Lampiran 1
CURRICULUM VITAE
Nama : M Yusuf Adhira Putra
NIM : 120100256
Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 19 Mei 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Dr. Mansyur Baru I Dalam No.4 Medan, 20122 Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat Email : yusufadira@gmail.com Riwayat Pendidikan :
1. TK Siti Hajar Medan 1999 – 2000
2. SDIT Siti Hajar Medan 2000 – 2006
3. SMPN 7 Medan 2006 – 2009
4. SMA Swasta Harapan 1 Medan 2009 – 2012 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2012 – Sekarang
Riwayat Organisasi :
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
“Gambaran Faal Paru Pada Perokok Di Kalangan Mahasiswa Angkatan
2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015”
Assalamualaikum Wr. Wb.
Perkenalkan nama sayaM Yusuf Adhira Putra, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor induk mahasiswa 120100256. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Judul penelitian saya adalah Gambaran Faal Paru Pada Perokok Di Kalangan Mahasiswa Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015.
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faal paru pada perokok di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2014. Adapun manfaat dari penelitian ini bagi saudara adalah hasil penelitian dapat untuk mengetahui seberapa besar pengaruh merokok terhadap kapasitas vital paru dan dapat digunakan sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat sehat dengan mencegah, mengurangi atau bahkan menghentikan kebiasaan merokok.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesedian saudara, saya ucapkan terima kasih. Semoga partisipasi saudara dalam penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 2015 Peneliti
Lampiran 3
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
NIM :
Umur :
Alamat :
Dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian
tentang “Gambaran Faal Paru Pada Perokok Di Kalangan Mahasiswa Angkatan
2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015” dan
mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Demikianlah lembar pernyataan persetujuan setelah penjelasan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan dari siapapun.
Medan, 2015 Yang menyetujui
Lampiran 4
KUISIONER
1. Identitas Responden
Nama :
Fakultas :
Angkatan :
Jenis Kelamin : Tanggal Lahir :
Alamat :
No.Telp/HP : Berat Badan : Tinggi Badan :
2. Kebiasaan Merokok
1. Apakah Anda Merokok? Jawab: a) Ya
b) Tidak
2. Sudah berapa lama anda merokok? Jawab: ... tahun
3. Berapa banyak batang rokok yang anda hisap 1 hari? Jawab ... batang
Derajat berat merokok (Indeks Brinkman)
3. KecanduanNikotin (Fagerstroom)
1 Berapa banyak rokok yang anda hisap dalam satu hari?
1-10...(0)
11-20...(1)
21-30...(2)
31 atau lebih...(3)
2 Seberapa cepat anda menyalakan rokok pertama anda setelah anda terjaga? Dalam 5 menit...(3)
6 hingga 30 menit...(2)
31 hingga 60 menit...(1)
Setelah 60 menit...(0)
3 Rokok mana yang paling anda tidak relakan untuk dihentikan? Rokok pertama pada pagi hari...(1)
Lainnya...(0)
4 Rokok jenis apa yang anda gunakan? Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)...(1)
Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)...(2)
Kadar nikotin tinggi (1,3 mg atau lebih) ...(3)
5 Seberapa sering anda menghirup asap dari rokok anda? Tidak pernah...(0)
Kadang...(1)
Selalu...(2)
6 Apakah anda merokok lebih banyak dalam dua jam pertama hari anda daripada sisa hari anda? Tidak...(0)
Ya...(1)
7 Apakah anda kesulitan menahan rasa ingin merokok di tempat yang dilarang seperti bangunan umum, pesawat terbang atau di tempat kerja? Tidak...(0)
8 Apakah anda masih merokok ketika anda sakit berat sehingga anda harus berbaring dalam sebagian besar waktu anda?
Tidak...(0) Ya...(1) POIN TOTAL
4. Spirometri
KVP
Lampiran 6
OUTPUT SPSS
Statistics
Periode Merokok
N
Valid 24
Missing 0
Mean 3,54
Median 3,00
Mode 3
Std. Deviation 1,474
Variance 2,172
Skewness ,356
Std. Error of Skewness ,472
Kurtosis ,143
Std. Error of Kurtosis ,918
Minimum 1
Maximum 7
Periode Merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
1 2 8,3 8,3 8,3
2 3 12,5 12,5 20,8
3 8 33,3 33,3 54,2
4 5 20,8 20,8 75,0
5 4 16,7 16,7 91,7
6 1 4,2 4,2 95,8
7 1 4,2 4,2 100,0
Statistics
Banyak Batang Rokok Di Konsumsi per
Hari
N
Valid 24
Missing 0
Mean 15,63
Median 16,00
Mode 20
Std. Deviation 7,240
Variance 52,418
Skewness 1,463
Std. Error of Skewness ,472
Kurtosis 4,581
Std. Error of Kurtosis ,918
Minimum 3
Maximum 40
Banyak Batang Rokok Di Konsumsi per Hari
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
3 1 4,2 4,2 4,2
10 8 33,3 33,3 37,5
12 2 8,3 8,3 45,8
16 3 12,5 12,5 58,3
20 9 37,5 37,5 95,8
40 1 4,2 4,2 100,0
Statistics
Klasifikasi Perokok
N
Valid 24
Missing 0
Klasifikasi Perokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Perokok Ringan 23 95,8 95,8 95,8
Perokok Sedang 1 4,2 4,2 100,0
Total 24 100,0 100,0
Statistics
Jenis rokok yang digunakan
N
Valid 24
Missing 0
Jenis rokok yang digunakan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Kadar nikotin rendah (0.9
mg atau kurang) 6 25,0 25,0 25,0
Kadar nikotin sedang (1
hingga 1,2 mg) 17 70,8 70,8 95,8
Kadar nikotin tinggi (1,3 mg
atau lebih) 1 4,2 4,2 100,0
Statistics
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Std. Error of Skewness ,472
Kurtosis 3,797
Minimum 80
Maximum 108
Nilai FVC
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
80 1 4,2 4,2 4,2
81 4 16,7 16,7 20,8
82 2 8,3 8,3 29,2
83 3 12,5 12,5 41,7
84 2 8,3 8,3 50,0
85 1 4,2 4,2 54,2
86 2 8,3 8,3 62,5
87 1 4,2 4,2 66,7
88 2 8,3 8,3 75,0
89 1 4,2 4,2 79,2
91 1 4,2 4,2 83,3
92 1 4,2 4,2 87,5
95 1 4,2 4,2 91,7
99 1 4,2 4,2 95,8
108 1 4,2 4,2 100,0
Total 24 100,0 100,0
Klasifikasi FEV1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Cukup Baik 10 41,7 41,7 41,7
Baik 10 41,7 41,7 83,3
Sangat Baik 4 16,7 16,7 100,0
Statistics
Std. Error of Skewness ,472
Kurtosis 2,751
Std. Error of Kurtosis ,918
Minimum 87
Maximum 124
Nilai FEV1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
124 1 4,2 4,2 100,0
Total 24 100,0 100,0
Klasifikasi FEV1/FVC
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Std. Error of Skewness ,472
Kurtosis 16,845
Std. Error of Kurtosis ,918
Minimum 86
Maximum 123
a. Multiple modes exist. The smallest
value is shown
Nilai FEV1/FVC
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
123 1 4,2 4,2 100,0
Total 24 100,0 100,0
Crosstab
Count
Klasifikasi FVC
Total
80 -90 90 - 100 > 100
Klasifikasi Perokok Perokok Ringan 18 4 1 23
Perokok Sedang 1 0 0 1
Total 19 4 1 24
Crosstab
Count
Klasifikasi FEV1
Total
80 -90 90 - 100 > 100
Klasifikasi Perokok Perokok Ringan 9 10 4 23
Perokok Sedang 1 0 0 1
Total 10 10 4 24
Crosstab
Count
Klasifikasi FEV1/FVC
Total
80 -90 90 - 100 > 100
Klasifikasi Perokok Perokok Ringan 4 18 1 23
Perokok Sedang 0 1 0 1
Klasifikasi Perokok * Tingkat Ketergantungan Nikotin Crosstabulation
Count
Tingkat Ketergantungan Nikotin
Total Ketergantungan
rendah
Ketergantungan
sedang
Ketergantungan
tinggi
Klasifikasi Perokok Perokok Ringan 15 8 0 23
Perokok Sedang 0 0 1 1
Lampiran 7
DATA INDUK Inisial Umur Lama Banyak Indeks
brinkman
Klasifikasi Batang rokok Rokok pertama Rokok tidak dapat dihentikan
Jenis rokok Menghirup asap rokok
Lainnya Kadar nikotin tinggi (1,3 mg atau lebih)
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Kadang Tidak Tidak Tidak 4 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)
Selalu Tidak Tidak Tidak 4 Ketergantung an rendah
Selalu Tidak Tidak Tidak 6 Ketergantung an sedang
Kadang Tidak Tidak Tidak 5 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)
Kadang Tidak Tidak Tidak 2 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Selalu Tidak Tidak Tidak 5 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Kadang Tidak Tidak Tidak 4 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)
Kadang Tidak Tidak Tidak 2 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Selalu Tidak Tidak Tidak 5 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Selalu Tidak Tidak Tidak 9 Ketergantung an sedang
82 89 93
Ringan menit hingga 1,2 mg) an rendah
RJ 19 5 20 100 Perokok Ringan
11-20 Setelah 60 menit
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Kadang Tidak Tidak Tidak 3 Ketergantung an rendah
Tidak Tidak Tidak 5 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)
Kadang Tidak Tidak Tidak 2 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)
Tidak Pernah
Tidak Tidak Tidak 2 Ketergantung an rendah
Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)
Kadang Tidak Tidak Tidak 3 Ketergantung an rendah
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H., &Mukty A. (eds), 2005. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Ketiga. Surabaya: Airlangga University Press.p.15-56
Alsagaff, H., 1995. Kanker paru dan terapi paliatif. Surabaya: Airlangga University press.p.(1,93,129)
Anggraini, D.R., 2006. Anatomi dan Fungsi Sinus Paranasal. Medan: Repository USU. Available from: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3526/1/ 06001191.pdf
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Bandung (BBKPMB),2007. Sejarah Rokok.Bandung.Available from: http://www.bbkpm bandung.org /artikel.php?id=7
Blonshine, S., &Fink, J.B., 2000. Spirometry: Asthma and COPD Guidelines Creating Opportunities for RTs. AARC Times. p.43-7
Djojodibroto, D., 2009. Respirologi : Respiratory Medicine. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. p.127-128
Fawzani, N.,& Triratnawati, A., 2005. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat). Makara Kesehatan, 9(1). p.15-22
Francis, C., 2008. Perawatan respirasi.Edisi Pertama.Jakarta: Erlangga.p. 17
Ganong, W.F., 2010. Review of Medical Physiology,Ganong’s. 23rd edition. New York: The McGraw-Hill Companies.Inc. p. 785-809
Guyton, A.C., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th edition. Jakarta: EGC. p. 471-489
Jaya, M., 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. 1st ed. Yogyakarta: Riz’ma.p.15-45
Joshi, A.S., 2011. Pharynx Anatomy, George Washington University School of Medicine and Health Sciences . Available From: http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview#showall
Komasari, D. & Helmi, AF. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Pada Remaja, Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada, 2. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Press.
Mackay, J., & Eriksen, M., 2002. The tobacco atlas. Switzerland: Myriad. Available from: www.who.int/tobacco/media/en/title.pdf
Mayasari, R. A. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007. Medan: Repository USU. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6703/3/09E02236.pdf.txt
Mila, S.M., 2006. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan Masker Pada Tenaga Kerja Pengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT Ascent House Pecangaan Jepara. Semarang: Skripsi UNNES. Available from: www.skripsi.unnes.ac.id
Moore, K.L. & Arthur, F.D., 1999. Clinically Oriented Anatomy. 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 288-295
Nurlailah, N. 2010. Hubungan Antara Persepsi Tentang
Dampakmerokok Terhadap Kesehatan Dengan Tipe
Perilaku Merokok Mahasiswa. Jakarta: Repository UIN. Abailable from: http//repository.uinjkt.ac.id/dspace/.../93537-Neneng%20Nurlailah-FPS.pdf
Pino, P., 2013. Pengaruh Lama Waktu Kematian Terhadap Kemampuan Pergerakan Silia Bronkus Hewan Coba Post Mortem Yang Diperiksa Pada Suhu Kamar Dan Suhu Dingin. Yogyakarta : Undergraduate thesis, Faculty of Medicine Diponegoro University. Available from: http://eprints.undip.ac.id/44023/
Poerwadarminta, W.J.S., 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Available from:http://kbbi.web.id/
Prihatin, A. 2012. Kebiasaan Merokok Pada Mahasiswa. Yogyakarta: Lumbung Pustaka UNY. Available from: http://eprints.uny.ac.id/6443/
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Available from: http://www.ino.searo.who.int/LinkFiles/ Tobacco_Initiative_Bab_1-Rokok_dan_Prevalensi_Merokok.doc.doc
Rosita, R. Dkk. 2012. Penentu Keberhasilan Berhenti Merokok Pada Mahasiswa. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Kemas 8 (1). Available from:
http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/file_unduh/26/2252/2252-5777-2-PB.pdf
Rusmarjono, Hermani, B., 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam: Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th edition. Jakarta. p. 212-215, 217-218.
Sitepoe, M., 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Edisi pertama. Jakarta: Grasindo. p.13-34
Sitepoe, M., 1997. UsahaMencegah Bahaya Merokok. Edisi pertama. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. p. 15-20
Skurnik, Y., & Shoenfeld Y., 1998. Health Effects Of Cigarette Smoking. Clinic in dermatology; 16(5): 545-556
Soerojo, W., 2008. Konsumsi Rokok Masyarakat Miskin Tinggi. Jakarta : Koran Tempo 12 Juni 2008. Available from: http://www.ino.searo.who.int /LinkFiles/Tobacco_Initiative_Bab_1-Rokok_dan_Prevalensi_Merokok.doc
Sofyan, F., 2011. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Laring. Medan: Repository USU. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28894
Somantri, I., 2007. Asuhan Keperawatan pd Pasien dgn Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi pertama. Jakarta: Salemba medika. p. 5-9
Stranding, S., 2009. Gray’s Anatomy. 40th Edition. London: Churchill Livingstone. p. 18-19
Sukendro, S., 2007. Filosofi Rokok. Edisi pertama. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. p. 31-34, 80-85
Sukmaningsih, A.A., 2009. Penurunan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Spermatid Tubulus Seminiferus Testis Pada Mencit (Mus musculus) Yang Dipaparkan Asap Rokok. Jurnal Biologi; 13(2): 31-35
Susanto, A.S., et all., 2011. Berhenti Merokok. Edisi pertama. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. p. 7-20
Tortora, G.J., & Derrickson, B., 2006. Principles of Anatomy and Physiology:11th Edition. printed by Biological Sciences Textbooks, Inc. and Bryan
Derrickson. USA. p. 1077-1080
World Health Organisation (WHO), 2002. The Effect of Cigarette Smoking on Hindfoot Fusions. Available from: http://fai.sagepub.com/content/ 23/11/996.short
World Health Organisation (WHO), 2006. Indonesian Global Health Professional Survey (GHPS). Available from:http://www.ino.searo.who.int /LinkFiles/Tobacco_Initiative_Bab_1-rokok_dan_Prevalensi_Merokok.doc
World Health Organisation (WHO), 2008. Report on the Global Tobacco Epidemic. Available from: http://www.who.int/tobacco/mpower/mpowerr epotforwardsummary2008.pdf.
Wilson, M. L., &Price, A. S., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Volume 1. Jakarta: EGC. p. 852-861
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian Mahasiswa
Fakultas Kedokteran
USU Stambuk 2014
Yang Merokok
Kapasitas vital paksa (KVP) Volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1)
Kebiasaan merokok Periode merokok
Konsumsi batang rokok per
hari
Indeks brinkman
3.2 Definisi Operasional
VARIABEL DEFINISI CARA
UKUR
Wawancara Kuisioner Perokok atau tidak
Spirometri Spirometri Normal dan tidak
Spirometri Spirometri Normal dan tidak normal
Kebiasaan
Wawancaa Kuisioner Ya atau tidak
Wawancara Kuisioner 1-3 tahun: jangka
Wawancara Kuisioner Angka jumlah
Jenis rokok
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif cross sectional, dengan tujuan untuk mengetahui nilai faal paru pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) stambuk 2014yang memiliki kebiasaan merokok. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan dalam suatu waktu.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan mulai bulan Agustus sampai bulan Oktober tahun 2015.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran USU yang beralamat di Jl. Dr.Mansur No.5 Medan 20155, Indonesia.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran USU angkatan 2014 yang berjumlah 270 orang.
4.3.1 Populasi Target
Populasi target dari penelitian ini adalah Mahasiswa FK USU angkatan 2014 yang merokok.
4.3.2 Sampel Penelitian
4.3.2.1 Kriteria Inklusi
1. Mahasiswa yang terdaftar di FK USU angkatan 2014.
2. Memiliki kebiasaan merokok setiap hari selama 6 bulan dalam hidupnya. 3. Bersedia menandatangani surat perjanjian mengikuti penelitian..
4.3.2.2 Kriteria Eksklusi
1. Gagal dalam melakukan percobaan.
2. Memiliki riwayat penyakit asma, TB paru, efusipleura dan/atau penyakit paru lain.
3. Memiliki kelebihan berat badan.
4. Memiliki kelainan tulang belakang atau toraks.
4.3.3 Cara Sampling
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling.
4.4 Teknik Pengambilan Data
4.5 Pengolahan Dan Analisis Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampus Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) yang terletak di Jl. Dr. T. Mansyur No. 5 Medan. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno pada tanggal 20 November 1957. Fakultas Kedokteran merupakan fakultas tertua di USU dan memiliki beberapa ruang kelas, ruang laboratorium, ruang tutorial, dan beberapa ruang akademik serta administratif lainnya. Fakultas Kedokteran USU juga mempunyai fasilitas musholla, aula, perpustakaan, toko buku, dan beberapa kantin.
5.1.2 Karateristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki angkatan 2014Fakultas Kedokteran USU yang berjumlah 86 orang. Setelah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi didapati responden sebanyak 24 orang.
Tabel 5.1. Distribusi Jumlah Mahasiswa Perokok Angkatan 2014
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Perokok 24 27,9
Bukan perokok 62 72,1
Total 86 100
5.1.2.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Periode Merokok Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Periode Merokok
Periode Merokok (Tahun) Frekuensi Persentase (%)
1 2 8,3
2 3 12,5
3 8 33,3
4 5 20,8
5 4 16,7
6 1 4,2
7 1 4,2
Total 24 100,0
5.1.2.2.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Rokok per Hari
Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Rokok per Hari
Konsumsi Rokok (Batang) Frekuensi Persentase (%)
3 1 4,2
10 8 33,3
12 2 8,3
16 3 12,5
20 9 37,5
40 1 4,2
Total 24 100,0
Tabel diatas menunjukkan 9 responden (37,5%) mengkonsumsi 20 batang dan 8 responden (33,3%) mengkonsumsi 10 batang rokok setiap harinya. 3 responden (12,5%) mengkonsumsi 16 batang rokok setiap harinya dan sisa 4 responden merokok sebanyak 12 batang (8,3%), 3 batang (4,2%), dan 40 batang (4,2%) rokok setiap harinya. Setelah di rata-rata, responden mengkonsumsi sebanyak 16 batang rokok per hari yaitu setara dengan 1 bungkus rokok ukuran sedang.
5.1.2.3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Brinkman Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Brinkman
Klasifikasi Perokok Frekuensi Persentase (%)
Perokok Ringan 23 95,8
Perokok Sedang 1 4,2
Perokok Berat 0 0
Berdasarkan tabel diatas hampir semua responden merupakan perokok ringan berdasarkan indeks brinkman yaitu sebanyak 23 responden (95,8%) dan hanya 1 responden perokok sedang. Tidak ada responden yang di klasifikasikan sebagai perokok berat.
5.1.2.4.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Rokok Yang Di Konsumsi
Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Rokok Yang Di Konsumsi
Rokok Yang Di Konsumsi Frekuensi Persentase (%)
Kadar Nikotin Rendah (0,9 mg atau kurang)
6 25
Kadar Nikotin Sedang (1 hingga 1,2 mg)
17 70,8
Kadar Nikotin Tinggi (1,3 mg atau lebih)
1 4,2
Total 24 100,0
5.1.2.5.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kecanduan Nikotin (Fagerstorm)
Tabel 5.6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kecanduan Nikotin (Fagerstorm)
Tingkat Ketergantungan Frekuensi Persentase (%)
Ketergantungan Rendah 15 62,5
Ketergantungan Sedang 8 33,3
Ketergantungan Tinggi 1 4,2
Total 24 100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden masih berada di tingkat ketergantungan rendah yaitu sebanyak 15 responden (62,5%). 8 responden (33,3%) mempunyai tingkat ketergantungan sedang dan hanya ada 1 responden (4,2%) yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi.
5.1.2.6.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Faal Paru Tabel 5.7 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Faal Paru
FVC FEV1 FEV1/FVC
Nilai Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
< 80 0 0 0 0 0 0
80 - 90 19 79,2 10 41,7 4 16,7
90 - 100 4 16,7 10 41,7 19 79,2
>100 1 4,2 4 16,7 1 4,2
Total 24 100 24 100 24 100
nilai 80 - 90 yaitu sebanyak 19 responden (79,2%). Nilai FEV1 setelah di rata-rata mendapat hasil berada di nilai90 - 100. Sedangkan nilai FEV1/FVC mayoritas responden mendapat nilai 90 – 100 yaitu sebanyak 19 responden (79,2%).
5.1.2.7.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokok dan Nilai Faal Paru
Tabel 5.8Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokok dan Nilai Faal Paru
5.1.2.8.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokok danTingkat Ketergantungan Nikotin
Tabel 5.9Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokok dan Tingkat Ketergantungan Nikotin
Tingkat Ketergantungan Nikotin
Total Ketergantungan
rendah
Ketergantungan sedang
Ketergantungan tinggi
Perokok Ringan 15 8 0 23
Perokok Sedang 0 0 1 1
Total 15 8 1 24
Tabel diatas menyatakan bahwa seluruh responden dalam kelompok perokok ringan masih berada di tingkat ketergantungan nikotin ringan-sedang. Responden dengan kategori perokok sedang sudah memiliki tingkat ketergantungan nikotin tinggi. Hal ini menyatakan bahwa kategori perokok yang lebih berat berada di tingkat ketergantungan yang lebih berat juga.
5.2. Pembahasan
Apabila distribusi responden dinilai berdasarkan periode merokok, mayoritas responden sudah merokok selama 3 tahun yaitu sebanyak 8 responden(33,3%) dengan rata-rata periode merokok keseluruhan responden adalah 3,54 tahun. Hal ini mengungkapkan bahwa sebagian besar responden memulai kebiasaan merokok pada saat menduduki bangku SMA. Hasil ini sesuai dengan survey yang dilakukan RISKESDAS (2010) tentang umur mulai merokok terbanyak adalah 15-19 tahun yaitu 33,1%. Periode merokok terkecil responden adalah 1 tahun yaitu sebanyak 2 orang atau 8,3%, angka tersebut menyatakan bahwa responden tersebut mulai merokok pada saat masuk kuliah. Periode merokok terlama yang tercatat pada penelitian ini adalah 7 tahun yaitu satu responden (4,2%). Kebiasaan merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan dari faktor lingkungan. Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erickson (Komasari & Helmi, 2000) berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya, perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasidari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis.
responden yang mengkonsumsi rokok setiap harinya lebih dari 16 batang yang berarti bahwa responden harus membeli lebih dari 1 bungkus rokok setiap harinya.
Dalam penelitian ini, daripada 24 responden yang diteliti, 23 responden atau 95,8% merupakan perokok ringan, hanya 1 responden (4,2%) yang diklasifikasikan sebagai perokok sedang dan tidak ada responden yang diklasifikasikan sebagai perokok berat. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Mayasari (2009) yang dilakukan terhadap perokok remaja Kota Medan di tahun 2007 dan mendapatkan hasil bahwa 89,43% perokok remaja di kategorikan perokok ringan. Kedua penelitian ini menggunakan klasifikasi perokok yang sama yaitu indeks brinkman. Perhitungan klasifikasi perokokindeks brinkman didapat dengan cara melihatperkalian antara lama periode merokok dan jumlah batang rokok yang dikonsumsi setiap harinya, dikatakan ringan jika hasilnya <200, sedang 200-600 dan berat jika >600.
Jika dilihat dari jenis rokok yang dikonsumsi oleh responden, sebagian besar responden mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg) yaitu sebanyak 17 responden (70,8%) dan kadar nikotin rendah (0,9 mg atau kurang) sebanyak 6 responden (25%). Hanya ada 1 responden (4,2%) yang mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Mayasari (2009) yang menyatakan jenis rokok yang dihisap sebagian besar remaja adalah rokok putih atau rokok dengan kadar nikotin sedang (70,73%). Semakin tinggi kadar nikotin berarti semakin mudah membuat seseorang kecanduan karena nikotin memegang peranan penting dalam ketagihan nikotin (Sitepoe, 2000).
penelitian yang dilakukan oleh Sultan (2014) yang menyatakan bahwa ketergantungan nikotin pada perokok remaja masih berada di tingkat ketergantungan rendah (60%).Menurut Rosita (2012) nikotin mampu menimbulkan perasaan menyenangkan yang membuat perokok ketagihan ingin merokok lebih banyak dan akan menambah jumlah batang rokok yang dihisap per harinya. Bisa dikatakan bahwa perokok yang awalnya baru coba-coba nantinya akan menjadi perokok berat yang semakin sulit untuk meninggalkan rokok. Sehingga semakin ketergantungan seseorang maka semakin sulit orang tersebut untuk berhenti.
utama (mainstream smoke) terdeposit pada paru yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan fungsi parenkim paru.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa perokok Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Angkatan 2014 didapati bahwa faal paru seluruh responden masih dalam batas normal.
6.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang dijalani oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan peneliti adalah:
1. Kepada Mahasiswa/Responden
a. Walaupun faal paru masih dalam batas normal tetapi bahaya rokok bukan hanya terhadap paru, tetapi juga terhadap organ lain. Maka sebaiknya berhentilah merokok.
b. Penyakit akibat rokok biasanya bersifat kronik, jadi belum ada efeknya terhadap perokok ringan-sedang. Akantetapi, jika kebiasaan merokok dilanjutkan terus maka kemungkinan besar penyakit akibat rokok akan muncul.
c. Sebagai calon dokter masa depan, sebaiknya kita menjadi contoh bagi masyarakat dan mencanangkan hidup sehat yang dimulai dari hidup bebas asap rokok.
2. Kepada Institusi
a. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur agar membuat atau merevisi ulang kebijakan kampus bebas rokok
3. Kepada Pemerintah
a. Diharapkan lebih sering membuat program penyuluhan tentang bahaya merokok dan membuat program untuk berhenti merokok bagi masyarakat.
b. Mengkaji ulang tentang peraturan merokok di tempat umum. 4. Kepada Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi. b. Penelitian selanjutnya dapat meneliti dengan variabel yang lebih
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Sistem
pernafasan terdiri atas paru, saluran napas dan sistem saraf yang mengatur otot pernafasan dan dinding dada (Sherwood, 2007).
2.1.1 Anatomi Sistem Pernapasan
2.1.1.1 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:
a. Lubang hidung (cavum nasalis)
pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara (Somantri, 2007).
Gambar 2.1. Anatomi hidung dan sinus Sumber : www.ghorayeb.com
b. Sinus paranasalis
c. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior kolum vertebra (Joshi A, 2011).
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring) (Joshi A, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot (Rusmarjono, 2007).
d. Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan (Sofyan, 2011).
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai jalan respirasi yaitu pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka,sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk (Sofyan, 2011).
Gambar 2.2. Laring
Sumber: www.dtc.pima.edu/~biology
2.1.1.2 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas: a. Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebre torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C (Somantri, 2007).
b. Bronkhus dan Bronkhiolus
Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua trakeapada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupadengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama (Pino, 2013)
lobus bawah. Sedangkan bronkus kiri memiliki ukuran lebih panjang, diameterlumennya lebih sempit dibandingkan bronkus kanan dan melintas di bawah arteripulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas
dan bawah (Moore, 1999).
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkuslobaris, kernudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus lobaris ini bercabang terusmenjadi bronkus yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya yang disebutbronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru, dan bercabang-cabangmenjadi 5-7 bronkiolus terminalis (Moore, 1999).
2.1.1.3 Saluran Pernapasan Terminal Saluran pernapasan terminal terdiri atas: a. Alveoli
Parenkim paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolimerupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorus sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan
CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri ats bronkhiolus respiratorius,
duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan aveoli
(Somantri, 2007).
Sumber: www.mercksource.com/pp/us/cns
b. Paru-paru
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru
sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan obus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan
lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri
yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula
pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior
paru kiri terdapat fissura obliqua (Stranding, 2009).
Gambar 2.4. Paru-paru Sumber: medicalterms.info
c. Dada, Diafragma, dan Pleura
(costae). Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal(Somantri, 2007).
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru. Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru. Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura (Sherwood, 2007).
Gambar 2.5. Pleura Sumber: classconnection.com
d. Sirkulasi Pulmoner
paru-paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkhus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis. Arteri pulmonallis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah vena ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus dan darah (Somantri, 2007).
2.1.2 Fisiologi Pernapasan
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti bernapas lagi. Mempunyai peran atau fungsi menyediakan O2 serta mengeluarkan gas CO2
dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang
vital bagi kehidupan. O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di
pasok terus menerus O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di pasok
terus menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus segera
dikeluarkan dari tubuh. Bila tertumpuk didalam darah akan menurunkan pH sehingga menimbulkan keadaan asidosis yang dapat menganggu faal badan bahkan menyebabkan kematian (Ganong, 2010).
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu: 1) Ventilasi, yaitu pergerakan udara kedalam dan keluar paru; 2) Distribusi, yaitu udara yang telah memasuki saluran napas diantar keseluruh paru, kemudian masuk kedalam alveolus; 3) Perfusi, yaitu sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru; 4) Difusi gas O2 dan CO2, yaitu perpindahan molekul oksigen dari rongga alveolus,
melewati membrane kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, dan selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dimana akhirnya masuk ke interior sel darah merah hingga berikatan dengan hemoglobin (Alsagaf, 1995).
(PaO2 dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan
ketika jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat (Djojodibroto, 2009).
Tekanan parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO2 sekitar 96
mmHg dan PaCO2 sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial ini diupayakan
dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang berbeda-beda, yaitu saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban kerja (exercise), 2000-3000 mL/menit (Djojodibroto, 2009).
Proses pertukaran gas memerlukan 4 proses yang mempunyai ketergantungan satu sama lain yaitu: 1) Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi; 2) Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliran darah; 3) Proses yang berkaitan dengan difusi O2 dan CO2; 4) Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan (Djojodibroto,
2009).
2.1.3 Uji faal paru 2.1.3.1 KVP dan VEP1
Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya (Alsagaff, 2005).
Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran
darah. Fungsi paru disebut normal apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2
kurang dari 50mmHg dan disebut gagal napas apabila PaCO2 kurang dari
PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung
normal (Alsagaff, 2005).
Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff, 2005).
Fungsi paru dapat diukur dengan menggunakan spirometri. Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal paru, di mana pasien diminta untuk meniup sekuatkuatnya melalui suatu alat yang dihubungkan dengan mesin spirometer yang secara otomatis akan menghitung kekuatan, kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan, sehingga dengan demikian dapat diketahui kondisi faal paru seseorang (Sherwood, 2007)
Kapasitas Vital Paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC), yaitu jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal. Pada gangguan obstruksi nilai KVP selalu lebih kecil dari nilai kapasitas vital karena ada udara terperangkap atau air trapping di dalam paru. Nilai air trapping pada keadaan normal kurang dari 6% (Guyton, 2008).
Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) atau Forced Expiratory
Volume in one second (FEV1), yaitu volume udara ekspirasi detik pertama pada pengukuran KVP. Nilai pada individu normal adalah 80% dari nilai VEP1
prediksi. Perbandingan VEP1 dan KVP merupakan suatu parameter tersering
2.1.3.2 Spirometri
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi
paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, 2005).
2.2 Rokok
2.2.1 Defenisi Rokok
Rokok adalah gulungan tembakau yang disalut dengan daun nipah (Poerwadarminta, 2002). Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Fawzani, 2005). Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat tetapi kebiasaan merokok sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk (Mulyawati, 2004). Sementara, alasan utama merokok adalah cara untuk bisa diterima secara sosial, melihat orang tuanya merokok, menghilangkan rasa jenuh, ketagihan dan untuk menghilangkan stress (Fawzani, 2005).
2.2.2 Sejarah Rokok
Awal mula perkenalan dunia pada tembakau dan kebiasaan merokok tak bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua Amerika oleh para pelaut Spanyol di bawah pimpinan Christopher Colombus, melihat bangsa Indian mempergunakan daun kering dengan berbagai cara, salah satu diantaranya dengan membakarnya sebagai rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka, menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan (Sukendro, 2007).
Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya menjadi penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, merokok juga berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di rongga mulut karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak akibat dari merokok (Sitepoe, 1997).
2.2.3 Kandungan rokok
Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih dari 4000 bahan kimia beracun yang berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Dengan ini, setiap isapan itu menyerupai satu isapan maut. Racun yang paling utama adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Di antara kandungan asap rokok termasuklah aceton (bahan pembuat cat), naftalene (bahan kapur barus), arsen, tar (bahan karsinogen penyebab kanker), methanol (bahan bakar roket), vinyl chloride (bahan plastik PVC), phenol butane (bahan bakar korek api), potassium nitrate (bahan baku pembuatan bom dan pupuk), polonium-201 (bahan radioaktif), ammonia (bahan pencuci lantai), dan sebagainya (Jaya, 2009).
Berikut merupakan penjelasan lebih jelas untuk beberapa jenis bahan yang terkandung dalam rokok antara lain:
1. Nikotin
2. Tar
Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Eugenol atau minyak cengkeh juga diklasifikasikan sebagai tar. Di dalam tar, dijumpai zat-zat karsinogen seperti polisiklik hidrokarbon aromatis, yang dapat menyebabkan terjadinya kanker paru-paru. Selain itu, dijumpai juga N nitrosamine di dalam rokok yang berpotensi besar sebagai zat karsinogenik terhadap jaringan paru-paru (Sitepoe, 2000). Tar juga dapat merangsang jalan nafas, dan tertimbun di saluran nafas, yang akhirnya menyebabkan batuk-batuk, sesak nafas, kanker jalan nafas, lidah atau bibir (Jaya, 2009).
3. Karbon Monoksida
Gas ini bersifat toksik dan dapat menggeser gas oksigen dari transport hemoglobin. Dalam rokok, terdapat 2-6% gas karbon monoksida pada saat merokok, sedangkan gas karbon monoksida yang diisap perokok paling rendah 400 ppm (part per million) sudah dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Seiring berjalannya waktu, terjadinya polisitemia yang akan mempengaruhi saraf pusat (Sitepoe, 2000). 4. Timah Hitam
Gambar 2.6.Zat berbahaya pada rokok Sumber: pptm.depkes.go.id
2.2.4 Jenis Rokok
Bahan baku rokok hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan pemerintah. Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih. Rokok filter adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Sitepoe, 2000).
Berikut merupakan penjelasan lebih jelas untuk beberapa jenis rokok yaitu:
1. Cigaret
cigaret mengandung 60 jenis zat karsinogen yang berbeda, zat polutan yang meningkatkan resiko kanker. Dalam jumlah besar juga ditambahkan zat adiktif, zat ini juga untuk sebagai penambah rasa.
2. Cigar (kretek)
Cigar adalah jenis rokok yang berbentuk silinder. Tersedia dalam banyak bentuk dan jenis, kebanyakan juga disebut corona. Rokok ini pertama sekali dari Caribia seperti Republik Dominica, Jamaika, dan Cuba.
3. Pipa
Rokok pipa terdiri dari ruang kecil (seperti mangkuk) untuk pembakaran zat yang diisap dengan sebuah gagang yang tipis yang berakhir dibagian tempat untuk mulut menghisap. Pipa-pipa ini terbuat dari berbagai material (beberapa tidak dikenal): Briar, Corncob, Meerschaum, tanah liat, kayu, kaca, labu manis dan bambu, dan berbagai material lainnya seperti logam.
4. Hookah (Sheesha)
Hookah (Sheesa) merupakan jenis pipa air tradisional dari timur tengah dan asia selatan, pipa ini memakai filtrasi air dan pemanasan tidak langsung. Hookah kadang diisi dengan hashih atau opium. Mitos yang populer merokok ini adalah untuk keselamatan. Meskipun air tidak efektif untuk menghilangkan zat beracun, seperti hydrocarbon carcinogen yang tidak larut dalam air. Suatu penelitian menunjukkan CO lebih tinggi pada Hookah dibandingkan rokok cigaret.
2.2.5 Prevalensi Perokok
menetapkan tanggal 31 Mei 1988 sebagai hari tanpa tembakau sedunia dan untuk seterusnya diperingati setiap tahun ditanggal 31 Mei. Menurut Soamole pada tahun 2004, setiap tahun ada empat juta orang yang meninggal akibat kebiasaan merokok. Dikhawatirkan, apabila penanganan yang tidak memadai maka di tahun 2030 diperkirakan proporsi perokok sebesar 1,6 miliar perokok, diantaranya sekitar 770 juta anak yang menjadi perokok pasif dan 85% terdapat di negara berkembang. Diperkirakan juga proporsi kematian akibat merokok sebesar 10 juta kematian yang mana 70% di antaranya terjadi di negara berkembang.
Berdasarkan total batang rokok yang dikonsumsi per tahunnya,pada tahun 2002 Indonesia mengkonsumsi 182 milyar batang rokok, menduduki peringkat ke 5 konsumsi rokok terbesar setelah China (1.697 milyar batang), Amerika Serikat (464 milyar batang), Rusia (375 milyar batang) dan Jepang (299 milyar batang). Tobacco Atlas 2009 menunjukkan bahwa peringkat Indonesia pada tahun 2007 tetap pada posisinya yaitu peringkat ke 5 (Mackay, 2009).
Selama kurun waktu 1970-2000, konsumsi rokok di Indonesia meningkat 7 kali lipat dari sekitar 33 milyar menjadi 217 milyar batang. Selanjutnya, dari tahun 2000 hingga tahun 2002 terjadi penurunan konsumsi rokok karena terjadi peningkatan harga riil rokok pada tahun 1998. Akan tetapi penurunan tersebut sebenarnya semu karena Departemen Keuangan mendeteksi adanya rokok ilegal dan pemalsuan cukai. Dengan adanya penurunan konsumsi rokok tersebut maka Departemen Keuangan membekukan peningkatan cukai tahunan selama tahun 2003-2004 yang bertujuan untuk “menyehatkan industri”. Dampak dari kebijakan pembekuan ini, pada data tahun 2008 menunjukkan konsumsi rokok sebesar 240 milyar batang, meningkat tajam setelah tahun 2005 sebesar 214 milyar batang (Soerojo, 2009).
Berdasarkan jumlah perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008).
Berdasarkan kelompok umur, hasil temuan 2007 menunjukkan prevalensi perokok meningkat dengan bertambahnya umur, sampai kelompok umur 55-59 tahun, kemudian menurun pada kelompok umur berikutnya. Peningkatan pada kelompok umur 15-19 tahun, dari 7,1% (1995) menjadi 19,9% (2007) atau naik 180% selama tahun 1995 – 2007. Prevalensi merokok meningkat dari tahun ke tahun berdasarkan kelompok umur. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok umur yang paling muda yaitu 10-14 tahun dari 0,3% menjadi 2,0% atau meningkat hampir 7 kali lipat selama 12 tahun terakhir (RIKESDAS, 2007).
Pada tahun 2007, prevalensi merokok remaja umur 15-19 tahun adalah 18,8%. Pada laki-laki 37,3% dan remaja perempuan 1,6%. Prevalensi merokok remaja umur 15-19 tahun meningkat terus pada laki-laki sejak tahun 1995 sampai tahun 2007. prevalensi perokok meningkat pada laki-laki kelompok umur 15-19 tahun meningkat sebesar hampir 3 kali lipat dan pada perempuan meningkat 5 kali lipat (RIKESDAS, 2007).
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa prevalensi remaja perokok di Jakarta tahun 2001 adalah 20,4% (laki-laki 36,7%; perempuan 4.4%), dan tahun 2004 sebesar 16,6% (laki-laki 28,4%; perempuan 3,0%). GYTS tahun 2006 yang digunakan sebagai angka nasional adalah sebesar 12,6% (laki-laki 24,5%; perempuan 2,3%). Tiga dari sepuluh pelajar (30,9%) ditemukan merokok pertama kali sebelum mereka mencapai usia 10 tahun. Di antara pelajar yang merokok, sebesar 3,2 % telah kecanduan dengan indikator hal pertama yang diinginkan pada pagi hari adalah rokok. GYTS nasional Indonesia 2006 juga memperlihatkan bahwa lebih dari 14,4% pelajar menyatakan pernah mendapat
tawaran rokok “gratis” dari industri rokok, yaitu 21,6% laki-laki dan 7,4% perempuan (WHO, 2006).
2006 mendapatkan prevalensi merokok mahasiswa kedokteran adalah 9,3%, laki-laki 21,1% dan perempuan 2,3%. Sepertiganya (33%) sudah merasa ingin merokok kurang dari 30 menit setelah bangun tidur di pagi hari, pada perempuan 39,4%, lebih tinggi dari laki-laki sebesar 31,9%. Ini menunjukkan tingkat kecanduan merokok yang tinggi (WHO, 2006).
2.2.6 Efek Rokok Terhadap Tubuh
Secara keseluruhan, tubuh manusia mempunyai 11 jenis sistem, dan semuanya terintegrasi dalam menjalankan fungsi tubuh, sehingga tubuh mampu beraktivitas secara optimal antara lain adalah sistem integumentari, sistem skeletal, sistem otot, sistem saraf, sistem endokrin, sistem limfatik dan imunitas, sistem kardiovaskular, sistem respiratori, sistem gastrointestinal, sistem reproduksi, dan sistem genitourinaria (Tortora dan Derrickson, 2006). Rokok dapat mempengaruhi beberapa sistem tubuh tersebut.
Efek Rokok Pada Sistem Respiratori
Efek Rokok Pada Sistem Kardiovaskuler
Dalam sistem kardiovaskular, merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah jantung. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga mempunyai akibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer.Asap yang dihembus oleh para perokok dapat dibagikan atas asap utama dan asap samping. Asap utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain, atau perokok pasif (Tandra, 2003).
Telah ditemukan hampir 4000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik, di mana bahan racun ini lebih banyak terdapat pada asap samping. Misalnya, karbon monoksida ditemukan 5 kali lipat lebih banyak pada asap samping berbanding asap utama. Begitu juga dengan benzopiren, dengan 3 kali lipat, dan amoniak dengan 50 kali lipat. Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang setelah rokok berhenti (Jaya, 2009).
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen otot jantung. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin turut mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah (Tandra, 2003).
darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah (Tandra, 2003).
Efek Rokok Pada Sistem Limfatik dan Imunitas
Rokok juga dapat mengakibatkan melemahnya sistem imun. Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok. Terjadinya perubahan dalam rongga mulut adalah disebabkan oleh mulut merupakan tempat awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran rokok. Temperatur rokok pada bibir adalah 30°C, sedangkan ujung rokok yang terbakar bersuhu 900°C. Asap panas yang berhembus secara terus-menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran saliva. Akibatnya, rongga mulut menjadi kering dan hal ini mewujudkan suasana anaerob sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri anaerob dalam plak. Secara automatik, perokok berisiko lebih besar untuk mendapat infeksi bakteri penyebab penyakit jaringan pendukung gigi berbanding mereka yang bukan perokok (Sitepoe, 2000).
Pada perokok, terdapat penurunan zat kekebalan tubuh yang terdapat di dalam saliva yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan akhirnya menyebabkan gangguan fungsi-fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel pertahanan tubuh tidak dapatmendekati dan memfagosit bakteri-bakteri yang menyerang tubuh sehingga sel pertahanan tubuh tidak peka lagi terhadap perubahan di sekitarnya maupun terhadap infeksi (Sitepoe, 2000).
Efek Rokok Pada Sistem Gastrointestinal
adekuat, dan akhirnya meningkatkan kecenderungan timbulnya penyakit gusi (Sitepoe, 2000).
Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu penyakit gusi yang paling sering terjadi yang disebabkan oleh plak bakteri dan sebarang faktor lain yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak. Dari beberapa penelitian, plak dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok berbanding yang bukan perokok. Rokok juga melemahkan katup esofagus distal maupun proksimal, sehingga mengakibatkan regurgitasi asam lambung ke esofagus. Hal ini akhirnya memicu terjadinya erosi yang disebabkan oleh asam lambung pada esofagus (Sitepoe, 2000).
Di dalam perut dan usus, terjadi keseimbangan antara pengeluaran asam yang dapat mengganggu lambung dengan daya perlindungan. Tembakau meningkatkan asam lambung sehingga terjadilah tukak lambung dan usus. Perokok menderita gangguan dua kali lebih tinggi dari bukan perokok (Gondodiputro, 2007).
Efek Rokok Pada Sistem Saraf Pusat
menimbulkan rangsangan senang sekaligus mencari tembakau lagi. Efek dari tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya rangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor (Gondodiputro, 2007).
Efek Rokok Pada Sistem Reproduksi
Merokok akan mengurangi terjadinya konsepsi, fertilitas pria ataupun wanita yang merokok akan mengalami penurunan, nafsu seksual juga mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita perokok akan mengalami menopause lebih cepat berbanding wanita yang bukan perokok (Sitepoe, 2000).
Pada wanita hamil yang merokok, anak yang dikandung akan mengalami penurunan berat badan, bayi lahir prematur, karena bayi juga akan turut merokok secara tidak langsung. Merokok pada wanita hamil juga berisiko tinggi mengalami keguguran, kematian janin, kematian bayi sesudah lahir, dan kematian mendadak pada bayi. Kesehatan fisik maupun intelektual anak-anak yang akan bertumbuh kembang itu juga turut terganggu (Sitepoe, 2000).
Asap rokok menyebabkan terganggunya spermatogenesis dalam tubulus seminiferus. FSH, tesosteron dan LH adalah hormon yang berperan penting dalam spermatogenesis. Yardimci (1997) dan Yamamoto (1999) menyatakan bahwa asap rokok menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon testosteron. Nikotin mempengaruhi kerja sistem saraf pusat dengan cara menghambat kerja GnRH sehingga pembentukan FSH dan LH terhambat. Dengan terhambatnya pembentukan FSH dan LH, maka spermatogenesis berjalan tidak normal (Sukmaningsih, 2009).
ereksi ini merupakan peringatan awal bahwa tembakau telah merusak area lain dari tubuh (Gondodiputro, 2007).
Efek Merokok Pada Sistem Integumentari
Rokok mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat, dan mengeriput terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang dijumpai di dalam rokok yang mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah tepi dan di daerah terbuka, misalnya pada wajah. Bagi individu yang berkulit putih, kulit menjadi coklat, mengeriput terutama di daerah pipi dengan adanya penebalan di antara bagian yang mengeriput; disebut kulit perokok (Sitepoe, 2000).
Efek Terhadap Otak dan Daya Ingat
Akibat proses aterosklerosis yaitu penyempitan dan penyumbatan aliran darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen. Kelainan tersebut dibagi menjadi 4 bentuk :
•Tingkat I : penyempitan kurang dari 75% tanpa disertai keluhan.
•Tingkat II : defisit neurologis sementara.
•Tingkat III : defisit neurologist yang menghilang disekitar 3 hari atau frekuensinya meningkat.
•Tingkat IV : terjadi infark otak yang lengkap dan menyebabkan defisit neurologis yang menetap.
Efek Rokok Terhadap Mata
Rokok merupakan penyebab penyakit katarak nuklir, yang terjadi di bagian tengah lensa. Meskipun mekanisme penyebab tidak diketahui, banyak logam dan bahan kimia lainnya yang terdapat dalam asap rokok dapat merusak protein lensa. Merokok juga dikatakan dapat meningkatkan risiko terjadinya posterior subcapsular opacity. Namun demikian, beberapa penelitian masih dilakukan bagi membuktikan kebenaran teori ini (Winstanley, 2008).
Efek Rokok Pada Sistem Skeletal
Banyak bukti menunjukkan bahwa merokok dapat menurunkan densitas tulang, dan menyebabkan fraktur tulang panggul pada wanita yang sudah mati haid. Terdapat mekanisme yang terlibat dalam proses ini. Zat nikotin dan zat kadmium yang terdapat dalam asap rokok mempunyai efek langsung pada sel-sel tulang. Densitas tulang pada perokok juga dipercayai berkurang akibat rendahnya absorpsi kalsium dan vitamin D, serta terdapat perubahan metabolisme dari beberapa hormon tubuh, terutamanya estrogen, yang terlibat secara tidak langsung dalam pembentukan tulang (Winstanley, 2008).
Efek Rokok Pada Darah, Tungkai, Tangan, dan Sistem Genitourinaria
Pada darah, rokok mengakibatkan leukemia. Rokok juga menyebabkan kelainan vaskular perifer, yang memicu terjadinya gangren pada tungkai dan tangan. Pada tangan perokok itu, kelihatan bekas kehitaman yang diakibatkan tar, sejenis zat karsinogenik pada rokok. Pada sistem genitourinaria, rokok paling sering mengakibatkan kanker kandung kemih dan kanker ginjal (WHO, 2002).
2.2.7 Efek Rokok Terhadap Faal Paru
Secara umum, patofisiologi kelainan paru akibat merokok terdapat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Kelainan paru akibat rokok Jenis Kelainan
1. Gangguan pada saluran napas a. Kehilangan silia
b. Hiperplasia kelenjar mucus c. Peningkatan jumlah sel goblet
d. Perubahan epitel pseudostratifiedciliated menjadi metaplasia skuamosa, sel karsinoma in situ, dan karsinoma bronkogenik invasif
e. Gangguan pada saluran napas perifer f. Inflamasi dan atrofi
g. Metalapsia sel goblet h. Mucusplugging i. Hipertropi otot polos j. Fibrosis peribronkial 2. Gangguan pada alveoli dan kapiler
a. Kerusakan pada alveoli peribronkial b. Pengurangan jumlah arteri kecil
c. Abnormalitas pada bronchoalveolar lavage fluid d. Peningkatan jumlah IgA dan IgG
e. Peningkatan aktivasi makrofag dan neutrophil 3. Gangguan pada sistem imunitas
a. Peningkatan jumlah leukosit pada sistem perifer b. Peningkatan jumlah eosinofil pada sistem perifer c. Peningkatan jumlah IgE serum
d. Penurunan uji alergi pada kulit (lower allergy skin test reactivity) e. Penurunan respon sistem imun terhadap antigen terinhalasi