LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Menjadi Sampel
NO. Nama Perusahaan Kode
1. PT. Akasha Wira International Tbk. ADES
2. PT. Cahaya Kalbar Tbk. CEKA
3. PT. Delta Djakarta Tbk. DLTA
4. PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. DVLA
5. PT. Gudang Garam Tbk. GGRM
6. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF
7. PT. Kimia Farma Tbk. KAEF
8. PT. Kedawung Setia Industrial Tbk KDSI 9. PT. Kedaung Indah Can Tbk. KICI
10. PT. Kalbe Farma Tbk.. KLBF
11. PT. Martina Berto Tbk. MBTO
12. PT. Merck Tbk. MERK
13. PT. Mustika Ratu Tbk. MRTA
14. PT. Mayora Indah Tbk. MYOR
15. PT. Pyridam Farma Tbk. PYFA
16. PT. Bentoel Internasional Investama Tbk RMBA
17. PT. Sekar Laut Tbk. SKLT
18. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. SQBI
19. PT. Mandom Indonesia Tbk. TCID
20. PT. Ultra Jaya Milk Tbk. ULTJ
Lampiran 2 Jadwal Penelitian
Tahapan Penelitian 2012 2013
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Pengajuan Judul
Penyelesaian Proposal Pengumpulan Data Pengolahan Data
Lampiran 3 Uji Normalitas Data (Sebelum Transformasi)
Sumber : Data Olahan SPSS, 2013
Lampiran 4 Uji Normalitas Data (Sebelum Transformasi)
Lampiran 5 Uji Heterokedastisitas (Sebelum Transformasi)
Sumber : Data Olahan SPSS, 2013
Lampiran 6 Uji Normalitas (Setelah Transformasi)
Lampiran 7 Uji Normalitas (Setelah Transformasi)
Sumber : Data Olahan SPSS, 2013
Lampiran 8 Uji Heterokedastisitas (Setelah Transformasi)
Lampiran 9 Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000
LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593 1.000 1.000
a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS 2013
Lampiran 10 Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .070a .005 -.012 1.69412 1.099
a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS, 2013
Lampiran 11 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .070a .005 -.012 1.69412
Lampiran 12 Analisis Regresi
Lampiran 13 Uji Hipotesis
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000
LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593
a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber: Data Olahan SPSS, 2013
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .831 1 .831 .290 .593a
Residual 166.462 58 2.870
Total 167.293 59
a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA
Sumber: Data Olahan SPSS, 2013
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 27.015 .732
LN_PPBJ -.145 .270 -.070
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Penerbit. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Brigham Eugene F. Dan Houston Joel F, 2001. Manajemen Keuangan, Edisi Kesepuluh, Buku Satu, Alih Bahasa oleh Ali Akbar Yulianto, Erlangga, Jakarta.
Baridwan, Zaki, 2004, Intermediate Accounting, Edisi Kedelapan, BPFE, Yogyakarta
Diana Novianti. 2007. Pengaruh Perputaran Kas, Pengaruh Perputaran Persediaan, Pengaruh Perputaran Piutang, terhadap efisiensi Modal kerja pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ. Semarang Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis : Untuk Akuntansi dan Manajemen.
Edisi Kedua, USU Press, Medan.
Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Penerbit Badan penerbit Universitas Diponegoro,Semarang.
G,Sugiyarso dan F Winarni.2006.Manajeman keuangan: pemahaman laporan keuangan pengelolaan aktiva, kewajiban dan modal serta pengukuran kinerja perusahaan.Tangerang:Agromedia Pustaka.
Harahap, Sofyan Syafri.2008. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persana
Henry, Simamora.1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pustaka Quantum. Jakarta.
Husein Umar, 2003, Metodologi Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.
Husein Umar, 2003, Metode Riset Akuntansi Terapan, Jakarta : Ghalia Indonesia, Cetakan Pertama.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan.
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield yang dialih bahasa oleh Emil Salim, S.E. 2002. Akuntansi Intermediate. Erlangga .Jakarta.
Lukman Syamsudin, 2000. Manajemen Keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo, Jakarta
Machfoed, Mas'ud.1995. Akuntansi Intermediate. BPFE. Yogyakarta.
Michell Suhardi, 2006. Akuntansi Untuk Bisnis dan Jasa, Salemba Empat, Yogyakarta
Munawir, S, 2004. Analisa Laporan keuangan, edisi keempat. Liberty, Yogyakarta.
N, Ratih Anugraha, 2011. “Analisis Perputaran Persediaan dan Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas Pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk”, Skripsi Akuntansi , Universitas Komputer Indonesia.
Nida. 2008. Pengaruh perputaran persediaan barang jadi terhadap modal kerja di PT. INTI. Bandung
Niswonger,Rollin C., Carl S. Warren, James M. Reeve, Philip E. Fess.1999. Prinsip-Prinsip Akuntansi (alih bahasa: Alfonsus Sirait dan Helda Gunawan), Jakarta: Erlangga
Rangkuti, 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi Dibidang Bisnis, PT.Rajagrafindo Persada, Yogyakarta.
Riyanto , Bambang. 2000.Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan
BPFE,Yoyakarta.
Sipangkar, Ellys Delfrina, 2009. “Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di BEI”, Skripsi Akuntansi , Universitas Sumatera Utara.
Sitanggang, Seprina Ruleta, 2008. “Pengaruh Tingkat Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas Pada Pt Gresik Cipta Sejahtera Cabang Medan”, Skripsi Akuntansi , Universitas Sumatera Utara.
Situmorang, Syafrizal Helmi, Lufti, Muslich, 2011. Analisis Data Untuk Riset Manajemen dan Bisnis, USU Press, Medan.
Soemarso S R, 2004. Akuntansi Suatu Pengantar, Salemba Empat, Jakarta.
Sugiyono, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan kesepuluh, Alfabeta, Bandung.
Warren, Carl S., James M. Reeve, dan Philip E. Fees, 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi Kedua Puluh Satu, Salemba Empat, Jakarta.
http://aguswibisono.com/2011
http://dansite.wordpress.com/2009/04/10/
http://dihin.blog.esaunggul.ac.id/2012/05/02/laporan-keuangan/
http://pembukuan123.blogspot.com/2011/12/rasio-perputaran-persediaan.html http://zulidamel.wordpress.com/2009/07/15/perputaran-persediaan/
http://zulidamel.wordpress.com/2009/07/15/perputaran-persediaan/ http://zulidamel.wordpress.com/2008/01/02/persediaan/
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut
Erlina (2008: 34), “Penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang
menghubungkan dua variabel atau lebih atau menjelaskan pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.” Variabel yang dipakai dalam penelitian
ini yaitu perputaran persediaan barang jadi sebagai variabel independen dan
modal kerja sebagai variabel dependen.
3.2 Batasan Operasional
Penelitian ini memiliki batasan operasional sebagai berikut:
1. Variabel independen yaitu perputaran persediaan barang jadi. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah modal kerja.
2. Perusahaan yang menjadi sampel terbatas hanya pada perusahaan-perusahaan
sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2009-2011.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2005:55) menyatakan “Populasi adalah
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya ”.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2009-2011 yang berjumlah 35 emiten. Data populasi yang digunakan adalah
data laporan keuangan perusahaan-perusahaan sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2009-2011
3.3.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2005:56) menyatakan “Sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sampel
merupakan bagian dari populasi. Unit sampel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu laporan keuangan 20 perusahaan-perusahaan sektor
industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
Tabel 3.1
Daftar Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Menjadi Sampel
NO. Nama Perusahaan Kode
1. PT. Akasha Wira International Tbk. ADES
2. PT. Cahaya Kalbar Tbk. CEKA
3. PT. Delta Djakarta Tbk. DLTA
4. PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. DVLA
5. PT. Gudang Garam Tbk. GGRM
6. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF
7. PT. Kimia Farma Tbk. KAEF
8. PT. Kedawung Setia Industrial Tbk KDSI 9. PT. Kedaung Indah Can Tbk. KICI
10. PT. Kalbe Farma Tbk.. KLBF
11. PT. Martina Berto Tbk. MBTO
12. PT. Merck Tbk. MERK
13. PT. Mustika Ratu Tbk. MRTA
14. PT. Mayora Indah Tbk. MYOR
15. PT. Pyridam Farma Tbk. PYFA
16. PT. Bentoel Internasional Investama Tbk RMBA
17. PT. Sekar Laut Tbk. SKLT
18. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. SQBI
19. PT. Mandom Indonesia Tbk. TCID
20. PT. Ultra Jaya Milk Tbk. ULTJ
3.4 Jenis dan Sumber Data
Peneliti menggunakan data sekunder dalam penelitian ini. Umar (2003: 60),
“Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya
dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar dan sebagainya sehingga lebih
informatif jika digunakan oleh pihak lain.”
Data sekunder yang ada untuk penelitian ini diperoleh dari website resmi BEI
perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI
selama tahun 2009 sampai tahun 2011.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah kombinasi antara data time series dengan data cross section. Data time series disebut juga data deret waktu, merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam
beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau
tahunan.
Sedangkan, data cross section atau sering disebut data satu waktu merupakan sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu
tertentu (Umar, 2003:70).
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ini dengan memperoleh data secara teoritis dengan
mempelajari buku-buku, catatan kuliah dan buku referensi lain yang berkaitan
dengan penelitian ini. Data-data yang didapat dalam penelitian ini diperoleh
dengan mengunduh laporan-laporan keuangan perusahaan-perusahaan sektor
industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009,
2010, dan 2011 di www.idx.co.id .
3.6 Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
3.6.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, nilai minimum dan
maksimum.
3.6.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
3.6.2.1 Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas menurut Ghozali (2005) adalah untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji
statistik.
Normalitas data dapat diketahui dengan menggambarkan
penyebaran data melalui sebuah grafik. Data yang menyebar di sekitar
dan mengikuti arah garis diagonal menandakan bahwa data berdistribusi
normal dan memenuhi asumsi normalitas. Uji statistik juga dapat
digunakan untuk menguji apakah residual berdistribusi normal atau
tidak yaitu dengan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov
residual berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih
kecil dari 0.05 maka data residual tidak berdistribusi normal.
3.6.2.2 Uji Multikolinearitas
Tujuan uji multikolinearitas menurut Ghozali (2005) adalah
untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi
antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel bebasnya. Pengujian terhadap ada
tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilakukan dengan
melihat nilai tolerance dan lawannya, serta Variance Inflation Factor
(VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam
pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel
dependen dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi ( karena VIF=1/ tolerance). Nilai
cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
3.6.2.3 Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2005), uji ini bertujuan untuk melihat apakah
dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan
(sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul
karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi
ke observasi lainnya. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mendeteksi masalah autokorelasi, di antaranya dengan Uji Durbin
Watson. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah
sebagai berikut :
bila nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas atau Upper
Bound (DU) dan 4-DU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi,
bila nilai Durbin-Watson (DW) lebih rendah daripada batas bawah
atau Lower Bound (DL) maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif,
bila nilai Durbin-Watson (DW) lebih besar daripada (4-DL), maka
koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol, berarti ada autokorelasi
negatif,
bila nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas (DU) dan
batas bawah (DL) atau DW terletak antara batas antara (4-DU) dan
(4-DL), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
3.6.2.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas menurut Ghozali (2005) bertujuan untuk
dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi
yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplot antar nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Jika ada pola seperti
titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi
heteroskedastisitas. Namun, jika tidak ada pola yang jelas serta titik
menyebar ke atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, berarti tidak
terjadi heteroskedastisitas. Selain melihat grafik Scatterplot, untuk
melihat adanya heterokedastisitas dapat juga digunakan uji Glejser. Jika
dari uji Glejser, didapatkan probabilitas signifikansi di atas tingkat
kepercayaan 5% (0.05) dapat disimpulkan model regresi tidak
menunjukkan adanya heterokedastisitas.
3.6.3 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan variasi variabel independen dalam menerangkan variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Menurut
Situmorang dan Lufti (2012: 154), semakin mendekati nol berarti model tidak
baik atau variasi model dalam menjelaskan amat terbatas, sebaliknya semakin
mendekati satu model semakin baik.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
3.6.4 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
linear berganda. Analisis persamaan regresi linear berganda digunakan untuk
mengetahui pengaruh dari beberapa variabel bebas (independen) terhadap
satu variabel terikat (dependen).
Persamaan regresi linear berganda yang digunakan dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + e
Di mana:
Y = Variabel Dependen (Modal Kerja)
α = Konstanta
β1 = Koefisien Regresi
X1 = Variabel Independen (Perputaran Persediaan Barang Jadi)
e = error atau variabel pengganggu
Pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan
diterima atau ditolak, peneliti menggunakan uji signifikansi parsial (t-test) dan uji signifikansi simultan (F-test).
3.6.4.1 Uji t (t- test)
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen. Pengujian
Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut :
1. Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05 maka
hipotesis diterima yang berarti secara parsial variabel independen
perputaran persediaan barang jadi berpengaruh terhadap modal
kerja.
2. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang
berarti secara parsial variabel independen perputaran persediaan
barang jadi tidak berpengaruh terhadap modal kerja.
Signifikansi juga dapat dilihat dengan membandingkan thitung,
dengan ketentuan:
1. Jika thitung > ttabel (α = 5%) maka hipotesis diterima.
2. Jika thitung < ttabel (α = 5%) maka hipotesis ditolak.
3.6.4.2 Uji F (F- test)
Uji F digunakan untuk menguji, apakah seluruh variabel
independen memiliki pengaruh secara bersama-sama atau tidak
terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%). Penolakan atau penerimaan hipotesis
dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05 maka
perputaran persediaan barang jadi berpengaruh terhadap modal
kerja.
2. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang
berarti secara bersama-sama variabel perputaran persediaan barang
jadi tidak berpengaruh terhadap modal kerja.
Signifikansi juga dapat dilihat dengan membandingkan Fhitung,
dengan ketentuan:
1. Jika Fhitung > Ftabel (α = 5%) maka hipotesis diterima.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan
sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2009-2011. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 20
perusahaan, sampel dipilih dengan memilih perusahaan-perusahaan yang laporan
keuangannya dapat diakses dari tahun 2009, 2010, 2011 dan memiliki data-data
yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Perputaran Persediaan Barang
Jadi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Modal Kerja. Deskripsi data
penelitian secara statistik dari masing-masing variabel baik itu Modal Kerja
(modalkerja) maupun Perputaran Persediaan Barang Jadi (PPBJ) yang diteliti
meliputi nilai mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
Modalkerja 60 3.09 100.21 19.4172 2.68095 20.76653
PPBJ 60 2.3821E10 1.6847E13 1.648381E12 4.6689255E11 3.6165341E12
Valid N (listwise)
60
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 4.1 maka dapat dijelaskan
bahwa:
1. Variabel Modal Kerja (modalkerja) memiliki jumlah sampel
sebanyak 60, nilai minimum 3,09 , nilai maksimum 100,21 , mean
(nilai rata-rata) sebesar 19,4172 , dan Standard Deviation atau simpangan baku sebesar 2,68095.
2. Variabel Perputaran Persediaan Barang Jadi (PPBJ) memiliki
jumlah sampel sebanyak 60, nilai minimum 2.3821E10, nilai
maksimum 1.6847E13, mean (nilai rata-rata) sebesar 1.648381E12 dan Standard Deviation atau simpangan baku sebesar 3.6165341E12.
3. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 60 sampel.
4.2 Hasil Analisis
4.2.1 Uji Asumsi Klasik
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis regresi berganda. Suatu model regresi linear berganda dapat disebut
sebagai model regresi yang baik jika memenuhi uji asumsi klasik. Uji asumsi
klasik berguna untuk melihat apakah data telah terdistribusi dengan normal
dengan uji normalitas, dan untuk melihat apakah penelitian tersebut terjadi
multikolinearitas, heterokedastisitas dan autokorelasi atau tidak. Menurut
Ghozali (2005) asumsi klasik harus memenuhi:
b. Non-multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model
regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun
mendekati sempurna,
c. Non-autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi
tidak saling berkorelasi,
d. Homokedastisitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah konstan atau sama.
4.2.1.1 Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas menurut Ghozali (2005) adalah untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan uji statistik
dan analisis grafik. Uji statistik juga dapat digunakan untuk menguji
apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan uji statistik
non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Apabila nilai signifikansi
lebih besar dari 0,05 maka data residual berdistribusi normal.
Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka data
residual tidak berdistribusi normal.
Normalitas data juga dapat diketahui dengan menggambarkan
penyebaran data melalui sebuah grafik. Data yang menyebar di sekitar
dan mengikuti arah garis diagonal menandakan bahwa data berdistribusi
normal dan memenuhi asumsi normalitas. Berikut hasil uji normalitas
Gambar 4.1
Uji Normalitas Grafik Plot Sebelum Transformasi
Sumber : Data Olahan SPSS, 2013
Berdasarkan hasil uji statistik pada normal probability plot di atas dapat dilihat bahwa data tidak terdistribusi dengan normal, karena
titik-titik (plot) sebaran data tidak menyebar disepanjang garis diagonal. Sehingga, perlu dilakukan tindakan perbaikan agar model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Beberapa cara untuk mengubah model
regresi menjadi normal menurut Jogiyanto (2004:172) yaitu:
a. Dengan melakukan transformasi data, yaitu mengubah nilai-nilai
observasi data ke dalam bentuk logaritma sehingga membentuk
b. Trimming, yaitu memangkas (membuang) observasi yang bersifat
outlier, yaitu nilainya lebih kecil dari µ - 2σ atau lebih besar dari µ +
2σ,
c. Winzorising, yaitu mengubah nilai-nilai outlier menjadi nilai-nilai minimum atau maksimum yang diizinkan supaya distribusinya
menjadi normal.
Setelah melihat gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa grafik
normal probability plot menunjukkan data tidak terdistribusi secara normal. Untuk itu, peneliti melakukan transformasi data ke model
logaritma, hal ini dikarenakan ketika peneliti melakukan uji normalitas
dengan SPSS data-data yang dimiliki oleh peneliti tidak normal. Maka
peneliti mentransformasi data menjadi logaritma untuk menormalkan
data yang ada. Kemudian data diuji ulang berdasarkan asumsi
normalitas. Hasil uji normalitas pada data yang telah ditransformasi
Gambar 4.2 Uji Normalitas
Sumber : Data Olahan SPSS , 2013
Gambar 4.3 Uji Normalitas
Tabel 4.2 Uji Normalitas
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat dari grafik histrogram bahwa
variabel modal kerja yang sudah ditransformasi menjadi logaritma
berdistribusi normal, hal ini ditunjukkan oleh distribusi data tersebut
tidak melenceng ke kiri maupun ke kanan.
Gambar 4.2 menunjukkan titik mengikuti data di sepanjang
garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.
Tabel 4.3 menunjukkan hasil dari pendekatan Kolomogorov-Smirnov
untuk memastikan data di sepanjang garis diagonal terdistribusi normal.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi
telah terdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat diketahui dengan
melihat Asymp. Sig (2-Tailed) > 0.05, yaitu sebesar 0,220 dan
Kolmogorov-Smirnov Z < 1,97, yaitu sebesar 1,051.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 60
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.67969877
Most Extreme Differences Absolute .136
Positive .136
Negative -.059
Kolmogorov-Smirnov Z 1.051
Asymp. Sig. (2-tailed) .220 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
4.2.1.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
suatu model regresi terdapat korelasi antar variabel independen
(Ghozali, 2005). Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat
nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=1/Tolerance). Nilai
cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Berikut ini merupakan hasil uji multikolinearitas variabel
independen dalam penelitian ini.
Tabel 4.3
Uji Multikolinearitas
Berdasarkan data olahan SPSS diatas, dapat diketahui bahwa
data penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas. Hal tersebut dapat
diketahui bahwa variabel independen Perputaran Persediaan Barang
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000
LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593 1.000 1.000
Jadi (PPBJ) tidak memiliki VIF di atas 10 ataupun Tolerance dibawah 0,10. Dari hasil uji multikolinearitas ini di dapatkan bahwa nilai VIF
untuk Perputaran Persediaan Barang Jadi (PPBJ) adalah 1 < 10 dan nilai
Tolerance sebesar 1 > 0,10. Kesimpulan dari uji multikolinearitas ini adalah bahwa variabel independen Perputaran Persediaan Barang Jadi
(PPBJ) telah lolos dari uji multikolinearitas.
4.2.1.3 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas menurut Ghozali (2005) bertujuan untuk
menguji apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi
yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplot antar nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Jika ada pola seperti
titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi
heteroskedastisitas. Namun, jika tidak ada pola yang jelas serta titik
menyebar ke atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, berarti tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Berikut ini dilampirkan gambar scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi heterokedastisitas atau terjadi homokedastisitas dengan
Gambar 4.4 Uji Heterokedastisitas
Sumber : Data Olahan SPSS, 2013
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar
baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi
sehingga model regresi layak digunakan dalam penelitian ini.
Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup
signifikan karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting
(Ghozali, 2005). Semakin sedikit jumlah pengamatan, semakin sulit
melakukan uji Glejser, apabila nilai Sig. variabel independen lebih
besar dari 0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas. Berikut hasil uji
[image:31.595.111.518.173.320.2]Glejser:
Tabel 4.4 Uji Heterokedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000
LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593
a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS , 2013
4.2.1.4 Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2005), uji autokorelasi bertujuan untuk
melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode
t-1 (sebelumnya). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mendeteksi masalah autokorelasi, di antaranya dengan Uji Durbin
Watson. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah
sebagai berikut :
Dari nilai Sig. diatas, terlihat bahwa seluruh nilai probabilitas signifikansi
seluruh variabel independen > 0,05. Sehingga model regresi tidak
bila nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas atau Upper
Bound (DU) dan 4-DU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi,
bila nilai Durbin-Watson (DW) lebih rendah daripada batas bawah
atau Lower Bound (DL) maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif,
bila nilai Durbin-Watson (DW) lebih besar daripada (4-DL), maka
koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol, berarti ada autokorelasi
negatif,
bila nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas (DU) dan
batas bawah (DL) atau DW terletak antara batas antara (4-DU) dan
(4-DL), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
Tabel 4.5 Uji Autokorelasi Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .070a .005 -.012 1.69412 1.099
a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS, 2013
Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,099 ,
karena nilai DW sebesar 1,099 tidak lebih kecil dari -2 dan tidak lebih
besar dari +2 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi baik
[image:32.595.153.515.423.564.2]4.2.2 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan variasi variabel independen dalam menerangkan variabel
dependen.
Berikut ini peneliti menampilkan hasil uji koefisien determinasi pada
[image:33.595.167.465.263.406.2]tabel 4.7 di bawah ini:
Tabel 4.6
Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .070a .005 -.012 1.69412
a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS, 2013
Hasil uji koefisien determinasi diatas menunjukkan besarnya
R = 0,070 maka dapat dikatakan bahwa Perputaran Persediaan Barang Jadi
memiliki hubungan terhadap Modal Kerja sebesar 0,070. Dari tabel di atas
juga dapat dilihabahwa besar R2 adalah 0,005 yang menunjukkan bahwa
Perputaran Persediaan Barang Jadi perusahaan sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2009-2011 memberikan sumbangan
efektif terhadap Modal Kerja sebesar 5% sisanya 95% dipengaruhi oleh faktor
4.2.3 Analisis Regresi
Analisis regresi linear berganda dari Pengaruh Perputaran Persediaan
Barang Jadi terhadap Modal Kerja pada Perusahaan industri barang konsumsi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 memiliki hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi
Berdasarkan data di atas, dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk
harga saham pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode (2007-2011) adalah sebagai berikut:
Y = 27,015 – 0,145X1 + e
Keterangan:
Y = Modal Kerja
X1 = Perputaran Persediaan Barang Jadi
e = Koefisien error
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 27.015 .732
LN_PPBJ -.145 .270 -.070
Koefisien-koefisien dalam persamaan regresi linear berganda memiliki arti
sebagai berikut :
a. Konstanta (a) sebesar 27,015 mempunyai arti apabila Perputaran
Persediaan Barang Jadi sama dengan nol maka Modal Kerja
perusahaan sektor industri barang konsumsi bernilai positif sebesar
27,015.
b. Koefisien regresi Perputaran Persedian Barang Jadi sebesar -0,145
mempunyai arti setiap kenaikan rasio Perputaran Persediaan Barang
Jadi sebesar 1 satuan akan berpengaruh negatif terhadap Modal
Kerja perusahaan sektor industri barang konsumsi sebesar -0,145
satuan.
4.2.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah variabel
independen memiliki pengaruh atau tidak terhadap variabel dependen.
4.2.4.1 Uji Signifikan Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen. Kriteria
pengambilan keputusan yang dapat diambil yaitu jika nilai probabilitas
(nilai Sig.) < 0.05 maka Ha diterima, sedangkan jika nilai probabilitas (nilai
Sig.) > 0.05 maka Ha ditolak.
Selain itu, signifikansi juga dapat dilihat dengan membandingkan
thitung, dengan ketentuan:
2. Jika thitung < ttabel (α = 5%) maka Ha ditolak.
[image:36.595.114.523.200.303.2]Berikut hasil uji signifikan parsial:
Tabel 4.8
Uji Signifikan Parsial (t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000
LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593
a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber: Data Olahan SPSS, 2013
Untuk mengetahui variabel independen berpengaruh secara parsial terhadap
variabel dependen, maka dapat dilakukan dengan cara melihat nilai Sig.,
sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada tabel dapat dilihat bahwa nilai thitung adalah -0,538 dengan
tingkat signifikansi 0,593. Sedangkan ttabel pada tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05) adalah 4,00, karena thitung > ttabel atau
-0,538 < 2,002 dan tingkat signifikansinya di bawah 0,05 atau
0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen
Perputaran Persediaan Barang Jadi adalah tidak signifikan terhadap
Modal Kerja.
4.2.4.2 Uji Signifikan Simultan (Uji F)
Pengujian hipotesis terhadap pengaruh simultan dilakukan dengan
uji F. Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji F ini dilakukan untuk
mengetahui apakah variabel perputaran persediaan barang jadi
berpengaruh secara simultan atau bersama-sama terhadap harga saham.
Untuk mengetahui semua variabel independen berpengaruh secara
simultan terhadap variabel dependen, maka dapat dilakukan dengan cara
melihat nilai Sig., apabila tingkat signifikansi di bawah 0,05 maka Ha
diterima, dan sebaliknya jika tingkat signifikansi di atas 0,05 maka Ha
ditolak. Selain itu signifikansi juga dapat dilihat dengan membandingkan
Fhitung, dengan ketentuan:
3. Jika Fhitung > Ftabel (α = 5%) maka Ha diterima.
4. Jika Fhitung < Ftabel (α = 5%) maka Ha ditolak.
[image:37.595.112.518.470.562.2]Berikut hasil uji signifikan simultan:
Tabel 4.9
Uji Signifikan Simultan (F)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .831 1 .831 .290 .593a
Residual 166.462 58 2.870
Total 167.293 59
a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA
Sumber: Data Olahan SPSS, 2013
Pada tabel dapat dilihat bahwa nilai Fhitung adalah 0,290 dengan tingkat
signifikansi 0,593. Sedangkan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% (α =
signifikansinya di bawah 0,05 atau 0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa
pengaruh variabel independen Perputaran Persediaan Barang Jadi adalah
tidak signifikan terhadap Modal Kerja.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Perputaran Persediaan
Barang Jadi mempengaruhi Modal Kerja pada perusahaan sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Indonesia. Penelitian
menggunakan data perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia mulai dari tahun 2009, 2010 dan 2011.
Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa R2 adalah 0,005 atau
5%. Hal ini berarti bahwa secara variabel independen menjelaskan perubahan
variabel dependen sebesar 5%, sedangkan variabel-variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model mampu menjelaskan sebesar 95%. Oleh karena itu,
dengan nilai sebesar 5% dapat diketahui bahwa model yang digunakan dalam
penelitian ini kurang meyakinkan, masih ada faktor-faktor lainnya yang lebih
besar pengaruhnya terhadap modal kerja.
Hasil uji t dan uji F digunakan untuk mengetahui peran variabel
independen terhadap variabel dependen. Analisis mengenai hasil uji t dan uji F
variabel independen dapat kita lihat sebagai berikut:
Variabel Perputaran Persediaan Barang Jadi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Modal Kerja, hal ini terlihat dari nilai thitung > ttabel
(-0,538 < 2,002) dan signifikansi di atas 0,05 ( 0,593 > 0,05).
Hasil uji F dapat dilihat bahwa nilai Fhitung adalah 0,290 dengan tingkat
signifikansi 0,593. Sedangkan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) adalah 4,00 , karena Fhitung < Ftabel atau 0,290 < 4,00 dan tingkat
signifikansinya di atas 0,05 atau 0,593 > 0,05 menunjukkan bahwa
pengaruh variabel independen Perputaran Persediaan Barang Jadiadalah
tidak signifikan terhadap Modal Kerja.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Perputaran Persediaan Barang
Jadi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Modal Kerja. Penelitian ini
menyatakan bahwa kenaikan Perputaran Persediaan Barang Jadi akan
mempengaruhi penurunan Modal Kerja perusahaan.
Penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Nida (2008), Diana (2008)
yang mengemukakan bahwa Perputaran Persediaan berpengaruh secara signifika
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini menguji apakah perputaran persediaan barang jadi memiliki
pengaruh terhadap modal kerja pada perusahaan sektor industri barang konsumsi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009-2011.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dijelaskan pada
bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Setelah dilakukan uji t diketahui bahwa variabel Perputaran Persediaan
Barang Jadi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Modal Kerja
perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa
Efek Indenesia periode 2009-2011. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Perputaran Persediaan
Barang Jadi berpengaruh signifikan terhadap Modal Kerja tidak dapat
diterima.
b. Setelah dilakukan Uji F diketahui bahwa variabel Perputaran
Persediaan Barang Jadi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
Modal Kerja perusahaan sektor industri barang konsumsi yang
terdaftara di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahwa
Perputaran Persediaan Barang Jadi berpengaruh signifikan terhadap
c. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa R2 adalah 0,005 atau 5%.
Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan variabel independen
(Perputaran Persediaan Barang Jadi) menjelaskan perubahan variabel
dependen sebesar 5%, sedangkan variabel-variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model mampu menjelaskan sebesar 95%.
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang diharapkan dapat dikembangkan dan
diperbaiki oleh peneliti selanjutnya. Beberapa keterbatasan itu, antara lain:
a. Peneliti hanya menggunakan perusahaan sektor industri barang konsumsi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai populasi penelitian
dan sampel yang diperoleh hanya berjumlah 20 perusahaan sehingga
belum dapat mewakili keseluruhan perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
b. Peneliti hanya melakukan pengamatan dan analisis data selama periode
waktu tiga tahun yaitu mulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.
c. Variabel independen dalam penelitian ini hanya dibatasi pada Perputaran
Persediaan Barang Jadi, walaupun banyak rasio keuangan lainnya dan
faktor lain yang mempengaruhi Modal Kerja.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berusaha memberikan beberapa saran,
a. Bagi Investor
Sebelum investor mengalokasikan sejumlah dana untuk berinvestasi dalam
suatu perusahaan, investor harus mencermati kinerja keuangan perusahaan
dari tahun ke tahun. Masih banyak rasio keuangan lainnya yang
kemungkinan mempengaruhi modal kerja. Selain itu investor juga harus
memperhatikan faktor eksternal dan faktor internal lainnya yang
mempengaruhi modal kerja seperti inflasi, tingkat suku bunga dan kondisi
sosial-politik.
b. Bagi Perusahaan
Perusahaan harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi modal kerja. Kondisi sosial-politik yang tidak kondusif,
seperti terjadinya peperangan atau pergantian pemerintahan yang
menyebabkan berubahnya kebijakan-kebijakan atas segala aspek negara,
kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti terjadinya inflasi merupakan
beberapa faktor yang tidak dapat dihindarkan sehingga manajemen
perusahaan harus mengambil kebijakan yang tepat agar modal kerja dapat
dikelola dengan baik oleh perusahaan.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang ingin meneliti topik yang sama dengan penelitian
ini kiranya dapat menambah sampel penelitiannya, bukan hanya dari satu
jenis perusahaan saja tetapi dari seluruh perusahaan yang terdaftar di
menambah periode pengamatan dan menambah variabel independen agar
mendapat hasil yang lebih akurat. Peneliti kiranya memperhatikan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi modal kerja, bukan hanya rasio-rasio
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Kinerja Keuangan Perusahaan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja
Keberhasilan perusahaan dalam mencapai laba perusahaan
tergantung pada bagaimana kinerja perusahaan . Kinerja perusahaan
merupakan salah satu indikator dari baik tidaknya keputusan pihak
manajemen dalam pengambilan keputusan. Menurut Helfert (1996
dalam Ceacilia Srimindarti, Fokus Ekonomi , 2004 : 53) bahwa
“Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas
perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau
prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam
memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki.”
Dari pengertian menurut Helfert tersebut menunjukkan bahwa
kinerja perusahaan yang baik tergantung bagaimana pihak manajemen
perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang
mereka miliki dengan baik. Salah satu faktor menentukan bagaimana
efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam mencapai tujuannya adalah
dengan melihat kinerja perusahaan tersebut. Informasi-informasi
2.1.1.2 Kegunaan Penilaian Kinerja Perusahaan
Kegunaan penilaian kinerja menurut Rivai (2005: 58-60) adalah:
a. Performance Improvement
Untuk memperbaiki kinerja pegawai, menajer, dan supervisor dimasa yang akan datang.
b. Compensation Adjustment
Untuk membantu dalam pengambilan keputusan penentuan siapa yang seharusnya menerima kenaikan pembayaran dalam bentuk upah, bonus, ataupun bentuk lainnya yang didasarkan pada sistem merit.
c. Placement Decisions
Untuk promosi, transfer ataupun penurunan jabatan atau pangkat biasanya didasarkan pada kinerja masa lalu dan bersifat antisipatif. d. Training and Development Need
Untuk melakukan pelatihan, sehingga setiap karyawan selalu memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
e. Career Planning and Development
Untuk proses pengambilan keputusan utamanya tentang karier spesifik dari karyawan, sebagai tahapan untuk pengembangan diri pegawai.
f. Staffing Process Deficiencies
Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM.
g. Informational Inaccuracies
Untuk mengetahui adanya kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau hal lain dari sistem SDM. Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan memperkerjakan karyawan, pelatihan dan keputusan konseling. h. Job Design Errors
Untuk mengetahui kesalahan dalam rancangan pekerjaan atau kurang tepat.
i. Equal Employment Opportunity
Untuk menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah merupakan sesuatu yang diskriminatif.
j. External Challenges
Untuk mengetahui pengaruh faktor ekternal seperti keluarga, finansial, kesehatan ataupun masalah-masalah lainnya, terhadap kinerjanya.
k. Feedback to Human Resources
2.1.1.3 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut S. Munawir (2002:31) menyatakan bahwa tujuan dari
penilaian kinerja keuangan adalah :
a. Mengetahui tingkat likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajibannya pada saat ditagih berarti perusahaan tersebut berada dalam keadaan likuid. Sebaliknya apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan mempunyai aktiva lancar lebih besar dari pada hutang lancarnya. b. Mengetahui tingkat solvabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panajang.
c. Mengetahui tingkat rentabilitas
Rentabilitas atau disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas suatu perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif.
d. Mengetahui tingkat stabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat pada waktunya.
Menurut Henry (1995), tujuan penilaian kinerja adalah :
a. Tujuan Evaluasi
Seorang manajer menilai kinerja dari masa lalu seorang karyawan dengan menggunakan ratings deskriptif untuk menilai kinerja dan dengan data tersebut berguna dalam keputusan-keputusan promosi, demosi, terminasi dan kompensasi.
b. Tujuan Pengembangan
Seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang karyawan dimasa yang akan datang.
2.1.2 Persediaan
Ciri khas dari perusahaan dagang dan perusahaan industri (manufaktur)
yang membuat mereka berbeda dengan perusahaan jasa adalah persediaan
barang. Persediaan barang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen
atau pelanggan, tanpa adanya persediaan barang maka perusahaan
berhadapan dengan kondisi dimana perusahaan tidak dapat memenuhi
permintaan dan kebutuhan konsumen atau pelanggan. Ketidakmampuan
perusahaan dalam memenuhi permintaan dan kebutuhan konsumen atau
pelanggan inilah yang akan mengakibatkan menurunnya laba perusahaan dan
berdampak pada ketidakefektifan dan efisienan operasi perusahaan. Oleh
karena itu, persediaan barang merupakan hal yang penting bagi perusahaan
yang bergerak di bidang dagang dan industri.
2.1.2.1 Definisi Persediaan
Pendapat Warren, reeve, Fess (2005:440) mendefinisikan
persediaan adalah “barang dagang yang disimpan untuk dijual dalam
operasi bisnis perusahaan , dan bahan yang digunakan dalam proses
produksi atau disimpan untuk tujuan itu”
Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan
(SAK, 2007 : 14) menyatakan sebagai berikut “Persediaan adalah aktiva
: Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal ; Dalam proses
perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau
pemberian jasa”.
Menurut Kasmir (2010 : 264) menyatakan bahwa “Persediaan
adalah sejumlah barang yang harus disediakan oleh perusahaan pada
suatu tempat tertentu. Artinya sejumlah barang yang disediakan
perusahaan guna memenuhi kebutuhan produksi atau penjualan barang
dagangan.”
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan
merupakan sejumlah barang baik itu yang disimpan untuk dijual ,
barang yang dalam proses produksi , atau bahan yang digunakan
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Fungsi persediaan
barang dagang pada perusahaan dagang berbeda dengan persediaan
barang pada perusahaan industri (manufaktur).
Sugiyarso dan Winarni (2005:38) menyatakan bahwa :
“Untuk perusahaan dagang persediaan barang dagangan dimasudkan
untuk memenuhi permintaan pembeli. Untuk perusahaan industri,
persediaan bahan baku dan barang dalam proses bertujuan untuk
memperlancar kegiatan produksi. Sementara itu persediaan barang jadi
dimaksudkan untuk memenuhi permintaan pasar”
Perbedaan persediaan barang dalam perusahaan dagang dengan
persediaan barang dalam perusahaan industri (manufaktur) adalah
adanya proses produksi lebih lanjut terhadap persediaan tersebut. Pada
proses produksi tersedia untuk memenuhi permintaan pelanggan,
perusahaan menyimpan persediaan sebelum dijual ke dalam gudang.
Sedangkan pada perusahaan industri (manufaktur) persediaan barang
dagangan melewati proses produksi untuk diolah lalu ditawarkan pada
pasar.
2.1.2.2 Persediaan Barang Jadi
Persediaan pada perusahaan dagang adalah barang yang
disimpan dalam gudang oleh perusahaan untuk dijual dan dibeli.
Persediaan pada perusahaan dagang tidak melalui proses produksi
sehingga tidak ada transformasi bentuk persediaan barang dagang.
Berbeda dengan perusahaan industri (manufaktur), persediaan
barang pada perusahaan industri (manufaktur) mengalami transformasi
bentuk akibat adanya proses produksi. Perusahaan industri (manufaktur)
kegiatannya mengolah bahan baku atau mentah menjadi barang jadi,
pada umumnya ada tiga jenis persediaan , yaitu :
1. Persediaan bahan mentah
2. Persediaan barang dalam proses
3. Persediaan barang jadi.
Menurut Zaki Baridwan (2004:150) menyatakan bahwa : “Jenis
persediaan yang ada dalam perusahaan manufaktur yaitu persediaan
bahan baku, bahan penolong, supplies pabrik, barang setengah jadi dan
Fokus dalam penelitian ini adalah persediaan barang jadi ,
definisi persediaan barang jadi menurut Sofjan Assauti (2008:240-242):
“ Persediaan barang jadi (finished goods stock), yaitu persediaan
barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan
siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain.”
Sedangkan menurut Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt dan
Terry D. Warfield (2002:445) mendefinisikan : “Persediaan barang jadi
adalah produk yamg telah selesai tetapi belum dijual pada akhir periode
fiskal, dilaporkan sebagai persediaan barang jadi”
C. Rollin Niswonger, Carl S. Warren, James M. Reeve dan Philip
E. Fees (2004:149) mendefinisikan persediaan barang jadi sebagai
berikut: “Persediaan barang jadi adalah persediaan produk akhir yang
siap untuk dijual , didistribusikan atau disimpan.”
Dari ketiga definisi persediaan barang jadi di atas dapat
disimpulkan bahwa persediaan barang jadi adalah persediaan produk
akhir yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap
untuk dijual kepada pelanggan atau konsumen, didistribusikan kepada
distributor atau disimpan dalam gudang.
2.1.2.3 Metode Pencatatan Persediaan
Persediaan merupakan bagian yang berpengaruh dalam
perusahaan tidak bisa berjalan tanpa adanya persediaan. Mengingat
penting dan fatalnya masalah persediaan, sangat diperlukan bagi setiap
perusahaan untuk menentukan metode pencatatan persediaan yang
cocok bagi persediaan perusahaan, karena dengan adanya metode
pencatatan persediaan , pihak manajemen perusahaan dapat lebih
mudah mengetahui jumlah persediaan maupun dalam nilai mata
uangnya.
Menurut Mas’ud Machfoed (1995:223) metode penilaian fisik
persediaan adalah
1. Metode Periodik (physical method)
2. Metode Kartu (perpetual method)
Sama halnya dengan Soemarso S.R. (2005:405) menyatakan bahwa
“Dalam membantu penyajian persediaan agar menjadi lebih teliti dan
relevan maka dikembangkan beberapa metode pencatatan persediaan
dalam membantu manajemen dalam mengelola perusahaan yaitu dua
metode pencatatan persediaan yang terdiri dari :
1. Metode pencatatan periodik (periodic method)
2. Metode pencatatan perpetual (perpetual method)”.
Penjelasan dari metode pencatatan persediaan di atas adalah :
a. Metode Pencatatan Periodik (periodic method)
Metode pencatatan ini disebut sistem periodik karena
perhitungan jumlah dan nilai persediaan hanya akan diketahui pada
transaksi pembelian maupun penjualann barang, akun persediaan tidak
dicatat baik itu didebit jika ada pembelian ataupun dikredit jika ada
penjualan. Persediaan merupakan salah satu komponen untuk
menghitung cost of good sold maka perhitungan jumlah persediaan dengan menggunakan stock opname disesuaikan dengan kelengkapan data atau catatan dan perhitungan barang. Dengan menggunakan cara
ini perhitungan persediaan yang dibebankan pada cost of good sold
memiliki kemungkinan overstatement¸ karena hanya membandingkan dan menghitung barang yang ada dikurangi dengan persediaan akhir.
Sehingga jika ada barang-barang yang rusak atau hilang,barang yang
kualitasnya berkurang dan hal ini tidak terungkap akan berdampak pada
laporan laba rugi sehingga kurang objektif dan informatif.
Perlakuan akuntansi untuk sistem pencatatan persediaan
periodik adalah :
a. Pembelian barang dagang dicatat sebagai akun pembelian diletakkan
disebelah debit.
b. Tidak ada pencatatan pada akun persediaan
c. Beban angkut pembeliaan dicatat sebagai akun beban angkut
pembelian dan ditempatkan disebelah debit.
d. Retur dan potongan pembelian dicatat pada sebelah kredit ke akun
e. Potongan tunai pembelian dicatat disebelah kredit ke akun potongan
tunai pembelian, dan akan mengurangi pembelian saat mencatat
rupiahnya di laporan laba-rugi komprehensif.
f. Beban pokok penjualan atau harga pokok penjualan (cost of good sold) dihitung pada akhir periode setelah dilakukannya perhitungan fisik dan penilaian persediaan akhir.
Jurnal umum untuk mencatat pembelian dan penjualan
[image:53.595.128.516.346.521.2]persediaan menggunakan metode pencatatan kartu (perpetual method) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Metode Pencatatan Kartu
Date Description Ref Debet Credit
1/1/2001 Pada saat pembelian :
Merchandise inventory Cash/ Account Payable
XX
XX
5/1/2001 Pada saat penjualan :
Cash / Account Receivable Sales
Cost of good sold
Merchandise inventory
XX
XX
XX
XX
Amount XX XX
Sumber : Soemarso S.R. (2002 : 407)
b. Metode Pencatatan Kartu (Perpetual Methode)
Pada metode pencatatan perpetual ini, setiap jenis persediaan
yang dimiliki perusahaan dicatat dalam kartu persediaan. Keluar
masuknya persediaan baik itu dalam jumlah maupun rupiah dicatat
dalam kartu persediaan ini , sehingga perusahaan bisa mengetahui nilai
persediaan setiap saat tanpa perlu menghitung jumlah barangnya
Metode pencatatan perpetual ini juga memiliki kelemahan,
kelemahannya adalah saat menentukan nilai dan jumlah barang, karena
pihak manajemen perusahaan bisa setiap saat mengetahui saldo
persediaan tanpa perlu menghitung fisik barang secara langsung, namun
dengan hanya menghitung jumlah dan nilai barang berdasarkan kartu
persediaan atau catatan yang ada menimbulkan adanya perbedaan
antara jumlah persediaan yang tercatat di kartu dengan jumlah
persediaan yang terseimpan di gudang, karena menimbang
kemungkinan persediaan yang rusak tanpa diketahui perusahaan. Lebih
tepat bagi perusahaan jika menggunakan metode periodik dan metode
perpetual, mencatat jumlah dan nilai dalam kartu persediaan tetapi tetap
menghitung jumlah persediaan barang yang ada agar lebih mengetahui
kualitas barang tersebut.
Perlakuan akuntansi dalam metode pencatatan perpetual ini
tidak disediakan akun pembelian dan akun lain yang berhubungan
dengan pembelian barang. Pembelian barang langsung dicatat dengan
nama akun persediaan barang dagang. Akun persediaan barang
dagangan digunakan untuk mencatat persediaan pada saat pembelian di
awal periode , penjualan yang dilakukan selama periode berjalan dan
persediaan yang ada di akhir periode. Harga pokok penjualan dicatat
setiap kali terjadi transaksi baik itu pembelian barang dagang ataupun
dibuat akun tersendiri dalam pencatatan pada metode perpetual ini,
yaitu harga pokok penjualan.
Jurnal umum untuk mencatat pembelian dan penjualan
persediaan menggunakan metode pencatatan periodik adalah sebagai
[image:55.595.125.518.232.389.2]berikut :
Tabel 2.2
Metode Pencatatan Periodik
Date Description Ref Debet Credit
1/1/2001 Pada saat pembelian :
Purchases
Cash/ Account Payable
XX
XX
5/1/2001 Pada saat penjualan :
Cash / Account Receivable Sales
XX
XX
Amount XX XX
Sumber : Soemarso S.R. (2002 : 407)
2.1.2.4 Metode Penilaian Persediaan
Menurut Zaki Baridwan (2004:158) menyatakan “untuk menilai
persediaan dapat digunakan berbagai cara yaitu :
1. Identifikasi khusus
2. Masuk pertama keluar pertama (MPKP/FIFO)
3. Rata-rata tertimbang
4. Masuk terakhir keluar pertama (MTKP/LIFO)
5. Persediaan besi/minimum
6. Biaya standar
7. Biaya rata-rata sederhana
9. Metode nilai penjualan relative
10. Metode biaya variabel”.
Penjelasan mengenai metode penilaian persediaan adalah
sebagai berikut :
1. Identifikasi Khusus
Metode identifikasi khusus ini didasarkan pada anggapan bahwa arus
barang sama dengan arus biaya. Karena itu perlunya pemisahan
tiap-tiap jenis barang berdasarkan harga pokoknya dan untuk masing-masing
kelompok dibuatkan kartu persediaan sendiri sehingga masing-masing
harga pokok barang-barang yang dijual dan sisa barang yang ada
merupakan persediaan akhir. Metode ini dapat digunakan dalam
perusahaan-perusahaan yang menggunakan prosedur pencatatan fisik
(Periodic Methode) maupun pencatatan kartu (Perpetual Methode). 2. LIFO (Last in first out)
Metode ini disebut Last in First out (LIFO) karena persediaan barang yang pertama kali keluarkan adalah persediaan barang yang terakhir
dibeli atau disimpan. Harga pokok persediaan pada metode LIFO (Last In First Out) ini akan dibebankan sesuai dengan urutan terjadinya. Apabila ada transaksi penjualan atau pemakaian barang-barang maka
harga pokok dibebankan adalah harga pokok yang paling terdahulu,
disusul yang masuk berikutnya. Persediaan akhir dikurangi harga pokok
terakhir.
Dalam metode ini barang-barang yang dipakai untuk produksi atau
dijual akan dibebani dengan harga pokok rata-rata. Perhitungan harga
pokok rata-rata dilakukan dengan cara membagi jumlah harga
perolehannya dengan kuantitinya.
4. FIFO (first in first out)
Dalam metode penilaian persediaan First In First Out (FIFO) ini , persediaan pertama yang dikeluarkan adalah persediaan barang yang
pertama kali dibeli atau masuk. Barang-barang yang dikeluarkan dari
gudang akan dibebani dengan harga pokok pembelian yang terakhir
disusul dengan masuk sebelumnya. Persediaan akhir dihargai dengan
harga pokok pembelian yang pertama dan berikutnya.
5. Persediaan Besi/Minimum
Dalam metode ini perusahaan memerlukan suatu jumlah persediaan
minimum untuk menjaga kelangsungan hidup usahanya. Persediaan
minimum ini dianggap sebagai elemen yang harus tetap, sehingga
dinilai dengan harga pokok yang tetap. Harga pokok untuk persediaan
minimum biasanya diambil dari pengalaman masa lalu yang nilai harga
pokoknya rendah. Pada akhir periode jumlah barang yang ada di
gudang dihitung. Jumlah persediaan ini kemudian dinilai dengan harga
pokok yang tetap, sedangkan selisih antara jumlah barang yang ada
dengan jumlah persediaan minimum dinilai dengan harga pada saat
tersebut.
Perusahaan manufaktur yang memakai sistem biaya standar, persediaan
barang perusahaan tersebut dinilai dengan biaya standar, yaitu
biaya-biaya yang sebenarnya terjadi. Biaya standar ini ditentukan diawal
sebelum proses produksi dimulai untuk bahan baku, upah langsung, dan
biaya produksi tidak langsung. Apabila terdapat perbedaan biaya-biaya
yang sesungguhnya terjadi dengan biaya standarnya,
perbedaan-perbedaan itu akan dicatat sebagai selisih. Karena persediaan ini dinilai
dengan biaya standar maka pemborosan-pemborosan dan hal-hal yang
tidak biasa tidak termasuk dalam