• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Spasiotemporal Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009-2013 142 halaman, 17 tabel, 8 peta, 5 grafik, 2bagan, 2 gambar, 12 lampiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Spasiotemporal Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009-2013 142 halaman, 17 tabel, 8 peta, 5 grafik, 2bagan, 2 gambar, 12 lampiran"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI SPASIOTEMPORAL PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA

SELATAN TAHUN 2009-2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

ZATA ISMAH

NIM. 1110101000044

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

i

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI

Skripsi, Juni 2014

Zata Ismah, NIM : 1110101000044

Distribusi Spasiotemporal Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009-2013

142 halaman, 17 tabel, 8 peta, 5 grafik, 2bagan, 2 gambar, 12 lampiran ABSTRAK

Analisis Epidemiologi deskriptif dengan pendekatan spasial memegang peran penting dalam menggambarkan besar masalah kesehatan antar wilayah. Penelitian dengan metode ini masih sangat jarang dilakukan di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi Spasiotemporal penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009-2013. Studi epidemiologi ini menggunakan desain studi ekologi. Data dikumpulkan dari data laporan mingguan Demam Berdarah Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Laporan Survei Kekumuhan perumahan dari PU Cipta Karya dan perumahan kota Palembang.

Secara spasial, distribusi kejadian DBD di Kota Palembang selama 5 tahun banyak terjadi di wilayah Pusat dan Utara Kota. Dari hasil Survei didapatkan daerah Utara Kota mayoritas penduduknya memiliki banyak tandon dan penampungan air. Pola sebaran kejadian DBD yang tinggi (>50 per 100.000 pddk) menunjukkan angka bebas jentiknya rendah (<95%), kepadatan penduduk yang tinggi (>150jiwa/ha), persentase rumah sehat yang tinggi (>80%), wilayah yang tidak kumuh, dan persentasependudukmiskin yang rendah (<26%). Secara temporal (trend), terjadi penurunan kasus DBD selama 5 tahun terakhir diiringi dengan peningkatan angka bebas jentik (78% menjadi 89%), peningkatan kepadatan penduduk (98 jiwa/ha menjadi 99 jiwa/ha), penurunan rumah sehat (83% menjadi 75%), dan penurunan penduduk miskin (34% menjadi 27%).

Dengan demikian, diperlukan intervensi penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue di wilayah prioritas Pusat dan Utara Kota (diutamakan melakukan perbaikan suplai air, kolaborasi kegiatan GERTAK PSN DBD dengan PSN 60 menit, dan mengajak kader dari masyarakat kelas ekonomi menengah keatas), melakukan siap siaga terhadap siklus 5 tahun.

(3)

ii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

EPIDEMIOLOGY Skripsi, June 2014

Zata Ismah, NIM: 1110101000044

Spatiotemporal Distribution of Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) in Palembang, South Sumatra Province Year 2009-2013

142 pages, 17 tables, 8 maps, 5 graphs, 2 bagan, 2 picture, 12 attachment ABTRACT

Descriptive Epidemiology analysis method with spatial approach an important role in describing the health problems between regions. The research with this methodof Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is rarely found in Palembang, the province of South Sumatra, Indonesia. The purpose of this study was to determine the Spatiotemporal distribution of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in Palembang, the province of South Sumatra, Indonesia in year 2009-2013. This epidemiological study using a study design ecology. Method of data collection is collected from data analysis reports weekly Palembang City Health Department and reports of PU Cipta Karya and housing Palembang.

In the spatial distribution, a lot of the incidence of dengue in Palembang happening in the Centre area, and Northern area. Survey results obtained from the North City area predominantly has many reservoir and water reservoir. The Insidence Rate of DHF is high (> 50 per 100,000 population) shows at rate of larva-free is low (<95%), medium population density (>150 person/hectares), high percentage of healthy house (>80%), non-a slums areas, and the proportion of poor people is low (<26%). In the Temporally (trend) a decline of dengue cases during the last 5 years was accompanied by an increase rate of larva-free (78% to 89%), increases the high population density (98 person/hectares to 99 person/ hectares), decrease the healthy house (83% to 75%), and decrease the poor people (34% to 27%).

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v

(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Zata Ismah Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Palembang 18 Januari 1993 Usia : 21 Tahun

No. Telp : 081994950243/ 089615104240

Alamat : Jln Naskah 2 Komplek Bukit Naskah Indah Blok C nomor 6 KM.7 Sukarame Kota Palembang, Sumatera Selatan Email : i.zata@rocketmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2010-sekarang : Peminatan Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syaraif Hidayatullah Jakarta 2007 – 2010 : MAN 2 Palembang

2004 – 2007 : MTS N 1 Palembang 1998 – 2004

1997-2004 : : SD Muhammadyah 1 Palembang TK TPA Al-quran PENGALAMAN ORGANISASI

2013 : Seketaris Epidemiologi Student Assosiation – UIN Jakarta

2012-2013 : Seketaris Departemen Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat Pergerakan Anggota Muda IAKMI DKI Jakarta

(8)

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

MOTTO :

“Dunia Bagai Setetes air. Sedangkan akhirat adalah samudera yang luas. Bagaimana bisa mengorbankan akhirat demi dunia?”

“Orang yang cerdas hatinya, yang jernih pikirannya, yakin akan pertolongan Allah, yang sadar rahmat Allah itu luas, yang mengerti segalanya ada waktunya, maka ia tidak akan pernah merasa putus asa bila di timpa kegagalan, keterpurukan, kesulitan hidup, kecemasan dan kegalauan melanda jiwa”

ِنﯾِّﺗﻟا َو (Mekkah) Ini yang aman, sesungguhnya Kami kelak menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS : At-Tiin 1-4)

َنو ُر ُﻛْذَﯾ َنﯾِذﱠﻟا ِبﺎَﺑْﻟَ ْﻷا ﻲِﻟوُ ِﻷ ٍتﺎَﯾ َﻵ ِرﺎَﮭﱠﻧﻟا َو ِلْﯾﱠﻠﻟا ِف َﻼِﺗْﺧا َو ِض ْرَ ْﻷا َو ِتا َوﺎَﻣﱠﺳﻟا ِﻖْﻠَﺧ ﻲِﻓ ﱠنِإ اَذَھ َتْﻘَﻠَﺧ ﺎَﻣ ﺎَﻧﱠﺑَر ِض ْرَ ْﻷا َو ِتا َوﺎَﻣﱠﺳﻟا ِﻖْﻠَﺧ ﻲِﻓ َنوُرﱠﻛَﻔَﺗَﯾ َو ْمِﮭِﺑوُﻧُﺟ ﻰَﻠَﻋ َو اًدوُﻌُﻗ َو ﺎًﻣﺎَﯾِﻗ َ ﱠ ا ِرﺎﱠﻧﻟا َباَذَﻋ ﺎَﻧِﻘَﻓ َكَﻧﺎَﺣْﺑُﺳ ًﻼِطﺎَﺑ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang ada tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.(QS: Ali 'Imran: 190-191).

(9)

viii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bismillahirrahmaanirrohim

Dengan memohon ridho dari Allah SWT penulis mempersembahkan rasa syukur yang terdalam.Semoga taufik dan hidayah-Nya selalu dilimpahkan-Nya kepada setiap insan yang selalu bertaqwa kepada-Nya, amin. Selanjutnya berselawat serta salam kita kepada nabi Muhammad SAW agar syafa’atnya selalu mengiringi kita hingga akhir zaman.

Alhamdullilah penelitian yang berjudul Distribusi Spasiotemporal

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009-2013, dengan perjalanan waktu akhirnya bisa penulis selesaikan.

Ucapan cinta dan kasih sayangsampaikan kepada kedua orangtua saya yaitu Abi Hambali Yusuf S.H.,M.Hum dan Umi Dra. Siti Hasanah Sri. Keduaorangtua yang sangat luar biasa dan keajaiban Allah untuk saya. Tak hanya doa-doa yang kalian panjatkan padasiang dan malam, tetapi support dan bantuan langsung yang tiada putus untuk Anandamu tercinta ini. Tidaklah terhitung banyaknya bantuan Abi dan Umi dalam menyelesaikan skripsi ini. Dari mulai pencarian data, diskusi, hingga tukar pikiran.I Love You, Maha Suci Allah menitipkan Hamba kepada mereka.

Kemudian saya ucapkan banyak terimakasih yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsungdalam penelitian ini, kepada yang terhormat :

1. Gubernur Sumatera Selatan Bapak Ir. Alex Noerdin, yang telah menganugerahkan Beasiswa Santri jadi dokter, sehingga saya bisa melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan bebas biaya.

2. Jajaran Dinas Pendidikan Povinsi Sumatera Selatan yang sudah mengurus kami dari mulai matrikulasi hingga menyelesaikan studi Bapak Drs.Widodo, M.Pd, Bapak Junaidi dan Bapak Jatmiko.

(10)

ix

4. Ketua Prodi Kesehatan MasyarakatIbu Febrianti dan Seketaris Prodi Kesehatan MasyarakatIbu Catur Rosidati yang telah mengizinkan saya untuk menyelesaikan studi ini dengan secepat mungkin.

5. Ibu Minsarnawati Tahangnacca S.KM.M.Kes sebagai pembimbing 1 yang membantu saya dalam pemilihan judul dan nasihat yang selalu saya ingat.

6. Ibu Yuli Amran, SKM.MKM, sebagai pembimbing 2 saya yang banyak membantu dalam membimbing penelitian saya. Tidak pernah melepaskan saya dan selalu memberikan semangat setiap ujian saya.

7. Bapak Sholah Imari yang banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dan bertukar pikiran, hingga akhirnyaBapak jugalah menjadi Penguji Saya. Jasa-jasa Bapak tidak akan saya lupakan. Bapak is the best lecture!!! 8. Bapak Fajar Anugrah yang memperkenalkan kami dengan ilmu baruGIS

(Geografis Information System). Bapak banyak sekali membantu saya dalam pembuatan peta. Berdiskusi tentang ilmu spasial dan temporal. 9. Jajaran Dinas Kesehatan Kota Palembang yang menjadi keluarga ke-2

saya di Palembang. Kepada dr. Anton selaku kepala Dinas kesehatan kota Palembang yang telah memberikan saya izin untuk melaksananakan penelitian di instutisi ini. Atas anjuran dan semangat dari Bapak, saya optimis untuk meneruskan penelitian saya ini. Terimakasih kepada Ibu Afrimelda selaku Kabid PMK yang telah memberikan bimbingan dan mengikut sertakan saya dalam setiap kegiatan di PMK. Terimakasih kepada Bapak Yudhi Setiawan, SKM, M.Epid selaku kepala seksi P2P Dinas Kesehatan Kota Palembang sekaligus sebagai pembimbing lapangan saya sewaktu mengumpulkan data. Terimakasih sebesar-besarnya dan terkhusus kepada Bapak M. Idrus, S.Kp. M.kes selaku Pemegang Program demam berdarah Dinkes Kota Palembang dan Kak Yendra Jaya,SKM yang telah banyak memberikan masukan dan diskusi, memberikan pencerahan dan support setiap saya ujian.

(11)

x

Bacaan Kota Palembang, yang telah memberikan ilmu sangat banyak kepada saya mengenai demam berdarah dan masalah lingkungan di lapangan. Berkat beliau, terbuka mata saya mengenai keadaan lingkungan yang sebenarnya terjadi di Kota Kelahiran saya ini.

11. Terimakasih kepada saudara-saudariku: Ayuk Ulil, Kakak A’la, Dek Dhia, Dek Uci, dan Dek Dini. Kalian semangatku, kalian pelipur lara dan tempat mencurahkan hati yang paling setia.

12. Ke- 14 sahabat sejawat perintis peminatan Epidemiologi 2010: Ati, Rizka, Karlin, ii, Wiwid, Najah, Nida, Bebe, Tika, Lutfi, Ana,Putri, , Kk Harun, Bayu. Atas kerja keras motivasi dan kerjasama kalian. Kisah yang tak habis dan tak akan saya lupakan. Persahabatan yang kuat seperti baja. Saudara ke-2 di rantauan dan kecintaan kalian kepada Rabb sehingga kita terus saling mengingatkan dan istiqamah. Semoga persahabatan kita kokoh dan tidak pudar terkikis waktu.

13. Sahabatkemitraan Sumsel SJD-SS dan PPI : Yuk Ayu, Rosi, Rusti, Kak Rendi, Qoyin, Randy, Finti, Luluk, Lisa, Luther, iid, Arum, Qori, Rico, Meli, Fifin, Nando, dan Kak Ali. Kita bersama-sama melukis cita-cita digerbang FKIK UIN Jakarta dan membulatkan tekat untuk kembali membangun daerah kita. Sumatera Selatan.

14. Teman seperjuangan Fitria Aryani, dan Fitri Azhari yang sering pusing bersama dan memecahkan masalah bersama.

15. Sahabatku Yunus yang membantu survei di Palembang, saat saya berada di Jakarta. Sahabatku Ersyad, membantu membaca peta dan memberikan gambaran spasial Kota Palembang. Sahabatku Darwin, Muti, Dedek, dan Cek Melisa, yang tidak membiarkanku berhenti disaat piluh melanda. Terakhir, peneliti menyadari masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam proposal penelitian ini, namun penulis tetap berharap bantuan kritik maupun saran pembaca yang membangun demi penyempurnaan penelitian ini. Wassalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh

(12)

xi

DAFTAR SINGKATAN IHR : International Health Regulation ABJ : Angka Bebas Jentik

CFR : Case Fatality Rate (%)

SIG : Sistem Informasi Geografis

IR : Insidens Rate

Jumantik : Juru Pemantau Jentik KLB : Kejadian Luar Biasa PJB : Pemantauan Jentik Berkala

PSN 3 M : Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Menutup Menguras Mengubur

SKD-KLB : Sistem Kewaspadaan Dini-Kejadian Luar Biasa PWS : Pemantau Wilayah Setempat

Pokjanal : Kelompok Kerja Regional LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat UKS : Unit Kesehatan Sekolah

COMBI : Comunication for Behavioral Impact PSP : Pengetahuan Sikap dan Perilaku UPT : Unit Pelaksana Teknis

PU : Perusahaan Umum

Dpl : Dibawah Permukaan Laut

BPTKL : Badan Penelitian Teknis Kesehatan Lingkungan TPA : Tempat Penampungan Air

(13)

xii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABTRACT ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR PETA ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan ... 6

1.4.1 Umum ... 6

1.4.2 Khusus ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Dinas Kesehatan Kota Palembang ... 7

1.5.2 Peneliti ... 8

(14)

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 9

2.1.1 Definisi ... 9

2.1.2 Cara Penularan ... 9

2.2 Epidemiologi Deskriptif ... 12

2.2.1 Definisi ... 12

2.2.2 Segitiga Utama Epidemiologi ... 13

2.3 Epidemiologi Demam Berdarah ... 18

2.3.1 Pejamu ... 18

2.3.2 Agen/penyebab ... 21

2.3.3 Lingkungan ... 22

2.3 Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD ... 34

2.3 Sistem Informasi Geografis ... 39

2.3.1 Definisi ... 39

2.3.3 Kegunaan... 39

2.4Analisis Spasial ... 41

2.4.1 Definisi ... 41

2.4.1 Teknik Analisis Overlay ... 42

2.5 Kerangka Teori... 43

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 44

3.1 Kerangka Konsep ... 44

3.2 Definisi Operasional... 47

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 49

4.1 Desain Penelitian ... 49

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

4.3 Populasi ... 49

4.4 Manajemen Data ... 49

4.4.1 Pengumpulan Data ... 49

4.4.2 Pengolahan Data... 52

(15)

xiv

BAB V HASIL ... 55

5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 55

5.1.1 Letak Geografis ... 55

5.1.2 Keadaan Alam ... 57

5.1.3 Luas Wilayah ... 61

5.2 Sarana Kesehatan ... 62

5.6 Distribusi Kejadian Penyakit DBD ... 64

5.7 Distribusi Angka Bebas Jentik Menurut Wilayah Kerja Puskesmas ... 70

5.8 Distribusi Kepadatan Penduduk Menurut Wilayah Kerja Puskesmas ... 76

5.9 Distribusi Rumah Sehat Menurut Wilayah Kerja Puskesmas ... 83

5.10 Distribusi Derajat Kekumuhan Menurut Wilayah Kerja Puskesmas ... 89

6.7 Distribusi Penduduk Miskin Menurut Wilayah Kerja Puskesmas ... 92

BAB VI PEMBAHASAN ... 99

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 99

6.2 Distribusi Kejadian DBD Di Kota Palembang... 100

6.3 Distribusi Kejadian DBD Berdasarkan Lingkungan Biologi ... 106

6.3.1 Kepadatan Vektor... 106

6.3.2 Kepadatan Penduduk ... 109

6.4 Distribusi Kejadian DBD Berdasarkan Lingkungan Sosial dan Ekonomi ... 113

7.2.1 Dinas Kesehaatan Kota Palembang ... 129

7.2.2 Peneliti Selanjutnya ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 131

(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.8 Kerangka Teori ... 43

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 46

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.2 Segitiga Utama Epidemiologi ... 14

Gambar 2.7 Sistem Dasar Teknik Overlay ... 42

DAFTAR GRAFIK Grafik 5.7 Distribusi Jumlah Puskesmas di Kota Palembang Berdasarkan Insiden Rate DBD Tahun 2009-2013 ... 66

Grafik 5.12 Jumlah Puskesmas di Kota Palembang Berdasarkan Angka Bebas Jentik Tahun 2009-2012 ... 72

Grafik 5.15 Jumlah Puskesmas di Kota Palembang yang Memiliki Kepadatan Penduduk Tinggi Tahun 2009-2013 ... 77

Grafik 5.18 Jumlah Puskesmas di Kota Palembang yang Memiliki Persentase Rumah Sehat Rendah Tahun 2009-2013 ... 84

Grafik 5.24 Jumlah Puskesmas di Kota Palembang yang Memiliki Persentase Penduduk Miskin Tinggi Tahun 2009-2012 ... 93

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Ciri-ciri Setiap Tahapan Nyamuk Aedes Aegpti ... 10

Tabel 2.3 Parameter Rumah Sehat ... 28

Tabel 2.4 Standar Minimal Komponen Fisik Prasarana Lingkungan Permukiman ... 32

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 47

Tabel 4.1 Jenis Data Penelitian ... 50

Tabel 4.2 Cara Pengumpulan Data Setiap Variabel oleh Instansi Terkait ... 51

Tabel 4.3 Ukuran Epidemiologi Pada Variabel Penelitian ... 54

Tabel 5.4 Luas Wilayah Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2012 ... 61

Tabel 5.5 Jumlah Puskesmas Berdasarkan Tahun Berdiri, dan Luas Wilayah Kerja Di Kota Palembang 2012 ... 63

(17)

xvi

Tabel 5.11 Distribusi Angka Bebas Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Palembang Tahun 2009-2013 ... 71 Tabel 5.14 Distribusi Kepadatan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas

Kota Palembang Tahun 2009-2013 ... 76 Tabel 5.19 Distribusi Jumlah Rumah Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas

Kota Palembang 2009-2012 ... 86 Tabel 5.20 Distribusi Skor Kumuh di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Palembang Tahun 2009 ... 89 Tabel 5.21Distribusi Derajat Kumuh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota

Palembang Tahun 2009 ... 90 Tabel 5.23 Distribusi Masyarakat Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Palembang Tahun 2009-2013 ... 93

DAFTAR PETA

Peta 5.1 Letak Kota Palembang di Provinsi Sumatera Selatan ... 55 Peta 5.2 pembagian Wilayah Kota Palembang Berdasarkan Arah

Kota ... 57 Peta 5.3 Keadaan Alam di Kota Palembang ... 59 Peta 5.8 Perkembangan Insiden Rate Demam Berdarah Dengue per

100.000 penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Palembang dari Tahun 2009-2013 ... 68 Peta 5.13 Distribusi IR DBD dengan Angka Bebas jentik di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Palembang dari Tahun

2009-2012 ... 73 Peta 5.14 Distribusi IR DBD dengan Kepadatan Penduduk di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Palembang dari Tahun

2009-2013 ... 79 Peta 5.17 Distribusi IR DBD Dengan Rumah Sehat di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Palembang dari Tahun 2009-2012 ... 83 Peta 5.22 Distribusi IR DBD dengan Derajat Kumuh di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Palembang Tahun 2009 ... 90 Peta 5.25 Distribusi IRDBD dengan Jumlah Masyarakat Miskin di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Palembang dari Tahun

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa dan masih sering terjadi di berbagai daerah Indonesia. Hal ini membuat Resolusi Majelis Kesehatan Dunia merevisi Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) 2005 menyatakan bahwa demam berdarah dengue menjadi penyakit yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat darurat dan harus menjadi perhatian internasional. DBD menjadi implikasi untuk keamanan kesehatan karena gangguan dan epidemi yang cepat menyebar ke luar perbatasan nasional (WHO, 2010).

Angka InsidenRate (IR) penyakit DBD di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2005 IR DBD Indonesia sebesar 43,31 per 100.000 penduduk hingga pada tahun 2010 mencapai 65,07 per 100.000 penduduk(Kemenkes RI, 2011). Pesebaran kabupaten/kota yang terjangkit DBD juga sangat pesat, dari tahun 2005 sebesar 43,31% kabupaten/kota yang terjangkit, DBD meningkat menjadi 75,25% pada tahun 2011(Kemenkes RI, 2012).

(19)

2

93,33%. Angka tersebut jauh diatas angka nasional pada tahun itu yaitu sebesar 75,25% (Kemenkes RI, 2012). Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011 memiliki IR DBD sebesar 26,57 per 100.000 penduduk dan memiliki selisih yang kecil dengan angka nasional yaitu 27,56 per 100.000 penduduk. Akan tetapi, CFR DBD di Sumatera Selatan tahun 2011 sebesar 1,59% jauh diatas angka nasional yaitu 0,91%. Sedangkan Target Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dalam menurunkan kasus demam berdarah adalah menerapkan indikator berupa menurunkan angka kesakitan kurang dari 20 per 100.000 penduduk dan angka kematian Case Fatality Rate (CFR) <1%(Dinkes Sumsel, 2010).

Di Kota Palembang sendiri penyakit DBD merupakan masalah kesehatan yang tidak pernah selesai. DBD merupakan penyakit yang endemis di Kota Palembang. Hal ini dikarenakan memiliki daerah tropis dengan angin lembab nisbi,suhu udara berkisar 23,4º-31,7º C, memiliki curah hujan rata-rata 227,23mm setiap tahun(BMKG, 2008). Kondisi iklim ini sesuai dengan penelitian Prasetyo (2011) mengatakan bahwa kasus demam berdarah akan meningkat pada suhu udara antara 25,50 0C – 28,50 0C dan curah hujan antara 3mm – 374mm.

(20)

3

Insiden Rate DBD Kota Palembang dari tahun 2009 hingga 2013 terus mengalami penurunan. Pada tahun 2009 Insiden Rate DBD mencapai 68,10 per 100.000 pendudukhingga pada tahun 2013 kasus DBD di Kota Palembang mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu 29,56 per 100.000.Akan tetapi, setelah ditelusuri hingga tingkat kelurahan ditemukan 21 dari 107 kelurahan atau 18,6% kelurahan yang Insiden Ratenyamencapai >50 per 100.000 penduduk. Angka ini juga sangat mengkhawatirkan karena kelurahan yang memiliki IR DBD tertinggi mencapai 230,59 per 100.000 pendudukpada tahun 2013(Bidang PMK Dinkes Kota Palembang, 2013).

Faktor risiko penularan DBD sangat kompleks. Antar daerah faktor resiko tersebut biasanya berbeda. Akan tetapi secara umum daerah yang memiliki lingkungan potensial bagi jentik Aedes Aygepti akan berisiko memiliki angka IR yang tinggi. Lingkungan potensial tersebut seperti kondisi ekonomi penduduk, kondisi iklim yang mendukung, tipe perumahan, kepadatan penduduk yang tinggi, didukung oleh perilaku masyarakat yang jarang membersihkan penampungan air serta manajemen pelayanan kesehatan yang dapat mengurangi faktor resiko tersebut (Kemenkes RI, 2011; Erliyanti, 2008; Firmansyah, 2007; Haning, 2004; Prastiarso, 2006).

(21)

4

oleh baik tidaknya pelaksanaan analisis situasi DBD kabupaten dan kota(Bustan, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Astuti (2010)mengatakan bahwa aplikasi sistem informasi geografis (SIG) dalam penyebaran penyakit DBDberperan sebagai toolsuntukmemberikan informasi jumlah terjangkit dan wilayah bahaya wabah DBD dan fogging yang dilakukan di setiap daerah. Kelebihan SIG ini dapat memvisualisasikan warna. Dengan visualisasi, pengguna dapat melihat perkembangan kejadian DBD berdasarkan lokasi potensial dari tahun ke tahun sehingga akan diketahui kelurahan yang rawan dan tidak rawan agar segera menjadi perhatian dan prioritas pemerintah dinas kesehatan kota dalam upaya penanggulangan DBD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis sebaran penyakit dengan metode keruangan/spasial dalam penyebaran penyakit DBD berperan untuk memberikan informasi jumlah terjangkit dan wilayah bahaya wabah DBD. Metode ini dapat melihat perkembangan kejadian DBD berdasarkan lokasi potensial dari tahun ke tahun sehingga akan diketahui kelurahan yang rawan dan tidak rawan. Setiap batasan-batasan wilayah dapat diberikan perbedaan warna mulai dari kecamatan dan kelurahan sehingga dapat lebih mudah melihat daerah yang paling banyak terjangkit (Astuti, 2010; Ruliansyah, 2010).

(22)

5

tidak selalu tersedia (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2006). Dinas Kesehatan kota Palembang sendiri hanya memiliki peta rawan DBD berdasarkan Kecamatan, sedangkan peta rawan berdasarkan kelurahan tidak tersedia. Padahal berdasarkan studi pendahuluan, didapatkan banyaknya kelurahan endemis dan memiliki angka IR DBD diatas > 50 per 100.000 penduduk.

1.2 Rumusan Masalah

Kondisi iklim yang tropis di Kota Palembang yang sangat potensial bagi perkembangan nyamuk Aedes Aegypti menyebabkan kota Palembang menjadi daerah endemis demam berdarah. Kemudian angka Insiden Ratedibeberapa kelurahan melebihi batas indikator nasional dan indikator provinsi sehingga menjadi masalah kesehatan. Analisis Epidemiologi deskriptif dengan pendekatan spasial memegang peran penting dalam menggambarkan besar masalah kesehatan disuatu wilayah. Analisis data dengan memanfaat SIG diwilayah kerja puskesmas sangat jarang dilakukan karena biasanya pemetaan dilakukan hanya sebatas sebaran kasus per kecamatan oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, begitupula yang terjadi di Kota Palembang. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah bagaimana distribusi spasiotemporal demam berdarah di kota Palembang tahun 2009-2013.

1.3 Pertanyaan Penelitian

(23)

6

2. Bagaimanakah distribusi spasiotemporalDemam Berdarah Dengue berdasarkan angka bebas jentik diseluruh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009-2012?

3. Bagaimanakah distribusi spasiotemporalDemam Berdarah Dengue berdasarkan kepadatan penduduk diseluruh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009-2013?

4. Bagaimanakah distribusispasiotemporalDemam Berdarah Dengue berdasarkan persentase rumah sehat diseluruh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009-2012?

5. BagaimanakahdistribusispasiotemporalDemam Berdarah Dengue berdasarkan status derajat kekumuhandiseluruhWilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009?

6. Bagaimanakah distribusi spasiotemporalDemam Berdarah Dengue berdasarkan persentase penduduk miskin diseluruh Wilayah Kerja Puskesmasdi Kota Palembang tahun 2009-2012?

1.4 Tujuan 1.4.1 Umum

(24)

7 1.4.2 Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi spasiotemporal Demam Berdarah Dengue berdasarkan angka bebas jentik diseluruh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009-2012

2. Untuk mengetahui distribusi spasiotemporal Demam Berdarah Dengue berdasarkan Kepadatan penduduk diseluruh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009-2013?

3. Bagaimanakah distribusi spasiotemporal Demam Berdarah Dengue berdasarkan persentase rumah sehat diseluruh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009-2012

4. Untuk mengetahui distribusi spasiotemporal Demam Berdarah Dengue berdasarkan status derajat kekumuhan diseluruh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009

5. Untuk mengetahui distribusi spasiotemporal Demam Berdarah Dengue berdasarkan persentase penduduk miskin diseluruh Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Palembang tahun 2009-2012

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Dinas Kesehatan Kota Palembang

(25)

8 1.5.2 Peneliti

Sebagai bahan referensi tentang Studi Epidemiologi untuk penelitian gambaran kejadian demam berdarah. Sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu kesehatan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

(26)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Definisi

Penyakit demam berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD (Ginanjar, 2004).

Dengue ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedesaegyti yang terinfeksi dengan salah satu dari empat virus dengue. Hal ini umunya terjadi di daerah tropis dan sub-tropis di seluruh dunia. Sedangkan Dengue haemorrhagic fever (demam, sakit perut, muntah, pendarahan) merupakan komplikasi yang berpotensi mematikan, yang mempengaruhi terutama anak-anak(WHO, 2013).

2.1.2 Cara Penularan

(27)

10

lain (Ginanjar, 2004). Pada suhu 30C didalam tubuh nyamuk memerlukan 8-10 hari untuk inkubasi extrinsik dari lambung sampai kelenjar ludah nyamuk (Depkes RI, 2007)

a. Jenis Vektor

Di Indonesia ada tiga jenis nyamuk Aedes yang menularkan DBD. Ketiga jenis Aedes tersebut adalah Aedes aegypti, Aedes

albopictus, Aedes scutellari. Nyamuk Aedes aegypti merupakan

nyamuk yang paling berperan dalam penularan(Depkes RI, 2007). Nyamuk aedes terdapat hampir diseluruh Indonesia kecuali di ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut. Nyamuk Aedes

aegypti merupakan vektor yang efektif sebagai penyebar penyakit

DBD karena tinggal di sekitar pemukiman penduduk. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus banyak di daerah perkebunan dan semak-semak (Ginanjar, 2004)

b. Siklus Hidup Vektor

Menurut Depkes RI (2004) siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus dibagi menjadi 4 tahapan siklus yaitu:

Tabel 2.1

Ciri-ciri Setiap Tahapan Nyamuk Aedes Aegpti

No. Tahapan Ciri-ciri 1. Telur 1. Satu per satu pada dinding bejana

2. Telur tidak berpelampung

3. Sekali bertelur nyamuk betina menghasilkan sekitar 100-250 butir

4. Telur kering dapat tahan 6 bulan

(28)

11

No. Tahapan Ciri-ciri

2. Jentik 1. Sifon dengan satu kumpulan rambut

2. Pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air

3. 6-8 hari menjadi pupa

3. Pupa 1. Sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan air

2. Bentuk terompet panjang dan ramping 3. 1-2 hari menjadi nyamuk Aedes aegypti 4. Nyamuk

Dewasa 1.2. Panjang 3-4 mm Bintik hitam dan putih pada badan dan kepala 3. Terdapat ring putih di kakinya.

Sumber : Depkes RI 2004

c. Bionomik Vektor

Bionomik adalah kesenangan tempat perindukan atau

Bredding Place. Tempat perindukan nyamuk di dalam tempat

penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, lekukan pohon, dan barang bekas yang dapat menampung air hujan. Berikut beberapa tempat potensial perindukan nyamuk(Depkes RI, 2007) :

1. Penampungan air : tempayan, bak mandi, bak WC, ember dll 2. Non penampungan air : tempat minum hewan, barang bekas,

vas kembang, penampungan air dispenser dll

3. Tempat penampungan buatan alam: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, kulit kerang, tempurung kelapa, potongan bambu

(29)

12

air mengenai telur maka telur menetas menjadi jentik. setelah 5-10 hari larva menjadi pupa, kemudian 2 hari berikutnya menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk dapat terbang 50-100 meter (Depkes RI, 2007).

Nyamuk biasa menggigit pada pagi 08.00 – 12.00 hingga sore hari 15.00-17.00. nyamuk lebih senang menggigit dirumah dari pada diluar dan frekuensi menggigit bisa lebih dari sekali. Kebiasan beristirahat lebih banyak di dalam rumah terutama pada benda yang bergantung, berwarna gelap dan terlindungi dari sinar matahari (Depkes RI, 2007).

2.2 Epidemiologi Deskriptif 2.2.1 Definisi

Epidemiologi desriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi dan distribusi penyakit di suatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. Epidemiologi deskriptif adalah ilmu yang menggambarkan penyebaran atau distribusi penyakit yang terjadi di masyarakat berdasarkan variabel epidemiologi yang mempengaruhinya (Bustan, 2006).

(30)

13

Deskripsi yang tepat akan dapat menggambarkan besarnya masalah dan juga dapat memberi gambaran tentang aspek – aspek tambahan pengetahuan yang beraitan degan deskripsi tersebut (Bustan, 2006).

Secara umum terdapat 4 peran utama epidemiologi yaitu (WHO 2010) : 1. Mencari kausa; faktor-faktor yang mempengarui derajat kesehatan

masyarakat dan yang menyebabkan terjadinya penyakit 2. Riwayat alamiah penyakit

3. Deskripsi status kesehatan masyarakat; menggambarkan proporsi menurut status kesehatan, perubahan menurut waktu, perubahan menurut umur.

4. Evaluasi hasil intervensi ; menilai bagaimana keberhasilan berbagai intervensi seperti promosi kesehatan, upaya pencegahan dan pelayanan kesehatan

2.2.2 Segitiga Utama Epidemiologi

(31)

a. Faktor Pejamu

Pejamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya. Yang termasuk dalam faktor penjamu adalah

1. Genetik : misalnya

2. Umur : ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu 3. Jenis kelamin (

banyak atau hanya mungkin pada wanita

4. Suku/ras/warna kulit : dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih dengan orang kulit hitam di Amerika

5. Keadaan fisiologis tubuh : kelelahan, kehamilan, pubertas, str atau keadaan gizi

6. Keadaan imunologis : kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan buatan (vaksinasi)

Sumber : John Gordon dalam Bustan 2006

Faktor Pejamu

Pejamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya. Yang termasuk dalam faktor penjamu adalah (Bustan, 2006)

Genetik : misalnya Sickle cell disease

Umur : ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu Jenis kelamin (gender) : ditemukan penyakit yang terjadi lebih banyak atau hanya mungkin pada wanita

Suku/ras/warna kulit : dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih dengan orang kulit hitam di Amerika

Keadaan fisiologis tubuh : kelelahan, kehamilan, pubertas, str atau keadaan gizi

Keadaan imunologis : kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan buatan (vaksinasi)

Tingkah laku : gaya hidup, personal hygiene, antarpribadi, dan rekreasi

Environment

Sumber : John Gordon dalam Bustan 2006

Pejamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya. Yang (Bustan, 2006):

Umur : ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu : ditemukan penyakit yang terjadi lebih

Suku/ras/warna kulit : dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit

Keadaan fisiologis tubuh : kelelahan, kehamilan, pubertas, stres,

Keadaan imunologis : kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian

(32)

15 b. Faktor agen/penyebab

Agen (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Konsep faktor agen ini secara klasik memang hanya mendefinisikan sebgaai organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan penyakit. Dalam pengertian klinik faktor agen ini setara maksudnya dengan istilah etiologi. (Bustan, 2006).

Beberapa karakteristik agen berupa :

1. Infektivitas: kesanggupan dari organisma untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan dari penjamu untuk mampu tinggal dan berkembangbiak (multiply) dalam jaringan penjamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu mikroorganisma untuk mamppu menimbulakan infeksi terhadap penjamunya.

2. Patogenensis: kesanggupan organisma untuk menimbulakan suatu reaksi klinik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang.

3. Virulensi: kesanggupan organisma tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kematian. Virulensi kuman menunjukkan beratnya (suverity) penyakit.

(33)

16

upaya merusak jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.

5. Invasitas: kemampuan organisma untuk melakukan penetrasi dan menyebar setelah memasuki jaringan.

6. Antigenisitas: kesanggupan organisma untuk merangsang reaksi imunologis dalam penjamu. Beberapa organisma mempunyai antigenesitas lebih kuat dibanding yang lain.

c. Lingkungan

Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Yang tergolong faktor lingkungan meliputi (Bustan, 2006) :

1. Lingkungan fisik : geologi, iklim, geografik

2. Lingkungan biologis : misalnya kepadatan penduduk, flora (sebagai sumber bahan makanan) dan fauna (sebagai sumber protein)

3. Lingkungan sosial : berupa migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja, keadaan perumahan keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana alam, perang, dan banjir)

Karakteristik lingkungan berupa :

(34)

17

2. Geografis: keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dari bumi yang berhubungan dengan kejadian penyakit.

Menurut LL. Benard dalam Siahaan (2004) membagi lingkungan menjadi empat macam yaitu :

1. Lingkungan fisik atau anorganik, yaitu lingkungan yang terdiri dari gaya kosmik dan fisiogeografis seperti tanah, udara, laut, radias, gaya tarik, ombak, dan sebaginya

2. Lingkungan biologi atau organik yaitu segala sesuatu yang bersifat biotis berupa mikroorganisme, parasit, hewan, tumbuh-tumbuhan

3. Lingkungan sosial. Terbagi lagi menjadi tiga bagian :

a. Lingkungan fisiososial yaitu meliputi kebudayaan materil : peralatan, senjata, mesin, gedung-gedung dan lain-lain

b. Lingkungan biososial manusia dan bukan manusia, yaitu manusia dan interaksinya terhadap sesamanya dan tumbuhan beserta hewan domestik dan semua bahan yang digunakan manusia yang berasal dari sumber organik

(35)

18

4. Lingkungan komposit, yaitu lingkungan yang diatur secara institusional berupa lembaga-lembaga masyarakat, baik yang terdapat diaerah kota atau desa.

Pembagian lingkungan hidup dalam Undang-undang ketentuan Pokok Lingkungan Hidup (UKPPLH) N. 4 Tahun 1982 terdiri dari :

1. Lingkungan fisik berupa benda-benda dan daya (energi)

2. Lingkungan biologi berupa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan makhluk-makluk organisme

3. Lingkungan sosial berupa tabiat, watak dan perilaku

4. Lingkungan institusional berupa lembaga-lembaga yang terdapat dalam measyarakat yang bertujuan mencapai kesejahteraannya

2.3 Epidemiologi Demam Berdarah 2.3.1 Pejamu

a. Umur

Beberapa penelitian menunjukkan anak-anak cenderung lebih rentan dibandingkan orang dewasa. Hal ini dikarenakan imunitas anak-anak yang lebih rendah dibandingkan orang dewasa meski DBD menyerang semua usia. Indonesia sendiri penyakit DBD banyak menyerang pada usia 5-11 tahun dan mengenai semua jenis kelamin(Ginanjar, 2004).

(36)

19

proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64% (Soegijanto, 2006). Hal ini sama dengan penelitian Candra, 2010 Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur >=15 tahun.

b. Status Gizi

Menurut Siagian (2004) menyatakan bahwa pada umumnya dampak kekurangan gizi pada penyakit infeksi dikaitkan dengan menurunnya fungsi imunitas tubuh. Kekurangan energi-protein berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi sitokin.

Kebiasaan makan seseorang akan mempengaruhi stattus gizi. Penelitian Febriyanti (2006)bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan makan dengan kejadian DBD. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa sebagian besar penderita DBD mengkonsumsi beberapa jenis bahan pangan dengan frekuensi kurang.

(37)

20 c. Tingkat Pendidikan

Penelitian Erliyanti (2008) bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan DBD. Pendidikan akan membuat seseorang mudah dalam menyerap informasi sehingga dapat mengubah perilaku menjadi lebih baik. Orang berpendidikan tinggi akan memiliki cara berfikir yang luas daripada yang berpendidikan rendah.

d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Dalam pedoman pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat Kemekes RI (2011) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang dan keluaga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. PHBS mencakup beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu perilaku yang harus dipraktikkan dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Dibidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan lingkungan salah satu perilaku yang harus dipraktikan adalah memberantas jentik nyamuk.

(38)

21

3 kali, tidak mengubur barang bekas 3 kali berisiko dan 24% kelompok yang tidak memakai repelent terkena DBD. Kemudian perilaku seperti menggantung pakaian diluar lemari, memakai repelent, kebiasaan tidur pagi dan sore berhubungan dengan kejadian DBD (Widiyanto, 2007 ; Rahayu, 2010 ; Purwanto, 2007) .

2.3.2 Agen/penyebab

Sumber penyakit dari DBD adalah virus DEN-1, DEN-2, DEN-3. Virus dengue (DEN) adalah virus RNA beruntai tunggal kecil yang terdiri dari empat serotipe yang berbeda (DEN-1 sampai -4). Serotipe erat terkait dengan genus Flavivirus, famili Flaviviridae (WHO, 2010)

Penyakit Demam berdarah pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Virus DEN-2 dan DEN-4 berhasil diisolasi di Filipina pada tahun 1956. Selang dua tahun keempat virus berhasil diisolasi di Thailand. Kemudian tiga dekade selanjutnya DBD ditemukan di Kamboja, Cina, Indonesia, Laos, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Srilanka, Vietnam, dan beberapa wilayah di kepulauan Pasifik.Virus tipe 2 dan 3 adalah virus tipe yang dominan di Indonesia. Virus tipe 3 ini menyebabkan kasus penyakit DBD menjadi berat dan fatal(Ginanjar, 2004)

(39)

22

wilayah Pasifik Barat(Ginanjar, 2004). Sekitar 1,8 miliar (lebih dari 70%) terdapat populasi yang berisiko untuk demam berdarah di seluruh dunia tinggal di negara anggota WHO Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat Wilayah, yang menanggung hampir 75% dari beban penyakit global akibat DBD.(WHO, 2010).

2.3.3 Lingkungan

Kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaksi antara manusia dan komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit.Sesuai dengan pembagian lingkungan oleh LL Benard dan UUKPPLH No. 4 Tahun 1982 maka lingkungan yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah sebagai berikut :

1. Fisik a. Iklim

Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32 C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat(Ginanjar, 2004).

(40)

23

daerah pegunungan (Depkes RI, 2007). Resiko terjadinya tingkat endemik berat terjadi pada kota padat penduduk, hujan tahunannya relatif besar (lebih dari 1000 mm) tetapi memiliki bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm (Hidayati, 2008).

Demam berdarah di Indonesia setiap tahun terjadi pada bulan September s/d Februari dengan puncak yang bertepatan dengan musim hujan pada bulan Desember atau Januari. Akan tetapi hal ini akan berbeda pada kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogjakarta dan Surabaya musim penularan pad bulan Maret s/d Agustus dengan puncak bulan Juni atau juli (Siregar, 2004).

Tingkat replikasi virus dengue berhubungan dengan kenaikan temperatur. Pengaruh perubahan temperatur secara relatif akan memberikan virus kesempatan untuk memasuki populasi manusia yang rentan terhadap risiko terjangkit (Depkes RI, 2012).

b. Geografis

(41)

24

Di India, Indonesia dan Myanmar, wabah di daerah perkotaan telah melaporkan kasus fatalitas tingkat 3 - 5%. Di Indonesia, lebih dari 35% dari penduduk hidup di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (angka tertinggi) dengan lebih dari 25 000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat dengan tingkat fatalitas kasus adalah sekitar 1% (WHO, 2010).

(42)

25 2. Biologi

a. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk merupakan ledakan penduduk. Kepadatan penduduk menjadi masalah lingkungan. Namun ledakan penduduk juga mempengaruhi aspek hidup atau kualitas hidup secara kompleks seperti pemukiman, ketentraman dan ketertiban.

Penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi pada tempat yang padat penduduk seperti perkotaan dan perdesaan pinggir kota (Yatim, 2007). Penelitian Haryadi (2007) didapatkan bahwa kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi berisiko 16 kali tertular DBD.

Menurut PU jumlah kepadatan penduduk yang berpotensi kumuh diindikasikan dari kepadatan penduduk min 16 jiwa/Ha dan kepadatan rumah/bangunan min 3,5 bang/Ha. Sedangkan untuk penetapan tingkatan kepadatan penduduk adalah Rendah jika penduduk < 50 jiwa/ha , kepadatan Sedang 51-150 jiwa/ha dan kepadatan tinggi > 150 jiwa/ha.

b. Kepadatan Vektor

(43)

26

Tingkat kepadatan vektor digambarkan dalam Angka Bebas Jentik. Berdasarkan pedoman dari Kemenkes RI (2012) bahwa pencapaian ABJ hingga 95% akan mampu menurunkan kejadian Demam Berdarah.

Angka bebas jentik adalah jumlah rumah, bangunan, atau tempat umum yang tidak ditemukan jentik pada pemeriksaan jentik berkala di bandingkan dengan rumah, bangunan atau tempat umum yang diperiksa. Adapun Target Depkes untuk pencapaian angka bebas jentik di Indonesia berdasarkan pedoman pengendalian DBD oleh Kemenkes RI memiliki nilai indikator minimal 95%.

Virus dengue ternyata juga terbukti ditemukan dalam telur nyamuk Aedes. Selin itu di tiap stadium Aedes spesies mengandung virus Dengue, sehingga pemberantasan vektor DBD tidakcukup dengan membasmi nyamuk dewasa Aedes spesies saja (insektisida), tetapi jugapada semua stadium khususnya stadium larva (larvasida)(Mashoedi, 2009)

c. Keberadaan predator jentik

(44)

27

dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda)(Wahyono, 2010).

Predator larva yang bisa digunakan untuk pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, akan tetapi yang paling mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik. Berdasarkan penelitian Taviv (2004) keberadaan predator alami seperti ikan cupang akan mampu menurunkan angka kepadatan jentik. Mayoritas penduduk lebih menyukai menggunakan Ikan Cupang dalam pengendalian DBD di lingkungannnya dengan alasan alami. Ikan Cupang langsung memakan jentik, dan tidak mengubah rasa air.

3. Sosial

a. Rumah Sehat

(45)

28

Kualitas pemukiman yang kurang baik merupakan kondisi ideal untuk perkembang biakan vektor DBD karena berkaitan dengan jarak antar rumah, pencahayaan, bentuk rumah, dan bahan bangunan(Musadad, 1997)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya dinding rumah dan lantai kelompok penderita DBD 20% lebih memiliki atap rumah asbes. Lebih dari 5% rumah terdapat jentik pada kontainer di dalam rumah dan lebih dari 20% memiliki pencahayaan di dalam rumah dan ventilasi yang cukup atau kurang (Wahyono, 2010)

Adapun parameter dan indikator penilaian rumah sehat tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan kesehatan perumahan meliputi 3 lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu dapat terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.3

4. jendela kamar tidur

(46)

29

Komponen Parameter perilaku

penghuni 2.3. Membuka jendela ruang keluargaMembersihkan rumah dan halaman 4. Membuang tinja bayi dan balita ke jamban 5. Membuang sampah pada tempat sampah

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999

b. Kemiskinan

Kemiskinan menurut BPS adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis Kemiskinan. Kota palembang sendiri garis kemiskinan adalah sebesar Rp315634.

Masyarakat miskin adalah mereka yang selalu hidup serba kekurangan secara ekonomis. Dalam kondisi semacam itu, syarat hidup sehat, lingkungan yang kumuh, gizi yang buruk dan keadaan hygiene serta sanitasi yang jauh dari baik rata-rata penduduk yang menjadi korban penyakit DBD didominasi oleh anak-anak dari kalangan miskin (Firmansyah, 2007).

(47)

30

terhadap pendapatan dan kesehatan yang dapat mengakibatkan kurangnya pemenuhan gizi anak-anak rumahtangga miskin (BPS, 2008).

Jumlah penduduk miskin di suatu wilayah dapat mencerminkan tingkat kemiskinan di suatu wilayah. Kemiskinan masyarakat dapat diukur melalui indikator persentase penduduk miskin. Proporsi penduduk miskin dan penduduk yang bertempat tinggal berjarak > 5 km dari fasilitas kesehatan di masing-masing kabupaten terbukti berhubungan bemakna tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan(Retnaningsih, 2004). Semakin miskin rumah tangga semakin jelek sanitasi dasarnya (Musadad, 1996).

c. Derajat Kumuh

Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007).

(48)

31

adekuat. Hasil penelitian erliyanti (2008) bahwa sampah-sampah yang berserakan dapat menampung air dan memberikan kontribusi yang besar terhadap keberadaan jentik . Orang yang memiliki halaman yang kurang bersih dari sampah dan barang-barang bekas memiliki risiko terkena 2,6 kali.

Perilaku bertelur Aedes aegypti ternyata juga bertelur pada air selokan. Hal ini terbukti pada penelitian (Adifian, 2013) jumlah telur Aedes Aegypti yang ditemukan tidak berbeda secara nyata antara ovitrap berisi air hujan dan air selokan. Hasil penelitian ini juga pada larva Aedes Albopictus sp persentase tertinggi terdapat pada air selokan dibandingkan dengan jumlah yang terdapat pada air hujan dan pada air sumur gali. Telur dan larva angka tertinggi lebih dominan pada air selokan dan pada saat menjadi pupa angka yang lebih tinggi terdapat pada air hujan karena proses dari larva menjadi pupa membutuhkan waktu yang lebih singkat daripada air selokan dan air sumur gali.

(49)

32

Tabel 2.4

Standar Minimal Komponen Fisik Prasarana Lingkungan Permukiman

No Komponen Kriteria Teknis

1. Jaringan Jalan

3. Kepadatan jalan minimal 50-100 m/ha untuk jalan 2 arah.

4. Pedestrian yang diperkeras minimal berjarak 20 m,dengan perkerasan 1-3 m

2. Sanitasi

1. Kapasitas layanan minimum 201/org/hari 2. Kapasitas jaringan jaringan minimum 60

lt/org/hr

3. Cakupan layanan 20-50 kk/unit 4. Fire Hidrant dalam radius 60 m-120 m 5. Tangki septict individu, resapan individu 6. Tangki septict bersama, resapan bersama

Mini IPAL

3. Persampahan

1. Minimal Jarak TPS/Transfer

2. Depo 15 menit perjalanan gerobag sampah 3. Setiap gerobag melayani 30 sampai 50 unit

rumah

4. Pengelolaan sampah lingkungan ditangani masyarakat setempat.

4. Drainase

1. Jaringan drainasi dibangun memanfaatkan jaringan jalan dan badan air yang ada. 2. Dimensi saluran diperhitungkan atas dasar

layanan (coverage area) blok/lingkungan bersangkutan.

3. Penempatan saluran memperhitungkan ketersediaan lahan (dapat disamping atau dibawah jalan).

4. Jika tidak tersambung dengan sistim kota,harus disiapkan resapan setempat atau kolam retensi

Sumber : PU Citra Karya dan Perumahan

(50)

33

1) Menyusun daftar panjang Kecamatan kelurahan-kelurahan yang berada di Kota Palembang yang berpotensi kumuh diindikasikan dari kepadatan penduduk min 16 jiwa/Ha dan kepadatan rumah/bangunan min 3,5 bang/Ha.

2) Selanjutnya dilakukan tinjauan pada tingkat kawasan pada Kecamatan kelurahan-kelurahan terpilih (hasil tinjauan poin 1) berdasarkan kepadatan penduduk min 16 jiwa/Ha dan kepadatan rumah/bangunan min 3,5 bang/Ha.

3) Hasil dari tinjauan pada tingkat kawasan pada kelurahan-kelurahan terpilih inilah yang akan diusulkan sebagai lokasi kawasan kumuh, untuk selanjutnya dilakukan tinjauan ke lapangan dan perhitungan tingkat kekumuhan.

Cara perhitungan skortingkat derajat kekumuhanadalah dengan menghitung pencapaian skor I, II, III:

1) Jumlah tingkat kekumuhan sama dengan 1 : Tidak kumuh 2) Jumlah tingkat kekumuhan antara 1 s/d sama dengan 3:

Kumuh sedang

3) Jumlah tingkat kekumuhan antara 3 s/d 5 : Kumuh berat 4) Jumlah tingkat kekumuhan sama dengan 5 :Sangat kumuh

4. Institusional

(51)

34

berdarah. Puskesmas yang memiliki fungsi sebagai pelayanan kesehatan Preventif, Promotif, dan Kuratif memiliki beberapa program kesehatan yang didalamnya berupa kegiatan dimulai dari penyuluhan, tatalaksana kasus juga melakukan kgegiatan pengendalian vektor DBD(Kemenkes RI, 2011).

Puskesmas yang optimal dalam menjangkau masyarakat akan mampu mengerahkan kader dan melatih kader dalam hal kegiatan penganggulangan vektor. Hasil penelitian Taviv (2009) kader menjadikan masyarakat rajin untuk membersi hkan penampungan airn ya apabila ada jentik dan membeli ikan pemakan jentik apabila ikan yang diditribusikan mati untuk upaya pemberantasan jentik, disamping itu kader akan memberikan teguran bagi masyarakat yang penampungan airnya masih ditemukan sehingga menimbulkan budaya malu.

2.3 Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD

(52)

35

Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa, maka kegiatan pengendalian DBD diharapkan sesuai dengan pencapaian rencana strategis Indonesia.

Adapun kegiatan pokok pengendalian demam berdarah terdiri dari surveilans epidemiologi, penemuan dan tata laksana kasus, pengendalian vektor, peningkatan peran masyarakat, SKD-KLB, penyuluhan, penelitian, monitoring dan evaluasi.

a. Surveilans Epidemiologi

Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans, kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor, surveilans laboratorium dan surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change).

b. Penemuan dan tatalaksana kasus

Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit

c. Pengendalian vektor

Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :

(53)

36

2) Secara kimiawi dengan larvasidasi. Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah sasaran dewasa (nyamuk) adalah Organophospat (Malathion, methylpirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/fogging dan pengabutan dingin/ULV sedangkan sasaran pra dewasa (jentik) Organophospat (Temephos)

3) Secara biologis vektor biologi menggunakan agen biologi seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasavektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang,tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites,Mesocyclopsdapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metodeyang lazim untuk pengendalian vektor DBD

4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat kasa dll

(54)

37

pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).

Pemeriksaan jentik berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat- tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypty yang di lakukan secara teratur oleh petugas pemantau jentik (jumantik).Tujuannya untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD termasuk memootivasi keluaarga/ masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD, dengan kunjungan yang berulang- ulang disertai penyuluhan.

d. Peningkatan peran serta masyarakat

Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat0tempat umum dan tempat ibadah).

e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB

Upaya dilapangan SKD–KLB yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi. Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat manampung pasien DBD, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis, paramedis dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk perawatan bagi pasien tidak mampu.

(55)

38

penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat - tempat umum dalam radius sekurang- kurangnya 100 meter. Penyelidikan epidemiologis terdiri dari penanggulangaan fokus dan penanggulangan vector pada kejadian luar biasa (KLB) DBD. Tujuannya adalah untuk mengetahui penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita. PE juga dilakukan untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan

f. Penyuluhan

Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan COMBI (Comunication for Behavioral) Impact.

g. Penelitian dan survei

(56)

39

Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun.

2.3 Sistem Informasi Geografis 2.3.1 Definisi

Sistem Informasi Geografis merupakan bagian dari Geografi Teknik berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data keruangan. Sistem Informasi Geografis atau disingkat dengan SIG adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data berdeferensi geografis atau data geospasial (Hartono, 2007).

Akronim GIS sering dipakai sebagai istilah Geographical information

Sience yang merupakan ilmu studi atau pekerjaan yang berhubungan

dengan Geographicinformation System yang dapat disimpulkan dari gabungan katografi, analisis statistik dan teknologi sistem basis data (database) (Irwansyah, 2013).

2.3.3 Kegunaan

(57)

40

Aedes albopictus, dan jumlah penderita pada lokasi tersebut. Untuk mendapatkan hubungan di antar variabel, metode yang dilakukan adalah dengan menampalkan peta lokasi potensial sumber jentik, dengan jumlah penderita (Widyawati, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Annas (2013) bahwa dengan adanya sistem informasi geografis surveilans penyakit DBD dapat digunakan untuk mengetahui informasi dan perkembangan penyakit DBD karena memiliki output berupa angka dan grafik. Dengan demikian dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan tindak penanggulangannya.

Begitupula hasil penelitian Hidayatullah (2010) Sistem informasi geografis yang dibangun berhasil memberikan gambaran mengenai distribusi penyebaran penyakit demam berdarah di berdasarkan karakteristik orang tempat, waktu (tahun) dengan pendekatan sistem informasi geografis.

(58)

41

Informasi geospasial dapat dengan mudah mengidentifikasi daerah sasaran tanpa dilakukan survei pendahuluan ke lapangan. Sistem ini mampu mengetahui daerah yang rawan DBD walaupun pada tahun sebelumnya tidak terdapat kasus dan juga pola pergerakan kasus dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga dapat memprediksi perkiraan daerah yang kemungkinan terjangkit DBD pada tahun selanjutnya, maka pengendalian dan pencegahan penyebaran DBD dapat dilakukan dengan efektif dan efisien (Ruliansyah, 2010).

2.4Analisis Spasial 2.4.1 Definisi

Anaisis spasial adalah teknik yang menggunakan sejumlah hitungan dan evaluasi logika dalam rangka mencari atau menemukan potensi hubungan atau pola-pola yang terdapat diantara unsur geografis. Hasilnya sangat tergantung pada lokasi objek yang sedang dianalisis dan teknik yang memerlukan akses terhadap objek maupun atributnya (Prahasta, 2009). Analisis spasial adalah sebagai teknik-teknik yang digunakan untuk meneliti dan mengeksplorasi data dari perspektif keruangan (Kemenristek, 2013).

(59)

42

karakteristik memiliki satu lokasi yang harus ditentukan dengan cara yang unik (Tuman, 2001).

2.4.1 Teknik Analisis Overlay

Overlay adalah fungsi yang menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi dua data spasial yang menjadi masukannya

Gambar 2.7

Sistem Dasar Teknik Overlay

Sumber : Budiyanto (2002)

(60)

43 2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan Teori John Gordon bahwa penyakit infeksi merupakan hasil dari interaksi antara lingkungan, agen dan pejamu. Pada kejadian Demam berdarahfaktor Pejamu terdiri dari umur, status gizi, pendidikan, pengetahuan dan perilaku 3M. Faktor agen terdiri dari virulensi berupa jenis virus itu sendiri. Sedangkan faktor lingkungan terdiri dari lingkungan institusional, sosial, biologi dan fisik. Maka peneliti dapat membuat kerangka teori sebagai berikut :

Bagan 2.8 Kerangka Teori

Lingkungan

a. Kepadatan vektor (ABJ) b. Kepadatan Penduduk

(61)

44 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Dari semua faktor yang terdapat dalam kerangka teori, tidak semua dijadikan sebagai variabel penelitian ini. Variabel penelitian ini adalah variabel lingkungan.Lingkungan biologi yaitu kepadatan vektor, lingkungan sosial dan ekonomi yaitu rumah sehat, derajat kumuh, dan kemiskinan.

Kepadatan vektor akan dilihat dari Angka Bebas Jentik. Sesuai dengan petunjuk dari Kemenkes RI dalam pedoman pengendalian demam berdarah dalam kegiatan pengendalian vektor. Semakin rendah angka bebas jentik maka semakin tinggi kepadatan vektor. Variabel angka bebas jentik diteliti karena terkait langsung dengan kepadatan vektor. Kepadatan vektor adalah faktor utama/langsung yang mempengaruhi kejadian demam berdarah..

Kepadatan penduduk diteliti karena Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi dan salah satu penyakit yang mudah mencetuskan KLB. Variabel kepadatan penduduk diteliti karena merupakan variabel yang mempengaruhi morbiditas penyakit DBD Kepadatan penduduk erat kaitannya dengan kondisi rentan dari masyarakat, karena semakin banyak masyarakat yang rentan maka Demam Berdarah Dengue akan mudah menuar.

(62)

45

bergantung pada kondisi perumahan yang secara tidak langsung menjadi habitat buatan untuk vektor.

Variabel derajat kumuh diteliti karena merupakan faktor yang mempengrahi banyaknya tempat bertelur nyamuk. Derajat kumuh hanya diteliti pada tahun 2009. Hal ini dikarenakan data yang tersedia hanya 2009. Pendataan derajat kumuh tidak dilaksanakan rutin tahunan akan tetapi dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

Kemiskinan diteliti karena Demam Berdarah Dengue menyerang semua kelompok kelas ekonomi namun, setiap daerah akan berbeda. Hal ini bisa terkait karena faktor kemampuan akses pelayanan, atau justru karena pola perilaku yang berbeda dari setiap kelas ekonomi. Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat kelompok kelas ekonomi yang mana yang banyak diserang oleh Demam Berdarah Dengue.

Dalam penelitian ini tidak melakukan pengujian hipotesis. Penelitian hanya ingin melihat variabel tersebut secara epidemiologi deskriptif yang disajikan dalam bentuk peta, tabel dan grafik. Variabel faktor risiko (kepadatan vektor, rumah sehat, derajat kumuh suatu wilayah, dan kemiskinan) kemudian akan digambarkan secara tumpang susundengan kejadian demam berdarah melalui SIG (Sistem Infomasi Geografis).

(63)

46

Karakteristik lingkungan biologi berupa variabel predator jentik tidak diteliti karena karena sudah ada penelitian terdahulu oleh Taviv (2010) tentang Pengendalian DBD Melalui Pemanfaatan Pemantau Jentik dan Ikan Cupang di Kota Palembang. Lingkungan fisik yaitu iklim tidak diteliti karena variabel ini tidak memiliki variasi jika dilihat hanya sebatas area kota Palembang. Begitu pula untuk variabel geografis perdesaan atau perkotaan karena semua kelurahan di Kota Palembang merupakan kelurahan yang berada di geografis perkotaan, sehingga tidak memiliki variasi antar kelurahan. Berikut beberapa variabel yang diteliti dapat digambarkan dalam kerangka konsep dibawah ini.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Kejadian Demam Berdarah Angka Bebas Jentik

Kepadatan penduduk

Rumah sehat

Derajat kumuh

(64)

47 3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Kejadian Demam Berdarah

Jumlah penderita penyakit demam berdarah yang dinyatakan secara klinis dan bukti laboratorium yang di

Laporan P2P Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun 2009-ditemukan jentik pada pemeriksaan jentik berkala di bandingkan dengan rumah, bangunan atau tempat umum

Sumber : Kemenkes RI, 2011

Ordinal

Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk per wilayah kelurahan di kota Palembang

1. Rendah (hijau)< 50 jiwa/ha 2. Sedang (kuning) 51-150

jiwa/ha

3. Tinggi (merah)> 150 jiwa/ha

Sumber : PU Cipta Karya dan Perumahan Kota Palembang

(65)

48

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Derajat kumuh

Tingkat kekumahan wilayah berdasarkan total skor darihasil penjumlahan poinpenilaian karakteristik kumuholeh PU Kota Palembang

3. Kumuh sedang (kuning) : >1 – 3

4. Tidak kumuh (hijau) :1

Sumber : PU Cipta Karya dan Perumahan Kota Palembang

Ordinal

Rumah Sehat

Jumlah bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan indikator rumash sehat di Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

Sumber : Kemenkes RI, 2010

Ordinal

Kemiskinan

Jumlah penduduk yang dikategorikan miskin olehBPS kota Palembang berupa penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah

Gambar

gambaran spasial Kota Palembang. Sahabatku Darwin, Muti, Dedek, dan
Tabel 5.11 Distribusi  Angka Bebas Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
gambaran kejadian demam berdarah. Sehingga diharapkan dapat
Ciri-ciri Setiap Tahapan Nyamuk Tabel 2.1 Aedes Aegpti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, agar tercapai interaksi perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan peserta didik, sehingga terpadunya dua kegiatan, yakni

(4) dokumen lainnya yang merupakan bagian dari penawaran harga yang dipersyaratkan dalam Dokumen Pengadaan (apabila ada). 3) Dokumen Penawaran disampaikan sebanyak

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan yang kurangnya persaingan bekerja dalam sektor wisata yang mana disebabkan minimnya perhatian pemerintah dalam menganggarkan belanja

Laju korosi pada pipa dengan sudut bending (elbow) dipengaruhi oleh tensile (tarik) dan compress (tekan) yang terjadi pada pipa ketika proses penekukan. Ini

Sebelum kita melihat beberapa struktur kode 19 dan surah yang berinisial dalam al-Quran, berikut kita kenali terlebih dahulu 29 surah berinisial beserta namanya, jumlah ayatnya,

Skema yang memperlihatkan database dari perspektif users, Isi skema konsep adalah semua objek / entity yang ada pada. database , semua attribute , semua hubungan antara objek/entity

• Memproduksi suatu hasil yang unik. • Batasi jangka waktu, dengan menentukan waktu awal, tengah dan akhir. • Diupayakan untuk memenuhi tujuan yang seharusnya memang dapat

Visualisasi spline parsial jumlah energi listrik yang hilang dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.. Gambar 1 memperlihatkan hubungan antara jumlah energi listrik yang