• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

U i

!!II!II

セN

Oleh:

f'l!e\'ilj, -- MセM]ZjB

セセセGNャャョ、uォ

!

• •

ZsVV[sセZセセヲi{セZセセ

Foセ

• • • • •

" .

klasHlknsi :

...

"

ROMIOKTAVIARDI NIM: 105070002256

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

UIN SYAH1D JAKI"FfC,(\ Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

ROMIOKTAVIARDI NIM: 105070002256

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing,

セr

Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H

12009

M

(3)

AGRESIVITAS KARYAWAN PROYEK GEDUNG BERTINGKAT" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal12 November 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 12 November 2009 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota,

-Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Penguji I

Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi NIP. 150368748

Sekretaris Merangkap Anggota,

dイ。NセセmNsゥ

NIP. 195612231983032001

Anggota,

Penguji 1/

Nセ

Ikhwan Luthfi, M.Psi., Psi NIP. 150368809

Pembimbing,

Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi

(4)

1lkP

ヲ・ュオセョ

kPfkfifasan rlan kP6ahtlJfan

ォphセ

sOJafa sesuafuYl!Ja

ォNエjウ・イ。ィセョ

kPfarla-N.Ja.

"Oem sun!JJuh akfln 1<.ami herikfln cohaan kPpadamu,

tle11Jan set#k.tt

ォpヲ。セョL

kPfaparan, kPkPran!Jan haffa,

jiwa dan huah-huahan. Oan herikflnfah herifa!Jemhira

kPpada oran!J-oran!JJa11J

ウ。ィ。イャセ

(as.

J'lf13af4t'a6 J'l!Jaf

(55)

rltta.

rima-.

dau

イiセMセセN

4eIlt4

11ta4

Jdata

セセセ、。オセセ

セセセセ、。オ

(5)

(B) November 2009

(C) Romi Oktaviardi: 105070002256

(D) Hubungan Persepsi Kondisi Kerja dengan Agresivitas Karyawan Proyek Gedung Bertingkat

(E) Xvii +103+lampiran

(F) Perusahaan konstruksi bangunan gedung bertingkat mempunyai karakteristik yang berbeda dengan perusahaan lainnya. Letak perbedaannya dapat dilihat pada kondisi lingkungan kerjanya.

Lingkungan kerja di proyek bangunan bertingkat sangat bising (noise),

sarat getaran-getaran mekanis hingga temperatur udara yang panas. Setiap karyawan dapat mempersepsikan kondisi kerjanya dengan berbeda-beda. Persepsi Kondisi kerja adalah proses kognitif dimana seorang individu memberikan arti kepada stimulus terhadap suasana di Iingkungan tempat kerja baik Iingkungan fisik, psikologis maupun

temporer kerja yang dapat mendukung dan membantu seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Kondisi ォ・セ。 dibagi dalam tiga aspek yaitu kondisi fisik kerja, kondisi psikologis kerja dan kondisi temporer kerja. Kondisi-kondisi Iingkungan seperti itu dapat menimbulkan agresivitas karyawan. Agresivitas adalah segala keinginan-keinginan yang relatif melekat pada diri individu untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda yang dapat disalurkan dalam bentuk perilaku yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain baik secara fisil<! psikis ataupun.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti Jakarta.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif korelasional. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan

kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random samplingatau sampel acak sederhana dengan jumlah sampel 30 (tiga pUluh) orang karyawan. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan skala persepsi kondisi kerja dan skala agresivitas. Data yang diperoleh dari penelitian ini

(6)

proyek gedung bertingkat. Sedangkan untuk regresi, didapatkan hasil F

hhungsebesar 9.518 dan Ftable untuk n = 30 sebesar 4,20 dengan

demikian nilai F hhung > dari Ftabel, maka Ha2diterima dan Ho2ditolak.

Sehingga disimpulkan bahwa ada sumbangan persepsi kondisi kerja terhadap agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat.

Diskusi dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas. Sentuk korelasinya adalah positif dimana semakin rendah persepsi kondisi kerja maka semakin rendah agresivitas karyawan. Persepsi kondisi kerja memberikan sumbangan terhadap agresivitas sebesar 25,4% dan selebihnya 74,6 % adalah kemungkinan variabellain yang juga memiliki peranan terhadap perubahan agresivitas. Kondisi kerja yang tidak nyaman dapat memberikan peluang dan pengaruh terhadap timbulnya agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat. Saran untuk penelilian selanjutnya adalah agar menggunakan metode pengumpulan data yang lebih variatif seperti observasi dan wawancara mendalam dengan pihak terkait. Serta memperbanyak jumlah sampel penelitian sehingga dapat memberikan hasil yang lebih representatif. Kemudian diharapkan agar perusahaan terus memperhatikan dan meningkatkan kondisi kerja

karyawan sehingga karyawan merasa nyaman dan produktifitas kerjapun semakin meningkat.

(7)

(B) November 2009

(C) Romi Oktaviardi: 105070002256

(D) Correlation between Perceptions of Working Conditions with aggressiveness of Employees High-Rise Building Projects (E) Xvii + 103+enclosure

(F) Construction companies have different characteristics with other companies or industries. These differences can be seen in the work environment conditions. Employee project high-rise buildings are always confronted with the physical working conditions are noisy, full of

mechanical vibrations and high air temperature. Each employee may perceive his work environment with the varied conditions. Perceptions of working conditions is a cognitive process in which an individual gives meaning to the stimulus of the atmosphere in the workplace includes the physical environment, psychological and temporary employment that can support and assist a person while doing his job. Working conditions are divided into three aspects including the physical conditions, the

psychological conditions and temporary conditions of employment. Environmental conditions like that can cause aggressiveness of

employees. Aggressiveness is all relative desire inherent in the individual self to be aggressive in different situations that can be manifested in the form of intentional behavior with the intent to hurt or harm others

physicallyI psychologically and verbally. The form of aggressive behavior which is used as an indicator is verbally aggressive behavior and

physically aggressive behavior.

The purpose of this research is to determine the correlation between perceptions of working conditions with aggressiveness of employees high-rise building projects in the PT. Djasa Ubersakti Jakarta.

(8)

projects. As for regression, the results obtained F calculate value (9.518) is higher than F table (4,20), Haz is accepted and Hoz.is rejected. The

conclusion is that there is a contribution from working conditions towards aggressiveness of employees high-rise building projects.

Discussions in this research is there are significant relationship between perceptions of working conditions with aggressiveness. The correlation between two variables is positive which means the lower perceptions working conditions score is the lower aggressiveness score of

employees. Perceptions of working conditions contribute to the aggressiveness of the remaining 25.4% and 74.6% are likely other variables that also affect the aggressiveness variable. Uncomfortable working conditions can cause aggressiveness of employee high-rise building projects. Suggestion for further research is to use the method of data collection is more varied as observation and interviews with relevant parties. And increase the number of samples so that research can

provide a more representative result. The writer hopes for the future that the company continues to pay attention and improve the working

conditions of employees so that employees feel comfortable and increase productivity of working.

(9)

Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat, inayah dan hidayah-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Hubungan Persepsi Kondisi Kerja dengan Agresivitas Karyawan Proyek Gedung Bertingkat" sebagai bagian tugas akademis pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan Salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW. yang telah menjadi suri tauladan dan penerang bagi seluruh umat manusia demi keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk penghargaan dan rasa hormat, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Jahja Umar, Ph.D., Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis dalam mencapai gelar Sarjana Psikologi.

2. Para Pembantu Dekan serta dosen Pembimbing Akademik, Dra. Diana Muti'ah, M.Si., yang telah memberikan arahan dan nasehat kepada penulis selama menyelesaikan perkuliahan.

3. Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi., pembimbing skripsi yang selalu dapat meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi nasehat kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

(10)

Ezy, Uni Firza, Uni Farah dan Tony yang telah menemani hari-hari penulis dengan canda, tawa dan kasih sayang. Semoga Allah SWT menggantikan segala kebaikan dan kesabaran kalian semua dengan bulir-bulir pahala di akhirat kelak.

6. Keluargaku tersayang, Mak Uwo dan Atuk, Iniak dan Atuak serta Om-om dan etek-etek yang selalu memberikan dukungan baik moril, sprituil maupun materil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adik-adikku tercinta yang selalu kurindukan setiap saat, Roma, Rocky, Ridho, dan Rifka. Kehadiran kalian menjadi motivasi bagiku untuk selalu semangat dalam menjalani kehidupan ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melimpahkan ilmunya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan kepada penulis selama di bangku kuliah.

8. Seluruh staf akademik dan perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

9. Mbak Desi Yustari, M.Psi dan Mbak Lucky Permasari SA, M.Psi., selaku Pembimbing Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama melakukan KKL di PT. TOTAL Bangun Persada Jakarta.

(11)

atas do'a dan dukungannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

13. Sahabat-sahabat spiritual Kesatria ESQ 165 yang selalu menemani setiap langkah penulis dalam iringan doa dan semangat untuk menjadi yang lebih baik dari waktu kewaktu. Dan terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan, dukungan dan doa kalian semua.

Dengan harapan dan doa setulus hati, semoga semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Amiiin. Penulis

menyadari dalam penulisan skripsi ini tentunya masih terdapat kekurangan-kekurangan yang memerlukan perbaikan dan pembenahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca demi

kesempurnaan skripsi ini lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta,November2009

(12)

Halaman Persetujuan ii Halaman Pengesahan iii Motto dan Persembahan iv

Abstrak v

Abstract

vii

Kata Pengantar ix

Daftar lsi xii

Daftar Tabel xv

Daftar Gambar xvi

Daftar Lampiran xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1 - 14

(13)

2.1.3 Perspektif Teoritis tentang Perilaku Agresi 23 2.1.4 Macam-macam Agresi 27 2.1.5 Bentuk-bentuk Perilaku Agresif 28 2.2 Persepsi Kondisi Kerja 32

2.2.1 Pengertian Persepsi... 32

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi... 33

2.2.3 Macam-macam Persepsi... 34

2.2.4 Pengertian Kondisi Kerja... 34

2.2.5 Macam-macam Kondisi Kerja 36 2.2.6 Pengertian Persepsi Kondisi Kerja 52 2.3 Kerangka Pemikiran .. 53

2.4 Hipotesis... 57

BAB 3 METODE PENELITIAN 58-74 3.1 Jenis Penelitian 58 3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 58 3.1.2 Definisi Variabel dan Definisi Operasional... 59

3.2 Pengambilan Sampel 62 3.2.1 Populasi dan Sampel .. 62

3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel... 63

3.3 Teknik Pengumpulan Data 64 3.3.1 Metode dan Instrumen Penelitian... 64

(14)

4.2.2 HasH Penelitian 83

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 90 - 100

5.1 Kesimpulan... 90

5.2 Diskusi 92

5.3 Saran 98

DAFTAR PUSTAKA 101-103

(15)
[image:15.525.24.433.163.683.2]

Tabel 2.2 Skala Intensitas Kebisingan 43 Tabel2.3 Efek Psikologi dari Warna... 48 Tabel 3.1 Macam-macam Kondisi Kerja 60 Tabel3.2 Bentuk-bentuk Perilaku Agresif... 61 Tabel 3.3 Skor untuk Pernyataan Positif dan Negatif... 65 Tabel3.4 Blueprint TryoutSkala Persepsi Kondisi Kerja 66 Tabel 3.5 Blueprint Tryout Skala Agresivitas 67 Tabel 3.6 Blueprintskala Persepsi Kondisi Kerja setelah Tryout 70 Tabel3.7 Blueprintskala Agresivitas setelah Tryout... 71 Tabel 3.8 Koefisien Reliabilitas Persepsi Kondisi Kerja pada saat Tryout 72 Tabel3.9 Koefisien Reliabilitas Agresivitas pada saat Tryout... 72 Tabel4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 76 Tabel4.2 Responden Berdasarkan Usia 77 Tabel4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan 78 Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Jabatan 79 Tabel4.5 Uji Normalitas Agresivitas dan Persepsi Kondisi Kerja 81 Tabel 4.6 Model Summary and Parameter Estimates 82 Tabel4.7 Frekuensi Data Skala Agresivitas 83 Tabel4.8 Kategorisasi Agresivitas 84 Tabel 4.9 Frekuensi Data Skala Persepsi Kondisi Kerja 85 Tabel 4.10 Kategorisasi Persepsi Kondisi Kerja 85 Tabel 4.11 Descriptive Statistics... 86 Tabel 4.12Correlations 87

Tabel 4.13Anova 88

[image:15.525.21.439.166.704.2]
(16)
[image:16.548.47.458.131.553.2]
(17)

Lampiran 2 Data Mentah Skala Persepsi Kondisi Kerja dan Agresivitas

(Tryout).

Lampiran 3 Reliability Analisis (Tryout)

(18)

1.1

Latar

Belakang Masalah

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak bisa lepas dari pembangunan di segala bidang. Pengadaan proyek-proyek

bangunan/konstruksi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan daya saing terhadap negara lain yang terus dilakukan. Hal ini karena

proyek-proyek konstruksi dapat memberikan hasil sekitar 3-8% dari Produk Oomestik Bruto (Oglesby, 1988 dalam Digilib.petra.ac.id). Pembangunan infrastruktur dan berbagai fasilitas lain di kota-kota besar terus ditingkatkan. Mulai dari gedung pemerintahan, perusahaan dan industri, perhotelan hingga pusat-pusat perbelanjaan.

(19)

dibandingkan negara maju lainnya. Pekerjaan dibidang konstruksi bangunan banyak menguras pikiran dan tenaga. Pekerjal karyawan proyek bangunan adalah mereka yang bekerja dalam pembangunan proyek bangunan baik itu berupa Residence House (rumah tinggal), fasilitas umum maupun

pembangunan gedung-gedung bertingkat.

Namun demikian, pesatnya laju perkembangan industri konstruksi di

(20)

Melalui pengamatan terhadap karyawan proyek gedung-gedung bertingkat,

penulis melihat adanya beberapa indikasi agresivitas yang muncul. Agresivitas yang mereka lakukan ada yang secara verbal ataupun fisiko Agresivitas atau dalam hal ini perilaku agresif terbagi dua yaitu verbal misalnya berteriak-teriak, sering muncul kata-kata makian dan hinaan baik kepada sesama rekan ataupun bawahannya. Makian dan hinaan tersebut juga dilontarkan dengan suara lantang dan keras.

Sementara itu melalui wawancara pada tanggal12 Maret 2009, dengan pihak

Human Resources Development(HRD) salah satu perusahaan konstruksi

bangunan terkemuka di Indonesia yaitu PT. Total Bangun Persada, Lucky Permasari, M.Psi. Psi., penulis juga mendapat informasi tentang kasus

agresivitas yang dilakukan oleh karyawan proyek bangunan. Uniknya perilaku ini terjadi setelah karyawan tersebut bekerja di salah satu proyek

pembangunan gedung bertingkat tinggi. Menurut pengakuan keluarga dan para kerabat, perilaku karyawan tersebut berubah menjadi seorang pemarah, mudah sekali meluapkan emosi dengan membentak-bentak dan berbicara dengan suara yang keras. Padahal sebelum bekerja sebagai karyawan

proyek gedung bertingkat tinggi, dia seorang yang pendiam, dan tidak mudah marah. Bebrapa contoh perilaku yang menggambarkan perilaku agresif

(21)

sebagainya. Sedangkan perilaku agresif fisik yang juga dilakukan oleh karyawan antara lain membanting peralatan kerja, memukul-mukulkan

penggaris hingga membanting helm proyek ke lantai. Tidak hanya itu mereka juga menendang-nendang meja dan kursi yang ada di sekitarnya. Semua perilaku yang dilakukan oleh karyawan tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk agresivitas.

Agresivitas merupakan keinginan yang relatif melekat untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda (Berkowtitz, 2003). Keinginan-keinginan tersebut dapat menjadi sebuah bentuk perilaku dalam hal ini adalah perilaku agresif. Agresi walaupun merupakan konsep yang sangat familiar tetapi tampaknya tidak mudah untuk mendefinisikannya. Agresi merupakan tingkah laku yang diarahkan pada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan semacam itu (Baron & Byrne, 2005).

(22)

Perilaku agresif muncul diakibatkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya terkait dengan faktor biologis, Menurut Davidoff(1991), ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif diantaranya gen, yang berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresif. Kemudian terkait dengan kimia darah khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor

keturunan juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Selanjutnya sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau

menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Sedangkan faktor eksternal yaitu Iingkungan yang diperoleh melalui belajar dari bentuk-bentuk perilaku agresif yang terjadi. Anak-anak akan cenderung melakukan perilaku agresif melalui model perilaku yang ada di sekeliling meraka. Misalnya dengan menonton acara-acara yang berbau kekerasan ditelevisi ataupun meniru perilaku-perilaku agresif yang ada di Iingkungan mereka.

Penelitian menunjukkan bahwa suhu Iingkungan juga dapat mempengaruhi keadaan emosi seseorang. Bila diperhatikan dengan seksama tawuran seringkali terjadi pada siang hari dengan terik panas matahari, tapi bila

(23)

suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comission pernah melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan

agresivitas massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim lainnya (Fisher et ai, dalam Sarlito, 1992).

Karyawanl pekerja proyek selalu bergelut dengan kondisi-kondisi yang berbeda dengan kondisi kerja umum lainnya. Setiap bekerja mereka dihadapkan pada kondisi kerja yang bising dari penggunaan alat-alat konstruksi, suhu lingkungan yang panas karena terik matahari dan struktur bangunan serta getaran mekanis yang tinggi (High Mechanical Vibration)

dikarenakan penggunaan mesin-mesin besar. Baik atau buruknya lingkungan kerja mereka tegantung bagaimana mereka mempersepsikan keadaan

tersebut. Setiap karyawan tentu memiliki persepsi/pandangan yang berbeda-beda terhadap kondisi kerja mereka.

Persepsi adalah proses kognitif dimana seorang individu memberikan arti

pada Iingkungan dengan melibatkan pengorganisasian dan penerjemahan berbagai stimulus menjadi suatu pengalaman psikologis (Ivanchevich,

(24)

menafsirkan kesan indera merka dalam rangka memberikan makna kepada Iingkungan mereka.

Sedangkan Kondisi kerja merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan baik fisik maupun psikis, seperti tata letak ruang dan perangkat keras, kebersihan, musik, dan lain-lain (Munandar, 2001).

Kondisi Iingkungan kerja fisik bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang

terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Oi samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73). Kemudian menurut Holahan (dalam Prabowo, 1998), tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat

menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku (Masbow.com, 2008). Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, perubahan perilaku

(25)

Kondisi kerja karyawan proyek sarat dengan kebisingan yang dapat bersumber dari penggunaan alat-alat konstruksi yang pada umumnya

menggunakan mesin-mesin besar. Selain dari penggunaan mesin-mesin tersebut suara yang bising juga dapat diperoleh dari Iingkungan sekitar. Misalnya suara-suara yang ditimbulkan dari padatnya arus lalu Iintas. Kemudian kondisi penerangan di tempat kerja. Jika para karyawan bekerja disiang hari, penerangan dapat diperoleh dari cahaya matahari. Namun jika bekerja dimalam hari, maka karyawan menggunakan penerang berupa lampu. Kemudian jika penggunaan penerimaan suara, cahaya maupun kondisi fisik kerja lainnya tidak seimbang atau diterima secara berlebihan oleh indvidu akan memberikan dampak yang negatif baik secara fisik atau psikis.

Pemahaman dan pemaknaan individu terhadap kondisi kerja dapat

mempengaruhi tindakan mereka. Apabila karyawan mempersepsikan kondisi tempat mereka bekerja secara positif tentu karyawan akan lebih semangat dan termotivasi dalam bekerja begitupun sebaliknya. Oleh karena itu persepsi kondisi kerja dapat disimpulkan sebagai proses kognitif dimana seorang individu memberikan arti kepada stimulus terhadap suasana di Iingkungan tempat kerja baik lingkungan fisik, psikologis maupun temporer kerja yang dapat mendukung dan membantu seseorang dalam melakukan

(26)

Dari berbagai fenomena di atas, timbul beberapa pertanyaan bagi kita semua. Diantaranya, kenapa perilaku karyawan proyek cenderung agresif? .Apa yang menyebabkan timbulnya perilaku tersebut? Kemudian sehubungan

dengan teori-teori dan pendapat para ahli yang telah penulis kemukakan sebelumnya, apakah kondisi lingkungan kerja dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam hal ini karyawan proyek bangunan bertingkat? Apakah kondisi Iingkungan kerja proyek yang bising serta memiliki suhu yang panas menjadi penyebab agresivitas para karyawan proyek tersebut? Melihat permasalah di atas,maka penelitian lebih lanjut tentang tema di atas penting dilakukan untuk mengetahui apakah ada "HUBUNGAN PERSEPSI

KONDISI KERJA DENGAN AGRESIVITAS KARYAWAN PROYEK

GEDUNG BERTINGKAT"

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah yaitu:

a. Bagaimana bentuk agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat? b. Bagaimana pesepsi kondisi kerja karyawan proyek gedung bertingkat? c. Apakah ada hubungan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas

(27)

d. Bagaimana hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan

proyek gedung bertingkat?

e. Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat?

f. Apakah kondisi kerja mempengaruhi agresivitas karyawan proyek gedung

bertingkat?

1.3

Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan Masalah

Dari beberapa permasalahan yang muncul dalam penelitian ini, maka masalah dibatasi pada hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat. Adapun batasan konseptual dari masing-masing variabel adalah:

a. Agresivitas yaitu segala keinginan-keinginan yang relatif melekat pada diri individu untuk mejadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda yang dapat disalurkan dalam bentuk perilaku yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain baik secara fisikl psikis dan verbal ataupun fisiko

(28)

kerja baik lingkungan fisik, psikologis maupun temporer kerja yang dapat

mendukung dan membantu seseorang dalam melakukan pekerjaannya. c. Karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti.

1.3.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti?

2. Bagaimana gambaran persepsi kondisi kerja karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti?

3. Apakah ada hubungan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti?

4. Seberapa besar sumbangan persepsi kondisi kerja terhadap agresivitas proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti?

1.4 TUjuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

(29)

2. Untuk mengetahui gambaran persepsi kondisi kerja karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti.

3. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa

Ubersakti.

4. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan persepsi kondisi kerja terhadap agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Psikologi Industri dan Organisasi serta dapat memberi gambaran mengenai hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat.

2. Manfaat Praktis

Aplikasi teori-teori psikologi industri dan organisasi tentang persepsi kondisi kerja dan hubungannya dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat. HasH penelitian ini diharapkan dapat membantu

(30)

dalam memahami pengaruh kondisi kerja terhadap agresivitas karyawan, sehingga mereka dapat menangani permasalahan yang dialami oleh para karyawan. Serta memberikan masukan kepada perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi khususnya gedung bertingkat dalam usaha memperkecil terjadinya agresivitas yang disebabkan oleh kondisi kerja.

1.5

Sistematika Penulisan

Kaidah yang dipakai dalampenyusunan proposal ini berpedoman pada buku panduan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan sistematika sebagai berikut.

BAB 1 : PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan BAB 2 : KAJIAN TEORI, menguraikan teori-teori yang digunakan

dalam penelitian. Teori yang digunakan adalah teori agresivitas dan persepsi kondisi kerja karyawan.

BAB 3 : METODE PENELITIAN, berisi tentang metode penelitian yang digunakan berupa jenis penelitian, pengambilan sampel, teknik

(31)

BAB4

BABS

[image:31.524.92.435.241.523.2]

: PRESENTASI DAN ANALISIS DATA, Menguraikan tentang gambaran umum responden penelitian serta presentasi dan analisis data.

: KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN, berisi tentang kesimpulan hasH penelitian,diskusi mengenai temuan-temuan

(32)

2.1

Agresivitas

2.1.1

Definisi Agresivitas

Penggunaan istilah agresivitas dapat memiliki arti berbeda-beda dalam penguraian perilaku sehingga menjadi sulit untuk memahami apa dan

bagaimana sesungguhnya yang dimaksud agresivitas . Menurut Berkowitz Agresivitas merupakan keinginan yang relatif melekat untuk mejadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda (Berkowitz, 1995). Dalam pengertian ini dijelaskan bahwa agresivitas merupakan segala bentuk keinginan-keinginan yang melekat pada diri inividu yang dapat disalurkan dalam bentuk perilaku agresif.

(33)

penting yakni tujuan atau kesengajaan dalam melakukannya. Agresi dapat dilakukan secara verbal atau fisiko Pengrusakan barang dan peri/aku

destruktif lainnya juga termasuk dalam definisi agresi (Wikipedia.com, 2008). Dalam Chaplin (2002), Freud berpendapat agresi merupakan pernyataan proyeksi dari naluri kematian atau Thanatos. Adler mengatakan agresi

merupakan perwujudan kemauan untuk berkuasa dan menguasai orang lain.

Sedangkan Kartono berpendapat bahwa agresi merupakan ledakan-Iedakan emosi dan kemarahan hebat meluap-Iuap dalam bentuk tindak sewenang-wenang, penyerangan, penyergapan, serbuan, kekejaman,

perbuatan-perbuatan yang memimbulkan penderitaan dan kesakitan, pengrusakan, dan mentiranisir orang lain; tindakan permusuhan pada seseorang atau satu benda (Kartono, 2002).

(34)

Sejalan dengan pengertian di atas Setiadi (2001), mengatakan perilaku agresif adalah perilaku yang ditunjukkan untuk menyakiti makhluk hidup lain baik secara fisik maupun mental. Dalam pengertian ini pengrusakan benda-benda baru dianggap merupakan perilaku agresif bila tujuan akhirnya

menyakiti orang.

Jadi dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah segala keinginan-keinginan yang relatif melekat pada diri individu untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda yang dapat

disalurkan dalam bentuk perilaku yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain baik secara fisikl psikis dan verbal

ataupun fisiko

2.1.2

Faktor Pencetus Agresivitas

Agresivitas tidak muncul begitu saja. Adapun faktor-faktor pencetusnya menurut Mu'tadin (2002), antara lain:

1. Frustrasi.

Dalam menguraikan alasan-alasan tindakan-tindakan agresif itu para ahli psikologi telah menjelaskan dengan sebuah teori yang disebut teori frustasi yang menimbulkan agresi. Menurut Gerungan (2004), orang-orang

(35)

diperjuangkan sebagai intensif mengalami hambatan atau kegagalan. Sebagai akibat dari frustasi itu mungkin timbul perasaan jengkel atau perasaan-perasan agresif yang dapat dituangkan ke dalam bentuk positif ataupun agresif. Apabila seseorang secara pribadi mengalami frustasi yang ingin dipuaskan secara agresif, ia mungkin menendang kursinya, atau memukul anjingnya, atau memperlihatkan kejengkelannya dengan cara lain. 2. Stres

Dalam istilah psikologi, stres dikatakan sebagai stimulus seperti ketakutan, kesakitan yang mengganggu atau menghambat mekanisme-mekanisme fisiologis yang normal dari organisme. Engle mengajukan definisi stres yang lebih lengkap yaitu meliputi sumber-sumber stimuli internal dan eksternal. Stres menunjuk kepada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal seperti kondisi-kondisi emosional, pengaruh hormon dan lain-lain yang bersifat faali, maupun Iingkungan eksternal seperti perubahan sosial dan memburuknya kondisi perekonomian itu memberikan andil bagi

meningkatnya kriminalitas, termasuk di dalamnya tindak kekerasan agresi, yang menuntut penyesuaian atas organisme.

3. Deindividuasi atau Depersonalisasi

Setiadi (2001), mengatakan bahwa deindividuasi adalah suatu situasi dimana kesadaran diri, kemampuan menilai-diri dan kepedulian terhadap orang lain menurun sehingga meningkatkan tingkah laku impulsif, yang dalam hal ini

(36)

(2009), deindividuasi dapat mengarahkan individu kepada keleluasaan dalam melakukan agresi sehingga agresi yang dilakukannnya menjadi lebih intens. Deindividuasi dapat digolongkan sebagai faktor pencetus agresivitas karena menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yaitu identitas diri dan keterlibatan emosional individu pelaku agresi terhadap korbannya.

4. Kekuasaan dan Kepatuhan

Peranan kekeuasaan sebagai pengarah kemunculan agresi tidak dapat dipisahkan dari salah satu aspek penunjang kekuasaan itu yakni kepatuhan

(Compliance). Bahkan kepatuhan itu sendiri diduga memiliki pengaruh yang

kuat terhadap kecenderungan dan intensitas agresi individu. Dari hasil eksperimennya, Milgram mencatat kepatuhan individu terhadap otoritas atau penguasa mengarahkan individu tersebut kepada agresi yang lebih intensif (Dayakisni, 2009).

5. Provokasi

Peranan provokasi turut mengambil bagian dalam kemunculan agresi. Penelitian Wolfgang (dalam Dayakisni, 2009), dikemukakan bahwa tiga perempat dari 600 pembunuhan yang diselidikinya terjadi karena adanya provokasi dari korban. Sedangkan Beck (1983), menyatakan bahwa sebagian besar pembunuhan dilakukan oleh individu-individu yang mengenal

(37)

percaya bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi, karena provokasi itu oleh

perilaku agresi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon negatif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu

(Moyer, 1971)

6. Pengaruh alkohol dan obat-obatan (Drug Effect)

Banyak terjadi perilaku agresi dikaitkan pada mereka yang mengkomsumsi alkohol. Menurut hasil penelitian Pihl

&

Ross (dalam Brigham, 1991),

mengkomsumsi alkohol dalam dosis yang tinggi meningkatkan kemungkinan respon agresi ketika seseorang diprovokasi. Sementara itu pengaruh

pemakaian obat-obatan terlarang tertentu juga dapat memicu terjadinya perilaku agresi (Dayakisni, 2009). Sementara itu menurut Nevid (2005), alkohol dan obat-obat terlarang mungkin membuat orang sulit

mempersepsikan motif-motif orang lain secara tepat, menyebabkan mereka untuk mempersepsikan perilaku orang lain sebagai tujuan buruk, yang akhirnya memicu respons dengan kekerasan.

7. Suhu Udara

Suhu udara adalah faktor yang jarang diperhatikan oleh para peneliti agresi meski sesungguhnya ada dugaan suhu udara memiliki pengaruh terhadap

tingkah laku, termasuk tingkah laku agresif. Krahe (2005), menyatakan bahwa tindakan kriminallebih banyak terjadi di daerah yang memiliki

(38)

8. Faktor Biologis

Menurut Davidoff (1991), ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi

agresi:

a. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap

binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya. b. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat

atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem Iimbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman.

c. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikkan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.

9. Kesenjangan Generasi

Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan

(39)

Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-Iarangan yang bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternatif lain yang dapat memenuhi kebutuhan yang mendasar.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pencetus agresi antara lain adanya frustasi dan stres, deindividuasi atau

depersonalisasi, kekerasan dan kepatuhan, provokasi dari pihak lain,

pengaruh alkohol dan obat-obatan (drug effect). Kemudian suhu Iingkungan yang tidak bersahabat juga menjadi pemicu timbulnya perilaku agresi. Secara biologis dapat disimpulkan perilaku agresif itu timbul berdasarkan perbedaan gen, sistem otak dan cairan kimia darah. Faktor lingkungan yang juga turut

andil dalam memnuculkan tindakan agresi yaitu adanya kesenjangan generasi, peran belajar model kekerasan serta proses pendisiplinan yang keliru.

2.1.3

Perspektif Teoritis tentang Perilaku Agresi

1. Teori Frustrasi - Agresi

Teori frustrasi-agresi atau hipotesis frustrasi-agresi (frustration-aggression

hypothesis)berasumsi bahwa frustasi mengakibatkan terangsangnya suatu

(40)
[image:40.521.12.447.163.511.2]

obyek, terutama yang dipersepsikan sebagai penyebab frustasi (Berkowitz dalam Baron & Byrne, 2005). Menurut formulasi ini, agresi bukan dorongan bawaan, tetapi karena frustrasi merupakan kondisi yang cukup universal, agresi tetap merupakan dorongan yang harus disalurkan.

Gambar 2.1

Teori Dorongan Atas Agresi: Motivasi untuk menyakiti orang lain

Berdasarkan ilustrasi di atas dapat dijelaskan bahwa teori dorongan atas agresi menyatakan bahwa perilaku agresi didesak dari dalam oleh dorongan untuk menyakiti atau melukai orang lain. Dorongan ini muncul dari berbagai kejadian eksternal seperti frustasi (Baron

&

Byrne, 2005).

2. Teori Belajar Sosial

(41)

Sementara itu Dayakisni (2009), juga mengatakan bahwa teori belajar sosial menekankan kondisi lingkungan yang membuat seseorang memperoleh dan memelihara respon-respon agresif. Asumsi dasar dari teori ini

adalahsebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagi hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu lain yang menjadi model.

Sejalan dengan uraian di atas, Bandura (dalam Thomson, 2005),

mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari- hari agresi dapat terjadi melalui dua cara. Cara pertama yaitu melalui pengamatan yaitu sebuah proses kognitif yang terjadi pada anak-anak yang mendapatkan respon agresif yang mereka saksikan. Kemudian anak-anak dapat menjadi agresif sebagai

kebiasaan melalui pengalaman langsung. Anak-anak yang sering mendapatkan perlakuan agresif akan cenderung menjadi agresif pula. 3. Teori Kualitas Lingkungan

Masbow (2008), menjelaskan bahwa strategi yang dipilih seseorang untuk stimulus mana yang diprioritaskan atau diabaikan pada suatu waktu tertentu akan menentukan reaksi positif atau negatif terhadap lingkungan. Teori Kualitas Lingkungan yang salah satunya meliputi kualitas fisik (ambient

condition). Berbicara mengenai kualitas fisik (ambient condition), Rahardjani

(42)

pencahayaan dan warna. Menurut Ancok (dalam Prabowo, 1998), keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Sedangkan menurut Holahan (dalam Prabowo, 1998), tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku.

4. Teori Insting (lnsting Theory)

Teori paling klasik tentang perilaku agresi ini mengemukakan bahwa

kekerasan manusia berasal dari kecenderungan bawaan (yang diturunkan) untuk bersikap agresif satu sama lainnya (Baron, 2005). Tokoh Psikoanalis, Sigmund Freud mengemukakan bahwa perilaku agresi merupakan gambaran ekspresi yang sangat kuat dari insting untuk mati (thanatos). Dengan

melakukan agresi, maka secara mekanis individu telah berhasil mengeluarkan energi destruktifnya dalam rangka menstabilkan

keseimbangan mental antara insting mencintai (eros) dan insting kematian

(thanatos) yang ada dalam dirinya. Energi destruktif individu dapat

dikeluarkan dalam bentuk perilaku yang tidak merusak, namun yang hanya bersifat sementara (Krahe, 2005).

5. Teori Penilaian Kognitif(Cognitive Appraisal)

(43)

sumber-sember yang netral atau sumber-sumber yang sama sekali tidak berhubungan dengan atribusi rangsangan agresi itu (Krahe, 2005).

2.1.4

Macam-macam Agresi

Franzoi (2006), membagi agresi menjadi dua tipe. Pembagian tipe ini didasarkan pada sifatnya, yaitu:

1. Agresi Instrumental (Instrumental Aggression)

Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Contohnya seorang pencuri yang melakukan agresi dalam rangka mencapai tujuannya untuk mencuri uang. Menurut Sears (2005), agresi instrumental terjadi bila orang menggunakan agresi untuk memperoleh tujuan praktis dengan melukai orang lain. Beberapa orang menjadi pembunuh bayaran; mereka membunuh karena uang, bukan karena marah. Kadang-kadang para penjahat muda mengganggu orang-orang di kota besar bukan

karena marah, tetapi ada tujuan demi imbalan-imbalan tertentu. Dalam hal ini agresi berfungsi sebagai alat maupun sarana.

2. Hostile Agression

(44)

tetangganya sebagai ungkapan kemarahan karen a si tetangga sering menginjak-injak kebun ketela miliknya.

Sedangkan berdasarkan jenisnya Berkowitz, (1995) membagi agresi menjadi tiga macam:

1. Agresi langsung, melibatkan aksi yang ditunjukkan secara langsung pada

target yang memunculkan amarah baik secara fisik, verbal ataupun dengan penggunaan simbol-simbol tertentu.

2. Agresi tidak langsung, melibatkan aksi tidak langsung yang ditunjukkan kepada target yang memunculkan amarah tanpa menjalin target secara frontal. Misalnya dengan menceritakan kejelekan obyek kepada orang lain.

3. Agresi yang dialihkan, melibatkan aksi agresif yang diakhiri kepada

sesuatu atau seseorang yang tidak ada hubungannya dengan target yang memunculkan perasaan amarah tersebut.

2.1.5 Bentuk-Bentuk Perilaku Agresif

Dayakisni (2009), menguraikan beberapa bentuk perilaku agresif

berdasarkan pendapat para ahli, diantaranya: Delut (1985), telah melakukan

(45)

digambarkan dalam bentuk item-item dari factor analysisofbehavioral

checklist, yang terdiri dari:

1. Menyerang secara fisik (memukul, merusak, mendorong). 2. Menyerang dengan kata-kata.

3. Mencela orang lain.

4. Menyerbu daerah orang lain. 5. Mengancam melukai orang lain. 6. Main perintah.

7. Melanggar milik orang lain. 8. Tidak mentaati perintah.

9. Membuat permintaan yang tidak pantas dan tidak perlu.

10. Bersorak-sorak, berteriak-teriak atau bersuara keras pada saat yang tidak pantas.

11. Menyerang tingkah laku yang dibenci.

Sementara itu Medinus dan Johnson (1976), mengelompokkan agresi menjadi empat kategori, yaitu:

1. Menyerang fisik yang termasuk didalamnya adalah memukul, mendorong, meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas. 2. Menyerang suatu obyek, yang dimaksudkan disini adalah menyerang

benda mati atau binatang.

3. Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di dalamnya adalah

mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan sikap menuntut.

(46)

Buss (1987 ), mengelompokkan agresi manusia ke dalam delapan jenis, yaitu:

1. Agresi Fisik Aktif Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan individul kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individul kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.

2. Agresi Fisik Pasif Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan individul kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan

individul kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak

fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam. 3. Agresi Fisik Aktif Tidak Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan

individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung

dengan individul kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pUkul, dan lain sebagainya.

4. Agresi Fisik Pasif Tidak Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan

individul kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individul

kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.

5. Agresi Verbal Aktif Langsung: yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan individul kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan

(47)

6. Agresi Verbal Pasif Langsung: yaitu tindakan agresi verbal yang

dilakukan individul kelompok dengan cara berhadapan dengan

individu/kelompok lain namun tidak エ・セ。、ゥ kontak verbal secara langsung, seperti menolak bicara, bungkam.

7. Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung: yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan individul kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individul kelompok lain yang menjadi targetnya seperti menyebar fitnah, mengadu domba.

8. Agresi Verbal Pasif Tidak Langsung: yaut tindakan agresi fisik yang dilakukan individul kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individul kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti tidak memberi dUkungan, tidak

menggunakan hak suara.

(48)

1. Perilaku agresif verbal

Perilaku agresif verbal yaitu segala bentuk perilaku yang dilakukan menggunakan ucapan atau perkataan. Secara verbal dapat ditunjukkan melalui bentuk-bentuk seperti berkata-kata kasar, memaki/ mengejek, mengancam dengan perkataan, berteriak-teriak tanpa alasan, membentak, menghasut atau memfitnah, dan mengkritik penampilan di depan orang. 2. Perilaku agresif fisik

Perlaku agresif fisik atau non verbal yaitu segala bentuk perilaku yang menggunakan aktifitas fisik yang dilakukan secara langsung kepada obyek yang dimaksud ataupun dilampiaskan kepada benda-benda di sekitar subjek. Sentuk perilaku tersebut antara lain: memukul, menendang/ melempar benda di sekitar, menentang aturan, merusak, berkelahi, mengganggu (teasing),

melakukan pemaksaan/ mengambil paksa.

2.2

Persepsi Kondisi Kerja

2.2.1 Pengertian Persepsi

Desideranto (dalam Rakhmat, 2005), mendefinisikan persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan atau

(49)

Sejalan dengan pengertian di atas, Robbins (2006), menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan inderawi mereka untuk memberi makna kepada

Iingkungan mereka.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa apa yang dipersepsikan oleh seseorang dengan orang lain dapat berbeda dalam pemaknaannya.

Hal

ini disebabkan karena pemaknaan terhadap obyek yang ditangkap oleh indera seseorang dapat berbeda dengan pemaknaan pada orang lain.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Robbins (2006), ada beberapa faktor yang dapat membentuk dan seringkali dapat mengacaukan persepsi. Faktor-faktor itu antara lain:

1. Penerima (pemersepsi), ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusaha untuk mengartikan apa yang dia lihat, proses itu sangat

dipengaruhi oleh karakteristik orang tersebut, mulai dari sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman, serta pengharapan.

2. Target! obyekl benda yang dipersepsikan, karakteristik dari target yang sedang diobservasi dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan, mulai

(50)

3. Situasi saat persepsi ilu dibuat, berbagai elemen yang ada di Iingkungan sekitar juga mempengaruhi cara kita mempersepsikan sesuatu, mulai dari waklu, keadaan, serla keadaan sosial.

2.2.3 Macam-macam Persepsi

Menurul Rakhmat (2005), persepsi terbagi menjadi dua bagian besar, yailu persepsi interpersonal dan persepsi obyek.

1. Persepsi interpersonal adalah persepsi pada manusia.

2. Persepsi obyek adalah persepsi terhadap benda lain selain manusia.

Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gabungan kedua macam persepsi tersebut baik interpersonal maupun obyek, dimana stimuli yang dipersepsikan adalah kondisi kerja yang bersifat fisik, psikologis terkait dengan persepsi lerhadap sesama individu, serla kondisi kerja temporer.

2.2.4 Pengertian Kondisi Kerja

(51)

pencahayaan di tempat kerja. Dalam melaksanakan pekerjaannya, para karyawan proyek gedung bertingkat harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi kerja sekitarnya sehingga produktifitas kerja dapat ditingkatkan.

Menurut Munandar (2001), kondisi ォ・セ。 adalah keadaan yang memberi kenyamanan atau ketidaknyamanan pada pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, seperti ruang kerja dengan peralatan tertentu serta fasilitas yang digunakan. Sedangkan Mangkunegara (2005), mengatakan bahwa kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktifitas kerja.

(52)

2.2.5 Macam·macam Kondisi Kerja

Setiap karyawanl pekerja memiliki berbagai kondisi kerja yang berbeda-beda. Perbedaan ini tergantung pada jenis pekerjaan yang mereka geluti.

Munandar (2001), membagi kondisi kerja ke dalam dua aspek yaitu:

1. Kondisi fisik

Lingkungan kerja fisik mencakup setiap hal dari fasilitas parkir di gedung perusahaan. lokasi dan rancangan gedung sampai jumlah suara dan cahaya yang menimpa meja kerja atau ruang kerja seorang tenaga kerja. Disamping masalah tersebut di atas juga terdapat faktor-faktor lingkungan yang spesifik. antara lain tentang i1uminasi (penerangan), warna, kebisingan, dan musik. a. Iluminasi (Penerangan), agar tidak memberikan efek gelap, silau yang

berasal dari cahaya atau dari pantulan cahaya pada benda-benda yang berkilau yang akan berdampak pada kinerja. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam iluminasi antara lain yaitu kadar cahaya, distribusi cahaya. dan sinar yang menyilaukan. Untuk pekerjaan tertentu diperlukan kadar cahaya tertentu sebagai penerangan. Faktor yang lain dari iluminasi adalah distribusi cahaya dit empat kerja. Pengaturan yang ideal adalah ialah jika cahaya dapat didistribusikan secara merata pada keseluruhan lapangan visual.

(53)

cahaya dari warna), unluk menciplakan ilusi lenlang luas dan suhu ruangan (oranye jarak ruang sangal dekal dan efek suhu sangal panas). c. Bising, yang merupakan suara alau bunyi yang lidak diiginkan, yang

mengganggu dan menjengkelkan yang lidak ada hubungannya dengan aklivilas yang dilakukan. Dalam kehidupan sekarang ini bising merupakan keluhan yang banyak didengar. Orang merasa kebisingan oleh banyaknya suara yang dilimbulkan oleh ramainya lalu lintas, oleh suara mesin, oleh kerasnya suara radio, lelevisi, cassette recorder, dan sebagainya. Bising dalam kehidupan demikian membual individu mudah marah, gelisah, lidak bisa lidur, bahkan dapat membual individu menjadi luna rungu.

Munandar juga menyebulkan akibal-akibal dari lingkal bising yang linggi anlara lain pertama yailu limbulnya perubahan fisiologis. Penelilian

menunjukkan bahwa pada orang-orang yang mendengar bising pada lingkat 95-110 desibel, lerjadi penciulan pada pembuluh darah, perubahan delak janlung, dilalasi pada pupil-pupil mala. Bising yang keras juga dapal mengakibalkan kelegangan olot. Kedua yailu adanya dampak psikologis. Bising dapat mengganggu kesejahleraan emosional. Mereka yang bekerja dalam lingkungan yang ekslrim bising lebih agresif, penuh curiga, cepal jengkel dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam lingkungan yang

(54)

d. Musik dalam bekerja, memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton, sedangkan pada pekerjaan yang menuntut konsentrasi yang tinggi dan jenis pekerjaan majemuk musik akan

berpengaruh secara negatif.

2. Kondisi Lama Waktu Kerja

a. Jam kerja, mencakup tentang jam kerja dalam satu minggu di Indonesia pada umumnya adalah 40 jam. Meskipun jumlah jam kerja tersebut sudah banyak yang menggunakannya, tetapi bukan jaminan bahwa jam kerja itu adalah baik. Dari hasil kajadian ditemukan bahwa tidak lebih dari 20 jam yang benar-benar digunakan untuk bekerja (dari 37.5 jam kerja). b. Kerja para waktu, para pekerja ini biasanya menghabiskan jam kerjanya sebanyak 20 jam, untuk mengisi kekosongan waktu, terkait dengan usia, dan tidak adanya kesediaan untuk bekerja dalam waktu yang lama.

c. Empat hari kerja diharapkan akan terjadi peningkatan pada produktivitas, efesiensi pekerjaan dan megurangi jumlah absensi.

d. Jam kerja lentur memberi keuntungan adanya peningkatan produktivitas, absensi dan keterlambatan berkurang, turn-overberkurang, semangat kerja meningkat. Dalam program ini kerja dibagi kedalam empat bagian. Dua bagian merupakan waktu kerja pilihan, dua pilihan lainnya

(55)
[image:55.525.17.438.128.484.2]

Gambar2.2

Jadwal Jam Kerja Lentur

Waktu inti (6.5 jam kerja tambah 0,5 jam makan siang)

Jam Jam

7:30 9:10 11 :00 14:00

セセL 1982 HセセLRPPQI

16:00

Sedangkan Dewa (2009), menguraikan beberapa kondisi lingkungan kerja

fisik yang mempengaruhi aktivitas manusia, yaitu: 1. Temperatur

Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin. Semua ini dari keadaan normal tubuh. Dalam keadaan normal anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda-beda, seperti bagian mulut sekitar 37°G, dada sekitar 35°G, dan kaki

(56)

Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan memberikan

[image:56.525.21.438.193.486.2]

pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut : Tabel2.1

Pengaruh Tingkat Temperatur terhadap Kondisi Fisik Individu

Temperatur Keterangan

±49°e Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi iauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental.

± 300e Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan

cenderung untuk dalam pekerjaan, serta menimbulkan kelelahan fisiko

±24°e Kondisi optimum

± 1Qoe Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul

2. Kelembaban (Humidity)

Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini dipengaruhi oleh temperatur udara. Suatu keadaan di mana temperatur udara sangat panas dan kelembabannya tinggi,akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan, dan pengaruh lain ialah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Tubuh manusia selalu berusaha untuk

(57)

3. Sirkulasi Udara (Ventilation)

Seperti kita ketahui udara di sekitar kita mengandung sekitar 21 % Oksigen, 0,03% Karbondioksida dan 0,9% gas lainnya (campuran). Oksigen

terutama merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup terutama untuk menjaga kelangsungan hidupnya (proses metabolisme). Udara di

sekitar kita dikatakan kotor bila kadar oksigen di udara telah berkurang dan bercampur dengan gas-gas lain yang berbahaya bagi kesehatan. Jika kita menghirup udara kotor kita akan marasa sesak dan akan lebih cepat merasa lelah. Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi yang cukup akan

menggantikan udara yang kotor dengan udara yang bersih. Demikian juga dengan menaruh tanaman akan mampu membantu memberi kebutuhan akan oksigen yang cukup.

4. Pencahayaan (Lighting)

Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara jelas dan cepat tanpa melakukan kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan pekerja mudah lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka lebar-Iebar. Lelahnya mata akan mengakibatkan pula kelelahan mental dan lebih jauh bisa merusak mata. 5. Kebisingan (Noise)

(58)

komunikasi. Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan pada manusia yaitu :

a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar.

b. Intensitas biasanya diukur dalam satuan desibel (dB) yang menunjukan besarnya arus energi persatuan luas.

c. Frekuensi suara yang menunjukkan jumlah dari gelombang-gelombang suara yang sampai ke telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hz).

Tingkat-tingkat kerasnya suara atau bunyi tertentu dapat merupakan ancaman bagi pendengaran. Tingkat desibel tertentu dapat menimbulkan hilangnya pendengaran secara sementara, dapat pula menimbulkan pendengaran secara permanen. Menurut Scultz (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa seorang pekerja yang sehari-hari mendengar bunyi pada tingkat desibel ke atas dalam jangka waktu yang lama pasti akan menderita kehilangan pendengaran tertentu. Berikut adalah tabel skala tingkat intensitas

(59)
[image:59.525.47.441.172.531.2]

Tabel2.2

Skala Intensitas Kebisingan

Menulikan

120

Halilintar

110

Meriam

100

Mesin ua

90

Jalan hiruk ikuk

Perusahaan san aduh

80

Peluit olisi

Kuat Kantor aduh

Jalan ada umumn a

70

Radio

60

Perusahaan

Sedang Rumah gaduh

50

Kantor ada umumn a Percaka an kuat

40

Radio erlahan

Tenan Rumah tenan

Kantor ribadi

30

Auditorium Percaka an

Sangat tenang

20

Suara daun-daun

10

Berbisik-bisik

0

Batas den ar terendah

6. Getaran Mekanis (Mechanical Vibration)

Gerakan mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang kurang baik untuk tubuh kita.

(60)

lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga

memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain: mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat datangnya kelelahan dan gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti: mata, syaraf, oto-otot, dan lain sebagainya.

7. Bau Bauan

Adanya bau-bauan yang dalam hal ini juga dipertimbangkan sebagai polusi akan dapat mengganggu konsentrasi orang bekerja. Temperatur dan

kelembaban merupakan dua faktor Iingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Oleh karena itu pemakaian Air Conditioning yang tepat merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja. Berkowitz (dalam Sears,

2005) mengungkapkan bahwa berbagai rangsangan yang tidak disukai dapat menimbulkan agresi. Misalnya seseorang yang dihadapkan pada bau badan yang kurang sedap, asap rokok yang memedihkan, dan pemandangan yang memuakkan akan meningkatkan perasaan agresif.

8. Warna

Yang dimaksud disini adalah warna tembok ruangan dan interior yang ada di sekitar tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek, juga memberikan pengaruh yang lain seperti warna

(61)

dan leluasa. warna hijau atau biru memberikan sejuk, aman dan

menyegarkan, warna gelap memberikan kesan sempit dan warna terang memberikan kesan leluasa. Dengan adanya sifat-sifat itu maka pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya. Dalam keadaan dimana ruangan terasa sempit maka pemilihan warna yang sesuai dapat menghilangkan kesan tersebut. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan karena kesan sempit cenderung menimbulkan stres.

Tim JPK (2009), mengatakan konsep stres sebagai suatu stimulus sering digunakan untuk membahas situasi-situasi kerja yang dapat menimbulkan stres yang nantinya dapat memicu perilaku agresi pada para pekerja. Karakterisrik situasi-situasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Karakterisrik fisik

1. Noise (kebisingan)

2. Terlalu panas atau terlalu dingin.

3. Rancangan sistem manusia-mesin yang buruk 4. Situasi kerja yang mengancam keselamatan fisik b. Karakteristik waktu kerja

1. Pekerjaan-pekerjaan yang waktunya tidak menentu 2. Terlalu sering lembur

3. Deadlines(batas waktu)

4. Time pressures

c. Karakteristik lingkungan sosial dan organisasi 1. Iklim politis yang kurang sehat

(62)

5. Machine pacing (kecepatan mesin) 6. Beban kerja yang berlebihan

7. Tanggung jawab yang terlalu besar

8. Kurang penghargaan terhadap hasH kerja karakteristik perubahan dalam pekerjaan.

9. Pemutusan hubungan kerja pensiun 10. Demosi

11. Adanya perubahan kualitatif dalam jabatan 12. Promosi yang terlalu dini

13. Perubahan pada pola shift

14. Situasi di mana tidak ada perubahan sama sekali Sumber: Jurnal Pusat Kesehatan Kerja (2009)

Mangkunegara (2005), membagi kondisi kerja ke dalam 3 jenis yaitu: 1. Kondisi fisik kerja

a. Penerangan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Knave (1984), Sutton dan Rafaeli (1988), disimpulkan bahwa karyawan dapat membaca di dalam ruangan dengan cahaya lampu 25 watt. Cahaya lampu yang tidak memadai berpengaruh negatif terhadap keterampilan kerja.

b. Kondisi Suara

Sarwono (1992), mengatakan bahwa jika gelombang-gelombang suara dirasakan sebagai gangguan maka namanya adalah bising atau berisik

(noise). Dengan demikian, bising dapat diidentifikasikan secara sederhana

(63)

Glass dan Singer (1972), disimpulkan bahwa suara gaduh berpengaruh terhadap efisiensi produksi kerja. Dari hasil penelitian

W.

Burns (1979) dan Kryter (1970), dapat disimpulkan bahwa karyawan yang tidak terlindungi pada suara 95-110 dB dapat menyebabkan pembuluh darahnya mengerut,

perubahan rate hati, dan pupil mata membesar. Sebaliknya, dari hasil penelitian Donnerstein dan Wilson (1976), dapat disimpulkan bahwa suara gaduh sangat berpengaruh terhadap emosi karyawan dan sebagai sumber stres. Sejalan dengan pendapat diatas, Ancok, (1995) juga menjelaskan bahwa salah satu sumber stres kehidupan perkotaan adalah kebisingan yang bersumber dari suara mobil, mesin-mesin, alat-alat transportasi, suara pabrik dan sumber suara lainnya. Kebisingan ini membuat orang mengalami ketegangan jiwa.

Menurut Munandar, memberikan cahaya penerangan pada suatu daerah yang mengelilinginya akan menimbulkan kelelahan mata(eyestrain) setelah

jangka waktu tertentu. Kemudian sinar menyilaukan juga merupakan faktor lain yang mengurangi efesiensi visual dan meningkatkan ketegangan mata

(eyestrain). Sinar dirasakan sebagai silau karena intensitas cahaya melebihi

dari intensitas cahaya yang telah biasa diterima oleh mata. Kajian dalam kondisi laboratorium menunjukkan bahwa silau menimbulkan peningkatan

(64)

c. Warna

Warna ruang kantor yang serasi dapat meningkatkan produksi, meningkatkan moral kerja, menurunkan kecelakaan, dan menurunkan terjadinya kesalahan kerja. E. Sundstrom (1986), mengemukakan warna sejuk adalah biru dan hijau, warna pastel adalah biru muda dan kuning muda, warna hangat adalah kuning dan merah sedangkan warna netral adalah abu-abu dan kecoklatan.

[image:64.524.13.447.234.529.2]

Tabel2.3

Efek Psikologi dari Warna

Warna Efekjarak Efek suhu Efek psikis

Biru Jauh Sejuk Menenangkan

Hijau Jauh Sangat sejuk Sangat menenangkan

sampai netral

Merah Dekat Panas Sangat mengusik dan

terkesiap

Oranye Sangat dekat Sangat panas Merangsang

Kuning Dekat Sangat panas Merangsang

Coklat Sangat dekat netral Merangsang

lembavuna Sanaat dekat seiuk Aaresif terkesiao Melesukan

Sumber: Suyatno, 1985 (dalam Munandar, 2001).

d. Musik

Penggunaan musik pada jam kerja tertentu berpengaruh positif terhadap semangat kerja dan peningkatan produksi. Bahkan penggunaan musikpun dapat menurunkan tingkat absensi dan mengurangi tingkat kelelahan dalam

(65)

e. Temperatur dan kelembapan

Temperatur dan kelembapan dapat mempengaruhi semangat kerja, kondisi, fisik dan, emosi karyawan. Temperatur antara 73° F sampai 77° F cocok untuk ruang kerja dengan kelembapan antara 25% hingga 50%. Temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat mempengaruhi kondisi fisik dan

emosi karyawan. Sarwono (1992), mengatakan kondisi suhu di sekitar Iingkungan manusia atau atmosfer dinamakanambient temperatureatau suhu Iingkungan. Penginderaan suhu lingkungan itu sendiri bersumber pada dua komponen, yaitu komponen fisik dan komponen psikis. Komponen fisik adalah kadar suhu udara Iingkungan yang diukur dengan skala Fahrenheit (F) atau Celcius (C) sedangkan bagian dari komponen psikis adalah suhu alam tubuh sendiri yang dinamakan suhu interna, suhu tubuh (Body Temperature).

Bagian lainnya adalah reseptor suhu dikulit (thrmoreceptor) yang peka perubahan terhadap perubahan suhu Iingkungan. Suhu lingkungan

diinderakan tidak hanya melalui reseptor suhu (thermoreceptor), melainkan juga melalui reseptor lainnya seperti peraban dan kelembapan. Kelembapan disini adalah suhu lingkungan dengan kelembapan lebih tinggi akan

diinderakan lebih panas dari suhu yang sama di Iingkungan dengan

kelembapan yang lebih rendah. Kombinasi antara suhu dan lingkungan ini

(66)

2. Kondisi Psikologis Kerja a. Bosan kerja

Kebosanan kerja dapat disebabkan perasan tidak enak, kurang bahagia, kurang istirahat dan perasaan lelah. Berdasarkan hasil penelitian R.P. Smith (1981), dapat disimpulkan bahwa "kebosanan kerja dapat mengakibatkan penurunan produksi" (Mangkunegara, 2005).

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi.

b. Keletihan kerja

(67)

3. Kondisi temporer kerja a. Waktu jumlah jam kerja

Dalam kebijakan kepegawaian di Indonesia, standar jumlah jam kerja minimal

35 jam dalam seminggu. Karyawan dikategorikan pekerja penuh apabila mereka bekerja minimal 35 jam dalam seminggu. Sebaliknya karyawan yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, dikategorikan karyawan setengah pengangguran yang terlihat (visible underemployed).

b. Waktu Istirahat kerja

Waktu istirahat kerja perlu diberikan kepada karyawan agar dapat

memulihkan kembali rasa lelahnya. Dengan adanya waktu istirahat yang cukup, karyawan dapat bekerja lebih semangat dan bahkan meningkatkan produksi serta meningkatkan efisiensi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi kerja karyawan dibedakan dalam tiga aspek yatu kondisi fisik dan kondisi psikologis kerja dan kondisi lama kerja. Adapun kondisi fisik kerja meliputi, i1uminasi

(penerangan), agar tidak memberikan efek gelap, silau yang berasal dari cahaya atau dari pantulan cahaya pada benda-benda yang berkilau yang akan berdampak pada kinerja. Kondisi suara berupa suara atau bunyi yang tidak diiginkan, yang mengganggu dan menjengkelkan yang tidak ada

(68)

yang memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan yang sederhana, rutin dan

monoton, sedangkan pada pekerjaan yang menuntut konsentrasi yang tinggi dan jenis pekerjaan majemuk musik akan berpengaruh secara negatif. Dan temperatur atau kelembapan. kemudian kondisi psikologis kerja yang terdiri dari bosan kerja dan keletihan kerja yang dapat disebabkan oleh tugas yang monoton dan beban kerja yang berlebihan. Dan aspek yang ketiga yaitu kondisi temporer kerja meliputi waktu jumlah jam kerja dan lama istiahat kerja. Ketiga aspek kondisi kerja di atas untuk selanjutnya akan dijadikan sebagai dimensi variabel persepsi kondisi kerja dalam penelitian ini.

2.2.6 Pengertian Persepsi Kondisi Kerja

Robbins (2006) mengemukakan persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan inderawi mereka untuk memberi makna kepada lingkungan mereka.

Sedangkan kondisi kerja adalah suasana di lingkungan tempat kerja baik fisik, psikologis maupun temporer yang dapat mendukung dan membantu seseorang dalam melakukan pekerjaannya.

(69)

Karyawan proyek gedung bertingkat selalu dihadapkan pada kondisi kerja

fisik yang bising (noise), sarat getaran-getaran mekanis yang disebabkan penggunaan alat-alat konstruksi. Kemudian temperatur udara yang panas. Kemudian adapula kondisi piskologis kerja seperti kebosanan dan keletihan kerja yang salah satunya disebabkan oleh beban kerja yang berat. Selain itu. lamanya waktu kerja dan istirahat pekerja merupakan suatu kondisi yang juga harus dihadapi oleh karyawan misalnya penambahan jam kerja (Iembur). Kondisi-kondisi kerja baik fisik, psikologis maupun waktu kerja seperti itu tentu memiliki dampak yang buruk bagi pekerja. Penelitian menunjukkan temperatur yang tidak seimbang (terlalu panas atau terlalu dingin) dapat menimbulkan perubahan emosi karyawan seperti timbulnya agresivitas. Selain itu kebisingan dan getaran-getaran yang berada di atas taraf normal juga dapat memicu agresivitas. Kemudian kelelahan dan kebosanan kerja, jam kerja yang berlebihan sehingga beban kerja bertambah dapat memicu

terjadinya frustasi dan stres sebagai pemicu timbulnya perilaku agresi. Dalam hal ini kondisi kerja baik fisik, lama waktu kerja dan kondisi kerja psikologis karyawan proyek gedung tingkat dapat memicu timbulnya agresivitas.

(70)

perilaku agresif tidak hanya disebabkan oleh lingkungan tetapi ada faktor bawaan yang didapat dari orang tua melalui j

Gambar

Gambar 2.1Teori Dorongan atas Agresi
gambaran umum responden penelitian serta presentasi dan
Gambar 2.1Teori Dorongan Atas Agresi: Motivasi untuk menyakiti orang lain
Gambar2.2Jadwal Jam Kerja Lentur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Visi Media Asia (VIVA) menargetkan pendapatan sepanjang 2014 mencapai lebih dari Rp2 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan pada tahun lalu Rp1,6 triliun.. Hingga

Berbagai jalur pendidikan muncul ditengah-tangah masyarakat, salah satunya adalah pendidikan keagamaan luar sekolah.Tentu saja keberadaan dari lembaga pendidikan ini

Hasil penelitian ini sesuai dengan ekspreimen yang dilakukan sebelumnya [9] yang menunjukkan bahwa tekanan yang terlalu tinggi akan membuat cetakan merenggang dan

• British telah menolak Perlembagaan Rakyat dan menerima Perjanjian Persekutuan Tanah Melayu yang digubal oleh Jawatankuasa Kerja.. • PUTERA - AMCJA menganjurkan hartal

Adapun judul penelitian yang dilakukan adalah Analisis Kualitas Air Dan Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Yang Bermukim Di Sekitar Sungai Way Kandis Kelurahan Rajabasa

Berdasarkan temuan penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk meningkatan hasil belajar PPKn, baik pada

Salah satu bagian dari face recognition yang telah dikembangkan saat ini adalah pengenalan jenis kelamin ( gender recognition ) Kemiripan antara gender recognition

PKM-AI merupakan program penulisan artikel ilmiah yang bersumber dari suatu kegiatan mahasiswa dalam bidang pendidikan, penelitian atau pengabdian kepada masyarakat