terjadi penyimpanan
yang terlalu lama pada seluruh fase pemasakan, kadar gula dalam tomat dapat
menurun (Burton, 1990). Muchtadi (1992) juga menambahkan bahwa pada tomat
selama proses pertumbuhan dan pendewasaan sel kenaikan gula sangat sedikit
atau tidak terjadi.
Total Asam Tertitrasi
Perlakuan pengemasan tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap total
asam tertitrasi kecuali pada 18 HSP. Perlakuan suhu memberikan pengaruh sangat
nyata pada 9 HSP dan 21 HSP (Tabel 4). Kombinasi perlakuan pengemasan dan
suhu penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata pada 3 HSP dan nyata
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
3 6 9 12 15 18 21
ºB
r
ix
Hari Penyimpanan
Kantung plastik berlubang + Suhu ruang
Trayfoam berpenutup plastik + Suhu ruang Trayfoam terbuka + Suhu ruang
Kantung plastik berlubang + Suhu dingin
pada 15 HSP. Total Asam Tertitrasi umumnya mencapai maksimum selama
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Tabel 4. Nilai Total Asam Tertitrasi pada Buah Tomat selama 21 Hari
Penyimpanan
Perlakuan
Hari Setelah Perlakuan
3 6 9 12 15 18 21
(mg/100g bahan)
Pengemasan
Kantung plastik berlubang
421.12 304.64 305.28 278.40 271.36 288.64a 252.80 Trayfoam berpenutup
plastik
341.76 293.12 320.64 259.84 280.96 296.96a 240.00
Trayfoam terbuka 396.16 334.08 297.60 325.76 263.04 240.00b 257.92
F-Hitung tn tn tn tn tn * tn
Suhu
Suhu ruang 395.09 307.20 251.73 259.41 252.59 250.45 216.32
Suhu dingin 377.60 314.03 363.95 316.59 290.99 299.95 284.16
F-Hitung tn tn ** tn tn tn **
Pengemasan dan Suhu
Kantung plastik berlubang + Suhu ruang
345.60c 326.40 263.68 282.88 273.92ab 272.64 208.64
Trayfoam berpenutup plastik + Suhu ruang
386.56bc 290.56 254.72 240.64 264.96ab 264.96 200.96
Trayfoam terbuka + Suhu ruang
453.12ab 304.64 236.80 254.72 218.88b 213.76 239.36
Kantung plastik
berlubang + Suhu dingin
496.64a 282.88 346.88 273.92 268.80ab 304.64 296.96
Trayfoam berpenutup plastik+ Suhu dingin
292.86c 307.20 385.02 325.63 319.49a 327.68 277.50
Trayfoam terbuka+ Suhu dingin
360.11bc 366.93 351.57 358.40 273.07ab 247.47 278.19
F-Hitung ** tn tn tn * tn tn
KK (%) 17.43 13.86 11.74 9.50 11.25 13.60 13.66
Keterangan : Pengolahan data dilakukan dengan transformasi metode x 0.5
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan respon berbeda nyata pada uji lanjut DMRT
Pada peubah Total Asam Tertitrasi baru dapat terlihat adanya interaksi
antara perlakuan pengemasan dan suhu. Interaksi antara pengemasan dan suhu
berpengaruh sangat nyata pada 3 HSP dan nyata pada 15 HSP. Adanya interaksi
antara kedua perlakuan diperjelas dengan adanya garis yang berpotongan pada
Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 3. Interaksi Perlakuan Pengemasan dan Suhu pada Hari Ketiga setelah
Penyimpanan.
Gambar 4. Interaksi Perlakuan Pengemasan dan Suhu pada Hari Kelima Belas
Hobson dan Davies (1971) menyatakan bahwa kandungan asam pada
tomat masak terutama terdiri dari asam sitrat dan asam malat. Perubahan total
asam tertitrasi umumnya dihubungkan dengan perubahan kadar asam sitrat atau
disertai juga perubahan kadar asam malat. Keduanya akan terus-menerus
meningkat selama pematangan dan pemasakan, yakni mulai dari tomat berwarna
merah jambu hingga warna sempurna, kemudian menurun. Varietas tomat juga
secara nyata memberikan keragaman pada nilai Total Asam Tertitrasi.
Warna Kulit Buah
Hasil analisis uji non parametrik Kruskall-Wallis (Lampiran 7)
menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada 9 HSP dan 12 HSP serta
nyata pada 6, 15, dan 21 HSP. Ameriana (1995) menyatakan bahwa warna buah
dan rasa manis menempati peringkat pertama yang paling diperhatikan konsumen
dalam membeli buah tomat. Warna kulit buah tomat ini secara umum mengalami
peningkatan sejalan dengan lama penyimpanan. Perubahan warna disebabkan oleh
hilangnya klorofil, sintesis likopen, sintesis karoten dan sintesis antosianin. Pada
tiap komoditas, tipe perubahan warna dapat disebabkan oleh satu atau banyak
kombinasi proses-proses tersebut (Burton, 1990). Selama proses senesen
hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan dan atau munculnya pigmen
kuning hingga merah (karotenoid) (Santoso dan Purwoko, 1995). Sintesis
karotenoid terjadi bersamaan dengan degradasi klorofil. Pengamatan warna kulit
buah merupakan uji non dekstruktif yang menggunakan sampel yang sama hingga
hari akhir pengamatan (21 HSP).
Skor warna tertinggi yang diperoleh hingga akhir pengamatan berada pada
kisaran warna antara pink-light red, hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Hamaisa (2005) bahwa tomat yang diberi perlakuan beberapa jenis
garam, yaitu CaCl2, MgCl2, dan SrCl2 dan disimpan selama 24 hari ternyata juga
memiliki skor warna akhir pada fase pink-light red. Dilihat dari skor warna kulit
buah (Gambar 5) telihat pada perlakuan pengemasan trayfoam berpenutup plastik
dengan suhu dingin 12ºC memiliki peningkatan skor warna terendah hingga akhir
Gambar 5. Skor Warna Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan
Saltveit (2005) menyatakan bahwa suhu memiliki efek yang sangat
berpengaruh pada sintesis pigmen. Suhu yang optimal adalah 16-21ºC. Suhu lebih
dari 30ºC secara signifikan mengurangi kadar lycopene dan sintesis karoten. Pada
beberapa kultivar akan terbentuk buah yang kuning karena sintesis lycopene
menurun lebih cepat dibandingkan sintesis karoten, sementara yang lain
kehilangan klorofil dapat dihambat sehingga buah akan berwarna hijau sebagian.
PROSEA (1994) menyatakan hal ini menjadi alasan utama bahwa tomat yang
tumbuh di daerah tropis panas cenderung memiliki warna merah pucat atau
kekuningan dan kurang rasa.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
0 3 6 9 12 15 18 21
S
k
o
r
W
a
r
n
a
Hari Penyimpanan
Kantung plastik berlubang + Suhu ruang
Trayfoam berpenutup plastik + Suhu ruang Trayfoam terbuka + Suhu ruang
Kantung plastik berlubang + Suhu dingin
Trayfoam
KESIMPULAN
Perlakuan kantung plastik berlubang mampu menghambat susut bobot.
Perlakuan trayfoam berpenutup plastik dan penyimpanan pada suhu dingin
menghambat perubahan warna kulit buah. Penghambatan pemasakan lebih
konsisten disebabkan oleh penyimpanan pada suhu 12ºC. Buah tomat dapat
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta. 485 hal.
Ameriana, M. 1995. Pengaruh “petunjuk kualitas’ terhadap persepsi konsumen mengenai kualitas tomat. Bul. Penel. Hort. 27(4) : 8-14.
Bartz, J.A. 1993. Postharvest Diseases and Disorders of Tomato Fruits.In J.B. Jones.J.P. Jones. R.E Stall and T.A. Zitter (Eds). Compendium of Tomato Diseases, second edition. APS Press, Minnesota USA.
Burton, W.G. 1990. Postharvest Physiology of Food Crops. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Ditjen Hortikultura. http://hortikultura.deptan.go.id/. Diakses pada 18 Agustus 2011.
Eskin, N.A.M, H.M.Handerson, and R.J. Townsend. 1971. Biochemistry of Foods. Academic Perss. New York.
Hamaisa, A. 2005. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Garam terhadap Kualitas Tomat (Lycopersicon esculentum) di Dataran Tinggi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Harjadi, S.S. dan H. Sunarjono. 1990. Budidaya tomat, hal 1-26. Dalam S.S. Harjadi (Ed). Dasar-Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hobson, G.E and J.N. Davies. 1971. The Tomato. In A.C. Hulme (Ed) The Biochemistry of Fruits and their Products. Academic Press. New York.
Javanmardi, J and C. Kubota. 2006. Variation of lycopene, antioxidant activity, total soluble solids, and weight loss of tomato during postharvest
storage. J.Post. Bio. Tech. 41:151-155.
Kader, A.A. 1992. Postharvest biology and technology. In Kader, A.A. (Ed). Postharvest Technology and Horticultural Crops (Second edition). University of California. California.
Muchtadi, D. 1988. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. (Diterjemahkan oleh Kamariyani; editor G. Tjitrosoepomo). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
PROSEA. 1994. Plant Resources of South-East Asia 8. Vegetables. J.S. Siemonsma and Kasem Piluek (Eds). Bogor.
Riquelme, F; M.T. Pretel; G. Martinez; M. Serrano; A. Amoros; and F. Romojaro. 1994. Packaging of Fruits and Vegetables : Recent Results. In Mathlouthi, M (Ed). Food Packing and Preservation. Blackie Academic and Professional. London.
Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. Sayuran Dunia 3 Prinsip Produksi dan Gizi. Edisi Kedua. ITB. Bandung.
Sacharow. S. and R.C. Griffin. 1980. Principles of Food Packing. The AVI Publishing. Co.Inc. Westport. Connecticut.
Sakti, G.A.W. 2010. Kajian Perubahan Suhu Dalam Kemasan Berventilasi Untuk Komoditas Hortikultura Studi Kasus Kemasan Karton (Corrugated Box) Dengan Komoditas Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Saltveit, M.E. 2005. Fruit Ripening and Friut Quality. In Heuvenlik Ep (Ed). Tomatoes. CABI Publishing. Wageningen University. The Natherlands.
Santoso, B.B. dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. AUSAID.
Setijorini, L.D. 2000. Aplikasi Poliamin Prapanen untuk Mempertahankan Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Syarief, R., S. Santausa, S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Wills, R.B.H; W.B. McGlasson; D.Graham;T.H. Lee and E.G. Hall . 1989.
Postharvest an Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. An Avi Book, Reinhold. New York.
Data setelah ditransformasi
HSP Sumber Db JK KT F-Hit Pr>F KK
3 Suhu
Data setelah ditransformasi
HSP Sumber Db JK KT F-Hit Pr>F KK
3 Suhu
Data setelah ditransformasi
HSP Sumber Db JK KT F-Hit Pr>F KK
9 Suhu
Lampiran 5. Penampakan Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan pada
Perlakuan Suhu Ruang.
HSP PERLAKUAN
Kantung Plastik Trayfoam Tanpa Kemasan 0
3
6
9
12
18
Lampiran 6. Penampakan Buah Tomat selama 21 Hari Penyimpanan pada
Perlakuan Suhu Dingin.
HSP Perlakuan
Kantung Plastik Trayfoam Tanpa Kemasan 0
3
6
9
12
18
Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Pengemasan dan Suhu Simpan terhadap Warna Kulit Buah.
Hari Perlakuan N Median Ave Rank Z H DF P
3 Kantung Plastik + Suhu Ruang 4 1.5 15.9 1.05 5.37 5 0.373
Trayfoam + Suhu Ruang 4 1.25 13 0.15
Tanpa Kemasan + Suhu Ruang 4 1.375 14.3 0.54
Kantung Plastik + Suhu Dingin 4 1.25 15.4 0.89
Trayfoam + Suhu Dingin 4 1 6.3 -1.94
Tanpa Kemasan + Suhu Dingin 4 1.125 10.3 -0.7
6 Kantung Plastik + Suhu Ruang 4 2.5 20.8 2.56 13.39 5 0.02
Trayfoam + Suhu Ruang 4 1.875 13.9 0.43
Tanpa Kemasan + Suhu Ruang 4 2 14.5 0.62
Kantung Plastik + Suhu Dingin 4 1.875 13.9 0.43
Trayfoam + Suhu Dingin 4 1.125 4.1 -2.59
Tanpa Kemasan + Suhu Dingin 4 1.375 7.9 -1.43
9 Kantung Plastik + Suhu Ruang 4 3.75 22 2.94 16.78 5 0.005
Trayfoam + Suhu Ruang 4 2.5 13 0.15
Tanpa Kemasan + Suhu Ruang 4 2.875 16.1 1.12
Kantung Plastik + Suhu Dingin 4 2.375 12.9 0.12
Trayfoam + Suhu Dingin 4 1.25 3.5 -2.79
Tanpa Kemasan + Suhu Dingin 4 1.625 7.5 -1.55
12 Kantung Plastik + Suhu Ruang 4 3.875 22.3 3.02 18.35 5 0.003
Trayfoam + Suhu Ruang 4 3 11 -0.46
Kantung Plastik + Suhu Dingin 4 3 11.6 -0.27
Trayfoam + Suhu Dingin 4 1.875 3.8 -2.71
Tanpa Kemasan + Suhu Dingin 4 2.625 8 -1.39
15 Kantung Plastik + Suhu Ruang 4 3.875 19.3 2.09 13.22 5 0.021
Trayfoam + Suhu Ruang 4 3.75 16.8 1.32
Tanpa Kemasan + Suhu Ruang 4 3.75 14.9 0.74
Kantung Plastik + Suhu Dingin 4 3.5 12.1 -0.12
Trayfoam + Suhu Dingin 4 2.25 3.6 -2.75
Tanpa Kemasan + Suhu Dingin 4 2.875 8.4 -1.28
18 Kantung Plastik + Suhu Ruang 4 4 16.6 1.28 6.79 5 0.237
Trayfoam + Suhu Ruang 4 3.75 14.1 0.5
Tanpa Kemasan + Suhu Ruang 4 3.75 11.5 -0.31
Kantung Plastik + Suhu Dingin 4 4 16.9 1.36
Trayfoam + Suhu Dingin 4 3.25 6.6 -1.82
Tanpa Kemasan + Suhu Dingin 4 3.625 9.3 -1.01
21 Kantung Plastik + Suhu Ruang 4 4 11.8 -0.23 11.78 5 0.038
Trayfoam + Suhu Ruang 4 3.875 12.4 -0.04
Tanpa Kemasan + Suhu Ruang 4 3.75 8.3 -1.32
Kantung Plastik + Suhu Dingin 4 4.5 21.4 2.75
Trayfoam + Suhu Dingin 4 3.375 6 -2.01
Latar Belakang
Tanaman tomat merupakan sayuran yang banyak diusahakan di Indonesia
secara komersial. Tomat digolongkan sebagai sayuran dataran tinggi, karena
kualitas baik hanya dicapai pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Di
dataran tinggi pembentukan buah baik dan serangan layu bakteri berkurang.
Walaupun demikian tomat tetap dapat diusahakan di dataran rendah. Di dataran
rendah umumnya tomat diusahakan dalam skala kecil dengan menggunakan
varietas lokal yang memiliki toleransi yang baik pada keadaan setempat, namun
hasilnya kurang memuaskan. Beberapa pengusaha mengusahakan tomat dengan
teknik hidroponik untuk tujuan pemasaran ke swalayan atau hotel-hotel dan
restoran khusus (Harjadi dan Sunarjono, 1990).
Tingginya permintaan buah tomat dan kemajuan bidang pengolahan
terbukti mampu meningkatkan pasar tomat. Sebagian besar produksi tomat
Indonesia masih diserap untuk pemenuhan pasar lokal dan secara terbatas
diekspor ke beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei
Darussalam. Produksi tomat nasional terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2010 tercatat produksi tomat di Indonesia mencapai 891616 ton, meningkat 4.52
persen dari tahun 2009 sebanyak 853061 ton (Ditjen Horti, 2011).
Sayuran dan buah-buahan umumnya memiliki kadar air yang tinggi, tetapi
rendah dalam kandungan protein dan lemak. Komposisi setiap jenis sayuran dan
buah-buahan berbeda-beda tergantung pada varietas, cara panen, pemeliharaan
tanaman, keadaan iklim tempat tumbuh, tingkat kematangan, kondisi selama
pematangan dan ruang penyimpanan. Kadar air sayuran dan buah-buahan
umumnya lebih tinggi dari 70 %, bahkan ada juga yang lebih tinggi dari 85 %.
Umumnya kandungan protein tidak lebih dari 3.5 % dan lemak tidak lebih dari 0.5
%. Dari segi gizi, umumnya sayuran dan buah-buahan tidak digolongkan sebagai
sumber protein dan lemak namun mengandung vitamin dan mineral (Muchtadi,
1992), kadar air sangat menentukan kualitas sayuran dan buah-buahan. Buah
tomat memiliki kadar air mencapai 94% dari total bobot. Kadar air yang tinggi
Menurut Sacharow dan Griffin (1980) berdasarkan bentuk dan tingkat
kerusakan tomat digolongkan dalam buah keras yang cenderung lebih tahan
terhadap kerusakan penanganan, dan rendah tingkat respirasinya. Umumnya tomat
dikemas menggunakan tray terbuka atau styrofoam dan plastik. Kemasan yang
tidak tepat dapat mempercepat pembusukan, namun kemasan juga dapat berfungsi
untuk melindungi terhadap risiko kontaminasi, kerusakan dan kehilangan
kelembaban. Terlalu banyak penghalang uap air akan menyebabkan kelembaban
relatif terlalu tinggi dalam kemasan dan menyebabkan pembusukan dipercepat
karena mikroorganisme atau pemisahan kulit pada beberapa buah.
Menurut Burton (1990), suatu bahan tanaman yang telah dipanen dapat
terus hidup (sampai tahap tertentu) jika membran sel dan enzim tetap berfungsi,
dan hal ini sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan atau suhu simpan. Terdapat
ambang batas suhu maksimum dan minimum yang berbeda untuk masing-masing
bahan tamanan. Pada tiap tanaman sebenarnya telah berkembang mekanisme
pelindung untuk mengatasi suhu dingin. Namun beberapa spesies dari daerah
tropis seperti tomat, tidak dapat mentoleransi pembekuan dan dapat terserang
chilling injury pada suhu dingin lingkungan (0-12⁰C) (Zhao et al., 2009). Tempat
penyimpanan idealnya memiliki pendingin. Penyimpanan dingin dapat
mempertahankan mutu. Penyimpanan dingin pada suhu yang optimum disertai
kelembaban tinggi merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang umur
simpan. Pendinginan akan memperlambat respirasi, pematangan, penuaan, dan
pengeluaran panas (Pantastico, 1986). Suhu yang direkomendasikan pada
penyimpanan dingin tomat matang adalah 7-10⁰C (Bartz, 1993).
Tujuan
1. Mengetahui pengaruh suhu simpan dan jenis kemasan yang berbeda
terhadap daya simpan dan kualitas buah tomat.
Hipotesis
1. Terdapat suhu simpan terbaik untuk menjaga daya simpan dan kualitas
buah tomat.
2. Terdapat metode pengemasan terbaik pada masing-masing suhu simpan.
3. Terdapat kombinasi perlakuan terbaik antara suhu simpan dan jenis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Tomat
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus
Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus
sempit yang terdiri atas enam spesies tumbuhan herba lunak yang hidup menahun.
Sub genus Eulycopersicon beranggotakan dua spesies berbuah merah, yaitu L.
esculentum dan L. pimpinellifolium. Sub genus Eriopersicon yang beranggotakan
empat spesies berbuah hijau, yaitu L. cheesmanii, L. glandulosum, L. hirsutum,
dan L. peruvianum. L. pimpinellifolium yang tumbuh liar sering digunakan
sebagai bahan silangan L. esculentum untuk mendapatkan resistensi terhadap
penyakit-penyakit tertentu (Harjadi dan Sunarjono, 1990).
Tomat merupakan herba tahunan, tingginya dapat mencapai 2 m atau
lebih. Akar tanaman tomat merupakan akar tunggang yang kuat, yakni sekitar 0,5
m atau lebih ke dalam tanah, akar lateral yang padat dan adventif. Batangnya
keras, berbulu kasar, dan terdapat kelenjar. Daun tomat ditutupi (kelenjar)
rambut, serta menghasilkan aroma yang khas dan spesifik (PROSEA, 1994).
Bunga tomat termasuk hermafrodit, dengan 5 buah kelopak berwarna hijau
berbulu, 5 buah daun mahkota berwarna kuning yang bagian dasarnya menyatu,
sedangkan bagian atasnya meruncing menyebar, seolah-olah menyerupai bintang.
Alat kelamin terdiri alat benangsari (stamen) yang mengembang menjadi sebuah
sarung dan membalut sebuah putik (pistil). Tangkai sari pendek sekali, sehingga
hanya tampak sebagai sebuah kantong sari saja. Kantong sari tersebut mempunyai
12 alur, hingga bentuknya seperti granat. Kedudukan kantong sari kadang-kadang
sama tingginya dengan kepala putiknya (stigma), tetapi kadang-kadang kepala
putiknya lebih tinggi dibanding kantong sarinya, tergantung varietas. Tepung sari
(pollen) terdapat di kantong bagian dalam (theca). Tepung sari bersifat kering,
sehingga setelah matang, pada hari yang cerah, dapat keluar dari kantong dengan
mudah (Harjadi dan Sunarjono, 1990).
Dalam keadaan cuaca kering, apabila putiknya dicabut, tepungsari mudah
dikeluarkan dari kantong untuk tujuan penyilangan. Pada jenis tomat liar,
menyebabkan tanaman tomat dapat melakukan penyerbukan silang. Varietas
komersial umumnya menyerbuk sendiri. Pada cuaca kering kemungkinan
terjadinya penyerbukan silang lebih besar dibandingkan pada cuaca basah atau
lembab. Pada suhu terlalu dingin kepala putik kadang-kadang tidak dapat
memanjang, sehingga penyerbukan yang terlaksana secara kontak, tidak
berlangsung. Bakal buah atau ovary terletak di atas dasar buah (superior), dengan
banyak ruangan dan mempunyai bakal biji (ovule) banyak. Pembuahan terjadi
50-96 jam setelah penyerbukan dan pemasakan buah terjadi 42-50 hari setelah
anthesis atau bunga mekar (Harjadi dan Sunarjono, 1990).
Buah tomat adalah buah buni (beri) berdaging, permukaannya agak
berbulu ketika masih muda, tetapi halus ketika matang. Buah sebagian besar
kultivar berbentuk bundar, bentuk lain adalah memanjang, plum dan pir. Warna
buah matang biasanya merata adalah merah, merah jambu, jingga muda, jingga,
kuning, atau belum berwarna. Warna merah disebabkan oleh pigmentasi likopen,
warna kuning disebabkan karotenoid. Warna pertengahan disebabkan oleh
perbedaan nisbah pigmen ini dalam kombinasi dengan warna kulit buah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Perubahan Selama Periode Pemasakan Buah
Buah tomat akan mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik
maupun kimia, seiring dengan proses pemasakannya. Menurut Wills et al. (1989)
perubahan yang umum terjadi antara lain :
1. Perubahan warna
Warna adalah perubahan yang paling nyata yang terjadi pada buah
dan merupakan kriteria utama yang paling sering digunakan oleh
konsumen untuk menentukan kematangan buah. Yang paling umum
terjadi adalah hilangnya warna hijau akibat degradasi struktur klorofil.
Tabel 1. Perkembangan warna kulit buah tomat
Sumber : Kader, 1992.
2. Pemecahan karbohidrat
Pemecahan polimer karbohidrat merupakan perubahan kuantitatif
terbesar yang berkaitan dengan pemasakan, terutama konversi pati menjadi
gula. Hal ini memiliki efek ganda yakni mengubah rasa dan tekstur buah
tomat.
3. Penurunan asam organik
Biasanya asam organik menurun selama pemasakan karena
respirasi atau berubah menjadi gula. Asam dapat dianggap sebagai sumber
cadangan energi untuk buah, oleh karena itu diharapkan menurun lebih
besar selama aktivitas metabolik dibandingkan selama proses pematangan.
Warna Buah Keterangan
Mature green atau fase hijau
Breakers atau fase masak hijau
Turning atau fase pecah warna
Pink termasuk fase matang
Light red fase matang
4. Perubahan komposisi nitrogen
Perubahan unsur utama nitrogen menunjukkan variasi dalam
aktivitas metabolik selama fase pertumbuhan yang berbeda. Selama fase
klimakterik buah-buahan, terjadi banyak penurunan asam amino bebas dan
mencerminkan adanya peningkatan aktivitas sintesis protein.
5. Perubahan aroma
Aroma memainkan peran penting dalam penilaian kualitas paling
optimal buah yang layak konsumsi. Hal ini disebabkan sintesis banyak
senyawa organik yang mudah menguap (volatil) selama fase pematangan.
Pola Respirasi Tomat
Setelah panen, bahan pangan hasil pertanian secara fisiologis masih hidup.
Proses ini berlangsung dengan menggunakan persediaan cadangan makanan yang
ada, yaitu substrat yang terakumulasi selama pertumbuhan dan pemasakan. Hal ini
berarti setelah panen buah-buahan masih melakukan proses respirasi dan proses
metabolisme lainnya. Proses metabolisme ini terus berlangsung dan selalu
mengakibatkan perubahan yang akhirnya menyebabkan kerusakan.
Menurut Pantastico (1986), laju respirasi merupakan petunjuk yang baik
untuk mengetahui daya simpan buah setelah pemanenan. Intensitas respirasi
dianggap sebagai laju jalannya metabolisme, sehingga sering dianggap sebagai
petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Menurut Kalman (1985), pola
respirasi buah dibagi dalam dua kelompok, yaitu buah klimakterik dan non
klimakterik. Buah tomat termasuk dalam golongan buah klimakterik. Perbedaan
yang mendasar antara buah klimakterik dan non klimakterik adalah adanya
peningkatan yang tajam dalam respirasi yang ditunjukkan oleh peningkatan
produksi CO2 atau penurunan O2 internal (Santoso dan Purwoko, 1995)
Tomat tidak perlu dipanen pada saat masak di tanaman, karena dapat
masak sempurna setelah dipanen (Pantastico, 1986). Selain itu, buah klimakterik
merupakan kelompok yang rentan terhadap perubahan suhu. Suhu yang
meningkat akan memacu pemasakan produk yang pada akhirnya akan
Pengemasan dan Penyimpanan Dingin
Pengemasan produk hortikultura adalah penempatan komoditas segar ke
dalam satu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutu tetap terjaga atau hanya
mengalami sedikit penurunan dan dapat diterima oleh konsumen akhir dengan
nilai yang tinggi. Sebagian besar kemasan tidak mampu mencegah atau
menghindari buah-buahan dari kerusakan (Sacharow dan Griffin, 1980). Untuk
pengemasan tujuan distribusi atau pembelian dalam partai besar, buah tomat
biasanya ditempatkan pada karton kardus ataupun peti kayu, kemudian untuk
pemasaran melalui supermarket pengemasan yang umum dilakukan pada buah
tomat antara lain dengan, kantung plastik, mika plastik, trayfoam berpenutup
plastik dan kantung berjaring.
Menurut Wills et al. (1989) pengemasan secara umum mampu
meminimalkan susut bobot produk selama pemasaran. Pengemasan modern untuk
produk segar diharapkan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Kemasan harus cukup kuat untuk melindungi produk selama
penanganan, transportasi, dan selama penumpukan.
2. Bahan pembentuknya tidak mengandung bahan kimia yang dapat
berpindah ke produk dan beracun bagi produk dan manusia.
3. Kemasan harus memenuhi syarat-syarat standar penanganan dan
pemasaran baik dalam bobot, ukuran, dan bentuk.
4. Kemasan sebaiknya memungkinkan pendinginan produk secara cepat.
Selanjutnya permeabilitas plastik untuk pertukaran gas juga penting.
5. Kekuatan mekanisnya secara luas tidak terpengaruh oleh kadar air saat
basah atau saat kelembaban tinggi. Kemasan memungkinkan keluarnya
air dari produk atau menghindari dehidrasi produk
6. Keamanan kemasan yang mudah dibuka tutup penting dalam proses
pemasaran.
7. Kemasan harus mampu mencirikan isi.
8. Kemasan memungkinkan keluar masuknya cahaya atau transparan.