• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Jalan Pengembangan Kebijakan Dokter Layanan Primer (2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peta Jalan Pengembangan Kebijakan Dokter Layanan Primer (2014)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PETAJALAN

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

DOKTER LAYANAN PRIMER

2014 - 2030

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR

DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2 0 14

/

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut terbitnya Buku Peta Jalan Pengembangan Kebijakan Dokter Layanan Primer 2014 - 2030. Tujuan buku in.i adalah agar setiap langkah menuju terwujudnya pelayanan primer yang bermutu melalui kebijakan Dokter Layanan Primer (DLP) dapat dituangkan dengan jelas dalam satu dokumen dan menjadi acuan bagi setiap penganclil dalam berpartisipasi mempercepat terwujudnya DLP di Indonesia.

Pelayanan primer telah lama diyakini sebagai kekuatan utama dan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan. Secara global, deklarasi Alma Ata tahun 1978 menyiratkan strategi pembangunan kesehatan dengan tiga upaya yaitu upaya kesehatan perseorangan (UKP), upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upa ya kesehatan wilayah (UKW). Pelayanan primer yang dapat diartikan sebagai UKP merupakan fondasi dan bagian terbesar dari sistem

pelayanan kesehatan . Keberhasilan pelayanan primer akan

menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

Pemerintah berkomitmen meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan primer. Salah satu strateginya adalah melalui kebijakan DLP. Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, DLP ditempatkan sebagai profesi baru di bidang kedokteran yang bekerja di strata primer akan エセエ。ーゥ@ memilki

"-kualifikasi pendidikan yang setara dengan spesialis.

Keberadaan DLP diharapkan dapat memperkuat mutu pe\ayanan primer, khususnya di era Jaminan Kesehatan Nasional yang menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berjenjan g bagi

selurub rakyat Indonesia.

(4)

Banyak pihak yang terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan DLP sehingga diperlukan suatu acuan agar kebijakan ini dapat dilaksanakan secara terintegrasi, terkoordinasi, dan mampu laksana oleh seluruh pengandil.

Dokumen Peta Jalan ini berisi acuan yang bersifat umum, dan masing masing pihak terkait diharapkan mampu menjabarkannya dalam rencana .aksi masing-masing sesuai dengan peran dan fungsinya.

Kami menyadari dokumen ini masih belum sempurna, maka dengan kerendahan hati kami mohon masukan yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaannya di kemudian hari.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dokumen ini , tim penyusun dan kontributor yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Semoga dokumen ini berkontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Jakarta,Oktober 2014

Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar

,

Oiセ@

(5)

DAFTAR lSI

Hal

BAB I PENDAHULUAN 7

A. LATAR BELAKANG 7

B. TUJUAN DAN SASARAN PEMBUATAN DOKUMEN PETA JALAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

DOI{TER LAYANAN PRIMER (2014 - 2030) 15

C. LANDASAN HUKUM 16

D. KERANGKA KONSEP 17

BAB II PERAN DOKTER LAYANAN PRIMER or ERA JAMINAN

KESEHATAN NAsrONAL 18

BAB III PEMETAAN KEBUTUHAN DOKTER LAYANAN PRIMER 24

BABry KEGIATAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

DALAM PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER

LAYANAN PRIMER 27

BABY PENUTUP 32

(6)

DAFTAR GAM BAR DAN TABEL

Gambar 1.1 Pembangunan kesehatan, pengem bangan serta pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan dan kaitannya dengan unsur-unsur

standar profesi tenaga kesehatan 17

Gambar 3.1 Prevalensi kesakitan dalam satu bulan di komunitas dan peran berbagai jenis penyedia

layanan kesehatau. 24

Tabel. 3.1 Proyeksi kebutuhan DLP 25

Tabel. 3.2 Estimasi jumlah program studi dan peserta program konversi dan pendidikan DLP pada

masa transisi 25

Tabel. 4.1 Kegiatan dan peran pernangku kepentingan

dalam pengembangan kebijakan DLP 28

Tabel. 4.2 Kerangka Waktu Pengembangan Kebijakan

[image:6.614.12.488.31.690.2]
(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebijakan mengenai layanan primer di dunia

Sistem kesehatan di setiap negara memiliki tujuan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya. Setiap negara memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda, namun terdapat beberapa masalah yang juga dihadapi oleh banyak negara, seperti meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, peningkatan jumlah

penduduk berusia lanjut, masalah kesehatan yang semakin

kompleks, kurangnya akuntabilitas serta in-efisiensi pelayanan kesehatan . Oleh karena itu pembuat kebijakan di setiap negara senantiasa berupaya mencari model sistem kesehatan yang dapat mengatasi masalah tersebut.

Penguatan pelayanan kesehatan primer sudah sejal{ lama diyakini

dapat mengatasi permasalahan kesehatan tersebut. Pelayanan

primer merupakan lini pertama dalam sistem pelayanan kesehatan yang pertama kali ditemui oleh masyarakat yang rnemiliki masalah kesehatan, dan merupakan tempat pernenuhan sebagian besar kebutuhan kuratif dan preventif kesehatan masyarakat. Pelayanan primer yang kuat dianggap berkontribusi secara positif terhadap

tercapainya tujuan sistem kesehatan, termasuk pemerataan

kesehatan rnasyarakat, pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan dan pelayanan yang responsif. Hal ini terlihat dari banyaknya kesepakatan, resolusi maupun pernyataan oleh berbagai insitusi maupun pemerintah di seluruh dunia .

(8)

menyatakan bahwa pelayanan kesehatan merupakan kunci dalam

mencapai target kesehatan masyarakat. (1) Pentingnya pelayanan

kesehatan primer kemudian ditekankan kembali oleh WHO pada

World Health Report 2008 yang menyatakan bahwa demi tercapainya

kesehatan bagi seluruh masyarakat, sistem pelayanan kesehatan

perlu difokuskan kembali melalui reformasi pelayanan kesehatan

primer. (2) Kemudian World Health Assembly no 62 tahun 2009

mengeluarkan resolusi yang mendesak agar seluruh negara anggota

WHO menguatkal'l sistem pelayanan kesehatannya berdasarkan

nilai-nilai dan prinsip pelayanan primer.13)

Pelayanan primer merupakan lini pertama pada sistem pelayanan

kesehatan. Pelayanan primer menyediakan pelayanan yang paripurna

dan mudah diakses bagi pasien secara bersinambung dan

terkoordinasi. Penyedia pelayanan primer dapat meliputi disiplin

yang berbeda-beda di setiap negara , namun yang paling umum

adalah dokter .(4)

Beberapa studi telah membuktikan bahwa negara-negara yang sistem

pelayanan kesehatannya lebih berorientasi kepada pelayanan

kesehatan primer lebih rendah dalam pembiayaan kesehatan,

penggunaan obat-obatan, tingkat perawatan rumah sakit namun

memiliki derajat kesehatan yang lebih baik dan pelayanan kesehatan

yang lebih merata.(5-7)

---...

Namun untuk mencapai hal-hal tersebut dokter

ィ。セオウ@

memiliki

kompetensi yang tinggi dalam penatalaksanaan pasien serta mampu

mengintegrasikan pelayanan kesehatan individu dan komunitas . (8)

Masalah kesehatan Indonesia

Derajat kesehatan Indonesia dapat dinilai melalui berbagai indikator

(9)

Development Goals - MDGs) . Beberapa sasaran yang terkait langsun g dengan kesehatan adalah penurunan angka kematian anak (sasara nomor 4), peningkatan kesehatan maternal (sasaran nomor 5), pengendalian HIV / AIDS , malaria dan penyakit lainnya (sasaran nomor 6).

Kondisi pencapaian sasaran terse but saat ini adalah angka kematian balita sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup, dan angka kematian neonates sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 . Sementara itu angka kematian maternal mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007). (9)

Kondisi pencapaian sasaran pengendalian penyakit adalah prevalensi HIV / AIDS pada tahun 2011 sebesar 0,3 persen, angka insidens malaria sebesar 1,75 per 1000 penduduk, sedangkan prevalensi tuberkulosis sebesar 189 kasus per 100.000 penduduk. (9)

Walaupun jika dilihat semua indikator tersebut telah mengalami

penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, beberapa indikator

pencapaiannya lebih lambat dari yang lain sehingga diperkirakan tidak akan mencapai target pencapaian pada tahun 2015. Disamping itu derajat kesehatan di Indonesia juga masih lebih rendah dibanding banyak negara lain yang juga termasuk negara berkembang di kawasan Asia.

Beberapa tantangan sektor kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah(10, 11):

1. Pola penyakit yang semakin kompleks

(10)

masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu,

munculnya kembali beberapa penyakit menular lama

(re-emerging  diseases),  serta  munculnya  penyakit­penyakit  menular 

baru  (new­emerging  diseases)  seperti  HIV / AIDS,  Avian  Influenza , 

Flu  Babi  dan  Penyakit  Nipah .  Di  sisi  lain ,  penyakit tidak  m enular 

menunjukkan  adanya  kecenderungan  yang  semakin  meningkat 

dari  waktu  ke  waktu.  Penyakit  stroke  dan  kardiovaskuler  saat 

ini  merupakan  penyebab  kematian  utama  di  semua  umur. 

Indonesia  betada  di  antara  10  negara  dengan  penyakit  diabetes 

terbanyak  sekaligus  di  antara  5  negara  dengan  penyakit 

tuberkulosis  terbanyak.(12) 

2.   Kesenjangan  status  kesehatan  penduduk  an tar  wilayah  di 

Indonesia 

Walaupun  secara  umum  terdapat  peningkatan  indikator 

kesehatan  di  Indonesia,  di  beberapa  provinsi,  pencapaian 

indikator  kesehatan  masih  lebih  buruk  dibandingkan  dengan 

beberapa  negara Asia  termiskin.  Kelompok  miskin  mendapatkan 

akses  kesehatan  yang  paling  buruk  dengan  cakupan  imunisasi 

ataupun  bantuan  tenaga  medis  yang  terlatih  dalam  proses 

melahirkan  yang  paling  sedildt .  Kesenjangan  ini  sangat  terkait 

dengan  kesenjangan  dalam  faktor  geografi,sosioekonomi, 

ketersediaan  fasilitas  kesehatan,  cakupan  pelayanan  dan  akses 

terhadap pelaya n an  kesehatan. 

3.   Pemanfaatan  fasilitas  kesehatan  publik  yang  rendah  serta 

kecenderungan  penyedia  utama  fasilitas  kesehatan  beralih  ke 

pihak swasta 

Rasio  puskesmas  ter h a d ap  pen dud uk  saat  ini  sudah  mencapai 

3,89  per  100.000  pen d u d uk  namun  pemanfaatannya  masih  di 

bawah  50% .(13)  Lebih  banyak  orang  Indonesia  memilih  fasilitas 

(11)

wilayah  Indonesia,  sektor  swasta  mendominasi  penyediaan 

fasilitas  kesehatan  mulai  dari  penyediaan  ambulans  hingga 

rumah  sakit.  Sekitar  30­50  persen  pelayanan  kesehatan 

diberikan  oleh  pihak  swasta.  Lebih  jauh  lagi,  kaum  miskin 

cenderung  lebih  banyak  menggunakan  penyedia  layanan 

kesehatan  non­medis ,  sehingga  angka  pemanfaatan  fasilitas 

kesehatan  publik oleh  kaum miskin  rnasih  amat rendah. 

4 .   Dana kesehatan yang terbatas 

Walaupun  dikatakan  terjadi  peningkatan  pembiayaan  kesehatan 

dari  tahun  ke  tahun,  namun  persentase  pengeluaran  nasional  di 

bidang  kesehatan  terhadap  Produk  Domestik Bruto masih  sangat 

kecil  dibandingkan  banyak  negara  di  Asia  (2 ,9%  pada  tahun 

2011).(14) 

5.   Desentralisasi  menciptakan  tantangan  dan  memberikan 

kesempatan  baru 

Saat  ini,  pemerintah  daerah  merupakan  pihak  utama  dala m 

penyediaan  fasilitas  kesehatan.  Jumlah  pengeluaran  daerah 

untuk  kesehatan  terhadap  total  penge luaran  k eseh ata n 

meningkat  dari  10  persen  sebelum  desentralisasi  menjadi  50 

perse n  pada  tahun  2001.  Hal  ini  dapat  mem buat  pola 

pengeluaran  kesehatan  menjadi  lebih  responsif  terhadap  kondisi 

lokal  dan  keragaman  pola  penyakit.  Akan  tetapi  hal  ini  akan 

berdampak  juga  pada  meningkatnya  kesenjangan  pembiayaan 

kesehatan  secara regional  dan  berkurangnya informasi  kesehatan 

yang penting. 

Untuk  rnengantisipasi  berbagai  tantangan  tersebut,  disusunlah 

pemutakhiran  Sistem  Kesehatan  Nasional  (SKN)  yang  ditetapkan 

(12)

pelaksanaan  SKN  masih  dianggap  kurang  efektif.  Salah  satunya 

adalah  dalam  bidang  sumber  daya  kesehatan.  Upaya  pemenuhan 

kebutuhan sumber daya  manusia kesehatan  saat ini  belum  memadai, 

baik  jumlah,  jenis,  maupun  kualitas  tenaga  kesehatan  yang 

dibutuhkan.  Selain  itu,  distribusi  tenaga  kesehatan  masih  belum 

merata. 

Rasia jumlah  dokter  di  Indonesia  2  per  10.000  penduduk,  jumlah  ini 

masih  rendah  bila  di bandingkan  dengan  negara  lain  yang  tergabung 

di  ASEAN.(14)  Indonesia  bahkan  merupakan  salah  satu  negara yang 

dikategorikan  sebagai  mengalami  krisis  tenaga  kesehatan  oleh  WHO. 

Dari  segi  kompetensi,  dokter  yang  bekerja  di  pelayanan  primer 

sebagian  besar  belum  mampu  menyelenggarakan  pelayanan  yang 

paripurna  dan  berpusat  pada  pasien,  seperti  yang  diharapkan  oleh 

WHO  dalam  Deklarasi  Alma  Ata(l),  dan  dibutuhkan  dalam  mencapai 

indikator  kesehatan  global.  Hal  ini  salah  satunya  karena  dokter yang 

bekerja  di  pelayanan  primer  saat  ini  adalah  lulusan  fakultas 

kedokteran  tanpa  pendidikan  tambahan.  Padahal  saat  ini  di 

negara-negara anggota ASEAN dan kawasan Asia lainnya, dokter yang

bekerja di layanan primer umumnya memperoleh tambahan

pendidikan selama 2 hingga 3 tahun setelah lulus fakultas

kedokteran. (15)

Dikeluarkannya Undang-Undang NoAO (2004) ten tang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mewajibkan seluruh penduduk

Indonesia memiliki jaminan sosial termasuk Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN).(16) Hal ini akan menyebabkan peningkatan proporsi

penduduk yang mempunyai jaminan kesehatan, dari sebesar 59,07°/c,

pada 2011 menjadi seluruhnya pada tahun 2019. Hal ini diharapkan

dapat m en dorong kontinuitas pel ayanan kesehatan. Dalam sistem

JKN telah diatur mengenai pelayanan yang berjenjang dengan

(13)

kapitasi  yang  dialokasikan  dapat  dikelola  secara  efisien,  dibutuhkan 

pelayanan  yang  mengedepankan  aspek  promotif  dan  preventif  di 

samping kuratif. 

Diterapkannya  Jaminan  Kesehatan  Nasional  merupakan  bagian  dari 

reformasi  pembangunan  kesehatan  untuk  mewujudkan  "Masyarakat 

sehat  yang  mandiri  dan  berkeadilan".  Salah  satu  strategi  yang 

drambil  adalah  penguatan  pelayanan  kesehatan  primer  yang 

mencakup  upaya  peningkatan  mutu  dan  akses  terhadap  pelayanan 

kesehatan  yang  berkualitas  dengan  Dokter  Layanan  Primer  sebagai 

penggeraknya. 

Dengan  melihat  berbagai  faktor  di  atas  dan  sesuai  kesepakatan 

ASEAN R egion Primary Care Physicians Association (ARPAq maka 

justifikasi  bahwa  untuk  menjadi  dokter  layanan  primer  dibutuhkan 

p e ndidikan  tambahan  setingkat  pasca­sarjana  adalah  sebagai 

berikut: 

•   pendidikan  pasca­sarjana  setelah  pendidikan  kedokteran  dasar 

berfokus  pada  pengembangan  keterampHan  (klinis, 

manajerial/ administrative,  profesionalisme  dan  pembentukan 

nilai) . 

•   masalah  k e'sehatan yang  semakin  kompleks  termasuk  pentingnya 

pemahaman mengenai determinan sosial kesehatan. 

•   penerapan  pendekatan  sistem  dalam  pendidikan  terutama  dalam 

menghadapi  pelayanan kesehatan  universal. 

•   berbagai  studi  telah  membuktikan  bahwa  negara­negara  yang 

telah  mewajibkan  adanya  pendidikan  tambahan  bagi  dokter 

layanan  primer  (misalnya  negara­negara  di  Eropa  atau  Kuba) 

memiliki derajat kesehatan yang lebih  baik. 

•   profesionalisasi layanan primer. 

(14)

Perlunya  pendidikan  tambahan  yang  setingkat  pasca­sarjana  bagi 

dokter  di  pelayanan  primer  telah  dijawab  oleh  pemerintah  dengan 

terbitnya  Undang­Undang  nomor  20  tahun  2013  tentang  Pendidikan 

Kedokteran ,  dimana disebutkan  bahwa pendidikan profesi  kedokteran 

diselenggarakan  dalam  bentuk  program dokter layanan primer

selain  program  profesi  dokter,  dokter  spesialis  dan  subspesiahs  yang 

telah  ada saat ini. 

Pengertian dッォエセイ@ Layanan Primer (DLP)

"Dokter Layanan Primer adalah dokter generalis yang mendapatkan

pendidikan setara spesialis yang mengintegrasikan kedokteran

keluarga, kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat, serta

mampu memimpin dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tingkat pertama/primer yang berkualitas. " (17)

Secara  lebih  spesifik,  definisi  DLP  di  atas  mengandung makna  bahwa 

DLP merupakan dokter yang: 

•   melaksanakan pelayanan kesehatan primer 

•   memiliki  kompetensi  dalam  bidang  ilmu  kedokteran  keluarga 

serta ilmu  kedokteran  komunitas  dan  ilmu  kesehatan  masyarakat 

yang  sesuai  dengan  kebutuhan  masyarakat  Indonesia  yang 

diperoleh  melalui  proses  pendidikan  kedokteran  yang  setara 

spesialis. 

•   menjadi ujung tombak dan  penapis rujukan (gatekeeper').

•   melaksanakan  pelayanan  yang  komprehensif  dan  bersinambung 

berorientasi  pelayanan  primer  di  era  sistem  jaminan  kesehatan 

nasional. 

•   Mampu  melaksanakan  pelayanan  tanpa  memandang  usia,  jenis 

kelamin  dan  penyakit,  melayani  kliennya  dalam  konteks  keluarga, 

komunitas  dan  budaya  serta  selalu  menghormati  otonomi 

(15)

Dokter  Layanan  Primer  memiliki  kompetensi  yang  terdiri  atas 

kompetensi  inti,  kompetensi  wajib  dan  tambahan  yang  mengacu 

kepada  ilmu  kedokteran  keluarga,  ilmu  kedokteran  komunitas  dan 

ilmu  kesehatan  masyarakat  yang  disesuaikan  dengan  kondisi 

Indonesia. 

Upaya  pengembangan  kebijakan  Dokter  Layanan  Primer  harus 

dituangkan  ke  dalam  peta  jalan  (roadmap) yang  sistematis, 

komprehensif dan  terpadu.  Peta jalan  ini  disusun  dengan  melibatkan 

berbagai  pemangku  kepentingan  dan  telah  disepakati  untuk 

dilaksanakan. 

B. TUJUAN DAN SASARAN PEMBUATAN DOKUMEN PETA JALAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER LAYANAN PRIMER (2014-2030)

Tujuan

Dokumen  Peta Jalan  bertujuan  sebagai  pedoman  untuk memberikan 

arah  pada  semua  pemangku  kepentingan  dalam  perencanaan  dan 

pelaksanaan  kebijakan  dokter layanan  primer di  tahun 2014 ­ 2030 . 

Sasaran

Sasaran  utama  dari  dokumen  Peta  Jalan  adalah  instansi  dan  badan 

pemerintah/non­ pemerintah  yang  bergerak  di  sektor  kesehatan 

(16)

c.

LANDASAN HUKUM

1.   Undang­Undang Dasar  1945; 

2.   Undang­Undang  Nomor  29  tahun  2004  tentang  Praktik 

Kedokteran ; 

3.   Undang­Undang  Nomor  40  tahun  2004  tentang  Sistem  Jaminan 

Sosial  Nasional  (SJSN); 

4:   Undang­Undang Nomor 36 tahun 2009  tentang Kesehatan; 

5 .   Undang­Undang  Nomor  12  Tahun  2012  tentang  Pendidikan 

Tinggi; 

6 .   Undang­Undang  Nomor  20  tahun  2013  ten tang  Pendidikan 

Kedokteran; 

7.   Undang­Undang  Nomor  23  tahun  2014  tentang  Pemerintahan  Daerah; 

8.   Peraturan  Presiden  Republik  indonesia  nomor  72  tahun  2012 

tentang Sis tern  Kesehatan  Nasional; 

9.   Peraturan  Presiden  Republik  Indonesia  nomor  12  tahun  2013 

ten tang Jaminan Kesehatan; 

10. Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  71  tahun  2013  tentang 

(17)

D. KERANGKA KONSEP

Kerangka  konsep  pengembangan  kebijakan  DLP  sesuai  dengan 

kerangka  pembangunan  kesehatan ,  pengembangan  serta 

pemberdayaan  sumber  daya  manusia  kesehatan  seperti  dapat  dilihat 

pada gam bar  1. 1 

セ@

· P-,..'d1rtk.

N@ cエャゥャャェoZャiセャャセ M G@

]BLLセ •NエLB|gGNセG@

J ttlG41r ArjU"..セBGヲ セ@

-_· ·u _

iュエZN@ ᄋZ@ ⦅@ jセgaセT@

[p Gj \zj N QbN|ヲ L@ セ Oj@ BF Z[ イᄋ@ G@ ᄋセZo ZG ᄋB@ i|Oャ@ ᄋG@

[image:17.614.17.440.19.521.2]

,,[," ' ,  ,­"h\Wl 

Gambar  1.1.  Pembangunan 

ャiセHセエャャャゥ ャ@ L@ NウLG N@'L).1lI

:lON ! (rnOL

l'!' ...·IA'W;Pti ' L

'r "';I,'j, II.,\'/' r Lイ@ ャOG セ セ G@ Q@

[ltIG. UN"... 

0(.".1.-LiヲIiaャャjaセ@ BUll"" r.

I

l

r-::l

Mセ

'.

N@ セl ...セ N@ t.  , ':'l.:", 

kesehatan,  pengembangan  serta 

pemberdayaan  sumber  daya  manusia  kesehatan  dan  kaitannya 

dengan  unsur­unsur  stan dar  profesi  tenaga  kesehatan  (R.  Hapsara 

(18)

BAB II

PERAN DOKTER LAYANAN PRIMER

DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Sistem  pelayanan  kedokteran  yang  mengacu  pada  konsep  pelayanan 

kesehatan  primer (primary health care) adalah  sistem  yang  menata 

fasilitas  kesehatan  menjadi  berstruktur  piramida  yang  terbagi 

menjadi  tiga  strata  sesuai  pola  pencarian  pelayanan  kesehatan 

masyarakat yaitu . 

1. Strata  primer  yang  merupakan  fondasi  dan  bagian  terbesar  dari  sistem  ini,  berfungsi  sebagai  mitra  masyarakat  dalam 

menerapkan  perilaku  hidup  sehat,  memelihara  kesehatan  dan 

mengatasi  sebagian  besar  masalah  kesehatan  sehari­hari. 

Oleh  karena  itu  tempatnya  harus  sedekat  mungkin  dengan 

masyarakat yang dilayani. 

2.   Strata  sekunder  berfungsi  sebagai  pendukung  untuk 

mengatasi  masalah  yang  tidak  dapat  diselesaikan  di  strata 

primer. 

3.   Strata  tersier  berfungsi  sebagai  pusat  rujukan  untuk 

mengatasi  masalah  khusus  yang  sangat  spesialistis,  dan  juga 

sebagai  pusat penelitian  dan  pengembangan  ilmu  kedokteran . 

Pelayanan  kesehatan  primer  diartikan  sebagai  pelayanan  kesehatan 

dasar  berbasi  praktek,  memperhatikan  keilmuan  dan  metode  yang 

dapat diterima secara sosiaJ  dan  keterlibatan  teknologi yang membuat 

individu  dan  keluarga  dalam  suatu  komunitas  dapat  mengakses 

dengan  mudah  melalui  partisipasi  penuh  dan  komunitas  dan  Negara 

dapat  memberikan  dukungan  pada  setiap  tahap  perkembangannya 

dengan  semangat  kemandirian.{l)  Sedangkan  pelayanan  primer 

dipahami  sebagai  bagian  dari  pelayanan  kesehatan  primer  yang 

merupakan  kontak  pertama  secara  perorangan  sebagai  proses  awal 

(19)

WHO  menegaskan  beberapa  ciri  pelayanan  primer  yang  seharusnya 

dimiliki  oleh  negara  yang  menerapkan  sistem  pelayanan  k esehatan 

berorientasi  pelayanan  kesehatan  primer,  ba hkan  di  negara  dengan 

sumber daya terbatas  seperti Indonesia, yaitu:(2) 

1.   pelayanan  primer  menyediakan  pelayanan  bagi  berbagai 

macam  masalah  kesehatan ;  di  negara  dengan  sumber  daya 

terbatas  tidak  seharusnya  pelayanan  primer  hanya  mampu 

melayani  beberapa penyakit yang diprioritaskan . 

2.   pelayanan  primer  merupakan  penghubung  dalam  sistem 

kesehatan ;  di  negara  dengan  sumber  daya  terbatas  tidak 

seharusnya  pelayanan  primer  merupakan  pelayanan 

kesehatan yang b e rdiri  sendiri dan t e risolasi . 

3 .   pelayanan  primer  memfasilitasi  hubungan  berkelanjuta n 

an tara  pasie n  dengan  petugas  kesehatan  dim ana  pasie n 

berpartisipasi  dalam  setiap  pengambilan  keputusan  terkait 

kesehatann ya;  di  negara  dengan  sumber  daya  terbatas 

pelayanan  primer  tidak  boleh  dibatasi  hanya  sebagai  penyedia 

layanan  satu  arah  terhadap  masalah  kesehatan  yang 

diprioritaska n . 

4.   pelayanan  primer membuka kesempatan terhadap  pencegahan 

penyakit ,  promosi  kesehatan  dan  deteksi  dini  penyakit;  di 

negara  denga n  sumber  daya  terbatas  layanan  primer  tidak 

seharusnya  hanya  terbatas  pada  pelayanan  kuratif  terhadap 

masalah kese hatan tersering. 

5.   pelayan a n  primer  membutuhkan tim petugas  kesehatan  yang  meliputi  dokte r ,  perawat  dan  petugas  lain  dengan 

keterampilan  kedokteran  dan sosial yang spesifik dan  canggih; 

di  negara  dengan  sumber  daya  terbatas  tidak  seharusnya 

layanan  primer  identik  dengan  layanan  yang  sederhana  dan 

(20)

6 .   pelayanan  primer  membutuhkan  dukungan  sumber  daya  dan 

investasi  yang  adekuat  agar  mampu  menyediakan  layanan 

yang  efektif  dan  sadar  biaya;  di  negara  d e ngan  sumber  daya 

terbatas  tidak  seharusnya  layanan  primer  dibiayai  secara 

out-of-pocke t berdasarkan  asumsi  salah  bahwa  layanan  terse but 

murah  sehingga  mereka  yang  miskin  akan  mampu 

membiayainya. 

Sebagai  seorang  ge neralis,  DLP  bekerja  di  fasilitas  pelayanan  primer 

atau  disebut  juga  fasil.itas  kesehatan  tingkat  pertama  yang  menurut 

Peraturan  Me nteri  Kesehatan  Nomor  71  Tahun  2013 terdiri  dari: 

a.   Puskesmas atau yang setara; 

b.   praktik dokter; 

c.   klinik  Pratama  atau  yang  setara  termasuk  fasilitas  kesehatan 

tingkat pertama milik TNI/ POLRI ; 

d .   Rumah sakit Kelas  D  Pratama atau yang setara.. 

Namun  demikian  dalam  rangka menjalankan  perannya sebagai ujung 

tombak atau pintu masuk masyarakat ke  sistem  pelayanan kesehatan 

dan  berfungsi  menyelesaikan  sebagian  besar  masalah  kesehatan 

individu  dan  keluarga,  DLP  seharusnya  berdomisili  dan  berpraktik  di 

tengah  masyarakat  atau  sedekat  mungkin  dengan  masyarakat  yang 

dilayaninya.  la  berperan  sekaligus  sebagai  mitra,  pembina,  pemberi 

layanan ,  dan  koordinator segala  kebutuhan  pelayanan  kesehatan  dari 

komunitas yang dibinanya . 

Dokter  layanan  primer  memiliki  kewenangan  dalam  menerapkan 

prinsip­prinsip ilmu  kedokteran  keluarga,  ilmu  kedokteran  komunitas 

dan  ilmu  kesehatan  masyarakat  sesuai  dengan  sertifikat  kompetensi 

dan  Surat  Tanda  Registrasi  dokter  layanan  primer.  Kewenangan 

tersebut mencakup pelayanan sebagai  berikut(17): 

(21)

Penilaian  faktor  risiko,  pemeriksaan  fisik  dan  wellness setiap 

peserta  JKN  untuk  memperoleh  profil  kesehatan  pribadi  guna 

merancang  program  proaktif  yang  spesifik  bagi  setiap  peserta 

JKN. 

2 .   Program  proaktif pengendalian  penyakit/kondisi khusus 

Program  promotif­preventif  yang  dilaksanakan  s ecara  proaktif 

untuk  mengendalikan  penyakit  atau  kondisi  khusus,  seperti 

hipertensi,  diabetes  mellitus,  hiperlipidemia,  kege mukan , 

merokok,  dan  lain­lainnya. 

3.   Pendidikan kesehatan 

Program  pendidikan  kesehatan  untuk  modiflkasi  gaya  hidup, 

mengendalikan  faktor  risiko,  seperti  konseling  individu , 

pembinaan  keluarga,  edukasi  kelompok,  mini  seminar, 

brosur/e-brosur. 

4 .   Pencega han 

Kegiatan  preventif  untuk  melindungi  peserta  dari  penyakit  yang 

dapat  dicegah  dengan  imunisasi,  skrening  dan  detekni  dini 

sebelum penyakit bergejala. 

5.   Pemeliharaan  kesehatan bayi dan anak balita 

Pemeriksaan  rutin  pada  bayi  dan  anak  balita,  seperti  memantau 

pertumbuhan ,  status  imunisasi  dan  gizi,  perkembangan  motorik, 

dan  memberikan  nasehat  tentang  perawatan,  nutrisi,  dan 

psikologi agar tercapai pertumbuhan yang optimal. 

6.   Pemeliharaan  kesehatan  anak usia sekolah 

Bekerja  sarna  dengan  puskesmas  dan  sekolah  yang  berada  di 

wilayah  praktiknya  untuk  melaksanakan  pemeriksaan  rutin  dan 

deteksi dini  masalah kesehatan anak usia sekolah. 

7.   Pemeliharaan  kesehatan wanita dan kesehatan reproduksi 

Melaksanakan  pemeriksaan  rutin,  deteksi  dini,  dan  pengelolaan 

masalah  kesehatan yang khusus  ada  pada wanita,  seperti  deteksi 

dini  kanker  mulut  rahim ,  kanker  payudara,  dan  sindroma 

(22)

8.   Pemeliharaan  kesehatan lansia 

Melaksanakan  pemeriksaan  rutin  bagi  mereka  yang  termasuk 

kelompok  lansia  untuk  deteksi  dini  dan  mengelola  masalah 

kesehatan  yang  sering  ditemui  di  usia  lanjut,  seperti  pembesaran 

prostat,  penyakit degeneratif,  dan lain­lainnya. 

9 .   Pemeriksan antenatal/  postnatal dan  persalinan 

Melakukan  pemeriksaan  rutin  pad a  peserta  yang  hamil  agar 

diperoleh kehamilan yang baik dan  persalinan yang aman. 

10.   Konsultasi,  diagnosis,  dan pengobatan 

Memberikan  layanan  konsultasi  dan  anamnesis ,  pemeriksaan 

fisik,  pemeriksaan  penunjang,  menegakkan  diagnosis, 

pengobatan,  dan  tindakan  medis  yang  sesuai  dengan  kompetensi 

dan kewenangan  DLP. 

11.   Peresepan obat 

Meresepkan  obat­obatan  secara  rasional  sesuai  dengan 

kebutuhan  medis  peserta  dan  mengutamakan  penggunaan  obat 

esensial  dan  obat  generik  yang  terdapat  di  dalam  Formularium 

Obat Pelayanan  Primer. 

12 .  Tindakan  medis 

Melakukan  tindak  medis  yang  menjadi  kompetensi  dan 

kewenangannya,  antara  lain  tindakan  bedah  kedl  (ekstirpasi, 

insisi,  sirkumsisi),  injeksi,  resusitasi. 

13.   Penunjang diagnostik 

Melakukan  pemeriksaan  penunjang  diagnostik  seperti 

laboratorium  untuk  layanan  strata  pertama,  elektrokardiografi, 

ultrasonografi,  dan fasilitas  penunjang lainnya. 

14.   Rehabilitasi  medik 

Menyediakan  perawatan  rehabilitasi  medik  bagi  penderita 

pasca-stroke,  pascabedah,  dan  kondisi  lainnya .Perawatan  rehabilitasi 

medik  ini  sebatas  kompetensi  DLP  dan  timnya  dan  dapat 

(23)

15.   Kunjungan  rumah 

Melakukan  kunjungan  rumah  untuk  memberikan  layanan  bila 

kondisi  mitra ,  karen a  alasan  medis,  tidak  memungkinkannya 

datang ke  praktik DLP. 

16.   Perawatan di  rumah 

Peserta  dapat  minta  dirawat  di  rumah  karena  pertimbangan 

ekonomi,  kenyamanan,  termasuk  untuk  akhir  kehidupan,  dan 

DLP  akan  menyetujui  permintaan  tersebut  bila  secara  medis 

memungkinkan. 

17.   Kunjungan  ke  rumah  sakit 

DLP  akan  mengunjungi  peserta  yang  dirawat  eli  rumah  sakit 

untuk  menjelaskan  riwayat  penyakit  mitra  kepada  dokter  yang 

merawat dan  memantau perawatan  mitra. 

18.   Layanan  mendesak/ gawat darurat 

DLP  siap  untuk  memberikan  layanan  mendesak  atau  gawat 

darurat  yang  sewaktu­waktu  terjadi  di  tempat  praktik,  seperti 

mengatasi  syok atau asma akut. 

19.   Koordinasi  dan  fasilitasi  rujukan 

DLP  menyiapkan  data,  surat  dan  kondisi  peserta ,  dan 

menghubungi  dokter  di  fasilitas  kesehatan  rujukan  untuk 

mengkoordinasikan  kebutuhan  pasiennya. 

20.  Ambulans 

Sesuai  dengan  kebutuhan  dan  kondisi  setempat,  praktik  DLP 

dapat  dilengkapi  dengan  layanan  ambulans  untuk  kemudahan 

dan  kenyamanan  transportasi  peserta  yang  memiliki  kondisi 

(24)

BABin

PEMETAAN KEBUTUHAN DOKTER LAYANAN PRIMER

Sebuah  studi  mengenai  penggunaan  pelayanan  kesehatan  di Amerika 

Serikat pada tahun  1996  menunjukkan  bahwa dari  seribu penduduk, 

hampir  22 %  berkunjung  ke  dokter  setiap  bulannya.  Dari  penduduk 

yang  berkunjung  ke  dokter,  setengahnya  (11%  dari  populasi) 

mengunjungi  dokter  layanan  primer  seperti  dapat  dilihat  pada 

gambar 3.1.(19) 

Walaupun data di  Indonesia  belum ada,  namun  hasil analisis  terse but 

dapat  menjadi  acuan  bahwa  setiap  bulan  sekitar  10%  dari  penduduk 

di  satu daerah akan  berkunjung ke dokter layanan primer. 

1000 penduduk 

800 d engan gejaJa 

327 bentiat m e nca ri  pertolon ga n  medi s 

217  me ngunjungi dokter 

(11 3  mengunjungi dokte r  layana n  prime r) 

65  mengunjungi  praktik ke seha tan  a lte rnatif atau komplemente r 

21  me ngunjungi poliklinik ra wat  iaJan  RS 

セ  14  men e rima pe ra wa ta n  di  rum a h 

13  m e ngunjun gi unit gawat darurat 

8  ra wa t  inap di  RS 

< 1 ra wat inap di  RS  Aka d emik 

Gambar 3.1.  Prevalensi  kesakitan dalam  satu bulan di  komunitas dan 

[image:24.614.14.487.19.587.2]
(25)

-x 

Dengan  diterapkannya  JKN,  data  yang  tepat  mengenai  penggunaan 

pelayanan  kesehatan  di  Indonesia  tentunya  akan  tersedia  karena 

setiap  penduduk  wajib  terdaftar  ke  satu  fasilitas  kesehatan  tingkat 

p e rtama (FKTP)  yang  berada di  wilayahnya.  WHO  menganjurkan  rasio 

1  dokter  untuk  2500  penduduk.  Dengan  asumsi  1  dokter  melayani 

2500  penduduk  tanpa  melihat  kondisi  geografis  dan  heterogenitas 

Indonesia  maka  proyeksi  kebutuhan  dokter  yang  berpraktik  di 

pelayanan primer disajikan  pada tabel  3.1. 

Tabel3.1  Proye ksi  kebutuhan  DLP 

2014 2016 2019 Q@ セR@ 2025

JlImla h  pc n dlldllk*  244 .8 14.9 00  2 50.342 . 100  2 5 8.4 37 .000  1 256 . 102.800  1273.2 19 .200 

Kc bllillhan dokter  97 .92 6  100. 137  103 .3 75 

I

セP V NTTQ@ \  109 .288 

jumla h  pe nduduk berdasarka n  proyek s i  pe ndudu k  be rs umbe r  d a ri  Ba d an  PlIsat  Sta tistik . 

Untuk  mencapai  jumlah  DLP  sesuai  dengan  kebutuhan  dokter  di 

pelayanan  prime r,  e stimasi  jumlah  program  studi  (prodi)  yan g 

I

menyelenggarakan  pendidikan  DLP dapat dilihat pada tabel  3.2 

Tabel  3.2  Estimasi  jumlah  program  studi  dan  peserta  program 

konversi dan  pendidikan DLP  pada masa transisi . (17) 

2015 2016 2017 2018 2019 2025 2030

Jumlah  FK  akred it a . i  A yg  mc mbuka 

prodi  DLP  (akumllla s i)  0 0  8  16  20  25  3 0 

J um la h  FK  akred lla s l  B yg  m em bllka 

prodi  DLP  0  0  0  0 8  2 0  25 

J umlah  sente r  pe nd id ikan  0  0  8  16 28  45  55 

ESlim as i  jumlah  pl!J1cJimaan  pcse r Ul. 

prodi  DLP  pe r  ta hun "  0  0  "1 0 0  8 00  18 00  "1 500  5500 

* Prodi  baru  me n e rim a  m a k si m a l  5 0  ora n g  peserta  didjk  p e r  ta hun  sampai 

(26)

Mengingat  bahwa  DLP  merupakan  program  studi  baru,  diperlukan 

waktu  untuk  penyiapan  pembukaan  prodi  sesuai  dengan  Standar 

Nasional  Perguruan  Tinggi .  Diperkirakan  butuh  waktu  dua  tahun 

bagi  fakultas  kedokteran  yang  berakreditasi  A  untuk dapat  membuka 

Prodi DLP. 

Serdasarkan  proyeksi  kebutuhan  dokter  di  pelayanan  primer  dan 

estimasi  kemampuan  fakultas  kedokteran  dalam  penerimaan  peserta 

prodi  DLP,  maka  periode  tahun  2015  ­ 2030  merupakan  masa 

transisi  yang  sangat  penting,  dimana  kegiatan­kegiatan  penyiapan 

Prodi  DLP  dilakukan,  dan  strategi  khusus  pemenuhan  kebutuhan 

pendidikan  DLP  bagi  sekitar 90.000 dokter yang  telah  berpraktik  saat 

ini diperlukan. 

Dalam  rangka  pemenuhan  kebutuhan  pendidikan  DLP  pada  masa 

transisi,  program  pendidikan  DLP  seyogyanya  mempertimbangkan 

waktu  yang  dibutuhkan  untuk  mempersiapkan  program  studi  baru, 

besarnya  jumlah  dan  heterogenitas  kualitas  dokter  yang  saat  ini 

berpraktik  di  pelayanan  primer  yang  akan  ditingkatkan 

kompetensinya  menjadi  DLP,  dan  kebutuhan  untuk  segera 

menyediakan  DLP  untuk mendukung program JKN. 

(27)

BABIV

KEGIATAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER LAYANAN PRIMER

Peta  jalan  mengandung  makna  upaya  atau  perjalanan  dari  kondisi 

saat  ini  menuju  kondisi  yang  diinginkan.  Diperlukan  suatu  strategi 

yang  tepat  guna  dalam  implementasi  dan  pengembangan  kebijakan 

DLP. 

Kegiatan  dan  peran  pemangku  kepentingan  dalam  pengembangan 

kebijakan  DLP diuraikan  pada tabel  4.1. 

Institusi  pelaksana terdiri  atas: 

•   Perhimpunan  Profesi  (PP)  yang  mencakup  Pengurus  Besar  Ikatan 

Dokter  Indonesia  (PB  LOI)  dan  perhimpunan  profesi/ semi nat  di 

bawahnya 

•   Fakultas  Kedokteran  (FK)  dan  Asosiasi  Institusi  Pendidikan 

Kedokteran  Indonesia (AIPKI) 

•   Kementerian  Kesehatan  Republik Indonesia (Kemenkes) 

•   Kementerian  Riset,  Teknologi dan Pendidikan Tinggi 

•   Konsil  Kedokteran  Indonesia  (KKI) 

•   Dinas  Kesehatan  Provinsi/Kabupaten/Kota  dan  Asosiasi  Dinas 

Kesehatan  seluruh Indonesia (ADINKES) 

Selain  institusi  pelaksana yang  telah  disebutkan  di  atas,  ada institusi 

terkait yang  berperan  dalam  pengembangan  kebijakan  DLP,  dan  akan 

ada  beberapa  entitas  baru  yang  dibentuk  seperti  Kolegium  DLP  dan 

(28)
[image:28.614.73.692.17.442.2]

Tabel 4.1.  Kegiatan dan peran pemangku kepentingan dalam pengembangan kebijakan DLP 

No

Aapek

Regulasi 

Kondlal saat ini

Te lah  tcrbit  UUnomor 

20  ta hun  2013

te n lang  Pcndidikan  Kcdoktcra n . 

Kondlsl yang

dlnginkan

Tcrscdianya  peraturan 

pelaksana  UU  Nomor  20 

tahun  2013 tcn tang 

Pcndidikan  Kedoktcran  dan 

ーcイ\Qョ Lセ ォBエ@ kcbijaknn  DlP  ケエ エョセ@ dip..riukan . 

Kegiatan

·

Peny usunan  peraturan 

terkait  pendidikan  dan 

pendayagunaan  DlP  serta 

pengcmbangan  sistem

monitoring  dan  evaluasi.  Sllsiali sasi regulas i 

·

Inatltusl Pelaksana

.

Kementerian  Ristek dan  Dikti 

.

Kemenkes  l natltual Terkait

·

AIPKI 

·

IDI 

ARSPI

·

• KKI 

·

Adinkes 

2 Penyiapan  penyelenggaraan  pendidikan DlP 

•  Belum  ada 

kelembagaan  DlP 

(sepert; 

Perhimpunan/koieg  ium) 

•  Telah  terbentuk  Pokja  Percepatan  Penengembangan  Kebijakan  DlP 

•  Telah  lerbcntuk  kelembagaan  DlP 

(Perhimpuan/kolcgium DlP)  •  Penyiapan  penyelcnggaraan  pendidikan  DlP  oleh  Kelembagaan  DlPdan  pengandil lainnya 

·

Pcmbentukan  kelembagaan 

DlP  (seperti  perhimpunan 

dan kolcgium  DLP) 

·

Penyusunan  standar profesi 

DlP 

·

Penyusunanstrategi  pe menuhan  kebutuhan 

pendidikan  DlP  di  masa  transisi 

·

Penyediaan  sumber  daya 

bagi  pelaksanaan  masa 

transisi pendidikan  DlP 

·

Persiapan  wahana 

pendidikan  DlP 

·

Pembukaan Prodi  DlP 

·

Kementerian  Ristek  dan 

Dikli 

·

Kemenkes 

·

IDI 

• AIPKI 

·

KKI 

ARSPI

·

·

Adinkes 
(29)

-No Aapek

3  Penyelenggaraan 

Pendidikan  DLP 

KODdiat Baat inl

a d a  program 

pendidikan  DLP  •   Belum 

•   Lebih  dart 

90.000 doktcr 

ケ 。 ョ セ@ teregis tras i

cli  KKI  (a khir 

20 14) yan g 

sebagian  besar 

b ermin a t  m enjadi  DLP 

•   Te rda pat  16 FK 

terakreditasi A 

­ _ . _ ­

Kondisi yang

dingiD.kan

Te rse lenggaranya  progra m  pe ndidikan  profesi  DLP  di  masa transis i 

._

-Kegiatan

•   Pelaksanaan  pendidikan  DLP masa transisi: 

0  Program  modular 

0  Program  regular 

•   Scrtifikasi  DLP 

•   Akreditasi  progra m 

s tudi  DLP 

Institnai

Pelaksaa8

•   Perhimpun a n  dan  kolegium  DLP 

•   Institu s i  Pcnyclcnggara  Pendidikan  DLP 

•   Kcmcnk cs 

(30)

No Aapek Kondiat saat ini

Duk ugan  \intas  • Belum  ada  model 

sektor  pelayanan  DLP 

• Belum  ada 

dukungan  !intas  scktor 

­

Inatitusl lnstttusi

Pelaksana Terkait

·

Pemda  I-BPJS  Kes 

·

Provinsi Pemda   I-IDI Adinkes 

Kab/kota 

·

Kemenkes   Kemenkeu  KemenPan 

·

Kemenristek  Kemendagri 

& Dikti 

Konclisl yang

cUnginkan

• Adanya  dukungan  lintas 

sektor  dalam 

pendayagunaan  DLP  •  Pelayanan  oleh  DLP  dj 

Fasilitas  Kesehatan 

Tingkat Primer 

Kegiatan

·

·

Penyusunan  model 

pelayanan  DLP 

Penyediaan  wahana ' 

pcndidika n  DLP 

·

Kebijakan  insentif  bagi 

penye len ggara 

pcndidikan  DLP  dan 

peserta didik  DLP 

·

Pendayagunaa n  DLP 

sesuai  dengan 

kompetensinya 

·

Pola  pembayaran  dan 

in sentif  yang  sesuai 

bagi  pelayana n  DLP 

,

(31)

Ta b el  4.2 .  Kerangka Waktu Pengembangan Kebijakan  Dokter Laya nan Primer 

No Pokok kegiatan 20 14 20 15 2016 2017 2018 2019 2025 2030

1 Penyus u nan  pl:'ratu nm tl:'rkait  pe mlidikan  dan  V V

pelldayagu naan DLP 

2  Pembentukan  Pokja. Pcrrepatan  Pengembangan  Kebij akan  V

.

DLP 

3  Pembentukan kelcmbagaall  DLP  V

4  Peneta.pan  s tandar  protem  (kompetensi.  pen didikan. 

V

pelayan an) 

5  Masa trallsisi pelldidikan  DLP  l111tukprogram moduler  V V V V V V  V

6  Masa transisi pendidikau DLP untuk program regukr  V V V V  V

7  Dukungan liotas sektor dalam  pel1dayagunaan DLP  V V V V V V V

8  Pelayanan oll"h DLP eli Fasilita.s  Kesehatan Til1gkat  Primer  V V V  V V

(32)

'----./

セ@

BABV

PENUTUP

Dokumen  Peta  Jalan  ini menjadi  acuan  bersama  oleh  para  pihak terkait  daJam  rangka  mewujudkan  pelayanan  primer yang 

berkualitas  dengan  Dokter  Layanan  Primer  sebagai  penggerak 

utama. 

Aspek­aspek  utama  dalam  pengembangan  kebijakan  Dokter 

Layanan  Primer  yang  telah  dijabarkan  dalam  bentuk  pokok 

kegiatan  akan  dapat  diimplementasikan  apabila  ada  komitmen 

nasional  yang  kuat  dari  seluruh  pemangku  kepentingan  dan 

koordin asi  serta  sinkronisasi  yang  terus  menerus  an tara 

institusi  pel aksana  dengan  institusi  terkai t  sesuai  dengan 

perannya masing­masing. 

Mengingat  peraturan  pelaksana  UU  Nomor  20  tahun  2013 

tentang  Pendidikan  Kedokteran  masih  dalam  proses 

penyusunan  ketika  dokumen  ini  disusun ,  masing­masing 

institusi  pelaksana  diharapkan  menjabarkan  pokok  kegiatan 

tersebut dalam  bentuk  kegiatan­kegiatan yang lebih  detil  sesuai 

dengan  peraturan  terkait  program  pendidikan  DLP  baik  yang 

telah  dan  akan  terbit.  Rumusan  kegiatan  yang  lebiih  detil  oleh 

institusi  pelaksana  mencakup  kegiatan  perencanaan, 

pelaksanaan dan  monitoring evaluasi. 

Walaupun  bersifat  umum.  semoga  dokumen  Peta  Jalan  ini 

memberikan  arah  yang  jelas  tentang  pengembangan  kebijakan 

Dokter  Layanan  Primer  .Dengan  demikian  kita  dapat 

mewujudkan  program  DLP  yang  diyakini  memberikan  daya 

(33)

DAFTAR PUSTAKA

1.   World  Health  Organization.  Primary  Health  Care.  Geneva: 

World  Health  Organization, 1978.

2. World  Health  Organization.  The  world  health  report 2008:

Primary  h ealth  care  ­ now  more  than  ever  Geneva:  World 

Health  Organization, 2008.

3.   Sixty­second, World  Health  Assembly.  Primary  health  care, 

including  health  system  strengthening.  .  Resolution  WHA 

6212: World  Health  Organization ; 2009.

4.   Kringos  D.  The  strength  of primary  care  in  Europe.  Utrecht : 

University Medical  Center Utrecht; 2012.

5.   Starfield  B.  Is  primary  care  essential?  Lancet. 

1994;344(8930) : 1129-33.

6.   Macinko J, Starfield  B,  Shi L. The  Contribution  of  Primary 

Care  Systems  to  Health  Outcomes  within  Organization  for 

Economic  Cooperation  and  Developm e nt  (OECD)  Countries, 

1970-1998. Health  Services  Res earch. 2003;38(3) :831-65.

7.   Kringos  D,  Boerma  W,  van  der  Zee  J , Groenewegen  P. 

Europe 's  strong  primary  care  systems  are  linked  to  better 

population  health  but also  to  higher health spending.  Health 

Aff. 2013;32:4686-94.

8. World  Health  Organization,  World  Organization  of  Family 

Doctors .  Making  medical  practice  and  education  more 

relevant  to  people 's  needs :  the  contribution  of family  doctor. 

セN@

WHO­WONCA  conference 1994.

9.   Kementerian  Perencanaan  Pembangunan  Nasional/  Badan 

Perencanaan  Pembangunan  Nasional  (BAPPENAS).  Laporan 

Pencapaian  Tujuan  Pengembangan  Mil e nium di Indon esia. 

(34)

Nasional/  Badan  Perencanaan  Pembangunan  Nasional 

(BAPPENAS)  2012. 

10.  World  Bank.  Peningkatan  keadaan  kesehatan  Indonesia. 

Indonesia Policy  Briefs.  Jakarta:  World  Bank;  2008. 

11 .  Peraturan  Presiden  No.  72  tentang  Sistem  Kesehatan 

Nasional,  (2012). 

12.   International  Union  Against Tuberculosis  and  Lung Disease, 

World  Diabetes  Foundation.  The  growing  threat  of  the 

double  burden  of  diabetes  and  tuberculosis.  International 

Union  Against Tuberculosis  and  Lung Disease, 

World  Diabetes  Foundation"  2014. 

13.   Kementerian  Kesehatan  Republik  Indonesia.  Data  dan 

Informasi  tahun  2013  (Profil  Kesehatan  Indonesia).  Jakarta: 

Kementerian  Kesehatan  Republik  Indonesia,  2014. 

14.   World  Health  Organization.  World  Health  Statistics  2014. 

Geneva:  World  Health Organization,  2014. 

15.   Hays  RB,  Morgan  S .  Australian  and  overseas  models  of 

general  practice  training.  The  Medical  Journal  of Australia. 

2011; 194(11):S63­S6. 

16.   Kementerian  Kesehatan  Republik  Indonesia.  Buku 

Pegangan  Sosialisasi  Jaminan  Kesehatan  Nasional  dalam 

Sistem  Jaminan  Sosial  Nasional.  Jakarta:  Kementerian 

IS­esehatan  Republik  Indonesia;  2013. 

17.   Kelompok  Kerja  Nasional  Percepatan  Pengembangan 

Kebijakan  Dokter  Layanan­ Primer.  Naskah  Akademik 

Dokter Layanan  Primer Indonesia.  2014. 

18.   Departemen  Kesehatan  \  Republik  Indonesia.  Sistem 

Kesehatan  Nasional.  Jakarta:  De partemen  Kesehatan 

Republik Indonesia;  2009. 

19.   Green  LA,  Fryer  GE,  Yawn  BP,  Lanier  D,  Dovey  SM.  The 

ecology  of  medical  care  revisited.  New  England  Journal  of 

(35)

EDITOR

dr.  Novana Perdana Putri 

dr.  Monika Sarasvvati Sitepu,  M.Sc . 

PENYUSUN

drg.  Kartini  Rustandi,  M.Kes .  

dr.  Novana  Perdana Putri  

dr.  rvlonika  Saraswati Sitepu,  M.Sc.  

dr.  Ernawati Octavia,  MKM  

dr.  Adi  Parnungkas  

dr.  Rizki  Rahayuningsih  

dr.  Era  Renjana Diskamara  

dr.  Indah  Suci Widyahening,  M.Sc.,  eM­FM  

Dr.  Herqutanto,  dr.  MPH,  MARS  

(36)

KONTRIBUTOR

dr.Indah  Suci Widyahening,  M.S.,  M.Sc.,CMFM;  

Dr. Herqutanto,dr.  MPH,  MARS;  

Dr.  Dhanasari Vidiawati  Sanyoto ,  dr.  M.Sc.,  CM­FM;  

Bayu Koli  Nugroho,  SH;  dr.Dhany  Kurniawan,;  

dr.Dimar Kencono;  dr.Endah  Sulastiana,  MARS ;  

dr.Gatot Soetono,  MPH;  drg.Haslinda,  M.Kes ;  drg.lra Liasari ;  

dT.lsti  Ilmiati Fujiati,  M.Sc.,  CM­FM ;  dr.KM.  Taufiq,  MMR;  

dr.La Ode  M.  Hajar Dony;  dr.  Mariatul  Fadilab,  MARS;  

dr.  Mora Claramita,  MHPE.,  Ph.D;  

Dra.Oos  Fatimah  Rosyati,  M.Kes;  Prapti  Widyaningsih,  SH;  

dr.  Prase nohadi,  Sp.P (K)  PhD;  

Pun­vani  Eko  P. ,  SKM,  M.Ed;  dr.Putu  Lohita  Rahmawati ,;  

drg.Rafni  Pamela Sari,  MARS;  Ratna Sitompul,  Sp.M  (K);  

dr.Resi  Natalia Turnip;  D s.dr.  Sukman Tulus Putra,  Sp.A;  

Uud  Cahyono,  SH,  MARS;  drg.Yana Yohana,  MA;  

,./'  .

dr.Yayan Gusman;  dr.Yulhenna,  MKM; 

drg.Yuli  Kusumastuti IP,  M.Kes 

(37)

Gambar

Gambar 1.1 Pembangunan kesehatan, pengembangan
Gambar 1.1. Pembangunan 
gambar 3.1.(19) 
Tabel 4.1.  Kegiatan dan peran pemangku kepentingan dalam pengembangan kebijakan DLP 

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, penggunaan desinfektan Methylene Blue dengan konsentrasi 30 ppm dengan lama waktu 30 menit hasilnya sama dengan klorin diatas, yaitu tidak mengalami

Variabel Bebas, yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Kebutuhan secondary raw material untuk satu kali produksi per satu shiftnya. Tingkat kebutuhan secondary

pengungkapan pada 44A juga diterapkan untuk perubahan pada aset keuangan (contoh, aset yang melindung nilai liabilitas yang timbul dari aktivitas pendanaan) jika arus kas, atau

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi Anti Diabetes dari buah okra itu sendiri dalam menurunkan kadar glukosa darah jika di

Penentuan aktivitas antioksidan ekstrak tumbuhan yang dilakukan dengan metode yang berbeda memberikan hasil yang acak, sulit untuk dibandingkan dan terkadang

Dengan demikian, bila suatu saat ada pengguna yang meminta suatu layanan ke Internet yang mengandung obyek-obyek yang sama dengan yang sudah pernah diminta

Laba perusahaan dapat diukur dengan rasio profitabilitas. Asumsinya apabila rasio profitabilitas tersebut baik maka kinerja keuangan perusahaan tersebut menghasilkan

Padahal tidak, yang membuktikan masyarakat terdaftar sebagai pemilih itu basisnya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal tersebut sebenarnya dapat dipermudah prosesnya,