• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN HUKUM HAK HAK TERSANGKA TERDAKWA MENURUT INTERNAL SECURITY ACT ( ISA) MALAYSIA DAN KITAB UNDANG UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN HUKUM HAK HAK TERSANGKA TERDAKWA MENURUT INTERNAL SECURITY ACT ( ISA) MALAYSIA DAN KITAB UNDANG UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN HUKUM

HAK-HAK TERSANGKA TERDAKWA MENURUTINTERNAL

SECURITY ACT(ISA) MALAYSIA DAN KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

ANUNG PRIAMBODO NIM.E1106092

FAKULTAS HUKUM

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERSANGKA

TERDAKWA MENURUTINTERNAL SECURITY ACT MALAYSIA DAN

KITAB UNDANG UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

Oleh Anung Priambodo

NIM. E1106092

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, September 2010

Pembimbing

(3)

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN HUKUM

HAK TERSANGKA TERDAKWA MENURUTINTERNAL SECURITY ACT

(ISA) MALAYSIA DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

Oleh Anung Priambodo

NIM.E1106092

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : selasa

Tanggal : 12 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

1. Bambang Santoso, S.H., M.Hum : ……….

Ketua

2. Edi Herdyanto, S.H., M.H : ……….

Sekretaris

3. Kristiyadi,S.H.M.Hum. :……….

Anggota

Mengetahui Dekan,

(4)

iv

PERNYATAAN

Nama : Anung Priambodo

Nim : E1106092

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)

berjudul STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN HUKUM HAK

TERSANGKA TERDAKWA MENURUT INTERNAL SECURITY ACT MALAYSIA DAN KITAB UNDANG UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, September 2010 yang membuat pernyataan

(5)

v

ABSTRAK

Anung Priambodo, E1106092. 2010. STUDI KOMPARASI

PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERSANGKA TERDAKWA DALAM

INTERNAL SECURITY ACT MALAYSIA DAN KITAB UNDANG

UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA. Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Persamaan dan perbedaan perlindungan hukum hak-hak tersangka terdakwa memenurut Kitab Undang Undang Acara pidana Indonesia danInternal Scurity ArtMalaysia.

Penelitian ini merupakan penelitian normatif bersifat preskriptif, menemukan hukum in concreto komparasi perlindungan hak-hak tersangka terdakwa menurut Indonesia dan Malaysia. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yaitu berupa pengumpulan data sekunder, dengan cara mencari data-data dari buku-buku, dokumen-dokumen, arsip dan juga peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Kemudian sumber data sekunder diolah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan komparatif dalam hal yang sama. Analisis data dilaksanakan dengan logika deduksi untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum berupa perlindungan hak-hak tersangka terdakwa di Indonesia dan Malaysia menjadi yang lebih khusus mengenai perlindungan hak-hak tersangka terdakwa di Indonesia dan Malaysia.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, perlindungan hak-hak tersangka di Indonesia menurut Kitab Undang-Undang Acara pidana lebih mengedepankan penghormatan atas hak-hak asasi manusia dengan metode pendekatan yang lunak dan pendekatan budaya melalui peraturan yang berupa payung hukum dan ketentuan yang koordinatif atauumbrella act dan coordinatif actyang dilakukan melalui mekanisme peradilan pidana dimulai dari penyidikan, penangkapan, penggeledahan, penahanan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana atau eksekusi, sedangkan di Malaysia menurut Internal Security Act Malaysia Tahun 1960 dilakukan melalui mekanisme preventive detention yang memungkinkan penangkapan dan penahanan dini tanpa diadili

(6)
(7)

vii

MOTTO

“H ai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat

sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah

besert a orang-orang yang sabar”

(Al Baqarah: 153).

H iduplah bersama Al-quran, baik dengan cara menghaf al, membaca,

mendengarkan, maupun merenungkannya. Sebab ini obat yang mujarab unt uk

mengusir kesedihan dan kedukaan.

(D r. Aidh Al Qarni, L a Tahzan)

Cint a membangun ket egasan

(M ario Teguh)

K ehidupan adalah sebuah pelajaran. K ebahagiaan, mengajarkan kit a unt uk

berhat i-hat i dan kesedihan mengajarkan kit a untuk menjadi pribadi yang kuat .

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini Penulis persembahkan kepada :

Allah SW T, Dzat yang M aha Agung, M aha Sempurna, M aha mendengar doa manusia yang memberi jalan untuk setiap hamba-NYA

Ibu dan Bapak, doamu adalah kekuatanku dan harapanmu adalah semangatkuKakak tercinta serta keluarga besar

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas setiap kasih sayang-Nya, berkah dan rahmat-NYA sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum yang berjudul ” STUDI KOMPARASI

PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERSANGKA TERDAKWA

MENURUT INTERNAL SECURITY ACT MALAYSIA DAN KITAB

UNDANG UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan Hukum atau Skripsi merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesainya Penulisan Hukum ini tidak terlepas dari bantuan baik moril maupun materiil serta doa dan dukungan berbagai pihak, dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. Dr. Syamsulhadi, SpKj selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

2. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Edy Herdyanto, S.H, MH selaku Ketua Bagian Hukum Acara. Yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan memberikan ilmu-ilmu tentang hukum acara pidana

4. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.Hum, selaku pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, saran dan motivasi bagi Penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini..

5. Ibu Siti Warsini, S.H.,M.H., selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS.

(10)

x

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini.

8. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H., M.Hum., dan Mas Wawan anggota PPH yang banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. 9. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu

menyediakan bahan referensi yang berkaitan dengan topik penulisan hukum 10. Ibu dan Bapak tercinta atas setiap cinta, doa, kasih sayang, dukungan dan

segala yang telah diberikan yang tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

11. Kakakku Anwar Prihadi atas dorongannya untuk segera menyelesaikan skripsi 12. Keluarga Besar Penulis yang telah memberikan perhatian dan dukungan baik

moril maupun materiil

13. Liez yang telah membantu bimbingan spiritual dan Teman-teman kuliahku di FH UNS nonreg angkatan 2006 Abi, Budi Aji, Taufik, Jefri, Rodhi, Bayu, Cahyadi, Gembong, Rinaldi, Galih, Diger, Kusumo, Ardhiar, Wisnu, Wahyu, Dina, Kumala, Etika, Deden, Ririn, Berlian, Nana, Selfy, Gendon yang telah membantu selama kuliah, menyelesaiankan skripsi dan mengisi hari-hari ku dengan canda tawa baik dikampus maupun diluar kampus dan seluruh teman-teman Angkatan 2006 FH UNS yang tak dapat ku sebutkan satu persatu yang telah mengisi hari-hari Penulis selama ini hingga lebih berwarna dan berarti 14. Sahabat-sahabat yang dipertemukan ketika magang di Kejaksaan Negeri

Surakarta: Bintang, Galih, Elfha, Haris, Agung, Adi, Eliz, Gamara, Kusumo terimaksih untuk persahabatan yang menyenangkan..

15.Para pihak “di belakang layar” yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Penulisan Hukum ini, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang lebih atas jasa-jasa yang telah diberikan.

(11)

xi

saran dari berbagai pihak yang bersifat konstruktif, sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan hukum selanjutnya. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.

Surakarta, September 2010 Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 13

1. Tinjauan tentang perbandingan hukum a. Pengertian Perbandingan Hukum ... 13

b. Perbandingan Hukum Sebagai Metode dan Ilmu ... 15

c. Perbandingan Hukum dan Cabang-Cabangnya ... 17

2. Tinjauan tentang hak-hak tersangka/terdakwa ... 18

3. Tinjauan Tentang Hukum Acara Pidana a. Pengertian Hukum Acara Pidana ... 20

b. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana ... 22

4. Tinjauan TentangInternal Scurty ArtMalaysia ... 28

(13)

xiii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persamaan dan Perbedaan Perlindungan Hukum Hak Tersangka

Terdakwa Tindak Pidana Terorisnme Menurut Kuhap danISA... 32

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ... 54 B. Saran ... 54

(14)

xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia memiliki kebebasan berkehendak. Manusia memilih apa yang terbaik dalam hidupnya. Atas dasar kemauan bebas dari apa yang dirasakannya baik, manusia menentukan kebenaran. Belenggu-belenggu terhadap kebebasan hanya akan menjadi jurang pemisah dalam pencapaian manusia menuju kebenaran. Seperti dikatakan Rene Descartes : “Cogito Ergo Sum” (aku berpikir, karena itu aku ada).

Hukum Acara Pidana Indonesia sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, yang lebih dikenal dengan KUHAP, merupakan suatu peraturan yang memuat tentang bagaimana caranya aparat penegak hukum : Polisi, Jaksa, Hakim dan Penasehat Hukum menjalankan wewenangnya menegakkan hukum pidana materiil (KUHP). Menurut Undang-undang ini para penegak hukum harus memperhatikan dua kepentingan hukum secara berimbang, yaitu kepentingan perorangan (hak seseorang) dengan kepentingan masyarakat dalam suatu proses beracara pidana.

Lahirnya KUHAP menurut M.Yahya Harahap merupakan pembaharuan hukum yang signifikan. Bahwa KUHAP telah mengangkat dan menempatkan seorang manusia dalam kedudukan yang bermartabat sebagai makhluk ciptaan Tuhan. KUHAP menempatkan seorang manusia dalam posisi dan kedudukan yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan (his entity and dignity as a human being). Sekalipun penegakan hukum itu memang mutlak menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar, tetapi hak-hak asasi manusia (HAM) seorang tersangka tidak boleh diabaikan atau dilanggar.

(15)

xv

pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenangnya masing-masing, ke arah tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk mengimplementasikan tujuan perlindungan harkat dan martabat tersebut, KUHAP membentuk suatu pola penegakan hukum pidana yang dikenal dengan istilah “Sistem Peradilan Pidana” (criminal justice system). Sistem yang dibangun KUHAP ini kemudian melahirkan pihak-pihak penegak hukum (subsistem) yang terdiri dari; Penyidik, Penuntut Umum, Pengadilan, Pemasyarakatan, dan Bantuan Hukum. Setiap sub-sistem tersebut merupakan lembaga yang berdiri sendiri baik dari segi kelembagaan maupun dari segi fungsi dan tugas(diferensiasi fungsional).

Sistem peradilan pidana dijalankan dengan berlandaskan asasthe right due process of law, yaitu bahwa setiap penegakan dan penerapan hukum pidana harus sesuai dengan “persyaratan konstitusional“ serta harus “menaati hukum“ oleh karena itu prinsip due process of law tidak membolehkan pelanggaran terhadap suatu bagian ketentuan hukum dengan dalih guna menegakkan bagian hukum yang lain. Artinya menekankan harus ada keseimbangan dalam penegakan hukum, yaitu antara penegakan hukum dan perlindungan hak-hak asasi seorang yang diduga pelaku tindak pidana (tersangka).

(16)

xvi

yang dilakukan oleh kepolisian/penyidik dan (b) pemeriksaan persidangan yang dilakukan oleh hakim.

Dalam sistem pemeriksaan permulaan, ketentuan KUHAP menganut azas pemeriksaanInquisitor Lunak artinya bahwa dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka boleh didampingi oleh Penasehat Hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif yakni Penasehat hukum diperkenankan untuk melihat, mendengar dan memberikan petunjuk dalam proses pemeriksaan terhadap tersangka. Dalam praktek, pemeriksaan dalam sistem Inquisitor Lunak ini, tersangka boleh meminta kepada Penasehat Hukum penjelasan-penjelasan tentang maksud dari pertanyaan-pertanyaan dari penyidik, terutama terhadap pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya “menjerat”.

Atas dasar sistem di atas, maka tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan (Pasal 52 dan 184 (1) KUHAP) tidak diperlakukan sebagai Terdakwa (obyek) yang harus diperiksa, melainkan tersangka dilakukan sebagai subyek, yang artinya tersangka tidak dapat dipaksa untuk mengaku bersalah dengan cara paksaan, tekanan ataupun ancaman-ancaman. Ketentuan ini jelas terdapat dalam pasal di atas (Pasal 52 dan 184 ayat (1)) KUHAP, yang intinya menyatakan bahwa tujuan pemeriksaan pendahuluan oleh penyidik tidak untuk mendapatkan pengakuan tersangka tetapi untuk mendapatkan keterangan tersangka mengenai peristiwa pidana yang dipersangkakan kepadanya.

Untuk itu KUHAP cukup banyak mengatur ketentuan mengenai penyidikan suatu tindak pidana. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain diatur dalam Bab IV, Bagian Kesatu, Pasal 4-12, kemudian Pasal 16-19 tentang penggunaan upaya paksa (dwang middelen), Pasal 32-49 tentang kewajiban membuat BAP. Selain itu, pada Bab XIV, Pasal 102-136 juga diatur mengenai tekhnis-tekhnis pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut.

(17)

xvii

tindakan” itu harus didasarkan pada ketentuan hukum, tetapi dalam prakteknya “serangkaian tindakan” tersebut malah menjadi “aktor” pelanggar hakhak manusia (tersangka). Hal ini disebabkan karena besarnya kewenangan yang diberikan undang-undang, serta sebagian rumusan-rumusan pasal dalam KUHAP sendiri memberikan peluang untuk terjadinya pelanngaran tersebut.

Peluang untuk terjadinya penggunaan wewenang yang berlebihan itu misalnya terlihat pada rumusan Pasal 5 ayat (1) huruf a butir 4 yang menyatakan penyidik dapat “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Sekalipun rumusannya kabur dan tidak jelas, rumusan pasal ini memberi keleluasaan kepada Penyidik untuk bertindak semaunya, dengan alasan bahwa tindakan yang dilakukan tersebut merupakan tindakan keharusan dan masih selaras dengan wewenang sebagaimana diatur dalam rumusan-rumusan sebelumnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat berupa pelanggaran prosedur sampai pada pelanggaran berat seperti rekayasa saksi dan rekayasa bukti-bukti suatu perkara (M. Yahya Harahap. 2004 : 106).

Salah satu contoh pelanggaran fenomenal yang terjadi beberapa waktu lalu, misalnya pada kasus David Eko Prianto dan Imam Hambali alias Kemat. Vonis hakim menyatakan mereka terbukti membunuh Asrori yang mayatnya ditemukan di kebun tebu, Jombang. Ternyata, mayat yang tercampak di kebun tebu itu bukan Asrori. Mayat Asrori sendiri belakangan diketahui terkubur di luar rumah orang tua Very Idam Heniansyah alias Riyan Si Jagal Dari Jombang. Riyan mengakui membunuh bahwa dialah yang membunuh Asrori. Polisi, yang mengawali penyidikan pembunuhan ini dengan uji DNA, telah pula memastikan bahwa mayat yang berhasil di angkat dari belakang rumah orang tua Riyan itu memang benar Asrori. Setelah itu, polisi juga akhirnya dapat mengidentifikasi mayat di kebun tebu yang awalnya diduga sebagai mayat Asrori. Mayat itu ternyata mayat Ahmad Fauzin Suyanto alias Antonius. Polisi pun telah dapat mengidentifikasi dan menangkap tersangka pembunuhnya yaitu Rudi Hartono alias Rangga.

(18)

xviii

penyidikan. Mereka dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan. Terungkapnya kasus salah mengadili (wrongful conviction) ini merupakan kegagalan dalam menegakan keadilan (miscarriage of justice) yang disebabkan proses penyidikan yang tidak sesuai dengan fungsi sebagaiman diatur KUHAP. Kegagalan ini menjadi kegagalan sistemik pada peradilan pidana Indonesia yang pada akhirnya menghasilkan vonis hakim (sebagai produk peradilan) yang salah.

Sedangkan di Malaysia misalnya, pelaku tindak pidana diperlakukan dengan sangatketat. Untuk pelaku tindak pidana yang khususnya berada dibawah tahanan ISA diberlakukan prosedur hukum yang tidak biasanya seperti pada kejatahan-kejahatan biasa. dalam penangkapan, polisi tidak perlu menggunakan surat perintah penangkapan maupun surat perintah penahanan. Begitu pula tenggang waktu penahanan serta lamanya penahanan. Semuanya dilakukan secara ekstra ketat, sehingga pelaku diperlakukan di luar sistem due process of law. Tidak heran pelaku ditahan hingga bertahun-tahun tanpa proses

berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul : “STUDI KOM PARASI PERLINDUNGAN HUKUM HAK

TERSANGKA TERDAKW A DALAM TINDAK PIDANA M ENURUT INTERNAL SECURITY ACT M ALAYSIA DAN KITAB UNDANG UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA”.

B. Rumusan Masalah

(19)

xix

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti. Tujuan ini tidak dilepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan objektif

Untuk mengetahui secara jelas komparasi atau perbandingan hukum mengenai hak tersangka terdakwa dalam kitab undang undang hukum Acara pidana dan Internal Security Act(ISA) Malaysia.

2. Tujuan subjektif

a) Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

b) Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum khususnya tentang perlindungan hukum hak hak tersangka terdakwa menurut kitab undang undang hukum acara pidana dan menurut Internal Security Act (ISA) Malaysia.

c) Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Adanya suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat yang diperoleh terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis Mengetahui deskripsi secara jelas mengenai komparsi perlindungan hukum hak tersangka terdakwa menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana dan menurutInternal Security Act(ISA) Malaysia. 2. Manfaat praktis

(20)

xx

b) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam mengimplementasikan ilmu yang diperoleh.

c) Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait masalah yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam hal penuntutan.

E. Metode Penelitian

Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai pengertian metode itu sendiri. Kata “metode” (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta berarti sesudah, di atas, sedangkanhodos berarti suatu jalan atau suatu cara. Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan yaitu peneliti harus lebih dulu memahami konsep dasar ilmu pengetahuan (yang berisi sistem dan ilmunya) dan metodologi penelitian disiplin ilmu tersebut (Johnny Ibrahim, 2006 : 26).

Metode dan sistem membentuk hakikat ilmu. Sistem berarti keseluruhan peraturan pengetahuan yang teratur atau totalitas isi dari ilmu, sementara itu metode secara harfiah menggambarkan jalan atau cara totalitas ilmu tersebut dicapai dan dibangun (Johnny Ibrahim, 2006 : 27). Metodologi penelitian merupakan cara-cara mengenai bagaimana suatu penelitian itu akan dilakukan dengan cara-cara tertentu yang dibenarkan, baik mengenai tata cara pengumpulan data, maupun analisis data serta laporan penelitian.

Adapun metodologi yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

a) Jenis Penelitian

(21)

xxi

peskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 33).

b) Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Dalam pelitian hukum ini karakteristik yang digunakan yaitu ilmu hukum yang bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). Sifat preskriptif ini merupakan hal substansial yang tidak mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang objeknya juga hukum.

c) Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93).

(22)

xxii

negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama.

Dalam penelitian ini komparasi undang-undang yang diadakan adalah dengan membandingkan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana dengan Internal Security ActMalaysia Tahun 1960. Sementara hal yang dibandingkan yaitu mengenai mengenai perlindungan hukum hak-hak tersangka/terdakwa tindak pidana terorisme. Kegunaan dan tujuan dari pendekatan komparatif ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaaan di antara kedua undang-undang tersebut dan untuk memperoleh gambaran mengenai konsistensi antara filosofi dan undang-undang di antara Indonesia dan Malaysia.

d) Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis sumber penelitian yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa jenis sumber penelitian sekunder, yaitu informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dibahas. Bahan hukum yang digunakan Penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Bahan hukum primer, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Internal Scurty Act.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berisi penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari buku, artikel, majalah, koran, makalah dan lain sebagainya khususnya yang berkaitan dengan penelitian hukum ini

Uraian tentang bahan hukum yang dikaji meliputi beberapa hal berikut:

(23)

xxiii

2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (text books) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutahir yang berkaitan dengan topik penelitian.

e) Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian yang penulis angkat merupakan penelitian normatif, maka dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan/studi dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis serta membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

f) Teknik Analisis Data

(24)

xxiv

(25)

xxv

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam Penulisan hukum (Skripsi) ini terdiri atas empat bab yang masing-masing terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Sistematika penulisan itu sendiri sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini disajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan literatur-literatur yang penulis gunakan, tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan tentang tentang, tinjauan tentang perbandingan hukum, tinjauan tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan tinjauan tentangInternal Security ActMalaysia 1960.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi hasil dari penelitian dan pembahasan yang berupa analisis dua peraturan perundang-undangan yang akan menjelaskan komparasi perlindungan hak-hak tersangka terdakwa tindak pidana di negara Indonesia dan Malaysia.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini penulis akan memberikan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta memberikan saran-saran terhadap beberapa kekurangan yang menurut penulis perlu diperbaiki dan yang penulis temukan selama penelitian.

(26)

xxvi BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Perbandingan Hukum

a) Istilah dan Definisi Perbandingan Hukum

Ist ilah perbandingan hukum, dalam bahasa asing, dit erjemahkan:

comparat ive law (bahasa Inggris), vergleihende rechst lehre (bahasa Belanda),

droit comparé(bahasa Perancis). Ist ilah ini, dalam pendidikan t inggi hukum di Amerika Serikat , sering dit erjemahkan lain, yait u sebagaiconflict law at au dialih bahasakan, menjadi hukum perselisihan, yang art inya menjadi lain bagi pendidikan hukum di Indonesia (Romli At masasmit a, 2000 : 6).

Ist ilah yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini, adalah perbandingan hukum (pidana). Ist ilah ini sudah memasyarakat di kalangan t eorit ikus hukum di Indonesia, dan t ampaknya sudah sejalan dengan ist ilah yang t elah dipergunakan unt uk hal yang sama di bidang hukum perdat a, yait u perbandingan hukum perdat a. Unt uk memperoleh bahan yang lebih lengkap, maka perlu dikem ukakan definisi perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum t erkenal.

Romli At masasmit a dalam bukunya mengut ip beberapa pendapat ahli hukum mengenai ist ilah perbandingan hukum , at ara lain :

1) Rudolf B. Schlesinger mengat akan bahw a, perbandingan hukum merupakan met oda penyelidikan dengan t ujuan unt uk memperoleh penget ahuan yang lebih dalam t ent ang bahan hukum t ert ent u. Perbandingan hukum bukanlah perangkat perat uran dan asas-asas hukum dan bukan suat u cabang hukum , melainkan merupakan t eknik unt uk menghadapi unsur hukum asing dari suat u masalah hukum

2) Wint ert on mengemukakan, bahw a perbandingan hukum adalah suat u met oda yait u perbandingan sist em -sist em hukum dan perbandingan t ersebut menghasilkan dat a sist em hukum yang dibandingkan

(27)

xxvii

hukum . Gut t eridge membedakan ant ara comparat ive law dan foreign law

(hukum asing), pengert ian ist ilah yang pert ama unt uk membandingkan dua sist em hukum at au lebih, sedangkan pengert ian ist ilah yang kedua, adalah mempelajari hukum asing t anpa secara nyat a membandingkannya dengan sist em hukum yang lain.

4) Perbandingan hukum adalah met oda umum dari suat u perbandingan dan penelit ian perbandingan yang dapat dit erapkan dalam bidang hukum. Para pakar hukum ini adalah : Frederik Pollock, Gut t eridge, Rene David, dan George Wint ert on

5) Lemaire mengemukakan, perbandingan hukum sebagai cabang ilmu penget ahuan (yang juga mempergunakan m et oda perbandingan) mempunyai lingkup : (isi dari) kaidah-kaidah hukum , persamaan dan perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakat annya 6) Ole Lando mengemukakan ant ara lain bahw a perbandingan hukum

mencakup : “analysis and comparison of t he laws” . Pendapat t ersebut sudah menunjukkan kecenderungan unt uk mengakui perbandingan sebagai cabang ilmu hukum .

7) Hesel Yut ena mengemukakan definisi perbandingan hukum sebagai berikut :

Comparat ive law is simply anot her name for legal science, or like ot her

branches of science it has a universal humanist ic out look ; it cont emplat es

t hat while t he t echnique nay vary, t he problems of just ice are basically t he

same in t ime and space t hroughout t he world.(Perbandingan hukum hanya suat u nama lain unt uk ilmu hukum dan merupakan bagian yang menyat u dari suat u ilmu sosial, at au sepert i cabang ilmu lainnya perbandingan hukum memiliki w aw asan yang universal, sekalipun caranya berlainan, masalah keadilan pada dasarnya sama baik menurut w akt u dan t empat di seluruh dunia)

8) Orucu mengemukakan suat u definisi perbandingan hukum sebagai berikut :

Comparat ive law is legal discipline aiming at ascert aining similarit ies and

differences and finding out relat ionship bet ween various legal sist ems, t heir

essence and st yle, looking at comparable legal inst it ut ions and concept s and

(28)

xxviii

definit e goal in mind, such as law reform, unificat ion et c. (Perbandingan hukum merupakan suat u disiplin ilmu hukum yang bert ujuan menemukan persamaan dan perbedaan sert a menemukan pula hubungan-hubungan erat ant ara berbagai sist em -sist em hukum ; melihat perbandingan lembaga-lembaga hukum konsep-konsep sert a mencoba menent ukan suat u penyelesaian at as masalah-masalah t ert ent u dalam sist em -sist em hukum dimaksud dengan t ujuan sepert i pembaharuan hukum, unifikasi hukum dan lain-lain)

9) Definisi lain mengenai kedudukan perbandingan hukum dikemukakan oleh Zw eigert dan Kort yait u :Comparat ive law is t he comparison of t he spirit and st yle of different legal sist em or of comparable legal inst it ut ions of t he

solut ion of comparable legal problems in different sist em. (Perbandingan hukum adalah perbandingan dari jiw a dan gaya dari sist em hukum yang berbeda-beda at au lembaga-lembagahukum yang berbeda-beda at au penyelesaian masalah hukum yang dapat diperbandingkan dalam sist em hukum yang berbeda-beda)

10) Romli At masasmit a yang berpendapat perbandingan hukum adalah ilm u penget ahuan yang mempelajari secara sist emat is hukum (pidana) dari dua at au lebih sist em hukum dengan mempergunakan m et oda perbandingan b) Perbandingan Hukum Sebagai M et ode dan Ilmu

Perbandingan hukum menunjukkan pembedaan ant ara perbandingan hukum sebagai met ode dan sebagai ilmu. Ket idakjelasan t ersebut biasanya dijumpai pada perumusan-perumusan yang bersifat luas, sepert i yang dapat dit emui pada ”Black’s Law Dict ionary” yang menyat akan bahw a ”comparat ive jurisprudence” adalah ”The st udy of t he principles of legal science by t he comparison of various syst ems of law” (Henry Campbell Black: 1968).

Akan t et api perumusan dari Black t ersebut sebenarnya cenderung unt uk mengklasifikasikan perbandingan hukum sebagai met ode, karena yang dimaksudkan dengan ”comparat ive” adalah ”Proceeding by t he met hod of comparison; founded on comparison; est imat ed by comparison” .

(29)

xxix

maka dipergunakan met ode sosiologis, sejarah dan perbandingan hukum (L. J. van Apeldoorn: 1966). Penggunaan met ode-met ode t ersebut dimaksudkan unt uk:

1) met ode sosiologis : unt uk menelit i hubungan ant ara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya,

2) met ode sejarah : unt uk menelit i t ent ang perkembangan hukum ,

3) met ode perbandingan hukum : unt uk membandingkan berbagai t ert ib hukum dari macam-macam masyarakat .

Ket iga met ode t ersebut saling berkait an, dan hanya dapat dibedakan (t et api t ak dapat dipisah-pisahkan). M et ode sosiologis, misalnya, t idak dapat dit erapkan t anpa met ode sejarah, oleh karena hubungan ant ara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan hasil dari suat u perkembangan (dari zaman dahulu). M et ode perbandingan hukum juga t idak boleh diabaikan, oleh karena hukum merupakan gejala dunia. M et ode sejarah juga memerlukan bant uan dari met ode sosiologis, oleh karena perlu dit elit i fakt or-fakt or sosial yang mempengaruhi perkembangan hukum. M et ode perbandingan t idak akan membat asi diri pada perbandingan yang bersifat deskript if; juga diperlukan dat a t ent ang berfungsinya at au efekt ivit as hukum , sehingga diperlukan met ode sosiologis. Juga diperlukan met ode sejarah, unt uk menget ahui perkembangan dari hukum yang diperbandingkan. Dengan demikian maka ket iga met ode t ersebut saling mengisi dalam mengembangkan penelit ian hukum (Soerjono Soekant o 1989 : 26).

c) Perbandingan Hukum dan Cabang-Cabangnya

Bet apa pent ingnya perbandingan hukum dan berkembangnya pengkhususan ini, ant ara lain t erbukt i dari kenyat aan bahw a kemudian t imbul sub-spesialisasi. Sub-spesialisasi t ersebut adalah (Edonard Lambert : 1957): 1) Descript ive comparat ive law,

2) Comparat ive hist ory of law,

3) Comparat ive legislat ionat aucomparat ive jurisprudence(proper).

(30)

xxx

pada lembaga-lembaga hukum t ert ent u (bidang t at a hukum) at aupun kaedah-kaedah hukum t ert ent u yang merupakan bagian dari lembaga t ersebut . Yang sangat dit onjolkan adalah analisa deskript if yang didasarkan pada lembaga-lembaga hukum.

Comparat ive hist ory of law berkait an erat dengan sejarah, sosiologi hukum , ant ropologi hukum dan filsafat hukum dan unt uk Comparat ive legislat ionat aucomparat ive jurisprudence(proper) bert it ik t olak pada (Edouard Lambert : 1957): ” ... t he effort t o define t he common t runk on which present nat ional doct rines of law are dest ined t o graft t hemselves as a result bot h of t he

development of t he st udy of law as a social science and of t he awakening of an

int ernat ional legal consciousness.”

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam perbandingan hukum dapat berupa bahan yang langsung didapat dari masyarakat (dat a primer), maupun bahan kepust akaan (dat a sekunder). Bahan-bahan kepust akaan t ersebut dapat berupa bahan hukum primer, sekunder at aupun t ert ier (dari sudut kekuat an mengikat nya). Bahan hukum primer, ant ara lain, mencakup perat uran perundang-undangan, bahan hukum yang dikodifikasikan (misalnya hukum adat ) yurisprudensi, t rakt at , dan set erusnya. Bahan-bahan hukum sekunder, ant ara lain perat uran perundang-undangan (unt uk ”comparat ive hist ory of law” ), hasil karya para sarjana, hasil penelit ian, dan set erusnya. Bahan-bahan hukum t ersier dapat dipergunakan sebagai bahan unt uk mencari dan menjelaskan bahan primer dan sekunder (Soerjono Soekant o 1989 : 54).

2. Tinjauan Tentang Hak Tersangka atau Terdakwa

Ist ilah t ersangka berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum

Acara Pidana, yait u: “ Tersangka adalah seseorang yang karena perbuat annya at au keadaannya, berdasarkan bukti permulaan pat ut diduga sebagai pelaku t indak pidana.” Sedangkan ist ilah t erdakw a berdasarkan Pasal 1 angka 15

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana, yait u “ Terdakw a adalah seorang t ersangka yang

dit unt ut , diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.”

Apabila kit a perbandingkan penyebutan ist ilah t ersangka at au t erdakw a, maka dalam ket ent uanWet boek van St raforderingBelanda (Ned. Sv.) kedua ist ilah t ersebut t idak dibedakan, akan t et api hanya disebut dalam satu

ist ilah saja yait u “verdacht e” . Pada ket ent uan Pasal 27 ayat (1) Ned. Sv. Ist ilah t ersangka dit afsirkan secara lebih luas

(31)

xxxi

t ampaknya bukan merupakan perbedaan principaldan boleh dikat akan bersifat “ semu” karena t ernyat a diat ur dalam bagian yang sama yakni Bab VI t ent ang t ersangka dan t erdakw a mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal 68

KUHAP.

Tersangka mempunyai hak-hak sejak ia mulai diperiksa oleh penyidik, meskipun seorang t ersangka diduga

t elah melakukan suat u perbuat an yang cenderung sebagai perbuat an negat if dan bahkan suat u t indak pidana yang melanggar hukum bukan berart i seorang t ersangka dapat dilakukan semena-mena dan di langgar hak-haknya abik

it u hak-hak hukumnya,sehingga hak-hak t esebut harus dipenuhi oleh penyidik.

Tersangka at au t erdakw a diberikan seperangkat hak-hak oleh Kit ab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) dari mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal 68, hak-hak t ersebut antara lain meliput i :

a) Hak unt uk segera diperiksa , diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal 50 ayat 1, 2, 3 ).

b) Hak unt uk menget ahui dengan jelas dan bahasa yang dimengert i olehnya t ent ang apa yang disangkakan dan

apa yang didakw akan (Pasal 51 but ir a dan b).

c) Hak unt uk memberikan ket erangan secara bebas kepada penyidik dan hakim (Pasal 52) d) Hak unt uk mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat 1).

e) Hak unt uk dapat mendapat bant uan hukum pada set iap t ingkat pemeriksaan (Pasal 54)

f) Hak unt uk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang dit unjuk oleh pejabat yang bersangkutan

pada semua t ingkat pemeriksaan bagi t ersangka at au t erdakwa yang diancam pidana mat i dengan biaya

cuma-cuma

g) Hak unt uk diberit ahu kepada keluarganya at au orang lain yang serumah dengan t ersangka at au t erdakwa yang

dit ahan unt uk mendapat bant uan hukum at au jaminan bagi penangguhannya dan hak unt uk berhubungan

dengan keluarga dengan maksud yang sama di at as (Pasal 59 dan 60).

h) Hak t ersangka at au t erdakw a berhubungan surat -menyurat dengan penasehat hukumnya.(Pasal 62)

i) Hak t ersangka at au t erdakw a mengajukan saksi at au ahli yang memiliki keahlian khusus guna memberikan

ket erangan yang mengunt ungkan bagi dirinya. (Pasal 65) j) Hak t ersangka at au t erdakw a menunt ut gant i kerugian. (Pasal 68)

Disamping hak-hak yang disebut kan diat as masih banyak lagi hak-hak t ersangka at au t erdakw a yang lain, sepert i bidang penahanan, penggeledahan, dan sebagainya. Sebagai kesimpulan dari yang di sampaikan diat as, ialah

bahw a baik dalam pemeriksaan pendahuluan maupun dalam pemeriksaan sidang pengadilan, t elah berlaku asas

akusat or (accusat oir).Andi Hamzah mengat akan bahwa asas akusat or t elah dianut pada pemeriksaan pendahuluan, ialah adanya jaminan yang luas t erut ama dalam hal bant uan hukum, sehingga dari sejak pemeriksaan dimulai,

t ersangka sudah dapat memint a bant uan hukum, bahkan pembicaraan t ersangka dan penasehat hukumnya t idak didengar at au disaksikan oleh penyidik at au penunt ut umum, kecuali ialah t ersangka didakw a melakukan delik

t erhadap keamanan negara.(Andi Hamzah, 2000 :67)

3. Tinjauan Tentang Hukum Acara Pidana

a) Pengertian Hukum Acara Pidana

(32)

xxxii

Pidana (KUHAP), yang berlaku sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan terciptanya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, maka pertama kali di Indonesia diadakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam artian meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai meliputi peninjauan kembali (herziening) (Andi Hamzah, 2002:3).

Hukum acara pidana (hukum pidana formal) adalah hukum yang menyelenggarakan hukum pidana materiil yaitu merupakan sistem kaidah atau norma yang diberlakukan oleh negara untuk melaksanakan hukum pidana atau menjatuhkan pidana. Seperti rumusan Wirdjono Prodjodikoro, bekas Ketua Mahkamah Agung yang dikutip oleh Andi Hamzah. merumuskan bahwa hukum acara pidana adalah Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum pidana (Andi Hamzah, 2002:7).

(33)

xxxiii

maupun keluarganya dari kesengsaraan putus asa di belantara penegakan hukum yang tak bertepi, karena sesuai dengan jiwa dan semangat yang diamanatkannya, tersangka atau terdakwa harus diberlakukan berdasar nilai-nilai yang manusiawi (M. Yahya Harahap, 2002:4).

Definisi mengenai hukum acara pidana lainnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Van Bemmelen seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah (2002:6), adalah sebagai berikut:

Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh Negara, karena adanya terjadi pelanggaran-pelanggaran undang-undang pidana :

1) Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran, 2) Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu,

3) Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat dan kalau perlu menahannya,

4) Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah dipeoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa ke depan hakim tersebut,

5) Hakim memberikan keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib,

6) Upaya hukum untuk melawan putusan tersebut,

7) Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib.

Definisi-definisi tersebut di atas dikemukakan oleh para ahli hukum, Hal ini dikarenakan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sendiri tidak memberikan definisi hukum acara pidana secara implisit.

b) Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana 1) Tujuan Hukum Acara Pidana

(34)

xxxiv

“Bahwa pembangunan hukum nasional yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing, ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila”.

Berdasarkan bunyi konsideran tersebut dapat dirumuskan beberapa landasan tujuan KUHAP, yaitu ;

(a) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat, yang lebih dititikberatkan kepada peningkatan penghayatan akan hak dan kewajiban hukum. Yaitu menjadikan setiap anggota masyarakat mengetahui apa hak yang diberikan hukum atau undang-undang kepadanya, serta apa pula kewajiban yang dibebankan hukum kepadanya.

(b) Meningkatkan sikap mental aparat penegak hukum, hal ini sudah barang tentu termuat di dalam KUHAP menurut cara-cara pelaksanaan yang baik, yang menyangkut pembinaan keterampilan, pelayanan, kejujuran dan kewibawaan.

(c) Tegaknya hukum dan keadilan, hal tersebut hanya dapat tercipta apabila segala aturan hukum yang ada serta keadilan harus sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 serta didasarkan atas nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.

(35)

xxxv

martabatnya. Sebagai mahluk Tuhan, setiap manusia memiliki hak dan kodrat kemanusiaan yang menopang harkat dan martabat pribadinya, yang harus dihormati oleh orang lain.

(e) Menegakkan ketertiban dan kepastian hukum, arti dan tujuan kehidupan masyarakat adalah mencari dan mewujudkan ketenteraman dan ketertiban yaitu kehidupan bersama antara anggota masyarakat yang dituntut dan dibina dalam ikatan yang teratur dan layak, sehingga lalu lintas tata pergaulan masyarakat yang bersangkutuan bisa berjalan dengan tertib dan lancar. Tujuan tersebut hanya dapat diwujudkan dengan jalan menegakkan ketertiban dan kepastian hukum dalam setiap aspek kehidupan sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai hukum yang telah mereka sepakati (M. Yahya Harahap, 2002:58-79).

Tujuan dari hukum acara pidana telah dirumuskan dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman, yang bunyinya adalah sebagai berikut:

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran material, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah, 2002:8)

Masih menurut Andi Hamzah, bahwa tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhirnya ialah mencari suatu ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat (Andi Hamzah, 2002:9).

(36)

xxxvi

Fungsi hukum acara pidana berawal dari tugas mencari dan menemukan kebenaran hukum. Hakekat mencari kebenaran hukum, sebagai tugas awal hukum acara pidana tersebut menjadi landasan dari tugas berikutnya dalam memberikan suatu putusan hakim dan melaksanakan tugas putusan hakim. Menurut Bambang Poernomo (1988:18) bahwa tugas dan fungsi pokok hukum acara pidana dalam pertumbuhannya meliputi empat tugas pokok, yaitu :

(a) Mencari dan menemukan kebenaran,

(b) Mengadakan tindakan penuntutan secara benar dan tepat, (c) Memberikan suatu keputusan hakim,

(d) Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim.

Menurut Van Bemmelen, seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah (2002:9), mengenai fungsi hukum acara pidana, mengemukakan terdapat tiga fungsi hukum acara pidana yaitu :

(a) Mencari dan menemukan kebenaran, (b) Pemberian keputusan hakim,

(c) Pelaksanaan putusan.

3) Asas-Asas Hukum Acara Pidana

Asas-asas yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, diatur dalam Penjelasan KUHAP butir ke-3 adalah sebagai berikut :

(a) Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan (asas persamaan di muka hukum).

(b) Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan harus dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang (asas perintah tertulis). (c) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan

(37)

xxxvii

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap (asas praduga tak bersalah).

(d) Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi (asas pemberian ganti kerugian dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan dan salah tuntut).

(e) Pengadilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan (asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan, bebas, jujur dan tidak memihak).

(f) Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya (asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya).

(g) Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan atas dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum (asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan) (h) Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa

(asas hadirnya terdakwa).

(38)

xxxviii

(j) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan (asas pelaksanaan pengawasan putusan).

(k) Tersangka diberi kebebasan memberi dan mendapatkan penasehat hukum, menunjukkan bahwa KUHAP telah dianut asas akusator, yaitu tersangka dalam pemeriksaan dipandang sebagai subjek berhadap-hadapan dengan lain pihak yang memeriksa atau mendakwa yaitu kepolisian atau kejaksaan sedemikian rupa sehingga kedua pihak mempunyai hak-hak yang sama nilainya (asas accusatoir)(M.Yahya Harahap, 2002:40).

Sedangkan menurut Andi Hamzah (2002:10-22) bahwa asas-asas penting yang terdapat dalam hukum acara pidana adalah sebagai berikut:

(a) Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. (b) Asas praduga tak bersalah(Presumption of Innocence).

Sebelum ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka setiap orang tersangka/terdakwa wajib dianggap tidak bersalah.

(c) Asas oportunitas

Penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum.

(d) Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum

Terdapat pengecualian, yaitu mengenai delik yang berhubungan dengan rahasia militer atau yang menyangkut ketertiban umum (openbare orde).

(e) Asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim

Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

(39)

xxxix

hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan tersebut diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala negara,

(g) Asas tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum, (h) Asas akusator dan inkisitor (accusatoirdaninquisitoir)

Kebebasan memberi dan mendapatkan nasehat hukum menunjukkan bahwa dengan KUHP telah dianut asas akusator. (i) Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan

Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.

Dari asas-asas hukum acara pidana yang dikemukakan oleh kedua penulis diatas, pada dasarnya banyak kesamaannya, yaitu antara lain: asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, asas akusator, asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum, asas praduga tak bersalah, asas mendapatkan bantuan hukum, dan asas perlakuan sama di depan hakim.

4. Tinjauan TentangInternal Security ActMalaysia Tahun 1960

Akt a Keamanan/ Keselamat an Dalam Negeri M alaysia at auInt ernal Securit y ActM alaysia at au yang disingkat dengan ISA M alaysia t ahun 1960 lahir karena ada kepent ingan dan kew ajiban negara unt uk menegakkan public order dan int erest s

at as nama keamanan negara. Tent u hal ini dapat memberikan keleluasaan kepada penguasa unt uk menafsirkan apa yang dimaksud public orderdanpublic int erests

at as nama keamanan negara. Ini sekaligus menegaskan bahw a ISA M alaysia dan langkah-langkah sejenisnya sejak aw al dihadapkan pada masalah klasik, yait u bagaimana membuat keseimbangan ant ara keamanan negara unt uk melindungi

public order dan public int erest s sert a kebebasan dan hak-hak individual (ht t p:/ / w w w .propat ria.or.id/ / ).

(40)

gerakan-xl

gerakan ant i-Inggris yang lain. Pemerint ah kolonial Inggris kemudian mengeluarkan Emergency Regulat ion (pendahulu ISA) yang dapat menahan seseorang t anpa proses peradilan. Set elah merdeka pada t ahun 1947, M alaysia mempert ahankan w arisan Inggris dengan mengeluarkanInt ernal Securit y Act(ISA) pada t ahun 1960 unt uk menghadapi pemberont akan komunis. Tidak mengherankan jika pada dekade 60-an, mereka yang dit ahan berdasarkan ket ent uan Int ernal Securit y Act (ISA) adalah para akt ifis komunis dan anggot a Part ai Buruh yang merupakan bagian dariFront Sosialis. Akhir t ahun 1960-an, juga mulai muncul gerakan t idak puas t erhadap kebijakan UM NO yang dipelopori oleh Angkat an Belia Islam M alaysia dan beberapa kelom pok Islam. Pada t ahun 1970-an

Int ernal Securit y Act (ISA) lebih banyak dit ujukan kepada gerakan-gerakan mahasisw a.

Int ernal Securit y Act M alaysia 1960 at au Akt a Keselamat an Dalam Negeri merupakan penahanan prevent if (prevent ive det ent ion) hukum yang berlaku di M alaysia. Undang-undang it u disahkan oleh polit isi M alaysia set elah negara memperoleh kemerdekaan dari Brit ania Raya t ahun 1957. Penahanan prevent if pada t ahun 1948 kemudian menjadi salah sat u ciri M alaysia, t erut ama unt uk memerangi pemberont akan bersenjat a dari Part ai Komunis M alaysia selama Darurat M alaysia, dan dibuat lah Perat uran-Perat uran Darurat 1948. Hal t ersebut memungkinkan penahanan orang unt uk set iap periode yang t idak melebihi w akt u selama sat u t ahun. ordonansi t ahun 1948 dibuat t erut ama unt uk melaw an t indakan kekerasan dimana prevent if penahanan dimaksudkan bersifat sement ara. Namun pada t ahun 1960, perat uran-perat uran darurat dianggap t idak berlaku at au berakhir sert a mengakhiri pula kekuasaan yang t erkandung dalam perat uran t ersebut . Akan t et api, kekuat an prevent if penahanan it u t idak benar -benar berakhir dan pada kenyat aannya just ru menjadi cikal bakal dalam hukum M alaysia (ht t p:/ / w w w .w ikipedia.org/ / ).

Pada t ahun 1960, pemerint ah M alaysia menerbit kan Int ernal Securit y Act

M alaysia sesuai dengan Pasal 149 Konst it usi M alaysia. Dalam Int ernal Securit y Act

(41)

xli

melakukan t indakan apapun yang dapat merugikan keamanan nasional dan unt uk memelihara kehidupan ekonomi di M alaysia sert a menjaga perdamaian dan keamanan negara. Keberadaan ISA ini juga sangat kont roversial bahkan mendapat perlaw anan juga dari w arga negara M alaysia.

(42)

xlii

B. Kerangka Teori

Perlindungan Hak

Tersangka/ Terdakw a

Kit ab Undang-undang

Hukum

Acara Pidana

Int ernal Securit y Act (ISA)

M alaysia

(43)

xliii Ket eranagan

(44)

xliv BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEM BAHASAN

Persamaan dan perbedaan dalam perlindungan hak-hak tersangka terdakw a menurut Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana danInternal Scurty Art M alaysia

A. Hasil penelitian

1. Perlindungan hak hak tersangka terdakw a di negara Indonesia menurut KUHAP Jaminan dan perlindunangan t erhadap HAM dalam perat uran hukum acara pidana mempunyai art i yang sangat pent ing sekali, karena sebagian besar dalam rangka proses dari hukum acara pidana ini menjurus kepada pembat asan-pembat asan HAM sepert i penagkapan, penahanan, penyit aan, penggeledahan dan penghukuman, yang pada hakikat nya adalah pem bat asan-pembat asan HAM (Erny Widhayant i, 1998 : 34)

Dalam buku Soehart o yang mengut ip dari buku M ardjono Reksodiput ro, Penegakan 10 asas dalam but ir 3 penjelasan Umum KUHAP mengat ur perlindungan t erhadap keluhuran harkat dan mart abat manusia M ardjono Reksodiput ro membedakan kesepuluh asas ini menjadi t ujuh asas umum dan asas khusus yait u :

Asas-asas umum :

a) Perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun; b) Praduga tidak bersalah;

c) Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi; d) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum;

e) Hak pengadilan terdakwa di muka pengadilan;

f) Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana; g) peradilan yang terbuka untuk umum.

Asas-asas khusus :

(45)

xlv

b) hak seorang tersangka untuk diberitahukan tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya;

c) Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-putusannya.

Adapun pasal-pasal dalam kitab undang-undang Hukum Acara Pidana yang mengatur tentang perlindungan Hak-hak tersangka terdakwa yaitu adalah :

Hak unt uk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili

Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penunt ut umum

Hak t erdakw a segera diadili oleh pengadilan

Hak unt uk menget ahui dengan jelas dan bahasa yang dimengert i olehnya t ent ang

apa yang disangkakan dan apa yang didakw akan

Hak unt uk memberikan ket erangan secara bebas kepada penyidik dan hakim

Hak unt uk mendapat juru bahasa

Hak unt uk dapat mendapat bant uan hukum pada set iap t ingkat pemeriksaan

Hak unt uk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang dit unjuk oleh

pejabat yang bersangkut an pada semua t ingkat pemeriksaan bagi t ersangka at au

t erdakw a yang diancam pidana mat i dengan biaya cuma-Cuma

Hak t ersangka at au t erdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya

Hak t ersangka at au t erdakw a yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan

menerima kunjungan dokt er pribadinya unt uk kepent ingan kesehat an baik yang

ada hubungannya dengan proses perkara maupun t idak.

Hak unt uk diberit ahu kepada keluarganya at au orang lain yang serumah dengan t ersangka at au t erdakw a yang dit ahan unt uk mendapat bant uan hukum at au

jaminan bagi penangguhannya dan hak unt uk berhubungan dengan keluarga

dengan maksud yang sama di at as

(46)

xlvi

hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal

yang t idak ada hubungannya dengan perkara t ersangka at au t erdakw a unt uk

kepent ingan pekerjaan at au unt uk kepent ingan kekeluarga.

Hak t ersangka at au t erdakw a berhubungan surat -menyurat dengan penasehat hukumnya.(Pasal 62)

Hak t ersangka at au t erdakw a unt uk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniw an

Hak t erdakw a unt uk diadili di sidang pengadilan yang t erbuka unt uk umum.

Hak t ersangka at au t erdakw a mengajukan saksi at au ahli yang memiliki keahlian

khusus guna memberikan ket erangan yang mengunt ungkan bagi dirinya.

Tersangka at au t erdakw a t idak dibebani kew ajiban pembukt ian

Hak t erdakw a at au penunt ut umum unt uk mint a banding t erhadap put usan

pengadilan t ingkat pert ama kecuali t erhadap put usan bebas, lepas dari segala t unt ut an hukum yang menyangkut masalah kurang t epat nya penerapan hukum

dan put usan pengadilan dalam acara cepat

Hak t ersangka at au t erdakw a menunt ut gant i kerugian.

At as permint aan t ersangka at au penasihat hukumnya penjabat yang bersangkut an memberikan t urunan berit a acara pemeriksaan unt uk kepent ingan pembelaannya Jika seorang t ersangka at au saksi yang dipanggil m emberi alasan yang pat ut dan w ajar bahw a ia t idak dapat dat ang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik it u dat ang ke t empat kediamannya

Dalam hal seorang disangka melakukan suat u t indak pidana sebelum dimulainya pem eriksaan oleh penyidik, penyidik w ajib memberit ahukan kepadanya t ent ang haknya unt uk mendapat kan bant uan hukum at au ia dalam perkaranya it u w ajib didampingi oleh penasihat hukumnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 56.

(47)

xlvii

s)

t )

u)

v)

w )

x)

Pasal 68

pasal 72

pasal 113

pasal 114

pasal 115

pasal 117

melihat serta mendengar pemeriksaan.

2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara Penasehat Hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap Tersangka

1) Keterangan Tersangka dan atau Saksi kepada Penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.

2) Dalam hal Tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, Penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh Tersangka sendiri

Dalam hal Terdakw a at au Penasehat Hukum m engajukan keberat an bahw a

Pengadilan t idak berw enang mengadili perkaranya at au dakw aan t idak dapat

dit erima at au surat dakw aan harus dibat alkan, maka set elah diberi kesempat an kepada Penunt ut Umum untuk menyat akan pendapat nya, Hakim

(48)

xlviii

y)

pasal 156

2. Perlindungan hak hak tersangka terdakw a menurutInternal Scurity Act

Sement ara it u di M alaysia, kebijakan pemerint ah M alaysia dalam usaha melaw an kejahat an Negara diw ujudkan dengan menerbit kan Akt a Keamanan Dalam Negeri t ahun 1960 at au yang dikenal dengan Int ernal Securit y Act (ISA) M alaysia t ahun 1960. Int ernal Securit y Act M alaysia merupakan produk hukum peninggalan kolonial Inggris yang aw alnya dibent uk unt uk menangkis ancaman kom unisme.

Int ernal Securit y Act M alaysia juga merupakan produk polit ik hukum yang dit ujukan unt uk menegaskan w ew enang negara berhadapan dengan kebebasan sipil dalam sit uasi khusus dan memaksa unt uk menjamin keamanan nasional (ht t p:/ / w w w .propat ria.or.id/ / ). Ket ent uan yang t erdapat dalam Int ernal Securit y Act M alaysia mengalami perubahan/ amandemen pada t ahun 1988. Amandemen t ersebut menunjukkan karakt er ot orit er ISA dan menut up ruang bagi peninjauan kembali at as put usan yang t elah dibuat oleh M ent eri Dalam Negeri at au Yang Dipert uan Agung dengan hak diskresi menurut ISA.

M alaysia adalah salah sat u dari sedikit negara di dunia yang memungkinkan

(49)

xlix

keamanan, hal-hal yang menguasai hajat hidup orang banyak at au kehidupan ekonomi M alaysia.

Int ernal Securit y Act M alaysia sebagai produk polit ik hukum dit ujukan unt uk menegaskan w ew enang negara berhadapan dengan kebebasan sipil dalam sit uasi khusus dan memaksa unt uk menjamin keamanan nasional. Unt uk it u perlu ada 5 (lima) aspek yang perlu dilihat dari ISA M alaysia. Kelima aspek dalam ISA M alaysia ini juga menunjukkan kelem ahan dari ISA M alaysia yang t idak menjunjung t inggi penghormat an at as hak asasi manusia. Kepent ingan keamanan negara lebih diut amakan dari pada kepent ingan hak asasi manusia umumnya dan w arga negara M alaysia khususnya. Kelima aspek t ersebut menurut Edi Praset yono sebagai berikut :

a) Situasi Darurat Penahanan

Tindakan penahanan bisa saja dijust ifikasi selama masa darurat yait u dalam masa keamanan nasionl dit et apkan lebih pent ing dan mendesak sehingga ada beberapa hak individual yang harus dikorbankan. Akan t et api perlu adanya alasan kuat unt uk menerapkan keadaan darurat yang memberi dasar pemberlakuan ISA. Selain it u, dihapuskannya beberapa hak individu dalam keadaan darurat harus diakui oleh Declarat ion Universal of Human Right s. Declarat ion Universal of Human Right s memang mengakui beberapa hak dasar individu, namun juga mengakui bahw a ada beberapa hak dasar yang dapat dihapuskan dalam keadaan t ert ent u.

b) Sebab dan Kecurigaan yang Jelas Terkait Penahanan

Penahanan dan penghapusan kebebasan sipil harus didasarkan at as alasan dan sebab yang jelas. Akan t et api ket ent uan t ersebut t idak dipenuhi oleh ISA M alaysia. Pasal 73 ISA menyat akan bahw a polisi bisa menahan karena mereka “have reason t o believe” orang t ersebut melakukan suat u t indakan yang membahayakan at au M ent eri Dalam Negeri “is sat isfied” bahw a penahanan t ersebut adalah unt uk m encegah t indakan yang berbahaya bagi keamanan M alaysia.

c) Perlindungan dan Bantuan Hukum

(50)

l

baik fisik maupun psikis. Tahanan baru mendapat bant uan hukum dari penasehat hukumnya set elah mereka dipindahkan ke t ahanan at as perint ah M ent eri Dalam Negeri dengan pembat asan-pembat asan t ert ent u.

d) Judicial Review

Amandemen t erhadap ISA pada t ahun 1988 just ru menunjukkan karakt er ot orit er ISA karena menut up ruang bagi peninjauan kembali at as put usan yang dibuat oleh M ent eri Dalam Negeri at au Yang Dipert uan Agung yang mempunyai hak diskresi menurut ISA. Ket ent uan dalam pasal 16 ISA juga memberi hak kepada pejabat unt uk menut up informasi yang selanjut nya menyulit kan upaya unt uk melakukan peninjauan.

e) Kondisi tahanan

Walaupun keadaan yang demikian itu adapun pasal-pasal dalam Internal Scurty Artyang mengarah pada upaya perlindungan terhadap hak-hak tersangka terdakwa

NO PASAL BUNYI PASAL

1) Pasal 11 Perw akilan t erhadap perint ah penahanan

(1) Sebuah salinan t ent ang set iap perint ah yang dibuat oleh M ent eri menurut pasal 8 (1) sebaiknya segera mungkin set elah pembuat annya diserahkan kepada orang yang bersangkut an, dan set iap orang t ersebut sebaiknya dimint a menunjuk perw akilan at as perint ah t ersebut kepada Badan Penasihat .

(2) Unt uk t ujuan membuat seseorang mampu menunjuk perw akilan menurut sub pasal (1) pada w akt u menjalankan perint ah t ersebut seharusnya –

(a) diberit ahu mengenai haknya unt uk menunjuk perw akilan kepada Badan Penasihat m enurut sub pasal (1); dan

(b) dibekali dengan sebuah pernyat aan t ert ulis oleh M ent eri –

Referensi

Dokumen terkait

Metode komparatif digunakan untuk membandingkan bangunan dengan jenis yang sama yaitu bangunan terapung sebagai rujukan dalam perancangan desain dan metode

masyarakat Mandar di Kecamatan Sendana Kabupaten Majene ialah diantaranya: (1) penentuan calon dilihat dari akhlaknya yang baik (agama); (2) penjajakan dengan maksud

Adanya celah dalam hukum laut internasional yang mengusung semangat kebebasan dilaut lepas (high seas ) yakni bahwa laut lepas yang tidak dibatasi dan bukan merupakan

simetri; (4) Memiliki teras yang mengelilingi denah bangunan untuk mencegah masuknya matahari langsung dan tampias air hujan; (5) Mempunyai elemen arsitektur

1) Analisis xilem, floem, kolenkim pada bagian akar tanaman Hanjuang (Cordyline furticosa) di Kebun Raya Bogor. 2) Analisis stomata, kolenkim, karotenoid, zar ergastik

Sekretariat HMI yang terletak pada tempat yang strategis akan sangat menentukan kelancaran komunikasi dengan pihak manapun, terutama dengan anggota, sehingga mudah

Memperhatikan penjelasan tersebut, maka dapat dipahami bahwa esensi dari talak adalah hak suami untuk menceraikan isterinya yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang

Satu juta milyard, satu juta milyard, satu juta milyard, satu juta milyard, satu juta milyard, satu juta milyard dan satu juta milyard partikel m menyerap kuantum energi (10 -29 g/