DAFTAR PUSTAKA
Amin, Dedy Khairul, 2008, Perhitungan Beban Aksial Kritis pada Kolom Baja Dalam Sebuah Struktur Portal Baja (Studi Literatur), Jurnal, Universitas Sumatera Utara.
Amon, Rene, Bruch Knobloch, Atanu Mazumder, 2000, Perencanaan Konstruksi Baja Jilid 1, Jakarta, PT Pradnya Paramita
Amon, Rene, Bruch Knobloch, Atanu Mazumder, 1999, Perencanaan Konstruksi Baja Jilid 2, Jakarta, PT Pradnya Paramita
Apriyanto, Wira, 2007, Analisa Perbandingan Tekuk Kolom Dengan Menggunakan Profil Baja Tersusun dan Komposit (Studi Literatur), Jurnal, Universitas Sumatera Utara.
Bowles, Joseph E., 1985, Desain Baja Konstruksi, Jakarta : Erlangga.
Depari, Yelena Hartati, Eksperimen Tekuk P Kritis Pada Circular Hollow Section, Jurnal, Universitas Sumatera Utara.
Dewobroto, Wiryanto, 2015, Struktur Baja, Lumina Press: Jakarta
McCormac, Jack C., 2008, Structural Steel Design Fourth Edition, New Jersey : Pearson Education, Inc.
MSN, Michael, Analisa Penahan Tekuk Lateral pada Balok Baja Profil I, Jurnal, Universitas Sumatera Utara
Salmon, Charles G. dan Johnson, John F., 1995, Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid 2 Edisi Kedua, Diterjemahkan oleh : Ir. Wira M.S.C.E, Jakarta : Erlangga.
Salmon, Charles G. dan Johnson, John F., 1997, Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid 1 Edisi Kedua, Diterjemahkan oleh : Ir. Wira M.S.C.E, Jakarta : Erlangga.
Setiawan, Agus, 2008, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Berdasarkan SNI 03-1729-2002), Semarang : Erlangga.
BAB III
METODOLOGI ANALISA BEBAN KRITIS KOLOM
3.1 Umum
Pada bab berikut ini, akan dibahas mengenai kriteria kolom dan
langkah-langkah perencanaan dan analisis beban kritis pada kolom. Kolom sebagai elemen
tekan juga merupakan elemen penting pada konstruksi. Kolom pada umumnya
merupakan elemen vertikal. Namun sebenarnya kolom tidak harus selalu berarah
vertikal, bahkan dinding pemikul (load-bearing wall) sebenarnya juga dapat
dipandang sebagai kolom yang diperluas menjadi suatu bidang. Umumnya, kolom
tidak mengalami lentur secara langsung, karena tidak ada beban tegak lurus
terhadap sumbunya. Sistem post and beam terdiri dari elemen struktur horisontal
(balok) diletakkan sederhana di atas dua elemen struktur vertikal (kolom) yang
merupakan konstruksi dasar yang digunakan sejak dulu. Pada sistem ini, secara
sederhana balok dan kolom digunakan sebagai elemen penting dalam konstruksi.
Batang tekan adalah elemen struktur yang mendukung gaya tekan aksial.
Batang-batang lurus yang mengalami tekanan akibat bekerjanya gaya-gaya aksial dikenal
dengan kolom. Kolom-kolom yang pendek ukurannya, kekuatannya ditentukan
berdasarkan kekuatan leleh dari bahannya sedangkan untuk kolom-kolom yang
ukurannya sedang, kekuatannya ditentukan oleh faktor elastis yang terjadi.
3.2 Prinsip Desain Kolom
Elemen struktur kolom yang mempunyai nilai perbandingan antara
panjang dan dimensi penampang melintangnya relatif kecil disebut kolom pendek.
bila mengalami beban berlebihan, maka kolom pendek pada umumnya akan gagal
karena hancurnya material. Dengan demikian, kapasitas pikul-beban batas
tergantung pada kekuatan material yang digunakan. Semakin panjang suatu
elemen tekan, proporsi relatif elemen akan berubah hingga mencapai keadaan
yang disebut elemen langsing. Perilaku elemen langsing sangat berbeda dengan
elemen tekan pendek. Perilaku elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah
apabila bebannya kecil, elemen masih dapat mempertahankan bentuk liniernya,
begitu pula apabila bebannya bertambah. Pada saat beban mencapai nilai tertentu,
elemen tersebut tiba-tiba tidak stabil, dan berubah bentuk menjadi seperti
tergambar.
Hal inilah yang dibuat fenomena tekuk (buckling) apabila suatu elemen
struktur (dalam hal ini adalah kolom) telah menekuk, maka kolom tersebut tidak
mempunyai kemampuan lagi untuk menerima beban tambahan. Sedikit saja
penambahan beban akan menyebabkan elemen struktur tersebut runtuh. Dengan
demikian, kapasitas pikul-beban untuk elemen struktur kolom itu adalah besar
beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Struktur yang
sudah mengalami tekuk tidak mempunyai kemampuan layan lagi.
Fenomena tekuk adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh
ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban.
Kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan dapat terjadi pada berbagai
material. Pada saat tekuk terjadi, taraf gaya internal bisa sangat rendah. Fenomena
tekuk berkaitan dengan kekakuan elemen struktur. Suatu elemen yang mempunyai
mempunyai kekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur, semakin
kecil kekakuannya.
Apabila suatu elemen struktur mulai tidak stabil, seperti halnya kolom
yang mengalami beban tekuk, maka elemen tersebut tidak dapat memberikan gaya
tahanan internal lagi untuk mempertahankan bentuk liniernya. Gaya tahanannya
lebih kecil daripada beban tekuk. Kolom yang tepat berada dalam kondisi
mengalami beban tekuk sama saja dengan sistem yang berada dalam kondisi
keseimbangan netral. Sistem dalam kondisi demikian mempunyai kecenderungan
mempertahankan konfigurasi semula.
Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (Pcr) pada suatu elemen
struktur tekan panjang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a) Panjang Kolom
b) Pada umumnya, kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan
kuadrat panjang elemennya. Selain itu, faktor lain yang menentukan besar
beban tekuk adalah yang berhubungan dengan karakteristik kekakuan
elemen struktur (jenis material, bentuk, dan ukuran penampang).
c) Kekakuan
Kekakuan elemen struktur sangat dipengaruhi oleh banyaknya material
dan distribusinya. Pada elemen struktur persegi panjang, elemen struktur
akan selalu menekuk pada arah seperti yang diilustrasikan pada di bawah
bagian (a). Namun bentuk berpenampang simetris (misalnya bujursangkar
atau lingkaran) tidak mempunyai arah tekuk khusus seperti penampang
segiempat. Ukuran distribusi material (bentuk dan ukuran penampang)
d) Kondisi ujung elemen struktur
Apabila ujung-ujung kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai
kemampuan pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama
yang ujung-ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan
sehingga juga meningkatkan kestabilan yang mencegah tekuk. Mengekang
(menggunakan bracing) suatu kolom pada suatu arah juga meningkatkan
kekakuan. Fenomena tekuk pada umumnya menyebabkan terjadinya
pengurangan kapasitas pikul-beban elemen tekan. Beban maksimum yang
dapat dipikul kolom pendek ditentukan oleh hancurnya material, bukan
tekuk.
Sebaliknya, pada kolom panjang atau langsing, kegagalan yang terjadi
disebabkan oleh beban yang lebih kecil daripada beban yang menyebabkan
hancurnya material. Ini berarti bahwa tegangan aktual yang ada apabila tekuk
terjadi pada kolom panjang (tegangan tekuk kritis) selalu lebih kecil daripada
tegangan leleh.
Kegagalan pada kolom panjang adalah yang disebabkan oleh tekuk, jadi
tegangan yang terjadi pada saat gagal lebih kecil daripada tegangan leleh material
kolom tersebut.
3.3. Analisa Kolom
3.3.1 Kolom Pendek
Analisis pada kolom pendek dibagi atas analisa terhadap dua jenis beban
a. Beban Aksial
Elemen tekan yang mempunyai potensi kegagalan karena
hancurnya material (tegangan langsung) dan mempunyai kapasitas
pikul-beban tak tergantung pada panjang elemen, relatif lebih
mudah untuk dianalisis. Apabila beban yang bekerja bertitik
tangkap tepat pada pusat berat penampang elemen, maka yang
timbul adalah tegangan tekan merata.
b. Beban Eksentris
Apabila beban bekerja eksentris (tidak bekerja di pusat berat
penampang melintang), maka distribusi tegangan yang timbul tidak
akan merata. Efek beban eksentris adalah menimbulkan momen
lentur pada elemen yang berinteraksi dengan tegangan tekan
langsung. Bahkan apabila beban itu mempunyai eksentrisitas yang
relatif besar, maka di seluruh bagian penampang yang
bersangkutan dapat terjadi tegangan tarik seperti tergambar di
bawah ini. Aturan sepertiga-tengah, yaitu aturan yang
mengusahakan agar beban mempunyai titik tangkap di dalam
sepertiga tengah penampang (daerah Kern) agar tidak terjadi
Gambar 3.1 Beban Eksentris Pada Kolom
3.3.2 Kolom Panjang
Analisis pada kolom panjang dibagi atas analisa terhadap dua faktor yang
terjadi pada elemen tekan tersebut, yaitu :
a. Tekuk Euler
Beban tekuk kritis untuk kolom yang ujung-ujungnya sendi disebut
sebagai beban tekuk Euler, yang dinyatakan dalam Rumus Euler.
Akibat terlenturnya batang tersebut, maka timbul momen lentur sekunder yang besarnya:
M(x) = P.y(x) ………..(3.1)
Dengan mengingat bahwa:
d²y dx ² = −
M(x)
Sehingga dari persamaan 3.1 dan 3.2 diperoleh suatu persamaan
diferensial linier orde dua dengan koefisien konstan:
d2y dx2 = −
P
EIy = 0 ………..(3.3)
Dengan mengubah K² = P
EI maka solusi persamaan 3.3 adalah:
y(x) = A sin Kx + B cos Kx ………..(3.4)
dari kondisi batas diketahui:
y(0) = 0 , sehingga : 0 = 0 + B B = 0 ……….(3.5a)
y(L) = 0 , sehingga 0 = A sin KL ……….(3.5b)
Ada tiga kemungkinan solusi dari persamaan 3.5b, A = 0 yang berarti
tidak ada lendutan, KL = 0 yang berarti tidak ada beban, serta KL = N.π (N=1,2,3,…). dari alternatif ketiga diperoleh:
K² = N
2EI
L2 =
P
EI ………..(3.6)
Atau dari persamaan 3.6, dengan N = 1 (N ditetapkan sedemikian sehingga
P memberikan tingkat energy yang minimum), diperoleh:
Pcr = = π2EI
L2 ………..(3.7)
Dan tegangan tekan yang terjadi:
fcr = = Pcr
Ag = = =
π²E
(L/r)2 ………(3.8)
dimana, r = I
Dengan rumus ini, dapat diprediksi bahwa apabila suatu kolom menjadi
sangat panjang, beban yang dapat menimbulkan tekuk pada kolom menjadi
semakin kecil menuju nol, dan sebaliknya. Rumus Euler ini tidak berlaku untuk
kolom pendek, karena pada kolom ini yang lebih menentukan adalah tegangan
hancur material. Bila panjang kolom menjadi dua kali lipat, maka kapasitas pikul
beban akan berkurang menjadi seperempatnya. Dan bila panjang kolom menjadi
setengah dari panjang semula, maka kapasitas pikul beban akan meningkat
menjadi 4 kali. Jadi, beban tekuk kolom sangat peka terhadap perubahan panjang
kolom.
b. Tegangan Tekuk Kritis
Beban tekuk kritis kolom dapat dinyatakan dalam tegangan tekuk kritis
(fcr), yaitu dengan membagi rumus Euler dengan luas penampang A. Unsur L/r
disebut sebagai rasio kelangsingan kolom. Tekuk kritis berbanding terbalik
dengan kuadrat rasio kelangsingan. Semakin besar rasio, akan semakin kecil
tegangan kritis yang menyebabkan tekuk. Rasio kelangsingan (L/r) ini merupakan
parameter yang sangat penting dalam peninjauan kolom karena pada parameter
inilah tekuk kolom tergantung. Jari-jari girasi suatu luas terhadap suatu sumbu
adalah jarak suatu titik yang apabila luasnya dipandang terpusat pada titik tersebut,
momen inersia terhadap sumbu akan sama dengan momen inersia luas terhadap
sumbu tersebut. Semakin besar jari-jari girasi penampang, akan semakin besar
pula tahanan penampang terhadap tekuk, walaupun ukuran sebenarnya dari
3.4 Kondisi Ujung
Pada kolom yang ujung-ujungnya sendi, titik ujungnya mudah berotasi
namun tidak bertranslasi. Hal ini akan memungkinkan kolom tersebut mengalami
deformasi.
Gambar 3.2 Panjang Efektif Kolom Ideal
Jenis Perletakan Harga K Teoritis
Harga K yang Disarankan
Jepit-Jepit 0,5 0,65
Jepit-Sendi 0,7 0,80
Sendi-Sendi 1,0 1,0
Jepit-Jepit Tak
Sempurna 1,0 1,2
Jepit-Bebas 2,0 2,10
Jepit Tak
Sempuna-Bebas 2,0 2,0
3.5 Tekuk pada Batang Prismatis
Batang yang dibebani secara aksial (Axially loaded members) yaitu,
batang-batang tyang merupakan elemen-elemen struktur yang memiliki sumbu
longitudinal yang lurus dan hanya memikul gaya aksial (tarik atau tekan). Hal ini
biasanya terdapat pada batang-batang diagonal dalam berbagai rangka batang
(truss), batang-batang penghubung dalam berbagai mesin, kabel-kabel dalam
jembatan, kolom-kolom dalam bangunan dan lain-lain.
Penampang-penampang dapat berbentuk pejal, berongga atau berbanding tipis
(flin walled) dan terbuka. Dalam mendesain suatu kolom agar ekonomis dapat
dilakukan dengan memakai tampang yang bervariasi tanpa perubahan sepanjang
batang. Dalam hal ini penulis mengambil tampang yaitu Profil I tersusun yang
nantinya akan dibandingkan dengan profil X.
Maka dalam menganalisis tampang tersebut yang harus diperhitungkan adalah
sebagai berikut:
Inersia tampang (I)
Luas tampang (F) Gaya yang bekerja
Panjang tekuk (Lk)
Kondisi perletakkan yang mengekang di kedua ujungnya.
Dimana kondisi perletakkan ujung yang dianalisa adalah sebagai berikut:
Jepit-jepit
Jepit-bebas
Jepit-sendi
3.6 Klasifikasi Penampang pada batang tekan aksial
Agar strukturnya optimal, maka resiko tekuk lokal harus dihindari. Untuk
itu dibuat klasifikasi untuk memisahkan penampang tidak langsing dan langsing.
Itu dilakukan dengan cara mengevaluasi rasio tebal-lebar (b/t) tiap-tiap elemen
dari penampang. Elemen-elemen dipilah berdasarkan kondisi kekangannya,
apakah kedua sisinya tersambung kepada elemen lain, atau masih ada sisi bebas.
Nilai b/t setiap elemen penampang selanjutnyadibandingkan dengan nilai batas
Masing-masing elemen penampang perlu ditinjau, jika semua elemen tidak
melebihi nilai batas rasio b/t di gambar 3.3, maka penampang diklasifikasikan
sebagai penampang tidak langsing (ideal) dan sebaliknya sebagai penampang
langsing.
Gambar 3.3 Klasifikasi elemen pada batang tekan aksial (Analisis dan desain komponen struktur baja 2010)
3.7 Tekuk Torsi dan Tekuk Lentur
Jika sebuah komponen struktur tekan dibebani beban aksial tekan
sehingga terjadi tekuk terhadap keseluruhan elemen tersebut (bukan tekuk lokal),
maka ada tiga macam potensi tekuk yang mungkin terjadi di antaranya:
a. Tekuk lentur
Pada umumnya kekuatan komponen struktur dengan beban aksial trkan
murni ditentukan oleh tekuk lentur. Hingga kini komponen struktur tekan
yang dibahas adalah komponen struktur tekan yang mengalami tekuk
lentur. Tekuk lentur mengakibatkan defleksi terhadap sumbu lemah
(sumbu dengan rasio kelangsingan terbesar). Setiap komponen struktur
tekan dapat mengalami kegagalan akibat tekuk lentur.
b. Tekuk torsi
Model tekuk ini terjadi akibat adanya puntiran dalam sumbu memanjang
komponen struktur tekan. Tekuk torsi hanya terjadi pada elemen-elemen
yang langsing dengan sumbu simetri ganda. Bentuk profil standar hasil
gilas panas umumnya tidak mempunyai resiko terhadap tekuk torsi, namun
profil yang tersusun dari pelat-pelat yang tipis harus diperhitungkan
terhadap tekuk torsi. Sebagai contoh, penampang yang riskan terhadap
tekuk torsi adalah penampang berbentuk silang. Penampang ini dapat
disusun dari empat buah profil siku yang diletakkan saling membelakangi.
c. Tekuk lentur torsi
Tekuk ini terjadi akibat kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi. Batang
Gambar 3.4 Macam model tekuk komponen struktur tekan
Gambar 3.5 menunjukkan komponen struktur tekan dengan penampang
melintang berbentuk silang, sedangkan gambar 3.5b adalah sebuah potongan
sepanjang dz dari komponen struktur tersebut. Pada suatu potongan eleme dA
bekerja gaya tekan f.dA. pada awalnya tegangan yang terjadi adalah seragam pada
seluruh panjang elemen sebab beban tekan yang bekerja adalah konsentris. Akibat
beban yang bekerja akhirnya suatu titik yang terletak sejajar z dari ujung elemen
akan tertekuk seperti pada gambar 3.5c. perpindahan pada titik tersebut dari posisi
awalnya adalah sebesar u + du. Dari gambar 3.5a diperoleh hubungan:
Dengan f adalah sudut punter dan r adalah jarak dari pusat geser ke dA.
Jumlahkan momen-momen terhadap sumbu z dalam 3.5c:
dTv = r. dQ. dr = 0 ………(3.10)
Gambar 3.5 Tekuk Torsi pada penampang bentuk silang
Jumlahkan pula momen-momen dalam gambar 3.5d :
dM.dr + Q.dr.dz + f.dA.du = 0 ………(3.11)
Dari persamaan 4.34, selesaikan untuk Q dan kemudian differensiasikan
Q.dr = −dM
Bagilah persamaan 3.10 dengan dz, dan subsitusikan hasilnya ke
persamaan 3.13 :
Karena M adalah komponen per satuan r , maka momen pada elemen dA
(=t.dr) adalah M.dr , sehingga :
3.16, sehingga diperoleh hubungan:
Karena Tv = G.J.dɸ
ke dalam persamaan 3.19 didapatkan :
-G.J.ɸn + E.t³ 12 .ɸ
iv
r². dr + f.ɸn r2. dA = 0 ……….(3.20)
Dengan mengingat bahwa :
r². dr = 4 x 1/3. r3|b =4xb3
3 ………..(3.21)
Dan r2. dA = Ip (Ip adalah momen inersia polar …………..(3.22)
Maka persamaan 3.20 dapat disederhanakan menjadi :
-G.J.ɸn + E.t³ penampang berbentuk silang. Persamaan 3.35 dapat disederhanakan menjadi :
Persamaan 3.37 merupakan suatu persamaan differensial linier homogeny
orde keempat, yang mempunyai solusi :
ɸ = A.sin Kz + B cos Kz + C.z +D ………..(3.39)
Konstanta A, B, C, dan D dapat ditentukan dengan menggunakan kondisi
batas yang ada. Kian tumpuan pada ujung-ujung kolom adalah jeput, maka dapat
digunakan empat buah kondisi batas sebagai berikut :
ɸz = 0 = 0 0 = B + D
ɸz = L = 0 0 = A. sin KL + B. cos KL + CL + D
(du
dz)z=0 = 0 0 = A.K + C
(du
dz)z=L = 0 0 = A.K.cos KL - B.K.sin KL + C
Eliminasikan C dan D dari keempat persamaan tersebut sehingga
diperoleh dua buah persamaan linier:
A(sin KL - KL) + B(cos KL - 1) = 0 ………..(3.40a)
A(cos KL – 1 ) - B.sin KL = 0 ..…………...(3.40b)
Solusi dari system persamaan linier tersebut eksis jikadeterminan dari
persamaan tersebut sama dengan nol, jika evaluasi terhadapa determinan
dilakukan dan disamakan dengan nol, maka akan diperoleh persamaan :
sin KL 2.(2.sin
KL
2 - KL. cos KL
Persamaan 3.41 dipenuhi, jika KL
2 = π atau KL
2 = 4,49. subsitusikan nilai
akar terkecil ke dalam persamaan3.38 , sehingga didapatkan tegangan kritis
minimum :
kolom, maka diperoleh besar tegangan kritis :
Fcr = G.J
untuk profil-profil dengan dua sumbu simetri (sebagai contoh adalah profil silang
dan WF). Selanjutnya dapat ditentukan jari-jari girasi profil yang dapat
menimbulkan tekuk lentur torsi, yaitu dengan cara menyamakan fcr dari
persamaan 3.36 dan fcr dari persamaan 3.44 :
Jika rt dari persamaan 3.46 lebih kecil dari rx atay ry profil, maka
keruntuhan profil akan ditentukan oleh tekuk lentur torsi. Ip dalam persamaan
3.45 adalah momen inersia polar terhadap pusat geser.
3.8 Menghitung kekuatan penampang langsing
Setelah didapatkan seluruh nilai properti penampang, maka langkah
selanjutnya di dalam analisis perhitungan adalah mengecek stabilitas lokal dengan
menentukan apakah penampang dengan dimensi tertentu merupakan penampang
langsing atau tak langsing yang ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut.
a. Langsing λ> λr
b
2tf 0,56 E
fy ... (3.47)
h
tw 1,49 E
fy ...(3.48)
b. Tak langsing λ< λr
b
2tf 0,56 E
fy ...(3.49)
h
tw 1,49 E
fy ...(3.50)
3..8.1 Penampang Langsing
Setelah diketahui bahwa penampang tersebut tak langsing, maka langkah
perhitungan selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Menghitung rasio kelangsingan struktur
KL
b. Menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy ...(3.52)
c. Menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
Tekuk inelastis KL
rmin 4,71 E
fy atau fe 0,44fy
Fcr = 0,877fe ...(3.53)
Tekuk elastis KL
rmin 4,71 E
fy atau fe 0,44fy
Fcr = (0,658Fefy ) . fy ...(3.54)
d. Menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = As x Fcr ...(3.55)
e. Menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn ...(3.56)
3.8.2 Penampang Tak Langsing
Apabila diketahui bahwa penampang tersebut langsing, maka
langkah perhitungannya adalag sebagai berikut :
a. Menghitung rasio kelangsingan struktur
KL
rmin 200
b. Menghitung faktor reduksi Q
Q = Qs x Qa
...(3.57)
Qs = 1
c. Menghitung batas kelangsingan
4,71 E fy
d. Menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
Tekuk inelastis KL
rmin 4,71 E
Qfy atau fe 0,44Qfy
Fcr = 0,877fe
Tekuk elastis KL
rmin 4,71 E
fy atau fe 0,44Qfy
Fcr = (0,658Fefy ) . fy
e. Menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = Ag x Fcr
f. Menghitung kekuatan desain
Gambar 3.6 Bagan Alir Perencanaan Batang Tekan Berdasarkan Peraturan AISC MULAI
INPUT DATA PROFIL (TW,TF,B,H)
E, Fy & DATA GEOMETRI STRUKTUR
PERHITUNGAN INERSIA PENAMPANG (STRUKTUR
Ix, Iy) DAN RADIUS GYRATION (rx)
SYARAT KELANGSINGAN STRUKTUR : KL
rmin ≤ 200
CEK KELANGSINGAN PENAMPANG :
a.) h/tw < 0,56 E fy b.) b/ tf < ,49 √E/fy
NORMAL CAPACITY Pn = Fcr x Ag
KOLOM TAK LANGSING KOLOM
LANGSING
SELESAI
Gambar 3.7 Bagan Alir Perhitungan Kolom Tak Langsing AISC KOLOM TAK
LANGSING
HITUNG fe :
Fe = π
2E KL
r 2
CEK BUCKLING YANG TERJADI :
KL
r < 4,71 E fy Fe > 0,44 fy
ELASTIC BUCKLING
Fcr = (0,658
fy Fe ) . fy
ELASTIC BUCKLING Fcr =(0,877) Fe
SELESAI
Gambar 3.7 Bagan Alir Perhitungan Kolom Langsing AISC KOLOM
LANGSING
HITUNG fe :
Fe = π2E
KL r
2
CEK BUCKLING YANG TERJADI :
KL
r < 4,71 E Q.fy Fe > Q x 0,44 fy
ELASTIC BUCKLING
Fcr = (Q x0,658
fy Fe ) . fy
ELASTIC BUCKLING Fcr =(0,877) Fe
SELESAI
TIDA YA
HITUNG FAKTOR REDUKSI Q:
BAB IV
ANALISA PERHITUNGAN TEKUK KOLOM PROFIL I TERSUSUN DAN PROFIL X
4.1 Perencanaan
Dalam penyajian bahasan mengenai analisis tekuk kolom pada profil
tersusun. Pada Tugas Akhir ini, penulis mengambil suatu model kolom baja
dengan berbagai jenis perletakan dan panjang 10m, seperti yang terlihat pada
Gambar 4.1 berikut.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1.(a) model perletakan kolom yang akan dianalisa, (b) profil I tersusun,
(c) profil X
4.2 Pembahasan Profil I Tersusun
4.2.1 Perhitungan kolom baja profil I tersusun
Direncanakan : A = 130cm2 e = 6 cm b = 14 cm H = 25 cm
Untuk mencari inersia ditentukan dengan cara berikut :
Sehingga nilai Ix dan Iy adalah sebagai berikut :
Ix = 2( 1
Untuk menentukan nilai rx dan ry :
rx = Ix
A =
146130040
ry = Iy A =
725890000
13000 = 236,3 mm
Menghitung nilai J (konstanta puntir) :
J = 1
3(2 x b x t
3+ d′w3) = (2x340x103+ 230 x 103)
3 = 303.333,33 mm⁴
Menghitung nilai Cw :
Cw = 1
Untuk menentukan klasifikasi penampang : sayap = Maka klasifikasi profil I tersusun adalah penampang tidak langsing,
sehingga ditinjau tekuk lentur dan tekuk puntir.
Menghitung tegangan kritis tekuk - lentur :
Menghitung tegangan kritis tekuk lentur terhadap sb.x
I. kondisi jepit-jepit (k = 0,5)
a. menghitung rasio kelangsingan struktur
KL b. menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy = 4,71 x
200000
240 = 136
c. menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
sehingga, Fe = π2E
Menghitung tegangan kritis tekuk lentur terhadap sb.y
a. dari perhitungan sebelumnya di dapat nilai ry = 10,602 cm
b. menghitung nilai a
maka, a ≤ 0,75 x KL
Menghitung tegangan kritis tekuk - puntir :
= 0,882 . fy = 211,805 MPa
Kuat tekan nominal kolom profil I tersusun
Karena Fcr tekuk puntir < Fcr tekuk lentur, maka profil I tersusun dengan
kondisi ujung jepit-jepit mengalami tekuk puntir sebesar 211,805 Mpa < tekuk
lentur sebesar 214,317 Mpa. Maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil
yaitu tekuk puntir.
a. menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = A x Fcr
= 13000 mm² x 211,805 N/mm²
= 2753,465 kN
b. menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn
= 0,9 x 2753,465 kN
= 2478,1185 kN
Menghitung tegangan kritis tekuk - lentur :
Menghitung tegangan kritis tekuk lentur terhadap sb.x
II. kondisi jepit-sendi (k = 0,7)
a. menghitung rasio kelangsingan struktur
KL
rmin ≤ 200 KL
rmin =
0,7 10000 106,02 =
7000
106,02 = 66,025 ≤ 200 ….. OK! b. menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy = 4,71 x
200000
c. menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
Menghitung tegangan kritis tekuk lentur terhadap sb.y
a. dari perhitungan sebelumnya di dapat nilai ry = 10,602 cm
b. menghitung nilai a
maka, a ≤ 0,75 x KL
Menghitung tegangan kritis tekuk - puntir :
Fe = [π²E . Cw
= [π
Kuat tekan nominal kolom profil I tersusun
Karena Fcr tekuk puntir < Fcr tekuk lentur, maka profil I tersusun dengan
kondisi ujung jepit - sendi mengalami tekuk puntir sebesar 187,543 Mpa < tekuk
lentur sebesar 192,249 Mpa. Maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil
yaitu tekuk puntir.
a. menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = A x Fcr
= 13000 mm² x 187,543 N/mm²
= 2438,059 kN
b. menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn
= 0,9 x 2438,059 kN
= 2194,254 kN
Menghitung tegangan kritis tekuk - lentur :
Menghitung tegangan kritis tekuk lentur terhadap sb.x
III. kondisi sendi-sendi (k = 1)
a. menghitung rasio kelangsingan struktur
b. menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy = 4,71 x
200000
240 = 136
c. menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
KL
Menghitung tegangan kritis tekuk lentur terhadap sb.y
a. dari perhitungan sebelumnya di dapat nilai ry = 10,602 mm
b. menghitung nilai a
Menghitung tegangan kritis tekuk - puntir :
Kuat tekan nominal kolom profil I tersusun
Karena Fcr tekuk lentur < Fcr tekuk puntir, maka profil I tersusun dengan
kondisi ujung sendi-sendi mengalami tekuk puntir sebesar 152,64 MPa < tekuk
lentur sebesar 236,16 Mpa. Maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil yaitu
tekuk lentur.
d. menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = A x Fcr
= 13000 cm² x 152,64 N/mm²
= 1984,32 kN
e. menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn
= 0,9 x 1984,32
= 1785,888 kN
Menghitung tegangan kritis tekuk - lentur :
Menghitung tegangan kritis tekuk lentur terhadap sb.x
IV. kondisi jepit-bebas (k = 2)
a. menghitung rasio kelangsingan struktur
KL
b. menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy = 4,71 x
200000
240 = 136
c. menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
KL
Menghitung tegangan kritis tekuk lentur terhadap sb.y
a. dari perhitungan sebelumnya di dapat nilai ry = 10,602 cm
b. menghitung nilai a
Fcr = (0,658
Menghitung tegangan kritis tekuk - puntir :
Fe = [π²E . Cw
Kuat tekan nominal kolom profil I tersusun
Karena Fcr tekuk lentur < Fcr tekuk puntir, maka profil I tersusun dengan
kondisi ujung jepit - bebas mengalami tekuk puntir sebesar 39,240 MPa < tekuk
lentur sebesar 69,600 Mpa. Maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil yaitu
tekuk lentur.
d. menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = A x Fcr
= 13000 mm² x 39,240 N/mm²
= 510,12 kN
e. menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn
= 0,9 x 510,12 kN
4.3 Pembahasan Kolom X
4.3.1 Perhitungan kolom baja profil X
Direncanakan : A = 130 cm² b = 30 cm H = 60 cm t = 1,47 cm G = 77200 MPa Fy = 240 MPa
Untuk mencari inersia ditentukan dengan cara berikut ini :
Ix = Iy = 2 x ( 1
3.b³.t)
= 2x30³x1,47
3 = 26460 cm 4
Itotal = Ix + Iy = 52920 cm4
Untuk menghitung nilai J (konstanta puntir) adalah :
J = 4 x 1
3xb³xt
= 4 x 1
3.30.1,47³ = 127,061 cm⁴ = 1,27 x 10⁶ mm⁴
Untuk menghitung nilai Cw adalah :
Cw = b³.t³
9 = = 30³.1,47³
Untuk menghitung nilai rx dan ry adalah :
rx = ry = � � =
26460
130 = 14,266 cm
Untuk menentukan klasifikasi penampang :
Untuk kolom baja profil X ini, semua elemen ditinjau sebagai sayap.
Maka, b
Menghitung tegangan kritis tekuk – lentur: I. kondisi jepit-jepit (k = 0,5)
c. menghitung rasio kelangsingan struktur
KL
d. menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy = 4,71 x
200000
240 = 136
e. menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
KL
Menghitung tegangan kritis tekuk – puntir :
= 186,690 MPa
Kuat tekan nominal kolom profil.X
Karena Fcr tekuk puntir < Fcr tekuk lentur, maka profil X dengan kondisi
ujung jepit-jepit mengalami tekuk puntir sebesar 140,160 Mpa < tekuk lentur
sebesar 225,458 Mpa. Maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil yaitu tekuk
puntir.
f. menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = A x Fcr
= 13000 mm² x 140,160 N/mm²
= 1822,080 kN
g. menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn
= 0,9 x 1822,080 kN
= 2024,533 kN
Menghitung tegangan kritis tekuk –lentur : II. kondisi jepit-sendi (k = 0,7)
a. menghitung rasio kelangsingan struktur
KL
b. menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy = 4,71 x
200000
c. menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
Menghitung tegangan kritis tekuk – puntir :
Fe = [π²E.Cw
Kuat tekan nominal kolom profil.X
Karena Fcr tekuk puntir < Fcr tekuk lentur, maka profil X dengan kondisi
ujung jepit-sendi mengalami tekuk torsi sebesar 139,847 MPa < tekuk lentur
sebesar 212,327 MPa. Maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil yaitu
tekuk puntir.
d. menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = A x Fcr
= 13000 mm² x 139,847 N/mm²
e. menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn
= 0,9 x 1818,011 kN
= 1636,209 kN
Menghitung tegangan kritis tekuk – lentur : III. kondisi sendi-sendi (k = 1)
a. menghitung rasio kelangsingan struktur
KL
b. menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy = 4,71 x
200000
240 = 136
c. menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
KL
Menghitung tegangan kritis tekuk – puntir :
Kuat tekan nominal kolom profil.X
Karena Fcr tekuk puntir < Fcr tekuk lentur, maka profil X dengan kondisi
ujung sendi-sendi mengalami tekuk torsi sebesar 139,551 MPa > tekuk lentur
sebesar 186,96 MPa. Maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil yaitu tekuk
puntir.
d. menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = A x Fcr
= 13000 mm² x 139,551 N/mm²
= 1814,163 kN
e. menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn
= 0,9 x 1814,163 kN
= 1632,7467 kN
Menghitung tegangan kritis tekuk – lentur : IV. kondisi jepit-bebas (k = 2)
a. menghitung rasio kelangsingan struktur
KL
b. menghitung batas kelangsingan
4,71 E
fy = 4,71 x
200000
240 = 136
c. menentukan jenis tekuk yang terjadi pada penampang
sehingga, Fe = π
Menghitung tegangan kritis tekuk – puntir :
Fe = [π²E.Cw
Kuat Tekan nominal kolom profil.X
Karena Fcr tekuk puntir > Fcr tekuk lentur, maka profil X dengan kondisi
ujung jepit-bebas mengalami tekuk torsi sebesar 139,552 MPa > tekuk lentur
sebesar 88,281 MPa. Maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil yaitu tekuk
lentur.
d. menghitung kekuatan nominal penampang
Pn = A x Fcr
= 13000 mm² x 88,281 N/cm²
= 1147,653 kN
e. menghitung kekuatan desain
ɸPn = 0,9 x Pn
= 0,9 x 1147,653 kN
Nilai Fcr untuk Profil I tersusun dengan variasi kondisi ujung dapat nilai
pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1 Nilai Fcr, kekuatan nominal penampang dan kekuatan design untuk
profil I tersusun
Dari hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel 4.1, dapat disimpulkan
bahwa untuk profil I tersusun kondisi ujung yang menerima beban maksimum
adalah pada perletakan jepit-jepit yaitu sebesar 214,317
MPa untuk kondisi tekuk lentur dan 211,875 MPa untuk kondisi tekuk puntir dan
yang paling minimum adalah perletakan jepit-bebas sebesar 39,240 MPa untuk
kondisi tekuk lentur dan 69,600 MPa untuk kondisi tekuk puntir.
Selanjutnya, nilai Fcr untuk Profil X dengan variasi kondisi ujung dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Nilai Fcr, kekuatan nominal penampang dan kekuatan design untuk
Profil X Kondisi Ujung
Nilai Fcr (MPa) Kekuatan Nominal
Dari hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel 4.2, dapat disimpulkan
bahwa untuk profil X kondisi ujung yang menerima beban maksimum adalah
pada perletakan jepit-jepit yaitu sebesar 225,458 MPa untuk kondisi tekuk lentur
dan sebesar 140,160 MPa untuk kondisi tekuk puntir. Selanjutnya untuk kondisi
yang paling minimum adalah perletakan jepit-bebas sebesar 88,281 MPa untuk
kondisi tekuk lentur dan sebesar 139,552 MPa dalam kondisi tekuk puntir
Kemudian akan didapatkan juga hasil dari kekuatan nominal penampang dan
kekuatan design dengan menggunakan nilai Fcr yang paling minimum untuk
Tabel 4.3 Nilai Fcr untuk Profil I Tersusun dan Profil X
Kondisi Ujung
Profil I Tersusun Profil X
Nilai Fcr (MPa) Kekuatan Nominal Penampang
(kN)
Kekuatan Design (kN)
Nilai Fcr (MPa ) Kekuatan Nominal Penampang
(kN)
Kekuatan Design (kN) Tekuk
Lentur
Tekuk Puntir
Tekuk Lentur
Tekuk Torsi
Jepit - Jepit 214,317 211,875 2753,465 2478,1185 225,458 140,160 1822,080 1639,872
Jepit - Sendi 192,249 187,543 2438,059 2194,254 212,327 139,847 1818,011 1636,2099
Sendi- Sendi 152,640 236,160 1984,32 1785,888 186,960 139,551 1814,163 1632,746
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari analisis perhitungan dan masalah yang telah dikaji pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan :
1. Untuk Profil I tersusun didapat nilai Fcr maksimum di perletakan
jepit-jepit yaitu sebesar 214,317 MPa untuk kondisi tekuk lentur dan 211,875
MPa untuk kondisi tekuk puntir.
2. Untuk Profil X didapat nilai Fcr maksimum tekuk lentur di perletakan
ujung jepit-jepit yaitu sebesar 225,458 MPa dan untuk tekuk torsi sebesar
140,160 MPa.
3. Dari kedua profil yang dibandingkan, nilai Fcr maksimum didapatkan
pada perletakan jepit-jepit dikarenakan ujung kolom terjadi jepit sempurna
sehingga menyebabkan sudut rotasi akibat beban aksial pada kedua
ujungnya adalah nol.
5.2 Saran
Untuk pengembangan laporan tugas akhir ini disarankan agar
membandingkan dengan beberapa jenis tampang lainnya baik profil yang sering
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Dalam bab ini, kita akan meninjau batang yang mengalami tegangan tekan
aksial. Dengan berbagai macam sebutan seperti, tiang, tongkak dan batang desak,
batang ini pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekan aksial saja.
Namun, bila pembebanan ditata sedemikian rupa hingga pengekangan (restraint)
rotasi ujung dapat diabaiakn atau beban dari batang-batang yang bertemu di ujung
kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil dibandingkan
direncanakan dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris.
Dari mekanika bahan, kita tahu bahwa hanya kolom yang sangat pendek
yang dapat dibebani hingga tegangan lelehnya; keadaan yang umum adalah tekuk
(buckling) atau lenturan mendadak aibat ketidakstabilan, terjadi sebelum kekuatan
batang tekan perlu bagi mereka yang merencanakan struktur baja.
2.2 Material Baja
Baja dihasilkan dengan menghaluskan biji besi dan logam besi tua
bersama-sama dengan bahan pencampur tambahan yang sesuai, kokas (untuk
karbon), dan oksigen dalam tungku bertemperatur tinggi untuk menghasilkan
massa-massa besi yang besar yang dinamakan blok tuangan mentah (pigs) atau
besi kasar (pigiron). Besi kasar tersebut selanjutnya dihaluskan untuk
mengilangkan kelebihan karbon dan kotoran-kotoran lain dan/atau dicampur
logam lain, seperti tembaga, nikel, krom, mangan, molibden, fosfor, silikon,
keliatan, pengelasan dan karakteristik ketahanan terhadap korosi (karat) yang
diinginkan (Joseph E.Bowles, 1985).
Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang umum digunakan.
Sifat-sifatnya yang penting sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi,
keseragaman bahan-bahan penyusunnya, kestabilan dimensional, daktilitas yang
tinggi, kemudahan pembuatan dan cepatnya pelaksanaan, merupakan hal-hal yang
menguntungkan dari kostruksi baja.
Namun, di samping itu baja juga memiliki kekurangan seperti biaya
perawatan yang besar, biaya pengadaan anti api yang besar (fire proofing cost),
ketahanan terhadap perlawanan tekuk kecil, dan kekuatannya akan berkurang jika
dibebani secara berulang/periodik (kondisi leleh atau fatigue).
Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat
dikategorikan sebagai berikut (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1997) :
1. Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel), dimana
kandungan arangnya lebih kecil dari 0,15%.
2. Baja persentase zat arang ringan (mild carbon steel), 0,15% - 0,29%.
3. Baja persentase zat arang sedang (medium carbon steel), 0,30% - 0,59%.
4. Baja dengan persentase zat arang tinggi (high carbon steel), 0,60% - 1,7%.
Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja yang persentase zat
arangnya ringan (mild carbon steel). Semakin tinggi kadar zat arang yang
terkandung di dalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya.
Sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan yaitu :
Modulus elastisitas (E) = 200.000 MPa
Nisbah poisson ( ) = 0,3
Koefisien pemuaian (α) = 12 x 10-6 per oC Serta persyaratan minimum pada tabel berikut :
Jenis Baja Tegangan putus minimum fu
(MPa)
Tegangan leleh minimum fy
(MPa)
Peregangan minimum (%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13
Tabel 2.1. Sifat mekanis baja struktural
( SNI 03-1729-2002)
Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja,
dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas
baja akan menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti
tergambar di bawah ini.
Gambar 2.1. Hubungan tegangan - regangan secara umum
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh.
Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab
besarnya perubahan dari elastis menjadi plastis seringkali tidak tetap. Sebagai
sejajar dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar
0,2%.
2.3 Tekuk Elastis Euler
Teori tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhardt Euler pada
tahun 1759. Batang tekan dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua
seratnya tetap elastic hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil
seperti gambar 2.1. Walaupun Euler hanya menyelidiki batang yang dijepit di
salah satu ujung dan bertumpu sederhana (simply supported ) di ujung yang
lainya, logika yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi yang tidak
memiliki pengekangan rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk
terkecil.
Gambar 2.2 Batang yang tertekuk akibat gaya aksial (Sumber : Salmon, 1992)
Pendekatan euler umumnya tidak digunakan untuk perencanaan karena
tidak sesuai dengan hasil percobaan; dalam praktek, kolom dengan panjang yang
umum tidak sekuat seperti yang dinyatakan oleh persamaan di bawah ini :
Pcr = π²EI
Lk ² ……….. (2.1)
Consider dan Engesser pada tahun 1889 secara terpisah menemukan
bahwa sebagian dari kolom dengan panjang yang umum menjadi inelastic (tak
elastis) sebelum tekuk terjadi dan harga E yang dipakai harus memperhitungkna
Jadi, mereka menyadari bahwa sesungguhnya kolom dengan panjang yang umum
akan hancur akibat tekuk inelastic dan bukan akibat tekuk elastic.
Akan tetapi pengertiannya yang menyeluruh tentang kolom dengan beban
konsentris baru dicapai pada tahun 1946 ketika Shanley menjabarkan teorinya
yang sekarang ternyata benar. Ia mengemukakan bahwa pada hakekatnya kolom
masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur,
tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk,
yang menyertakan pengaruh inelastic pada sejumlah atau semua serat penampang
lintang.
Oleh karena kolom dengan panjang yang umum tertekuk pada saat jumlah
seratnya menjadi inelastic, maka modulus elastisitasnya ketika tertekuk lebih kecil
dari harga awalnya.
2.4 Kolom Euler
Rumus kolom Euler diturunkan dengan membuat berbagai anggapan
sebagai berikut :
Batang elastis linier dan batas proporsional tidak terlampaui.
Batang lurus sempurna, prismatis dan beban terpusat sempurna.
Penampang batang tidak terpuntir dan elemennya tidak dipengaruhi tekuk
setempat dan distorsi lainnya selama melentur.
Bahan terbatas dari tegangan residu.
Torsi lendutan yang kecil akibat berat batang dan juga geser dapat
Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-rol
ekivalen dapat ditentukan (dalam pembebanan selanjutnya kondisi ini
tidak mutlak).
2.4 Batang-Batang Tekan dan Kolom
Yang dimaksud dengan batang-batang tekan ialah semua batang yang
diberi beban tekan menurut arah memanjang, seperti misalnya batang-batang
dalam pekerja rangka.yang dimaksud dengan kolom-kolom biasanya adalah
batang-batang tekan tegak yang gunanya sebagai tempar pemasangan
gelagar-gelagar, tempat pemasangan gading-gading bubungan , tempat pemasangan
jalan-jalan keran dan sebagainya. Kolom-kolom ini umumnya memindahkan
beban-beban lantai dan beban-beban-beban-beban atap pada pondasi.
Dibedakan dengan :
a) Batang-batang tekan serta kolom-kolom yang dibebani pada pusatnya
ialah, apabila beban itu berpegang pada titik berat penampang batang dan
garis kerja gaya berimpit dengan sumbu memanjang batang itu.
b) Batang-batang tekan serta kolom-kolom yang dibebani di luar pusatnya
ialah kalau beban itutidak berpegang pada titik berat penampang batang
atau kalau garis kerja itu tidak sejajar dengan sumbu batang.
Keruntuhan batang tekan dapat dikategorikan menjadi 2 bagian, yaitu:
a) Keruntuhan yang diakibatkan tegangan lelehnya dilampaui. Hal
semacam ini terjadi pada batang tekan yang pendek (stocky coloumn).
b) Keruntuhan yang diakibatkan oleh terjadinya tekuk. Hal semacam ini
keruntuhan akibat tekuk ini, asalkan tegangan pada seluruh penampang
masih dalam keadaan elastis (belum mencapai σ1), gaya tekuknya
dapat dihitungberdasarkan rumus Euler.
Apabila sebagian penampang tegangannya menjadi σ1, gaya tekuk batang
inelastic ini ditentukan oleh interpolasi linear dari pola keruntuhan yang
diakibatkan oelh dilampauinya tegangan leleh dan pola keruntuhan yang
diakibatkan oleh terjadinya tekuk. Keberadaan tegangan residu inidalam profil
sangat mempengaruhi kekuatan tekuknya. Pengaruh ini diperhitungkan dengan
mengambil tegangan residu maksimum rata-rata sebesar 0.3 dari tegangan
lelehnya.
Tegangan residu (residual stresses) adalah tegangan yang tertinggal dalam
profil setelah selesai profil dibentuk, meskipun belum ada beban luaryang bekerja
padanya. Menurut hasil penelitian/penyelidikan, tegangan residu ini timbul oleh
karena adanya deformasi plastis yang diakibatkan oleh :
a. pendinginan setelah proses hot rolling
b. cold bending atau cambering selama pabrikasi
c. pengelasan
Kelangsingan batang tekan tergantung dari jari-jari kelembaban (i) dan
panjang tekuk (Lk).
i : karena batang mempunyai 2 jari-jari kelembaban, umumnya akan
terdapat 2 harga . Yang menentukan adalah harga λ yang terbesar (atau
Lk : panjang tekuk ini juga tergantung pada keadaan ujung-ujungnya
apakah sendi, jepit, bebas dan sebagainya.
Angka kelangsingan adalah batas angka kelangsingan dimana Euler tidak
lagi berlaku (berarti memasuki daerah plastis). Euler hanya berlaku di daerah
elastis.
2.5.1 Analisa Kolom
Sebuah batang lurus dengan panjang L yang dibebani oleh gaya aksial P
seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.3. Uraian gaya yang akan bekerja pada
potongan sejauh x dari tumpuan diperlihatkan pada gambar 2.4, dimana N dan Q
adalah komponen gaya longitudinal dan transversal pada potongan itu, dan M
adalah gaya lentur.
Gambar 2.3 Batang lurus yang dibebani oleh gaya aksial
Untuk deformasi yang kecil, maka dapat diasumsikan bahwa sudut putar β
adalah kecil. Dengan demikian sinβ dan cosβ secara berurutan dapat dianggap
dan 1. Persamaan kesetimbangan gaya dapat diperoleh dengan menguraikan
masing-masing gaya yang bekerja sesuai dengan sumbu x dan y. Dari uraian gaya
pada sumbu x diperoleh :
-N+(N+dN) - Q β + (Q + dQ)( β+d β) = 0 ... (2.2a)
N1 + Q β1 + βQ1 = 0 ... (2.2b)
Dimana :
N1 = dN/dx
Q1 =dQ/dx
β1
= d β/dx
dari uraian gaya pada sumbu y diperoleh :
-Q+(Q+dQ) - N β + (N + dN)( β+d β) = 0 ... (2.2c)
N1 + Q β1 + βQ1 = 0 ... (2.2d)
Uraian momen :
M – (M +dM) + Qdx = 0 ...(2.2e)
Q = M1 ...(2.2f)
Dimana:
Untuk batang yang ramping dianggap bahwa tegangan dan gaya
geser yang melintang sangat kecil. Dari asumsi diatas, maka nilai kesetimbangan
dapat disederhanakan menjadi sebagai berikut :
N1 = 0 ...(2.2g)
Q1 - N β1 = 0 ...(2.2h)
Q = 0 ...(2.2i)
Bentuk βN1 tidak terdapat pada persamaan 2.2h karena telah hilang akibat
persamaan 2.2e. dengan mengeleminasi Q dari persamaan 2.2i sehingga
menghasilkan,
N1 = 0
M11– Nβ1 = 0 ...(2.2j)
Dengan menggunakan analisis kesetimbangan menuju ke dua persamaan
dengan tiga variable, yaitu N,M dan β. Seperti yang diketahui bahwa, β = dy/dx.
Selanjutnya dari teori defleksi pada balok diketahui bahwa :
M = Eiy11 ...(2.2k)
Dimana I adalah momen inersia dari penampang dan E adalah modulus
elastisitas bahan. Persamaan 2.2k dapat kita subsitusikan kedalam persamaan 2.2j,
maka:
N1 = 0 ...(2.2l)
(Eiy11) – Ny11 = 0 ...(2.2m)
Untuk harga EI yang konstan, persamaan menjadi:
N1 = 0 ...(2.3a)
Persamaan 2.3b merupakan bentuk kuadrat dalam variabel-variabel N dan
Y, oleh karena itu merupakan persamaan diferensial non linear. Dari persamaan
2.3a terlihat bahwa N konstan sepanjang x dan kondisi batas x = 0 dan x = L, kita
lihat bahwa N = -P. Dengan demikian persamaan 2.3b dapat disederhanakan
menjadi bentuk yang lazim dikenal :
EiyIV– PyII = 0 ...(2.4)
EId⁴y
dx⁴− P d²y
dx ²= 0 ...(2.5)
Persamaan 2.5 diatas adalah persamaan diferensial dari kolom ramping
yang mengalami tekukan. Dari persamaan 2.5, dapat ditentukan besarnya beban P
pada saat struktur akan runtuh. Misalkan k² = P/EI dan disubsitusikan ke dalam
persamaan 2.5, maka diperoleh :
d⁴y dx⁴ - k²
d²y
dx ² = 0 ...(2.6)
Penyelesaian umum dari persamaan diferensial diatas adalah:
Y = A sin kx + B cos kx + Cx + D , dengan A, B dan C adalah
tetapan-tetatapan tertentu yang dapat ditentukan dengan syarat batas.
2.6 Stabilitas batang tekan
Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitasnya
(tidak ada bahaya tekuk). Hal ini harus diperlihatkan dengan menggunakan
persamaan :
ω x N
A ≤ σ ………..(2.7)
dimana :
ω = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan (λ) dan jenis bajanya
N = gaya tekan pada batang
Pada suatu batang profil tertentu, daya dukungannya akan menjadi
berkurang bila panjang tekuk batang bertambah (panjang tekuk bertambah
panjang berarti bertambah besar).
Apabila batang tekan pendek dibebani, maka batang tersebut akan hancur
karena seluruh serat pada penampang batang melampaui tegangan lelehnya.
Sedangkan pada batang tekan langsing, kehancuran terjadi akibat instabilitas
tekuk.
2.6.1 Batang-Batang Tekan Serta Kolom-Kolom yang Dibebani Pada Pusatnya
Kalau suatu batang lurus diberi beban tekan oleh suatu gaya yangs sejajar
dengan sumbu batangdan gaya ini berpegang pada titik berat penampangh batang,
maka dalam praktek belum akan dikatakan, bahwa beban ini merupakan suatu
beban pusat yang sempurna, sebab batang itu tidak sempurna betul lurusnya atau
disebabkan oleh jarak eksentrik yang tidak dapat dihindarkan dari gaya itu. Oleh
sebab itu akan terjadi suatu momen lentur luar. Disebabkan oleh momen lentur
luar ini, maka batang itu akan lebih banyak melentur dan sebagai akibat
pelenturan, maka tegangan-tegangan di dalam batang batang akan bertambah, jadi
momen tegangan-tegangan dalam juga bertambah, momen ini dinamakan momen
dalam.
Di bawah suatu beban yang tertentu, yaitu beban genting, masih ada
kemungkinan akan keseimbangan antara momen luar dan momen dalam pada
waktu melentur.
Melebihi beban genting ini, maka penambahan momen luar menjadi lebih
karena batang itu menekuk. Besarnya beban genting ini adalah bergantung pada
kelangsingan batang tekan itu. Yang dimaksud dengan kelangsingan
2.7 Panjang Efektif
Pembahasan kekuatan kolom pada saat ini menganggap bahwa kedua
ujung kolom adalah sendi atau tidak mengekang momen. Ujung yang tidak
mengekang momen merupakan keadaan terlemah untuk batang tekan bila translasi
salah satu ujung terhadap ujung lainnya dicegah. Untuk kolom berujung sendi ini,
panjang ujung sendi ekivalen yang disebut panjang efektif sama dengan panjang
yang sesungguhnya yakni K=1,0.
Pada keadaan yang sesungguhnya, pengekangan momen di ujung selalu
ada dan titik belok pada kurva bentuk tekuk terjadi di titik yang bukan merupakan
ujung batang. Jarak antara titik-titik belok, baik yang riil maupun imajiner, adalah
panjang efektif atau panjang ujung sendi ekivalen untuk kolom.
Penentuan derajat pengekangan ujung secara akurat memerlukan
pengertian tentang perbedaan antara portal tak bergoyang (braced frame) dan
portal bergoyang (unbraced frame).
Menurut AISC-1.8.2, portal tak bergoyang (yang disokong) adalah portal
yang kestabilan lateralnya diberikan oleh penyambungan yang memadai ke
penopang diagonal ke dinding geser, ke struktur di dekatnya yang memiliki
stabilitas lateral yang memadai atau ke plat lantai atau penutup atap yang diikat
secara horizontal pleh dinding atau sistem penopang yang sejajar bidang portal.
Misalnya pada portal tak bergoyang, puncak kolom tidak mengalami pergerakan
ke samping relative terhadap dasar kolom. Tekuk portal tak bergoyang akan
antara ujung-ujung batang seperti kasus pada gambar. Pemakaian panjang yang
sesungguhnya L sebagai oanjang efektif KL untuk kasus ini cukup beralasan dan
konservatif, karena faktor K untuk portal tak bergoyang yang sebenarnya selalu
lebih kecil dari 1,0 dan lebih besar dari 0,5.
Menurut AISC 1.8.3, portal bergoyang (yang tidak disokong) adalah portal
yang kestabilannya lateral bergantung pada kekakuan lentur balok dan kolom
yang disambung secara kaku. Tekuk portal bergoyang merupakan tekuk
bergoyang dimana puncak kolom bergerak ke samping relative terhadap dasar
kolom. Portal bergoyang memerlukan analisis penentuan faktor panjang efektif K
yang selalu lebih besar dari 1,0. Kecuali untuk keadaan jenis tiang bendera pada
kasus (e) pada gambar, harga K dalam perencanaan tidak dapat dipilih secara
sembarang.
Gambar 2.5 Faktor panjang tekuk untuk beberapa macam perletakan
Untuk batang tekan pada rangka batang, pengekangan ujung mungkin ada
dan translasi titik kumpul dicegah sehingga harga K logisnya lebih kecil dari 1,0.
pembebanan tetap sama proporsinya. Jika semua batang direncanakan berdasarkan
berat minimum, batang-batang akan mencapai kapasitas batas secara bersamaan
pada saat beban hidup bekerja. Jadi pengekangan yang dihasilkan oleh
batang-batang yang bertemu di titik kumpul hilang atau minimal berkurang dengan
banyak. Atas alasan ini, SSRC menyarankan pemakaian K= 1,0 untuk batang
rangka yang direncanakan bagi pembebanan tetap. Dalam perencanaan untuk
sistem beban bergerak pada rangka batang , K dapat diperkecil sampai 0,85
karena kondisi yang menimbulkan tegangan maksimum pada batang yang ditinjau
tidak akan menyebabkan tegangan maksimum pada batang lain yang bertemu di
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sebuah struktur portal umumnya terdiri dari elemen kolom, balok dan
pelat lantai. Pada kenyataannya di lapangan tiap elemen memiliki tugas
masing-masing sebagaimana fungsinya. Tiap elemen tersebut diharapkan dapat bekerja
maksimal sesuai desain yang telah ditentukan. Sehingga sebuah struktur yang
mampu menahan beban yang bekerja dapat tercapai.
Pada hal ini, dalam struktur baja, elemen-elemen tersebut memiliki
bentuk atau profil yang berbeda dibandingkan struktur dengan elemen beton.
Karena material baja memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
material beton, maka profil pada struktur baja umumnya lebih ramping. Hal ini
dilakukan agar terjadi efektifitas penampang, bentuk elemen baja yang terlalu
besar akan menyebabkan berat dari elemen tersebut akan semakin besar dan akan
mengakibatkan biaya yang dibutuhkan akan semakin besar juga.
Bentuk penampang yang relatif lebih tipis tersebut seringkali
menyebabkan ketidakstabilan struktur sehingga elemen akan mengalami
kegagalan sebelum mencapai nilai kapasitas penampang ultimitnya. Salah satu
perilaku struktur baja yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah perilaku tekuk
(buckling).
Struktur yang memikul gaya normal pada umumnya terdapat pada
kolom, baik tekan maupun tarik sehingga terjadi sebuah tegangan normal. Juga
terdapat deformasi berupa pendekatan akibat gaya normal tekan dari perpanjangan
maka konstruksi ini diaktakan stabil. Kolom merupakan konstruksi yang langsung
berhubungan dengan pondasi dan yang menyebarkan beban dari bangunan ke
pondasi sehingga yang menahan beban dari suatu bangunan adalah kolom.
Untuk struktur yang ramping dimana ukuran panjangnya sangat besar
disbanding dengan jari-jari inersianya maka kestabilan bukan hanya ditentukan
oleh deformasi tetapi harus ditinjau kontrol tekuk batang akibat gaya aksial tekan.
Apabila gaya aksial tekan diperbesar maka tekuakn akan semakin besar sehingga
dapat mengakibatkan ketidakstabilan struktur tersebut.
Besarnya gaya yang mengakibatkan struktur berada dalam batas stabil
disebut beban kritis yang biasanya disebut dengan Fcr. Dimana besarnya beban
kritis ini dipengaruhi oleh:
a. Elastisitas bahan
b. Dimensi struktur
c. Jenis pembebanan
d. Faktor pengukuran
Pada batang yang mengalami gaya aksial tekan, maka deformasi yang
terjadi mula-mula adalah perpendekan. Jika beban ditambah maka akan terjadi
bengkokan akibat tertekuknya batang tersebut. Jika melebihi beban kritis maka
batang akan mengalami patah, dan sudah tentu dihindari dalam suatu
perencanaan. Untuk menghindari bahaya diatas perlu kiranya diketahu berapa
besar beban kritis yang dapat dipikul oleh suatu batang dengan memperhitungkan
Jika dimensi struktur batang tertekan di sepanjang batang maka tekuk
(buckling) yang terjadi pada suatu kondisi tertentu akan berbentuk seperti gambar,
dimana besarnya dapat dihitung sebesar y.
Gambar 1. Batang yang tertekuk akibat gaya aksial
1.2Perumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini penulis akan membahas tekuk (buckling) serta
perhitungan beban kritis pada saat kolom mengalami pembebanan sampai batas
elastis. Kolom yang digunakan adalah baja berprofil I tersusun profil x.
1.3Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menentukan
beban kritis yang dapat diterima pada baja profil I tersusun dan profil X, dan juga
mengetahui nilai beban kristis maksimum yang bisa dipikul oleh profil tersebut
sehingga bisa dipakai sebagai pedoman untuk menentuka profil yang bisa dipakai
1.4Manfaat
Manfaat dari pembahasan ini adalah agar dapat menganalisa beban kritis
yang terjadi akibat beban yang diberikan terhadap kolom profil I tersusun dan
profil X sehingga bisa menjadi referensi tambahan pada perencaaan proyek dan
bermanfaat bagi pembacanya.
1.5Pembatas Masalah
Beban elastis menurut Hukum Hooke Material Homogen
Material yang digunakan merupakan jenis baja spesifikasi Bj 37 (fy =
2400 kg/cm2)
Peraturan yang digunakan sebagai pedoman adalah peraturan AISC
2010 perilaku, analisi dan design untuk Struktur Baja.
Tidak memperhitungkan sambungan.
Batang yang ditinjau merupakan batang tersusun prismatic yang
dianggap bekerja sama, lurus sempurna dimana beban aksial tekan
dikedua ujungnya bekerja pada garis gaya kedua ujungnya sama besar.
1.6Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah berupa
study literatur, dengan mengumpulkan bermacam-macam teori dan pembahasan
melalui buku-buku, peraturan Standar Nasional Indonesia (SNI), dan panduan dari
American Institute of Steel Construction (AISC), serta jurnal-jurnal yang berkaitan
dengan permasalahan yang dibahas.
Kemudian, dilakukan pemilihan mutu bahan, jenis, serta jenis dan dimensi
dilakukan perhitungan terhadap beban kritis pada kolom baja profil I tersusun dan
profil X. Dari pembahasan teoritis dan hasil perhitungan diperoleh suatu saran dan
kesimpulan.
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk penyajian bahasan yang diteliti, tugas akhir ini dibagi atas 5 (lima) bab
dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Memuat gambaran umum mengenai penelitian yang dilakukan sebagai
tugas akhir, berupa penjelasan latar belakang penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisannya
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Berisi tentang penjelasan umum mengenai teori pendukung tentang
sifat baja, pengaruh bahan dan beban kritis dan tekuk aksial yang terjadi
pada struktur baja.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Membahas tentang penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam menganalisa tekuk lateral pada profil I tersusun dan
profil X.
BAB IV ANALISIS TEKUK KOLOM AKSIAL PROFIL I TERSUSUN dan
Berisi tentang tahapan/proses perhitungan dalam perencanaan tekuk
kolom profil I tersusun dan profil X, terdiri dari asumsi jenis, mutu, dan
dimensi profil yang akan digunakan,, serta detail hasil perhitungan yang
diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Memuat tentang kesimpulan yang diperoleh dari proses perencanaan
dan saran-saran mengenai tindakan yang ditempuh agar hasil yang
ABSTRAK
Struktur portal umumnya terdiri dari elemen kolom, balok dan pelat lantai.
Pada kenyataannya di lapangan tiap elemen memiliki tugas masing-masing
sebagaimana fungsinya. Tiap elemen tersebut diharapkan dapat bekerja maksimal
sesuai desain yang telah ditentukan. Sehingga sebuah struktur yang mampu
menahan beban yang bekerja dapat tercapai. Pada hal ini, dalam struktur baja,
elemen-elemen tersebut memiliki bentuk atau profil yang berbeda dibandingkan
struktur dengan elemen beton. Karena material baja memiliki kekuatan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan material beton, maka profil pada struktur baja
umumnya lebih ramping. Hal ini dilakukan agar terjadi efektifitas penampang,
bentuk elemen baja yang terlalu besar akan menyebabkan berat dari elemen
tersebut akan semakin besar dan akan mengakibatkan biaya yang dibutuhkan akan
semakin besar juga.
Dalam Tugas Akhir ini, dilakukan perencanaan pada profil I tersusun dan
profil X. Dimana akan diketahui profil mana yang mempunyai nilai tegangan
kristis maksimum.
Tujuan tugas akhir ini adalah agar dapat menganalisa beban kritis yang
terjadi akibat beban yang diberikan terhadap kolom profil I tersusun sehingga bisa
menjadi referensi tambahan pada perencaaan proyek dan bermanfaat bagi
pembacanya.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tampang profil X mempunyai
beban maksimum paling besar yaitu sebesar 214,317 MPa untuk perletakkan
jepit-jepit daripada profil I yaitu sebesar 225,458 MPa.
ANALISA PERBANDINGAN TEKUK KOLOM AKSIAL PROFIL I TERSUSUN DAN PROFIL X DENGAN MENGGUNAKAN AISC 2010
(Study Literatur)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian
Pendidikan Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
EVA NOVITA LUMBAN TOBING 12 0424 017
Disetujui Oleh :
Ir. Sanci Barus, M.T 19520901 198112 1 001
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK SIPIL DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK