• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Peraturan Daerah (Qanun) Aceh No. 7 Tahun 2014 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus di PT. AICA Mugi Indonesia, Langsa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Peraturan Daerah (Qanun) Aceh No. 7 Tahun 2014 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus di PT. AICA Mugi Indonesia, Langsa)"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agusmidah. Dilematika Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Hukum. Jakarta : Sofmedia, 2011.

Asikin, Zainal dan Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.

Budiono, Abdul Rahman. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1995.

Djumala, Darmansjah. Soft Power Untuk Aceh Resolusi Konflik dan Politik Desentralisasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2013. Fuadi, Zakat Dalam Sistem Hukum Pemerintahan Aceh. Yogyakarta : Deepublish,

2016.

Hasjmy, Ali. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta : Penerbit Beuna, 1983. Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Depok:

Rajagrafindo Persada, 2012.

Indrati, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukanya. Yogyakarta : Kanisius, 2007.

Jamuda, Affan. Tueng Pusaka Acheh. Banda Aceh : Angkasa Muda. 2003.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Khakim, Abdul. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2014.

---, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Antara Peraturan dan Pelaksanaan). Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010.

Kosidin, Koko. Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan. Bandung : Mandar Maju, 1999.

(26)

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana, 2008.

Nasution, Bahder Johan. Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja. Bandung : Mandar Maju, 2004.

Naurina, Vita. Analisis Data. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2010. Print, Darwan. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : Citra

Aditya Bakti, 1994.

Samad, Yunus. Hubungan Industrial Di Indonesia. Jakarta : Bina Sumberdaya Manusia,1995.

Sedjun, Manulang H. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta Rineka Cipta, 1995.

Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan, 1992.

Uwiyo, Aloysius. Asas-Asas Hukum Perburuhan. Jakarta: Grafindo Persada, 2014.

Wijayanti, Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : Hidakarya, 1989.

B. Peraturan Perundang—Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1993 Tentang Jamsostek.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Serikat Pekerja.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

(27)

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1980 Tentang Wajib Lapor Lowongan Kerja.

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Kep.102/Men/Vi/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 40 Tahun 2012 Tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing.

Republik Indonesia, Qanun No.11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Ibadah, Aqidah dan Syiar Islam

Republik Indonesia, Qanun Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Retribusi Penerimaan Terpadu.

Republik Indonesia, Qanun Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal

Republik Indonesia, Qanun Nomor 7 Tahun 2014 Tentang

(28)

Pembukaan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara pemerintah RI dan GAM.

C. Jurnal

Anggraini, Jum. Kedudukan Qanun dalam Sistem Pemerintahan Daerah dan Mekanisme Pengawasannya. FH Universitas Tama Jagakarsa Jakarta. Jurnal Hukum No.3 Vol.18 Juli 2011.

Kilpatrick, Claire. Has Nem Labour Reconfigured Employment Legislation?. Industrial Law Jurnal, No.3 Vol.32, 2003.

D. Internet

Laporan Realisasi Investasi PMA http://acehinvestment.com/wp- content/uploads/downloads/2014/11/Laporan-Realisasi-Investasi-TW-III- PMA.pdf (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)

Majalah nakertrans edisi 1/XXIV Februari 2004, fenomena baru ketenagakerjaan http://www.nakertrans.go.id/nemsdetail.php/id=139 (diakses pada tanggal 22 Mei 2016)

Program Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela

(TKS)http://tksnakertrans.com /?page_id=33 “Program Pendayagunaan

Tenaga Kerja Sukarela (TKS)” (diakses pada tanggal 30 Agustus 2016)

Operasi Militer Indonesia di Aceh https://id.wikipedia.org/wiki/Operasi _militer_Indonesia _di_Aceh_1990-1998, (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)

Disabilitas, http://www.kompasiana.com/lenterakecil/pengertiandisabilitas (diakses pada tanggal 23 Agustus 2016)

Jabatan yang tidak boleh dijabat oleh orang asing,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fbdac4174f38/jabatan

(29)

Humas Sekretariat PEMKO Langsa, http://langsakota.go.id/humas/headline/hari-lingkungan-hidup-se-dunia-wakil-walikota-langsa-tanam-pohon, (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)

Fiksi hukum harus didukung, http://www.hukumonline.com/berita/baca /hol19115/fiksi-hukum-harus didukung, (diakses pada tanggal 28 Agustus 2016)

Studi Kepustakaan, http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/51598/4/ Chapter%20I.pdf (diakses tanggal 13 Juni 2016).

Amir Hamzah, http://www.acehfeature.org, tradisi khas masyarakat Aceh

(30)

BAB III

PENGATURAN TENTANG KETENAGAKERJAAN DALAM PERUSAHAAN YANG BERADA DI WILAYAH PROVINSI ACEH

A. Pengaturan Hukum Ketenagakerjaan Sebelum Dan Sesudah

Penandatanganan Memorendum of Understanding (MOU) Antara

Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Provinsi Aceh

Provinsi aceh yang selama ini dikenal dengan sebutan serambi mekah ini

terletak di barat pulau sumatera telah sejak lama, telah sejak lama Aceh dikenal

sebagai salah satu provinsi yang didalam wilayahnya beroperasi

perusahaan-perusahaan besar, sebut saja PT. Arun LNG, PT. ASEAN dan PT. Pupuk Iskandar

Muda yang berada di Lhokseumawe, PT. Gruti yang berada di Aceh Timur serta

masih banyak lagi perusahaan lainnya. Beberapa dari perusahaan tersebut ada

yang sudah tidak beroperasi dikarena konflik Aceh yang berkepanjangan juga

karena pengaturan hukum ketenagakerjaan yang saat itu mengatur perusahaan

tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan dari konflik tersebut.

Sehingga pengaturan hukum Ketenagakerjaan Aceh dapat dibedakan menjadi 2,

yaitu:

1. Pengaturan hukum ketenagakerjaan di wilayah Aceh sebelum penandatanganan

Memorendum of Understanding (MOU) antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Provinsi Aceh.

Selama ini Aceh dikenal sebagai sebuah provinsi yang mempunyai sejarah

panjang terkait gerakan separatis hingga berujung dengan ditetapkannya Aceh

(31)

sepak terjang kelompok separatis GAM. Konflik yang berkepanjangan antara

Pemerintah RI dan GAM selama bertahun-tahun telah menyebabkan banyak

kerugian di kedua belah pihak, namun kerugian tersebut tentu akan lebih

banyak dirasakan oleh masyarakat yang berada di daerah tempat

berlangsungnya konflik yang tidak lain adalah masyarakat Aceh sendiri.

Selama berlangsungnya konflik di Aceh diperkirakan sekitar 13.000 nyawa

melayang,169 tersendatnya kegiatan pemerintahan dan perekonomian yang

ditandai dengan ditutup/dibakarnya sebagian besar kantor-kantor

penyelenggara kegiatan pemerintahan dan perusahaan yang berada di wilayah

Aceh.

Meskipun kegiatan pemerintahan pada masa DOM nyaris lumpuh, namun

untuk perusahaan-perusahaan yang masih beroperasi pada masa itu tetaplah diatur

dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah RI di bidang ketenagakerjaan,

tindakan tersebut pada dasarnya semakin menyulut pihak separatis karena

pemberlakuan produk hukum pemerintah RI di wilayah Aceh adalah suatu bentuk

penolakan terhadap tujuan GAM yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.

Peraturan-peraturan terkait ketenagakerjaan yang digunakan pada masa

DOM Aceh (sebelum Memorendum of Understanding (MOU) antara Pemerintah RI dan GAM) terdiri dari berbagai Peraturan Perundang-Undangan, diantaranya

ialah:170

169 Operasi Militer Indonesia di Aceh, https://id.wikipedia.org/wiki/Operasi_militer

_Indonesia_di_Aceh_1990-1998, (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)

(32)

a. UU No. 7 Tahun 1981 yang mewajibkan setiap pengusaha atau pengurus

untuk melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan,

menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada

menteri atau pejabat yang berwenang. Laporan ini disampaikan kepada

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk

selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah

mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan. Dalam

hal pemindahan, penghentian, pembubaran perusahaan pengusaha atau

pengurus juga diwajibkan untuk melaporkan secara tertulis kepada menteri

atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga

puluh) hari sebelum dilakukannya pemindahan, penghentian atau

pembubaran perusahaan tersebut yang memuat keterangan berupa nama dan

alamat perusahaan atau bagian perusahaan; nama dan alamat pengusaha;

nama dan alamat pengurus perusahaan; tanggal memindahkan,

menghentikan atau membubarkan perusahaan; kewajiban-kewajiban yang

telah dan akan dilaksanakan terhadap buruhnya, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, perjanjian kerja, perjanjian perburuhan

dan kebiasaan-kebiasaan setempat; dan jumlah buruh yang akan

diberhentikan. Batas waktu proses pengesahan pendaftaran wajib lapor

ketenagakerjaan di perusahaan adalah 1 (satu) hari kerja setelah menerima

berkas pendaftaran wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan yang telah

diisi lengkap dan ditandatangani dengan dibubuhi stempel perusahaan.

(33)

(tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta Rupiah),

apabila tidak memenuhi kewajiban wajib lapor ketenagakerjaan171;

b. Untuk mengatur jaminan sosial tenaga kerja digunakan UU No. 3 tahun

1993 tentang jamsostek yang ruang lingkup pengaturannya adalah jaminan

kecelakaan kerja, jaminan kematian, jamian hari tua dan jaminan

pemeliharaan kesehatan.

c. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat

Pekerja/Serikat Buruh , sehingga untuk mengatur ini digunakanlah UU No.

21 tahun 2001 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja. Serikat Pekerja yang

telah terbentuk harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi

pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat

untuk dicatat dengan melampirkan daftar nama anggota pembentuk,

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dan juga susunan dan nama

pengurus.

d. Untuk mengatur penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang

digunakan Keputusan presiden No. 75 Tahun 1995.

e. Untuk mengatur tentang wajib lapor lowongan kerja digunakan Keputusan

presiden No. 4 Tahun 1980.

f. Untuk mengatur tentang tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja di

perusahaan digunakan Peraturan menteri No. 4 tahun 1994.

g. Pengaturan terkait kerja lembur dan upah lembur digunakan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. KEP.102/MEN/VI/2004.

171 Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

(34)

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja yang

telah disepakati wajib membayar upah lembur, waktu kerja lembur hanya

dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14

(empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu, ini tidak termasuk kerja lembur

yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi. Bagi

pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu (yang

memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan

pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi

menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan) tidak berhak atas upah

kerja lembur dengan ketentuan mendapat upah yang lebih tinggi. Untuk

melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan

persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan, perintah tertulis

tersebut dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia

bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan

dan pengusaha. Pengusaha harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur

yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu

kerja lembur.

Karyawan yang bekerja lembur selain diberi upah kerja lembur, juga wajib

diberi kesempatan untuk istirahat secukupnya, serta wajib diberikan

makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja

lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih yang mana makanan dan

(35)

h. Dan berbagai peraturan lain dibidang ketenagakerjaan.

Peraturan- peraturan ketenagakerjaan sebagaimana telah disebutkan diatas

dianggap belum mampu mengakomodir keinginan masyarakat Aceh karena

peraturan-peraturan tersebut dalam pelaksanaannya lebih mementingkan

pengusaha dibandingkan rakyat Aceh. Masayarakat Aceh menginginkan sebuah

peraturan ketenagakerjaan yangn benar- benar mampu membantu menghidupkan

perekonomian Aceh akibat konflik serta mencerminkan kehidupan masyarakat

Aceh yang memegang teguh adat dan syariat Islam

2. Pengaturan hukum ketengakerjaan di wilayah aceh setelah MOU antara

pemerintah RI dengan GAM

Aceh yang lebih dari 2 (dua) dekade ditetapkan sebagai daerah operasi militer

dan ditambah dengan hantaman gelombang tsunami secara nyata telah

melumpuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat aceh, namun penderitaan

tersebut secara berangsur-angsur mulai menemui titik terang. Konflik Aceh pada

akhirnya dapat diselesaikan dengan damai melalui dialog dan perundingan yang

dimediasi oleh Mr. Martti Ahtisaari mantan Presiden Finlandia,172 tepat pada hari

senin tanggal 15 agustus 2005 pemerintah RI dan GAM sepakat menandatangani

nota kesepahaman di Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepahaman ini

menegaskan komitmen kedua belah pihak untuk resolusi konflik Aceh secara

damai, menyeluruh dan bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk

menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan

melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam rangka Negara kesatuan dan

172 Darmansjah Djumala,

Soft Power Untuk Aceh Resolusi Konflik dan Politik

(36)

konstitusi Republik Indonesia. Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan

penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan

pembanngunan kembali aceh pasca tsunami akhir 2004 dapat mencapai kemajuan

dan keberhasilan. Para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk

membangun rasa saling percaya yang nantinya akan memandu proses

tranformasi.173

Sebagai tindak lanjut dari diadakannya nota kesepahaman terkait perdamaian

di Aceh maka kedua belah pihak mulai berbenah. Pemerintah RI sebagai bentuk

komitmennya terhadap nota kesepahaman tersebut membuat UU baru yang

khusus mengatur tentang pemerintahan Aceh yaitu UU No.11 Tahun 2006,

begitupun dengan pemerintah Aceh yang sudah mulai bangkit dari

keterpurukannya. Fokus utama pemerintah aceh saat itu adalah kembali

menghidupkan perekonomian Aceh yang sempat lumpuh, salah satu penggerak

roda perekonomian di Aceh adalah aktivitas perusahaan yang berada di wilayah

aceh. Perusahaan-perusahaan merupakan wadah yang akan menyediakan lapangan

pekerjaan bagi masyarakat Aceh, untuk itu dirasa perlu mengadakan suatu

pembangunan di bidang ketengakerjaan.

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan

Aceh, dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan harkat, martabat, dan

harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan

merata, baik material maupun spiritual.174 Pembangunan ketenagakerjaan harus

diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang

173 Pembukaan nota kesepahaman antara pemerintah RI dan GAM

174 Republik Indonesia, Qanun Ketenagakerjaan,

(37)

mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja serta pada saat yang bersamaan dapat

mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan tidak

hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama dan sesudah masa kerja

tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan

masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan ketenagakerjaan yang antara lain

mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan

daya saing tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial.

Peraturan yang selama ini dipergunakan untuk mengatur ketenagakerjaan di

Provinsi Aceh adalah kumpulan dari beberapa peraturan perundang-undangan

yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI.175 Sehubungan dengan perkembangan

ketenagakerjaan , kehidupan budaya serta adat istiadat Aceh, juga penyesuaian

dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang masih

berlaku di wilayah Aceh, serta kewenangan luas yang diberikan kepada

Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota yang tertuang dalam UU

Pemerintahan Aceh. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 175 UU Pemerintahan

Aceh, setiap tenaga kerja mempunyai hak yang sama untuk mendapat pekerjaan

yang layak di Aceh. Dalam hal ini Pemerintah Aceh dan Pemerintah

Kabupaten/Kota memberikan kesempatan dan pelindungan kerja bagi tenaga kerja

di Aceh dan dapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota

asal tenaga kerja yang bersangkutan. Selanjutnya, semua tenaga kerja di Aceh

175

(38)

harus terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

masing-masing Kabupaten/Kota.

Disahkannya Qanun Ketenagakerjaan ini bukan berarti menjadikan peraturan

perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI di bidang

Ketenagakerjaan tidak berlaku lagi. Peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan

yang dikeluarkan oleh pemerintah RI yang selama ini digunakan pada perusahaan

di wilayah aceh tetap berlaku selama peraturan yang bersangkutan tidak

dinyatakan dicabut atau digantikan dengan peraturan lain.176 Selain itu Qanun

Ketenagakerjaan sendiri merupakan produk turunan dari UU Ketenagakerjaan itu

sendiri, yang tujuannya tidak lain adalah mengakomodir kondisi ketenagakerjaan

aceh pada saat ini. Perbedaan yang mencolok antara pengaturan hukum

ketenagakerjaan sebelum dan sesudah MOU antara Pemerintah RI dengan GAM

adalah sesudah MOU provinsi aceh memiliki peraturan ketenagakerjaan yang

mengakomodir kepentingan, nilai-nilai, serta adat istiadat masyarakat Aceh. Salah

satu bentuk pengakomodiran kepentingan, nilai-nilai, serta adat istiadat

masyarakat Aceh dalam Qanun Ketenagakerjaan adalah diwajibkannya

perusahaan yang berada diwilayah Aceh untuk menggunakan tenga kerja Aceh,

adanya pengaturan terkait pekerja perempuan yang harus menggunakan pakaian

sesuai syariat Islam, perusahaan diwajibkan untuk melakukan pengelolaan Zakat,

infaq dan shadaqah yang berkoordinasi dengan Baitul Mal Aceh dan/atau Baitul

Mal Kabupaten/Kota, serta beberapa hal lainnya.177

176

Hasil wawancara dengan bapak Zulkifli selaku responden yang berkedudukan sebagai Kepala Bidang Dinas sosial, Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa

177

(39)

B. Kedudukan Tenaga Kerja dalam Qanun No. 7 Tahun 2014 Tentang

Ketenagakerjaan

Dalam hukum ketenagakerjaan terdapat para pihak yang saling terkait satu

sama lainnya, salah satunya adalah pekerja/buruh. Istilah pekerja atau buruh

secara yuridis sebenarnya adalah sama dan tidak ada perbedaan diantara

keduanya. Kedua kata tersebut dipergunakan dan digabungkan menjadi

“pekerja/buruh” dalam peraturan-peraturan yang mengatur hal-hal yang berkaitan

dengan ketenagakerjaan, hal ini dapat dilihat di dalam UU Ketenagakerjaan dan

Qanun Ketenagakerjaan untuk menyesuaikan dengan istilah “serikat

pekerja/serikat buruh” yang terdapat dalam UU No.21 Tahun 2000 yang telah

diundangkan sebelumnya.

Pada zaman Hindia Belanda istilah buruh hanya diperuntukkan bagi

orang-orang yang melakukan pekerjaan tangan atau pekerjaan kasar seperti kuli, tukang

mandor dan lainnya yang didunia barat dikenal dengan istilah blue collar. Orang yang melakukan pekerjaan halus terutama yang mempunyai pangkat Belanda

dinamakan pegawai dan diberi kedudukan sebagai priyayi yang didunia barat

dikenal dengan istilah white collar.178

Pembedaan kedua istilah ini bisa kita lihat dalam KUH Perdata buku III

Afdeling 4 yang hanya mengatur soal pelayan dan tukang (dienstbonden en werkleiden). Baru pada tanggal 1 Januari 1927 istilah pekerja/buruh halus dan kasar tidak dibedakan lagi dalam Buku III bab 7A KUH Perdata. Bagi

pekerja/buruh di Indonesia dan Timur Asing ketentuan Bab 7A Buku III KUH

178 Maimun,

(40)

Perdata diberlakukan bilamana bekerja pada pengusaha atau majikan Eropa dan

merupakan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh pekerja/buruh

Eropa, sedang apabila bekerja sebagai pelayan dan pekerja yang berlaku adalah

Bab 7 Bagian 5 Buku III KUH Perdata.179

Pembedaan perlakuan peraturan tersebut menunjukkan bahwa KUH Perdata

bersifat diskriminatif terhadap pekerja/buruh Indonesia.180 Guna menghilangkan

diskriminasi tersebut maka setelah kemerdekaan, maka Mahkamah Agung

mengeluarkan Surat Edaran Mahkamh Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963 yang

menegaskan penggunaan Bab 7 Buku III KUH Perdata sebagai pedoman dalam

hubungan kerja antara pengusaha/majikan dengan pekerja/buruh bagi seluruh

warga Negara Indonesia.

Qanun Ketenagakerjaan sebagaimana juga yang diatur didalam UU

Ketenagakerjaan tidaklah membedakan antara pekerja/buruh halus (white collar) dengan pekerja/buruh kasar (blue collar). Sebaliknya Qanun Ketenagakerjan menempatkan pekerja pada posisi yang patut untuk dihargai serta memiliki hak

dan kewajiban, hal ini dapat dilihat dari pengertian pekerja/buruh dan angkatan

kerja sebagaiman yang terdapat pada Pasal 1 Qanun Ketenagakerjaan yang

menjelaskan bahwa Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain sedangkan tenaga kerja adalah

setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat

baik yang bertempat tinggal di luar Aceh maupun yang bertempat tinggal secara

179

Ibid.

180

(41)

menetap di Aceh tanpa membedakan suku, ras, agama, dan keturunan. Dari

pengertian tersebut jelas bahwa hukum ketenagakerjaan yang diatur didalam

Qanun Ketenagakerjaan tidaklah merendahkan pekerja/buruh dengan

membedakan suku, ras, agama, dan keturunan atau bahkan menempatkan pekerja

pada posisi yang dapat ditindas oleh si pemberi kerja. Pengaturan terkait tenaga

kerja di dalam Qanun Ketenagakerjaan malah menempatkan pekerja sebagai

makhluk yang diakui didalam dunia ketenagakerjaan, mempunyai kedudukan

yang seimbang dengan pemberi kerja dan dilindungi hak-haknya oleh Pemerintah

Aceh, kesemuanya tersebut dapat diuraikan seperti berikut ini:

1. Perluasan kesempatan kerja

Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat bersama-sama

mengupayakan perluasan kesempatan kerja, baik di dalam hubungan kerja

dengan mewajibkan penggunaan lembaga dan tenaga kerja lokal dalam

pembangunan di Aceh maupun perluasan kesempatan kerja di luar hubungan

kerja yang dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan

berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber

daya manusia dan teknologi tepat guna. Selain itu untuk mewujudkan

perluasan kesempatan kerja bagi rakyat Aceh, Pemerintah Aceh dan

Pemerintah Kabupaten/Kota bersama Instansi Non Pemerintah membantu dan

memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat

menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja.181.

2. Pelatihan dan pendidikan kerja

(42)

Pemerintah Aceh mengadakan pelatihan dan pendidikan kerja182 yang

penyelenggaraannya diserahkan kepada lembaga/balai pelatihan kerja milik

pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, dan lembaga pelatihan kerja

perusahaan.183 Pelatihan dan pendidikan kerja ini bertujuan untuk

meningkatkan, mengembangkan keterampilan dan keahlian kerja sesuai dengan

bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja dan pemagangan,

untuk meningkatka kualitas dan produktivitas tenaga kerja Aceh. Tenaga kerja

Aceh mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan dan

pendidikan kerja, tenaga kerja yang telah selesai mengikuti pelatihan kerja

dan/atau pemagangan berhak memperoleh sertifikat pelatihan kerja sertifikat

kompetensi yang dapat menjadi salah satu dasar untuk menetapkan tingkatan

jabatan pada bidang kerja tertentu.184

3. Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang terdiri dari:

a. Tenaga kerja perempuan

Dalam hukum ketenagakerjaan dikenal pembedaan pekerja berdasarkan usia

yaitu pekerja dewasa dan pekerja anak. Pekerja dewasa adalah setiap orang

laki-laki atau perempuan yang berusia antara 18 tahun sampai 55 tahun .

Orang dewasa seperti inilah sesungguhnya yang diharapkan dapat menjadi

tulang punggung keluarga. Pekerja usia dewasa ini sudah dapat mandiri

membuat perjanjian kerja sendiri. Dan dia telah cakap secara hukum untuk

mengambil mengambil keputusan atas dirinya sendiri, dalam artian untuk

bertindak sebagai subjek hukum dia tidak memerlukan bantuan orang lain.

182

Ibid Pasal 6 ayat 2 183 Ibid Pasal 10 ayat 1

(43)

Perlindungan disini lebih difokuskan kepada tenaga kerja perempuan, hal ini

dilakukan bukanlah bertujuan untuk menomor duakan pekerja laki-laki,

melainkan bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh perempuan karena

secara kodrati perempuan mempunyai tugas dan fungsi lain yang lebih

penting dalam masyarakat yaitu tugas reproduksi.185 Kondisi dan daya tahan

tubuh perempuanpun secara medis juga lebih lemah dari laki-laki sehingga

wajar jika pekerja/buruh perempuan memperoleh fasilitas dan kemudahan

yang antara lain yaitu:

1) Pekerja/buruh perempuan yang berusia kurang dari 18 (delapan belas)

tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga pukul 07.00.

Kecuali jika pekerjaan itu menurut sifatnya, tempat dan keadaan

seharusnya dijalankan oleh wanita. Atau dalam hal pekerjaan itu tidak

dapat dinindarkan berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan

umum.186

2) Pekerja/buruh perempuan yang hamil, dan menurut keterangan dokter

berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan diri dan kandungannya jika

bekerja malam hari, dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga

07.00.

3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul

23.00 hingga pukul 07.00 wajib memberikan makanan dan minumam

bergizi yang bervariasi, diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja

serta tidak dapat diganti dengan uang. Penyajian makanan dan minuman,

185 Maimun,

Loc.Cit. 186 Darwan Print,

(44)

peralatan dan ruangan makan harus layak serta memenuhi syarat higienis

dan sanitasi. Dan juga pengusaha harus menjaga kesusilaan dan

keamanan selama di tempat kerja dengan cara menyediakan petugas

keamanan di tempat kerja dan menyediakan kamar mandi/wc yang layak

dengan penerangan memadai serta terpisah antara pekerja/buruh

perempuan dan laki-laki.

4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh

perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 hingga

pukul 05.00. penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan tempat

kerja dan sebaliknya dengan lokasi penjemputan dan pengantaran yang

mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/buruh perempuan. Kendaraaan

yang dipergunakan untuk mengantar jemput pekerja/buruh

perempuanpun haruslahdalam kondisi yang layak dan terdaftar di

perusahaan.

Namun begitu dalam kenyataannya banyak bar, pub yang buka

sampai tengah malam. Tempat mana yang tidak akan ramai tanpa

pekerja-pekerja wanita, sementara jalan pekerjaan itu tentu memudahkan

perbuatan asusila yang hendak dihindari. Seandainya pula dilarang, juga

harus dipikirkan bagaimana dengan nasib keluarga yang

menggantungkan hidupnya pada kerja malam tersebut. Di

perusahaan-perusahaan juga masih saja ada pekerjaan malam yang belum dapat

dihindari oleh pekerja perempuan. Menjadi pemandangan umum

(45)

hari di jam-jam tertentu terlihat pekerja perempuan menunggu angkutan

untuk melaksanakan kerja di tempat kerjanya masing-masing.187 Ini

menunjukkan adanya indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana yang

telah dijelaskan sebelumnya.

Beberapa hal diatas adalah bentuk pengaturan terkait tenaga kerja

perempuan dalam UU Ketenagakerjaan. Dasar hukum dan dasar

kewenangan dari pembentukan Qanun Ketenagakerjaan salah satunya

adalah UU Ketenagakerjaan. Bagian mengingat atau dalam ilmu

perundang-undangan lebih dikenal sebagai istilah dasar hukum

merupakan suatu landasan yang bersifat yuridis bagi pembentukan

peraturan perundang-undangan,188 dasar hukum ini memuat dasar

kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan peraturan

yang memerintahkan pembentukan peraturan perundang-undangan.189

Oleh karena itu apa yang diatur didalam Qanun Ketenagakerjaan pada

dasarnya adalah serupa dengan peraturan hukum yang memberikan

kewenangan pembentukan qanun ini, lalu atas pertimbangan kondisi,

sejarah dan adat istiadat serta suasana syariat islam yang sangat kental

pemerintah Aceh mengatur beberapa hal terkait tenaga kerja perempuan

secara lebih terperinci , yaitu terkait pakaian seperti berikut ini:

1) Untuk pekerja perempuan yang bekerja di perusahan yang berada di

wilayah Aceh, dibebaskan untuk menggunakan pakaian kerja yang

187

Ibid., hlm. 39.

188 Maria Farida Indrati,

Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik

Pembentukanya,(Cet. II, Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.110.

189 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

(46)

sesuai syariat Islam, dalam hal ini termasuk tidak ada larangan untuk

menggunakan jilbab bagi pekerja perempuan.

2) Dan untuk pekerja/buruh perempuan yang bukan beragama Islam

wajib menggunakan pakaian kerja yang sopan dan sesuai dengan

kearifan lokal.

3) Perusahaan wajib memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan

untuk mendapatkan jabatan sesuai dengan kompetensinya.

Hal ini juga sejalan dengan ketentuan peralihan UU Ketenagakerjaan

yang menyatakan bahwa semua peraturan pelaksanaan yang mengatur

ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau

belum diganti dengan peraturan yang baru.190

b. Tenaga Kerja Anak

Dalam hukum ketenagakerjaan dikenal pembedaan pekerja berdasarkan

usia yaitu pekerja dewasa dan pekerja anak. Pekerja dewasa adalah setiap

orang laki-laki atau perempuan yang berusia antara 18 tahun sampai 55

tahun. Orang dewasa seperti inilah sesungguhnya yang diharapkan dapat

menjadi tulang punggung keluarga. Pekerja usia dewasa ini sudah dapat

mandiri membuat perjanjian kerja sendiri. Dan dia telah cakap secara

hukum untuk mengambil mengambil keputusan atas dirinya sendiri, dalam

artian untuk bertindak sebagai subjek hukum dia tidak memerlukan bantuan

orang lain lagi. Sedangkan anak adalah setiap orang baik laki-laki maupun

perempuan yang berumur di bawah 18 tahun, yang pada prinsipnya

190 UU Ketenagakerjaan,

(47)

pengusaha dilarang untuk mempekerjakan anak yang berusia dibawah 18

tahun ini.191 Larangan mempekerjakan anak dimaksudkan untuk melindungi

anak agar tidak terganggu kesehatan dan pertumbuhannya. Daya tahan

tubuh anak sangat rentan terhadap dunia kerja, apalagi bila sering

berhubungan dengan bahan-bahan kimia. Anak-anak yang bekerja pada

umumnya terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena faktor ekonomi

sehingga bakat dan kemampuannya tidak berkembang secara maksimal,

sementara bagi pengusaha anak-anak adalah sumber tenaga kerja dengan

upah murah.192 Pada kenyataannya banyak anak yang menjalankan

pekerjaan meskipun masih berusia dibawah umur, hal ini disebabkan adanya

kesulitan mencegah anak dibawah usia 18 tahun untuk bekerja karena

seringkali kali merekalah yang menjadi penopang ekonomi keluarganya

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.193

Larangan ini tidaklah mutlak, peraturan terkait pelarangan

mempekerjakan anak ini dapat dikesampingkan bila anak yang bekerja

tersebut berusia antara 13 (tiga belas) tahun hingga 15 (lima belas) tahun

dan hanya melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu

perkembangan dan kesehatannya, dan dengan memenuhi syarat seperti ada

izin tertulis dari orang tua/wali si anak, waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam

per hari, dilakukan disiang hari, kesehatan dan keselamatan kerjanya

diutamakan serta menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun begitu meskipun ada kelonggaran bagi pekerja anak seperti telah

191 UU Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 68. 192 Maimun,

Op.Cit., hlm.15

193 Darwin,

(48)

dijelaskan diatas, pekerja anak dilarang dipekerjakan dan dilibatkan dalam

pekerjaan-pekerjaan terburuk yang meliputi:

1) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya.

2) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan

anak dalam pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno dan

perjudian.

3) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan

anak untuk produksi atau perdagangan minuman keras, narkotika,

psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

4) Semua pekerjaan yang membahayakan keselamatan, kesehatan dan moral

anak. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

No.KEP.235/MEN/2003 jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan

kesehatan, keselamatan dan moral anak antara lain ialah, pekerjaan yang

membahayakan kesehatan dan keselamatan anak, terdiri dari:

a) Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi, alat

berat dan peralatan lainnya yang meliputi pekerjaan, pembuatan,

perakitan, pemasangan, pengoperasian, perawatan dan perbaikan;

b) Pekerjaan yang mengandung bahaya fisik seperti pekerjaan di

bawah tanah atau dalam ruangan tertutup yang sempit dengan

ventilasi yang terbatas (sumur tangki), pekerjaan yang dilakukan

pada tempat ketinggian lebih dari 2 meter, pekerjaan yang terkait

dengan bahan radioaktif, pekerjaan yang dilakukan dan dapat

(49)

c) Pekerjaan yang mengandung bahaya kimia seperti pekerjaan yang

dilakukan dalam lingkungan kerja yang terdapat pajanan bahan

kimia berbahaya, pekerjaan yang menggunakan bahan bahan kimia

yang bersifat kiritatif dan mudah terbakar, pekerjaan yang

menggunakan asbes dan pestisida;

d) Pekerjaan yang mengandung bahaya biologis seperti pekerjaan

yang berhubungan dengan kuman dan virus di laboratorium klinik,

pekerjaan di tempat pemotongan dan pemprosesan daging hewan,

pekerjaan yang dilakukan di perusahaan peternakan, pekerjaan

penangkaran hewan buas;

e) Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu

seperti pekerjaan konstruksi bangunan, pekerjaan mengangkat dan

mengangkut secara manual beban diatas 12 kg untuk anak laki-laki

dan 10 kg untuk anak perempuan;

f) Pekerjaan penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai atau

perairan laut dalam;

g) Pekerjaan yang dilakukan di daerah terisolir atau terpencil;

h) Pekerjaan di kapal;

i) Pekerjaan yang dilakukan dalam pembuangan dan pengolahan

sampah atau daur ulang barang-barang bekas;

j) Pekerjaan yang dilakukan antara pukul 18.00 hingga 06.00.

(50)

a) Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karoke, bola sodok, bioskop, panti

pijat, atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi;

b) Pekerjaan sebagai model iklan untuk promosi minuman keras, obat

perangsang seksualitas dan/atau rokok.

c.Tenaga Kerja Disabilitas

Istilah disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari

serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun istilah ini kurang akrab di sebagian

masyarakat Indonesia, masyarakat lebih mengetahui atau sering

menggunakan istilah penyandang cacat bagi individu yang mengalami

disabilitas.194 Pada momen perekrutan karyawan akan ada sejumlah

persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon karyawan baru salah satunya

adalah sehat jasmani dan rohani. Untuk mereka yang dalam kondisi sehat

jasmani dan rohani tentu persyaratan tersebut bukanlah hal yag sulit untuk

dipenuhi. Namun akan berbeda jika calon karyawan baru tersebut adalah

para penyandang disabilitas, persyaratan tersebut akan menjadi

penghalang besar dalam memperoleh pekerjaan guna memiliki

penghidupan yang layak.

Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban

yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga

negara Indoesia, penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlakuan

khusus, yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dari kerentanan

194 Disabilitas, http://www.kompasiana.com/lenterakecil/pengertian-disabilitas, (diakses

(51)

terhadap berbagai tindakan diskriminasi dan terutama perlindungan dari

berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut

dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan,

perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia universal. Sebagai bentuk

komitmen lebih lanjut terhadap usaha mendorong terwujudnya hak bagi

para penyandang disabilitas, pemerintah mengeluarkan

peraturan-paraturan terkait disabilitas ini salah satunya adalah Udang-undang No. 4

Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat dan juga UU Ketenagakerjaan

yang didalam beberapa pasalnya berkaitan dengan penyandang disabilitas.

Sejalan dengan peraturan tersebut Qanun Ketenagakerjaan juga

mengamanatkan hal-hal berikut guna mengakui eksistensi penyandang

disabilitas, diantaranya ialah :195

1) Pemerintah Aceh wajib memfasilitasi kesempatan kerja bagi tenaga

kerja potensial dari penyandang disabilitas baik sektor formal maupun

informal. Kesempatan kerja sektor formal maupun informal tersebut

berupa kesempatan kerja dalam sektor produksi, kesempatan kerja

dalam sektor jasa, kesempatan kerja dalam sektor sosial atau

lembaga-lembaga sosial serta kesempatan untuk membangun usaha mandiri

yang modalnya didanai oleh Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat.

2) Pemerintah Aceh wajib memfasilitasi tempat pelatihan keterampilan

bagi penyandang disabilitas dan segala aksesibilitasnya yang

disesuaikan dengan kemampuan, bakat penyandang disabilitas.

195 Qanun Ketenagakerjaan,

(52)

Pelatihan keterampilan ini diakukan melalui pelatihan kerja dan

pemagangan, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja.196

Bagi tenaga kerja yang belum memiliki pengalaman kerja akan

diberikan pelatihan dasar sedangkan bagi tenaga kerja yang telah

memiliki pengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun akan diberikan

pelatihan lanjutan;197

3) Tenaga kerja penyandang disabilitas yang memiliki keahlian (skill)

tidak boleh dibedakan hak-hak normatifnya, dan tidak dibenarkan

adanya diskriminasi posisi jabatan di tempat kerja;

4) Pengusaha wajib menerima tenaga kerja penyandang disabilitas sesuai

dengan keahlian dan bidang pekerjaannya di badan usaha sektor formal

paling sedikit 1/100 (satu per seratus);

5) Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan

paling kurang 1 (satu) orang tenaga kerja penyandang disabilitas yang

memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang berkenaan,

walaupun jumlah karyawannya kurang 100 (seratus) orang;

6) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas,

wajib melindungi, mengarahkan, membina sesuai dengan keahlian dan

bidang pekerjaannya;

7) Pengusaha tidak dibenarkan memaksa Pekerja/Buruh penyandang

disabilitas untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan

keahlian dan bidang pekerjaannya;

196

Ibid, Pasal 9 197

(53)

8) Pengusaha wajib memfasilitasi atau memberi kemudahan dan

kenyamanan bagi Pekerja/Buruh penyandang disabilitas untuk

memasuki tempat kerja yang layak meliputi ruang kantor, meja/kursi,

toilet, tempat ibadah, olah raga dan fasilitas lainnya;

9) Pemerinta Aceh, pemerintah kabupaten/kota dan pengusaha

melaksanakan program kembali bekerja (return to work) bagi tenaga kerja yang memgalami cacat permanen akibat kecelakaan atau penyakit

kerja;

4. Pemerintah Aceh menetapkan hari libur selain hari-hari yang telah ditetapkan

sebagai hari libur nasional seperti hari libur untuk memperingati gempa dan

musibah tsunami di aceh setiap tanggal 26 desember,198 dan hari libur

meugang.199

5. Adanya pengaturan terkait penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Tenaga Kerja Asing adalah tiap orang bukan warga Negara Indonesia yang

mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,

guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.200 Sedangkan menurut Qanun Ketenagakerjaan sendiri TKA

adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah

Indonesia.201 Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan tenaga kerja

asing wajib memiliki izin tertulis dari instansi yang berwenang di bidang

ketenagakerjaan, izin yang dimaksud ialah Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja

198

Ibid, Pasal 49.

199

Ibid, Pasal 47 huru b. 200 Abdul Rachmad Budiono,

Op.Cit., hlm.259

201 Qanun Ketenagakerjaan

(54)

Asing (IMTA).202 Izin tersebut hanya dapat diberikan setelah pemberi kerja

membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan disahkan

oleh pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.203 RPTKA

sekurang-kurangnya melampirkan hal-hal berikut:204

a. Formulir RPTKA, yang harus memuat beberapa hal seperti:205

1) Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi

perusahaan yang bersangkutan;

2) Identitas pemberi kerja TKA;

3) Besarnya upah TKA yang dibayar;

4) Jumlah TKA;

5) Uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA;

6) Lokasi kerja;

7) Jangka waktu penggunaan TKA;

8) Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Indonesia sebagai pendamping

TKA yang dipekerjakan;

9) Pencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.

b. Izin usaha dari instansi yang berwenang;

c. Akta pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat

yang berwenang;

d. Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah setempat;

e. Bagan struktur organisasi perusahaan;

202

Maimun, Op.Cit., hlm. 21.

203

Ibid, 21 ayat (2).

204

Ibid, Pasal 26 ayat (2).

205

(55)

f. Surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;

g. Bukti wajib lapor ketenagakerjaan dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perudang-undangan;

h. Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu.

RPTKA tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional,

dan perwakilan Negara asing. Badan internasional yang dimaksud dalam

ketentuan ini adalah badan-badan internasional yang tidak mencari keuntungan

seperti lembaga-lembaga yang bernaung di bawa PBB misalnya ILO, UNICEF,

WHO dan lain sebagainya.206 Pemberi kerja selain wajib menunjuk tenaga

kerja pendamping (counter part) agar nantinya dapat dilakukan alih teknologi dan alih keahlian agar tenaga pendamping memiliki keahlian sehingga pada

waktunya diharapkan dapat menggantikan tenaga kerja asing yang didampingi,

juga wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja

Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja

asing. 207

Ketentuan tenaga kerja asing ini tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang

menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris serta usaha jasa di bidang

impresariat.208 Usaha jasa impresariat meliputi usaha di bidang jasa pengurusan

penyelenggaraan hiburan yang mendatangkan dan mengembalikan artis,

musisi, olaragawan serta pelaku seni hiburan lainnya yang berkewarganeraan

asing dan meliputi seni tari, seni pentas (panggung), musik hidup, opera, ballet,

drama, peragaan alat music, peragaan kecantikan dan busana, orkes simfoni

206

Maimun, Loc., Cit.

207

Ibid, hlm. 22.

(56)

dan lain-lain yang sejenisnya serta akrobatik (sirkus), tinju, golf, tenis, dan

olahraga lain yang bersifat ekhibisi.209

Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemberi kerja tenaga kerja asing

harus mengajukan formulir permohonan RPTKA yang sudah dilengkapi

disertai lampiran-lampirannya sebagimana telah disebutkan sebelumnya ke

Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Penerbitan pengesahan

RPTKA yang dimohonkan dilakukan dengan suatu surat keputusan yang

dilakukan oleh:210

a. Dirjen Pembinaan dan penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri untuk

permohonan penggunaan TKA 50 (lima puluh) orang atau lebih.

b. Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja untuk permohonan

penggunaan TKA kurang dari 50 (lima puluh) orang.

c. Setelah mendapat surat keputusan pengesahan RPTKA, pemberi kerja

tenaga kerja asing mengajukan permohonan untuk mendapatkan

rekomendasi permohonan visa tinggal dengan maksud untuk bekerja

kepada Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Direktorat Jenderal

Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dalam Negeri, Departemen Tenaga

Kerja dan Transmigrasi. Setelah surat rekomendasi diberikan maka

disampaikan Kepada Direktur Lalu Lintas Keimigrasian (Lantaskim),

Direktur Jenderal Imigrasi guna memperoleh visa tinggal dengan maksud

untuk bekerja.211

209

Ibid. 210

Ibid. 211

(57)

Setelah memperoleh visa untuk bekerja, pemberi kerja tenaga kerja asing

mengajukan permohonan untuk memperoleh IMTA kepada direktur tenaga

kerja asing departemen tenaga kerja dan transmigrasi dengan melampirkan:212

a. Copy draft perjanjian kerja;

b. Copy paspor yang masih berlaku;

c. Bukti pembayaran

Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing yang

disetorkan ke rekening dana pengembangan keahlian dan keterampilan pada

Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;

d. Draft riwayat hidup tenaga kerja asing yang dimohonkan.

Dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing ini sebesar US $100,00 per

bulan untuk setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan dan dibayar dimuka.

Untuk tenaga kerja asing yang bekerja kurang dari 1 (satu) bulan maka dana

kompensasi dibayar 1 (satu) bulan penuh. Kewajiban pembayaran ini

dimaksudkan untuk membiayai upaya peningkatan sumber daya manusia

Indonesia.213

Kewajiban membayar kompenasi ini tidak berlaku bagi instansi pemerintah,

perwakilan Negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga

keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan.

Jabatan-jabatan tertentu dilembaga pendidikan tersebut adalah kepala sekolah dan guru

di lembaga pendidikan yang dikelola kedutaan negara asinga dan dosen atau

212

Ibid. 213

(58)

peneliti di perguruan tinggi yang dipekerjakan sebagai bentuk kerja sama

dengan perguruan tinggi di luar negeri.214

IMTA hanya dapat diberikan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu

setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Aceh. Pemerintah Aceh akan

memberikan rekomendasi terhadap TKA apabila perusahaan yang akan

memperkerjakan TKA telah terlebih dahulu mengadakan seleksi untuk Tenaga

Kerja Aceh dengan membentuk tim seleksi yang terdiri atas pengguna TKA,

dinas yang membidangi ketenagakerjaan serta SKPA dan lembaga terkait.215

Apabila setelah seleksi terkait jabatan tertentu yang akan diberikan kepada

TKA tersebut selesai dilaksanakan namun tidak ada Tenaga Kerja Aceh yang

lulus seleksi, maka Rekomendasi dapat dikeluarkan apabila TKA tersebut

memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya ialah:216

a. Memiliki pendidikan dan/ atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5

(lima) tahun sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;

b. Bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada

tenaga kerja warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping;

c. Dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia;

d. Memenuhi standar kompetensi apabila jabatan yang akan diduduki oleh

TKA tersebut mempunyai standar kompetensi kerja.

Dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) hari kerja semenjak permohonan

IMTA diajukan, Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing harus sudah

menerbitkan IMTA yang dimohonkan, IMTA diberikan untuk jangka waktu

214 Ibid. 215

Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 23. 216 Maimun,

(59)

paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling

lama 1 (satu) tahun,217 sedangkan apabila jabatan TKA tesebut adalah Komisaris

dan Direksi, perpanjangan IMTA diberikan paling lama 2 (dua) tahun dengan

ketentuan tidak melebihi jangka waktu berlakunya RPTKA.218 Perpanjangan

IMTA dapat diterbitkan oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk untuk TKA

yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota, atau dapat juga

diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk untuk TKA yang

lokasi kerjanya dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota. 219

Perpanjangan IMTA sendiri akan dikenakan retribusi yang nantinya akan

disetorkan disetor ke Kas Daerah Aceh atau Kas Daerah Kabupaten/Kota oleh

pemberi kerja TKA. Besarnya tarif Retribusi perpanjangan IMTA ditetapkan

sebesar USD 100/orang per bulan, Retribusi ini dibayarkan dengan rupiah

berdasarkan nilai kurs yang berlaku pada saat pembayaran retribusi oleh Wajib

Retribusi.220 Tarif Retribusi tersebut dapat saja berubah dan ditetapkan kembali

sesuai dengan perubahan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah

mengenai jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian di bidang

ketenagakerjaan. Selanjutnya retribusi ini akan digunakan untuk mendanai

penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum,

penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan IMTA, dan kegiatan

pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja Aceh.221

217

Ibid, hlm .23.

218

Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 28 ayat (3).

219

Ibid, ayat (4) 220

Republik Indonesia, Qanun Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Retribusi Perizinan Terpadu, Pasal 20.

(60)

Namun di sini ada dua hal yang perlu diingat, pertama TKA dapat bekerja di

Aceh apabila keahlian untuk jabatan tertentu belum dimiliki oleh tenaga kerja

Aceh222 dan kedua TKA tidak boleh menempati semua jenis jabatan. Ada jenis

jabatan tertentu yang dilarang diduduki oleh TKA, diantaranya ialah:223

a. Personalia (Personnel Director);

b. Manajer Hubungan Industrial (Industrial Relations Manager); c. Manajer Personalia (Personnel Manager);

d. Supervisor Pengembangan Personalia (Personnel Development Supervisor);

e. Supervisor Perekrutan Personalia (Personnel Recruitment Supervisor); f. Supervisor Penempatan Personalia (Personnel Placement Supervisor); g. Supervisor Pembinaan Karier Pegawai (Employee Career Development

Supervisor);

h. Penata Usaha Personalia (Personal Declare Administrator); i. Kepala Eksekutif Kantor (Chief Executive Officer);

j. Ahli Pengembangan Personalia Dan Karier (Personnel And Career Specialist);

k. Spesialis Personalia (Personnel Specialist); l. Penasihat Karir (Career Advisor);

m.Penasihat Tenaga Kerja (Job Advisor);

n. Pembimbing Dan Konseling Jabatan (Job Advisor And Counseling); o. Perantara Tenaga Kerja (Employee Mediator);

222

Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 22 ayat (1).

223 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 40 Tahun

(61)

p. Pengadministrasi Pelatihan Pegawai (Job Training Administrator); q. Pewawancara Pegawai (Job Interview);

r. Analis Jabatan (Job Analyst);

s. Penyelenggara Keselematan Kerja Pegawai (Occupational Safety Specialist).

Selain dari jabatan yang dilarang tersebut, berarti dibolehkan untuk dijabat

oleh orang asing sepanjang belum ada ketentuan lain yang melarangnya.224

Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun jabatan tertentu harus dialih

tugaskan kepada tenaga kerja Aceh, kecuali untuk jabatan komisaris dan

direktur sebagai pemilik modal.225 Alih tugas tersebut wajib dilakukan oleh

Perusahaan yang mempekerjakan TKA dalam bentuk pendidikan dan

pelatihan Tenaga Kerja Pendamping serta melakukan alih teknologi dan alih

keahlian.226

6. Setiap tempat kerja wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen di tempat kerja

tersebut. Segala peralatan seperti pesawat, instalasi, mesin, peralatan,

bahan,barang dan produk teknis lainnya, baik berdiri sendiri maupun dalam

satu kesatuan yang mempunyai potensi kecelakaan, peledakan, kebakaran,

keracunan, penyakit akibat kerja dan timbulnya bahaya lingkungan kerja

harus memenuhi syaratsyarat keselamatan dan kesehatan kerja, hygiene

perusahaan dan lingkungan kerja. Maka terhadap peralatan-peralatan tersebut

224Jabatan yang tidak boleh dijabat oleh orang asing,

http://www.hukumonline.com/klinik/ detail/lt4fbdac4174f38/jabatan-jabatan-yang-dapat-dijabat-oleh-orang-asing, (diakses pada tanggal 10 agustus 2016).

225

Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 22 ayat (2).

226

(62)

haruslah dilakukan pemeriksaan administrasi dan isik, serta pengujian secara

teknis oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.227

7. Setiap pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja atau buruh dalam

hubungan kerja untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusian,

besaran upah didasarkan pada pendidikan, kompetensi, masa kerja serta

jabatan/golongan tenaga kerja.228

8. Setiap perusahaan atau pemberi kerja wajib memberikan jaminan sosial

tenaga kerja kepada pekerja/buruh, baik dalam hubungan kerja maupun di

luar hubungan kerja dan tenaga kerja perseorangan.229

9. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memberikan

penghargaan (Reward) kepada Tokoh, pekerja/buruh yang berprestasi pada bidang ketenagakerjaan di Aceh.230

10. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi

serikat pekerja/buruh yang bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan

hak dan kepentingan, menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya,

menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi

secara demokratis, mengembangkan keterampilan serta meningkatkan

kesejahteraan yang layak bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya baik di

dalam perusahaan maupun di luar perusahaan.231

11. Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi

Pengusaha yang bertujuan untuk memajukan perusahaan dan menciptakan

227

Ibid, Pasal 50 dan Pasal 51 228

Ibid, Pasal 52 dan Pasal 53 229Ibid, Pasal 54

230

Ibid , Pasal 55 231

(63)

kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan

memberikan kesejahteraan Pekerja/Buruh secara terbuka, demokratis, dan

berkeadilan.232

Hal-hal yang telah diuraikan diatas telah cukup jelas menunjukkan bahwa

peraturan terkait Tenaga Kerja di dalam Qanun Ketenagakerjaan menempatkan

Tenaga Kerja pada posisi terhormat yang patut untuk dilindungi dan diberi

pembinaan.

C. Pelaksanaan Qanun Ketengakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia

1. Gambaran umum PT. Aica Mugi Indonesia

PT. Aica Mugi Indonesia Langsa adalah perusaaan yang bergerak di bidang

industri lem kayu lapis dan formaldehyde yang teletak di jalan

Langsa-Lhokseumawe km.7, Desa Alue Dua Bakaran Bate, Kecamatan Langsa Baro,

Kota Langsa, Provinsi Aceh dengan luas total lahan 20.000 (dua puluh ribu) m².

Industri lem kayu lapis dan formaldehyde PT. Aica Mugi Indonesia ini adalah

salah satu pemasok lem kayu lapis untuk wilayah Sumatra dan sebagian lagi hasil

produksinya diekspor ke Jepang. PT. Aica Mugi Indonesia ini dibangun pada

tahun 1984 dan mulai beroperasi pada tahun 1987. Dahulunya bernama PT.

Dynea Mugi Indonesia dan saat ini sejak tahun 2013 telah berganti manajemen

dan bernama PT. Aica Mugi Indonesia sesuai dengan Akta Notaris Merryana

Suryana SH No. 17 tanggal 09 Juli 2013 dan Tanda Terdaftar di Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

AHU-00-74695.AH.01.09.Tahun 2013, tanggal 02 Agustus 2013. Manajemen PT. Aica

232

(64)

Mugi Indonesia dipimpin oleh seorang direktur berkewarganegaraan asing, yang

dibantu oleh 5 (lima) Manager dan beberapa bagian/seksi. Jumlah keseluruhan

tenaga kerja yang dimiliki perusahaan saat ini adalah orang yang rata-rata

berpendidikan Sekolah Menengah Umum ke atas. Berikut ini adalah struktur

organisasi berdasarkan jabatan PT. Aica Mugi Indonesia, yaitu:

a. Board of Directors b. Director

c. Operation Manager Resin, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

1) Production Supervisor HSE QS Technical 2) Logistic and Warehouse Staff

3) Maintenance Staff

d. Operation Manager POL, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

1) Production Supervisor 2) Logistic and Warehouse Staff 3) Maintenance Staff

e. Bussines Manager, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

1) Sales coordinator

2) Technical Service Executive

f. Financial Controller, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

1) Assistant Office 2) Finance Supervisor 3) Accounting Supervisor

(65)

1) IT and Administration Supervisor 2) HSE Supervisor

3) R&D Supervisor

2. Pelaksanaan Qanun di PT. Aica Mugi Indonesia

PT. Aica Mugi Indonesia sebagai sebuah perusahaan yang berada di dalam

wilayah provinsi Aceh yang kegiatan usahanya bergerak di bidang industri lem

kayu lapis dan Formaldehyde serta memiliki lebih dari 10 (sepuluh) karyawan

tentu membutuhkan suatu peraturan hukum yang digunakan untuk mengatur agar

segala kegiatan di perusahaan berjalan dengan baik. Selain mempergunakan

Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama perusahaan juga

menggunakan produk-produk hukum yang dikeluarkan pemerintah, baik

pemerintah pusat maupun peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah

daerah. PT. Aica Mugi Indonesia sebagai perusahaan yang berada di dalam

wilayah provinsi Aceh sudah tentu terikat dengan peraturan hukum yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat, tidak terkecuali dengan Qanun

Ketenagakerjaan yang disahkan pada tahun 2014 lalu.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di PT. Aica Mugi Indonesia yang

menyangkut pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan dapat disimpulkan bahwa

meskipun berada di wilayah hukum pemerintah Aceh, namun PT. Aica Mugi

Indonesia tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai salah satu peraturan

hukum ketenagakerjaan di perusahaannya. Terkait pengaturan ketenagakerjaan,

perusahaan sendiri lebih menjadikan UU Ketenagakerjaan sebagai payung hukum

(66)

diatur didalam Qanun Ketenagakerjaan hampir sebagian besar isinya adalah sama

dengan apa yang diatur di dalam UU Ketenagakerjaan, ini dikarenakan Qanun

Ketenagakerjaan sendiri merupakan peraturan pelaksana dari UU

Ketenagakerjaan.

Apabila melihat kepada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan, meskipun

selama ini tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum namun

secara tidak langsung PT. Aica Mugi Indonesia telah menjalankan beberapa hal

yang diatur di dalam Qanun Ketenagakerjaan. Berikut ini adalah bentuk

pelaksanaan beberapa peraturan yang terdapat di dalam Qanun ketenagakerjaan di

PT. Aica Mugi Indonesia, yaitu:

a. PT Aica Mugi Indonesia tidak mempekerjakan anak yang masih dibawah

umur sebagai karyawan, ini sesuai dengan amanah pasal 42 Qanun

Ketenagakerjaan. Hal ini dapat dilihat pada data karyawan PT. Aica Mugi

Indonesia yang menunjukkan bahwa usia karyawannya antara 22 (dua puluh

dua) tahun hingga 61 (enam puluh satu) tahun. Usia karyawan termuda di

PT. Aica Mugi Indonesia adalah 22 (dua puluh dua) tahun yang masa

kerjanya sebagai karyawan di PT. Aica dimulai pada 1 Februari 2016,

artinya karyawan tersebut ketika diterima sebagai karyawan di perusahaan

bukanlah berstatus sebagai anak dibawah umur. Kebijakan ini dilakukan

oleh perusahaan selain dalam rangka menjalankan amanah peraturan

perundang-undangan juga karena pertimbangan bahwa perusahaan bergerak

di bidang yang berhubungan dengan pengolahan bahan kimia yang dapat

(67)

terpapar zat kimia, selain itu alat-alat produksi yang digunakan oleh

perusahaan tergolong kedalam alat berat seperti steam boiler yang berk

Referensi

Dokumen terkait

3 Pada dasarnya pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh selain mengatur tentang aqidah dan ibadah juga mengatur tentang Jinayat (Hukum Pidana), berdasarkan beberapa yang Qanun

Pajak Aceh adalah kontribusi wajib kepada Pemerintah Aceh yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan peraturan

Namun karena sampai dengan tahun 2014 Indonesia tidak memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang diskresi termasuk tidak memiliki wadah

1, November 2017 Qanun Kabupaten/Kota/ Reusam Gampong Qanun Jinayat menurut Pasal 1 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang jarimah

Kemudian terminologi Qanun dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, Pasal 1 angka 21 menyatakan “Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah

bahwa sehubungan Pemerintah Pusat telah menerbitkan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pedoman nomenklatur, susunan organisasi,

Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam rangka pengawasan, Pemerintah Pusat dapat menangguhkan atau membatalkan Qanun jika bertentangan dengan peraturan perundang- undangan

Qanun Jinayah dalam sistem perundang-undangan nasional memiliki dua kedudukan, yakni Qanun Jinayah sebagai perda sebagaimana perda di provinsi-provinsi lain dan Qanun