i Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Knowledge, Piety, Integrity
Oleh:
JAZRAN EFENDI
NIM : 109070000155
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
“
Bersyukurlah untuk setiap senyummu, agar Allah
menghadiahkan keindahan untuk setiap butir air matamu
”
Mario Teguh
“
Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan,
mulia adanya.”
Petikan syair lagu Indonesia Jaya
“There’s nothing interesting about looking perfect-you lose the point. You want what you’re wearing to say something about you, about who you are.”
Quotes about fashion by Emma Watson
PERSEMBAHAN :
vi
(D) (xiv + 87 halaman + lampiran)
(E) Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Intensi Membeli Produk Fashion
Tiruan.
(F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor psikologis yang
mempengaruhi intensi membeli produk fashion tiruan. Penulis berteori bahwa
variabel sikap (behavioral beliefs dan outcome evaluation), norma subjektif
(normative beliefs dan motivation to comply), perceived behavioral control
(control beliefs dan power of factor) dan jenis kelamin mempengaruhi intensi membeli produk fashion tiruan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 150 orang pengunjung kawasan pusat perbelanjaan
Tanah Abang yang berlokasi di Jakarta Pusat yang diambil dengan teknik
non-probability sampling. Dalam penelitian ini, penulis memodifikasi instrumen pengumpulan data, yaitu alat ukur intensi membeli peneliti susun dengan
berpijak pada teori planned of behavior (Ajzen, 2005), sikap dan perceived
behavioral control dari Cheng, Fu dan Tu (2011) dan norma subjektif dari Ajzen (1991).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari
seluruh independent variable yang diteliti terhadap intensi membeli produk
fashion tiruan sebagai dependent variable. Hasil uji hipotesis minor yang
menguji dari ketujuh variabel menunjukkan variabel motivation to comply
berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan,
sedangkan behavioral beliefs, outcome evaluation, normative beliefs, control
beliefs, power of factor dan jenis kelamin tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya seperti dengan menambah jumlah sampel dan variabel yang akan diteliti yaitu risk averness, materialism dan lain sebagainya agar hasil yang diperoleh lebih representatif.
(D) (xiv + 87 page + attachment)
(E) Factors of Psychological which Influence to Intention Purchasing Counterfeit
Fashion Product.
(F) This research purpose to know factors of psychological which influence to
intention purchasing counterfeit fashion product. The writer theorize that
variable of attitude (behavioral beliefs and outcome evaluation), subjectif norm (normative beliefs and motivation to comply), perceived behavioral control (control beliefs and power of factor) and gender influence to intention purchasing counterfeit fashion product.
This research was used quantitative approach with multiple regression analyze. Total sample much 150 visitor Tanah Abang Trade Center at Central Jakarta with non-probability sampling technique. In this research, writer modificated instrument data collect, like instrument intention purchasing based on theory planned of behavior (Ajzen, 2005), attitude, perceived behavioral control from Cheng, Fu and Tu (2011) and subjective norm from Ajzen (1991).
Result of this research showing that there significant influence from all independent variable toward intention purchasing counterfeit fashion product as dependent variable. Result of test 7 minor hypothesis showing that variable motivation to comply significant influence toward intention purchasing counterfeit fashion product, whereas variable behavioral beliefs, outcome evaluation, normative beliefs, control beliefs, power of factor and gender did not a show significant influence toward intention purchasing counterfeit fashion product.
Writer hope implication from this research result can be preview to developed future research with increasing sample total and variable like risk averness, materialism and others to result obtained more represntative.
vii
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-faktor Psikologis yang
Mempengaruhi Intensi Membeli Produk Fashion Tiruan”. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar sarjana psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skrispi ini, tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak dalam memberikan bimbingan, masukan, dan arahan.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si. Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran
dekanat lainnya yang telah memfasilitasi pendidikan mahasiswa dalam
rangka menciptakan lulusan berkualitas.
2. Solicha, M.Si, dosen pembimbing akademik kelas D angkatan 2009 yang
telah memberikan dukungan penuh dan do’a kepada saya dan seluruh
mahasiswa agar terus berupaya menyelesaikan studi dengan baik.
3. Dosen pembimbing skripsi I dan II, Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Drs.
Akhmad Baidun M.Si. Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah
Bapak dan Ibu berikan, ilmu yang selalu tercurahkan, dan tentu kesabaran dan
ketulusan Bapak dan Ibu selama membimbing saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
banyak memberikan pengetahuan seputar Psikologi dan juga seluruh
karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
banyak membantu peneliti dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan
viii skripsi ini.
6. Sahabat D’One Heart family yang tak mampu saya sebutkan semua nama
mereka satu-persatu. Saya berterima kasih atas segala bentuk dukungan dan
perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga kekeluargaan kita tetap
kompak dan sukses dalam meniti karir masing-masing.
7. Keluarga besar Kahfi Motivator School, guru sehat Bapak Tubagus Wahyudi
dan teman-teman angkatan 14 khususnya, yang telah memberikan pengajaran
berbagai ilmu sehingga memberikan dorongan positif yang secara signifikan
mengubah kekeliruan pola pikir penulis.
8. Sahabat-sahabat saya Adi, Khoir, Aziz, Tiar, Arif, Mukhtar, Deden, Rizki,
Rida, Naff, Dayat, dan lainnya, terima kasih atas diskusi ilmu yang sering kita
lakukan dan tentunya terima kasih atas tawa canda dan kesedihan yang kita
lewati bersama.
9. Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian yang saya
berikan dan seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima
kasih untuk segala dukungan, bantuan, dan kemudahan yang telah diberikan
untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
masukan dan saran yang membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan
dimasa yang akan datang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua.
Jakarta, September 2014
x
…………...………
2.3.3. Pengaruh norma subjektif terhadap intensi membeli ……….. 29
2.3.4.Pengukuran norma subjektif ………. 30
2.4. Perceived behavioral control (PBC) 2.4.1. Pengertian perceived behavioral control ……… 31
2.4.2. Anteseden perceived behavioral control ………. ... 32
2.4.3.Pengaruh perceived behavioral control terhadap intensi membeli …………. 33
2.4.4. Pengukuran perceived behavioral control (PBC) ……….. 33
2.5. Jenis kelamin ………. 34
2.6. Produk fashion tiruan ……… 34
2.7. Kerangka berpikir ……….……….. 35
2.8. Hipotesis penelitian ………... 39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel 3.1.1. Populasi dan sampel penelitian ... 40
3.1.2. Teknik pengambilan sampel ... 40
3.2. Variabel penelitian ... 41
3.3. Definisi operasional variabel... 41
3.4. Instrumen pengumpulan data ... 42
3.4.1. Alat ukur intensi membeli ... 43
3.4.2. Alat ukur sikap ... 44
3.4.3. Alat ukur norma subjektif ... 45
3.4.4. Alat ukur perceived behavioral control ……….. 46
3.5. Pengujian validitas konstruk ... 47
3.5.1. Uji validitas konstruk intensi membeli ... 49
3.5.2. Uji validitas konstruk sikap
3.5.4. Uji validitas konstruk perceived behavioral control 3.5.4.1. Control beliefs ………... 56
xi
4.2. Deskriptif statistik hasil penelitian ... 64
4.3. Kategorisasi skor variabel ……… 66
4.4. Hasil uji hipotesis
4.4.1. Analisis regresi variabel penelitian ... 68 4.4.2. Pengujian proporsi varians independent
variable ... 72
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 78 5.2. Diskusi ... 78 5.3. Saran
5.3.1. Saran teoritis... 82 5.3.2. Saran praktis ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
xii
Produk Fashion, Periode 2002-2011 ... 4
Tabel 3.1 Skor pengukuran skala ... 43
Tabel 3.2 Blue print skala intensi membeli ... 44
Tabel 3.3 Blue print skala sikap ... 45
Tabel 3.4 Blue print skala norma subjektif ... 46
Tabel 3.5 Blue print skala perceived behavioral control ... 47
Tabel 3.6 Muatan faktor intensi membeli ... 50
Tabel 3.7 Muatan faktor behavioral beliefs ... 52
Tabel 3.8 Muatan faktor outcome evaluation ... 53
Tabel 3.9 Muatan faktor normative beliefs ... 54
Tabel 3.10 Muatan faktor motivation to comply ... 56
Tabel 3.11 Muatan faktor control celiefs ... 57
Tabel 3.12 Muatan faktor Power of factor ... 58
Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian ... 63
Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian ……… 65
Tabel 4.3 Norma skor variabel ... 66
Tabel 4.4 Kategorisasi skor intensi membeli, behavioral beliefs, outcome evaluation, normative belief, motivation to comply, control beliefs, power of factor, dan jenis kelamin ... 67
Tabel 4.5 Model Summary R ... 68
Tabel 4.6 Anova Seluruh IV terhadap DV ... 69
Tabel 4.7 Koefisien Regresi ... 70
Tabel 4.8 Proporsi varians variabel sikap, norma subjektif, pbc, dan jenis kelamin ... 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan skripsi.
1.1. Latar Belakang
Pakaian atau busana sudah menjadi kebutuhan pokok manusia selain makanan dan
tempat tinggal. Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi tubuh dari
bagian yang tidak terlihat dan menutupi dirinya, juga meningkatkan kenyamanan,
keamanan dari terbakar sinar matahari atau berbagai fungsi lainnya. Pakaian pada
mulanya dibuat dari tanah liat, daun-daunan, kulit binatang dan kulit kayu (Judy,
1986).
Perkembangan model dan jenis pakaian mengacu pada adat-istiadat,
kebiasaan, dan budaya masyarakat tertentu atau yang lebih dikenal dengan istilah
fashion. Fashion merupakan cara berpakaian sehari-hari untuk suatu kurun waktu
tertentu, yang diterima dan diikuti oleh sebagian masyarakat. Fashion terus
berubah dari waktu ke waktu, seringkali jauh lebih cepat daripada budaya dimana
fashion itu berkembang. Kata fashionable dipakai untuk menggambarkan
seseorang atau sesuatu yang cocok dengan look yang populer pada suatu masa,
Dunia fashion terus memperlihatkan perkembangannya dikarenakan setiap
orang membutuhkan dan menyukai pakaian. Berbagai model dan desain pakaian
dibuat untuk memenuhi kebutuhan setiap penggemarnya. Secara global fashion
tidak terbatas pada pakaian, namun pada segala hal yang dapat membuat citra diri
seseorang menjadi lebih sempurna, seperti misalnya sepatu, tas, aksesoris dan
lain-lain, tetapi tetap berkaitan erat dengan pakaian (www.anneahira.com diakses
pada tanggal 17 November 2013 pada pukul 20.00).
Produk fashion pun kini dengan mudah ditemukan di pusat perbelanjaan
atau mal dengan berbagai model dan merek, tentu saja akan memudahkan
konsumen dalam mencari produk fashion yang diinginkan. Kegiatan berbelanja
memang sudah tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari terutama masyarakat
perkotaan khususnya ibukota Jakarta. Kota Jakarta telah tumbuh menjadi sebuah
kawasan komersial yang tanpa diduga ternyata menyimpan jumlah mal terbanyak
di dunia. Sebanyak 130 mal yang tersebar di seluruh kota Jakarta menjadikan para
perusahaan pemegang lisensi produk internasional dengan mudah mempengaruhi
konsumen dengan merek kenamaan dunia. Sebut saja PT. Mugi Rekso Abadi, PT.
Bagasi Luks, Time International ataupun Mahagaya Perdana yang telah sukses
membangun mal di Jakarta menjadi tak kalah bersaing dengan mal kelas dunia
(Amalludin, dalam Putri, 2010).
Penggunaan produk bermerek kelas dunia tidak hanya diperuntukkan bagi
konsumen yang berasal dari status sosial kalangan atas. Konsumen yang berasal
dari status sosial kalangan menengah pun ingin menyandang penggunaan produk
menyandang merek desainer terkenal, hal itu dapat dianggap sebagai kemewahan
untuk mengekspresikan diri tentang ide dan arti diri seseorang (Mowen, 2002).
Dengan demikian konsumen termotivasi dan berkeinginan untuk memberikan
citra diri kepada orang lain dengan kemampuan untuk membayar harga tinggi
untuk produk bermerek tertentu (Solomon, dalam Rajagopal, 2010).
Sebagai konsumen yang menghargai karya orang lain atau hak cipta.
Konsumen seharusnya membeli produk fashion asli, tetapi tidak sedikit konsumen
yang memilih bahkan menggemari produk fashion tiruan. Kecenderungan perilaku
konsumen di Indonesia dalam membeli produk fashion ternyata lebih menggemari
produk fashion tiruan dibandingkan dengan produk fashion asli. Hasil survei
membuktikan dari 34 konsumen yang diwawancarai, 20 orang (58.82%) ternyata
memiliki kecenderungan untuk membeli produk fashion tiruan, 13 orang
(38.24%) memiliki kecenderungan untuk membeli produk fashion asli dan satu
orang (2.94%) memilih lain-lain (www.forum.kompas.com, diakses pada tanggal
7 November 2013 pada pukul 20.00 WIB). Menurut Cordell (dalam Siham, 1996),
konsumen lebih memilih produk fashion tiruan dikarenakan karena status
simbolik dari merek yang tertera, lokasi berbelanja yang mudah diakses, dan
rentang harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk fashion asli.
Fenomena pemalsuan produk yang sedang berkembang menyebabkan
masalah sosial dan ekonomi yang sangat serius dan dapat menimbulkan gejala
ekonomi dan kepercayaan konsumen terhadap produk bermerek tertentu (Tom, et
al., dalam Ahmad, 2012). Pembajakan atau pemalsuan dapat dikatakan sebagai
teknologi, dan meningkatnya barang yang dianggap bernilai untuk dipalsukan
(Business News, dalam Boonghee, 2005). Merek barang mewah mudah
dipalsukan karena barang tersebut mudah untuk dijual dan tidak menciptakan
biaya produksi yang tinggi (Ervina, 2013).
Banyak peneliti berpendapat bahwa meningkatnya pasar global akan
mengurangi homogenitas perilaku konsumen dalam suatu negara dan mampu
meningkatkan kesamaan di seluruh Negara (Rajagopal, 2010). Pemalsuan sulit
untuk dihentikan karena banyaknya permintaan dari konsumen di seluruh dunia
(Bloch, et al., dalam Ahmad, 2012). Pemalsuan merek populer merupakan
masalah yang serius di dunia tanpa terkecuali di Indonesia. Industri fashion
khususnya, produk palsu dapat ditemukan di sejumlah produk barang seperti
pakaian, sepatu, jam tangan dan perhiasan (Yoo & Lee, 2009). Sebuah laporan
menyebutkan bahwa investor internasional ragu untuk melakukan investasi
industri pakaian di Indonesia karena level pemalsuan yang tinggi di pasaran
(Ekawati, dalam Ervina, 2013). Kerugian akibat pemalsuan produk fashion yang
terjadi di Indonesia terlihat seperti tabel 1.1
Tabel 1.1
Kerugian Total Industri di Indonesia akibat Pemalsuan Produk Fashion, Periode 2002-2011
No Tahun Kerugian
1 2002 Rp. 2 Trilyun
2 2011 Rp. 43.2 Trilyun
Sumber: (www.thejakartapost.com, diakses pada tanggal 12 Desember 2012,
Berdasarkan uraian data di atas, kerugian yang dialami sektor industri di
Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Kecenderungan konsumen memilih
produk fashion tiruan memicu pertumbuhan pasar gelap yang merugikan berbagai
pihak. Fenomena seperti ini mendorong penelitian mengenai perilaku konsumen
dalam membeli produk fashion tiruan sangat dibutuhkan (Han, 2007).
Perilaku membeli yang dilakukan konsumen merupakan hal yang
kompleks karena melibatkan kegiatan mental dan fisik. Konsumen perlu terlebih
dahulu mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhannya, kemudian mulai
memikirkan dan mengumpulkan informasi tentang produk apa saja yang dapat
memenuhi dan memuaskannya, setelah informasi diperoleh selanjutnya informasi
tersebut dimasukkan ke dalam memori jangka panjang (retensi). Konsumen
akhirnya menilai, mencari, membeli, dan memakai produk yang dibutuhkan.
Penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa untuk mewujudkan suatu aktivitas
membeli perlu adanya kemauan yang kuat untuk melakukannya (Engel, 2006).
Menurut Ajzen (2005) kemauan yang kuat untuk melakukan suatu tingkah
laku, termasuk tingkah laku membeli, dapat dijelaskan melalui konsep intensi.
Intensi dalam diri seseorang menggambarkan aspek internal maupun eksternal
yang mempengaruhi orang tersebut dalam mewujudkan suatu perilaku. Intensi
menunjukkan seberapa kuat seseorang bersedia untuk mencoba dan melakukan
dalam berbagai situasi. Perilaku yang berada di bawah kendali kemauan, maka
usaha orang tersebut akan terwujud sebagai aksi. Intensi yang dimaksud dalam
Faktor yang mempengaruhi intensi menurut Ajzen (2005) yaitu sikap,
norma subjektif dan perceived behavioral control. Sikap diasumsikan pada derajat
seseorang dari evaluasi yang disukai atau tidak disukai pada perilaku tertentu
(Ajzen, 2012). Sikap ditentukan oleh dua determinan yaitu behavioral beliefs dan
outcome evaluation (Ajzen, 2005). Sebelum seseorang memunculkan perilaku
membeli produk fashion tiruan, seseorang diasumsikan memiliki intensi dari
beberapa beliefs atau keyakinan untuk menampilkan perilaku tersebut. Keyakinan
positif dalam membeli produk fashion tiruan seperti harga yang lebih murah
mampu menjadi nilai kompensasi tersendiri bagi konsumen terlepas dari kualitas
produk yang lebih inferior. Konsumen pun memiliki sikap positif dalam membeli
produk fashion tiruan, begitu juga sebaliknya beliefs negatif juga akan
mempengaruhi sikap konsumen menjadi negatif terhadap produk fashion tiruan.
Norma subjektif merupakan persepsi orang lain (significant other) yang
dianggap penting bagi seseorang (Ajzen, 2005). Norma subjektif dipengaruhi oleh
normative beliefs dan motivation to comply. Keyakinan seseorang dalam membeli
produk fashion tiruan juga dipengaruhi oleh orang lain (significant other).
Seseorang yang ingin mengikuti tren fashion seperti busana yang dikenakan oleh
artis idolanya atau kostum klub sepakbola yang digemari, maka seseorang akan
memiliki intensi untuk membeli produk fashion tiruan seperti jersey tiruan yang
dikenakan pula oleh teman sebayanya.
Perceived behavioral control (PBC), merupakan keyakinan seseorang
akan adanya faktor yang mendukung atau menghambat munculnya suatu perilaku
determinan yaitu control beliefs dan power of factor. Intensi yang dimiliki
seseorang untuk membeli produk fashion tiruan ternyata memiliki faktor yang
mendukung seperti lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal dan pendapatan
yang minim sehingga tak mampu membeli produk fashion asli yang harganya
jauh lebih mahal. Faktor penghambat konsumen dalam membeli produk fashion
tiruan seperti teman sebaya yang memang memiliki sikap negatif terhadap produk
fashion tiruan, informasi yang kurang memadai mengenai produk fashion tiruan
dan sebagainya.
Ajzen, Joyce, Sheikh, dan Cote (2011) melakukan penelitian tentang
memprediksi perilaku melalui peran akurasi informasi dengan melakukan empat
penelitian tentang intensi, yaitu intensi hemat energi, intensi mengkonsumsi
minuman alkohol, intensi beribadah di masjid, dan intensi voting untuk
mendukung aktivitas mahasiswa muslim. Hasil keempat penelitian tersebut
diketahui bahwa sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensi. Hasil penelitian pertama,
sikap, norma subjketif dan perceived behavioral control memberikan pengaruh
yang signifikan sebesar 69% terhadap intensi hemat energi. Hasil penelitian
kedua, intensi untuk mengkonsumsi minuman alkohol diprediksi dengan tingkat
akurasi yang tinggi, yaitu sebesar 87%. Hasil penelitian ketiga pun menunjukkan
kotribusi sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control terhadap intensi
beribadah di masjid sebesar 46%. Dan hasil penelitian yang keempat mengenai
Pengaruh jenis kelamin terhadap intensi membeli pernah diteliti oleh Jason
M. Carpenter (2011) dalam jurnal penelitiannya berjudul Consumer Attitudes
toward Counterfeit Fashion Product: Does Gender Matter?. Hasil dari penelitian
ini dapat disimpulkan adanya pengaruh yang signifikan antara faktor jenis
kelamin terhadap keyakinan mengenai pandangan atau keyakinan dalam membeli
produk fashion tiruan. Studi ini juga menjelaskan bahwa perempuan
membutuhkan dorongan insentif finansial lebih besar dari pria untuk memesan
atau melakukan transaksi jual-beli di pasar gelap (black market). Penelitian ini
penting untuk mengangkat faktor demografi khususnya jenis kelamin sebagai
variabel tambahan guna memprediksi konsumen dalam membeli produk fashion
tiruan.
Berdasarkan penjelasan dan survei di atas serta melihat pentingnya
pengaruh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control dan jenis kelamin
terhadap intensi membeli produk fashion tiruan pada konsumen mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-faktor Psikologis
yang Mempengaruhi Intensi Membeli Produk FashionTiruan”.
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah
1.2.1. Batasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar pembahasan ini lebih terarah. Adapun
pembatasan masalah yang penulis maksudkan di sini antara lain:
1. Intensi membeli yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan
perbelanjaan Tanah Abang dan dimungkinkan terbentuknya suatu perilaku
membeli produk fashion tiruan.
2. Behavioral beliefs yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan keyakinan
yang dimiliki pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang dan
merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya sikap terhadap
perilaku membeli produk fashion tiruan.
3. Outcome evaluation yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan evaluasi
positif atau negatif pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang
terhadap perilaku membeli produk fashion tiruan berdasarkan keyakinan yang
dimilikinya.
4. Normative beliefs yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan keyakinan
mengenai harapan orang lain (significant other) terhadap pengunjung
kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang yang menjadi acuan untuk
menampilkan perilaku membeli produk fashion tiruan.
5. Motivation to comply yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan
keyakinan pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang untuk
mengikuti pendapat orang lain (significant other) dalam memunculkan
perilaku membeli produk fashion tiruan.
6. Control beliefs yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan keyakinan
mengenai sumber dan kesempatan yang dibutuhkan (requisite resources and
opportunities) pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang untuk
7. Power of factor yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan persepsi
pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang mengenai sumber
yang diperlukan baik untuk memunculkan tingkah laku atau menghalangi
terjadinya suatu tingkah laku sehingga memudahkan atau menyulitkan
pemunculan perilaku membeli produk fashion tiruan.
8. Jenis kelamin merupakan sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan.
9. Produk fashion tiruan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan produk
fashion yang dibuat dengan meniru produk fashion aslinya guna
mempengaruhi konsumen bahwa produk tersebut sama seperti aslinya
(OECD, 1998).
10. Subjek penelitian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu
pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang yang berlokasi di
Jakarta Pusat.
1.2.2. Rumusan masalah
Untuk lebih memudahkan dalam meneliti masalah ini, maka dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah behavioral beliefs, outcome evaluation, normative beliefs, motivation
to comply, control beliefs, power of factor dan jenis kelamin berpengaruh
secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?
2. Apakah behavioral beliefs berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
membeli produk fashion tiruan?
3. Apakah outcome evaluation berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
4. Apakah normative beliefs berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
membeli produk fashion tiruan?
5. Apakah motivation to comply berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
membeli produk fashion tiruan?
6. Apakah control beliefs berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
membeli produk fashion tiruan?
7. Apakah power of factor berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
membeli produk fashion tiruan?
8. Apakah jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
membeli produk fashion tiruan?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk meneliti dan menguji
signifikansi pengaruh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control (PBC)
dan jenis kelamin dalam memprediksi intensi membeli produk fashion tiruan.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1.3.2.1. Manfaat teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan dan mampu
memberikan kontribusi pengetahuan yang bisa dijadikan literatur tambahan
dalam bidang psikologi khususnya Psikologi Industri dan Organisasi (PIO)
kajian perilaku konsumen dengan memberikan bukti empiris pada penelitian
2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk
penelitian lanjutan mengenai perilaku konsumen.
1.3.2.2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi produsen, konsumen
dan pihak terkait sebagai referensi untuk memahami perilaku konsumen dalam
membeli produk fashion tiruan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
membantu konsumen yang ingin membeli produk terutama fashion untuk lebih
memahami dan mengidentifikasi kebutuhan konsumen sebelum mengambil
keputusan.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan
APA (American Psychology Association) style dan penyusunan dan penulisan
skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan penelitian
dibagi menjadi beberapa bahasan seperti berikut ini:
BAB I. Pendahuluan
Bab I ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian
terhadap intensi membeli produk fashion tiruan, batasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II. Landasan Teori
Bab II ini berisi sejumlah teori yang berhubungan dengan masalah
yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir dan hipotesis
BAB III. Metode Penelitian
Bab III ini berisi mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian,
instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.
BAB IV. Analisis Hasil Penelitian
Bab IV ini berisi mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan
statistik dan analisis terhadap data.
BAB V. Kesimpulan, Diskusi Dan Saran
Bab V ini berisi rangkuman keseluruhan hasil penelitian dan
menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat
14
Dalam bab kajian teori ini akan dibahas mengenai teori yang terkait dengan
variabel yang akan digunakan dalam penelitian, dilanjutkan dengan kerangka
berpikir dan hipotesis.
2.1. Intensi membeli
2.1.1. Pengertian intensi membeli
Intensi membeli berkaitan erat dengan keputusan membeli konsumen, karena
digunakan untuk memprediksi kecenderungan seseorang akan melakukan atau
tidak melakukan perilaku membeli. Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan
intensi sebagai kemungkinan subjektif seseorang sebelum memunculkan sebuah
perilaku, intensi tersebut bisa dalam jumlah yang kecil atau besar hingga dianggap
sebagai probabilitas. Ajzen (1991) mengasumsikan intensi untuk mengetahui
faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikator
bagaimana seseorang ingin menampilkan suatu perilaku dan seberapa besar usaha
yang digunakan untuk melakukan perilaku. Selanjutnya Ajzen (2005) menjelaskan
intensi adalah kemungkinan subjektif yang akan dilakukan oleh seseorang dan
dimungkinkan terbentuknya suatu perilaku tertentu.
Menurut Engel (1995) perilaku membeli diawali dengan intensi. Pada
umumnya seseorang yang memiliki intensi untuk melakukan tindakan tertentu,
tiruan, konsumen sebelumnya sudah memiliki intensi untuk menampilkan
perilaku membeli. Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan intensi membeli
merupakan intensi perilaku yang berkaitan dengan keinginan konsumen dalam
berperilaku guna memperoleh, mengkonsumsi dan membuang suatu produk atau
jasa.
Definisi intensi membeli menurut Assael (1998) yaitu tahap terakhir dari
rangkaian proses keputusan pembelian konsumen. Proses ini dimulai dari
munculnya kebutuhan akan suatu produk atau merek (need arousal), dilanjutkan
dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing).
Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk atau merek tersebut. Hasil
evaluasi ini yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli,
sebelum akhirnya konsumen melakukan pembelian. Jadi, definisi intensi membeli
pada penelitian skripsi ini peneliti menggunakan teori dari Ajzen (2005) yaitu
kemungkinan subjektif yang akan dilakukan oleh seseorang dan dimungkinkan
terbentuknya suatu perilaku membeli produk fashion tiruan.
2.1.2. Aspek intensi membeli
Menurut Fishben dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu:
1. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang akan diwujudkan. Pada
konteks membeli produk fashion tiruan, perilaku khusus yang diwujudkan
merupakan bentuk perilaku membeli yaitu dengan membeli produk fashion
tiruan di toko yang jelas menjual produk fashion tiruan.
2. Sasaran (object), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang
orang atau objek tertentu (particular object), sekelompok orang atau objek (a
class of object), dan orang atau objek pada umumnya (any object). Pada
konteks membeli produk fashion tiruan, objek yang menjadi sasaran
munculnya perilaku dapat berupa tersedianya uang dan model fashion yang
sedang menjadi tren.
3. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu
perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat
pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Pada konteks membeli
produk fashion tiruan, perilaku tersebut dapat muncul jika individu merasa
membutuhkan produk fashion tiruan tersebut dengan harga yang lebih murah,
risiko kerugian yang lebih kecil dan kondisi lingkungan yang berdekatan
dengan pasar/toko.
4. Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu,
dalam satu periode atau tidak terbatas misalnya waktu yang spesifik (hari
tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan
waktu yang tidak terbatas.
Setiap aspek akan mempengaruhi perilaku pada tingkat yang sangat
spesifik, seseorang akan menampilkan tingkah laku tergantung pada objek, pada
situasi tertentu, dan waktu tertentu pula. Dalam hal objek atau target intensi dapat
diarahkan pada suatu objek tertentu, suatu kelompok atau objek apapun. Begitu
pula dengan situasi, seseorang mungkin saja berintensi untuk melakukan suatu
tingkah laku pada situasi atau lokasi tertentu. Begitu juga dengan waktu, intensi
2.1.3. Faktor pengontrol intensi
Ajzen (2005) menjelaskan bahwa terdapat faktor yang membuat seseorang dapat
mencapai tujuan atau mewujudkan sebuah perilaku. Faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
2.1.3.1. Faktor internal
Faktor internal menyangkut faktor di dalam diri individu yang dapat
mempengaruhi seseorang dalam menampilkan suatu perilaku tertentu.
1. Informasi, keterampilan dan kemampuan
Seseorang yang memiliki intensi untuk melakukan sebuah perilaku akan mencari
informasi, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan
perilaku tertentu. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki intensi untuk menjadi
seorang politisi, mengajarkan matematika kepada siswa atau memperbaiki radio
akan gagal jika tidak memiliki kemampuan sosial, pengetahuan matematika dan
tidak memiliki keterampilan mekanik.
2. Emosi dan kompulsi
Ketidakcukupan keterampilan, kemampuan dan informasi yang dimiliki dapat
menyebabkan masalah kontrol perilaku, tetapi dapat diasumsikan bahwa masalah
ini dapat diatasi. Namun sebaliknya, beberapa tipe perilaku adalah subjek yang
memaksa yang terlihat berada jauh di luar kontrol. Sebagai contoh orang yang
tidak dapat berhenti mengulang apa yang dilakukannya (selalu mengunci tangan,
memeriksa kunci berkali-kali dan lain-lain) atau tidak dapat berhenti memikirkan
sesuatu. Perilaku kompulsif ini dilakukan meskipun intensi dan usaha terpadu
Perilaku emosional terlihat memiliki kesamaan karakteristik. Sebagai
contoh, terkadang individu dapat bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
dalam keadaan sadar, tetapi terkadang mereka tidak dapat mempertanggung
jawabkan apa yang mereka lakukan saat di bawah pengaruh emosi yang kuat.
Kesimpulannya, berbagai faktor internal dapat mempengaruhi kesuksesan
perwujudan perilaku yang memiliki intensi atau pencapaian tujuan yang
diinginkan. Terlihat dari faktor seperti informasi, kemampuan, dan keterampilan.
Sedangkan faktor lain seperti emosi yang intens, stress, atau kompulsi, lebih sulit
untuk dinetralisir.
2.1.3.2. Faktor eksternal
Faktor eksternal ini menyangkut faktor di luar individu yang mempengaruhi
kontrol seseorang terhadap perilaku yang akan dilakukannya. Faktor ini
menentukan faktor apa yang memfasilitasi atau mengintervensi perilaku.
1. Kesempatan
Perlu sedikit imajinasi untuk menghargai pentingnya faktor kebetulan atau
kesempatan untuk suksesnya eksekusi sebuah perilaku yang berintensi. Seseorang
yang berintensi untuk mengerjakan skripsi, tidak dapat melakukannya jika tidak
memiliki sarana yang memadai untuk melakukan perilaku tersebut atau mungkin
temannya yang selalu mengganggu saat sedang mulai mengerjakan dapat
membuat seseorang tidak melakukan perilaku tersebut.
Kurangnya kesempatan seperti contoh di atas dapat mengurangi usaha
untuk mewujudkan suatu perilaku. Dalam keadaan seperti ini, seseorang berusaha
menghalanginya. Walaupun intensi langsung akan terpengaruh, keinginan dasar
untuk melakukan sebuah perilaku tidak harus diubah. Lingkungan menghambat
perilaku untuk mewujudkan perilaku dan akan memaksa untuk merubah rencana,
namun tidak selalu dapat merubah intensi seseorang.
2. Ketergantungan pada yang lain
Pada saat perwujudan perilaku tergantung pada tindakan orang lain, ada potensi
kontrol yang tidak sempurna terhadap perilaku atau tujuan. Sebuah contoh yang
baik mengenai ketergantungan perilaku adalah kasus kerjasama. Seseorang akan
bisa bekerja sama dengan orang lain hanya jika orang tersebut juga berkeinginan
untuk bekerjasama.
Sama seperti waktu dan kesempatan, ketidakmampuan untuk berperilaku
sesuai dengan intensi dikarenakan ketergantungan pada kebutuhan seseorang tidak
mempengaruhi intensi dan motivasi. Seseorang yang menghadapi kesulitan yang
berhubungan dengan ketergantungan interpersonal dapat membentuk perilaku
yang diinginkan dalam kerjasama dengan rekan yang berbeda. Namun, hal ini
tidak dapat terus menerus menjadi penyebab sebuah tindakan.
Singkatnya, kekurangan kesempatan dan ketergantungan pada orang lain
hanya membawa pada perubahan yang sementara pada intensi. Ketika lingkungan
menolak terwujudnya sebuah perilaku, seseorang akan menunggu untuk
2.1.4. Teori yang terkait dengan intensi
2.1.4.1. Theory of reason action (TRA)
Teori ini merupakan teori yang membahas mengenai anteseden penyebab dari
perilaku yang dilakukan atas kemauan seseorang. Teori ini berdasarkan asumsi
bahwa manusia berperilaku dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan
semua informasi yang ada dan secara eksplisit maupun implisit manusia
mempertimbangkan implikasi dari tindakan mereka. Dengan demikian, teori ini
menyebutkan bahwa intensi seseorang untuk menampilkan perilaku atau tidak
tergantung dari determinan (faktor yang menentukan) tindakan tersebut (Ajzen,
1991).
Menurut theory of reason action, intensi merupakan fungsi dari dua
determinan dasar, yaitu faktor personal dan faktor pengaruh lingkungan. Faktor
personal ini merupakan sikap dan faktor pengaruh lingkungan adalah norma
subjektif.
2.1.4.2. Theory of planned behavior (TPB)
Menurut theory of planned behavior, perilaku seseorang ditentukan oleh tiga
pertimbangan, yaitu: behavioral beliefs, normative beliefs dan control beliefs.
Behavioral beliefs menghasilkan sikap suka atau tidak suka terhadap suatu
perilaku tertentu, hasil dari normative beliefs adalah tekanan sosial atau subjective
norm, dan control beliefs menjadi perceived behavioral control merupakan suatu
formasi dari intensi perilaku seseorang. Penjelasan secara menyeluruh bahwa
sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control mampu mendorong
menampilkan suatu perilaku tertentu dapat meningkat dikarenakan pengaruh sikap
dan norma subjektif yang baik dalam menampilkan perilaku tersebut. Intensi
mampu memberikan pengendalian atas perilaku, seseorang sangat berharap agar
intensi yang akan ditampilkan memenuhi faktor yang mendukung (Ajzen, 1991).
Teori ini merupakan pengembangan dari theory of reason action (TRA)
yang sama menjelaskan intensi tetapi Ajzen menambahkan control beliefs untuk
menjelaskan lebih lengkap mengenai intensi perilaku seseorang. Ajzen
menganggap bahwa theory of reasoned action (TRA) tidak menjelaskan mengenai
perilaku yang tidak dapat dikendalikan oleh individu, melainkan dipengaruhi oleh
faktor non-motivasional yang dianggap sebagai kesempatan yang dibutuhkan agar
perilaku dapat dimunculkan. Ajzen (1991) dalam theory of planned behavior
(TPB) dijelaskan bahwa intensi seseorang ditentukan oleh 3 faktor seperti pada
gambar:
Ajzen (2005) menjelaskan dalam TPB, bahwa penentu utama yang
mempengaruhi intensi dapat dipahami dengan perilaku, normatif dan kontrol
perilaku. Banyak variabel yang mempengaruhi kepercayaan seseorang seperti:
umur, jenis kelamin, etnis, status sosial ekonomi, pendidikan, kebangsaan, agama,
keanggotaan, kepribadian, suasana hati, emosi, sikap dan nilai secara umum,
intelegensi, anggota kelompok tertentu, pengalaman masa lalu, paparan informasi,
dukungan sosial, kemampuan koping dan lain-lain. Seseorang yang tumbuh dalam
lingkungan sosial yang berbeda dapat memiliki informasi yang berbeda tentang
isu yang berbeda, informasi yang menyediakan dasar bagi kepercayaan seseorang
mengenai konsekuensi sebuah perilaku, pengharapan normatif, pentingnya
seseorang, dan tentang penghalang yang dapat menghambat seseorang dalam
mewujudkan perilaku. Semua faktor ini dapat mempengaruhi perilaku, normatif,
dan kontrol kepercayaan, sebagai hasilnya mempengaruhi intensi dan tindakan.
2.1.5. Determinan intensi
Menurut Fishbein dan Ajzen (1991) determinan intensi sebagai berikut:
1. Sikap terhadap tingkah laku tertentu (attitude toward behavior).
2. Norma subjektif (subjective norm) dan,
3. Perceived behavior control (PBC)
Selain dari ketiga aspek tersebut, ada beberapa variabel lain yang dapat
mempengaruhi Intensi. Seperti dikatakan oleh Ajzen (1991) bahwa the theory of
planned behavior is, in principle, open to the inclusion of additional predictors if
it can be shown that they capture a significant proportion of the variance in
account. Pada prinsipnya, TPB terbuka untuk penambahan variabel lain yang
menjadi prediktor jika mampu menggambarkan proporsi yang signifikan setelah
variabel sebelumnya diteliti. Berdasarkan definisi tersebut maka tidak menutup
kemungkinan untuk menambahkan variabel lain dalam memprediksi suatu intensi.
2.1.6. Pengukuran intensi membeli
Di dalam melakukan pengukuran terhadap intensi membeli peneliti mencoba
melihat beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensi membeli.
Dalam jurnal penelitian yang berjudul Buy Genuine Luxury Fashion Products or
Counterfeits? (Yoo & Lee, 2009), digunakan alat ukur purchase intention of
counterfeits yang dikembangkan oleh Yoo dan Lee (2009) yang terdiri dari dua
item pengukuran. Alat ukur ini menggunakan skala model Likert dengan rentang
5 poin yang memiliki tingkat reliabilitas tinggi dengan nilai alpha 0.88.
Dalam jurnal penelitian lain yang berjudul Examining Customer Purchase
Intention for Counterfeit Product Based on a Modified Theory of Planned
Behavior (Cheng, Fu & Tu, 2011), intensi membeli dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Cheng, Fu, dan Tu (2011) yang
terdiri dari 3 item pengukuran. Alat ukur ini menggunakan skala model Likert
dengan rentang 5 poin yang memiliki internal consistency sebesar 0.88. Dalam
penelitian ini, peneliti mengadaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Cheng,
Fu, dan Tu (2011) dikarenakan item yang menjadi skala baku sangat sesuai
2.2. Sikap
2.2.1. Pengertian sikap
Dalam prediksi theory of planned behavior, sikap menunjukkan pengaruh positif
terhadap intensi perilaku (Ajzen, 1991). Fishbein dan Ajzen (1975)
mendefinisikan, sikap adalah a person`s location on a bipolar evaluative or
affective dimension with respect to some object, action or event. An attitude
represent a person`s general feeling of favorableness or unfavorableness toward
some stimulus object. Sikap merupakan posisi seseorang dalam dimensi evaluasi
yang sifatnya bipolar yang berkaitan dengan objek, tingkah laku atau kejadian.
Sikap menunjukkan perasaan individu yang positif atau negatif terhadap suatu
objek.
Eagly dan Chaiken (1993) menjelaskan sikap sebagai berikut attitudes is
psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with
some degree of favor or disfavor. Sikap dipandang sebagai suatu kecenderungan
psikologis yang diekspresikan oleh evaluasi dari sebagai wujud kesesuaian atau
ketidaksesuaian. Selanjutnya Feldman (1995) mendefinisikan sikap sebagai
berikut attitudes are learned predisposition to responds in a favorable or
unfavorable manner to a particular person, object, or idea. Sikap dipandang
sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon dalam cara kesesuaian dan
ketidaksesuaian kepada orang, objek, dan ide tertentu.
Sedangkan menurut Ajzen (1991) menjelaskan attitudes refer to the
degree to which a person has a favorable appraisal of the behavior in question
specific behavior can be predicted. Sikap merupakan derajat penilaian seseorang
pada perilaku tertentu dan merupakan indikator yang mempengaruhi seseorang
dalam menampilkan perilaku spesifik yang mampu diprediksi. Ajzen (2005)
menjelaskan sikap adalah person’s evaluation of the outcomes associated with the
behavior and by the strength of these associations. Sikap adalah hasil evaluasi
seseorang mengenai disukai atau tidak disukai pada perilaku tertentu. Jadi,
definisi sikap pada penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Ajzen (2005)
yaitu hasil evaluasi seseorang mengenai disukai atau tidak disukai pada perilaku
membeli produk fashion tiruan.
2.2.2. Anteseden sikap
Menurut Ajzen (2005) bahwa sikap terhadap perilaku dibentuk oleh dua anteseden
yaitu behavioral belief dan outcome evaluation.
1. Behavioral belief adalah keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku
dan merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya sikap.
2. Outcome evaluation merupakan evaluasi positif atau negatif individu
terhadap perilaku tertentu berdasarkan keyakinan yang dimilikinya.
Ajzen (2005) menjelaskan kedua anteseden sikap dalam rumus sebagai
berikut:
Ab= ∑ b i e i
Keterangan:
Ab : sikap terhadap dilakukannya perilaku B (behavioral beliefs)
e : evaluasi seseorang terhadap belief mengenai perilaku B
i : konsekuensi dari perilaku B
2.2.3. Komponen sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga
komponen, yaitu: kognitif, afektif dan konatif.
1. Komponen kognitif mencakup pengetahuan seseorang dan kepercayaan
tentang suatu sikap terletak pada komponen kognitif. Pengetahuan dan
informasi tentang objek sikap membentuk suatu beliefs yang mengarahkan
kepada suatu perilaku.
2. Komponen afektif mewakili perasaan seseorang tentang objek sikap, yaitu
perasaan baik atau tidak suka, senang atau tidak senang terhadap objek
sikapnya.
3. Komponen konatif merujuk pada tindakan seseorang atau kecenderungan
perilaku terhadap objek sikap. Dalam pemasaran dan penelitian tentang
komponen, komponen ini sering disamakan dengan ekspresi untuk membeli.
2.2.4. Pengaruh sikap terhadap intensi membeli
Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah
kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu.
Keyakinan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Seseorang akan
menampilkan suatu perilaku tertentu ketika menilai perilaku tersebut secara
positif.
Seperti dalam penelitian Tavis, Dodd, Jye Sheu, Rienzo, dan Wagenaar
minuman alkohol pada mahasiswa saat hari pertandingan adalah sikap terhadap
minuman dan norma subjektifnya. Hal ini membuktikan bahwa sikap mahasiswa
terhadap minuman beralkohol positif dan memiliki belief yang kuat saat
meminum minuman beralkohol pada hari pertandingan berlangsung. Jadi, intensi
untuk menampilkan suatu perilaku tergantung pada hasil pengukuran sikap dan
norma subjektif. Hasil yang positif mengindikasikan intensi untuk berperilaku.
2.2.5. Pengukuran sikap
Dalam melakukan pengukuran sikap peneliti melihat beberapa jenis alat ukur
untuk mengukur sikap. Dalam jurnal yang berjudul Consumer Attitudes Toward
Counterfeits: A Review and Extension (Augusto, Christiana, & Alberto, 2007),
alat ukur yang digunakan adalah attitude toward counterfeit product yang
dikembangkan oleh Huang (2004) dengan menggunakan skala model Likert
dengan rentang 7 poin. Dalam jurnal lain berjudul Examining Customer Purchase
Intention for Counterfeit Product Based on a Modified Theory of Planned
Behavior (Cheng, Fu, & Tu, 2011), alat ukur yang digunakan adalah attitude
toward counterfeit product dengan menggunakan skala model Likert dengan
rentang 5 poin dan memiliki internal consistency sebesar 0.95. Pengukuran sikap
dalam penelitian ini peneliti mengacu kepada attitude toward counterfeit product
yang dikembangkan oleh Cheng, Fu, dan Tu (2011) yang terdiri dari 8 item
2.3. Norma subjektif
2.3.1. Pengertian norma subjektif
Fishbein dan Ajzen (2005) mendefinisikan norma subjektif sebagai persepsi
individu mengenai harapan orang lain yang berarti baginya (significants others)
terhadap tingkah laku tertentu, apakah ada keharusan untuk menampilkan tingkah
laku tersebut atau tidak.
Feldman (1995) mendefinisikan norma subjektif sebagai subjective norm
is the perceived social pressure to carry out the behavior. Norma subjektif adalah
persepsi tekanan sosial yang membentuk perilaku individu. Hogg dan Vaughan
(2002) juga menjelaskan norma subjektif sebagai produk dari apa yang
dipersepsikan oleh individu yang menjadi keyakinan orang lain dan orang yang
signifikan menjadi panutan tentang apa yang pantas dilakukan. Jadi, pengertian
norma subjektif dalam penelitian ini adalah persepsi individu untuk mengikuti
orang lain (significant other) yang menjadi panutan mengenai kesesuaian perilaku
yang pantas dilakukan.
2.3.2. Anteseden norma subjektif
Menurut Ajzen (2005), norma subjektif ini ditentukan oleh dua determinan yaitu
persepsi terhadap diri sendiri (normatives beliefs) dan motivasi untuk memenuhi
harapan tersebut (motivation to comply).
1. Normatives beliefs. Persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain
terhadap seseorang yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau
tidak. Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain
suatu perilaku tertentu.
2. Motivation to comply. Motivasi individu untuk memenuhi harapan orang lain
(signifikan other). Norma subjektif dapat dilihat sebagai dinamika antara
dorongan yang dipersepsikan individu dari orang lain disekitarnya dengan
motivasi untuk mengikuti pandangan mereka (motivation to comply) dalam
melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tertentu.
Pengukuran anteseden norma subjektif dirumuskan Ajzen (2005) sebagai
berikut:
SN = ∑ ni mi
Keterangan:
SN : norma subjektif terhadap dilakukannya tingkah laku
ni : normatif belief yaitu belief seseorang bahwa individu i atau kelompok i
berpikir dia seharusnya atau tidak seharusnya melakukan tingkah laku
mi : motivasi untuk mengikuti harapan individu i atau kelompok i
i : orang atau kelompok yang berpengaruh
2.3.3. Pengaruh norma subjektif terhadap intensi membeli
Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan norma subjektif sebagai persepsi individu
mengenai harapan orang lain yang berarti bagi dirinya (significant others)
terhadap perilaku tertentu. Significant others tidak hanya keluarga, teman, dan
pasangan tetapi menyangkut organisasi, komunitas maupun instansi tertentu.
Seseorang yang termotivasi untuk mengikuti pendapat tokoh atau orang lain akan
cenderung untuk menampilkan perilaku yang diharapkan oleh orang lain
Penelitian Goodwin dan Mullan (2009) yang meneliti tentang norma
subjektif di kalangan mahasiswa. Hasil dari penelitian mengungkapkan norma
subjektif sebagai prediktor yang paling konsisten dari varians lain dalam intensi
perilaku sehat yang terkait dengan indeks glycaemic pada makanan. Significant
others seperti teman dan keluarga dalam sampel menjadi tekanan sosial pada
mahasiswa, dapat dikatakan menjadi tekanan karena dilihat dari usia mahasiswa.
Pada penelitian tersebut dijelaskan, mahasiswa psikologi pada tahun pertama lebih
banyak yang tinggal dengan orang lain atau dengan orang tua. Beberapa hal
tentang memilih, memasak dan mengkonsumsi makanan tidak lepas dari
rekomendasi dari orang terdekat yang mempengaruhi dan nantinya menjadi
perilaku yang tertanam dalam diri mereka.
2.3.4. Pengukuran norma subjektif
Dalam jurnal penelitian berjudul Consumer Attitudes toward Counterfeits: A
Review and Extension (Augusto, Christiana, & Caslos, 2007), alat ukur yang
digunakan untuk mengukur norma subjektif adalah subjective norm (SN) yang
dikembangkan oleh Ajzen (1991) dengan menggunakan skala model Likert
rentang 7 poin. Pengukuran norma subjektif pada penelitian ini mengadaptasi alat
ukur subjective norm yang dikembangkan oleh Ajzen (1991) yang terdiri dari dua
item. Peneliti memilih mengadaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Ajzen
(1991) karena hanya alat ukur ini yang dapat digunakan untuk mengukur norma
2.4. Perceived Behavioral Control (PBC)
2.4.1. Pengertian perceived behavioral control
Feldman (1995) mendefinisikan perceived behavioral control is the perceived
ease or difficulty of carrying out the behavior, based on prior experience and
anticipated barriers to perform it. Feldman menjelaskan perceived behavioral
control (PBC) mungkin menjadi manifestasi sebuah ide bahwa perilaku bisa
menjadi sulit untuk dilakukan dan banyak hambatan untuk menjalani perilaku
tersebut. Sedangkan Ajzen (2005) mendefinisikan perceived behavioral control is
this factor refers to the perceived ease or difficulty of performing the behavior
and it assumed to reflect past experience as well as anticipated impediments and
obstacles. Ajzen menyatakan bahwa perceived behavioral control adalah
hambatan atau kesulitan yang dipersepsi individu dalam menampilkan tingkah
laku tersebut dan diasumsikan merefleksikan pengalaman masa lalu dan juga
hambatan atau rintangan yang diantisipasi.
Menurut Ajzen (2005), dalam theory of planned behavior (TPB),
perceived behavioral control (PBC) tidak berkaitan secara langsung dengan
kontrol yang sebenarnya dimiliki individu dalam situasi tertentu namun berkaitan
dengan pengaruh yang mungkin dimiliki kontrol tingkah laku yang dipersepsi
(perceived behavior control) oleh individu terhadap tingkah laku. Ajzen (2012)
juga menjelaskan is the role perceived behavioral control—the extent to which
people believe that they can perform a given behavior if they are inclined to do so.
Perceived behavioral control (PBC) yaitu sejauh mana orang percaya bahwa
melakukan suatu perilaku. Jadi, pengertian perceived behavioral control dalam
penelitian ini adalah persepsi individu untuk menampilkan perilaku tertentu yang
disesuaikan dengan kemudahan atau hambatan yang mempengaruhinya.
2.4.2. Anteseden perceived behavioral control (PBC)
Perceived behavioral control ini ditentukan oleh dua determinan, yaitu control
beliefs dan power of factor (Ajzen, 2005).
1. Control beliefs adalah beliefs mengenai sumber dan kesempatan yang
dibutuhkan (requisite resources and opportunities) untuk memunculkan
tingkah laku. Control beliefs ini menjadi dasar persepsi seseorang terhadap
mampu atau tidak mampu dalam kapasitas melakukan tingkah laku (Ajzen,
2005).
2. Power of factor, yaitu persepsi individu mengenai ketersediaan sumber yang
diperlukan baik untuk memunculkan tingkah laku atau untuk menghalangi
terjadinya suatu tingkah laku sehingga memudahkan atau menyulitkan
pemunculan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Sumber yang dimaksud
disini mengacu kepada sumber yang termasuk dalam control beliefs.
Kedua determinan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
PBC = ∑ ci pi
Keterangan:
PBC : perceived behavioral control
ci : belief mengenai kontrol yang dimiliki individu dalam memunculkan tingkah laku (control beliefs)
pi : perceived powerr i yang memfasilitasi atau menghalangi suatu tindakan
Seperti yang diuraikan diatas, persepsi mengenai kondisi yang mendukung
mencerminkan persepsi mengenai ketersediaannya sumber dan kesempatan yang
diperlukan untuk memunculkan tingkah laku. Sumber ini antara lain ketersediaan
uang, waktu dan sumber lainnya. Sedangkan control beliefs berhubungan dengan
beliefs individu terhadap kemampuannya untuk memunculkan suatu tingkah laku.
2.4.3. Pengaruh perceived behavioral control (PBC) terhadap intensi
Ajzen (2012) menjelaskan bahwa perceived behavioral control (PBC) adalah
sejauh mana seseorang percaya dalam memunculkan suatu perilaku jika memiliki
kecenderungan untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Dalam penelitian Cronan
dan Al-Rafee (2008) tentang intensi untuk membajak software dan media digital,
diketahui bahwa PBC menjadi variabel yang paling berpengaruh kedua setelah
past piracy behavior. Subjek yang memiliki kemampuan dan sumberdaya untuk
membajak media digital mempunyai intensi yang tinggi untuk membajak media
digital.
2.4.4. Pengukuran perceived behavioral control (PBC)
Pengukuran perceived behavioral control (PBC) dalam penelitian ini
mengadaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Cheng, Fu, dan Tu (2011) dalam
jurnal penelitian yang berjudul Examining Customer Purchase Intention for
Counterfeit Product Based on a Modified Theory of Planned Behavior. Alat ukur
yang digunakan terdiri dari tiga item dan memiliki internal consistency sebesar
0.89. Peneliti mengadaptasi alat ukur ini dikarenakan sesuai dalam mengukur
2.5.Jenis kelamin
Karakteristik demografi dari seseorang mempengaruhi kerentanan seseorang
terhadap berbagai jenis pengaruh sosial terhadap produk tertentu, seperti produk
fashion, elektronik, pangan dan lain-lain (Girard et al., 2010). Faktor-faktor
demografi secara tidak langsung mempengaruhi niat seseorang dalam
menggunakan suatu produk, dalam penelitian ini variabel demografi yang
digunakan adalah jenis kelamin. Jason (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
Consumer Attitudes toward Counterfeit Fashion Product: Does Gender Matter?,
menemukan adanya pengaruh dari jenis kelamin terhadap pandangan atau
keyakinan dalam membeli produk fashion tiruan. Studi ini juga menjelaskan
bahwa perempuan membutuhkan dorongan insentif finansial lebih besar dari
laki-laki untuk memesan suatu produk di pasar gelap (black market). Alasan memilih
jenis kelamin sebagai variabel dalam penelitian ini adalah: (a) jenis kelamin dapat
dikelompokkan ke dalam segmentasi pasar suatu produk sehingga sesuai dengan
tema penelitian ini, dan (b) tidak mengundang kepura-puraan responden (fake)
dalam mengisi kuesioner penelitian.
2.6. Produk fashion tiruan
Produk fashion tiruan dedifinisikan sebagai produk yang meniru produk asli
dalam jumlah yang banyak dan sangat mirip dengan bentuk aslinya tanpa ada izin
yang sah, termasuk kemasan, merek dagang, dan label (Kay, dalam Ahmad,
2012). Produk fashion tiruan yang seringkali dipalsukan adalah tas tangan, jam
tangan, perhiasan, sepatu, pakaian, topi, kacamata dan parfum. Negara Cina
fashion tiruan di dunia (Hung, dalam Ahmad, 2013). Produsen lain dari produk
fashion tiruan ini pun berasal dari berbagai negara seperti Rusia, Argentina, Chili,
Mesir, India, Israel, Lebanon, Thailand, Turki, Ukraina, Venezuela, Brazil,
Paraguay dan Meksiko (Chaundry and Zimmerman, dalam Ahmad, 2012).
Sedangkan menurut OECD (Organization for Economic Co-operation
Development) produk fashion tiruan adalah produk fashion yang dibuat dengan
meniru produk fashion aslinya guna mempengaruhi konsumen bahwa produk
tersebut sama seperti aslinya (OECD, 1998). Bentuk dari produk tersebut
memiliki kualitas yang rendah dan dijual dengan harga yang lebih murah
dibandingkan dengan produk fashion aslinya. Dalam industri fashion, pemalsuan
dari produk dengan merek kenamaan dunia merupakan salah satu produk yang
sering dipalsukan seperti Louis Vuitton, Chanel, Gucci, Burberry, Fendi, Christian
Dior, Prada, Versace, Hermes, dan Christian Louboutin (http://top-10-list.org,
diakses pada tanggal 12 Desember 2012, dalam Ervina, 2013). Menariknya, tidak
seperti industri di sektor yang lain, pembeli produk fashion tiruan mengetahui
bahwa yang dibelinya merupakan produk fashion tiruan. Jadi, pengertian produk
fashion tiruan dalam penelitian ini adalah produk fashion yang dibuat dengan
meniru semirip mungkin dengan produk fashion aslinya.
2.7. Kerangka Berpikir
Pembajakan atau pemalsuan produk dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Berbagai produk mulai dari barang elektronik, perangkat software, buku,
sparepart kendaraan dan khususnya produk fashion sudah menjadi objek yang
memiliki trademark yang merupakan identitas produk tersebut dan dapat
memberikan sanksi bagi oknum yang membajak produk dengan trademark
tertentu sesuai hukum yang berlaku (Yoo & Lee, 2005).
Pada kenyataannya, produk fashion seperti baju, celana, sepatu, tas, jam
tangan, dan aksesoris tidak hanya dijual dengan merek asli tetapi ada juga yang
menjual dengan merek tiruan. Kerugian pun kini semakin meningkat setiap tahun
yang dirasakan oleh produsen atau penjual produk fashion asli dikarenakan
pembajakan produk fashion ini. Seperti yang dilansir dalam
www.thejakartapost.com ( dalam Ervina, 2013) bahwa kerugian pada tahun 2002
sebesar Rp. 2 trilyun dan pada tahun 2011 sebesar Rp. 43.2 trilyun.
Kerugian yang dialami pemilik merek dagang atau penjual produk fashion
asli tidak hanya dipengaruhi oleh maraknya pembajakan produk fashion, tetapi
juga dipengaruhi oleh tingginya permintaan konsumen. Konsumen kini tidak
canggung lagi untuk membeli produk fashion tiruan, peminatnya pun semakin
lama semakin banyak dan tidak mengenal batas usia. Bahkan, hampir di setiap
pusat perbelanjaan atau mal kini dengan mudah dijumpai toko yang menjual
produk fashion tiruan (Putri, 2010).
Perilaku membeli diawali dengan intensi. Seseorang yang memiliki intensi
untuk menampilkan perilaku tertentu, maka akan lahir perilaku tersebut. Dalam
hal ini munculnya intensi membeli produk fashion tiruan diawali dengan sikap.
Sikap yang meliputi behavioral beliefs dan outcome evaluation, dapat