• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang"

Copied!
224
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI

DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL

KABUPATEN PEMALANG

WALUYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ”Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Nopember 2006

(3)

ABSTRAK

WALUYO, Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang. Dibimbing oleh SUMARDJO sebagai ketua, YUSMAN SYAUKAT sebagai anggota komisi pembimbing.

Usaha kecil mempunyai peran yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Dalam krisis ekonomi, usaha mikro dan kecil terbukti lebih tahan dibandingkan usaha menengah dan besar, dapat menjadi sarana pemerataan kesejahteraan rakyat melalui terciptanya lapangan kerja dan investasi.

Permasalahan yang dihadapi oleh para pengusaha mikro konveksi adalah masalah permodalan, akses bahan baku, akses teknologi, jaringan kerja sama, pemasaran dan sumberdaya manusia. Penyusunan rancangan strategi dan program pemberdayaan pengusaha mikro konveksi secara partisipatif.

Tujuan kajian ini adalah mengidentifikasi permasalahan usaha mikro konveksi dalam hal permodalan, akses bahan baku, akses teknologi, jaringan kerja sama dan pemasaran serta sumberdaya manusia. Menyusun rancangan strategi dan rancangan program pengembangan usaha mikro konveksi secara partisipatif.

Kajian pengembangan masyarakat dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu pemetaan sosial, evaluasi program, kajian pengembangan masyarakat dengan fokus kajian merancang strategi dan program pemberdayaan pengusaha mikro konveksi dalam meningkatkan keberdayaannya.

Metode kajian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam dan FGD. Permasalahan diidentifikasi dengan analisis deskriptif dan ditentukan masalah prioritas, rancangan strategi dengan analisis SWOT, penyusunan program dilaksanakan bersama komunitas pengusaha mikro konveksi dalam forum FGD dengan menggunakan analisis deskriptif.

(4)

WALUYO, Micro Entrepreneur of Convection Empowerment in Village of Purwoharjo of Comal subdistrict of Pemalang Regency. Under the direction of SUMARDJO and YUSMAN SYAUKAT.

Small industry have been playing the important role in national economics. In the economics crisis , micro and small enterprises have proven that its could more survive compared to a big and middle enterprises. Its could become the way of equitability of people prosperity through creating employment and investment

Problems faced by all micro entrepreneur of convection are capital problem, access to the raw material, access of the technology, networking, marketing and human resources. The other problem is how to compile design of strategy and program the micro enterprises of convection development participatively.

This research objectives are identify the micro enterprises of convection problems in the case of capital, access to the raw material, access the technology, networking, marketing and human resources. Compiling strategy design and program of the micro enterpreneurs of convection development participatively.

The Community Development Research executed in three phase, there are social mapping, evaluate the program and community development research with the focus of study is designing the strategy and program of the micro entrepreneur of convection empowerment in improving his powered.

Research method used is qualitative method. Technique of qualitative data collecting used are observation, in depth interview and Focus Group Discussion (FGD). Problems identified with the descriptive analysis and determined by a priority problem, strategy device is analyzed with the SWOT analysis, program compilation executed with the micro entrepreneurs of convection community in FGD forum by using descriptive analysis.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya

(6)

KABUPATEN PEMALANG

WALUYO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tugas Akhir

Nama Mahasiswa NRP

:

: :

Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang

WALUYO A 154050175

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sumardjo, MS Ketua

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Tanggal Ujian : 6-11-2006

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya Penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Insititut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengembangan Masyarakat. Kajian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional dengan judul Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat adalah “ Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang”.

Berkenaan dengan penyusunan Kajian Pengembangan Masyarakat tersebut Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr.Ir. Sumardjo, MS dan Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan saran dalam penyusunan kajian ini.

2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat IPB-STKS dan Para staf pengajar pada Program Studi Pengembangan Masyarakat IPB-STKS.

3. Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Ec selaku Penguji luar komisi.

4. Dr. Marjuki, M.Sc selaku Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia.

5. Kepala Diperindagkop Kabupaten Pemalang, Kepala BPS Kabupaten Pemalang, Camat Comal, Lurah Purwoharjo dan Para pengusaha mikro konveksi di dusun Serdadi Kelurahan Purwoharjo yang telah memberikan bantuan dan informasi sebagai bahan kajian.

6. Istri, anakku tercinta serta orang tuaku yang telah memberikan dukungan moral dan material kepada penulis.

7. Para Pihak yang tidak dapat Kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan kajian ini.

Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang akan meneliti lebih lanjut, Pemda Kabupaten Pemalang serta para pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo.

Bogor, Nopember 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karanganyar Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 30 Desember 1977 dari pasangan Bapak Rakijo / Karyadi dan Ibu Warsini (almarhumah) sebagai anak keempat dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SD Negeri Gerdu 1 pada tahun 1990, SMP Negeri 1 Karanganyar pada tahun 1993, SMA Negeri 1 Karanganyar pada tahun 1996, dan STPDN Jatinangor pada tahun 2000.

Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Sekretariat Daerah Kabupaten Pemalang. Pada bulan Agustus 2005 Penulis mendapatkan beasiswa dari Departemen Sosial untuk mengikuti pendidikan S2 Program Studi Pengembangan Masyarakat, kerjasama IPB – STKS.

(10)

ix

Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN ...

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah... 1.3 Tujuan... 1.4 Kegunaan ...

II. KERANGKA KAJIAN

2.1 Usaha Mikro dan Usaha Kecil ... 2.2 Pemberdayaan... 2.3 Pengembangan Kapasitas... 2.4 Kerangka Berpikir ... 2.5 Definisi Operasional ...

III. METODE KAJIAN

3.1 Batas-batas Kajian... 3.2 Tempat dan Waktu Kajian... 3.3 Metode Pengumpulan Data...

3.3.1 Sumber Data... 3.3.2 Responden dan Cara Pemilihan... 3.4 Metode Analisis Data ... 3.5 Rancangan Penyusunan Program ...

IV. PETA SOSIAL KOMUNITAS.

4.1 Lokasi... 4.2 Kependudukan... 4.3 Aspek Perekonomian... 4.4 Struktur Komunitas... 4.5 Organisasi dan Kelembagaan... 4.5.1 Kelembagaan... 4.5.2 Organisasi... 4.6 Sumberdaya lokal...

(11)

x

V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS

5.1 Bantuan Modal ... 5.1.1 Dari BUMN... 5.1.2 Dari Diperindag Provinsi Jawa Tengah ... 5.2 Sosialisasi HAKI dan bantuan Pendaftaran Hak Merk & TDI ... 5.2.1 Perkembangan... 5.2.2. Pengembangan Modal Sosial... 5.2.3 Kebijakan dan Perencanaan Sosial...

VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1 Permasalahan Pengusaha Mikro Konveksi... 6.1.1 Sumberdaya Manusia ... 6.1.2 Teknologi... 6.1.3 Permodalan... 6.1.4 Pengadaan Bahan Baku... 6.1.5 Pemasaran... 6.1.5.1 Pemasaran ... 6.1.5.2 Pendapatan... 6.1.6 Jaringan Kerja Sama ... 6.2 Prioritas Permasalahan... 6.3 Evaluasi KPPJ ... 6.3.1 Kelemahan... 6.3.2 Kelebihan...

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI

7.1 Analisis Lingkungan Usaha... 7.1.1 Faktor Internal... 7.1.1.1 Kekuatan... 7.1.1.2 Kelemahan... 7.1.2 Faktor Eksternal... 7.1.2.1 Peluang... 7.1.2.2 Tantangan... 7.2 Rancangan Strategi Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi.. 7.2.1 Strategi Pengembangan Permodalan... 7.2.2 Strategi Pengembangan Jaringan Kerjasama... 7.2.3 Strategi Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia... 7.3 Rancangan Program...

7.3.1 Program Revitalisasi Organisasi ... 7.3.2 Kemitraan dengan Pedagang Pedagang Pakaian... 7.3.3 Pelatihan Partisipatif...

(12)

xi

7.1 Kesimpulan... 7.2 Rekomendasi...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN – LAMPIRAN...

74 74

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Jadual Pelaksanaan Kajian Pemberdayaan Pengusaha Mikro

Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Matriks Pengumpulan Data Penelitian di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Jarak Kelurahan Purwoharjo dengan Pusat Pertumbuhan ... Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo Menurut Jenis Kelamin

Tahun 2005 ... Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo Menurut Tingkat

PendidikanTahun 2005 ... Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo Menurut Mata Pencaharian

Tahun 2005 ... Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo Menurut Kelompok Usia

Tenaga Kerja Tahun 2005 ... Penyaluran Kredit BUMN kepada Pengusaha Mikro Konveksi

Kelurahan Purwoharjo Tahun 2003 ... Jumlah Tenaga Kerja menurut Status (Dalam Keluarga atau Luar Keluarga) dari 9 Kasus Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Jumlah Alat Produksi dari 9 Kasus Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Biaya Produksi diluar Bahan Baku 9 Kasus Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Tempat Pembelian, Jenis Produk, Cara Pembayaran, Bahan Baku 9 Kasus Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Pembelian Bahan Baku 9 Kasus Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Tujuan Pemasaran Produk, Cara Pengiriman dan Cara Pembayaran dari 9 Kasus Pengusaha Mikro Konveksi Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Penjualan Produksi Konveksi / minggu 9 Kasus Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Perhitungan Pendapatan tiap Minggu 9 Kasus Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Matriks Analisis SWOT Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... Kerangka Kerja Logis Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ...

(14)

xiii

Halaman 1

2

3

Kerangka Berpikir Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006... Diagram Alir (sebab akibat) Keterkaitan Antar Masalah

Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo... Kerangka Alur Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo...

14

56

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Sketsa Kelurahan Purwoharjo ... 2. Kuisioner Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan

Purwoharjo Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang Tahun 2006 …… 3. Kuisioner SWOT Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi

di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... 4. Rata-rata Jawaban Kuisioner SWOT Faktor Internal Responden

Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... 5. Rata-rata Jawaban Kuisioner SWOT Faktor Eksternal Responden

Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 ... 6. Dokumentasi Kegiatan Kajian ...

79

80

87

88

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Posisi usaha kecil dalam perekonomian Indonesia menjadi semakin penting terutama setelah krisis melanda Indonesia. Kelompok usaha kecil pada saat krisis ekonomi dipandang telah menunjukkan kekuatan dan potensi sesungguhnya dalam hal daya tahan menghadapi guncangan maupun dalam hal peranannya sebagai salah satu motor penggerak ekonomi yang penting (Widyaningrum, 2003).

Terdapat beberapa argumen yang memperkuat dukungan terhadap pentingnya penguatan usaha kecil. Pertama, banyak usaha kecil-mikro terbukti lebih tahan dalam menghadapi krisis daripada banyak usaha besar. Hasil studi monitoring yang dilaksanakan pada tahun 1999 oleh AKATIGA dan The Asia Foundation menunjukkan bahwa dari 800 responden usaha kecil yang diambil di empat propinsi, 33 persen diantaranya menunjukkan penurunan, 28 persen menunjukkan kenaikan atau 39 persennya turun namun menyimpan potensi naik (AKATIGA dan The Asia Foundation, 1999). Antara tahun 2000–2003 jumlah unit usaha kecil secara nasional mengalami pertumbuhan sebesar 9,46 persen,

usaha menengah sebesar 13,46 persen dan usaha besar 13,68 persen ( Kementrian KUKM, 2004).

Kedua, unit usaha kecil telah mampu menjadi sarana pemerataan kesejahteraan rakyat. Usaha-usaha kecil menyerap tenaga kerja yang besar dengan jumlahnya yang besar serta sifatnya yang umumnya padat karya. Usaha mikro, kecil dan menengah memberikan lapangan kerja bagi 99,45 persen tenaga kerja di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang. Selama periode 2000 – 2003, usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang. Pada sisi lain, usaha besar hanya mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang selama periode 2000 – 2003 (Kementrian KUKM, 2005).

(17)

2

produk pasar ekspor yang mungkin dilakukan, seperti pada komoditas garmen, agribisnis, serta pengolahan hasil hutan, merupakan produk-produk yang pengerjaannya banyak melibatkan dan dilakukan oleh pelaku usaha kecil (Widyaningrum, 2003).

Produk Domestik Bruto yang disumbangkan oleh sektor usaha kecil antara tahun 1997–2003 mengalami pertumbuhan sebesar 7,06 persen, sementara usaha menengah mengalami penurunan 3,25 persen dan usaha besar mengalami pertumbuhan 0,91 persen dari pertumbuhan total sebesar 2,59 persen. Dalam kurun waktu antara tahun 2001-2004, usaha kecil menyumbangkan PDB non migas rata-rata 46 persen lebih tinggi dibandingkan dengan usaha menengah yang hanya menyumbang 17,27 persen dan usaha besar sebesar 36,73 persen ( Kementrian KUKM, 2004). Dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,86 persen di tahun 2004 hanya 0,84 persen saja yang berasal dari Usaha Menengah. Sebaliknya walaupun akselerasi pertumbuhan kelompok Usaha Kecil dan Besar tidak secepat Usaha Menengah, namun dengan peranannya yang cukup besar dalam penciptaan nilai tambah nasional, sumbangan kedua kelompok usaha ini menjadi cukup tinggi. Pada tahun 2004 sumbangan Usaha Kecil dan Besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sama besarnya yaitu 2,01 persen (Kementrian KUKM, 2005).

(18)

tahun 2002 – 2004 telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 770 orang karyawan.

Pemberlakuan otonomi daerah yang bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi nasional dan global telah menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan program otonomi daerah, pendekatan pembangunan ekonomi lokal (local economic development) selayaknya diarahkan pada peningkatan dan pemanfaatan unsur-unsur lokal (indigenous) yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sosio kultural, dan lokasi strategis pembangunan daerah. Dengan pendekatan ini diharapkan daerah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya secara mandiri didasarkan pada keuntungan kompetitif dan keuntungan komparatif (Syaukat, 2006).

Kabupaten Pemalang menaruh perhatian serius terhadap usaha mikro-kecil yang berada di wilayahnya. Hal tersebut tercermin dalam salah satu misinya untuk :

Memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi daerah, terutama pengusaha mikro, menengah dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan yang berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

(19)

4

adalah industri mikro kue semprong dan konveksi (Waluyo, 2005). Apabila dibandingkan dengan 2 jenis usaha kecil lainnya, industri mikro konveksi mempunyai populasi ter banyak dan lebih prospektif.

Pembinaan kepada industri mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo sudah dimulai sebelum otonomi daerah melalui KIK, KUK, KMKP dan program Bapak Angkat-mitra usaha BUMN. Setelah pelaksanaan otonomi daerah, pembinaan dari Diperindagkop Kabupaten Pemalang, antara lain adalah sosialisasi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan bantuan pendaftaran hak merk industri mikro pada tahun anggaran 2002 – 2004 serta sosialisasi Peraturan Daerah No 18 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri pada tahun 2003. Hasil pendataan industri oleh Diperindagkop Kabupaten Pemalang pada Tahun Anggaran 2004 menunjukkan bahwa di Kelurahan Purwoharjo terdapat 88 unit industri mikro yang sudah memiliki TDI dengan tenaga kerja 1053 Orang dan 66 unit industri mikro yang tidak memiliki TDI dengan tenaga kerja 443 Orang. Jadi secara keseluruhan berjumlah 154 industri mikro (Diperindagkop Kab. Pemalang, 2004). Usaha kecil di Kabupaten Pemalang tidak jauh berbeda kondisinya dengan ditempat lain pada umumnya, sebagaimana hasil berbagai studi dalam pengembangan usaha kecil di Indonesia yang menunjukkan bahwa usaha kecil mengalami kelemahan hampir di seluruh aspek, seperti pengadaan bahan baku, teknik produksi, manajemen, permodalan, pemasaran dan sumber daya manusia (Usman,1997).

1.2 Rumusan Masalah

(20)

Artinya pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo membutuhkan modal untuk investasi (pembelian alat produksi) dan modal kerja.

Usaha mikro konveksi merupakan industri pengolahan yaitu mengolah bahan baku berupa kain menjadi barang jadi (celana pendek, celana kolor dan seragam sekolah). Salah satu permasalahan dalam usaha ini adalah masalah pengadaan bahan baku. Bahan baku kain perlu segera diproses menggunakan alat produksi yang dimiliki. Teknologi / alat produksi berupa mesin jahit, mesin obras dan peralatan lain yang dimiliki mempengaruhi kapasitas produksi usaha mikro konveksi. Peralatan tersebut harus dioperasikan oleh sumberdaya manusia (tenaga kerja) yang terampil dalam jumlah yang cukup untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan jumlah yang cukup guna memenuhi permintaan pasar.

Produk yang dihasilkan perlu segera dipasarkan untuk memperoleh keuntungan melalui jaringan pemasaran dan sistem pemasaran yang berlaku. Hampir menjadi ciri umum bahwa produk usaha kecil diproduksi terutama untuk mengisi pasar lokal domestik. Istilah pasar domestik merujuk pada pasar lokal, pasar regional (di luar provinsi tempat usaha kecil berada) dan pasar nasional (Haryadi, 1998). Pemasaran produk yang baik memerlukan informasi pasar yang tepat. Untuk dapat mengembangkan usaha mikro diperlukan perluasan jaringan pemasaran. Selain jaringan pemasaran juga diperlukan jaringan kerja sama dalam hal pengadaan bahan baku, permodalan dan informasi pasar yang meliputi informasi mode dan harga.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam kajian ini mencoba mencari jawaban atas masalah-masalah berikut :

1. Seberapa jauh pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo dihadapkan pada permasalahan permodalan, akses bahan baku, akses teknologi, jaringan kerja sama dan pemasaran serta sumberdaya manusia?

(21)

6

1.3 Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi permasalahan usaha mikro konveksi dalam hal permodalan, akses bahan baku, akses teknologi, jaringan kerja sama dan pemasaran serta sumberdaya manusia.

2. Menyusun rancangan program pengembangan usaha mikro konveksi secara partisipatif

1.4 Kegunaan Kajian

(22)

2.1 Usaha Mikro dan Usaha Kecil

Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 100.000.000 atau kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (Kementrian KUKM, 2005). Biro Pusat Statistik (1993 ) memberikan definisi pembagian skala usaha (difokuskan pada industri manufaktur) berdasarkan kriteria serapan tenaga kerja. Berdasarkan kriteria tersebut usaha dibedakan menjadi :

a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1 - 4 orang.

b Industri skala kecil adalah adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 5-19 orang.

c Industri skala menengah adalah adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 20-99 orang.

d Industri skala besar adalah adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 100 orang atau lebih

Departemen Perindustrian dan Perdagangan membagi usaha kecil menjadi dua kelompok yaitu industri kecil dan perdagangan kecil. Industri kecil adalah usaha industri yang memiliki investasi peralatan kurang dari Rp 70.000.000, investasi per tenaga kerja maksimal Rp 625.000, jumlah pekerja kurang dari 20 orang serta memiliki asset perusahaan tidak lebih dari Rp 100.000.000 (Sumodiningrat, 1996). Berdasarkan definisi BPS, usaha konveksi di Kelurahan Purwoharjo termasuk dalam kriteria industri skala mikro – industri skala menengah.

(23)

8

kategorisasi tahapan perkembangan dari pola-pola pengelolaan keuangan yang diterapkan dalam suatu usaha kecil. Usaha tahap rintisan belum memisahkan pengelolaan keuangan untuk usaha (produksi) dan konsumsi. Usaha tahap berkembang telah memisahkannya. Pada usaha-usaha yang berada pada tahap akumulasi modal, pengelolaan keuangan telah dilakukan secara profesional, dengan adanya perencanaan untuk investasi. Pada tingkat ini suntikan modal diperlukan untuk melakukan reinvestasi bagi pengembangan usaha lebih jauh. Usaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo, sebagian besar masih pada tahap rintisan (belum memisahkan keuangan untuk produksi dan konsumsi), sisanya sudah masuk tahap berkembang. Berbagai studi dalam pengembangan usaha kecil di Indonesia menunjukkan bahwa usaha kecil mengalami kelemahan hampir di seluruh aspek, seperti pengadaan bahan baku, teknik produksi, manajemen, permodalan, pemasaran dan sumberdaya manusia (Usman, 1997).

2.2 Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Prinsip pemberdayaan agar dapat mencapai sasarannya adalah dengan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons et al, 1994). Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport, 1984).

(24)

bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri (Undang-Undang Republik Indonesia No 9 Tahun 1995). Dalam kajian ini pemberdayaan usaha mikro konveksi dilaksanakan secara partisipatif dengan menumbuhkan inisiatif para pengusaha.

Ada dua aliran argumen tentang pengembangan industri mikro. Aliran pertama menyebutkan bahwa usaha skala kecil perlu dibuat menjadi usaha skala besar. Akibatnya, intervensi dan kebijakan dalam pengembangan usaha kecil sebagai rekomendasi dari aliran ini, perlu diarahkan untuk mengubah skala usaha kecil menjadi skala usaha besar, baik dari sudut produksi, kapital maupun tenaga kerja (pembesaran skala usaha). Aliran kedua menyodorkan argumen yang sebaliknya, yakni menjadikan usaha kecil semakin solid tanpa perlu menjadi besar. Dengan demikian rekomendasi yang diajukan adalah optimalisasi skala usaha atau menemukan skala usaha yang paling efisien dan produktif (Tambunan, 1997). Pengembangan industri mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo lebih dititikberatkan untuk menggunakan aliran kedua yaitu optimalisasi skala usaha menuju skala usaha yang paling efisien dan produktif bagi usaha mikro konveksi tanpa harus meningkatkan skala usahanya.

Banyak ahli yang telah mengamati dan menggeluti perkembangan usaha kecil yang kurang memuaskan dan menarik kesimpulan bahwa kebanyakan kegiatan promosi UKM, yang hingga kini telah diimplementasikan di Indonesia lebih banyak didasarkan pertimbangan ”pemerataan” atau ”kesejahteraan” ketimbang pertimbangan ”efisiensi”. Pertimbangan ”pemerataan” melihat bahwa usaha kecil sebagai usaha yang memang lemah dan tidak mempunyai prospek baik untuk berkembang menjadi usaha yang efisien dan mempunyai daya hidup ekonomi (economic viability) yang baik, namun karena pertimbangan pemerataan, usaha-usaha kecil ini wajib dibantu ( Widyaningrum, 2003).

(25)

10

baru, baik program kredit maupun program yang memberikan jasa-jasa bisnis (business services) dan pelatihan harus bersifat ”demand driver”, yaitu terutama ditentukan oleh kebutuhan riil usaha kecil. Disamping itu, program-program promosi itu juga harus bersifat ”market-driven”, artinya baik permintaan maupun pemasokan program-program ini akan ditentukan oleh kekuatan pasar dan bukan diwajibkan oleh pemerintah (Widyaningrum, 2003). Berdasarkan argumen-argumen tersebut, pemberdayaan usaha mikro konveksi dalam kajian ini tidak menyepakati pendekatan ”top down” supply driven” / pemerataan dan lebih cenderung menggunakan pendekatan ”demand driven” dan ”market driven ” dengan menyampaikan kebutuhan riil para pengusaha kepada pemerintah agar program pembinaan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan mereka.

2.3 Pengembangan Kapasitas

Pemberdayaan pengusaha mikro konveksi tidak bisa dilepaskan dari pengembangan kapasitas sumberdaya manusianya. Pengembangan kapasitas masyarakat menurut Maskun (1999) merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia, sehingga menjadi suatu Local capacity. Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan swasta, dan kapasitas masyarakat desa terutama dalam bentuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi tantangan pengembangan potensi alam dan ekonomi setempat.

(26)

Kelurahan Purwoharjo sebagai sentra industri mikro konveksi.Dalam rangka pengembangan kapasitas dapat dilakukan Upaya-upaya (Eade, 1997) :

1. Mendukung kapasitas tokoh masyarakat untuk mengorganisasikan perubahan, lingkungan, perumahan dan program bantuan darurat.

2. Mendukung kapasitas golongan tak mampu (disabilities), pengembangan pendidikan, pelatihan dan keterampilan, membangun kerja kelompok dan pengembangan jaringan.

Pengembangan kapasitas yang dimaksudkan dalam kerangka program nasional mengacu kepada kebutuhan akan : penyesuaian kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan, reformasi kelembagaan, modifikasi prosedur-prosedur kerja dan mekanisme-mekanisme koordinasi, peningkatkan keterampilan dan kualifikasi sumber daya manusia, perubahan sistem nilai dan sikap atau perilaku sedemikian rupa, sehingga dapat terpenuhinya tuntutan dan kebutuhan otonomi daerah, sebagai suatu cara pendekatan baru ke arah pemerintahan, pengadministrasian dan pengembangan mekanisme-mekanisme partisipatif yang tepat guna memenuhi tuntutan yang lebih demokratis (Bappenas-Depdagri, 2002). Secara umum Pengembangan dan peningkatan Kapasitas meliputi tiga tingkatan agar dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan yaitu :

1. Tingkat sistem, yaitu kerangka peraturan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung atau membatasi pencapaian tujuan-tujuan kebijakan tertentu. 2. Tingkat kelembagaan atau entitas, yaitu struktur organisasi, proses-proses pengambilan keputusan dalam organisasi, prosedur-prosedur dan mekanisme-mekanisme kerja, instrumen manajemen, hubungan-hubungan dan jaringan antar organisasi dll.

3. Tingkat individu, yaitu tingkat keterampilan, kualifikasi, pengetahuan/ wawasan, sikap (attitude), etika dan motivasi individu-ndividu yang bekerja dalam suatu organisasi.

(27)

12

2.4 Kerangka Berpikir

Profil usaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo tidak terlepas dari faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal meliputi modal yang dimiliki dan kapasitas SDM pengusaha. Kapasitas SDM meliputi tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, jiwa wira usaha serta kemampuan manajerial.

Faktor eksternal yang mempengaruhi usaha mikro meliputi kondisi masyarakat, pemerintah dalam hal program / kebijakan yang ditempuh menyangkut usaha mikro (bantuan modal, pelatihan, pembinaan). Sektor swasta berpengaruh terhadap usaha mikro dalam hal sistem perdagangan (konsinyasi) dan pola kerja sama yang berlaku dalam dunia usaha. Lokasi usaha yang strategis, ketersediaan tenaga kerja serta organisasi yang sudah terbentuk yaitu koperasi.

(28)

KERANGKA BERPIKIR

Gambar 1 Kerangka Berpikir Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006

PEMBERDAYA AN PENGUSAHA

MIKRO

1. Akses modal meningkat 2. Akses bahan

baku meningkat 3. Akses Pemasaran di tingkat regional meningkat 4. Pengembangan jaringan kerjasama 5. Peningkatan kapasitas SDM 6. Meningkatnya akses terhadap informasi pasar (harga, mode dsb) RANCANG AN PROGRAM 1. Program Revitalisasi Organisasi 2. Kemitraan dengan Pedagang bahan baku dan Pedagang Pakaian 3. Pelatihan Partisipatif RANCANG AN STRATEGI (SWOT) FAKTOR EKSTERNAL 1. Pemerintah (Diperindagkop) a. Bantuan Modal b. Sosialisasi ISO 2. Swasta a. Sistem Perdagangan b. Pola kerjasama 3. Kondisi Masyarakat 4. Lokasi Usaha 5. Ketenagakerjaan 6. Keorganisasian FAKTOR INTERNAL 1. Modal 2. SDM a. Pengetahuan b. Ketrampilan c. Jiwa wira

usaha d. Kemampuan manajerial PERMASALAH AN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI a. Permodalan b. Bahan Baku c. Jaringan Kerja

(29)

14

2.5 Definisi Operasional

1. Pemerintah daerah adalah dinas/ instansi yang mempunyai tugas membina industri mikro-kecil di kabupaten Pemalang, yaitu diperindagkop.

2. Pengusaha adalah pengusaha mikro konveksi di dusun Serdadi kelurahan Purwoharjo yang memproduksi celana kolor, celana panjang atau seragam sekolah.

3. Konveksi adalah industri pengolahan yang mengolah bahan baku (kain) menjadi barang jadi (celana panjang atau kolor).

4. Celana panjang adalah celana panjang dengan bahan kain halus jenis twis dan sejenisnya (bukan jeans) yang biasa dipasangkan dengan baju atau kemeja. Karena bahan yang digunakan adalah kain halus tersebut maka pengusaha mikro konveksi menyebutnya celana “alusan”.

5. Celana kolor adalah celana yang menggunakan tali kur / kolor dengan beberapa tipe dan ukuran misalnya pendek, 2/3, ¾, 3/8 dan panjang (orang umumnya menyebut dengan celana training).

6. Seragam sekolah adalah pakaian seragam SD, SMP, SMA dan Pramuka. 7. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia

(30)

III. METODE KAJIAN

3.1 Batas-Batas Kajian

Metodologi Kajian Komunitas yang digunakan adalah evaluasi formatif eksplanatif, yaitu menjelaskan bagaimana industri mikro konveksi Kelurahan Purwoharjo memperoleh modal, bahan baku, teknik produksi, jaringan kerja sama, pemasaran dan sumberdaya manusia serta mengidentifikasi faktor kendala dan peluang solusi pemecahan masalah yang berhubungan dengan usaha mikro konveksi melalui evaluasi program pengembangan masyarakat yang pernah dilaksanakan pada komunitas tersebut. Langkah selanjutnya adalah berusaha menemukan rancangan strategi baru pengembangan usaha dan rancangan program dengan melibatkan peran serta anggota komunitas.

Pendekatan yang digunakan dalam kajian adalah objektif dengan unit analisis komunitas pengusaha mikro konveksi Kelurahan Purwoharjo. Dalam penelitian kualitatif, manusia bertindak sebagai instrumen penelitian/ alat pengumpul data (Moleong, 2006). Pada kajian ini dilakukan interaksi langsung antara peneliti dengan objek yang diteliti yaitu pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo untuk menganalisa hubungan sebab akibat serta menemukan solusi yang efektif terhadap pengembangan usaha mikro secara partisipatif. Tipe studi kasus yang digunakan dalam penelitian adalah : studi kasus instrumental yaitu studi kasus yang memperlakukan pengusaha mikro konveksi sebagai instrumen dalam memahami kondisi usaha mereka.

3.2 Tempat dan Waktu Kajian

(31)

16

[image:31.612.132.549.175.431.2]

lapangan/ pengumpulan data dilakukan pada tanggal 28 Juni – 15 Agustus 2006, pengolahan dan analisis data dilaksanakan pada tanggal 10 Juli – 25 Agustus 2006, penulisan laporan dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 2006 – 15 Oktober 2006. Jadual pelaksanaan kajian tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Jadual Pelaksanaan Kajian Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006

No Kegiatan

Tahun

2005 Tahun 2006

11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1

Pemetaan Sosial (Praktek Lapangan I)

2 Evaluasi Program

Pengembangan Masyarakat (PL II)

3 Penyusunan Proposal

Kajian

4 Kolokium

5

Kerja Lapangan/ Pengumpulan Data

6 Pengolahan dan Analisa

Data

7 Penulisan Laporan

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Sumber Data

(32)

perkembangan industri mikro konveksi dimaksud. Wawancara mendalam dilakukan dengan responden dan informan untuk menjaring informasi tentang profil usaha dan permasalahan yang dihadapi oleh para pengusaha mikro konveksi.

Diskusi kelompok terfokus (focus grup discussion/ FGD) secara metodologis dilakukan karena ada keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami oleh metode survei atau wawancara individu saja dan untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu relatif singkat (JPSM STKS, 2005). Peserta FGD terdiri dari para pengusaha mikro konveksi (pengusaha celana kolor, pengusaha celana panjang, pengusaha seragam sekolah) dan tokoh masyarakat yang juga merupakan seorang pengusaha. FGD bertujuan untuk membahas rancangan strategi dan rancangan program pemberdayaan pengusaha mikro konveksi berdasarkan masalah dan kebutuhan yang diidentifikasi bersama oleh para peserta. Selama diskusi, para peserta mengungkapkan permasalahan dari sudut pandang masing-masing untuk diidentifikasi, selanjutnya dibuat kesepakatan bersama mengenai prioritas masalah. Prioritas masalah yang sudah disepakati dicarikan alternatif strategi pemecahannya kemudian dibuat kesepakatan untuk menentukan strategi prioritas. Data dan teknik pengumpulannya terangkum dalam matriks yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Matriks Pengumpulan Data Penelitian di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006

N0 Tujuan Jenis Data Sumber Data Metode

Analisis

1 Mengidentifikasi permasalahan usaha mikro konveksi dalam hal permodalan, akses, bahan baku, akses teknologi, jaringan kerja sama, pemasaran dan sumberdaya manusia

a. Profil usaha dan profil pengusaha Industri mikro konveksi

b. Masalah-masalah dalam

pengembangan usaha

c. Harapan /

persepsi ke depan

Observasi dan wawancara dengan Pengusaha Mikro a. Deskriptif b. Diagram alir

(keterkaitan antar masalah)

2 Menyusun rancangan

program pengembangan usaha mikro konveksi secara partisipatif

a. Lingkungan usaha (faktor eksternal dan internal) b. Permasalahan

yang diidentifikasi pada tujuan 1

a. FGD Pengusaha mikro

(33)

18

3.3.2 Responden dan Cara Pemilihan

Sebagaimana yang ditulis oleh Lincoln dan Guba (1985) bahwa pada penelitian kualitatif menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling), maka dalam kajian ini responden dipilih menggunakan teknik sampel bertujuan dengan maksud menjaring sebanyak mungkin informasi yang diperlukan untuk menganalisis usaha mikro konveksi dari tiap kasus (pengusaha celana kolor, pengusaha celana panjang, pengusaha celana pendek). Wawancara mendalam dilakukan dengan 9 (sembilan) orang pengusaha mikro konveksi yang terdiri dari 5 (lima) orang pengusaha celana kolor, 3 ( tiga) orang pengusaha celana panjang dan 1 (satu) orang pengusaha seragam sekolah. Pengusaha seragam sekolah tidak memproduksi pakaian jenis lain. Pengusaha celana kolor dalam usahanya melakukan diversifikasi dengan memproduksi celana panjang (bahan biasa/ bukan twist), atau pakaian anak sebagai upaya menjaga kelangsungan usaha pada saat pemasaran celana kolor sedang lesu. Pengusaha celana panjang tidak melakukan diversifikasi produk.

Informan adalah pihak diluar subjek kajian yang mempunyai informasi tentang usaha mikro konveksi dan hal-hal yang bermanfaat untuk pengembangan usaha mikro konveksi. Dalam kajian ini yang menjadi informan adalah satu orang pejabat Diperindagkop Kabupaten Pemalang untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan dan program yang pernah dan sedang dilaksanakan untuk pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo. Informan lain adalah salah seorang pejabat dari BRI Unit Purwoharjo untuk mendapatkan informasi mengenai program dari bank yang ditujukan untuk usaha mikro melalui mekanisme kelompok.

(34)

3.4 Metode analisis data

Pengidentifikasian permasalahan usaha mikro konveksi dalam hal permodalan, akses bahan baku, akses teknologi, jaringan kerja sama, pemasaran

(termasuk di dalamnya pendapatan dari hasil pemasaran) dan sumberdaya manusia

dalam komunitas pengusaha mikro konveksi menggunakan analisis deskriptif dan diagram alir (keterkaitan antar masalah). Dengan metode tersebut diharapkan permasalahan yang ada pada komunitas pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo dapat diidentifikasi secara tepat. Ketepatan identifikasi permasalahan akan menentukan strategi dan program pemberdayaan yang akan disusun.

Penyusunan rancangan strategi pengembangan usaha mikro menggunakan analisis SWOT dengan unit analisis sistem usaha mikro. Langkah yang ditempuh dengan mengidentifikasi lingkungan usaha mikro konveksi yang terdiri dari faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan tantangan) dalam pengembangan usaha mikro. Faktor internal dan faktor eksternal digali melalui kuisioner SWOT (Lampiran 2). Kuisioner diisi oleh pengkaji berdasarkan jawaban pertanyaan responden. Bobot dimulai dari nilai 1 – 10, semakin penting pengaruh faktor yang ditanyakan terhadap perkembangan usaha mikro maka bobotnya semakin tinggi. Bobot jawaban tiap responden dari nomor pertanyaan yang sama dijumlah dan dirata-rata (rata-rata baris). Rata-rata baris tersebut dijumlah dan dibagi dengan jumlah baris menjadi rata-rata kolom. Nilai rata-rata baris yang lebih besar dari rata-rata kolom menjadi faktor kekuatan (internal) dan peluang (eksternal). Nilai rata-rata baris yang lebih kecil dari rata-rata kolom menjadi faktor kelemahan (internal) dan ancaman (eksternal).

(35)

20

kelompok besar kemungkinan alternatif rancangan strategi (Rangkuti, 2006) yaitu:

1. Strategi SO yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi ST, yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO, yaitu pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT yaitu meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Dari berbagai alternatif strategi, dipilih strategi prioritas berdasarkan konsensus para peserta FGD. Pilihan strategi prioritas ini menjadi dasar penyusunan rancangan program pemberdayaan pengusaha mikro konveksi.

3.5 Rancangan Penyusunan Program

(36)

4.1 Lokasi

Kelurahan Purwoharjo secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Sebelah utara berbatasan dengan desa Kauman, sebelah selatan berbatasan dengan desa Pendowo, sebelah barat berbatasan langsung dengan sungai Comal, sebelah timur berbatasan dengan tiga desa yaitu desa Sidorejo, desa Purwosari dan desa Pecangakan. Ibukota kecamatan Comal berada di wilayah Kelurahan Purwoharjo ini. Jarak Kelurahan Purwoharjo dari pusat pertumbuhan dideskripsikan dalam Tabel 3. Transportasi yang paling memungkinkan untuk mencapai pusat petumbuhan adalah transportasi darat (bus dan kereta api) karena didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Wilayah Kelurahan Purwoharjo jauh dari bandara. Bandara terdekat berada di kota Semarang (Bandara Ahmad Yani) yang berjarak 119 km. Jarak tersebut berimplikasi terhadap biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh para pengusaha untuk membeli bahan baku dan pemasaran produk.

Tabel 3 Jarak Kelurahan Purwoharjo dengan Pusat Pertumbuhan

No Posisi Dengan Jarak (km)

Waktu Tempuh

(menit) Sarana Transportasi

1 Ibukota Kecamatan 0,5 10 -

2 Ibukota Kabupaten 17 25 Bus AKDP, elf

3 Ibukota Provinsi 119 180 Bus AKDP, Kereta Api 4 Ibukota Negara 425 480 Bus AKAP, Kereta api Sumber : Data Monografi Kelurahan Purwoharjo Semester I Tahun 2005

(37)

22

terkenal. Tanda yang paling mudah untuk dikenali dari wilayah ini adalah Sungai Comal, karena kelurahan ini tepat ditepi sebelah timur sungai Comal. Penduduk dari luar daerah lebih mengenal Kota Comal yang hanya merupakan nama kecamatan dibandingkan dengan Kota Pemalang yang nota bene adalah merupakan ibukota kabupaten.

Kelurahan Purwoharjo dalam sejarahnya merupakan wilayah pemekaran, yaitu hasil pemecahan wilayah Desa Purwoharjo menjadi 2 yaitu Kelurahan Purwoharjo di sebelah selatan dan Desa Kauman di sebelah utara. Wilayah ini terbagi menjadi 9 rukun Warga (RW) yang terdiri dari beberapa dusun antara lain : dusun Gedangan, dusun Posongan, dusun Balutan dan dusun Serdadi (lebih dikenal dengan sebutan Surodadi). Dusun yang bercirikan perkotaan adalah Dusun Balutan, karena di situlah pusat Kota Comal berada. Sedangkan dusun lain (Gedangan, Posongan dan Serdadi / Surodadi ) berada di pinggiran (agak jauh dari pusat kota Comal). Lokasi penelitian kajian pengembangan masyarakat berada di dusun Serdadi / Surodadi (RW 9). Dusun Serdadi berada di wilayah bagian utara dari kelurahan Purwoharjo, tepatnya di sebelah utara jalan raya pantura (Jalan Daendels). Tepat di sebelah timur gapura masuk ke dusun Serdadi terdapat Klenteng (tempat ibadah umat Budha).

4.2 Kependudukan

Data kependudukan diperoleh melalui penelusuran data sekunder berupa data monografi kelurahan Purwoharjo Semester I Tahun 2005 yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo menurut Jenis Kelamin Tahun 2005

No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 2

Laki-laki Perempuan

5.699 5.955

48,9 51,1

Jumlah 11.654 100,0

(38)

Berdasarkan Tabel 4 tersebut dapat diketahui rasio jenis kelamin penduduk Kelurahan Purwoharjo sebagai berikut :

Rasio Jenis Kelamin = Penduduk Laki-laki Penduduk Perempuan = 5.699

5.955 = 95

Jadi rasio jenis kelamin penduduk Kelurahan Purwoharjo adalah 95, artinya dari dari 11.654 jiwa penduduk persentase jumlah penduduk laki-laki adalah 95 persen jumlah penduduk perempuan.

Dalam masyarakat Kelurahan Purwoharjo, laki-laki bekerja sebagai pencari nafkah utama, sedangkan perempuan menjadi ibu rumah tangga atau hanya mencari penghasilan tambahan saja. Hal ini dipengaruhi oleh kultur budaya setempat dan agama yang dianut mayoritas penduduk yaitu agama Islam. Persentase penduduk perempuan lebih besar daripada penduduk laki-laki, namun tenaga kerja pada usaha mikro konveksi lebih banyak yang laki-laki namun tenaga kerja pada usaha mikro konveksi lebih banyak yang laki-laki. Dari keseluruhan jumlah penduduk Kelurahan Purwoharjo sebanyak 11.654 jiwa (Tabel 4) bila dikurangi penduduk usia sekolah sampai dengan SLTA sebanyak 6.631 jiwa (Tabel 5) dan dikurangi lagi dengan jumlah penduduk menurut mata pencaharian sebanyak 4.470 jiwa (Tabel 6) maka dapat diketahui sebanyak 553 jiwa penduduk Kelurahan Purwoharjo termasuk dalam kategori non produktif dan pengangguran.

Tabel 5 Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005

No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6

TK SD SLTP SLTA (D1-D3) (S1-S3)

374 1.996 1.575 2.686 332 158

5,25 28,03 22,10 37,72 4,66 2,23

Jumlah 7.121 100,00

Sumber : Data Monografi Kelurahan Purwoharjo Semester I Tahun 2005 x k (biasanya 100) Rasio Jenis Kelamin =

(39)

24

Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Purwoharjo sebagaimana terlihat dalam Tabel 5 menunjukkan dari 11.654 jiwa penduduk Kelurahan Purwoharjo (Tabel 4), sebanyak 7.121 jiwa berpendidikan antara TK – Sarjana (S2-S3). Berarti sisanya sebanyak 4.533 jiwa (38,9% dari jumlah penduduk) berada dalam tiga kategori/ kriteria yaitu belum sekolah, tidak lulus SD dan buta huruf. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk Kelurahan Purwoharjo yang buta huruf dan drop out/ tidak lulus SD. Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di kelurahan Purwoharjo terdiri dari tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak sampai dengan SLTA. Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, penduduk Kelurahan Purwoharjo mengirimkan anak-anaknya ke kota lain. Kota pendidikan terdekat (lokal) adalah Tegal (UPS), Pemalang (POLTEK Pemalang, STIE AS SHOLEH) ) dan Pekalogan (UNIKAL dan STAIN). Pendidikan di tingkat lokal kurang diminati, terbukti dengan banyaknya penduduk Kelurahan Purwoharjo yang mengirimkan anaknya ke kota Semarang, Jogyakarta dan Jakarta untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

4.3 Aspek Perekonomian

(40)

Tabel 6 Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo menurut Mata Pencaharian Tahun 2005

No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 PNS TNI/POLRI Swasta wiraswasta/pedagang Tani Pertukangan Buruh Tani Pensiunan Nelayan Pemulung Jasa 132 18 2.356 1.571 0 58 0 74 0 0 261 2,95 0,40 52,71 35,14 0 1,30 0 1,66 0 0 5,84

Jumlah 4.470 100,00

Sumber : Data Monografi Kelurahan Purwoharjo Semester I Tahun 2005

[image:40.612.133.509.78.287.2]

Mata pencaharian penduduk kelurahan Purwoharjo didominasi oleh sektor swasta dan wiraswasta. Pengusaha mikro konveksi termasuk dalam kelompok wiraswasta. Dari data jumlah total penduduk menurut mata pencaharian sejumlah 4.470 maka persentase wiraswasta adalah 35,15 persen dan swasta 52,71 persen. Data menunjukkan bahwa perekonomian penduduk Kelurahan Purwoharjo tidak berbasis pada sektor pertanian melainkan sektor jasa dan perdagangan. Dalam data tersebut tidak ditemukan satu orangpun penduduk Kelurahan Purwoharjo yang bekerja sebagai petani maupun buruh tani. Pada Tabel 7 disajikan jumlah penduduk Kelurahan Purwoharjo menurut kelompok usia tenaga kerja. Apabila menggunakan batasan usia kelompok tenaga kerja sesuai dengan Tabel 7 maka jumlah pengangguran di Kelurahan Purwoharjo adalah 9.346 dikurangi 4.470 yaitu 4.876 orang.

Tabel 7 Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo menurut Kelompok Usia Tenaga Kerja Tahun 2005

No Kelompok UsiaTenaga Kerja (tahun)

Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 10-14 47 1,03

2 15-19 913 21,05

3 20-26 961 22,13

4 27-40 1.390 32,03

5 41-56 996 22,95

6 57 < 89 1,91

JUMLAH TOTAL 9.346 100,00

(41)

26

Pasar Comal berada di wilayah kelurahan Purwoharjo dan merupakan pasar terbesar kedua setelah pasar Pagi Kota Pemalang. Pasar Comal merupakan pusat kegiatan ekonomi / perdagangan dari 4 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Ampelgading, Kecamatan Bodeh, Kecamatan Ulujami dan Kecamatan Comal sendiri. Selain pasar terdapat 5 minimarket yaitu Rehal, Tulip, Sukses Makmur, Indomaret dan Agung. Sekitar 1 km ke arah timur, terdapat Pasar Grosir Konveksi Comal yang dibangun pada tahun 2002 untuk memasarkan sebagian produk konveksi. Pasar grosir tersebut dibangun di lahan milik Pemda Pemalang dan pembangunannya bekerja sama dengan investor.

Selain infrastruktur berupa pasar yang cukup besar, di tempat ini juga terdapat lembaga keuangan antara lain : Bank Jateng KCP Comal, BCA, Bank Danamon, BRI unit Purwoharjo, Perum Pegadaian, KOSPIN JASA, BPR Bank Pasar, BPR BKK, BMT Sinar Mentari dan Bank kredit harian. Dari berbagai macam lembaga keuangan tersebut yang banyak dimanfaatkan oleh pedangang pasar dan sebagian besar masyarakat adalah Bank Pasar, Kospin Jasa dan Bank kredit harian, dan Perum Pegadaian. Sarana transportasi yang digunakan beragam yaitu : becak, dokar, Koperanda, Isuzu Elf, minibus.

Di wilayah RW 9 (dusun Serdadi) terdapat industri kecil pakaian jadi (konveksi) khususnya celana panjang, celana pendek (kolor) dan seragam sekolah sejumlah 88 unit yang sudah terdaftar di Diperindag Kabupaten Pemalang ( formal) dan 66 unit yang belum terdaftar (non formal) (Diperindag Kab Pemalang, 2004). Industri mikro konveksi telah memiliki wadah berupa “Asosiasi Pengusaha Pakaian Jadi “ (APPJ) dan koperasi yaitu “Koperasi Pengusaha Pakaian Jadi” (KPPJ) serta “Asosiasi Pengusaha Industri Kecil” (APIK).

(42)

karyawan/ buruh menjahit pada pengusaha mikro konveksi, kemudian mengundurkan diri dan mendirikan usaha sendiri.

Waktu memulai usaha dari para pengusaha terbagi menjadi 3 periode yaitu : periode 1980-an, periode 1990-an dan periode 2000-an. Bagi yang memulai usaha pada periode 1980-an dan 1990-an sempat merasakan bantuan pinjaman lunak dari pemerintah dan BUMN, namun bagi yang memulai usaha pada periode 2000-an sudah tidak lagi menikmati bantuan pinjaman lunak tersebut. Menurut informasi dari Diperindagkop Kabupaten Pemalang dan hasil wawancara, banyak dari pinjaman lunak yang macet sehingga tidak ada keberlanjutan pemberian bantuan pinjaman lunak dari BUMN yang bersangkutan.

Mayoritas pengusaha mikro konveksi memproduksi celana panjang dan celana kolor. Pengusaha yang memproduksi seragam sekolah dari TK sampai SMA hanya satu orang, satu orang memproduksi pakaian dalam wanita dan satu orang memproduksi kemeja. Tempat usaha masih bersatu dengan rumah / tempat tinggal. Ruang tamu depan difungsikan sebagai tempat menjahit. sedangkan ruang keluarga berfungsi ganda sebagai ruang tamu. Berdasarkan hasil observasi, pengusaha mikro konveksi yang tempat menjahitnya terpisah dari tempat tinggal hanya 2 orang.

Dusun Serdadi (RW 09) kelurahan Purwoharjo sebagian besar penduduknya menggeluti usaha mikro konveksi. Dari 129 orang pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo, hanya dua pengusaha yang berada di luar dusun Serdadi yaitu di dusun Balutan (RW 06). Lokasi dusun Serdadi cukup strategis karena berada di tepi jalan pantura (Daendels) Jawa Tengah bagian barat dan sudah relatif cukup dikenal oleh pedagang lokal (Purbalingga, Purwokerto, Tegal) karena usaha mikro konveksi di dusun ini sudah berlangsung lama (sejak tahun 1980-an). Letak yang strategis ini cukup menguntungkan karena secara tidak langsung dapat mempermudah transportasi bahan baku dan pemasaran.

(43)

28

tersebut yang sudah pernah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari Pemda (Diperindagkop Kabupaten Pemalang) adalah industri rumah tangga kue semprong dan konveksi.

Sejumlah 100 orang fakir miskin yang tersebar di dusun Gedangan, dusun Posongan, Dusun Balutan dan Dusun Serdadi yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE) pernah mendapatkan bantuan Paket Sarana Ekonomi Produktif dari Proyek Bantuan Sosial Fakir Miskin Propinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2003 melalui Kantor Kesejahteraan Sosial Kabupaten Pemalang berupa : mesin jahit Singer, dinamo Nasional, meja jahit, mesin obras Butterfly, metlin, gunting jahit Butterrfly, gunting dedelan, seam reaper, benang obras, penggaris lurus, penggaris mode, kapur jahit, Jarum Penthol dan rader secara hibah dengan tanggung jawab untuk mengembangkan (digulirkan kepada KUBE yang lain dalam waktu sesuai kemampuan kelompok). Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar fakir miskin tersebut tidak dapat melanjutkan usahanya karena berbagai sebab antara lain : kurangnya keterampilan, kurangnya pembinaan/ pendampingan dari dinas terkait, kebutuhan ekonomi yang menghimpit sehingga bantuan mesin jahit digunakan sebagai agunan di Perum Pegadaian, kelompok usaha bersama ekonomi yang dibentuk secara mendadak dan formalitas sebagai syarat untuk memperoleh bantuan peralatan jahit dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah.

4.4 Struktur Komunitas

Pelapisan sosial dalam masyarakat kelurahan Purwoharjo berdasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain : jabatan formal dalam birokrasi (dari RT sampai Lurah), aspek religi terutama agama Islam (pimpinan umat beragama / imam masjid, ulama, kyai, ustad, haji), aspek ekonomi. Kultur masyarakat masih memposisikan RT, RW, kadus, lurah sebagai orang yang disegani. Mungkin hal ini dilatarbelakangi oleh sejarah kelurahan yang tadinya merupakan sebuah desa (desa Purwoharjo) kemudian pada tahun 2000 dimekarkan menjadi 2 yaitu Kelurahan Purwoharjo dan Desa Kauman sehingga kultur pedesaan masih terasa kental.

(44)

adalah Muhamadiyah. Berdasarkan data Monografi Kelurahan Purwoharjo Semester I Tahun 2005 (sampai dengan 30 Juni 2005) dari jumlah penduduk sebanyak 11.625, penduduk yang beragama Islam sebanyak 11.033 (94,9%), Kristen 332 (2,85%), Hindu 110 (0,95%), Budha 150 (1,29%). Ormas NU tersebar merata di seluruh wilayah Kelurahan Purwoharjo sedangkan Muhamadiyah berada di dusun Serdadi / Surodadi dan Balutan saja. Pemeluk agama Islam senantiasa tunduk kepada pimpinan agamanya. Jadi tokoh agama juga merupakan orang yang disegani dalam masyarakat. Kata-katanya masih banyak didengar oleh masyarakat, tidak hanya dalam kehidupan beragama namun juga dalam kegiatan kemasyarakatan. Bagi penduduk Kelurahan Purwoharjo, gelar haji merupakan prestis tersendiri.

Faktor ekonomi dan profesi (PNS, guru, TNI/ POLRI) juga menjadi dasar pelapisan sosial dalam masyarakat. Pengusaha besar, orang kaya ditempatkan pada posisi yang terhormat. Dalam prakteknya faktor ekonomi ini bukan menjadi pertimbangan utama. Yang lebih dominan adalah jabatan birokrasi dan tokoh agama. Misalnya seseorang yang kaya kalau dia belum bergelar haji, status sosial dalam masyarakat akan lain. Beberapa faktor tersebut adakalanya bergabung dalam satu orang, contohnya seorang haji yang kaya, seorang birokrat yang sudah haji dan kaya (peran ganda seseorang dalam masyarakat).

Secara ringkas, stratifikasi sosial dalam masyarakat kelurahan Purwoharjo adalah sebagai berikut :

1. Tokoh formal (birokrat) dan tokoh agama (Imam masjid, kyai, ulama). 2. Golongan ekonomi kuat /kaya (pengusaha, pedagang besar / juragan,

kontraktor)

3. Golongan ekonomi menengah. (pedagang, PNS, TNI/POLRI, karyawan swasta)

4. Golongan ekonomi lemah (buruh, pelaku sektor informal)

(45)

30

Organisasi dan Kelembagaan 4.5.1 Kelembagaan

Kelembagaan ibu-ibu selain kelembagaan pengajian dan jamaah tahlil dan Yasin juga terdapat kelembagaan arisan, dasa wisma maupun PKK. Dalam kegiatan PKK dan dasa wisma biasanya ada kegiatan latihan keterampilan misalnya membuat kue, menjahit, membuat kerajinan tangan yang dapat dijual sehingga dapat menambah pendapatan keluarga. Kelembagaan arisan menjadi salah satu kegiatan dalam Jamaah Yasin dan Tahlil, PKK dan dasa wisma. Namun ada juga yang arisan merupakan kegiatan pokok, misalnya arisan oleh pedagang pasar. Kegiatan simpan pinjam dalam setiap kegiatan tersebut saat ini hampir tidak ada, karena berdasarkan pengalaman banyak pinjaman yang macet. Pada saat Idul Fitri disaat seharusnya dana simpanan berikut jasanya dibagikan kepada anggota, hal tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tingginya pinjaman yang macet. Peminjam mempunyai kemauan untuk mengembalikan pinjaman namun tidak mempunyai kemampuan karena kondisi ekonomi keluarga yang minim.

Kelembagaan ekonomi yang ada di masyarakat antara lain sistem pinjam-meminjam uang dengan agunan (semacam menggadaikan barang kepada perorangan dengan perjanjian tertentu sesuai kesepakatan). Bentuk perjanjian itu misalnya, seseorang meminjam uang Rp. 500.000 dengan agunan yang bernilai lebih dari jumlah pinjaman. Barang akan ditebus dalam jangka waktu 3 bulan dengan memberikan uang jasa sebesar Rp 50.000. Bila sampai dengan jatuh tempo si peminjam tidak bisa mengembalikan pinjamannya maka barang agunan menjadi milik yang meminjamkan uang. Jangka waktu peminjaman dan besarnya jasa merupakan hasil kesepakatan awal antara si peminjam dan yang meminjamkan uang.

4.5.2 Organisasi

(46)

mempunyai kelompok masing-masing, begitu pula dengan pemuda. Kelembagaan tersebut cukup efektif digunakan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi tentang pemerintahan maupun kemasyarakatan.

Organisasi kepemudaan yang menonjol di wilayah ini adalah karang taruna Mustika yang mempunyai sekretariat di dusun Posongan. Prestasi yang pernah diraih adalah Juara I lomba karang taruna tingkat Kabupaten Pemalang dan Juara II tingkat Propinsi Jawa Tengah tahun 2004. Setiap tahun karang taruna ini rutin mengadakan kegiatan dalam rangka HUT RI dengan “Posongan Fair”. Kegiatannya berupa bazar, pasar malam dan pada malam puncaknya diadakan acara hiburan yang diisi oleh pemuda setempat. Kegiatan bazar diisi oleh pedagang lokal (konveksi dan makanan) maupun luar daerah (souvenir, pakaian dan lain-lain). Kegiatan ini selain dapat menambah kas karang taruna juga bisa menambah penghasilan masyarakat setempat misalnya dengan berdagang, jasa parkir dan titipan sepeda. Walaupun “Posongan Fair” adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh Karang Taruna Mustika, namun kegiatan ini milik seluruh masyarakat Purwoharjo khususnya dan Masyarakat Comal pada umumnya. Hal itu dapat dilihat dari keterlibatan berbagai lapisan masyarakat dalam kepanitiaan, dan antusiasme masyarakat untuk turut meramaikan kegiatan tersebut.

(47)

32

4.6 Sumber daya Lokal

(48)

5.1 Bantuan Modal

5.1.1 Bantuan Modal dari BUMN

Bantuan dari pemerintah berupa pinjaman modal dan prasarana produksi pernah dilaksanakan sebelum tahun 2001 (Diperindag masih berstatus instansi vertikal). Dana pinjaman modal tersebut berasal dari APBN dan dari dana bagian dari keuntungan BUMN sebagai pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Keuangan No : 316 / KMK.016/ 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara. Pengusaha mikro konveksi di dusun Serdadi kelurahan Purwoharjo pernah mendapatkan kredit bantuan lunak dari PLN dan PT Krakatau Steel pada tahun 1996.

Pinjaman modal kerja dan investasi dari PLN diberikan untuk menjalankan dan mengembangkan usaha sehingga diharapkan para pengusaha dapat meningkatkan produksi maupun penjualan. Informasi mengenai kredit diperoleh dari petugas PLN setempat dan menyebar kepada para pengusaha mikro konveksi yang lain dari mulut ke mulut. Pinjaman modal kerja dan investasi dari PLN dikenakan suku bunga sebesar 4 persen flat per tahun. Suku bunga ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga bank komersial (12% – 18%/ tahun). Bantuan dari PLN ada yang berbentuk pelatihan, namun pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo tidak pernah mendapatkannya.

(49)

34

digunakan untuk membeli peralatan berupa mesin jahit baru dan tambahan modal kerja. Pengaruh bantuan kredit yang diberikan terhadap usaha mikro konveksi adalah penambahan alat produksi. Penyaluran kredit BUMN kepada pengusaha mikro konveksi pada tahun 1996 tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8 Penyaluran Kredit BUMN kepada Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 1996

No NAMA BUMN ALOKASI KOPERASI UKM

Rp (juta) Unit Rp(juta) Unit Rp(juta)

1 PLN 206,05 4 35,00 16 171,05

2 PT Krakatau Steel 535,50 0 0 60 535,50

Sumber : Diperindagkop (2003)

Kesulitan yang dialami Diperindagkop selaku instansi pembina industri kecil di daerah adalah, pihak BUMN pada saat menyalurkan kredit tidak melibatkan Diperindagkop (hanya diberikan tembusan permohonan/ proposal bantuan kredit kepada BUMN) dan angsurannya langsung ke rekening BUMN melalui bank yang ditunjuk. Hal tersebut menyebabkan tingkat kemacetannya tidak dapat dihitung secara pasti. Pembinaan kepada pengusaha mikro konveksi pasca penyaluran kredit kurang.

5.1.2 Bantuan Modal dari Diperindag Provinsi Jawa Tengah

(50)

baru diangsur sebesar Rp 64.070.800 (23,60%). Padahal kredit tersebut seharusnya sudah lunas seandainya angsuran lancar. Hasil evaluasi dari Diperindagkop kabupaten Pemalang, dari lima belas pengusaha yang mengambil kredit, ada yang tidak mengangsur sama sekali, ada yang mempunyai tunggakan dan ada yang lancar. Bagi yang angsurannya lancar, pada saat tiga angsuran terakhir, diberikan kesempatan untuk mengajukan kredit kembali. Walaupun pada saat pemberian pinjaman dana bergulir sudah dibuat surat perjanjian dan menggunakan agunan, namun pada pelaksanaannya sanksi yang tertera dalam surat perjanjian sulit untuk diterapkan. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Diperindagkop kabupaten Pemalang selaku pembina, hanya sebatas memberikan surat teguran dan pernah beberapa kali mengundang para pengusaha yang kreditnya macet. Setelah diundang dan diberikan pengarahan, ada beberapa yang mengangsur satu atau dua kali angsuran, tapi kemudian macet lagi.

Pengusaha kecil sering mengeluh kekurangan modal tetapi apabila ada bantuan modal dengan bunga ringan, sebagian besar macet angsurannya. Oleh karena itu Diperindagkop lebih selektif dalam menentukan kelayakan seorang pengusaha yang mengajukan permohonan bantuan modal, salah satunya dengan melihat catatan (track record) pengusaha tersebut dalam hal pembayaran pinjaman. Perlakuan kepada pengusaha yang angsurannya lancar cukup adil karena mereka tetap diberikan kesempatan untuk mengajukan kredit kembali.

(51)

36

5.2 Sosialisasi HAKI dan Pendaftaran Hak Merk dan TDI

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Diperindagkop Kabupaten Pemalang. Dana yang digunakan bersumber dari APBD Kabupaten Pemalang. Kegiatan dilaksanakan secara berkesinambungan tahun 2002 – 2004. Sosialisasi HAKI dan Pendaftaran Hak Merk dilatarbelakangi oleh adanya beberapa kasus, antara lain industri kecil konveksi di Kabupaten Pemalang ditengarai melakukan pembajakan produk merk tertentu dan pemberlakuan Undang-undang tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual. Sosialisasi Tanda Daftar Industri merupakan tindak lanjut diberlakukannya PERDA Kabupaten Pemalang No 18 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri untuk menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD) seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah.

Kegiatan yang dilakukan berupa Sosialisasi Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Pendaftaram Hak Merk Industri Kecil, dengan cara penyuluhan kepada industri rumah tangga kue semprong dan industri kecil konveksi untuk mendaftarkan merk produknya. Kegiatan ini bersifat top down, karena inisiatif program murni dari pemerintah untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya mendaftarkan hak merk industri kecilnya. Dalam kegiatan sosialisasi tidak ada unsur paksaan kepada industri kecil untuk mendaftarkan hak merknya namun sebatas memberikan himbauan dengan memberikan gambaran keuntungan atau manfaat yang dapat diterima bila merk produk industri kecil milik mereka telah terdaftar. Misalnya, produk mereka sudah mempunyai kekuatan hukum, bila terjadi pembajakan merk produk oleh pihak lain dapat menuntut ke pengadilan, produknya lebih mudah dikenal, mempermudah promosi / pemasaran, sebagai bentuk ketaatan warga negara terhadap peraturan perundangan yang berlaku, dapat meningkatkan kepercayaan pihak perbankan untuk menyalurkan kreditnya, bila ada program dari pemerintah (berupa pelatihan, pinjaman modal dan pameran/ pemasaran) akan mendapatkan prioritas dibandingakan dengan industri kecil yang belum mendaftarkan merknya.

(52)

Diperindagkop memberikan subsidi sebagai stimulan sebesar Rp 1.500.000 untuk pendaftaran hak merk pertama, untuk perpanjangan hak merk selanjutnya (setelah lima tahun) tidak mendapatkan bantuan. Dalam pengurusannya Diperindagkop hanya sekedar membantu menjelaskan prosedurnya dan menunjukkan tempatnya saja. Untuk proses selanjutnya pengusaha kecil sendiri yang mengurus pendaftarannya. Di sini terlihat adanya proses pembelajaran kepada masyarakat mengenai prosedur administrasi dan hukum.

5.2.1 Perkembangan

Di wilayah kelurahan Purwoharjo, kegiatan Sosialisasi Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Pendaftaran Hak Merk Industri Kecil ditujukan kepada industri rumah tangga kue semprong di dusun Posongan dan Industri kecil konveksi di dusun Serdadi. Pada tahap awal belum ada pengusaha kecil yang tertarik untuk mendaftarkan hak merk produknya. Selain biaya yang harus dibayarkan cukup mahal menurut mereka. Para pengusaha juga belum yakin akan manfaat yang akan diperolehnya.

(53)

38

Kegiatan sosialisasi HAKI dan bantuan pendaftaran merk Industri kecil dilanjutkan pada tahun 2004. Pada tahun ke-3 ini ada salah satu pengusaha kecil konveksi dari dusun Serdadi yang mendaftarkan merk produknya dengan nama “CARPILOCI”. Pengusaha ini juga mendapatkan subsidi sebesar Rp 1.500.000. Setelah ada pengusaha yang mendaftarkan merk produknya dan dapat merasakan manfaatnya, diharapkan pengusaha lain dapat belajar dari pengalaman temannya tersebut dan dapat mengikuti jejaknya. Kegiatan ini memberikan dampak positif terhadap industri kecil yang mendaftarkan hak merknya yaitu mempunyai peluang untuk mengakses permodalan dari lembaga keuangan formal maupun bentuk jaringak kerja sama lainnya. Hal ini berdampak terhadap perkembangan usaha dan peningkatan penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar.

Industri mikro konveksi tidak bisa berdiri sendiri, tapi ditopang oleh sektor lain. Pengusaha kecil yang akan mengirimkan produknya ke luar kota (Bandung, Jakarta, Surabaya) membutuhkan jasa transportasi melalui biro perjalanan (travel maupun jasa paket. Pengadaan bahan baku yang dibeli secara langsung membutuhkan jasa transportasi lokal. Pembayaran dengan sistem transfer atau cek mundur, membutuhkan jasa perbankan. Jadi industri mikro konveksi tidak bisa lepas dari jasa lain yang menopangnya.

5.2.2 Pengembangan Modal Sosial

Pendaftaran hak atas kekayaan intelektual dan pendaftaran hak merk memanfaatkan modal sosial yang sudah ada di masyarakat. Interaksi yang intensif antar sesama pengusaha kecil akan lebih mudah untuk mensosialisasikan pendaftaran hak merk industri kecil dengan cara berbagi pengalaman antara pengusaha kecil yang sudah mendaftarkan hak merknya dan yang belum. Melalui modal sosial berupa hubungan ketetanggaan dan interaksi yang intensif sesama pengusaha maka pengusaha yang sudah mendaftarkan hak merknya akan menceritakan bagaimana prosedur pendaftarannya, berapa biaya yang harus dikeluarkan (termasuk adanya subsidi dari Disperidagkop Kabupaten Pemalang), dan manfaat apa saja yang ia rasakan setelah mendaftarkan hak merk produknya.

(54)

mendaftarkan hak merknya melalui cara yang persuasif. Menimbulkan kesadaran hukum dalam diri para pengusaha untuk mendaftarkan industrinya (tanda daftar industri) dan mendaftarkan hak merk produknya ke departemen kehakiman dan HAM demi kepentingan mereka sendiri.

5.2.3 Kebijakan dan Perencanaan Sosial

Kebijakan ini murni bersifat top down karena inisiatif maupun pelaksanannya oleh pemerintah daerah (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pemalang). Untuk pendaftaran hak merk industri kecil, Pemda tidak mendapatkan manfaat secara langsung, tapi pada Perda No 18 Tahun 2002 tentang Retribusi izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri, Pemda mendapatkan manfaat berupa Retribusi yang dapat menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan pendaftaran hak merk diharapkan dapat membantu proses pemasaran karena merknya sudah terdaftar, meningkatkan harga penjualan dan jaringan pemasaran, aman dari pembajakan produk oleh pihak lain dan membantu meningkatkan kepercayaan lembaga keuangan perbankan untuk dapat memberikan bantuan kredit kepada pengusaha yang bersangkutan.

(55)

VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1 Permasalahan Pengusaha Mikro Konveksi 6.1.1 Sumberdaya Manusia

Permasalahan sumberdaya manusia dibedakan menjadi sumberdaya manusia pengusaha dan sumberdaya manusia tenaga kerja. Tenaga kerja yang bekerja di usaha mikro konveksi berasal dari desa-desa di sekitar Kelurahan Purwoharjo antara lain desa Kebagusan, Ujunggede, Purwosari, Sidorejo dan sekitarnya. Mayoritas tenaga kerja berpendidikan SD. Hanya beberapa orang yang lulus SMP. Mereka mendapatkan keterampilan menjahit secara otodidak maupun kursus menjahit. Proses perekrutan tenaga kerja selama ini tidak mengalami kesulitan. Beberapa pengusaha menuturkan bahwa tenaga kerja baru biasanya direkrut berdasarkan rekomendasi dari tenaga/ karyawan yang sudah ada. Pada saat pengusaha membutuhkan tambahan tenaga kerja, ia akan menanyakan kepada karyawannya apakah mereka informasi mengenai orang yang berminat untuk bekerja di tempatnya. Rekomendasi dari karyawan bukan merupakan harga mati, artinya masih diuji lagi dengan cara dilihat kerapian hasil kerjanya. Cara lain dengan menanyakan track record pengalaman kerja calon karyawan tersebut. Tenaga kerja yang dipekerjakan ole

Gambar

Tabel  1  Jadual Pelaksanaan Kajian  Pemberdayaan Pengusaha Mikro
Tabel 7   Jumlah Penduduk Kelurahan Purwoharjo menurut Kelompok Usia
Tabel 12  Pembelian Bahan Baku Berdasarkan Tempat dan Cara
Tabel 14  Tujuan Pemasaran Produk, Cara Pembayaran dan Cara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan hal demikian terhadap pemberian warisan dari pewaris yang telah meninggal dunia kepada ahli waris, timbul adanya gugatan oleh ahli waris dalam

Hal ini dapat terjadi karena memang dalam dunia perpolitikan banyak terjadi perselisihan sehingga ketika dalam proses penyidikan kebanyakan orang yang sudah jelas menjadi

Melihat pentingnya komitmen dalam suatu orga- nisasi dan mencermati latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalah pa- da penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

Parfet (2001) mengklasifikasikan manipulasi keputusan operasi sebagai praktik yang wajar karena dilakukan untuk menstabilkan atau memperoleh hasil yang positif

Orientation Once upon a time there lived a little girl named snow white. She lived with her aunt and uncle because her parents were died. Complication One day, she heard her

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan

Saat itu pukul 8 malam, saat kami makan malam, ayah membuka percakapan, dan percakapan itu membuat aku muak, mereka menyuruhku untuk menangguhkan pelajaran 1 tahun, tanpa kawalan

Rancangan Antarmuka Tampak Depan D3100 Tombol Tampak Belakang memiliki fungsi untuk menampilkan bagian belakang kamera tergantung kamera yang dipilih.Tombol Tampak Atas