• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Serta Kualitas Semen Domba Garut Dengan Ransum Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Serta Kualitas Semen Domba Garut Dengan Ransum Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS

SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI

NERACA KATION ANION BERBEDA

DIAH ANGGREINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

DIAH ANGGREINI. Konsumsi dan Kecernaan Nutrien serta Kualitas Semen Domba Garut dengan Ransum Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda. Di bimbing oleh TOTO TOHARMAT dan IMAN SUPRIATNA.

Kebutuhan ternak akan energi, protein, lemak, serta vitamin dan mineral harus terpenuhi agar berproduksi secara optimum. Mineral berfungsi sebagai katalisator kerja enzim, menjaga keseimbangan membran sel, dan berperan penting dalam aktivitas mikroba rumen. Keseimbangan kation anion dalam ransum diketahui berperan dalam menjaga sel-sel tubuh untuk menjalankan fungsinya secara normal.

Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu di kandang dan analisis sampel di Laboratorium. Penelitian ini menggunakan domba Garut jantan sebagai objek penelitian yang berasal dari Garut dengan umur 2.5 tahun dan telah mencapai tahap sexual maturity (kematangan seksual). Jumlah domba yang digunakan dalam penelitian sebanyak 12 ekor. Rataan bobot hidup awal domba penelitian Hasil perhitungan nilai DCAB ransum basal dijadikan dasar dalam penambahan kation atau anion agar menjadi sebesar -10 dan +40. Penambahan Na2CO3 dan

K2CO3, masing-masing menyumbangkan Na dan K, sedangkan penambahan

CaCl2 dan CaSO4 masing-masing menyumbangkan anion Cl dan S. Zn-fitat

ditambahkan sebagai sumber Zn.

Hasil menunjukkan bahwa neraca kation anion yang berbeda dalam ransum domba Garut tidak memberikan efek yang negatif terhadap konsumsi, kecernaan, absorbsi mineral dan pertumbuhan. Ransum dengan neraca kation anion hanya akan menganggu absorpsi Ca pada nilai DCAB negatif. Volume semen meningkat jika domba diberi ransum dengan nilai DCAB positif. Kualitas makroskopis dan mikrokopis semen domba Garut tidak dipengaruhi oleh nilai DCAB ransum. Hal ini berarti bahwa DCAB ransum diduga hanya akan mengganggu metabolisme yang terkait dengan Ca.

Kesimpulan menunjukkan bahwa neraca kation anion + 40 dan -10 tidak mengganggu metabolisme domba.

(3)

ABSTRACT

DIAH ANGGREINI. Nutrients Intake, Digestibility and Semen Quality of Garut Sheep Offered Diets Containing Different Dietary Cation Anion.

Under direction of TOTO TOHARMAT and IMAN SUPRIATNA.

A study of this research was conducted to examine the effect of dietary cation anion balance (DCAB) on dry matter intake, nutrient digestibility and semen quality of sheep. Four dietary treatments: basal, basal + zn-fitat 40 ppm (RN), RN + DCAB level (+ 40 meq), RN+ DCAB level (–10 meq)) were formulated by altering levels of Na2CO3, K2CO3, CaCl2 and CaSO4 in the diets.

Experimental diets were offered randomly to 12 two years old Garut rams and have reached phase of sexual maturity for 75 days in a randomly block design. Mean of early live weight was 47 ± 5.22 kg. Feed intake, dry matter and organic matter digestibility, absorption of Ca, P, Mg and Zn, and semen quality were not influenced significantly by DCAB. The result indicated that DCAB had no effect on nutrient utilization and semen quality. Rams indicated homeostasis ability to response the variation in DCAB in the range of -10 to +40.

(4)

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI

NERACA KATION ANION BERBEDA

DIAH ANGGREINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya ilmiah ini adalah

Konsumsi dan Kecernaan Nutrien serta Kualitas Semen Domba Garut dengan

Ransum yang Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda disusun dan diajukan

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master pada Program Studi Ilmu Ternak

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Toto Toharmat

M.Agr.Sc dan Bapak Dr. drh. Iman Supriatna selaku pembimbing, serta Bapak

Dr. Ir. Jajat Jachja M.Sc atas saran yang telah diberikan.

Ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi Ilmu Ternak Bapak Dr.

Ir. M. Ridla, Bapak Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc, dan Mas Supri beserta staf lainnya

yang telah membantu penulis selama mengikuti program magister.

Ucapan terimakasih kepada Ibu Ir. Farida Fathul, M.S atas arahan,

bimbingan dan bantuannya selama masa perkuliahan, penelitian hingga penulisan

tesis, serta kepada Mba Dian Anggraeni atas bantuannya selama penelitian di

laboratorium.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman PTK 2005

khususnya kepada Mba Ika dan Mba Lely terimakasih atas persahabatan,

persaudaraan dan kasih sayangnya, serta kepada Mba Fera terimakasih atas

dukungan dan persahabatannya

Rasa hormat dan terima kasih penulis persembahkan kepada Papi dan Mami

tercinta, serta adik-adikku tersayang Tama (alm), Meita, dan Hafiid. Akhirnya

penulis persembahkan karya ilmiah ini untuk Ahmad Husna, S.STP, M.H

terimakasih atas semangat, cinta dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini

dapat bermanfaat.

Bogor, November 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 3 Oktober 1982 dari

ayah Drs. Somad Raku dan Ibu Dra. Sumiarti. Penulis merupakan putri pertama

dari empat bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 10 Bandar Lampung dan pada

tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Produksi Ternak Jurusan

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung lulus melalui jalur UMPTN

dan selesai pada tahun 2005.

Pada tahun yang sama penulis diterima pada Sekolah Pascasarjana IPB

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan utama komposisi kompartemen cairan tubuh... 9

2. Status asam basa dan pH darah, urine, cairan rumen serta respirasi pada ruminansia ... 10

3. Hubungan antara kekentalan/warna dengan konsentrasi spermatozoa domba... 14

4. Sifat-sifat fisik dan kimiawi semen domba ... 15

5. Kandungan nutrien ransum basal perlakuan ... 18

6. Rataan konsumsi ransum domba penelitian ... 25

7. Ratan kecernaan dan absorpsi mineral domba penelitian ... 26

8. Rataan pH urine dan produksi urine domba penelitian... 27

9. Ratan bobot badan domba penelitian... 28

10. Kualitas makroskopis semen domba penelitian ... 29

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bentuk kandang individu domba Garut yang dipakai dalam penelitian ... 17

2. Pengumpulan feses domba harian ... 20

3. Penampungan semen domba ... 20

4. Suhu lingkungan kandang ... 23

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data konsumsi ransum domba penelitian ... 41

2. Data produksi feses, KCBK dan KCBO domba penelitian... 41

3. Data absorpsi Ca domba penelitian ... 42

4. Data absorpsi P domba penelitian... 42

5. Data absorpsi Mg domba penelitian ... 43

6. Data absorpsi Zn domba penelitian ... 43

7. Data pH urine dan produksi urine domba penelitian ... 44

8. Data bobot badan domba selama penelitian ... 44

9. Data kualitas semen domba penelitian pada awal perlakuan ... 45

10. Data kualitas semen domba penelitian pada akhir penelitian... 46

11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi BK ... 47

12. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi BO ... 47

13. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap KCBK... 48

14. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap KCBO... 48

15. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Ca ... 49

16. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi P... 50

17. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Mg ... 50

18. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Zn ... 51

19. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pH urine ... 51

20. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi urine ... 52

21. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan ... 52

22. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap volume sperma ... 53

23. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pH... 54

24. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap warna semen ... 54

25. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsistensi sperma ... 55

(11)

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS

SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI

NERACA KATION ANION BERBEDA

DIAH ANGGREINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

DIAH ANGGREINI. Konsumsi dan Kecernaan Nutrien serta Kualitas Semen Domba Garut dengan Ransum Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda. Di bimbing oleh TOTO TOHARMAT dan IMAN SUPRIATNA.

Kebutuhan ternak akan energi, protein, lemak, serta vitamin dan mineral harus terpenuhi agar berproduksi secara optimum. Mineral berfungsi sebagai katalisator kerja enzim, menjaga keseimbangan membran sel, dan berperan penting dalam aktivitas mikroba rumen. Keseimbangan kation anion dalam ransum diketahui berperan dalam menjaga sel-sel tubuh untuk menjalankan fungsinya secara normal.

Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu di kandang dan analisis sampel di Laboratorium. Penelitian ini menggunakan domba Garut jantan sebagai objek penelitian yang berasal dari Garut dengan umur 2.5 tahun dan telah mencapai tahap sexual maturity (kematangan seksual). Jumlah domba yang digunakan dalam penelitian sebanyak 12 ekor. Rataan bobot hidup awal domba penelitian Hasil perhitungan nilai DCAB ransum basal dijadikan dasar dalam penambahan kation atau anion agar menjadi sebesar -10 dan +40. Penambahan Na2CO3 dan

K2CO3, masing-masing menyumbangkan Na dan K, sedangkan penambahan

CaCl2 dan CaSO4 masing-masing menyumbangkan anion Cl dan S. Zn-fitat

ditambahkan sebagai sumber Zn.

Hasil menunjukkan bahwa neraca kation anion yang berbeda dalam ransum domba Garut tidak memberikan efek yang negatif terhadap konsumsi, kecernaan, absorbsi mineral dan pertumbuhan. Ransum dengan neraca kation anion hanya akan menganggu absorpsi Ca pada nilai DCAB negatif. Volume semen meningkat jika domba diberi ransum dengan nilai DCAB positif. Kualitas makroskopis dan mikrokopis semen domba Garut tidak dipengaruhi oleh nilai DCAB ransum. Hal ini berarti bahwa DCAB ransum diduga hanya akan mengganggu metabolisme yang terkait dengan Ca.

Kesimpulan menunjukkan bahwa neraca kation anion + 40 dan -10 tidak mengganggu metabolisme domba.

(13)

ABSTRACT

DIAH ANGGREINI. Nutrients Intake, Digestibility and Semen Quality of Garut Sheep Offered Diets Containing Different Dietary Cation Anion.

Under direction of TOTO TOHARMAT and IMAN SUPRIATNA.

A study of this research was conducted to examine the effect of dietary cation anion balance (DCAB) on dry matter intake, nutrient digestibility and semen quality of sheep. Four dietary treatments: basal, basal + zn-fitat 40 ppm (RN), RN + DCAB level (+ 40 meq), RN+ DCAB level (–10 meq)) were formulated by altering levels of Na2CO3, K2CO3, CaCl2 and CaSO4 in the diets.

Experimental diets were offered randomly to 12 two years old Garut rams and have reached phase of sexual maturity for 75 days in a randomly block design. Mean of early live weight was 47 ± 5.22 kg. Feed intake, dry matter and organic matter digestibility, absorption of Ca, P, Mg and Zn, and semen quality were not influenced significantly by DCAB. The result indicated that DCAB had no effect on nutrient utilization and semen quality. Rams indicated homeostasis ability to response the variation in DCAB in the range of -10 to +40.

(14)

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI

NERACA KATION ANION BERBEDA

DIAH ANGGREINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya ilmiah ini adalah

Konsumsi dan Kecernaan Nutrien serta Kualitas Semen Domba Garut dengan

Ransum yang Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda disusun dan diajukan

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master pada Program Studi Ilmu Ternak

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Toto Toharmat

M.Agr.Sc dan Bapak Dr. drh. Iman Supriatna selaku pembimbing, serta Bapak

Dr. Ir. Jajat Jachja M.Sc atas saran yang telah diberikan.

Ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi Ilmu Ternak Bapak Dr.

Ir. M. Ridla, Bapak Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc, dan Mas Supri beserta staf lainnya

yang telah membantu penulis selama mengikuti program magister.

Ucapan terimakasih kepada Ibu Ir. Farida Fathul, M.S atas arahan,

bimbingan dan bantuannya selama masa perkuliahan, penelitian hingga penulisan

tesis, serta kepada Mba Dian Anggraeni atas bantuannya selama penelitian di

laboratorium.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman PTK 2005

khususnya kepada Mba Ika dan Mba Lely terimakasih atas persahabatan,

persaudaraan dan kasih sayangnya, serta kepada Mba Fera terimakasih atas

dukungan dan persahabatannya

Rasa hormat dan terima kasih penulis persembahkan kepada Papi dan Mami

tercinta, serta adik-adikku tersayang Tama (alm), Meita, dan Hafiid. Akhirnya

penulis persembahkan karya ilmiah ini untuk Ahmad Husna, S.STP, M.H

terimakasih atas semangat, cinta dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini

dapat bermanfaat.

Bogor, November 2007

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 3 Oktober 1982 dari

ayah Drs. Somad Raku dan Ibu Dra. Sumiarti. Penulis merupakan putri pertama

dari empat bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 10 Bandar Lampung dan pada

tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Produksi Ternak Jurusan

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung lulus melalui jalur UMPTN

dan selesai pada tahun 2005.

Pada tahun yang sama penulis diterima pada Sekolah Pascasarjana IPB

(17)
(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan utama komposisi kompartemen cairan tubuh... 9

2. Status asam basa dan pH darah, urine, cairan rumen serta respirasi pada ruminansia ... 10

3. Hubungan antara kekentalan/warna dengan konsentrasi spermatozoa domba... 14

4. Sifat-sifat fisik dan kimiawi semen domba ... 15

5. Kandungan nutrien ransum basal perlakuan ... 18

6. Rataan konsumsi ransum domba penelitian ... 25

7. Ratan kecernaan dan absorpsi mineral domba penelitian ... 26

8. Rataan pH urine dan produksi urine domba penelitian... 27

9. Ratan bobot badan domba penelitian... 28

10. Kualitas makroskopis semen domba penelitian ... 29

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bentuk kandang individu domba Garut yang dipakai dalam penelitian ... 17

2. Pengumpulan feses domba harian ... 20

3. Penampungan semen domba ... 20

4. Suhu lingkungan kandang ... 23

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data konsumsi ransum domba penelitian ... 41

2. Data produksi feses, KCBK dan KCBO domba penelitian... 41

3. Data absorpsi Ca domba penelitian ... 42

4. Data absorpsi P domba penelitian... 42

5. Data absorpsi Mg domba penelitian ... 43

6. Data absorpsi Zn domba penelitian ... 43

7. Data pH urine dan produksi urine domba penelitian ... 44

8. Data bobot badan domba selama penelitian ... 44

9. Data kualitas semen domba penelitian pada awal perlakuan ... 45

10. Data kualitas semen domba penelitian pada akhir penelitian... 46

11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi BK ... 47

12. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi BO ... 47

13. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap KCBK... 48

14. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap KCBO... 48

15. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Ca ... 49

16. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi P... 50

17. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Mg ... 50

18. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Zn ... 51

19. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pH urine ... 51

20. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi urine ... 52

21. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan ... 52

22. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap volume sperma ... 53

23. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pH... 54

24. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap warna semen ... 54

25. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsistensi sperma ... 55

(21)

27. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap motilitas sperma ... 56

28. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap viabilitas sperma ... 56

29. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi sperma ... 57

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan suatu kebutuhan yang amat penting dalam usaha untuk

meningkatkan produksi dan kualitas hasil ternak. Pemberian pakan pada ternak

harus sesuai dengan kebutuhan. Walaupun tidak terlepas dari faktor genetik,

namun manajemen lingkungan termasuk pemberian pakan merupakan faktor yang

sangat mempengaruhi dalam menentukan produktivitas ternak. Faktor genetik

hanya mempengaruhi sekitar 30% sedangkan 70% dari produktivitas ternak

terutama pertumbuhan dan kemampuan berproduksinya, dipengaruhi oleh

lingkungan (Siregar 1994). Faktor lingkungan terdiri atas pakan, teknik

pemeliharaan, kesehatan, serta iklim, dan diantara faktor lingkungan tersebut,

pakan mempunyai pengaruh paling besar, yaitu sekitar 60% (Siregar 1994).

Pemberian pakan harus dapat memenuhi kebutuhan akan energi, protein,

lemak, serta vitamin dan mineral. Mineral berfungsi sebagai katalisator kerja

enzim, menjaga keseimbangan membran sel, dan berperan penting dalam aktivitas

mikroba rumen (Arora 1995). Pemberian pakan ternak juga harus memperhatikan

keseimbangan asam basa yang sangat berperan dalam menjaga sel-sel tubuh

menjalankan fungsinya secara normal.

Tubuh hewan terdiri atas banyak sel yang tersusun menjadi jaringan yang

kompleks. Masing-masing sel merupakan struktur yang hidup dan fungsi organ

dilaksanakan oleh sel-sel yang membangunnya. Sel-sel hewan memerlukan

lingkungan yang uniform dan stabil untuk menjalankan fungsinya. Pergeseran

kecil ke arah yang menyimpang dari keadaan keseimbangan yang optimal akan

mengganggu fungsi sel secara normal dan bahkan dapat mengancam kehidupan.

Montgomery et al. (1993) mengemukakan bahwa paru-paru dan ginjal

melalui sirkulasi cairan tubuh merupakan kesatuan sistem yang mempertahankan

pH darah. Keseimbangan asam basa di dalam darah dikontrol oleh tiga

mekanisme yaitu: sistem buffer, respirasi dalam hal pengambilan dan pelepasan

CO2 serta ekskresi dan absorbsi bikarbonat (Smith & Brain 1980).

Gangguan yang diakibatkan ketidakseimbangan asam basa diklasifikasikan

(23)

2

adalah kira-kira 7.4 (Dobson 1980). Ketidakseimbangan disebabkan oleh

perubahan tekanan CO2 terkait dengan fungsi respirasi dan sebaliknya

ketidakseimbangan oleh perubahan tekanan HCO3- penyebabnya adalah fungsi

metabolisme.

Keseimbangan asam basa dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh kandungan

asam basa dalam pakan. Dietary cation-anion balance (DCAB) mempengaruhi

status asam basa tubuh ternak. Status ini tidak sama dengan level pH rumen, lebih

terkait kepada sistem asam basa darah. Dua kation yaitu sodium (Na) dan

potassium (K), serta dua anion yaitu chlorida (Cl) dan sulfur (S) merupakan

komponen dalam perhitungan DCAB.

Dietary cation anion balance (DCAB) banyak digunakan pada sapi kering

karena pengaruhnya terhadap parturient paresis (milk fever), pada sapi yang

sedang tumbuh karena pengaruhnya terhadap dry matter intake (DMI) dan

pertumbuhan, serta sapi perah laktasi karena pengaruhnya dengan DMI dan

produksi susu. Pemberian sodium bicarbonate sebagai buffer rumen pada hewan

yang diberi hijauan dan pakan kaya kalium dapat meningkatkan kadar

kation-anion pakan. Pemberian pakan yang kelebihan Cl dan S menunjukkan pengaruh

yang sangat tidak baik pada pH urine (Tucker et al. 1991) dan metabolisme Ca

sebagai hubungannya dengan milk fever (Jackson et al. 2001).

Pengukuran DCAB pada sapi laktasi telah banyak dilakukan, dan

membuktikan bahwa dengan adanya nilai negatif dan positif pada DCAB dapat

mempengaruhi produktivitas sapi. Selain itu juga mempunyai hubungan dengan

mineral-mineral lain, khususnya berhubungan dengan metabolisme Ca. Oleh

karena itulah pengukuran DCAB dan hubungannya dengan metabolisme mineral

(24)

3

Tujuan

1. Mengkaji pengaruh neraca kation anion ransum terhadap konsumsi, kecernaan

nutrien, absorpsi mineral dan kualitas semen.

2. Menentukan jenis ransum yang dapat memberi pengaruh optimal terhadap

konsumsi, kecernaan nutrien, absorpsi mineral dan kualitas semen.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan untuk dapat

digunakan dalam menjaga keseimbangan asam basa tubuh, sehingga diharapkan

dapat meningkatkan konsumsi, kecernaan nutrien dan kualitas semen.

Hipotesis

1. Neraca kation anion ransum mempengaruhi konsumsi, kecernaan nutrien,

absorpsi mineral dan kualitas semen.

2. Ransum dengan neraca kation anion negatif berpengaruh baik terhadap

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pencernaan Ruminansia

Domba sama dengan kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang

memiliki organ pencernaan yang terdiri atas empat bagian penting, yaitu mulut,

perut, usus halus, dan organ pencernaan bagian belakang. Kambing memiliki

abomasum (perut sejati) dan lambung muka yang terdiri atas tiga bagian, yaitu

rumen (perut beludru), retikulum (perut jala), dan omasum (perut buku). Pada tiga

bagian utama tersebut tidak terdapat mucus dan enzim pencernaan atau asam,

akan tetapi pencernaan bisa terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme di

dalam rumen dan retikulum (Annison 1965). Pada ternak ruminansia muda,

rumen dan retikulum masih kecil dan belum berkembang. Bila ternak muda

tersebut mulai mengkonsumsi makanan padat terutama hijauan, bagian

retikulorumen mulai membesar sehingga berukuran daya tampung isi makanan

yang mencapai 60 – 65% dari seluruh saluran pencernaan (Tillman et al. 1998).

Pencernaan merupakan rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang

dialami oleh bahan makanan di dalam alat pencernaan. Proses pencernaan

makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan dengan

proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Menurut Sutardi (1980) proses

pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di dalam mulut, secara

fermentatif (oleh enzim-enzim yang berasal dari mikroba rumen) dan secara

hidrolisis (oleh enzim-enzim pencernaan induk semang).

Proses pencernaan domba dimulai dari mulut. Di dalam ruang mulut

ransum yang berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil dengan cara

pengunyahan dan pengeluaran saliva. Sebelum ditelan masuk ke dalam ruang

retikulorumen cairan ini mengandung 85% air dan terdapat dalam dua bagian,

yaitu bagian bawah dan bagian atas. Bagian bawah cair dan mengandung

makanan halus dalam suspensi, sedangkan bagian atas lebih kering yang terdiri

atas makanan kasar dan padat seperti hijauan.

Ternak ruminansia mempunyai kemampuan mengembalikan makanan dari

(26)

5

(1998) menyatakan bahwa para ahli telah menemukan bolus-bolus dikunyah ulang

40 – 50 kali sebelum ditelan kembali.

Pada studi fisiologi pencernaan ternak ruminansia, rumen dan retikulum

sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum

disebut sebagai perut buku karena dipenuhi oleh lembaran jaringan (tissue leaves),

yaitu sekitar 100 lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi

pada organ tersebut ada penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan

elektrolit, serta ada produksi amonia dan mungkin asam lemak terbang (Forbes &

France 1993). Termasuk organ pencernaan bagian belakang adalah sekum, kolon,

rektum.

Proses pencernaan fermentatif di dalam retikulorumen terjadi sangat

intensif dan dalam kapasitas yang sangat besar. Proses pencernaan tersebut

terletak sebelum usus halus (organ penyerapan utama). Keuntungan produk

fermentasi adalah mudah diserap usus, dapat mencerna selulosa, dapat

menggunakan non-protein nitrogen seperti urea, dan dapat memperbaiki kualitas

protein pakan yang nilai hayatinya rendah. Kerugiannya adalah banyak energi

yang terbuang sebagai methan dan panas, protein bernilai hayati tinggi mengalami

degradasi menjadi amonia (NH3) sehingga menurunkan nilai protein, dan peka

terhadap ketosis atau keracunan asam yang paling sering terjadi pada domba

(Siregar 1994).

Retikulorumen merupakan tempat utama terjadinya proses fermentasi dan

didalamnya terdapat 1010 – 1011 bakteri dan lebih dari 107 protozoa per gram isi

rumen (Annison 1965, Banerjee 1978).

Penyerapan Zat-zat Nutrisi

Dalam tubuh akan terjadi proses metabolisme apabila ada asupan pakan dari

luar. Proses metabolime ini terdiri atas dua proses yaitu proses pembentukan

(anabolisme) dan proses pemecahan (katabolisme). Metabolisme dalam tubuh

berfungsi untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari

dan untuk produktifitas. Beberapa makro nutrien yang mengalami proses

metabolisme dalam tubuh adalah karbohidrat, protein, lemak, air dan mikro

(27)

6

Karbohidrat merupakan zat makanan yang cepat mensuplai energi sebagai

bahan bakar tubuh, terutama jika tubuh dalam keadaan lapar (Piliang 2006).

Karbohidrat diklasifikasikan sebagai monosakarida, disakarida dan polisakarida.

Monosakarida utama yang terdapat dalam bentuk bebas dalam makanan ialah

glukosa. Pada hewan ruminansia apabila kadar glukosa darah sangat sedikit

sekali maka glukosa didapatkan dari pemecahan asam laktat menjadi propionat.

Semua volatile fatty acid (VFA) yang diproduksi dalam rumen dapat

menghasilkan energi, yaitu asetat, propionat dan butirat, tetapi propionat

merupakan satu-satunya sumber utama glukosa.

Zat makanan penghasil energi lainnya adalah lemak. Banyak fungsi-fungsi

tubuh yang sangat bergantung pada lemak. Beberapa komponen lemak adalah

trigliserida dan kolesterol. Lemak tidak dapat larut dalam air, sehingga molekul

lemak harus diemulsifikasi terlebih dahulu agar dapat bercampur dengan air.

Suatu zat pengemulsi (emulsifier) adalah suatu molekul yang mengandung

kelompok yang larut air dan kelompok yang larut dalam lemak. Kemudian lemak

dibawa melalui plasma dalam bentuk lipoprotein. Oleh karena plasma merupakan

media bersifat air (aqueous), maka lemak tidak dapat ditranspor tanpa adanya

suatu zat perantara, yaitu kelompok protein yang mempunyai kemampuan untuk

mengikat lemak, yang dalam hal ini suatu kelompok protein khusus berfungsi

untuk mengangkut atau mentransport lemak, diantaranya adalah low density

lipoprotein (LDL), mempunyai fungsi utama untuk mentransport fosfolipid dan

kolesterol ester, dan high density lipoprotein (HDL), mempunyai fungsi untuk

mentransport fosfolipid dan kolesterol lipid (Piliang 2006).

Selain makro nutrien, tubuh juga membutuhkan mikro nutrien untuk

stabilitas fungsi sel, salah satu mikro nutrien yang diperlukan adalah mineral.

Mineral merupakan unsur kimiawi yang diperlukan oleh jaringan hidup untuk

fungsi biologis normal. Berdasarkan jumlahnya, unsur-unsur tersebut

dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu unsur makro dan unsur mikro.

Unsur mineral makro diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar,

mencakup K, Na, Ca, P, Mg, S, dan Cl, mineral mikro yang diperlukan dalam

jumlah relatif jauh lebih sedikit dibandingkan mineral makro mencakup Zn, Cu,

(28)

7

Tillman et al. (1998) menyatakan secara umum mineral-mineral

mempunyai fungsi yaitu sebagai bahan pembentukan tulang dan gigi (menguatkan

dan mengeraskan jaringan), memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh,

sebagai aktivator sistem enzim tertentu, sebagai komponen suatu enzim dan

mempunyai sifat yang spesifik terhadap kepekaan otot dan syaraf. Annekov

(1982) menambahkan, faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan ternak akan

mineral yaitu tingkat produksi, umur, adaptasi, bangsa ternak, dan kandungan

berbagai zat makanan yang diberikan pada ternak.

Parakkasi (1985) menyatakan kebutuhan mineral dari ternak dipengaruhi

beberapa faktor, yaitu jenis dan tingkat produksi, tingkat dan bentuk ikatan

konsumsi, umur dan hubungan dengan zat makanan lain. Defisiensi

ketidakserasian atau keracunan mineral dapat menghambat produksi ternak dan

berakibat buruk pada penggunaan pakan (Sutardi 1980).

Mineral mikro yang mempunyai fungsi penting salah satunya adalah Zn.

Zink (Zn) terlibat terutama dalam metabolisme asam nukleat dan metabolisme

protein dan juga dalam proses penggantian sel. Zn juga penting untuk aktifitas

enzim. Enzim yang mengandung Zn antara lain anhidrase karbonat, urease,

dehidrogenase alkohol, dehidrogenase glutamat dan polimerase RNA dan DNA.

Zn ditemukan terikat dengan kelenjar insulin dan juga digunakan dalam

metabolisme vitamin A (Church 1988).

Pemberian mineral Zn dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen dan

meningkatkan penampilan ternak (Hartati 1998). Little et al. (1986) melaporkan

bahwa kandungan Zn pada pakan ruminansia di Indonesia berkisar antara 20 – 38

mg/kg bahan kering ransum, nilai ini jauh dibawah kebutuhan ruminansia seperti

yang direkomendasikan NRC (1985) 40 – 50 mg/kg bahan kering ransum.

Jumlah penyerapan tergantung kepada jumlah dalam makanan dan permintaan

fisiologis. Hal ini berarti bahwa penyerapan meningkat bila jumlahnya dalam

makanan yang dikonsumsi dibawah kebutuhan. Penyerapan Zn akan menurun

bila kadar Ca tinggi. Defisiensi Zn dapat lebih ditoleransi oleh ternak bila kadar

Ca lebih rendah. Fosfor mempunyai pengaruh yang sama dengan Ca terhadap

penyerapan Zn. (Supriyati 2000). Tempat utama penyerapan Zn pada

(29)

8

rumen lebih besar dibandingkan usus halus (McDowell 1992). Ruminansia

dewasa mampu menyerap 20 – 40% Zn asal ransum, pada ternak muda lebih

tinggi lagi (Georgievskii et al. 1982). Masuknya Zn ke dalam membran sel usus

relatif cepat, sedangkan ketika masuk ke aliran darah relatif lambat.

Zn juga sangat diperlukan dalam fungsinya untuk sistem reproduksi, Zn

diperlukan dalam produksi sperma, perkembangan embrio dan tumbuh kembang

anak. Kekurangan Zn akan mengganggu proses pembentukan sperma dan

perkembangan organ seks primer dan sekunder pada hewan jantan. Kekurangan

zat gizi Zn tersebut pada pejantan menyebabkan menurunnya fungsi testikular

(testicular hypofunction) yang berdampak pada terganggunya proses

spermatogenesis dan produksi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig. Testosteron

adalah hormon yang mempengaruhi libido dan ciri-ciri kelamin sekunder jantan.

Dilaporkan, kekurangan zat gizi seng akan merusak perkembangan dan fungsi

organ reproduksi pria/jantan pada hewan dan manusia. Dalam uji coba pada

hewan dengan memberikan diet rendah seng (2 ppm) selama 20 – 24 minggu

menyebabkan rusaknya perkembangan testikular dan proses pembentukan sperma

terhenti. Oleh karena itu, pria yang mengalami gangguan ereksi dan mandul

diduga kuat penyebabnya antara lain adalah kekurangan mineral seng.

Keseimbangan Asam Basa pada Ternak Ruminansia

Secara normal, di dalam tubuh ternak asam akan terus menerus diproduksi

dalam proses metabolisme dan yang paling banyak diproduksi adalah asam

karbonat, sedangkan pembentukan asam laktat dan asam keto merupakan

metabolit perantara. Produksi asam yang terus menerus ini menuntut agar ion

hidrogen dapat dipisahkan tanpa menyebabkan perubahan lingkungan.

Sistem buffer dalam mempertahankan pH akibat penambahan asam (H+)

atau basa (OH-) terdiri dari asam lemah (donor proton) dan basa konyugat

(akseptor proton) dan kekuatan buffer bukan merupakan sesuatu yang istimewa.

Dua reaksi kuilibrium timbal balik mendasar yang terjadi di dalam larutan donor

proton dan akseptor proton terjadi jika keduanya terdapat pada konsentrasi yang

(30)

9

Sistem buffer yang paling penting pada mamalia adalah sistem fosfat dan

bikarbonat (Lehninger 1990). Pada hewan mamalia, cairan tubuh total (total body

fluid) terdiri dari 1/3 bagian cairan ekstraseluler, yaitu cairan yang ada di luar sel,

terdiri dari plasma darah (blood plasma) dan interstitial (interstitial fluid), dan 2/3

cairan intraseluler yaitu cairan yang ada di dalam sel (cell fluid). Hampir 25%

dari komponen ekstraseluler adalah cairan intravaskuler yaitu cairan yang ada di

dalam sistem vaskuler dan 75% adalah cairan interstitial yaitu cairan cairan yang

ada di luar sistem vaskuler dan menggenangi sel.

Kadar elektrolit dalam berbagai kompartemen sangat jelas berbeda dalam

kandungan anion protein yang relatif rendah di dalam cairan interstitial

dibandingkan dengan di dalam cairan intrasel dan plasma. Selanjutnya Na+ dan

Cl- lebih banyak di cairan ekstrasel, dan K+ di cairan intrasel.

Perbedaan utama dalam komposisi kompartemen cairan tubuh (Tabel 1)

menunjukkan K+ sebagai kation penting dalam sel dan perpindahan Na+ secara

terus menerus ke dalam sel mendapatkan reaksi angkutan aktif kembali ke

ruangan ekstrasel mempertahankan konsentrasi K+ dalam kompartemen intrasel.

Tabel 1. Perbedaan utama komposisi kompartemen cairan tubuh

Cairan ekstrasel Cairan intrasel

Plasma Interstitial

Air (% berat badan tanpa

lemak

5 15 45 – 50

Kation utama Na+ Na+ K+

Anion utama Cl- Cl- HPO4=

Lain-lain Protein, glukosa Sedikit protein, glukosa Sumber : Montgomery et al. 1993.

Gangguan Terhadap Keseimbangan Asam Basa

Dobson (1980) mengklasifikasikan gangguan terhadap keseimbangan asam

basa atas dua kategori, yaitu asidosis dan alkalosis dengan kondisi normal pH

(31)

10

Tabel 2. Status asam basa dan pH darah, urine, cairan rumen serta respirasi pada ruminansia

Normal Alkalosis Asidosis

Darah pH 7.4 > 7.4 < 7.4

(HCO3-) : (H2CO3) 20 > 20 < 20

Urine pH 7.5 – 8.5 > 8.5 < 7.5

Rumen pH 5.5 – 7.0 > 7.0 < 5.5

Respirasi Ventilasi normal hiper hipo

Sumber : Kronfeld 1976.

Perubahan diakibatkan bekerjanya oleh fungsi pulmonarik atau fungsi

metabolik, atau keduanya menghasilkan asidosis atau alkalosis oleh kenaikan atau

penurunan dalam salah satu [HCO3] atau tekanan CO2. Ketidakseimbangan

disebabkan oleh perubahan tekanan CO2 terkait dengan fungsi respirasi dan

sebaliknya ketidakseimbangan oleh perubahan HCO3- penyebabnya adalah fungsi

metabolisme. Dengan demikian ada empat kondisi yang terjadi pada gangguan

keseimbangan asam basa yaitu asidosis dan alkalosis respiratori (respiratory

acidosis and alkalosis) dan asidosis dan alkalosis metabolitik (metabolic acidosis

and alkalosis).

Dietary Cation-Anion Balance (DCAB)

Dietary cation anion balance (DCAB) atau yang disebut pula sebagai

ransum berkeseimbangan kation-anion mengacu pada status asam basa hewan.

Status ini tidak berhadapan dengan tingkatan pH rumen, tetapi lebih ke systemic

(darah) asam basa. Ada empat mineral yang melibatkan perhitungan DCAB.

Persen yang berkenaan dengan aturan penggunaan dua kation, sodium ( Na) dan

potassium ( K) dan dua anion, klorid ( Cl) dan belerang (S) digunakan untuk

menghitung: DCAB= ( Na+ K)- ( Cl+ S) dimana DCAB dinyatakan dalam

milliequivalent ( meq) setiap 100 g bahan kering (BK). Milliequivalen untuk

masing-masing mineral sebagai berikut: Na, 0.023; K, 0.039; Cl, 0.0355; dan,

0.016. Kelebihan Na dan K adalah alkalogenic dan mendorong kearah suatu

peningkatan pH darah. Anion berkenaan dengan aturan penggunaan pakan, Cl

adalah acidogenic dan akan menurunkan pH darah (Ballantine 1998). Pada sapi

(32)

11

akan berhenti pada placenta, tetapi pada saat laktasi kebutuhan akan Ca akan

semakin meningkat. Hypocalcemia parturien paresis merupakan kesalahan

metabolisme yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan pool Ca dalam

plasma, yang sekarang dikenal dengan istilah milk fever (Roche et al. 2003).

Parturien paresis diderita oleh sekitar 2 sampai 5% sapi-sapi di Australia (Caple

1987) dan 2% sapi-sapi di New Zealand (McDougall 2001).

Konsentrasi plasma Ca dibawah kontrol dari parathyroid hormone (PTH),

calcitonin, dan metabolisme vitamin D (Lindsay & Pethick 1983). Kehilangan Ca

dari plasma merupakan tanda kesalahan pada mekanisme homeostasis yang

merupakan akibat dari pemeliharaan eucalcemia (Ramberg et al. 1984).

Pembentukan hypocalcemia pada beberapa sapi sebagai akibat untuk

memperlambat mekanisme timbal balik ini. Bagaimanapun, pada beberapa

hewan, hypocalcemia tidak sepenuhnya menjadi tanda klinis dan level Ca darah

secepatnya akan kembali normal.

Stewart (1983) menunjukkan bahwa dengan penambahan anion merupakan

suatu solusi untuk menurunkan pH darah. Penambahan anion kedalam cairan

tubuh melalui suplementasi pakan dapat menurunkan pH cairan tubuh. Meskipun

demikian, pH darah yang tinggi telah diatur, variasi yang rendah dapat

mempengaruhi metabolisme Ca dan pakan prepartum dengan negatif dietary

cation-anion balance telah dapat menunjukkan peningkatan homeostasis calcium

periparturien. Rendahnya pH urine, merupakan indikator dari pH darah (Vagnoni

& Oetzel 1998), yang berhubungan dengan peningkatan absorbsi gastrointestinal

dan pengeluaran Ca.

Pada sapi perah, apabila keseimbangan kation-anion positif dalam ransum

semakin ditingkatkan, maka terjadi peningkatan pH darah dan urin (Hu & Murphy

2004), Na/creat, Cl/creat, dan S/creat (Roche et al. 2003a), jumlah konsumsi

ransum, jumlah produksi susu dan kandungan protein susu. Akan tetapi,

menurunkan K dan Cl darah (Hu & Murphy 2004), konsumsi bahan kering,

pertambahan bobot badan, dan kandungan protein susu (Roche et al. 2003a).

Sebaliknya, tidak mempengaruhi Na darah (Hu & Murphy 2004), P dalam feces

(33)

12

Apabila dilakukan penurunan keseimbangan kation-anion ransum sampai

menjadi negatif (dari +69 menjadi -12 meq/100 BK), maka terjadi peningkatan

Mg dan Ca darah, Ca/creat, Mg/creat, Cl/creat, S/creat, tetapi menurunkan

Na/creat dan jumlah konsumsi ransum (Roche et al. 2003b), pH darah dan urin

(Roche et al. 2003b; Castro et al. 2004).

Gambaran Umum Semen dan Reproduksi Domba

Organ kelamin domba jantan terdiri atas tiga komponen yaitu : (a) organ

kelamin primer yaitu testes, (b) kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap yaitu

kelenjar vesikularis, kelenjar prostat, kelenjar bulbourethralis dan saluran-saluran

terdiri atas epididimis serta duktus deferen, (c) alat kelamin luar yaitu penis

(Toelihere 1993).

Komponen-komponen yang penting pada gonad jantan adalah tubulus

seminiferus yang mensekresi sperma, dan sel Leydig yang terdapat pada jaringan

interstitial yang mensekresi androgen. Hal ini mudah ditunjukkan bahwa (kecuali

pada ayam) LH saja menstimulasi sel Leydig untuk mensekresi androgen, tetapi

untuk spermatogenesis yang sempurna diperlukan FSH, LH, dan mungkin juga

androgen. Androgen mempertahankan sifat seks sekunder (jenggot, suara, tanduk,

jengger, agresivitas, dan sebagainya) dan kelenjar aksesori (kelenjar-kelenjar

prostat, vesikula seminalis, dan kelenjar Cowper). Sekresi kelenjar aksesori

merupakan komponen essensial semen.

Menurut Toelihere (1993), semen adalah sekresi kelamin jantan yang

diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat

pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan (IB).

Semen terdiri atas massa spermatozoa yang bersuspensi didalam medium

semigelatinous yang disebut plasma semen. Spermatozoa diproduksi didalam

tubuli seminiferi testes, sedangkan plasma semen disekresikan oleh epididymis

dan kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap lainnya, yaitu vesikularis dan prostata.

Menurut analisa kimia sperma dan plasma semen terdiri atas rangkaian zat-zat

organik tertentu, misalnya sekresi kelenjar vesika seminalis pada kambing

mengandung prostaglandin, suatu asam lemak tidak jenuh dengan C-20, yang

(34)

13

Proses pembentukan spermatozoa didalam tubuli seminiferi testes disebut

spermatogenesis. Siklus spermatogenesis pada ternak/hewan terdiri atas dua

tahapan, yaitu spermatositogenesis, dan spermiogenesis. Kedua tahapan ini

dicirikan oleh adanya pembelahan mitosis pada spermatogonia (2n) dan

pembelahan meiosis pada spermatosit (n) dan metamorfosis dari spermatid tanpa

ekor menjadi spermatozoa (n) dengan ekornya yang siap bergabung dengan oosit

(n) dalam proses fertilisasi untuk membentuk mahluk baru (2n) yang mewarisi

sifat-sifat genetik tetuanya. Waktu yang dibutuhkan mulai dari aktivasi

”stem-cell” sampai pelepasan spermatozoa ke dalam tubuli seminiferi mencapai 22 hari

pada kambing (Evans & Maxwell 1987), sedangkan pada domba dapat mencapai

46-49 hari (Toelihere 1993) dan dikontrol melalui mekanisme hormonal.

Pengamatan terhadap motilitas spermatozoa merupakan indikator fertilitas

spermatozoa yang dapat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.

Motilitas spermatozoa pada semen segar domba mempunyai rata-rata sekitar

60-80% (Garner & Hafez 2000), >90% (Arthur et al. 1996) dan 75% (Bearden &

Fuquay 1997). Motilitas spermatozoa sangat sensitif terhadap panas yang

berlebihan dan keberadaan benda asing serta bahan-bahan kimia yang dapat

mengganggu kelangsungan hidup spermatozoa (Ax et al. 2000).

Semen domba yang fertil secara normal tidak boleh mengandung lebih dari

15% spermatozoa abnormal (Ax et al. 2000). Menurut Bearden dan Fuquay

(1997), angka morfologi abnormal 8-10% tidak memberi pengaruh yang cukup

berarti bagi fertilitas, namun jika abnormalitas lebih dari 25% dari satu ejakulat

maka penurunan fertilitas tidak dapat diantisipasi.

Secara normal, rata-rata volume semen domba per ejakulasi adalah 0.8 -1.2

ml (Toelihere 1993), 0.5 – 2.0 ml (Arthur et al. 1996) dan 0.8 – 1.2 ml (Garner &

Hafez 2000). Menurut Toelihere (1993) semen domba memiliki volume yang

rendah tetapi konsentrasi yang tinggi, sehingga memperlihatkan warna krem/putih

susu. Konsentrasi spermatozoa domba yang normal adalah 2x109 – 3x109/ml

(Garner & Hafez 2000), 1.25x109 – 3x109/ml (Arthur et al. 1996) dan 2x109/ml

(Bearden & Fuquay 1997). Hubungan antara kekentalan/warna dengan

konsentrasi spermatozoa domba yang dikemukakan oleh Williams (1995) dapat

(35)

14

Tabel 3. Hubungan kekentalan/warna dengan konsentrasi spermatozoa domba

Skor Kekentalan/warna Konsentrasi spermatozoa (109 sperma/ml)

5 Krem tua 5.0 (4.5 – 6.0)

4 Krem 4.0 (3.5 – 4.5)

3 Krem pucat 3.0 (2.5 – 3.5)

2 Putih susu 2.0 (1.0 – 2.5)

1 Bening berwarna 0.7 (0.3 – 1.0)

0 Bening bersih 0

Sumber : Williams 1995.

Plasma semen mempunyai pH sekitar 7 dengan tekanan osmotik sama

dengan darah atau ekuivalen dengan NaCl 0.9%. Semen domba mempunyai pH

sebesar 5.9 – 7.3 (Garner & Hafez 2000; Bearden & Fuquay 1997). Semen

dengan konsentrasi yang tinggi bereaksi agak asam, sedangkan konsentrasi rendah

biasanya bereaksi agak basa.

Komponen utama plasma semen domba sebagian besar (75%) adalah air,

sedangkan natrium dan kalium merupakan kation utama dalam semen. Selain

mengandung mukoprotein, peptida, asam-asam amino bebas, lipida, asam-asam

lemak, vitamin dan berbagai enzim serta antiaglutinin (zat pelindung terhadap

aglutinasi kepala spermatozoa), dalam plasma semen juga ditemukan kandungan

persenyawaan organik spesifik seperti fruktosa, sorbitol, inositol,

(36)

15

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi semen antara lain

umur pejantan, musim, bangsa dan individu dalam bangsa (Memon & Ott 1981).

Untuk keberhasilan IB semen harus diproduksi dalam jumlah yang cukup dan

kualitas yang baik (Toelihere 1985). Selanjutnya dijelaskan bahwa kualitas semen

yang menurun dapat memperkecil angka konsepsi (angka kebuntingan) yang

dihasilkan. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produksi semen

baik kualitas maupun kuantitas menurut Toelihere (1985) adalah makanan. Pada

prinsipnya kebutuhan makanan untuk reproduksi hewan jantan tidak melebihi

kebutuhan untuk pertumbuhan hewan muda atau untuk mempertahankan

kehidupan hewan dewasa dalam kondisi yang sehat. Ransum harus cukup

seimbang antara karbohidrat, protein dan mineral serta suplai vitamin yang

essensial untuk reproduksi. Tingkatan makanan yang rendah dapat menurunkan

jumlah sperma per ejakulat dan kehilangan libido.

Akibat kekurangan makanan kelenjar-kelenjar pelengkap akan lebih nyata

terganggu untuk pembentukan sperma. Sedangkan tingkatan makanan yang tinggi

menyebabkan pejantan menjadi lamban, sulit untuk berkopulasi karena malas,

(37)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Kandang Penelitian Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor (IPB) pada bulan Maret – Mei 2007. Analisis sampel penelitian

dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Pusat

Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PAU), dan Laboratorium Balai

Penelitian Tanah. Analisis kualitas semen dilakukan di Bagian Reproduksi dan

Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Materi Penelitian Ternak dan Kandang Percobaan

Domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Garut jantan

yang berasal dari Garut dengan umur 2.5 tahun dan telah mencapai kematangan

seksual (sexual maturity). Jumlah domba yang digunakan dalam penelitian

sebanyak 12 ekor. Rataan bobot hidup awal domba penelitian per ekor 47 ± 5.22

kg. Domba tersebut dialokasikan ke dalam 4 perlakuan ransum. Domba

dipelihara secara acak dalam kandang individu dengan ukuran 1.25 x 1 x 0.75 m3.

Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Kandang individu

terletak dalam bangunan berupa sistem panggung dengan lantai papan dan beratap

asbes serta berventilasi baik. Di bawah kandang individu ditempatkan ram kawat

untuk koleksi feses. Pada perut domba dipasang ban yang diikat dengan karet

elastis ke punggungnya dan berfungsi sebagai popok, kemudian dibawahnya

terdapat pentil dengan selang yang dihubungkan dengan wadah penampung urine

(38)

17

Gambar 1. Bentuk kandang individu domba Garut yang dipakai dalam penelitian

Pemeliharaan Domba

Domba dipelihara selama 75 hari dengan 12 hari periode adaptasi, 14 hari

periode pendahuluan dan 49 hari pencatatan data. Pada awal domba datang

dilakukan penimbangan bobot awal dan pemberian vitamin, kemudian 7 hari

setelahnya dilakukan pemberian obat cacing. Pada satu minggu terakhir

dilakukan pengumpulan sampel urine dan feses. Setiap hari dilakukan

pembersihan kandang. Ransum diberikan 2 kali sehari setiap pukul 07.00 dan

14.00. Air minum selalu tersedia dalam ember dan setiap hari dilakukan

pembersihan ember dan penggantian air minum.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di kandang dan analisis sampel

di laboratorium. Penelitian ini mengkaji empat perlakuan ransum, yaitu : Basal =

Ransum basal (RO), RN = RO + Suplementasi Zn-fitat 40 ppm, RB = RN +

DCAB (+40 mEq/100g), RA = RN + DCAB (-10 mEq/100g).

Ransum basal terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi

ransum komplit (complete feed). Bahan penyusun nutrien ransum basal yang

digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Ransum tersebut

dianalisis kandungan nutriennya termasuk mineral Na, K, Cl dan S total. Neraca

kation anion dihitung dengan menggunakan rumus Tucker et al. (1992) sebagai

berikut : DCAB = (Na + K) – (Cl – S) (meq/100 g BK ransum).

Ransum basal kemudian ditambah kation atau anion agar nilai DCAB

(39)

18

menyumbangkan Na dan K, sedangkan penambahan CaCl2 dan CaSO4

masing-masing menyumbangkan anion Cl dan S.

Zn-fitat ditambahkan sebagai sumber Zn, dibuat dengan cara menambahkan

ZnCl2 ke dalam filtrat hasil ekstraksi dedak padi dengan larutan asam asetat 1%

dan dengan perbandingan 1:3. Jumlah ZnCl2 yang ditambahkan ke dalam filtrat

hasil ekstrak, dihitung berdasarkan jumlah fitat yang terekstrak atau kandungan

fitat dalam ekstrak.

Sumber : Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PAU) * Laboratorium Balai Penelitian Pertanian

# Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok, dengan 4 perlakuan

dan 3 kelompok domba, yang dikelompokkan berdasarkan bobot tubuh domba.

Model linear rancangan percobaan adalah : Yij : µ + τi + Kj + εij ; Yij = respon

pengamatan yang memperoleh perlakuan ke-i kelompok ke-j, µ = rataan umum, τi

= pengaruh perlakuan ke-i, Kj = pengaruh kelompok ke-j, εij = galat.

Pelaksanaan Penelitian

1. Pada awal percobaan kandang dibersihkan dan diberi desinfektan, kemudian

setiap ekor domba jantan dikandangkan secara acak dan ditempatkan dalam

kandang individual.

2. Sebelum domba ditempatkan dalam kandang terlebih dahulu dilakukan

penimbangan bobot domba, kemudian dikelompokkan menjadi 3 tergantung

satuan bobot badannya. Bobot yang paling ringan diberi kode A, bobot

(40)

19

3. Seluruh domba penelitian diberi vitamin dan obat pencegah penyakit cacing.

4. Ransum perlakuan diberikan 2 kali sehari pada pk 07.00 dan 14.00. Air

minum diberikan secara ad libitum. Dilakukan penimbangan pada ransum

perlakuan yang diberikan dan sisa ransum keesokan harinya

5. Periode pendahuluan (prelium) untuk ransum perlakuan dilaksanakan selama

2 minggu, kemudian dilakukan pengambilan sampel selama 1 minggu.

Sampel yang diambil meliputi ransum yang diberikan, sisa ransum keesokan

harinya dan sampel feses. Dari feses yang diperoleh selama periode koleksi

diambil sampel sebanyak 10% per hari untuk analisis kecernaan dan kadar

mineral.

6. Koleksi semen dilakukan pada hari ke 49 setelah pemberian ransum perlakuan

dengan menggunakan vagina buatan.

Peubah Penelitian

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :

a. Konsumsi ransum harian (g/hari). Jumlah konsumsi ransum sehari diperoleh

dengan cara berikut : jumlah konsumsi (g) = jumlah ransum yang diberikan

(g) – jumlah sisa ransum keesokan harinya (g).

Sejumlah ransum yang diketahui beratnya diberikan setiap hari dan

penimbangan sisa ransum pada keesokan harinya, sebelum pemberian

ransum pagi hari, sehingga diketahui berapa konsumsi ransum ternak pada

hari itu. Ransum yang diberikan setiap harinya 3% bobot tubuh domba atau

disesuaikan dengan konsumsinya pada hari sebelumnya. Apabila konsumsi

ransum tidak bersisa maka untuk keesokan harinya pemberian selalu

ditambah jumlahnya.

b. Feses harian (g/hari). Pengumpulan feses dilakukan secara komposit.

Pengumpulan feses dilakukan selama 7 hari. Pengumpulan feses segar

dilakukan setiap hari pukul 7.00, setelah ditimbang beratnya kemudian

diambil 10% dari berat segarnya, kemudian diletakkan dalam kantung kertas

yang berpori untuk kemudian dimasukkan ke dalam oven 600 (Gambar2).

Hal tersebut dilakukan berturut-turut selama 7 hari, setelah terkumpul feses

kering oven 600 selama 7 hari kemudian ditimbang kembali serta dilakukan

(41)

20

Gambar 2. Pengumpulan feses domba harian

c. Kecernaan Bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO).

Kecernaan dihitung berdasarkan bahan kering dengan rumus :

Σ zat makanan dikonsumsi (g) - Σ zat makanan dalam feses (g) x 100%

Σ zat makanan dikonsumsi (g)

Selanjutnya jumlah zat-zat makanan tercerna dihitung dengan cara

mengalikan konsumsi bahan kering dengan kecernaan.

d. Kadar mineral (Ca, P, Mg dan Zn) dalam ransum, feses dan semen diukur

dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS).

e. Kualitas semen.

Pengukuran kualitas semen langsung dilakukan setelah semen ditampung.

Penampungan semen dilakukan dengan menggunakan alat vagina buatan

dengan bantuan domba betina pemancing (Gambar 3). Penampungan semen

dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 6.30 – 9.00, pada saat libido/birahi

tinggi. Setiap penampungan dilakukan pada tiga ekor domba dan segera

diperiksa kualitas makroskopis dan mikroskopisnya.

(42)

21

Evaluasi semen secara makroskopis, meliputi:

a. Volume (ml), pengamatan volume dilakukan dengan cara

pengamatan langsung pada tabung penampung semen yang memiliki

skala.

b. Warna ejakulat terdiri atas enam warna, yaitu : krem tua, krem, krem

pucat, putih susu, bening berwarna dan bening bersih, dapat dilihat

langsung dengan mata.

c. pH , nilai pH semen dilihat menggunakan kertas indikator pH 6.5 –

10.0 (dengan skala terkecil 0.2)

d. Konsistensi (uji kekentalan), diukur dengan cara memiringkan tabung

kemudian ditegakkan kembali pada posisi semula. Nilai kekentalan

dilihat dari kecepatan ejakulat kembali ke posisi semula. Ejakulat

memiliki nilai kental (K) jika waktu kembali ke posisi semula sangat

lambat, ejakulat memiliki nilai (S) jika waktu kembali ke posisi

semula lambat dan ejakulat memiliki nilai (E) jika waktu kembali ke

posisi semula cepat (encer).

Evaluasi semen secara mikroskopis, meliputi:

a. Gerakan massa (total gelombang dan kecepatan gerakan), diamati

dengan cara meneteskan sampel semen segar pada gelas objek tanpa

gelas penutup kemudian diamati dengan mikroskop cahaya

pembesaran objektif 10 kali. Semen mendapat nilai (-) jika tidak ada

gerakan, (-/+) jika ada sangat sedikit gerakan, (+) jika ada sedikit

gerakan, (+/++) jika terjadi gerakan yang agak besar, (++) jika terjadi

gelombang gerakan yang besar, (++/+++) jika terjadi gelombang

besar yang hampir menyerupai gumpalan awan yang menggulung dan

(+++) jika terjadi gelombang gerakan seperti awan yang menggulung.

b. Motilitas atau pergerakan individu (%), persentase motilitas adalah

perbandingan spermatozoa yang bergerak kedepan (progresif)

dibandingkan jumlah spermatozoa yang diamati. Pengenceran

dilakukan dengan menggunakan NaCl fisiologis. Jumlah sperma

motil progresif diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan

(43)

22

berbeda (atau 200 spermatozoa) dengan cara berurutan dan zig zag.

Penilaian yang diberikan dari angka 0% (tak ada yang bergerak)

sampai dengan 100% (seluruh spermatozoa bergerak ke depan).

c. Konsentrasi (juta/ml), diamati menggunakan haemocytometer

Neubauer, konsentrasi spermatozoa merupakan jumlah spermatozoa

yang terkandung dalam setiap milimeter semen. Pengukuran

konsentrasi dilakukan dengan cara semen dihisap dengan pipet

penghitung butir darah merah (eritrosit) sampai angka 0.5 kemudian

dilap dengan tisu kertas bagian ujung luar pipet tersebut dilanjutkan

dengan menghisap larutan eosin 0.2% sampai angka 101. Setelah itu

larutan tersebut dihomogenkan dengan cara diputar dengan tangan

membentuk angka 8 selama 2-3 menit. Sebagian larutan dibuang

dengan cara meneteskan pada kertas tisu, kemudian ujung pipet

disentuh pada bagian tepi gelas penutup (cover glass) yang terpasang

pada kamar hitung Neubauer. Larutan sperma yang masuk kedalam

kamar hitung dibiarkan mengendap dan dihitung sel spermatozoanya.

Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara

menghitung jumlah spermatozoa yang terdapat pada lima kotak

dalam kamar hitung haemocytometer.

d. Persentase hidup, dievaluasi dengan menggunakan pewarnaan eosin

(Toelihere 1993). Spermatozoa yang hidup ditandai oleh kepala yang

tidak menyerap zat warna, sedangkan yang mati ditandai oleh kepala

yang berwarna merah. Evaluasi dilakukan pada minimal 200

spermatozoa diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya

pembesaran 400 kali.

e. Morfologi (abnormal) (%), adalah persentase kerusakan spermatozoa

yang ditandai dengan adanya kelainan pada kepala dan ekor, dihitung

dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran objektif 40 kali

dan jumlah spermatozoa yang diamati sebanyak 200 ekor.

Pengukuran yang diberikan mulai dari 0% bila semua spermatozoa

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Lingkungan

Suhu lingkungan kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Domba yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis domba Garut yang

diperoleh dari daerah Garut dengan suhu lingkungan 23 – 250C. Suhu kandang

selama penelitian pada pagi hari masih tergolong sejuk, namun ketika siang hari

sangat panas yaitu berkisar antara 320C ± 1. Hal ini tentu sangat mempengaruhi

proses adaptasi domba dengan suhu lingkungan kandang. Pada awal kedatangan

domba hingga 10 hari, terjadi adaptasi yang mengakibatkan konsumsi ransum

belum stabil, sebagai salah satu mekanisme untuk menurunkan produksi panas

tubuh dan juga mengakibatkan pertambahan bobot badan pada periode tersebut

negatif.

Peningkatan suhu lingkungan menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan fisiologis pada domba, diantaranya adalah kenaikan suhu tubuh yang

akan mempercepat proses metabolisme sehingga terjadi timbunan energi yang

(45)

24

Konsumsi

Ransum yang bernilai DCAB berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap

konsumsi ransum pada domba Garut jantan. Pemberian ransum dengan

penambahan Zn fitat maupun pemberian nilai DCAB +40 dan -10 meq/100 g BK

tidak mempengaruhi palatabilitas pakan dan diduga tidak mengganggu selera

makan yang dikendalikan syaraf pusat. Roche et al. (2003b) menyatakan bahwa

apabila dilakukan penurunan DCAB ransum dari +69 menjadi -12 meq/100 g BK,

mengakibatkan penurunan konsumsi ransum. Hasil penelitian ini menggambarkan

bahwa pemberian ransum dengan DCAB +40 dan -10 meq/100 g BK secara terus

menerus selama 7 minggu tidak mempengaruhi konsumsi, karena domba diduga

telah mengalami adaptasi terhadap ransum dengan DCAB yang cukup ekstrim.

Rataan konsumsi nutrien oleh domba penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Penelitian pada ikan didapat hasil bahwa konsumsi ransum dan

pertumbuhan meningkat seiring dengan makin tingginya nilai DCAB.

Peningkatan laju pertumbuhan dicapai dengan tingginya konsumsi ransum

(Dersjant-Li et al. 1999). Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya hewan

cenderung menyukai ransum yang bersifat basa daripada asam. Kecukupan

ransum pada ternak berhubungan dengan pemeliharaan homeostasis tubuh. DCAB

-100 meq/kg pada ikan membutuhkan energi lebih untuk menjaga keseimbangan

asam basa tubuhnya, oleh karena itu untuk aktivitas makan ternak kekurangan

energi, yang menyebabkan konsumsi dan pertumbuhan rendah pada perlakuan ini

(Dersjant-Li et al. 1999).

Hasil penelitian menggambarkan bahwa keseimbangan asam basa tubuh

tidak berpengaruh terhadap DCAB +40 dan -10, sehingga nilai DCAB yang

digunakan pada pada penelitian ini masih dalam kisaran aman untuk konsumsi

(46)

25

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DCAB ransum perlakuan tidak

berpengaruh terhadap KCBK dan KCBO ransum. Nilai DCAB +40 dan -10

meq/100 g BK ransum yang diberikan kemungkinan tidak mempengaruhi aktifitas

mikroba rumen dan pencernaan enzimatis pasca rumen. KCBK dan KCBO

ransum penelitian mempunyai nilai yang tinggi dan berarti bahwa ransum

perlakuan yang diberikan kepada domba penelitian berkualitas baik. Nilai KCBK

dan KCBO pakan yang diberikan kepada domba garut dapat dilihat pada Tabel 6.

Semakin tinggi angka kecernaan suatu bahan makanan maka menunjukkan

bahwa bahan makanan tersebut berkualitas baik untuk dikonsumsi ternak dan

dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuhnya. Hal ini dikarenakan pada

umumnya pakan dengan kandungan zat makanan yang dapat dicerna tinggi, maka

(47)

26

Menurut Anggorodi (1994), nilai gizi makanan antara lain diukur dari

jumlah zat-zat makanan yang dicerna, sedangkan kualitas suatu bahan makanan

dicerminkan dari angka konsumsi bahan kering. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kecernaan, yaitu: suhu, laju perjalanan makanan pada organ

pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, dan pengaruh

perbandingan dari zat-zat makanan lainnya.

Absorbsi mineral dapat dilihat pada Tabel 7. Ransum dengan nilai DCAB

-10 (RA) menurunkan absorbsi mineral Ca. Rendahnya absorpsi terkait dengan

tingginya kadar Ca dalam feses. Hal ini menggambarkan bahwa Ca ransum tidak

tersedia dan sulit diabsorpsi dalam kondisi nilai DCAB ransum negatif. Penelitian

pada manusia menunjukkan bahwa kadar protein yang tinggi cenderung

mengurangi utilisasi Ca, walaupun tidak mempengaruhi absorbsinya(Underwood

1997). Hal ini diduga terkait dengan jumlah sulfur yang disumbangkan protein

dalam mengendalikan asam basa tubuh dan metabolisme Ca. Ransum dengan nilai

DCAB yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap absorbsi mineral lain

selain Ca. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya kation atau anion dalam ransum

tidak mengganggu ketersediaan dan kebutuhan ternak terhadap P, Mg dan Zn.

Tabel 7. Rataan kecernaan dan absorpsi mineral domba penelitian

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

pH Urine dan Produksi Urine Domba

Tabel 8 menunjukkan perubahan pH urine dan produksi urine domba

penelitian yang mendapat ransum dengan DCAB yang berbeda. Ransum

perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pH urine dan produksi urine domba.

Hal ini berarti bahwa ransum perlakuan pada penelitian ini tidak mengganggu

(48)

27

meningkat dengan adanya peningkatan DCAB. Data tersebut menggambarkan

bahwa domba Garut dapat beradaptasi dengan perubahan nilai DCAB ransum

antara 40 sampai dengan -10. Proses adaptasi domba salah satunya adalah dengan

cara memperbanyak konsumsi air minum yang dapat dilihat dari jumlah produksi

urine. Ternak secara alami akan menjaga homeostasis tubuhnya dengan cara

mengambil air dalam jumlah yang banyak apabila tubuhnya kehilangan air yang

banyak pula, sebaliknya akan menghindari pemasukan air yang terlalu banyak

kedalam tubuhnya apabila air yang keluar juga sedikit (Isnaeni 2006).

Penelitian pada kambing menunjukkan bahwa dengan penggunaan DCAB

+75 Meq/kg akan menyebabkan pH urine turun tapi dengan periode waktu akan

meningkat dan kemudian akan semakin turun hingga mencapai 6.5, dan bersifat

acidosis, sedangkan untuk DCAB 0, -75 dan -150 Meq/kg akan lebih stabil

dengan pH 5.5 – 6.0. Selain itu, pengambilan urine 5 – 7 jam setelah pemberian

ransum dan garam memberikan waktu yang baik untuk melihat pengaruh

perlakuan terhadap nilai pH, dikatakan bahwa pada waktu tersebut urine mulai

menunjukkan perubahan pH (Jones 2006).

Hasil penelitian dengan menggunakan DCAB -10 dan +40 Meq/100 g BK

memberikan nilai pH dalam kisaran normal yaitu 8.0 – 9.1, hal ini mungkin

dikarenakan pengambilan urine yang terlalu lama setelah pemberian pakan dan

garam, sehingga telah tercampur dengan urine yang sudah beradaptasi dengan

konsumsi air minum.

Tabel 8. Rataan pH urine dan produksi urine domba penelitian

Perlakuan Peubah

Basal RN RB RA

pH urine 8.6 ± 0.5 9.1 ± 0.1 8.7 ± 0.4 8.0 ± 0.5

Produksi urine

Gambar

Tabel 1.  Perbedaan utama komposisi kompartemen cairan tubuh
Tabel 3.  Hubungan kekentalan/warna dengan konsentrasi spermatozoa domba
Tabel 4.  Sifat-sifat fisik dan kimiawi semen domba
Gambar 1.  Bentuk kandang individu domba Garut yang dipakai dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengawas Sekolah atau Kepala Sekolah , agar guru lain mau meniru dan mencoba pembaharuan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru

Bab I menguraikan latar belakang masalah mengenai adanya disharmonisasi norma yang terjadi secara vertikal antara Pasal 45 dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1

memungkinkan penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Return On Investment (ROI), Earning Per Share (EPS), Current Ratio, Dan Debt to Total Asset

Merupakan prioritas utama yang perlu diperhati- kan dalam menilai pentingnya kualitas pelayanan suatu perusahaan, adalah sejauh mana pelayanan itu dapat menciptakan tingkat

“(2) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat

Perkiraan Tanggal Terakhir perdagangan IDKM di Bursa 24 April 2013 Tanggal Efektif Penggabungan 01 Mei 2013 Perkiraan Tanggal Perdagangan saham di Bursa hasil Penggabungan 06

[r]

Berdasarkan analisa data diperoleh kesimpulan sebagai berikut: anggota kelompok UPPKS penerima dana PNPM di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten mayoritas adalah