• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Pada Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration Activity (Sebuah Studideskriptif Di Smp Muhammadiyah 4 Cipondoh-Kota Tangerang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Pada Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration Activity (Sebuah Studideskriptif Di Smp Muhammadiyah 4 Cipondoh-Kota Tangerang)"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SarjanaPendidikan (S.Pd) Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

HENDRIYAN

106016300649

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

Hands On Learning Technique Challenge Exploration Activity” Skripsi, Program Study of Physics Education, Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

(6)

i

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa pada pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Aspek psikomotor yang digunakan menurut Trowbridge dan Bybe meliputi moving (bergerak), communicating (komunikasi), manipulating (memanipulasi), dan creating (berkreasi). Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh Kota Tangerang pada tahun pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik purposive sampling, siswa kelas VII-1 N=34 sebagai kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen non-tes berupa lembar observasi psikomotor siswa untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran berlangsung. Data instrumen dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan merubah menjadi data persentase kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil studi menunjukkan kemampuan psikomotor siswa pada setiap aspek selama pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity adalah: pada aspek moving (71,5%), aspek manipulating (84%), aspek communicating (73,6%), dan aspek creating (64,4%).

(7)

iii

penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah berupa skripsi. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda alam Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan terbaik bagi segenap umat, kepada segenap keluarga dan sahabatnya yang selalu menjaga kemurnian teladan-Nya. Juga semoga kepada seluruh umatnya. Amiin.

Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa pada pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity, sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi alternatif oleh guru dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran fisika. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Mudah-mudahan Allah SWT membalas jasa dan pengorbanan mereka yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Sujiwo Miranto, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., Dosen Pembimbing II, yang telah ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing peneliti selama proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Erina Hertanti, M.Si., Dosen Penguji I dan Bapak Hasian Pohan M.Si., Dosen Penguji II yang telah banyak memberi masukan dan bimbingan selama revisi skripsi.

(8)

iv dalam penelitian.

7. Kedua orang tuaku, Bapak Muslim dan Ibu Amenah yang selalu mencurahkan kasih sayang, do’a, dan motivasi yang tak terbatas kepada peneliti. Kedua kakakku Andhika dan Yeni Rahman S.Pd yang banyak memberikan dukungan dan semangat. Pamanku Muhibi S.Pd yang telah memberikan bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai. 8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA maupun program studi

pendidikan fisika angkatan 2006, lebih khusus kepada rekan-rekan physics brothers, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, dan bantuan selama masa-masa kuliah maupun selama penyusunan skripsi.

Semoga amal baik dan pengorbanan kalian semua dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang lebih baik, jazákumullah ahsan al-jazâ’.

Jakarta, Agustus 2013

(9)

v

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA PIKIR ... 8

A. Deskripsi Teoretis ... 8

1. Filsafat Konstruktivisme ... 8

2. Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme ... 9

3. Hakikat Pembelajaran IPA ... 14

4. Pembelajaran Hands On ... 15

5. Aspek-Aspek Psikomotor Dalam Pembelajaran IPA ... 21

6. Penilaian Ranah Psikomotor ... 22

7. Hubungan Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On... 24

8. Konsep Kalor ... 28

9. Penelitian Relevan ... 33

(10)

vi

D. Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian ... 38

E. Instrumen Penelitian ... 39

1. Instrumen Nontes ... 39

a. Perangkat Pembelajaran ... 39

b. Lembar Observasi ... 39

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

a. Tahap Persiapan ... 41

b. Tahap Pelaksanaan ... 41

G. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ... 43

H. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

1. Pertemuan I ... 47

2. Pertemuan II ... 49

3. Pertemuan III ... 52

B. Pembahasan ... 63

1. Pertemuan I ... 63

2. Pertemuan II ... 64

3. Pertemuan III ... 66

BAB V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(11)

vii

Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration Activity ... 57

(12)

viii

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak) ... 45

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) .... 46

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) ... 47

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) ... 48

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aspek Manipulating (Memanipulasi) ... 48

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) ... 49

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) ... 51

Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) ... 52

Tabel 4.9 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) ... 52

Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) ... 53

Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran ... 54

Tabel 4.12 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran ... 55

Tabel 4.13 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran ... 56

(13)

ix

(14)

1

Perkembangan IPA (fisika) tidak hanya ditujukan pada produk ilmiah saja, namun meliputi juga metode ilmiah dan sikap ilmiah. Hal ini berarti bahwa belajar fisika bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesa, meramalkan, mengetes hipotesa, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mengungkap pertanyaan, mengekspresikan gagasan untuk membentuk pengetahuan baru. Namun kenyataannya pembelajaran fisika masih di dominasi metode konvensional. Pembelajaran fisika dengan metode konvensional dirasakan kurang efektif karena siswa kurang merespon materi yang disampaikan guru sehingga sulit untuk memahami suatu konsep yang sedang diajarkan. Kesulitan siswa memahami konsep fisika karena selama ini siswa hanya memahaminya secara abstrak tanpa terlibat langsung untuk mengungkap konsep yang diajarkan. Akibatnya, siswa sulit memabangkitkan ingatan yang sebelumnya didapat sehingga siswa belum mampu untuk menghubungkan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lainnya.

(15)

ranah psikomotor sebagai salah satu aspek hasil belajar kurang diperhitungkan sebagai hasil belajar.

Banyak guru fisika berpendapat bahwa siswa harus dijejali banyak bahan fisika, seluruh buku paket harus diselesaikan. Mereka merasa bahwa dengan semakin menjejalkan bahan fisika sebanyak mungkin, siswa semakin mengerti. Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa mengajarkan banyak bahan bukan jaminan siswa menjadi pandai fisika. Bahkan sebaliknya banyak anak yang menjadi bosan, dan akhirnya tidak menyukai fisika. Siswa menjadi kurang aktif dalam belajar fisika karena guru tidak mengajak siswa terlibat langsung. Mata pelajaran fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar guru mampu mengembangkan suatu strategi dalam mengajar yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, sehingga keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar meningkat. Dalam pelaksanaannya, keberhasilan pengembangan ranah kognitif dianggap sudah cukup sebagai ketuntasan hasil belajar siswa sehingga mengabaikan ranah psikomotor sebagai umpan balik keberhasilan siswa menguasai materi yang diajarkan guru.

Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari. Trowbridge dan Bybe dalam Elly Herliani menjelaskan ruang lingkup ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka mengemukakan kekhasan dalam mata pelajaran sains bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil-hasil yang melibatkan cara-cara memanipulasi alat-alat (instrumen). Keduanya mengklasifikasikan ranah psikomotor ke dalam empat kategori, yaitu: a) moving (bergerak), b) manipulating (memanipulasi), c) communicating (berkomunikasi), dan d) creating (menciptakan)1.

Berdasarkan semua permasalahan diatas tampaknya perlu diterapkan pembelajaran fisika yang tidak hanya meninitik beratkan pada ranah kognitif saja

1

(16)

tetapi dapat pula menyentuh ranah psikomotor. Pembelajaran fisika yang mampu mengungkap kemampuan psikomotor siswa serta meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih aktif mengajukan pendapat, bertanya, sikap kreatif, dan menjawab pertanyaan selama pembelajaran berlangsung adalah dengan model hands-on sebagai upaya meningkatkan kompetensi siswa.

Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran hands on karena kegiatan hands on merupakan kegiatan dalam mengajar yang memberikan penekanan pada keterlibatan siswa dalam mengamati dan memanipulasi objek secara langsung. Model pembelajaran hands on memiliki keunggulan diantara model pembelajaran yang lain, diantaranya: pembelajaran lebih ditekankan pada keaktifan siswa dalam memahami konsep fisika, mampu melatih keterampilan kerja ilmiah siswa. Pembelajaran hands on melibatkan siswa dalam penyelidikan mendalam, mengembangkan ide-ide dalam memecahkan masalah, meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, membantu pemahaman konsep fisika melalui pengalaman. Melalui pembelajaran hands-on siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memberikan keterampilan kepada siswa menggunakan alat, merancang percobaan, berkomunikasi, bertanya, berhipotesis, observasi, dan berpendapat. Yang utama dari pembelajaran hands on adalah menggunakan pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat kepada keaktifan siswa Dalam pembelajaran fisika keaktifan siswa berhubungan dengan psikomotor siswa

(17)

diantaranya: semua siswa terlibat kerja, siswa lebih aktif dalam percobaan, menuntut siswa untuk berpikir, adanya suasana kompetensi dan menimbulkan sikap kreatif bagi siswa.

Model hands on teknik challenge exploration activity dirasa cocok untuk diterapkan pada konsep kalor. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran fisika pada konsep tesebut membutuhkan pembelajaran yang inovatif, relevan dengan kebutuhan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran.

Dalam penelitian ini dipilih konsep kalor, karena konsep ini merupakan konsep penting yang bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan nyata dan membutuhkan banyak kegiatan pengamatan sesuai dengan pembelajaran yang akan diterapkan yaitu menggunakan pembelajaran hands on teknik challence exploration activity. Pada konsep ini banyak membutuhkan keterlibatan siswa dalam berbagai aktivitas dan membuat siswa lebih aktif. Konsep tersebut memerlukan pemikiran dan penjelasan melalui penalaran. Dengan penalaran tersebut siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada konsep ini terkandung indikator dan pengalaman belajar yang mengedepankan kerja ilmiah, kemudian dari bekerja ilmiah ini dapat memunculkan kemampuan psikomotor siswa sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik.

(18)

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diindentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran sehingga potensi berpikir siswa kurang berkembang. 2. Siswa belum menyentuh ranah psikomotor.

3. Pola pembelajaran yang diterapkan kurang meningkatkan aktivitas belajar fisika siswa.

C.Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka dilakukan pembatasan masalah pada pengaruh pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity terhadap hasil belajar fisika siswa, batasan ruang lingkupnya adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity yaitu kegiatan belajar dimana siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah diberikan, siswa hanya disajikan masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya, menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan.

2. Konsep fisika yang dipelajari dalam penelitian ini adalah konsep kalor. 3. Ranah psikomotor berdasarkan klasifikasi Trowbridge dan Bybe, meliputi (a)

(19)

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah kemampuan dan aktivitas psikomotor siswa pada pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah :

Mengetahui kemampuan dan aktivitas psikomotor siswa pada pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian pembelajaran hands on dengan teknik challenge exploration activity diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Guru, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu solusi dalam memilih model pembelajaran aktif untuk mengajar agar hasil belajar fisika siswa dapat meningkat.

2. Siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai konsep-konsep yang terdapat dalam fisika, selain meningkatkan pemahaman, juga untuk meningkatkan keterampilan siswa.

(20)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Deskripsi Teoritis

1. Filsafat Konstruktivisme

(21)

pengetahuan itu adalah bentukan (kontruksi) siswa sendiri yang sedang menekuninya2. Jadi, menurut pandangan konstruktivisme bahwa setiap individu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, bila yang sedang menekuni adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Pengetahuan buakanlah sesuatu yang sudah jadi, tetapi sesuatu yang harus dibentuk sendiri. Jadi pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman sejauh dialaminya. Proses ini akan berjalan terus menerus setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.3 Jadi untuk dapat mengetahui sesuatu siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa haruslah aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap dan sempurna.

Dari perspektif konstruktivisme, pembelajaran bermakna dapat dibina di dalam diri peserta didik sebagai hasil pengalaman-pengalaman pancainderanya dengan alam. Mereka menggunakan pengalaman pancaindera dengan cara membentuk skema atau struktur kognitif dalam pikiran mereka sehingga akan tercipta makna dan pemahaman mereka terhadap situasi dan fenomena yang ada.

Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar sains tidak hanya menerima informasi tentang produk sains, tapi melakukan proses

2

Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123.

(22)

ilmiah untuk menemukan fakta dan membangun konsep dan prinsip di bidang sains. Sangat jelas bahwa tanpa keaktifan siswa tidak akan berhasil dalam proses belajar mereka.

2. Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme

Salah satu landasan teoritik pendidikan modern adalah teori pembelajaran konstruktivime. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.4 Dalam proses pembelajaran, siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) peran aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna, (2) pentingnya membuat kaitan antar gagasan oleh siswa dalam mengkontruksi pengetahuan, (3) mengaitkan antara gagasan siswa dengan informasi baru di kelas.5 Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan

4

Trianto, ibid, h. 108

5

(23)

siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.6

Selain itu teori konstruktivisme yang terkenal adalah teori perkembangan kognitif Piaget. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.7 Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi denga ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.

J. Piaget mengartikan bahwa adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk. Sedangkan, akomodasi adalah proses perubahan skema.8 Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses akomodasi menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan itu. Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah

6

Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13

7

Ibid. h. 14

8

(24)

dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.

Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruk penetahuannya sendiri.9 Strategi pembelajaran berbasis konstruktivisme dari Piaget, dengan ide utamanya sebagai berikut:

1. Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi.

2. Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan llingkungannya

3. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibatnya terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.

4. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya.10

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil

9

Wina Sanjaya, ibid, h.122

10

(25)

pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi mengemukakan:

a. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama b. Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi

mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual

c. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).11

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme guru perlu mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa.

Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

11

(26)

pengalaman nyata12. Pembelajaran konstruktivis memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

a) Constructed

Siswa mengikuti proses pembelajaran tidak dengan kepala kosong. Mereka telah memiliki konsepsi awal berupa pengetahuan, ide, dan pemahaman yang sebelumnya telah terbentuk. Melalui konsepsi awal tersebut siswa dapat mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuan baru.

b) Active

Siswa membentuk pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Guru hanya membimbing, memantau, dan memberi masukan, selain itu guru juga memberikan ruang gerak bagi siswa untuk menyelidiki dan mempertanyakan pengetahuan serta mencoba aktivitas belajar baru, yang bertujuan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. c) Reflective

Guru dan siswa berupaya untuk meninjau ulang, mengorganisir, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. d) Collaborative

Dengan bekerja sama, siswa dapat saling bertukar pikiran untuk memudahkan mereka dalam memahami pelajaran maupun untuk memperkaya pengetahuan.

e) Inquiry-Based

Aktivitas siswa yang mengacu pada pembelajaran konstruktivisme adalah pemecahan masalah, dengan tahapan mencari akar permasalahan, investigasi masalah, dan menggunakan berbagai sumber untuk pemecahan masalah.

f) Revolving

12

(27)

Guru membantu siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap hal baru atau pelajaran yang sedang dikaji, agar yang dipelajari siswa lebih bermakna pada kehidupan nyata. 13

Teori konstruktivisme menekankan bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan, merekalah yang harus aktif menggabungkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.

3. Hakikat Pembelajaran Fisika

Menurut Marsetio Donosepoetro, pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur14. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah.

Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen,

13

Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal 14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org).

14

(28)

penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.

4. Pembelajaran Hands-On

Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands on serta memberikan kesempatan yang luas untuk melakukan dialog dengan guru dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan keterampilan berpikir para siswa.15 Prinsip teori konstruktivisme adalah ‘aktivitas harus selalu mendahului analisis’. Hands on activity adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri.16 Siswa diberi kebebasan dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan aktivitas sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan dengan motivasi yang tinggi17. Melalui hands on activity akan terbentuk suatu penghayatan dan pengalaman untuk menetapkan suatu pengertian (penghayatan) karena mampu membelajarkan secara bersama-sama kemampuan psikomotorik (keterampilan), pengertian (pengetahuan) dan afektif (sikap) yang biasanya menggunakan sarana laboratorium dan atau sejenisnya. Juga, dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang

15

Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000).

16

Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES)

17

(29)

dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan.18 Dengan hands on activity siswa akan memperoleh pengetahuan tersebut secara langsung melalui pengalaman sendiri.

Jika siswa tidak melaksanakan sains secara langsung, maka siswa tersebut belum melakukan sains seutuhnya. Dalam melakukan kegiatan ini siswa seperti halnya ahli-ahli professional ketika membuat hipotesis, mereka kemudian menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen-eksperimen dan observasi. Seperti halnya peneliti, mereka tidak bisa langsung mengatakan hipotesis mereka benar sebelum mereka bisa membuktikannya. Oleh karena itu kegiatan tersebut dapat menerapkan pembelajaran fisika berbasis hands-on, yang dapat melibatkan keterampilan psikomotor siswa.

Rutherford dalam Haury dan Rillero menyebutkan bahwa “Hands-On” secara harfiah adalah siswa menggunakan peralatan dalam belajar, yang berarti bahwa belajar dengan pengalaman. Istilah lain untuk aktivitas sains hands-on adalah aktivitas yang berpusat pada materi, manipulasi, dan praktek19.

Hands-on merupakan suatu aktivitas dimana siswa memiliki objek, baik makhluk hidup maupun benda mati yang secara langsung dapat digunakan untuk penelitian. Aktivitas hands-on merupakan aktivitas yang berpusat pada material, aktivitas pada manipulasi, dan aktivitas praktikum. Haury dan Rillero mengutip Lump dan Oliver yang menyatakan bahwa “sains yang berlandaskan Hands-on di definisikan sebagai segala aktivitas laboratorium yang dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau megobservasi proses sains20.

18

Kartono. Op.cit.

19 David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science

Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental

Education,1994. (online), dari

http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric/-2html, diakses 20 januari 2010, hlm. 2-3.

20

(30)

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas hands on adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung melalui pengamatan dalam kaitannya dengan proses sains.

Pembelajaran Hands-on melibatkan siswa pada seluruh pengalaman belajar yang mendorong siswa mengembangkan kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on inilah siswa dapat secara langsung mengerti tentang sains. Siswa mengembangkan teknik-teknik yang efektif untuk mengobservasi dan menguji segala sesuatu yang ada disekeliling mereka, mengetahui apa yang mereka pelajari, bagaimana, kapan dan mengapa segala sesuatu itu terjadi. Pengalaman-pengalaman tersebut sangat penting jika siswa saat ini tetap memiliki perhatian terhadap sains dan menjadi bekal untuk lebih melihat sains.

Pembelajaran berbasis hands-on activities merupakan suatu model yang dirancang agar siswa terlibat dalam empat komponen utama yaitu: menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Empat komponen utama dalam pembelajaran hands-on activities akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Menggali informasi dan bertanya

Guru memulai pembelajaran dengan memberikan LKS yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis.

2. Beraktivitas dan menemukan

Setelah siswa berhipotesis, guru membimbing siswa melakukan penyelidikan atau percobaan untuk menguji hipotesis.

3. Mengumpulkan data dan menganalisis

(31)

berdiskusi siswa menganalisis data untuk pembahasan dari data yang teramati.

4. Membuat kesimpulan

Selama siswa berdiskusi, guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya ataupun memberikan tanggapan. Dan guru pun membimbing siswa menarik kesimpulan dengan memberikan kata kunci atau pertanyaan-pertanyaan pancingan21.

Pembelajaran fisika dengan model hands-on membantu siswa untuk belajar fisika atau prinsip-prinsip fisika dengan keaktifan siswa membuat sesuatu benda, peralatan atau hal, yang didasari dengan prinsip fisika. Tekanan model ini adalah siswa dibiasakan dengan aktif membuat atau menciptakan sesuatu peralatan yang menggunakan prinsip fisika.22 Melalui pembelajaran hands-on siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memberikan keterampilan kepada siswa menggunakan alat, merancang percobaan, berkomunikasi, bertanya, berhipotesis, observasi, dan berpendapat.

Peran guru dalam pembelajaran hands-on difokuskan dalam memotivasi dan melibatkan siswa pada pengalaman belajar yang dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konten sains dalam proses belajar. Peran guru tidak hanya sebagai pemberi ilmu pengetahuan sebagaimana pembelajaran tradisional, tetapi juga harus membantu siswa membangun pengetahuannya sendiri. Guru yang menerapkan pembelajaran hands-on dalam kegiatan proses belajar harus mempertimbangkan juga bagaimana cara yang harus ditempuh umtuk mengevaluasi siswanya. Siswa tidak hanya diuji mengenai penugasan

21 Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, ISSN: 1693-1246 Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id

22

(32)

spesifik isi pengetahuannya, akan tetapi kinerjanya pun penting juga untuk dievaluasi.

Pembelajaran hands-on terdiri dari 3 teknik yaitu Guided Worksheet Activity, Challenge Exploration Activity dan Open Exploration Activity.

Adapun perbedaan ke-3 teknik tersebut adalah :

1. Teknik Guided Worksheet Activity (kegiatan lembar tugas panduan). Pada teknik ini siswa diberikan LKS yang lengkap yang berisis alat, bahan, tujuan, dan prosedur kegiatan praktikum tetapi tidak memberi tahukan hasil. Siswa diharapkan menemukan sendiri hubungan antar variabel ataupun menggenaralisasikan data. Teknik ini menggunakan LKS yang bersifat resep (cook book) tetapi tidak selengkap LKS cook book.

2. Teknik Challenge Exploration Activity (kegiatan eksplorasi tantangan). Pada teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa berisi alat, bahan, dan tujuan praktikum serta permasalahan yang akan diteliti siswa. Siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah diberikan.

3. Teknik Open Exploration Activity (kegiatan eksplorasi terbuka). Pada teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa hanya berisi alat dan bahan praktikum. Sedangkan untuk tujuan, permasalahan yang akan diteliti, dan prosedur kegiatan praktikumnya siswa ditugaskan untuk merumuskannya sendiri.23

Perbedaan ketiga teknik diatas adalah pada lengkap tidaknya petunjuk yang diberikan dalam LKS. Adanya LKS yang membantu siswa untuk mengembangkan alur berpikir untuk mendapatkan suatu konsep. LKS yang dikembangkan dalam model pembelajaran hands-on dilengkapi

23

(33)

dengan menggunakan pertanyaan produktif. Dengan pertanyaan produktif siswa harus melakukan sesuatu terlebih dahulu sebelum menjawab. Sementara dalam LKS yang selama ini dipergunakan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat lebih menitik beratkan pada pemahaman konsep belaka tidak menuntut siswa untuk melakukan sesuatu. Tanggapan siswa terhadap LKS yang dibuat dapat membantu memahami suatu konsep.

Ketiga teknik tesebut juga dapat digunakan secara bersama-sama (kombinasi), akan tetapi tidak ada aturan yang mengikat mengenai urutan yang tepat dalam mengkombinasikan ketiga teknik tersebut. Pada kondisi tertentu, kegiatan belajar bisa dimulai dengan teknik Open Exploration Activity untuk mengenal dan mengetahui bahan-bahan praktikum terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan teknik Challenge Exploration Activity sehingga siswa fokus pada suatu konsep. Di lain hal, teknik Guided Worksheet Activity bisa digunakan sebagai dasar dari kegiatan teknik Open Exploration Activity dan kemudian dilanjutkan dengan memahami penaksiran melalui kegiatan pada teknik Challenge Exploration Activity. Meskipun demikian, memadukan karakter setiap pengalaman yang didapat para siswa merupakan hal yang terpenting dari semua itu.

Teknik challenge exploration activity, siswa diberi kesempatan untuk membuat hipotesis dan prosedur kerja. Sehingga siswa dapat mengekplorasi/merancang daya pikirnya dalam membuat hipotesis dan prosedur kerja. Dalam hal ini siswa mendapatkan tantangan, karena jika prosedurnya kurang tepat dengan permasalahan yang ada. Maka hasilnya pun dapat berakibat tidak baik terhadap percobaan yang diteliti.

(34)

a. Dalam pembelajaran ada iklim kompetisi b. Terdapat sikap kreatif dan inventif c. Semua siswa terlibat kerja

d. Aktivitas percobaan sebagai hal yang menuntut berpikir.24

Penerapan teknik Challence Exploration Activity memberikan hal yang positif bagi siswa seperti, muncul sikap kreatif dan inventif dalam diri siswa, semua siswa dalam kelompok terlibat kerja bahkan terjadi iklim kompetisi, dan siswa merasa terangsang dengan dengan teknik ini. Bila dilihat dari segi kreativitas, keterlibatan siswa dalam kelompok, kemampuan memechkan masalah (Problem Solving), motivasi belajar, kemampuan berhipotesis, dan penggunaan pengetahuan awal teknik Challence Exploration Activity merupakan teknik yang dapat memfasilitasi hal-hal tersebut.

5. Penilaian Ranah Psikomotor

Berkaitan dengan psikomotor, Bloom berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.25 Singer menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.26

24

Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011)

25

Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

26

(35)

Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif.27

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.28 Simpson menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.29

Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor siswa. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun, disamping kecakapan psikomotor itu tidak terlepas dari kecakapan kognitif ia juga banyak terikat oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuandan kesadaran serta sikap mentalnya30.

Menurut Setyosari aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang

27

Op.cit

28 Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja

Rosdakarya, Bandung 2010)

29

Ahmad Sofyan dkk. Evaluasi Pemebelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (UIN Jakarta Press, Jakarta 2006) h. 23

30

(36)

memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Tujuan yang bersifat psikomotor berkaitan dengan pencapaian keterampilan motorik (gerakan), memanipulasi benda/objek atau kegiatan-kegiatan yang memerlukan koordinasi otot-otot syaraf dan anggota badan. Menurut Wartono keterampilan-keterampilan motorik tersebut dalam pembelajaran sains disebut dengan keterampilan proses sains, yang meliputi mengamati, menafsirkan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan percobaan dan mengkomunikasikan percobaan.31

Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.32

Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penialain dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik. Untuk menilai hasil belajar aplikatif ini dapat digunakan instrumen tes kinerja atau nontes dengan pedoman observasi.33

Berdasarkan pengertian domain psikomotor yang telah dikemukakan, penilaian hasil belajar siswa pada doamin psikomotor dititik beratkan pada keterampilan motorik (hands on).34 Berdasarkan batasan ini,

31 Nani Dahniar, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika

Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1, No. 2,)

32

Depdiknas 2008. Op.cit. h. 4-5

33

Ahmad Sofyan. dkk. Op.cit. h. 24

34

(37)

maka dalam pelajaran sains, kompetensi siswa dalam domain psikomotor dinilai antara lain ketika siswa sedang praktikum di laboratorium pada khususnya dan diskusi dalam pemecahan masalah.

6. Aspek-Aspek Psikomotor Dalam Pembelajaran IPA

Menurut Mills pembelajaran keterampilan akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing)35. Trowbridge dan Bybe menekankan bahwa domain psikomotor mencakup aspek-aspek perkembangan motorik, koordinasi otot dan keterampilan-ketrampilan fisik.36

Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan gerak ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran mampu membuahkan hasil yang optimal. Mills menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan dalam bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan secara rinci dan berurutan, (c) mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan singkat dengan memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan penilaian terhadap usaha peserta didik.37

Stiggins menjelaskan bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan penegmbangan motorik, koordinasi otot, dan keterampilan-keterampilan fisik. Trowbridge dan Bybe juga sepaham dengan Stiggins mengenai ruang lingkup ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka mengemukakan kekhasan dalam mata pelajaran sains bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil-hasil yang melibatkan cara-cara memanipulasi alat-alat (instrument). Keduanya mengklasifikasikan ranah

35

Depdiknas 2008, loc.cit.

36

Ahmad Sofyan, loc.cit. h. 24

37

(38)

psikomotor ke dalam empat kategori, yaitu: a) moving (bergerak), b) manipulating (memanipulasi), c) communicating (berkomunukasi), d) creating (menciptakan)38.

7. Pengaruh Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On

Berdasarkan pengertian ranah psikomotor yang telah dikemukakan, penilaian hasil belajar pada ranah psikomotor ini dititikberatkan pada keterampilan motorik (hands on). Berdasarkan batasan ini, maka dalam pelajaran sains, kompetensi siswa dalam ranah psikomotor dinilai antara lain ketika siswa sedang praktikum di laboratorium pada khususnya dan diskusi dalam pemecahan masalah.

Pada kegiatan pembelajaran, terdapat kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai, metode pembelajaran dan evaluasi yang akan digunakan. Oleh karena itu ada sedikit perbedaan titik berat tujuan pembelajaran psikomotor dan kognitif maka strategi maupun pendekatan pembelajarannya sedikit berbeda. Pembelajaran yang mengungkap kemampuan psikomotor akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing). Sains merupakan suatu proses penemuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep dan prinsip saja. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung dalam arti bekerja ilmiah sebagai lingkup proses. Lingkup proses berkaitan erat dengan konsep, maka bekerja ilmiah adalah mengintegrasikan isi sains ke dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang membekali pengalaman belajar siswa secara langsung.

Sains bukan merupakan sekumpulan pengetahuan atau fakta tetapi suatu kerja, tindakan, kegiatan, dan penyelidikan. Siswa memerlukan

38

(39)

pembelajaran hands-on yang melibatkan mereka dalam pengumpulan, organisasi, analisis, dan menilai konten sains. Siswa secara aktif terlibat dalam belajar, mengasumsi apa yang terjadi dan bagaimana mempelajarinya, siswa dapat mengembangkan percobaan, pengumpulan data, dan menginterpretasikan hasil penemuannya. Oleh karena itu, pembelajaran hands-on merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa pada seluruh pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on inilah siswa dapat secara langsung mengerti sains.

Model hands on activity sangat baik bagi keterampilan psikomotor siswa, mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika sangat mengasyikan dan menarik, apalagi dengan melakukan sesuatu, mereka dapat melihat dengan mata dan inderanya bahwa yang dilakukan terjadi. Maka mereka menjadi lebih yakin. Keuntungan lain dengan model ini adalah siswa dilatih keterampilan membuat sesuatu peralatan yang berbau fisika.39

According to the constructivist philosophy of Piaget people build conceptual understanding and Vygotsky, on their experience. Real experiences allow people to construct their own understandings in a meaningful way.40 Menurut filsafat konstruktivis Piaget and Vygotsky, orang membangun pemahaman konseptual pada pengalaman mereka. Kenyataannya memungkinkan orang untuk membangun pemahaman mereka sendiri dengan cara yang berarti. Titik umum untuk teori ini adalah bahwa belajar yaitu proses yang aktif memerlukan keterlibatan fisik (psikomotor) dan intelektual dengan tugas belajar. Demonstrasi dan hands-on membuat "gangguan eksternal" menjadi pemikiran terkini dan merangsang equilibrium, yang menyebabkan konseptual berubah, dan bahwa hands-on activities adalah cara efektif untuk anak-anak dan remaja

39

Paul Suparno, op.cit.. h.123

40

(40)

untuk memperoleh pengetahuan. Hands-on activities membuat siswa lebih aktif peserta didik di kelas ilmu pengetahuan, terutama jika mereka dapat menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah untuk kehidupan sehari-hari situasi mereka. Penelitian juga menunjukkan bahwa siswa menemukan ilmu yang lebih menarik ketika mereka relevan untuk setiap hari hidup atau pengalaman. Proyek yang melibatkan hands-on activities, pengalaman meningkatkan peluang untuk pembangunan pengetahuan.

Menurut Krech faktor yang berpengaruh dalam pengubahan perilaku tergantung pada keinginan diri individu, kepribadiannya, informasi yang diterima, kerja kelompok dan lingkungan yang mendukung. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dan penerapan konstruktivisme, hasil penelitian pembelajaran sains dengan kegiatan mandiri atau dengan hands-on dan minds-on activity. Model hands-on sangat baik bagi siswa SD dan SMP. Mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika mengasyikan dan menarik.41 Siswa memerlukan pembelajaran hands-on yang melibatkan mereka dalam pengumpulan oraganisasi, analisis dan nilai konten sains sehingga siswa secara aktif terlibat dalam belajar, mengasumsi apa yang terjadi dan bagaimana mempelajarinya, siswa dapat mengembangkan percobaan, pengumpulan data dan menginterpretasikan pengetahuannya.

Dalam hal ini hanya akan dijelaskan aspek-aspek yang dapat dinilai dalam mata pelajaran sains dengan merujuk pada klasifikasi ranah psikomotor. Selanjutnya Trowbridge dan Bybe mengklasifikasikan domain psikomotor kedalam empat kategori, yaitu: a)moving (bergerak), b)manipulating (memanipulasi), c)communicating (berkomunikasi), dan d)creating (menciptakan).42

a. Moving (bergerak), kategori ini merujuk pada sejumlah gerakan tubuh yang melibatkan koordinasi gerakan-gerakan fisik. Kategori ini merupakan respon-respon otot terhadap rangsangan sensorik.

41

Paul Suparno, loc.cit., hal. 123

(41)

b. Manipulating, kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup pola-pola yang terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh, misalnya koordinasi antara mata, telinga, tangan, dan jari. Koordinasi gerakan tubuh melibatkan dua atau lebih bagian-bagian tubuh, misalnya tangan-jari, tangan-mata.

c. Communicating, kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas yang menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui orang lain.

d. Creating, merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan dari gagasan-gagasan baru. Kreasi dalam mata pelajaran sains biasanya memerlukan sejumlah kombinasi dari gerakan, manipulasi, dan komunikasi dalam membangkitkan hasil baru yang sifatnya unik. Dalam konteks ini terjadi koordinasi antara aspek kognitif, psikomotor, dan afektif dalam upaya untuk memecahkan masalah dan menciptakan gagasan-gagasan baru tersebut43.

8. Kalor

a) Pengertian kalor

Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan menjadi panas. Mengapa air menjadi panas? Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik. Dari manakah kalor itu? Kalor berasal dari bahan bakar, dalam hal ini terjadi perubahan energi kimia yang terkandung dalam gas menjadi energi panas atau kalor yang dapat memanaskan air.

Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan zat yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke

43

(42)

benda yang suhunya lebih rendah jika kedua benda tersebut bersentuhan atau bercampur. Jika kalor merupakan suatu zat tentunya akan memiliki massa dan ternyata benda yang dipanaskan massanya tidak bertambah. Kalor bukan zat tetapi kalor adalah suatu bentuk energi dan merupakan suatu besaran yang dilambangkan Q dengan satuan joule (J), sedang satuan lainnya adalah kalori (kal). Hubungan satuan joule dan kalori adalah

1 kalori = 4,2 joule 1 joule = 0,24 kalori

b) Kalor dapat Mengubah Suhu Benda

Apa yang terjadi apabila dua zat cair yang berbeda suhunya dicampur menjadi satu? Bagaimana hubungan antara kalor terhadap perubahan suhu suatu zat? Adakah hubungan antara kalor yang diterima dan kalor yang dilepaskan oleh suatu zat?

Semua benda dapat melepas dan menerima kalor. Benda-benda yang bersuhu lebih tinggi dari lingkungannya akan cenderung melepaskan kalor. Demikian juga sebaliknya benda-benda yang bersuhu lebih rendah dari lingkungannya akan cenderung menerima kalor untuk menstabilkan kondisi dengan lingkungan di sekitarnya. Suhu zat akan berubah ketika zat tersebut melepas atau menerima kalor. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa kalor dapat mengubah suhu suatu benda.

(43)

1)Semakin besar kalor yang diberikan pada suatu zat, semakin besar kenaikan suhunya.

2)Semakin besar massa suatu zat, semakin besar kalor yang diperlukan untuk memanaskan zat tersebut.

3)Kalor yang diberikan pada suatu zat sebanding dengan kalor jenis zat tersebut.

Jika dituliskan dalam bentuk persamaan matematika, diperoleh hubungan sebagai berikut.44

Keterangan:

Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J) m = massa zat (kg)

c = kalor jenis zat (J kg-1 °C-1)

∆T = kenaikan suhu (°C)

c) Kalor dapat Mengubah Wujud Zat

Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-menerus dan mencapai suhu minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat digunakan untuk mengubah suhu zat, juga dapat digunakan untuk mengubah wujud zat.

Perubahan wujud suatu zat akibat pengaruh kalor dapat digambarkan dalam skema berikut.

44

Anni Wirasih dkk. IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008). h. 129

Cair

Padat Gas

2

1

6 5 4

3

(44)
[image:44.612.119.512.195.637.2]

Gambar 2.1. Skema Perubahan Wujud Zat Keterangan:

1 = mencair/melebur 4 = mengembun 2 = membeku 5 = menyublim 3 = menguap 6 = mengkristal

d) Menguap

Pada waktu menguap zat cair memerlukan kalor, kalor yang diberikan pada zat cair akan mempercepat gerak molekul-molekulnya sehingga banyak molekul zat air yang meninggalkan zat cair itu menjadi uap. Penguapan zat cair dapat dipercepat dengan cara sebagai berikut:

1) Memanaskan Zat Cair

Pemanasan pada zat cair dapat meningkatkan volume ruang gerak zat cair sehingga ikatan-ikatan antara molekul zat cair menjadi tidak kuat dan akan mengakibatkan semakin mudahnya molekul zat cair tersebut melepaskan diri dari kelompoknya yang terdeteksi sebagai penguapan. Contohnya pakaian basah dijemur di tempat yang mendapat sinar matahari lebih cepat kering dari pada dijemur di tempat yang teduh.

2) Memperluas Permukaan Zat Cair

(45)

Dengan demikian untuk mempercepat penguapan kita juga bisa melakukannya dengan memperluas permukaan zat cair tersebut. Contohnya air teh panas dalam gelas akan lebih cepat dingin jika dituangkan ke dalam cawan atau piring.

3) Mengurangi Tekanan Pada Permukaan Zat Cair

Pengurangan tekanan udara pada permukaan zat cair berarti jarak antar partikel udara di atas zat cair tersebut menjadi lebih renggang. Akibatnya molekul air lebih mudah terlepas dari kelompoknya dan mengisi ruang kosong antara partikel-partikel udara tersebut. Hal yang sering terjadi di sekitar kita adalah jika kita memasak air di dataran tinggi akan lebih cepat mendidih daripada ketika kita memasak di dataran rendah.

4) Meniupkan Udara di Atas Zat Cair

Pada saat pakaian basah dijemur, proses pengeringan tidak sepenuhnya dilakukan oleh panas sinar matahari, akan tetapi juga dibantu oleh adanya angin yang meniup pakaian sehingga angin tersebut membawa molekul-molekul air keluar dari pakaian dan pakaian menjadi cepat kering.

e) Mendidih

Mendidih adalah peristiwa penguapan zat cair yang terjadi di seluruh bagian zat cair tersebut. Peristiwa ini dapat dilihat dengan munculnya gelembung-gelembung yang berisi uap air dan bergerak dari bawah ke atas dalam zat cair.

Zat cair yang mendidih jika dipanaskan terus-menerus akan berubah menjadi uap. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat cair menjadi uap seluruhnya pada titik didihnya disebut kalor uap (U). Besarnya kalor uap dapat dirumuskan:

Keterangan

(46)

Q = kalor yang diserap/dilepaskan (joule) m = massa zat (kg)

U = kalor uap (joule/kg)

Jika uap didinginkan akan berubah bentuk menjadi zat cair, yang disebut mengembun. Pada waktu mengembun zat melepaskan kalor, banyaknya kalor yang dilepaskan pada waktu mengembun sama dengan banyaknya kalor yang diperlukan waktu menguap dan suhu di mana zat mulai mengembun sama dengan suhu di mana zat mulai menguap.

kalor uap = kalor embun titik didih = titik embun f) Melebur

Melebur adalah peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi zat cair. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah satu satuan massa zat padat menjadi cair pada titik leburnya disebut kalor lebur (L). Besarnya kalor lebur dapat dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan

Q = kalor yang diserap/dilepas (joule) m = massa zat (kg).

L = kalor lebur (joule / kilogram)

Jika zat cair didinginkan akan membeku, pada saat membeku zat melepaskan kalor. Banyaknya kalor yang dilepaskan oleh satu satuan massa zat cair menjadi padat disebut kalor beku.

kalor lebur = kalor beku titik lebur = titik beku

B. Kerangka Berpikir

Konsep sains hands-on adalah suatu program sains untuk anak yang didasarkan pada metode yang menggunakan naluri anak untuk mengerti. Sains

(47)

seharusnya dijadikan pengalaman, pengalaman ini seharusnya memungkinkan siswa untuk dilibatkan secara aktif dalam memanipulasi objek dan material dari dunia nyata (dalam kehidupan sehari-hari).

Cara untuk membantu siswa memenuhi konsep-konsep dasar fisika adalah dengan memperlihatkan pembuktian konsep dasar tersebut secara langsung kepada siswa. Cara ini memberikan pengalaman belajar lebih bermakna jika diabandingkan dengan belajar yang didominasi oleh guru.

Hands-on membuat siswa untuk menjadi peserta aktif sebagai pelajar, sehingga siswa melakukan aktifitas dan mendapatkan pengalaman langsung dengan material dan menggerakkan objek untuk mencoba mengetahui gejala ilmu pengetahuan. Kegiatan yang dapat dilakukan melalui model pembelajaran berbasis hands-on yaitu mengembangkan keterampilan psikomotor siswa dan keterampilan berpikir siswa.

Model pembelajaran hands on teknik challence exploration activity merupakan model pembelajaran yang mampu memberikan banyak kegiatan pemebelajaran melalui tantangan kepada siswa. Model ini diharapkan mampu untuk mengembangkan keterampilan psikomotor siswa melalui kegiatan praktikum.

BAB III

METODOLOOGI PENELTIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 yang beralamat di Jl Hasanuddin, Cipondoh, Kota Tangerang. Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.

B.Subjek Penelitian

(48)

dijadikan sampel dalam penelitian ini karena pada semester genap mempelajari mata pelajaran fisika pada konsep kalor dimana konsep tersebut dijadikan oleh peneliti sebagai materi penunjang penelitian. Siswa dalam penelitian ini dibagi menjadi enam kelompok, dimana masing-masing kelompok terdapat siswa laki-laki dan perempuan, dengan tingkatan siswa dari kategori tinggi, sedang, dan rendah. Penempatan kategori tinggi, sedang, dan rendah ditentukan berdasarkan nilai rata-rata siswa pada mata pelajaran fisika dan pertimbangan guru mata pelajaran fisika. Pengelompokan ini dilakukan agar tiap kelompok memiliki kemampuan yang relative homogeny dalam hal praktikum dan diskusi.

Adapun teknik pengambilan subyek penelitian ini menggunakan purposive sampling adalah teknik penetuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria yang digunakan dapat berdasarkan pertimbangan (judgment) tertentu atau jatah tertentu45. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.46 Dalam penentuan pengambilan sampel, pihak sekolah atau guru mata pelajaran yang bersangkutan menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian, dengan pertimbangan bahwa kemampuan kognitif siswa berbeda-beda, baik tinggi, sedang maupun rendah.

C.Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus dibuktikan, atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau

45

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Alfabeta, Bandung 2008) h. 124

46

(49)

populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum47.

Tujuan penelitian deskriptif menurut Moh. Nazir adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki48. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek/subjek yang diteliti secara tepat tentang kemampuan psikomotor siswa.

D.Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan berkelompok. Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai guru yang melakukan proses pembelajaran dengan cara mengajarkan konsep kalor pada pembelajaran fisika dengan model hands-on teknik challenge exploration activity sedangkan guru mata pelajaran fisika dan teman sejawat berperan sebagai observer.

E.Instrumen Penelitian

Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakn instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah alat yang yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.49 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen non tes. Instrumen non tes berupa LKS dan lembar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kemampuan psikomotor siswa pada saat tes unjuk kerja. Dari hasil observasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur seberapa jauh keaktifan siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity.

1.Instrumen Non Tes

47

Sugiyono,Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2008) hal. 29

48

Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal 54

49

(50)

Instrumen non tes pada penelitian ini menggunakan LKS dan lembar observasi.

a. Perangkat pembelajaran

Perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini dirancang berdasarkan pendekatan hands on teknik challenge exploration activity. LKS ini hanya berisi alat, bahan dan tujuan praktikum, sedangkan siswa ditugaskan untuk merumuskan sendiri prosedur kerjanya. LKS ini sebagai panduan siswa selama melakukan praktikum.

b. Lembar Observasi

Menurut Ngalim Purwanto, observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung50. Observasi yang dilakukan disini adalah observasi langsung yang mengumpulkan data berdasarkan pengamatan yang menggunakan mata atau telinga secara langsung. Dengan demikian melalui observasi dapat terlihat kemunculan keterampilan psikomotor siswa dengan panca indera secara langsung.

Lembar observasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa pada saat praktikum selama menggunakan model pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Lembar observasi disusun dari aktivitas siswa berdasarkan kajian teori yang dilakukan peneliti.

Dalam penelitian ini, pencuplikan data melalui lembar observasi melibatkan tiga orang observer yang mengobservasi terhadap enam kelompok. Setiap observer mengamati dua kelompok yang sebelumnya telah mendapatkan penjelasan tentang pelaksanaan observasi dari peneliti. Penjelasan yang diberikan berupa penjelasan penggunaan lembar observasi pada saat mengamati kegiatan praktikum serta pemberian kisi-kisi tiap poin

50

(51)
[image:51.612.121.512.178.588.2]

pengamatan pada lembar observasi. Dengan langkah tersebut diharapkan persepsi setiap observer terhadap fenomena muncul pada saat pembelajaran menjadi sama.

Tabel 3.1. Aspek psikomotor siswa yang akan diukur No Aspek Sub aspek

1. Moving a. Membawa perlengkapan belajar b. Menyiapkan perlengkapan belajar 2. Communicating a. Merangkai alat pr

Gambar

Gambar 2.1. Skema Perubahan Wujud Zat
Tabel 3.1. Aspek psikomotor siswa yang akan diukur
Tabel 3.2. Uji Validasi Ahli
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengkajian beberapa artikel ditemukan tanaman yang berpotensi paling baik dalam menghambat aktivitas enzim tirosinase adalah ekstrak akar manis (Glycyrrhiza

segmentasi exudate. Pengujian proses eliminasi optic disk bertujuan untuk menghilangkan wilayah optic disk sebelum exudate di segmantasi. Hasil pengujian proses

Inget nggak kalau kita ini semuanya diciptakan se- gambar dan serupa dengan Allah … dan apa yang diciptakan sama Tuhan itu SEMUANYA itu SUNG- GUH BAIK … jadi nggak

citra landsat google earth ...5-3 Tabel 5.2 Hasil interpretasi geomorfologi berdasarkan foto udara, peta RBI dan citra. landsat google earth

Aroma pada sampel tanpa perlakuan semakin bertambahnya waktu maka aroma makin tercium bau busuk ikan yang sangat menyengat, pada sampel yang diberi perlakuan

Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah/Auditor dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan penjabaran mengenai aturan perilaku sebagai Pejabat Pengawas Pemerintah/Auditor

$OKDPGXOLOODKLUREELO¶DDODPLQ 3XML GDQ V\XNXU SHQXOLs panjatkan kepada Allah SWT yang dengan rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat melaksanakan

™ Argumen yang kesimpulannya bermakna wajar tetapi tidak diperoleh dengan menggunakan prinsip-prinsip logika, maka kesimpulan tersebut tidak sah. ™ Beberapa argumen