PETAJALAN
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
DOKTER LAYANAN PRIMER
2014 - 2030
DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2 0 14
/
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut terbitnya Buku Peta Jalan Pengembangan Kebijakan Dokter Layanan Primer 2014 - 2030. Tujuan buku in.i adalah agar setiap langkah menuju terwujudnya pelayanan primer yang bermutu melalui kebijakan Dokter Layanan Primer (DLP) dapat dituangkan dengan jelas dalam satu dokumen dan menjadi acuan bagi setiap penganclil dalam berpartisipasi mempercepat terwujudnya DLP di Indonesia.
Pelayanan primer telah lama diyakini sebagai kekuatan utama dan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan. Secara global, deklarasi Alma Ata tahun 1978 menyiratkan strategi pembangunan kesehatan dengan tiga upaya yaitu upaya kesehatan perseorangan (UKP), upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upa ya kesehatan wilayah (UKW). Pelayanan primer yang dapat diartikan sebagai UKP merupakan fondasi dan bagian terbesar dari sistem
pelayanan kesehatan . Keberhasilan pelayanan primer akan
menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
Pemerintah berkomitmen meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan primer. Salah satu strateginya adalah melalui kebijakan DLP. Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, DLP ditempatkan sebagai profesi baru di bidang kedokteran yang bekerja di strata primer akan エセエ。ーゥ@ memilki
"-kualifikasi pendidikan yang setara dengan spesialis.
Keberadaan DLP diharapkan dapat memperkuat mutu pe\ayanan primer, khususnya di era Jaminan Kesehatan Nasional yang menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berjenjan g bagi
selurub rakyat Indonesia.
Banyak pihak yang terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan DLP sehingga diperlukan suatu acuan agar kebijakan ini dapat dilaksanakan secara terintegrasi, terkoordinasi, dan mampu laksana oleh seluruh pengandil.
Dokumen Peta Jalan ini berisi acuan yang bersifat umum, dan masing masing pihak terkait diharapkan mampu menjabarkannya dalam rencana .aksi masing-masing sesuai dengan peran dan fungsinya.
Kami menyadari dokumen ini masih belum sempurna, maka dengan kerendahan hati kami mohon masukan yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaannya di kemudian hari.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dokumen ini , tim penyusun dan kontributor yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Semoga dokumen ini berkontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Jakarta,Oktober 2014
Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar
,
Oiセ@
DAFTAR lSI
Hal
BAB I PENDAHULUAN 7
A. LATAR BELAKANG 7
B. TUJUAN DAN SASARAN PEMBUATAN DOKUMEN PETA JALAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
DOI{TER LAYANAN PRIMER (2014 - 2030) 15
C. LANDASAN HUKUM 16
D. KERANGKA KONSEP 17
BAB II PERAN DOKTER LAYANAN PRIMER or ERA JAMINAN
KESEHATAN NAsrONAL 18
BAB III PEMETAAN KEBUTUHAN DOKTER LAYANAN PRIMER 24
BABry KEGIATAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN
DALAM PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER
LAYANAN PRIMER 27
BABY PENUTUP 32
DAFTAR GAM BAR DAN TABEL
Gambar 1.1 Pembangunan kesehatan, pengem bangan serta pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan dan kaitannya dengan unsur-unsur
standar profesi tenaga kesehatan 17
Gambar 3.1 Prevalensi kesakitan dalam satu bulan di komunitas dan peran berbagai jenis penyedia
layanan kesehatau. 24
Tabel. 3.1 Proyeksi kebutuhan DLP 25
Tabel. 3.2 Estimasi jumlah program studi dan peserta program konversi dan pendidikan DLP pada
masa transisi 25
Tabel. 4.1 Kegiatan dan peran pernangku kepentingan
dalam pengembangan kebijakan DLP 28
Tabel. 4.2 Kerangka Waktu Pengembangan Kebijakan
[image:6.614.12.488.31.690.2]BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan mengenai layanan primer di dunia
Sistem kesehatan di setiap negara memiliki tujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya. Setiap negara memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda, namun terdapat beberapa masalah yang juga dihadapi oleh banyak negara, seperti meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, peningkatan jumlah
penduduk berusia lanjut, masalah kesehatan yang semakin
kompleks, kurangnya akuntabilitas serta in-efisiensi pelayanan kesehatan . Oleh karena itu pembuat kebijakan di setiap negara senantiasa berupaya mencari model sistem kesehatan yang dapat mengatasi masalah tersebut.
Penguatan pelayanan kesehatan primer sudah sejal{ lama diyakini
dapat mengatasi permasalahan kesehatan tersebut. Pelayanan
primer merupakan lini pertama dalam sistem pelayanan kesehatan yang pertama kali ditemui oleh masyarakat yang rnemiliki masalah kesehatan, dan merupakan tempat pernenuhan sebagian besar kebutuhan kuratif dan preventif kesehatan masyarakat. Pelayanan primer yang kuat dianggap berkontribusi secara positif terhadap
tercapainya tujuan sistem kesehatan, termasuk pemerataan
kesehatan rnasyarakat, pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan dan pelayanan yang responsif. Hal ini terlihat dari banyaknya kesepakatan, resolusi maupun pernyataan oleh berbagai insitusi maupun pemerintah di seluruh dunia .
menyatakan bahwa pelayanan kesehatan merupakan kunci dalam
mencapai target kesehatan masyarakat. (1) Pentingnya pelayanan
kesehatan primer kemudian ditekankan kembali oleh WHO pada
World Health Report 2008 yang menyatakan bahwa demi tercapainya
kesehatan bagi seluruh masyarakat, sistem pelayanan kesehatan
perlu difokuskan kembali melalui reformasi pelayanan kesehatan
primer. (2) Kemudian World Health Assembly no 62 tahun 2009
mengeluarkan resolusi yang mendesak agar seluruh negara anggota
WHO menguatkal'l sistem pelayanan kesehatannya berdasarkan
nilai-nilai dan prinsip pelayanan primer.13)
Pelayanan primer merupakan lini pertama pada sistem pelayanan
kesehatan. Pelayanan primer menyediakan pelayanan yang paripurna
dan mudah diakses bagi pasien secara bersinambung dan
terkoordinasi. Penyedia pelayanan primer dapat meliputi disiplin
yang berbeda-beda di setiap negara , namun yang paling umum
adalah dokter .(4)
Beberapa studi telah membuktikan bahwa negara-negara yang sistem
pelayanan kesehatannya lebih berorientasi kepada pelayanan
kesehatan primer lebih rendah dalam pembiayaan kesehatan,
penggunaan obat-obatan, tingkat perawatan rumah sakit namun
memiliki derajat kesehatan yang lebih baik dan pelayanan kesehatan
yang lebih merata.(5-7)
---...
Namun untuk mencapai hal-hal tersebut dokterィ。セオウ@
memilikikompetensi yang tinggi dalam penatalaksanaan pasien serta mampu
mengintegrasikan pelayanan kesehatan individu dan komunitas . (8)
Masalah kesehatan Indonesia
Derajat kesehatan Indonesia dapat dinilai melalui berbagai indikator
Development Goals - MDGs) . Beberapa sasaran yang terkait langsun g dengan kesehatan adalah penurunan angka kematian anak (sasara nomor 4), peningkatan kesehatan maternal (sasaran nomor 5), pengendalian HIV / AIDS , malaria dan penyakit lainnya (sasaran nomor 6).
Kondisi pencapaian sasaran terse but saat ini adalah angka kematian balita sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup, dan angka kematian neonates sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 . Sementara itu angka kematian maternal mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007). (9)
Kondisi pencapaian sasaran pengendalian penyakit adalah prevalensi HIV / AIDS pada tahun 2011 sebesar 0,3 persen, angka insidens malaria sebesar 1,75 per 1000 penduduk, sedangkan prevalensi tuberkulosis sebesar 189 kasus per 100.000 penduduk. (9)
Walaupun jika dilihat semua indikator tersebut telah mengalami
penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, beberapa indikator
pencapaiannya lebih lambat dari yang lain sehingga diperkirakan tidak akan mencapai target pencapaian pada tahun 2015. Disamping itu derajat kesehatan di Indonesia juga masih lebih rendah dibanding banyak negara lain yang juga termasuk negara berkembang di kawasan Asia.
Beberapa tantangan sektor kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah(10, 11):
1. Pola penyakit yang semakin kompleks
masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu,
munculnya kembali beberapa penyakit menular lama
(re-emerging diseases), serta munculnya penyakitpenyakit menular
baru (newemerging diseases) seperti HIV / AIDS, Avian Influenza ,
Flu Babi dan Penyakit Nipah . Di sisi lain , penyakit tidak m enular
menunjukkan adanya kecenderungan yang semakin meningkat
dari waktu ke waktu. Penyakit stroke dan kardiovaskuler saat
ini merupakan penyebab kematian utama di semua umur.
Indonesia betada di antara 10 negara dengan penyakit diabetes
terbanyak sekaligus di antara 5 negara dengan penyakit
tuberkulosis terbanyak.(12)
2. Kesenjangan status kesehatan penduduk an tar wilayah di
Indonesia
Walaupun secara umum terdapat peningkatan indikator
kesehatan di Indonesia, di beberapa provinsi, pencapaian
indikator kesehatan masih lebih buruk dibandingkan dengan
beberapa negara Asia termiskin. Kelompok miskin mendapatkan
akses kesehatan yang paling buruk dengan cakupan imunisasi
ataupun bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses
melahirkan yang paling sedildt . Kesenjangan ini sangat terkait
dengan kesenjangan dalam faktor geografi,sosioekonomi,
ketersediaan fasilitas kesehatan, cakupan pelayanan dan akses
terhadap pelaya n an kesehatan.
3. Pemanfaatan fasilitas kesehatan publik yang rendah serta
kecenderungan penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke
pihak swasta
Rasio puskesmas ter h a d ap pen dud uk saat ini sudah mencapai
3,89 per 100.000 pen d u d uk namun pemanfaatannya masih di
bawah 50% .(13) Lebih banyak orang Indonesia memilih fasilitas
wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan
fasilitas kesehatan mulai dari penyediaan ambulans hingga
rumah sakit. Sekitar 3050 persen pelayanan kesehatan
diberikan oleh pihak swasta. Lebih jauh lagi, kaum miskin
cenderung lebih banyak menggunakan penyedia layanan
kesehatan nonmedis , sehingga angka pemanfaatan fasilitas
kesehatan publik oleh kaum miskin rnasih amat rendah.
4 . Dana kesehatan yang terbatas
Walaupun dikatakan terjadi peningkatan pembiayaan kesehatan
dari tahun ke tahun, namun persentase pengeluaran nasional di
bidang kesehatan terhadap Produk Domestik Bruto masih sangat
kecil dibandingkan banyak negara di Asia (2 ,9% pada tahun
2011).(14)
5. Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan
kesempatan baru
Saat ini, pemerintah daerah merupakan pihak utama dala m
penyediaan fasilitas kesehatan. Jumlah pengeluaran daerah
untuk kesehatan terhadap total penge luaran k eseh ata n
meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50
perse n pada tahun 2001. Hal ini dapat mem buat pola
pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi
lokal dan keragaman pola penyakit. Akan tetapi hal ini akan
berdampak juga pada meningkatnya kesenjangan pembiayaan
kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan
yang penting.
Untuk rnengantisipasi berbagai tantangan tersebut, disusunlah
pemutakhiran Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ditetapkan
pelaksanaan SKN masih dianggap kurang efektif. Salah satunya
adalah dalam bidang sumber daya kesehatan. Upaya pemenuhan
kebutuhan sumber daya manusia kesehatan saat ini belum memadai,
baik jumlah, jenis, maupun kualitas tenaga kesehatan yang
dibutuhkan. Selain itu, distribusi tenaga kesehatan masih belum
merata.
Rasia jumlah dokter di Indonesia 2 per 10.000 penduduk, jumlah ini
masih rendah bila di bandingkan dengan negara lain yang tergabung
di ASEAN.(14) Indonesia bahkan merupakan salah satu negara yang
dikategorikan sebagai mengalami krisis tenaga kesehatan oleh WHO.
Dari segi kompetensi, dokter yang bekerja di pelayanan primer
sebagian besar belum mampu menyelenggarakan pelayanan yang
paripurna dan berpusat pada pasien, seperti yang diharapkan oleh
WHO dalam Deklarasi Alma Ata(l), dan dibutuhkan dalam mencapai
indikator kesehatan global. Hal ini salah satunya karena dokter yang
bekerja di pelayanan primer saat ini adalah lulusan fakultas
kedokteran tanpa pendidikan tambahan. Padahal saat ini di
negara-negara anggota ASEAN dan kawasan Asia lainnya, dokter yang
bekerja di layanan primer umumnya memperoleh tambahan
pendidikan selama 2 hingga 3 tahun setelah lulus fakultas
kedokteran. (15)
Dikeluarkannya Undang-Undang NoAO (2004) ten tang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mewajibkan seluruh penduduk
Indonesia memiliki jaminan sosial termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).(16) Hal ini akan menyebabkan peningkatan proporsi
penduduk yang mempunyai jaminan kesehatan, dari sebesar 59,07°/c,
pada 2011 menjadi seluruhnya pada tahun 2019. Hal ini diharapkan
dapat m en dorong kontinuitas pel ayanan kesehatan. Dalam sistem
JKN telah diatur mengenai pelayanan yang berjenjang dengan
kapitasi yang dialokasikan dapat dikelola secara efisien, dibutuhkan
pelayanan yang mengedepankan aspek promotif dan preventif di
samping kuratif.
Diterapkannya Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari
reformasi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan "Masyarakat
sehat yang mandiri dan berkeadilan". Salah satu strategi yang
drambil adalah penguatan pelayanan kesehatan primer yang
mencakup upaya peningkatan mutu dan akses terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas dengan Dokter Layanan Primer sebagai
penggeraknya.
Dengan melihat berbagai faktor di atas dan sesuai kesepakatan
ASEAN R egion Primary Care Physicians Association (ARPAq maka
justifikasi bahwa untuk menjadi dokter layanan primer dibutuhkan
p e ndidikan tambahan setingkat pascasarjana adalah sebagai
berikut:
• pendidikan pascasarjana setelah pendidikan kedokteran dasar
berfokus pada pengembangan keterampHan (klinis,
manajerial/ administrative, profesionalisme dan pembentukan
nilai) .
• masalah k e'sehatan yang semakin kompleks termasuk pentingnya
pemahaman mengenai determinan sosial kesehatan.
• penerapan pendekatan sistem dalam pendidikan terutama dalam
menghadapi pelayanan kesehatan universal.
• berbagai studi telah membuktikan bahwa negaranegara yang
telah mewajibkan adanya pendidikan tambahan bagi dokter
layanan primer (misalnya negaranegara di Eropa atau Kuba)
memiliki derajat kesehatan yang lebih baik.
• profesionalisasi layanan primer.
Perlunya pendidikan tambahan yang setingkat pascasarjana bagi
dokter di pelayanan primer telah dijawab oleh pemerintah dengan
terbitnya UndangUndang nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan
Kedokteran , dimana disebutkan bahwa pendidikan profesi kedokteran
diselenggarakan dalam bentuk program dokter layanan primer
selain program profesi dokter, dokter spesialis dan subspesiahs yang
telah ada saat ini.
Pengertian dッォエセイ@ Layanan Primer (DLP)
"Dokter Layanan Primer adalah dokter generalis yang mendapatkan
pendidikan setara spesialis yang mengintegrasikan kedokteran
keluarga, kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat, serta
mampu memimpin dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama/primer yang berkualitas. " (17)
Secara lebih spesifik, definisi DLP di atas mengandung makna bahwa
DLP merupakan dokter yang:
• melaksanakan pelayanan kesehatan primer
• memiliki kompetensi dalam bidang ilmu kedokteran keluarga
serta ilmu kedokteran komunitas dan ilmu kesehatan masyarakat
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang
diperoleh melalui proses pendidikan kedokteran yang setara
spesialis.
• menjadi ujung tombak dan penapis rujukan (gatekeeper').
• melaksanakan pelayanan yang komprehensif dan bersinambung
berorientasi pelayanan primer di era sistem jaminan kesehatan
nasional.
• Mampu melaksanakan pelayanan tanpa memandang usia, jenis
kelamin dan penyakit, melayani kliennya dalam konteks keluarga,
komunitas dan budaya serta selalu menghormati otonomi
Dokter Layanan Primer memiliki kompetensi yang terdiri atas
kompetensi inti, kompetensi wajib dan tambahan yang mengacu
kepada ilmu kedokteran keluarga, ilmu kedokteran komunitas dan
ilmu kesehatan masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi
Indonesia.
Upaya pengembangan kebijakan Dokter Layanan Primer harus
dituangkan ke dalam peta jalan (roadmap) yang sistematis,
komprehensif dan terpadu. Peta jalan ini disusun dengan melibatkan
berbagai pemangku kepentingan dan telah disepakati untuk
dilaksanakan.
B. TUJUAN DAN SASARAN PEMBUATAN DOKUMEN PETA JALAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER LAYANAN PRIMER (2014-2030)
Tujuan
Dokumen Peta Jalan bertujuan sebagai pedoman untuk memberikan
arah pada semua pemangku kepentingan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan dokter layanan primer di tahun 2014 2030 .
Sasaran
Sasaran utama dari dokumen Peta Jalan adalah instansi dan badan
pemerintah/non pemerintah yang bergerak di sektor kesehatan
c.
LANDASAN HUKUM1. UndangUndang Dasar 1945;
2. UndangUndang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran ;
3. UndangUndang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN);
4: UndangUndang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
5 . UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi;
6 . UndangUndang Nomor 20 tahun 2013 ten tang Pendidikan
Kedokteran;
7. UndangUndang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
8. Peraturan Presiden Republik indonesia nomor 72 tahun 2012
tentang Sis tern Kesehatan Nasional;
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 12 tahun 2013
ten tang Jaminan Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang
D. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep pengembangan kebijakan DLP sesuai dengan
kerangka pembangunan kesehatan , pengembangan serta
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan seperti dapat dilihat
pada gam bar 1. 1
セ@
· P-,..'d1rtk.
N@ cエャゥャャェoZャiセャャセ M G@
]BLLセ •NエLB|gGNセG@
J ttlG41r ArjU"..セBGヲ セ@
-_· ·u _
iュエZN@ ᄋZ@ ⦅@ jセgaセT@
[p Gj \zj N QbN|ヲ L@ セ Oj@ BF Z[ イᄋ@ G@ ᄋセZo ZG ᄋB@ i|Oャ@ ᄋG@
[image:17.614.17.440.19.521.2],,[," ' , ,"h\Wl
Gambar 1.1. Pembangunan
ャiセHセエャャャゥ ャ@ L@ NウLG N@'L).1lI
:lON ! (rnOL
l'!' ...·IA'W;Pti ' L
'r "';I,'j, II.,\'/' r Lイ@ ャOG セ セ G@ Q@
[ltIG. UN"...
0(.".1.-LiヲIiaャャjaセ@ BUll"" r.
I
l
r-::l
Mセ
'.
N@ セl ...セ N@ t. , ':'l.:",
kesehatan, pengembangan serta
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan dan kaitannya
dengan unsurunsur stan dar profesi tenaga kesehatan (R. Hapsara
BAB II
PERAN DOKTER LAYANAN PRIMER
DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Sistem pelayanan kedokteran yang mengacu pada konsep pelayanan
kesehatan primer (primary health care) adalah sistem yang menata
fasilitas kesehatan menjadi berstruktur piramida yang terbagi
menjadi tiga strata sesuai pola pencarian pelayanan kesehatan
masyarakat yaitu .
1. Strata primer yang merupakan fondasi dan bagian terbesar dari sistem ini, berfungsi sebagai mitra masyarakat dalam
menerapkan perilaku hidup sehat, memelihara kesehatan dan
mengatasi sebagian besar masalah kesehatan seharihari.
Oleh karena itu tempatnya harus sedekat mungkin dengan
masyarakat yang dilayani.
2. Strata sekunder berfungsi sebagai pendukung untuk
mengatasi masalah yang tidak dapat diselesaikan di strata
primer.
3. Strata tersier berfungsi sebagai pusat rujukan untuk
mengatasi masalah khusus yang sangat spesialistis, dan juga
sebagai pusat penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran .
Pelayanan kesehatan primer diartikan sebagai pelayanan kesehatan
dasar berbasi praktek, memperhatikan keilmuan dan metode yang
dapat diterima secara sosiaJ dan keterlibatan teknologi yang membuat
individu dan keluarga dalam suatu komunitas dapat mengakses
dengan mudah melalui partisipasi penuh dan komunitas dan Negara
dapat memberikan dukungan pada setiap tahap perkembangannya
dengan semangat kemandirian.{l) Sedangkan pelayanan primer
dipahami sebagai bagian dari pelayanan kesehatan primer yang
merupakan kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal
WHO menegaskan beberapa ciri pelayanan primer yang seharusnya
dimiliki oleh negara yang menerapkan sistem pelayanan k esehatan
berorientasi pelayanan kesehatan primer, ba hkan di negara dengan
sumber daya terbatas seperti Indonesia, yaitu:(2)
1. pelayanan primer menyediakan pelayanan bagi berbagai
macam masalah kesehatan ; di negara dengan sumber daya
terbatas tidak seharusnya pelayanan primer hanya mampu
melayani beberapa penyakit yang diprioritaskan .
2. pelayanan primer merupakan penghubung dalam sistem
kesehatan ; di negara dengan sumber daya terbatas tidak
seharusnya pelayanan primer merupakan pelayanan
kesehatan yang b e rdiri sendiri dan t e risolasi .
3 . pelayanan primer memfasilitasi hubungan berkelanjuta n
an tara pasie n dengan petugas kesehatan dim ana pasie n
berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan terkait
kesehatann ya; di negara dengan sumber daya terbatas
pelayanan primer tidak boleh dibatasi hanya sebagai penyedia
layanan satu arah terhadap masalah kesehatan yang
diprioritaska n .
4. pelayanan primer membuka kesempatan terhadap pencegahan
penyakit , promosi kesehatan dan deteksi dini penyakit; di
negara denga n sumber daya terbatas layanan primer tidak
seharusnya hanya terbatas pada pelayanan kuratif terhadap
masalah kese hatan tersering.
5. pelayan a n primer membutuhkan tim petugas kesehatan yang meliputi dokte r , perawat dan petugas lain dengan
keterampilan kedokteran dan sosial yang spesifik dan canggih;
di negara dengan sumber daya terbatas tidak seharusnya
layanan primer identik dengan layanan yang sederhana dan
6 . pelayanan primer membutuhkan dukungan sumber daya dan
investasi yang adekuat agar mampu menyediakan layanan
yang efektif dan sadar biaya; di negara d e ngan sumber daya
terbatas tidak seharusnya layanan primer dibiayai secara
out-of-pocke t berdasarkan asumsi salah bahwa layanan terse but
murah sehingga mereka yang miskin akan mampu
membiayainya.
Sebagai seorang ge neralis, DLP bekerja di fasilitas pelayanan primer
atau disebut juga fasil.itas kesehatan tingkat pertama yang menurut
Peraturan Me nteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 terdiri dari:
a. Puskesmas atau yang setara;
b. praktik dokter;
c. klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan
tingkat pertama milik TNI/ POLRI ;
d . Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara..
Namun demikian dalam rangka menjalankan perannya sebagai ujung
tombak atau pintu masuk masyarakat ke sistem pelayanan kesehatan
dan berfungsi menyelesaikan sebagian besar masalah kesehatan
individu dan keluarga, DLP seharusnya berdomisili dan berpraktik di
tengah masyarakat atau sedekat mungkin dengan masyarakat yang
dilayaninya. la berperan sekaligus sebagai mitra, pembina, pemberi
layanan , dan koordinator segala kebutuhan pelayanan kesehatan dari
komunitas yang dibinanya .
Dokter layanan primer memiliki kewenangan dalam menerapkan
prinsipprinsip ilmu kedokteran keluarga, ilmu kedokteran komunitas
dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan sertifikat kompetensi
dan Surat Tanda Registrasi dokter layanan primer. Kewenangan
tersebut mencakup pelayanan sebagai berikut(17):
Penilaian faktor risiko, pemeriksaan fisik dan wellness setiap
peserta JKN untuk memperoleh profil kesehatan pribadi guna
merancang program proaktif yang spesifik bagi setiap peserta
JKN.
2 . Program proaktif pengendalian penyakit/kondisi khusus
Program promotifpreventif yang dilaksanakan s ecara proaktif
untuk mengendalikan penyakit atau kondisi khusus, seperti
hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, kege mukan ,
merokok, dan lainlainnya.
3. Pendidikan kesehatan
Program pendidikan kesehatan untuk modiflkasi gaya hidup,
mengendalikan faktor risiko, seperti konseling individu ,
pembinaan keluarga, edukasi kelompok, mini seminar,
brosur/e-brosur.
4 . Pencega han
Kegiatan preventif untuk melindungi peserta dari penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, skrening dan detekni dini
sebelum penyakit bergejala.
5. Pemeliharaan kesehatan bayi dan anak balita
Pemeriksaan rutin pada bayi dan anak balita, seperti memantau
pertumbuhan , status imunisasi dan gizi, perkembangan motorik,
dan memberikan nasehat tentang perawatan, nutrisi, dan
psikologi agar tercapai pertumbuhan yang optimal.
6. Pemeliharaan kesehatan anak usia sekolah
Bekerja sarna dengan puskesmas dan sekolah yang berada di
wilayah praktiknya untuk melaksanakan pemeriksaan rutin dan
deteksi dini masalah kesehatan anak usia sekolah.
7. Pemeliharaan kesehatan wanita dan kesehatan reproduksi
Melaksanakan pemeriksaan rutin, deteksi dini, dan pengelolaan
masalah kesehatan yang khusus ada pada wanita, seperti deteksi
dini kanker mulut rahim , kanker payudara, dan sindroma
8. Pemeliharaan kesehatan lansia
Melaksanakan pemeriksaan rutin bagi mereka yang termasuk
kelompok lansia untuk deteksi dini dan mengelola masalah
kesehatan yang sering ditemui di usia lanjut, seperti pembesaran
prostat, penyakit degeneratif, dan lainlainnya.
9 . Pemeriksan antenatal/ postnatal dan persalinan
Melakukan pemeriksaan rutin pad a peserta yang hamil agar
diperoleh kehamilan yang baik dan persalinan yang aman.
10. Konsultasi, diagnosis, dan pengobatan
Memberikan layanan konsultasi dan anamnesis , pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, menegakkan diagnosis,
pengobatan, dan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan DLP.
11. Peresepan obat
Meresepkan obatobatan secara rasional sesuai dengan
kebutuhan medis peserta dan mengutamakan penggunaan obat
esensial dan obat generik yang terdapat di dalam Formularium
Obat Pelayanan Primer.
12 . Tindakan medis
Melakukan tindak medis yang menjadi kompetensi dan
kewenangannya, antara lain tindakan bedah kedl (ekstirpasi,
insisi, sirkumsisi), injeksi, resusitasi.
13. Penunjang diagnostik
Melakukan pemeriksaan penunjang diagnostik seperti
laboratorium untuk layanan strata pertama, elektrokardiografi,
ultrasonografi, dan fasilitas penunjang lainnya.
14. Rehabilitasi medik
Menyediakan perawatan rehabilitasi medik bagi penderita
pasca-stroke, pascabedah, dan kondisi lainnya .Perawatan rehabilitasi
medik ini sebatas kompetensi DLP dan timnya dan dapat
15. Kunjungan rumah
Melakukan kunjungan rumah untuk memberikan layanan bila
kondisi mitra , karen a alasan medis, tidak memungkinkannya
datang ke praktik DLP.
16. Perawatan di rumah
Peserta dapat minta dirawat di rumah karena pertimbangan
ekonomi, kenyamanan, termasuk untuk akhir kehidupan, dan
DLP akan menyetujui permintaan tersebut bila secara medis
memungkinkan.
17. Kunjungan ke rumah sakit
DLP akan mengunjungi peserta yang dirawat eli rumah sakit
untuk menjelaskan riwayat penyakit mitra kepada dokter yang
merawat dan memantau perawatan mitra.
18. Layanan mendesak/ gawat darurat
DLP siap untuk memberikan layanan mendesak atau gawat
darurat yang sewaktuwaktu terjadi di tempat praktik, seperti
mengatasi syok atau asma akut.
19. Koordinasi dan fasilitasi rujukan
DLP menyiapkan data, surat dan kondisi peserta , dan
menghubungi dokter di fasilitas kesehatan rujukan untuk
mengkoordinasikan kebutuhan pasiennya.
20. Ambulans
Sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, praktik DLP
dapat dilengkapi dengan layanan ambulans untuk kemudahan
dan kenyamanan transportasi peserta yang memiliki kondisi
BABin
PEMETAAN KEBUTUHAN DOKTER LAYANAN PRIMER
Sebuah studi mengenai penggunaan pelayanan kesehatan di Amerika
Serikat pada tahun 1996 menunjukkan bahwa dari seribu penduduk,
hampir 22 % berkunjung ke dokter setiap bulannya. Dari penduduk
yang berkunjung ke dokter, setengahnya (11% dari populasi)
mengunjungi dokter layanan primer seperti dapat dilihat pada
gambar 3.1.(19)
Walaupun data di Indonesia belum ada, namun hasil analisis terse but
dapat menjadi acuan bahwa setiap bulan sekitar 10% dari penduduk
di satu daerah akan berkunjung ke dokter layanan primer.
1000 penduduk
800 d engan gejaJa
327 bentiat m e nca ri pertolon ga n medi s
217 me ngunjungi dokter
(11 3 mengunjungi dokte r layana n prime r)
65 mengunjungi praktik ke seha tan a lte rnatif atau komplemente r
21 me ngunjungi poliklinik ra wat iaJan RS
セ 14 men e rima pe ra wa ta n di rum a h
13 m e ngunjun gi unit gawat darurat
8 ra wa t inap di RS
< 1 ra wat inap di RS Aka d emik
Gambar 3.1. Prevalensi kesakitan dalam satu bulan di komunitas dan
[image:24.614.14.487.19.587.2]
-x
Dengan diterapkannya JKN, data yang tepat mengenai penggunaan
pelayanan kesehatan di Indonesia tentunya akan tersedia karena
setiap penduduk wajib terdaftar ke satu fasilitas kesehatan tingkat
p e rtama (FKTP) yang berada di wilayahnya. WHO menganjurkan rasio
1 dokter untuk 2500 penduduk. Dengan asumsi 1 dokter melayani
2500 penduduk tanpa melihat kondisi geografis dan heterogenitas
Indonesia maka proyeksi kebutuhan dokter yang berpraktik di
pelayanan primer disajikan pada tabel 3.1.
Tabel3.1 Proye ksi kebutuhan DLP
2014 2016 2019 Q@ セR@ 2025
JlImla h pc n dlldllk* 244 .8 14.9 00 2 50.342 . 100 2 5 8.4 37 .000 1 256 . 102.800 1273.2 19 .200
Kc bllillhan dokter 97 .92 6 100. 137 103 .3 75
I
セP V NTTQ@ \ 109 .288jumla h pe nduduk berdasarka n proyek s i pe ndudu k be rs umbe r d a ri Ba d an PlIsat Sta tistik .
Untuk mencapai jumlah DLP sesuai dengan kebutuhan dokter di
pelayanan prime r, e stimasi jumlah program studi (prodi) yan g
I
menyelenggarakan pendidikan DLP dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2 Estimasi jumlah program studi dan peserta program
konversi dan pendidikan DLP pada masa transisi . (17)
2015 2016 2017 2018 2019 2025 2030
Jumlah FK akred it a . i A yg mc mbuka
prodi DLP (akumllla s i) 0 0 8 16 20 25 3 0
J um la h FK akred lla s l B yg m em bllka
prodi DLP 0 0 0 0 8 2 0 25
J umlah sente r pe nd id ikan 0 0 8 16 28 45 55
ESlim as i jumlah pl!J1cJimaan pcse r Ul.
prodi DLP pe r ta hun " 0 0 "1 0 0 8 00 18 00 "1 500 5500
* Prodi baru me n e rim a m a k si m a l 5 0 ora n g peserta didjk p e r ta hun sampai
Mengingat bahwa DLP merupakan program studi baru, diperlukan
waktu untuk penyiapan pembukaan prodi sesuai dengan Standar
Nasional Perguruan Tinggi . Diperkirakan butuh waktu dua tahun
bagi fakultas kedokteran yang berakreditasi A untuk dapat membuka
Prodi DLP.
Serdasarkan proyeksi kebutuhan dokter di pelayanan primer dan
estimasi kemampuan fakultas kedokteran dalam penerimaan peserta
prodi DLP, maka periode tahun 2015 2030 merupakan masa
transisi yang sangat penting, dimana kegiatankegiatan penyiapan
Prodi DLP dilakukan, dan strategi khusus pemenuhan kebutuhan
pendidikan DLP bagi sekitar 90.000 dokter yang telah berpraktik saat
ini diperlukan.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pendidikan DLP pada masa
transisi, program pendidikan DLP seyogyanya mempertimbangkan
waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan program studi baru,
besarnya jumlah dan heterogenitas kualitas dokter yang saat ini
berpraktik di pelayanan primer yang akan ditingkatkan
kompetensinya menjadi DLP, dan kebutuhan untuk segera
menyediakan DLP untuk mendukung program JKN.
BABIV
KEGIATAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER LAYANAN PRIMER
Peta jalan mengandung makna upaya atau perjalanan dari kondisi
saat ini menuju kondisi yang diinginkan. Diperlukan suatu strategi
yang tepat guna dalam implementasi dan pengembangan kebijakan
DLP.
Kegiatan dan peran pemangku kepentingan dalam pengembangan
kebijakan DLP diuraikan pada tabel 4.1.
Institusi pelaksana terdiri atas:
• Perhimpunan Profesi (PP) yang mencakup Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia (PB LOI) dan perhimpunan profesi/ semi nat di
bawahnya
• Fakultas Kedokteran (FK) dan Asosiasi Institusi Pendidikan
Kedokteran Indonesia (AIPKI)
• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes)
• Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
• Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
• Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Asosiasi Dinas
Kesehatan seluruh Indonesia (ADINKES)
Selain institusi pelaksana yang telah disebutkan di atas, ada institusi
terkait yang berperan dalam pengembangan kebijakan DLP, dan akan
ada beberapa entitas baru yang dibentuk seperti Kolegium DLP dan
Tabel 4.1. Kegiatan dan peran pemangku kepentingan dalam pengembangan kebijakan DLP
No
1
Aapek
Regulasi
Kondlal saat ini
Te lah tcrbit UUnomor
20 ta hun 2013
te n lang Pcndidikan Kcdoktcra n .
Kondlsl yang
dlnginkan
Tcrscdianya peraturan
pelaksana UU Nomor 20
tahun 2013 tcn tang
Pcndidikan Kedoktcran dan
ーcイ\Qョ Lセ ォBエ@ kcbijaknn DlP ケエ エョセ@ dip..riukan .
Kegiatan
·
Peny usunan peraturanterkait pendidikan dan
pendayagunaan DlP serta
pengcmbangan sistem
monitoring dan evaluasi. Sllsiali sasi regulas i
·
Inatltusl Pelaksana.
Kementerian Ristek dan Dikti.
Kemenkes l natltual Terkait·
AIPKI·
IDIARSPI
·
• KKI·
Adinkes2 Penyiapan penyelenggaraan pendidikan DlP
• Belum ada
kelembagaan DlP
(sepert;
Perhimpunan/koieg ium)
• Telah terbentuk Pokja Percepatan Penengembangan Kebijakan DlP
• Telah lerbcntuk kelembagaan DlP
(Perhimpuan/kolcgium DlP) • Penyiapan penyelcnggaraan pendidikan DlP oleh Kelembagaan DlPdan pengandil lainnya
·
Pcmbentukan kelembagaanDlP (seperti perhimpunan
dan kolcgium DLP)
·
Penyusunan standar profesiDlP
·
Penyusunanstrategi pe menuhan kebutuhanpendidikan DlP di masa transisi
·
Penyediaan sumber dayabagi pelaksanaan masa
transisi pendidikan DlP
·
Persiapan wahanapendidikan DlP
·
Pembukaan Prodi DlP·
Kementerian Ristek danDikli
·
Kemenkes·
IDI• AIPKI
·
KKIARSPI
·
·
Adinkes-No Aapek
3 Penyelenggaraan
Pendidikan DLP
KODdiat Baat inl
a d a program
pendidikan DLP • Belum
• Lebih dart
90.000 doktcr
ケ 。 ョ セ@ teregis tras i
cli KKI (a khir
20 14) yan g
sebagian besar
b ermin a t m enjadi DLP
• Te rda pat 16 FK
terakreditasi A
_ . _
Kondisi yang
dingiD.kan
Te rse lenggaranya progra m pe ndidikan profesi DLP di masa transis i
._
-Kegiatan
• Pelaksanaan pendidikan DLP masa transisi:
0 Program modular
0 Program regular
• Scrtifikasi DLP
• Akreditasi progra m
s tudi DLP
Institnai
Pelaksaa8
• Perhimpun a n dan kolegium DLP
• Institu s i Pcnyclcnggara Pendidikan DLP
• Kcmcnk cs
4
No Aapek Kondiat saat ini
Duk ugan \intas • Belum ada model
sektor pelayanan DLP
• Belum ada
dukungan !intas scktor
Inatitusl lnstttusi
Pelaksana Terkait
·
Pemda I-BPJS Kes·
Provinsi Pemda I-IDI AdinkesKab/kota
·
Kemenkes Kemenkeu KemenPan·
Kemenristek Kemendagri& Dikti
Konclisl yang
cUnginkan
• Adanya dukungan lintas
sektor dalam
pendayagunaan DLP • Pelayanan oleh DLP dj
Fasilitas Kesehatan
Tingkat Primer
Kegiatan
·
·
Penyusunan modelpelayanan DLP
Penyediaan wahana '
pcndidika n DLP
·
Kebijakan insentif bagipenye len ggara
pcndidikan DLP dan
peserta didik DLP
·
Pendayagunaa n DLPsesuai dengan
kompetensinya
·
Pola pembayaran danin sentif yang sesuai
bagi pelayana n DLP
,
Ta b el 4.2 . Kerangka Waktu Pengembangan Kebijakan Dokter Laya nan Primer
No Pokok kegiatan 20 14 20 15 2016 2017 2018 2019 2025 2030
1 Penyus u nan pl:'ratu nm tl:'rkait pe mlidikan dan V V
pelldayagu naan DLP
2 Pembentukan Pokja. Pcrrepatan Pengembangan Kebij akan V
.
DLP
3 Pembentukan kelcmbagaall DLP V
4 Peneta.pan s tandar protem (kompetensi. pen didikan.
V
pelayan an)
5 Masa trallsisi pelldidikan DLP l111tukprogram moduler V V V V V V V
6 Masa transisi pendidikau DLP untuk program regukr V V V V V
7 Dukungan liotas sektor dalam pel1dayagunaan DLP V V V V V V V
8 Pelayanan oll"h DLP eli Fasilita.s Kesehatan Til1gkat Primer V V V V V
'----./
\
セ@
BABV
PENUTUP
Dokumen Peta Jalan ini menjadi acuan bersama oleh para pihak terkait daJam rangka mewujudkan pelayanan primer yang
berkualitas dengan Dokter Layanan Primer sebagai penggerak
utama.
Aspekaspek utama dalam pengembangan kebijakan Dokter
Layanan Primer yang telah dijabarkan dalam bentuk pokok
kegiatan akan dapat diimplementasikan apabila ada komitmen
nasional yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan dan
koordin asi serta sinkronisasi yang terus menerus an tara
institusi pel aksana dengan institusi terkai t sesuai dengan
perannya masingmasing.
Mengingat peraturan pelaksana UU Nomor 20 tahun 2013
tentang Pendidikan Kedokteran masih dalam proses
penyusunan ketika dokumen ini disusun , masingmasing
institusi pelaksana diharapkan menjabarkan pokok kegiatan
tersebut dalam bentuk kegiatankegiatan yang lebih detil sesuai
dengan peraturan terkait program pendidikan DLP baik yang
telah dan akan terbit. Rumusan kegiatan yang lebiih detil oleh
institusi pelaksana mencakup kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring evaluasi.
Walaupun bersifat umum. semoga dokumen Peta Jalan ini
memberikan arah yang jelas tentang pengembangan kebijakan
Dokter Layanan Primer .Dengan demikian kita dapat
mewujudkan program DLP yang diyakini memberikan daya
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Primary Health Care. Geneva:
World Health Organization, 1978.
2. World Health Organization. The world health report 2008:
Primary h ealth care now more than ever Geneva: World
Health Organization, 2008.
3. Sixtysecond, World Health Assembly. Primary health care,
including health system strengthening. . Resolution WHA
6212: World Health Organization ; 2009.
4. Kringos D. The strength of primary care in Europe. Utrecht :
University Medical Center Utrecht; 2012.
5. Starfield B. Is primary care essential? Lancet.
1994;344(8930) : 1129-33.
6. Macinko J, Starfield B, Shi L. The Contribution of Primary
Care Systems to Health Outcomes within Organization for
Economic Cooperation and Developm e nt (OECD) Countries,
1970-1998. Health Services Res earch. 2003;38(3) :831-65.
7. Kringos D, Boerma W, van der Zee J , Groenewegen P.
Europe 's strong primary care systems are linked to better
population health but also to higher health spending. Health
Aff. 2013;32:4686-94.
8. World Health Organization, World Organization of Family
Doctors . Making medical practice and education more
relevant to people 's needs : the contribution of family doctor.
セN@
WHOWONCA conference 1994.
9. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Laporan
Pencapaian Tujuan Pengembangan Mil e nium di Indon esia.
Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) 2012.
10. World Bank. Peningkatan keadaan kesehatan Indonesia.
Indonesia Policy Briefs. Jakarta: World Bank; 2008.
11 . Peraturan Presiden No. 72 tentang Sistem Kesehatan
Nasional, (2012).
12. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease,
World Diabetes Foundation. The growing threat of the
double burden of diabetes and tuberculosis. International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease,
World Diabetes Foundation" 2014.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data dan
Informasi tahun 2013 (Profil Kesehatan Indonesia). Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
14. World Health Organization. World Health Statistics 2014.
Geneva: World Health Organization, 2014.
15. Hays RB, Morgan S . Australian and overseas models of
general practice training. The Medical Journal of Australia.
2011; 194(11):S63S6.
16. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku
Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian
ISesehatan Republik Indonesia; 2013.
17. Kelompok Kerja Nasional Percepatan Pengembangan
Kebijakan Dokter Layanan Primer. Naskah Akademik
Dokter Layanan Primer Indonesia. 2014.
18. Departemen Kesehatan \ Republik Indonesia. Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta: De partemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2009.
19. Green LA, Fryer GE, Yawn BP, Lanier D, Dovey SM. The
ecology of medical care revisited. New England Journal of
EDITOR
dr. Novana Perdana Putri
dr. Monika Sarasvvati Sitepu, M.Sc .
PENYUSUN
drg. Kartini Rustandi, M.Kes .
dr. Novana Perdana Putri
dr. rvlonika Saraswati Sitepu, M.Sc.
dr. Ernawati Octavia, MKM
dr. Adi Parnungkas
dr. Rizki Rahayuningsih
dr. Era Renjana Diskamara
dr. Indah Suci Widyahening, M.Sc., eMFM
Dr. Herqutanto, dr. MPH, MARS
KONTRIBUTOR
dr.Indah Suci Widyahening, M.S., M.Sc.,CMFM;
Dr. Herqutanto,dr. MPH, MARS;
Dr. Dhanasari Vidiawati Sanyoto , dr. M.Sc., CMFM;
Bayu Koli Nugroho, SH; dr.Dhany Kurniawan,;
dr.Dimar Kencono; dr.Endah Sulastiana, MARS ;
dr.Gatot Soetono, MPH; drg.Haslinda, M.Kes ; drg.lra Liasari ;
dT.lsti Ilmiati Fujiati, M.Sc., CMFM ; dr.KM. Taufiq, MMR;
dr.La Ode M. Hajar Dony; dr. Mariatul Fadilab, MARS;
dr. Mora Claramita, MHPE., Ph.D;
Dra.Oos Fatimah Rosyati, M.Kes; Prapti Widyaningsih, SH;
dr. Prase nohadi, Sp.P (K) PhD;
Punvani Eko P. , SKM, M.Ed; dr.Putu Lohita Rahmawati ,;
drg.Rafni Pamela Sari, MARS; Ratna Sitompul, Sp.M (K);
dr.Resi Natalia Turnip; D s.dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A;
Uud Cahyono, SH, MARS; drg.Yana Yohana, MA;
,./' .
dr.Yayan Gusman; dr.Yulhenna, MKM;
drg.Yuli Kusumastuti IP, M.Kes