DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Agusmidah. Dilematika Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Hukum. Jakarta : Sofmedia, 2011.
Asikin, Zainal dan Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.
Budiono, Abdul Rahman. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1995.
Djumala, Darmansjah. Soft Power Untuk Aceh Resolusi Konflik dan Politik Desentralisasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2013. Fuadi, Zakat Dalam Sistem Hukum Pemerintahan Aceh. Yogyakarta : Deepublish,
2016.
Hasjmy, Ali. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta : Penerbit Beuna, 1983. Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Depok:
Rajagrafindo Persada, 2012.
Indrati, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukanya. Yogyakarta : Kanisius, 2007.
Jamuda, Affan. Tueng Pusaka Acheh. Banda Aceh : Angkasa Muda. 2003.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Khakim, Abdul. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2014.
---, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Antara Peraturan dan Pelaksanaan). Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010.
Kosidin, Koko. Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan. Bandung : Mandar Maju, 1999.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana, 2008.
Nasution, Bahder Johan. Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja. Bandung : Mandar Maju, 2004.
Naurina, Vita. Analisis Data. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2010. Print, Darwan. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : Citra
Aditya Bakti, 1994.
Samad, Yunus. Hubungan Industrial Di Indonesia. Jakarta : Bina Sumberdaya Manusia,1995.
Sedjun, Manulang H. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta Rineka Cipta, 1995.
Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan, 1992.
Uwiyo, Aloysius. Asas-Asas Hukum Perburuhan. Jakarta: Grafindo Persada, 2014.
Wijayanti, Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : Hidakarya, 1989.
B. Peraturan Perundang—Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1993 Tentang Jamsostek.
Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Serikat Pekerja.
Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1980 Tentang Wajib Lapor Lowongan Kerja.
Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Kep.102/Men/Vi/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur.
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 40 Tahun 2012 Tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing.
Republik Indonesia, Qanun No.11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Ibadah, Aqidah dan Syiar Islam
Republik Indonesia, Qanun Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Retribusi Penerimaan Terpadu.
Republik Indonesia, Qanun Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal
Republik Indonesia, Qanun Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Pembukaan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara pemerintah RI dan GAM.
C. Jurnal
Anggraini, Jum. Kedudukan Qanun dalam Sistem Pemerintahan Daerah dan Mekanisme Pengawasannya. FH Universitas Tama Jagakarsa Jakarta. Jurnal Hukum No.3 Vol.18 Juli 2011.
Kilpatrick, Claire. Has Nem Labour Reconfigured Employment Legislation?. Industrial Law Jurnal, No.3 Vol.32, 2003.
D. Internet
Laporan Realisasi Investasi PMA http://acehinvestment.com/wp- content/uploads/downloads/2014/11/Laporan-Realisasi-Investasi-TW-III- PMA.pdf (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)
Majalah nakertrans edisi 1/XXIV Februari 2004, fenomena baru ketenagakerjaan http://www.nakertrans.go.id/nemsdetail.php/id=139 (diakses pada tanggal 22 Mei 2016)
Program Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela
(TKS)http://tksnakertrans.com /?page_id=33 “Program Pendayagunaan
Tenaga Kerja Sukarela (TKS)” (diakses pada tanggal 30 Agustus 2016)
Operasi Militer Indonesia di Aceh https://id.wikipedia.org/wiki/Operasi _militer_Indonesia _di_Aceh_1990-1998, (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)
Disabilitas, http://www.kompasiana.com/lenterakecil/pengertiandisabilitas (diakses pada tanggal 23 Agustus 2016)
Jabatan yang tidak boleh dijabat oleh orang asing,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fbdac4174f38/jabatan
Humas Sekretariat PEMKO Langsa, http://langsakota.go.id/humas/headline/hari-lingkungan-hidup-se-dunia-wakil-walikota-langsa-tanam-pohon, (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)
Fiksi hukum harus didukung, http://www.hukumonline.com/berita/baca /hol19115/fiksi-hukum-harus didukung, (diakses pada tanggal 28 Agustus 2016)
Studi Kepustakaan, http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/51598/4/ Chapter%20I.pdf (diakses tanggal 13 Juni 2016).
Amir Hamzah, http://www.acehfeature.org, tradisi khas masyarakat Aceh
BAB III
PENGATURAN TENTANG KETENAGAKERJAAN DALAM PERUSAHAAN YANG BERADA DI WILAYAH PROVINSI ACEH
A. Pengaturan Hukum Ketenagakerjaan Sebelum Dan Sesudah
Penandatanganan Memorendum of Understanding (MOU) Antara
Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Provinsi Aceh
Provinsi aceh yang selama ini dikenal dengan sebutan serambi mekah ini
terletak di barat pulau sumatera telah sejak lama, telah sejak lama Aceh dikenal
sebagai salah satu provinsi yang didalam wilayahnya beroperasi
perusahaan-perusahaan besar, sebut saja PT. Arun LNG, PT. ASEAN dan PT. Pupuk Iskandar
Muda yang berada di Lhokseumawe, PT. Gruti yang berada di Aceh Timur serta
masih banyak lagi perusahaan lainnya. Beberapa dari perusahaan tersebut ada
yang sudah tidak beroperasi dikarena konflik Aceh yang berkepanjangan juga
karena pengaturan hukum ketenagakerjaan yang saat itu mengatur perusahaan
tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan dari konflik tersebut.
Sehingga pengaturan hukum Ketenagakerjaan Aceh dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu:
1. Pengaturan hukum ketenagakerjaan di wilayah Aceh sebelum penandatanganan
Memorendum of Understanding (MOU) antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Provinsi Aceh.
Selama ini Aceh dikenal sebagai sebuah provinsi yang mempunyai sejarah
panjang terkait gerakan separatis hingga berujung dengan ditetapkannya Aceh
sepak terjang kelompok separatis GAM. Konflik yang berkepanjangan antara
Pemerintah RI dan GAM selama bertahun-tahun telah menyebabkan banyak
kerugian di kedua belah pihak, namun kerugian tersebut tentu akan lebih
banyak dirasakan oleh masyarakat yang berada di daerah tempat
berlangsungnya konflik yang tidak lain adalah masyarakat Aceh sendiri.
Selama berlangsungnya konflik di Aceh diperkirakan sekitar 13.000 nyawa
melayang,169 tersendatnya kegiatan pemerintahan dan perekonomian yang
ditandai dengan ditutup/dibakarnya sebagian besar kantor-kantor
penyelenggara kegiatan pemerintahan dan perusahaan yang berada di wilayah
Aceh.
Meskipun kegiatan pemerintahan pada masa DOM nyaris lumpuh, namun
untuk perusahaan-perusahaan yang masih beroperasi pada masa itu tetaplah diatur
dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah RI di bidang ketenagakerjaan,
tindakan tersebut pada dasarnya semakin menyulut pihak separatis karena
pemberlakuan produk hukum pemerintah RI di wilayah Aceh adalah suatu bentuk
penolakan terhadap tujuan GAM yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Peraturan-peraturan terkait ketenagakerjaan yang digunakan pada masa
DOM Aceh (sebelum Memorendum of Understanding (MOU) antara Pemerintah RI dan GAM) terdiri dari berbagai Peraturan Perundang-Undangan, diantaranya
ialah:170
169 Operasi Militer Indonesia di Aceh, https://id.wikipedia.org/wiki/Operasi_militer
_Indonesia_di_Aceh_1990-1998, (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)
a. UU No. 7 Tahun 1981 yang mewajibkan setiap pengusaha atau pengurus
untuk melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan,
menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada
menteri atau pejabat yang berwenang. Laporan ini disampaikan kepada
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan. Dalam
hal pemindahan, penghentian, pembubaran perusahaan pengusaha atau
pengurus juga diwajibkan untuk melaporkan secara tertulis kepada menteri
atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sebelum dilakukannya pemindahan, penghentian atau
pembubaran perusahaan tersebut yang memuat keterangan berupa nama dan
alamat perusahaan atau bagian perusahaan; nama dan alamat pengusaha;
nama dan alamat pengurus perusahaan; tanggal memindahkan,
menghentikan atau membubarkan perusahaan; kewajiban-kewajiban yang
telah dan akan dilaksanakan terhadap buruhnya, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, perjanjian kerja, perjanjian perburuhan
dan kebiasaan-kebiasaan setempat; dan jumlah buruh yang akan
diberhentikan. Batas waktu proses pengesahan pendaftaran wajib lapor
ketenagakerjaan di perusahaan adalah 1 (satu) hari kerja setelah menerima
berkas pendaftaran wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan yang telah
diisi lengkap dan ditandatangani dengan dibubuhi stempel perusahaan.
(tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta Rupiah),
apabila tidak memenuhi kewajiban wajib lapor ketenagakerjaan171;
b. Untuk mengatur jaminan sosial tenaga kerja digunakan UU No. 3 tahun
1993 tentang jamsostek yang ruang lingkup pengaturannya adalah jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, jamian hari tua dan jaminan
pemeliharaan kesehatan.
c. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat
Pekerja/Serikat Buruh , sehingga untuk mengatur ini digunakanlah UU No.
21 tahun 2001 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja. Serikat Pekerja yang
telah terbentuk harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
untuk dicatat dengan melampirkan daftar nama anggota pembentuk,
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dan juga susunan dan nama
pengurus.
d. Untuk mengatur penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang
digunakan Keputusan presiden No. 75 Tahun 1995.
e. Untuk mengatur tentang wajib lapor lowongan kerja digunakan Keputusan
presiden No. 4 Tahun 1980.
f. Untuk mengatur tentang tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja di
perusahaan digunakan Peraturan menteri No. 4 tahun 1994.
g. Pengaturan terkait kerja lembur dan upah lembur digunakan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. KEP.102/MEN/VI/2004.
171 Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja yang
telah disepakati wajib membayar upah lembur, waktu kerja lembur hanya
dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14
(empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu, ini tidak termasuk kerja lembur
yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi. Bagi
pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu (yang
memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan
pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi
menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan) tidak berhak atas upah
kerja lembur dengan ketentuan mendapat upah yang lebih tinggi. Untuk
melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan
persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan, perintah tertulis
tersebut dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia
bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan
dan pengusaha. Pengusaha harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur
yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu
kerja lembur.
Karyawan yang bekerja lembur selain diberi upah kerja lembur, juga wajib
diberi kesempatan untuk istirahat secukupnya, serta wajib diberikan
makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja
lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih yang mana makanan dan
h. Dan berbagai peraturan lain dibidang ketenagakerjaan.
Peraturan- peraturan ketenagakerjaan sebagaimana telah disebutkan diatas
dianggap belum mampu mengakomodir keinginan masyarakat Aceh karena
peraturan-peraturan tersebut dalam pelaksanaannya lebih mementingkan
pengusaha dibandingkan rakyat Aceh. Masayarakat Aceh menginginkan sebuah
peraturan ketenagakerjaan yangn benar- benar mampu membantu menghidupkan
perekonomian Aceh akibat konflik serta mencerminkan kehidupan masyarakat
Aceh yang memegang teguh adat dan syariat Islam
2. Pengaturan hukum ketengakerjaan di wilayah aceh setelah MOU antara
pemerintah RI dengan GAM
Aceh yang lebih dari 2 (dua) dekade ditetapkan sebagai daerah operasi militer
dan ditambah dengan hantaman gelombang tsunami secara nyata telah
melumpuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat aceh, namun penderitaan
tersebut secara berangsur-angsur mulai menemui titik terang. Konflik Aceh pada
akhirnya dapat diselesaikan dengan damai melalui dialog dan perundingan yang
dimediasi oleh Mr. Martti Ahtisaari mantan Presiden Finlandia,172 tepat pada hari
senin tanggal 15 agustus 2005 pemerintah RI dan GAM sepakat menandatangani
nota kesepahaman di Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepahaman ini
menegaskan komitmen kedua belah pihak untuk resolusi konflik Aceh secara
damai, menyeluruh dan bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk
menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan
melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam rangka Negara kesatuan dan
172 Darmansjah Djumala,
Soft Power Untuk Aceh Resolusi Konflik dan Politik
konstitusi Republik Indonesia. Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan
penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan
pembanngunan kembali aceh pasca tsunami akhir 2004 dapat mencapai kemajuan
dan keberhasilan. Para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk
membangun rasa saling percaya yang nantinya akan memandu proses
tranformasi.173
Sebagai tindak lanjut dari diadakannya nota kesepahaman terkait perdamaian
di Aceh maka kedua belah pihak mulai berbenah. Pemerintah RI sebagai bentuk
komitmennya terhadap nota kesepahaman tersebut membuat UU baru yang
khusus mengatur tentang pemerintahan Aceh yaitu UU No.11 Tahun 2006,
begitupun dengan pemerintah Aceh yang sudah mulai bangkit dari
keterpurukannya. Fokus utama pemerintah aceh saat itu adalah kembali
menghidupkan perekonomian Aceh yang sempat lumpuh, salah satu penggerak
roda perekonomian di Aceh adalah aktivitas perusahaan yang berada di wilayah
aceh. Perusahaan-perusahaan merupakan wadah yang akan menyediakan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat Aceh, untuk itu dirasa perlu mengadakan suatu
pembangunan di bidang ketengakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan
Aceh, dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan harkat, martabat, dan
harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan
merata, baik material maupun spiritual.174 Pembangunan ketenagakerjaan harus
diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang
173 Pembukaan nota kesepahaman antara pemerintah RI dan GAM
174 Republik Indonesia, Qanun Ketenagakerjaan,
mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja serta pada saat yang bersamaan dapat
mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan tidak
hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama dan sesudah masa kerja
tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan ketenagakerjaan yang antara lain
mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan
daya saing tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial.
Peraturan yang selama ini dipergunakan untuk mengatur ketenagakerjaan di
Provinsi Aceh adalah kumpulan dari beberapa peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI.175 Sehubungan dengan perkembangan
ketenagakerjaan , kehidupan budaya serta adat istiadat Aceh, juga penyesuaian
dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang masih
berlaku di wilayah Aceh, serta kewenangan luas yang diberikan kepada
Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota yang tertuang dalam UU
Pemerintahan Aceh. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 175 UU Pemerintahan
Aceh, setiap tenaga kerja mempunyai hak yang sama untuk mendapat pekerjaan
yang layak di Aceh. Dalam hal ini Pemerintah Aceh dan Pemerintah
Kabupaten/Kota memberikan kesempatan dan pelindungan kerja bagi tenaga kerja
di Aceh dan dapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
asal tenaga kerja yang bersangkutan. Selanjutnya, semua tenaga kerja di Aceh
175
harus terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
masing-masing Kabupaten/Kota.
Disahkannya Qanun Ketenagakerjaan ini bukan berarti menjadikan peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI di bidang
Ketenagakerjaan tidak berlaku lagi. Peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan
yang dikeluarkan oleh pemerintah RI yang selama ini digunakan pada perusahaan
di wilayah aceh tetap berlaku selama peraturan yang bersangkutan tidak
dinyatakan dicabut atau digantikan dengan peraturan lain.176 Selain itu Qanun
Ketenagakerjaan sendiri merupakan produk turunan dari UU Ketenagakerjaan itu
sendiri, yang tujuannya tidak lain adalah mengakomodir kondisi ketenagakerjaan
aceh pada saat ini. Perbedaan yang mencolok antara pengaturan hukum
ketenagakerjaan sebelum dan sesudah MOU antara Pemerintah RI dengan GAM
adalah sesudah MOU provinsi aceh memiliki peraturan ketenagakerjaan yang
mengakomodir kepentingan, nilai-nilai, serta adat istiadat masyarakat Aceh. Salah
satu bentuk pengakomodiran kepentingan, nilai-nilai, serta adat istiadat
masyarakat Aceh dalam Qanun Ketenagakerjaan adalah diwajibkannya
perusahaan yang berada diwilayah Aceh untuk menggunakan tenga kerja Aceh,
adanya pengaturan terkait pekerja perempuan yang harus menggunakan pakaian
sesuai syariat Islam, perusahaan diwajibkan untuk melakukan pengelolaan Zakat,
infaq dan shadaqah yang berkoordinasi dengan Baitul Mal Aceh dan/atau Baitul
Mal Kabupaten/Kota, serta beberapa hal lainnya.177
176
Hasil wawancara dengan bapak Zulkifli selaku responden yang berkedudukan sebagai Kepala Bidang Dinas sosial, Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa
177
B. Kedudukan Tenaga Kerja dalam Qanun No. 7 Tahun 2014 Tentang
Ketenagakerjaan
Dalam hukum ketenagakerjaan terdapat para pihak yang saling terkait satu
sama lainnya, salah satunya adalah pekerja/buruh. Istilah pekerja atau buruh
secara yuridis sebenarnya adalah sama dan tidak ada perbedaan diantara
keduanya. Kedua kata tersebut dipergunakan dan digabungkan menjadi
“pekerja/buruh” dalam peraturan-peraturan yang mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan ketenagakerjaan, hal ini dapat dilihat di dalam UU Ketenagakerjaan dan
Qanun Ketenagakerjaan untuk menyesuaikan dengan istilah “serikat
pekerja/serikat buruh” yang terdapat dalam UU No.21 Tahun 2000 yang telah
diundangkan sebelumnya.
Pada zaman Hindia Belanda istilah buruh hanya diperuntukkan bagi
orang-orang yang melakukan pekerjaan tangan atau pekerjaan kasar seperti kuli, tukang
mandor dan lainnya yang didunia barat dikenal dengan istilah blue collar. Orang yang melakukan pekerjaan halus terutama yang mempunyai pangkat Belanda
dinamakan pegawai dan diberi kedudukan sebagai priyayi yang didunia barat
dikenal dengan istilah white collar.178
Pembedaan kedua istilah ini bisa kita lihat dalam KUH Perdata buku III
Afdeling 4 yang hanya mengatur soal pelayan dan tukang (dienstbonden en werkleiden). Baru pada tanggal 1 Januari 1927 istilah pekerja/buruh halus dan kasar tidak dibedakan lagi dalam Buku III bab 7A KUH Perdata. Bagi
pekerja/buruh di Indonesia dan Timur Asing ketentuan Bab 7A Buku III KUH
178 Maimun,
Perdata diberlakukan bilamana bekerja pada pengusaha atau majikan Eropa dan
merupakan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh pekerja/buruh
Eropa, sedang apabila bekerja sebagai pelayan dan pekerja yang berlaku adalah
Bab 7 Bagian 5 Buku III KUH Perdata.179
Pembedaan perlakuan peraturan tersebut menunjukkan bahwa KUH Perdata
bersifat diskriminatif terhadap pekerja/buruh Indonesia.180 Guna menghilangkan
diskriminasi tersebut maka setelah kemerdekaan, maka Mahkamah Agung
mengeluarkan Surat Edaran Mahkamh Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963 yang
menegaskan penggunaan Bab 7 Buku III KUH Perdata sebagai pedoman dalam
hubungan kerja antara pengusaha/majikan dengan pekerja/buruh bagi seluruh
warga Negara Indonesia.
Qanun Ketenagakerjaan sebagaimana juga yang diatur didalam UU
Ketenagakerjaan tidaklah membedakan antara pekerja/buruh halus (white collar) dengan pekerja/buruh kasar (blue collar). Sebaliknya Qanun Ketenagakerjan menempatkan pekerja pada posisi yang patut untuk dihargai serta memiliki hak
dan kewajiban, hal ini dapat dilihat dari pengertian pekerja/buruh dan angkatan
kerja sebagaiman yang terdapat pada Pasal 1 Qanun Ketenagakerjaan yang
menjelaskan bahwa Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain sedangkan tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat
baik yang bertempat tinggal di luar Aceh maupun yang bertempat tinggal secara
179
Ibid.
180
menetap di Aceh tanpa membedakan suku, ras, agama, dan keturunan. Dari
pengertian tersebut jelas bahwa hukum ketenagakerjaan yang diatur didalam
Qanun Ketenagakerjaan tidaklah merendahkan pekerja/buruh dengan
membedakan suku, ras, agama, dan keturunan atau bahkan menempatkan pekerja
pada posisi yang dapat ditindas oleh si pemberi kerja. Pengaturan terkait tenaga
kerja di dalam Qanun Ketenagakerjaan malah menempatkan pekerja sebagai
makhluk yang diakui didalam dunia ketenagakerjaan, mempunyai kedudukan
yang seimbang dengan pemberi kerja dan dilindungi hak-haknya oleh Pemerintah
Aceh, kesemuanya tersebut dapat diuraikan seperti berikut ini:
1. Perluasan kesempatan kerja
Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat bersama-sama
mengupayakan perluasan kesempatan kerja, baik di dalam hubungan kerja
dengan mewajibkan penggunaan lembaga dan tenaga kerja lokal dalam
pembangunan di Aceh maupun perluasan kesempatan kerja di luar hubungan
kerja yang dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan
berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia dan teknologi tepat guna. Selain itu untuk mewujudkan
perluasan kesempatan kerja bagi rakyat Aceh, Pemerintah Aceh dan
Pemerintah Kabupaten/Kota bersama Instansi Non Pemerintah membantu dan
memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat
menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja.181.
2. Pelatihan dan pendidikan kerja
Pemerintah Aceh mengadakan pelatihan dan pendidikan kerja182 yang
penyelenggaraannya diserahkan kepada lembaga/balai pelatihan kerja milik
pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, dan lembaga pelatihan kerja
perusahaan.183 Pelatihan dan pendidikan kerja ini bertujuan untuk
meningkatkan, mengembangkan keterampilan dan keahlian kerja sesuai dengan
bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja dan pemagangan,
untuk meningkatka kualitas dan produktivitas tenaga kerja Aceh. Tenaga kerja
Aceh mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan dan
pendidikan kerja, tenaga kerja yang telah selesai mengikuti pelatihan kerja
dan/atau pemagangan berhak memperoleh sertifikat pelatihan kerja sertifikat
kompetensi yang dapat menjadi salah satu dasar untuk menetapkan tingkatan
jabatan pada bidang kerja tertentu.184
3. Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang terdiri dari:
a. Tenaga kerja perempuan
Dalam hukum ketenagakerjaan dikenal pembedaan pekerja berdasarkan usia
yaitu pekerja dewasa dan pekerja anak. Pekerja dewasa adalah setiap orang
laki-laki atau perempuan yang berusia antara 18 tahun sampai 55 tahun .
Orang dewasa seperti inilah sesungguhnya yang diharapkan dapat menjadi
tulang punggung keluarga. Pekerja usia dewasa ini sudah dapat mandiri
membuat perjanjian kerja sendiri. Dan dia telah cakap secara hukum untuk
mengambil mengambil keputusan atas dirinya sendiri, dalam artian untuk
bertindak sebagai subjek hukum dia tidak memerlukan bantuan orang lain.
182
Ibid Pasal 6 ayat 2 183 Ibid Pasal 10 ayat 1
Perlindungan disini lebih difokuskan kepada tenaga kerja perempuan, hal ini
dilakukan bukanlah bertujuan untuk menomor duakan pekerja laki-laki,
melainkan bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh perempuan karena
secara kodrati perempuan mempunyai tugas dan fungsi lain yang lebih
penting dalam masyarakat yaitu tugas reproduksi.185 Kondisi dan daya tahan
tubuh perempuanpun secara medis juga lebih lemah dari laki-laki sehingga
wajar jika pekerja/buruh perempuan memperoleh fasilitas dan kemudahan
yang antara lain yaitu:
1) Pekerja/buruh perempuan yang berusia kurang dari 18 (delapan belas)
tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga pukul 07.00.
Kecuali jika pekerjaan itu menurut sifatnya, tempat dan keadaan
seharusnya dijalankan oleh wanita. Atau dalam hal pekerjaan itu tidak
dapat dinindarkan berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan
umum.186
2) Pekerja/buruh perempuan yang hamil, dan menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan diri dan kandungannya jika
bekerja malam hari, dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga
07.00.
3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul
23.00 hingga pukul 07.00 wajib memberikan makanan dan minumam
bergizi yang bervariasi, diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja
serta tidak dapat diganti dengan uang. Penyajian makanan dan minuman,
185 Maimun,
Loc.Cit. 186 Darwan Print,
peralatan dan ruangan makan harus layak serta memenuhi syarat higienis
dan sanitasi. Dan juga pengusaha harus menjaga kesusilaan dan
keamanan selama di tempat kerja dengan cara menyediakan petugas
keamanan di tempat kerja dan menyediakan kamar mandi/wc yang layak
dengan penerangan memadai serta terpisah antara pekerja/buruh
perempuan dan laki-laki.
4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh
perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 hingga
pukul 05.00. penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan tempat
kerja dan sebaliknya dengan lokasi penjemputan dan pengantaran yang
mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/buruh perempuan. Kendaraaan
yang dipergunakan untuk mengantar jemput pekerja/buruh
perempuanpun haruslahdalam kondisi yang layak dan terdaftar di
perusahaan.
Namun begitu dalam kenyataannya banyak bar, pub yang buka
sampai tengah malam. Tempat mana yang tidak akan ramai tanpa
pekerja-pekerja wanita, sementara jalan pekerjaan itu tentu memudahkan
perbuatan asusila yang hendak dihindari. Seandainya pula dilarang, juga
harus dipikirkan bagaimana dengan nasib keluarga yang
menggantungkan hidupnya pada kerja malam tersebut. Di
perusahaan-perusahaan juga masih saja ada pekerjaan malam yang belum dapat
dihindari oleh pekerja perempuan. Menjadi pemandangan umum
hari di jam-jam tertentu terlihat pekerja perempuan menunggu angkutan
untuk melaksanakan kerja di tempat kerjanya masing-masing.187 Ini
menunjukkan adanya indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Beberapa hal diatas adalah bentuk pengaturan terkait tenaga kerja
perempuan dalam UU Ketenagakerjaan. Dasar hukum dan dasar
kewenangan dari pembentukan Qanun Ketenagakerjaan salah satunya
adalah UU Ketenagakerjaan. Bagian mengingat atau dalam ilmu
perundang-undangan lebih dikenal sebagai istilah dasar hukum
merupakan suatu landasan yang bersifat yuridis bagi pembentukan
peraturan perundang-undangan,188 dasar hukum ini memuat dasar
kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan peraturan
yang memerintahkan pembentukan peraturan perundang-undangan.189
Oleh karena itu apa yang diatur didalam Qanun Ketenagakerjaan pada
dasarnya adalah serupa dengan peraturan hukum yang memberikan
kewenangan pembentukan qanun ini, lalu atas pertimbangan kondisi,
sejarah dan adat istiadat serta suasana syariat islam yang sangat kental
pemerintah Aceh mengatur beberapa hal terkait tenaga kerja perempuan
secara lebih terperinci , yaitu terkait pakaian seperti berikut ini:
1) Untuk pekerja perempuan yang bekerja di perusahan yang berada di
wilayah Aceh, dibebaskan untuk menggunakan pakaian kerja yang
187
Ibid., hlm. 39.
188 Maria Farida Indrati,
Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik
Pembentukanya,(Cet. II, Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.110.
189 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
sesuai syariat Islam, dalam hal ini termasuk tidak ada larangan untuk
menggunakan jilbab bagi pekerja perempuan.
2) Dan untuk pekerja/buruh perempuan yang bukan beragama Islam
wajib menggunakan pakaian kerja yang sopan dan sesuai dengan
kearifan lokal.
3) Perusahaan wajib memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan
untuk mendapatkan jabatan sesuai dengan kompetensinya.
Hal ini juga sejalan dengan ketentuan peralihan UU Ketenagakerjaan
yang menyatakan bahwa semua peraturan pelaksanaan yang mengatur
ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau
belum diganti dengan peraturan yang baru.190
b. Tenaga Kerja Anak
Dalam hukum ketenagakerjaan dikenal pembedaan pekerja berdasarkan
usia yaitu pekerja dewasa dan pekerja anak. Pekerja dewasa adalah setiap
orang laki-laki atau perempuan yang berusia antara 18 tahun sampai 55
tahun. Orang dewasa seperti inilah sesungguhnya yang diharapkan dapat
menjadi tulang punggung keluarga. Pekerja usia dewasa ini sudah dapat
mandiri membuat perjanjian kerja sendiri. Dan dia telah cakap secara
hukum untuk mengambil mengambil keputusan atas dirinya sendiri, dalam
artian untuk bertindak sebagai subjek hukum dia tidak memerlukan bantuan
orang lain lagi. Sedangkan anak adalah setiap orang baik laki-laki maupun
perempuan yang berumur di bawah 18 tahun, yang pada prinsipnya
190 UU Ketenagakerjaan,
pengusaha dilarang untuk mempekerjakan anak yang berusia dibawah 18
tahun ini.191 Larangan mempekerjakan anak dimaksudkan untuk melindungi
anak agar tidak terganggu kesehatan dan pertumbuhannya. Daya tahan
tubuh anak sangat rentan terhadap dunia kerja, apalagi bila sering
berhubungan dengan bahan-bahan kimia. Anak-anak yang bekerja pada
umumnya terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena faktor ekonomi
sehingga bakat dan kemampuannya tidak berkembang secara maksimal,
sementara bagi pengusaha anak-anak adalah sumber tenaga kerja dengan
upah murah.192 Pada kenyataannya banyak anak yang menjalankan
pekerjaan meskipun masih berusia dibawah umur, hal ini disebabkan adanya
kesulitan mencegah anak dibawah usia 18 tahun untuk bekerja karena
seringkali kali merekalah yang menjadi penopang ekonomi keluarganya
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.193
Larangan ini tidaklah mutlak, peraturan terkait pelarangan
mempekerjakan anak ini dapat dikesampingkan bila anak yang bekerja
tersebut berusia antara 13 (tiga belas) tahun hingga 15 (lima belas) tahun
dan hanya melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatannya, dan dengan memenuhi syarat seperti ada
izin tertulis dari orang tua/wali si anak, waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam
per hari, dilakukan disiang hari, kesehatan dan keselamatan kerjanya
diutamakan serta menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun begitu meskipun ada kelonggaran bagi pekerja anak seperti telah
191 UU Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 68. 192 Maimun,
Op.Cit., hlm.15
193 Darwin,
dijelaskan diatas, pekerja anak dilarang dipekerjakan dan dilibatkan dalam
pekerjaan-pekerjaan terburuk yang meliputi:
1) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya.
2) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan
anak dalam pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno dan
perjudian.
3) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan
anak untuk produksi atau perdagangan minuman keras, narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
4) Semua pekerjaan yang membahayakan keselamatan, kesehatan dan moral
anak. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
No.KEP.235/MEN/2003 jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan
kesehatan, keselamatan dan moral anak antara lain ialah, pekerjaan yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan anak, terdiri dari:
a) Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi, alat
berat dan peralatan lainnya yang meliputi pekerjaan, pembuatan,
perakitan, pemasangan, pengoperasian, perawatan dan perbaikan;
b) Pekerjaan yang mengandung bahaya fisik seperti pekerjaan di
bawah tanah atau dalam ruangan tertutup yang sempit dengan
ventilasi yang terbatas (sumur tangki), pekerjaan yang dilakukan
pada tempat ketinggian lebih dari 2 meter, pekerjaan yang terkait
dengan bahan radioaktif, pekerjaan yang dilakukan dan dapat
c) Pekerjaan yang mengandung bahaya kimia seperti pekerjaan yang
dilakukan dalam lingkungan kerja yang terdapat pajanan bahan
kimia berbahaya, pekerjaan yang menggunakan bahan bahan kimia
yang bersifat kiritatif dan mudah terbakar, pekerjaan yang
menggunakan asbes dan pestisida;
d) Pekerjaan yang mengandung bahaya biologis seperti pekerjaan
yang berhubungan dengan kuman dan virus di laboratorium klinik,
pekerjaan di tempat pemotongan dan pemprosesan daging hewan,
pekerjaan yang dilakukan di perusahaan peternakan, pekerjaan
penangkaran hewan buas;
e) Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu
seperti pekerjaan konstruksi bangunan, pekerjaan mengangkat dan
mengangkut secara manual beban diatas 12 kg untuk anak laki-laki
dan 10 kg untuk anak perempuan;
f) Pekerjaan penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai atau
perairan laut dalam;
g) Pekerjaan yang dilakukan di daerah terisolir atau terpencil;
h) Pekerjaan di kapal;
i) Pekerjaan yang dilakukan dalam pembuangan dan pengolahan
sampah atau daur ulang barang-barang bekas;
j) Pekerjaan yang dilakukan antara pukul 18.00 hingga 06.00.
a) Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karoke, bola sodok, bioskop, panti
pijat, atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi;
b) Pekerjaan sebagai model iklan untuk promosi minuman keras, obat
perangsang seksualitas dan/atau rokok.
c.Tenaga Kerja Disabilitas
Istilah disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari
serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun istilah ini kurang akrab di sebagian
masyarakat Indonesia, masyarakat lebih mengetahui atau sering
menggunakan istilah penyandang cacat bagi individu yang mengalami
disabilitas.194 Pada momen perekrutan karyawan akan ada sejumlah
persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon karyawan baru salah satunya
adalah sehat jasmani dan rohani. Untuk mereka yang dalam kondisi sehat
jasmani dan rohani tentu persyaratan tersebut bukanlah hal yag sulit untuk
dipenuhi. Namun akan berbeda jika calon karyawan baru tersebut adalah
para penyandang disabilitas, persyaratan tersebut akan menjadi
penghalang besar dalam memperoleh pekerjaan guna memiliki
penghidupan yang layak.
Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga
negara Indoesia, penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlakuan
khusus, yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dari kerentanan
194 Disabilitas, http://www.kompasiana.com/lenterakecil/pengertian-disabilitas, (diakses
terhadap berbagai tindakan diskriminasi dan terutama perlindungan dari
berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut
dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan,
perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia universal. Sebagai bentuk
komitmen lebih lanjut terhadap usaha mendorong terwujudnya hak bagi
para penyandang disabilitas, pemerintah mengeluarkan
peraturan-paraturan terkait disabilitas ini salah satunya adalah Udang-undang No. 4
Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat dan juga UU Ketenagakerjaan
yang didalam beberapa pasalnya berkaitan dengan penyandang disabilitas.
Sejalan dengan peraturan tersebut Qanun Ketenagakerjaan juga
mengamanatkan hal-hal berikut guna mengakui eksistensi penyandang
disabilitas, diantaranya ialah :195
1) Pemerintah Aceh wajib memfasilitasi kesempatan kerja bagi tenaga
kerja potensial dari penyandang disabilitas baik sektor formal maupun
informal. Kesempatan kerja sektor formal maupun informal tersebut
berupa kesempatan kerja dalam sektor produksi, kesempatan kerja
dalam sektor jasa, kesempatan kerja dalam sektor sosial atau
lembaga-lembaga sosial serta kesempatan untuk membangun usaha mandiri
yang modalnya didanai oleh Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat.
2) Pemerintah Aceh wajib memfasilitasi tempat pelatihan keterampilan
bagi penyandang disabilitas dan segala aksesibilitasnya yang
disesuaikan dengan kemampuan, bakat penyandang disabilitas.
195 Qanun Ketenagakerjaan,
Pelatihan keterampilan ini diakukan melalui pelatihan kerja dan
pemagangan, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja.196
Bagi tenaga kerja yang belum memiliki pengalaman kerja akan
diberikan pelatihan dasar sedangkan bagi tenaga kerja yang telah
memiliki pengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun akan diberikan
pelatihan lanjutan;197
3) Tenaga kerja penyandang disabilitas yang memiliki keahlian (skill)
tidak boleh dibedakan hak-hak normatifnya, dan tidak dibenarkan
adanya diskriminasi posisi jabatan di tempat kerja;
4) Pengusaha wajib menerima tenaga kerja penyandang disabilitas sesuai
dengan keahlian dan bidang pekerjaannya di badan usaha sektor formal
paling sedikit 1/100 (satu per seratus);
5) Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan
paling kurang 1 (satu) orang tenaga kerja penyandang disabilitas yang
memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang berkenaan,
walaupun jumlah karyawannya kurang 100 (seratus) orang;
6) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas,
wajib melindungi, mengarahkan, membina sesuai dengan keahlian dan
bidang pekerjaannya;
7) Pengusaha tidak dibenarkan memaksa Pekerja/Buruh penyandang
disabilitas untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
keahlian dan bidang pekerjaannya;
196
Ibid, Pasal 9 197
8) Pengusaha wajib memfasilitasi atau memberi kemudahan dan
kenyamanan bagi Pekerja/Buruh penyandang disabilitas untuk
memasuki tempat kerja yang layak meliputi ruang kantor, meja/kursi,
toilet, tempat ibadah, olah raga dan fasilitas lainnya;
9) Pemerinta Aceh, pemerintah kabupaten/kota dan pengusaha
melaksanakan program kembali bekerja (return to work) bagi tenaga kerja yang memgalami cacat permanen akibat kecelakaan atau penyakit
kerja;
4. Pemerintah Aceh menetapkan hari libur selain hari-hari yang telah ditetapkan
sebagai hari libur nasional seperti hari libur untuk memperingati gempa dan
musibah tsunami di aceh setiap tanggal 26 desember,198 dan hari libur
meugang.199
5. Adanya pengaturan terkait penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Tenaga Kerja Asing adalah tiap orang bukan warga Negara Indonesia yang
mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,
guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.200 Sedangkan menurut Qanun Ketenagakerjaan sendiri TKA
adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah
Indonesia.201 Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan tenaga kerja
asing wajib memiliki izin tertulis dari instansi yang berwenang di bidang
ketenagakerjaan, izin yang dimaksud ialah Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja
198
Ibid, Pasal 49.
199
Ibid, Pasal 47 huru b. 200 Abdul Rachmad Budiono,
Op.Cit., hlm.259
201 Qanun Ketenagakerjaan
Asing (IMTA).202 Izin tersebut hanya dapat diberikan setelah pemberi kerja
membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan disahkan
oleh pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.203 RPTKA
sekurang-kurangnya melampirkan hal-hal berikut:204
a. Formulir RPTKA, yang harus memuat beberapa hal seperti:205
1) Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi
perusahaan yang bersangkutan;
2) Identitas pemberi kerja TKA;
3) Besarnya upah TKA yang dibayar;
4) Jumlah TKA;
5) Uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA;
6) Lokasi kerja;
7) Jangka waktu penggunaan TKA;
8) Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Indonesia sebagai pendamping
TKA yang dipekerjakan;
9) Pencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.
b. Izin usaha dari instansi yang berwenang;
c. Akta pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat
yang berwenang;
d. Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah setempat;
e. Bagan struktur organisasi perusahaan;
202
Maimun, Op.Cit., hlm. 21.
203
Ibid, 21 ayat (2).
204
Ibid, Pasal 26 ayat (2).
205
f. Surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;
g. Bukti wajib lapor ketenagakerjaan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perudang-undangan;
h. Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu.
RPTKA tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional,
dan perwakilan Negara asing. Badan internasional yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah badan-badan internasional yang tidak mencari keuntungan
seperti lembaga-lembaga yang bernaung di bawa PBB misalnya ILO, UNICEF,
WHO dan lain sebagainya.206 Pemberi kerja selain wajib menunjuk tenaga
kerja pendamping (counter part) agar nantinya dapat dilakukan alih teknologi dan alih keahlian agar tenaga pendamping memiliki keahlian sehingga pada
waktunya diharapkan dapat menggantikan tenaga kerja asing yang didampingi,
juga wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja
Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja
asing. 207
Ketentuan tenaga kerja asing ini tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang
menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris serta usaha jasa di bidang
impresariat.208 Usaha jasa impresariat meliputi usaha di bidang jasa pengurusan
penyelenggaraan hiburan yang mendatangkan dan mengembalikan artis,
musisi, olaragawan serta pelaku seni hiburan lainnya yang berkewarganeraan
asing dan meliputi seni tari, seni pentas (panggung), musik hidup, opera, ballet,
drama, peragaan alat music, peragaan kecantikan dan busana, orkes simfoni
206
Maimun, Loc., Cit.
207
Ibid, hlm. 22.
dan lain-lain yang sejenisnya serta akrobatik (sirkus), tinju, golf, tenis, dan
olahraga lain yang bersifat ekhibisi.209
Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemberi kerja tenaga kerja asing
harus mengajukan formulir permohonan RPTKA yang sudah dilengkapi
disertai lampiran-lampirannya sebagimana telah disebutkan sebelumnya ke
Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Penerbitan pengesahan
RPTKA yang dimohonkan dilakukan dengan suatu surat keputusan yang
dilakukan oleh:210
a. Dirjen Pembinaan dan penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri untuk
permohonan penggunaan TKA 50 (lima puluh) orang atau lebih.
b. Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja untuk permohonan
penggunaan TKA kurang dari 50 (lima puluh) orang.
c. Setelah mendapat surat keputusan pengesahan RPTKA, pemberi kerja
tenaga kerja asing mengajukan permohonan untuk mendapatkan
rekomendasi permohonan visa tinggal dengan maksud untuk bekerja
kepada Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Direktorat Jenderal
Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dalam Negeri, Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi. Setelah surat rekomendasi diberikan maka
disampaikan Kepada Direktur Lalu Lintas Keimigrasian (Lantaskim),
Direktur Jenderal Imigrasi guna memperoleh visa tinggal dengan maksud
untuk bekerja.211
209
Ibid. 210
Ibid. 211
Setelah memperoleh visa untuk bekerja, pemberi kerja tenaga kerja asing
mengajukan permohonan untuk memperoleh IMTA kepada direktur tenaga
kerja asing departemen tenaga kerja dan transmigrasi dengan melampirkan:212
a. Copy draft perjanjian kerja;
b. Copy paspor yang masih berlaku;
c. Bukti pembayaran
Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing yang
disetorkan ke rekening dana pengembangan keahlian dan keterampilan pada
Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;
d. Draft riwayat hidup tenaga kerja asing yang dimohonkan.
Dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing ini sebesar US $100,00 per
bulan untuk setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan dan dibayar dimuka.
Untuk tenaga kerja asing yang bekerja kurang dari 1 (satu) bulan maka dana
kompensasi dibayar 1 (satu) bulan penuh. Kewajiban pembayaran ini
dimaksudkan untuk membiayai upaya peningkatan sumber daya manusia
Indonesia.213
Kewajiban membayar kompenasi ini tidak berlaku bagi instansi pemerintah,
perwakilan Negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga
keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
Jabatan-jabatan tertentu dilembaga pendidikan tersebut adalah kepala sekolah dan guru
di lembaga pendidikan yang dikelola kedutaan negara asinga dan dosen atau
212
Ibid. 213
peneliti di perguruan tinggi yang dipekerjakan sebagai bentuk kerja sama
dengan perguruan tinggi di luar negeri.214
IMTA hanya dapat diberikan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu
setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Aceh. Pemerintah Aceh akan
memberikan rekomendasi terhadap TKA apabila perusahaan yang akan
memperkerjakan TKA telah terlebih dahulu mengadakan seleksi untuk Tenaga
Kerja Aceh dengan membentuk tim seleksi yang terdiri atas pengguna TKA,
dinas yang membidangi ketenagakerjaan serta SKPA dan lembaga terkait.215
Apabila setelah seleksi terkait jabatan tertentu yang akan diberikan kepada
TKA tersebut selesai dilaksanakan namun tidak ada Tenaga Kerja Aceh yang
lulus seleksi, maka Rekomendasi dapat dikeluarkan apabila TKA tersebut
memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya ialah:216
a. Memiliki pendidikan dan/ atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;
b. Bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada
tenaga kerja warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping;
c. Dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia;
d. Memenuhi standar kompetensi apabila jabatan yang akan diduduki oleh
TKA tersebut mempunyai standar kompetensi kerja.
Dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) hari kerja semenjak permohonan
IMTA diajukan, Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing harus sudah
menerbitkan IMTA yang dimohonkan, IMTA diberikan untuk jangka waktu
214 Ibid. 215
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 23. 216 Maimun,
paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun,217 sedangkan apabila jabatan TKA tesebut adalah Komisaris
dan Direksi, perpanjangan IMTA diberikan paling lama 2 (dua) tahun dengan
ketentuan tidak melebihi jangka waktu berlakunya RPTKA.218 Perpanjangan
IMTA dapat diterbitkan oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk untuk TKA
yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota, atau dapat juga
diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk untuk TKA yang
lokasi kerjanya dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota. 219
Perpanjangan IMTA sendiri akan dikenakan retribusi yang nantinya akan
disetorkan disetor ke Kas Daerah Aceh atau Kas Daerah Kabupaten/Kota oleh
pemberi kerja TKA. Besarnya tarif Retribusi perpanjangan IMTA ditetapkan
sebesar USD 100/orang per bulan, Retribusi ini dibayarkan dengan rupiah
berdasarkan nilai kurs yang berlaku pada saat pembayaran retribusi oleh Wajib
Retribusi.220 Tarif Retribusi tersebut dapat saja berubah dan ditetapkan kembali
sesuai dengan perubahan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
mengenai jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian di bidang
ketenagakerjaan. Selanjutnya retribusi ini akan digunakan untuk mendanai
penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum,
penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan IMTA, dan kegiatan
pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja Aceh.221
217
Ibid, hlm .23.
218
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 28 ayat (3).
219
Ibid, ayat (4) 220
Republik Indonesia, Qanun Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Retribusi Perizinan Terpadu, Pasal 20.
Namun di sini ada dua hal yang perlu diingat, pertama TKA dapat bekerja di
Aceh apabila keahlian untuk jabatan tertentu belum dimiliki oleh tenaga kerja
Aceh222 dan kedua TKA tidak boleh menempati semua jenis jabatan. Ada jenis
jabatan tertentu yang dilarang diduduki oleh TKA, diantaranya ialah:223
a. Personalia (Personnel Director);
b. Manajer Hubungan Industrial (Industrial Relations Manager); c. Manajer Personalia (Personnel Manager);
d. Supervisor Pengembangan Personalia (Personnel Development Supervisor);
e. Supervisor Perekrutan Personalia (Personnel Recruitment Supervisor); f. Supervisor Penempatan Personalia (Personnel Placement Supervisor); g. Supervisor Pembinaan Karier Pegawai (Employee Career Development
Supervisor);
h. Penata Usaha Personalia (Personal Declare Administrator); i. Kepala Eksekutif Kantor (Chief Executive Officer);
j. Ahli Pengembangan Personalia Dan Karier (Personnel And Career Specialist);
k. Spesialis Personalia (Personnel Specialist); l. Penasihat Karir (Career Advisor);
m.Penasihat Tenaga Kerja (Job Advisor);
n. Pembimbing Dan Konseling Jabatan (Job Advisor And Counseling); o. Perantara Tenaga Kerja (Employee Mediator);
222
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 22 ayat (1).
223 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 40 Tahun
p. Pengadministrasi Pelatihan Pegawai (Job Training Administrator); q. Pewawancara Pegawai (Job Interview);
r. Analis Jabatan (Job Analyst);
s. Penyelenggara Keselematan Kerja Pegawai (Occupational Safety Specialist).
Selain dari jabatan yang dilarang tersebut, berarti dibolehkan untuk dijabat
oleh orang asing sepanjang belum ada ketentuan lain yang melarangnya.224
Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun jabatan tertentu harus dialih
tugaskan kepada tenaga kerja Aceh, kecuali untuk jabatan komisaris dan
direktur sebagai pemilik modal.225 Alih tugas tersebut wajib dilakukan oleh
Perusahaan yang mempekerjakan TKA dalam bentuk pendidikan dan
pelatihan Tenaga Kerja Pendamping serta melakukan alih teknologi dan alih
keahlian.226
6. Setiap tempat kerja wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen di tempat kerja
tersebut. Segala peralatan seperti pesawat, instalasi, mesin, peralatan,
bahan,barang dan produk teknis lainnya, baik berdiri sendiri maupun dalam
satu kesatuan yang mempunyai potensi kecelakaan, peledakan, kebakaran,
keracunan, penyakit akibat kerja dan timbulnya bahaya lingkungan kerja
harus memenuhi syaratsyarat keselamatan dan kesehatan kerja, hygiene
perusahaan dan lingkungan kerja. Maka terhadap peralatan-peralatan tersebut
224Jabatan yang tidak boleh dijabat oleh orang asing,
http://www.hukumonline.com/klinik/ detail/lt4fbdac4174f38/jabatan-jabatan-yang-dapat-dijabat-oleh-orang-asing, (diakses pada tanggal 10 agustus 2016).
225
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 22 ayat (2).
226
haruslah dilakukan pemeriksaan administrasi dan isik, serta pengujian secara
teknis oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.227
7. Setiap pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja atau buruh dalam
hubungan kerja untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusian,
besaran upah didasarkan pada pendidikan, kompetensi, masa kerja serta
jabatan/golongan tenaga kerja.228
8. Setiap perusahaan atau pemberi kerja wajib memberikan jaminan sosial
tenaga kerja kepada pekerja/buruh, baik dalam hubungan kerja maupun di
luar hubungan kerja dan tenaga kerja perseorangan.229
9. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memberikan
penghargaan (Reward) kepada Tokoh, pekerja/buruh yang berprestasi pada bidang ketenagakerjaan di Aceh.230
10. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi
serikat pekerja/buruh yang bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan
hak dan kepentingan, menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya,
menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi
secara demokratis, mengembangkan keterampilan serta meningkatkan
kesejahteraan yang layak bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya baik di
dalam perusahaan maupun di luar perusahaan.231
11. Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi
Pengusaha yang bertujuan untuk memajukan perusahaan dan menciptakan
227
Ibid, Pasal 50 dan Pasal 51 228
Ibid, Pasal 52 dan Pasal 53 229Ibid, Pasal 54
230
Ibid , Pasal 55 231
kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan
memberikan kesejahteraan Pekerja/Buruh secara terbuka, demokratis, dan
berkeadilan.232
Hal-hal yang telah diuraikan diatas telah cukup jelas menunjukkan bahwa
peraturan terkait Tenaga Kerja di dalam Qanun Ketenagakerjaan menempatkan
Tenaga Kerja pada posisi terhormat yang patut untuk dilindungi dan diberi
pembinaan.
C. Pelaksanaan Qanun Ketengakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia
1. Gambaran umum PT. Aica Mugi Indonesia
PT. Aica Mugi Indonesia Langsa adalah perusaaan yang bergerak di bidang
industri lem kayu lapis dan formaldehyde yang teletak di jalan
Langsa-Lhokseumawe km.7, Desa Alue Dua Bakaran Bate, Kecamatan Langsa Baro,
Kota Langsa, Provinsi Aceh dengan luas total lahan 20.000 (dua puluh ribu) m².
Industri lem kayu lapis dan formaldehyde PT. Aica Mugi Indonesia ini adalah
salah satu pemasok lem kayu lapis untuk wilayah Sumatra dan sebagian lagi hasil
produksinya diekspor ke Jepang. PT. Aica Mugi Indonesia ini dibangun pada
tahun 1984 dan mulai beroperasi pada tahun 1987. Dahulunya bernama PT.
Dynea Mugi Indonesia dan saat ini sejak tahun 2013 telah berganti manajemen
dan bernama PT. Aica Mugi Indonesia sesuai dengan Akta Notaris Merryana
Suryana SH No. 17 tanggal 09 Juli 2013 dan Tanda Terdaftar di Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
AHU-00-74695.AH.01.09.Tahun 2013, tanggal 02 Agustus 2013. Manajemen PT. Aica
232
Mugi Indonesia dipimpin oleh seorang direktur berkewarganegaraan asing, yang
dibantu oleh 5 (lima) Manager dan beberapa bagian/seksi. Jumlah keseluruhan
tenaga kerja yang dimiliki perusahaan saat ini adalah orang yang rata-rata
berpendidikan Sekolah Menengah Umum ke atas. Berikut ini adalah struktur
organisasi berdasarkan jabatan PT. Aica Mugi Indonesia, yaitu:
a. Board of Directors b. Director
c. Operation Manager Resin, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:
1) Production Supervisor HSE QS Technical 2) Logistic and Warehouse Staff
3) Maintenance Staff
d. Operation Manager POL, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:
1) Production Supervisor 2) Logistic and Warehouse Staff 3) Maintenance Staff
e. Bussines Manager, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:
1) Sales coordinator
2) Technical Service Executive
f. Financial Controller, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:
1) Assistant Office 2) Finance Supervisor 3) Accounting Supervisor
1) IT and Administration Supervisor 2) HSE Supervisor
3) R&D Supervisor
2. Pelaksanaan Qanun di PT. Aica Mugi Indonesia
PT. Aica Mugi Indonesia sebagai sebuah perusahaan yang berada di dalam
wilayah provinsi Aceh yang kegiatan usahanya bergerak di bidang industri lem
kayu lapis dan Formaldehyde serta memiliki lebih dari 10 (sepuluh) karyawan
tentu membutuhkan suatu peraturan hukum yang digunakan untuk mengatur agar
segala kegiatan di perusahaan berjalan dengan baik. Selain mempergunakan
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama perusahaan juga
menggunakan produk-produk hukum yang dikeluarkan pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah. PT. Aica Mugi Indonesia sebagai perusahaan yang berada di dalam
wilayah provinsi Aceh sudah tentu terikat dengan peraturan hukum yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat, tidak terkecuali dengan Qanun
Ketenagakerjaan yang disahkan pada tahun 2014 lalu.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di PT. Aica Mugi Indonesia yang
menyangkut pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan dapat disimpulkan bahwa
meskipun berada di wilayah hukum pemerintah Aceh, namun PT. Aica Mugi
Indonesia tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai salah satu peraturan
hukum ketenagakerjaan di perusahaannya. Terkait pengaturan ketenagakerjaan,
perusahaan sendiri lebih menjadikan UU Ketenagakerjaan sebagai payung hukum
diatur didalam Qanun Ketenagakerjaan hampir sebagian besar isinya adalah sama
dengan apa yang diatur di dalam UU Ketenagakerjaan, ini dikarenakan Qanun
Ketenagakerjaan sendiri merupakan peraturan pelaksana dari UU
Ketenagakerjaan.
Apabila melihat kepada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan, meskipun
selama ini tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum namun
secara tidak langsung PT. Aica Mugi Indonesia telah menjalankan beberapa hal
yang diatur di dalam Qanun Ketenagakerjaan. Berikut ini adalah bentuk
pelaksanaan beberapa peraturan yang terdapat di dalam Qanun ketenagakerjaan di
PT. Aica Mugi Indonesia, yaitu:
a. PT Aica Mugi Indonesia tidak mempekerjakan anak yang masih dibawah
umur sebagai karyawan, ini sesuai dengan amanah pasal 42 Qanun
Ketenagakerjaan. Hal ini dapat dilihat pada data karyawan PT. Aica Mugi
Indonesia yang menunjukkan bahwa usia karyawannya antara 22 (dua puluh
dua) tahun hingga 61 (enam puluh satu) tahun. Usia karyawan termuda di
PT. Aica Mugi Indonesia adalah 22 (dua puluh dua) tahun yang masa
kerjanya sebagai karyawan di PT. Aica dimulai pada 1 Februari 2016,
artinya karyawan tersebut ketika diterima sebagai karyawan di perusahaan
bukanlah berstatus sebagai anak dibawah umur. Kebijakan ini dilakukan
oleh perusahaan selain dalam rangka menjalankan amanah peraturan
perundang-undangan juga karena pertimbangan bahwa perusahaan bergerak
di bidang yang berhubungan dengan pengolahan bahan kimia yang dapat
terpapar zat kimia, selain itu alat-alat produksi yang digunakan oleh
perusahaan tergolong kedalam alat berat seperti steam boiler yang berk