• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Ekstrak Batang Pisang Ambon Lumut sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit White Spot pada Udang Vaname

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Ekstrak Batang Pisang Ambon Lumut sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit White Spot pada Udang Vaname"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

AFRIANI RAMADHAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

PENGGUNAAN EKSTRAK BATANG PISANG AMBON LUMUT

SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENCEGAHAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Penggunaan

Ekstrak Batang Pisang Ambon Lumut sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit White Spot pada Udang Vaname” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017

Afriani Ramadhan

(4)

RINGKASAN

AFRIANI RAMADHAN. Penggunaan Ekstrak Batang Pisang Ambon Lumut sebagai Imunostimulan untuk pencegahan penyakit White Spot pada Udang Vaname. Dibimbing oleh SRI NURYATI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO dan ALIMUDDIN.

Penyakit white spot merupakan penyakit yang menjadi permasalahan utama penyebab penurunan produksi pada budidaya udang vaname. Upaya dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit pada udang adalah melalui peningkatan sistem imun udang, yaitu dengan menggunakan imunostimulan. Bahan-bahan alamiah dapat berperan sebagai imunostimulan, salah satunya adalah ekstrak batang pisang ambon lumut Musa cavendishii var. dwarf Paxton. Batang pisang ambon mengandung beberapa senyawa aktif imunostimulan. Penggunaan imunostimulan telah banyak diteliti untuk pengendalian penyakit virus pada udang dan terbukti mampu meningkatkan respons imun non-spesifik serta pertumbuhan udang. Akan tetapi, sampai saat ini masih sangat minim informasi mengenai dosis yang optimal untuk pemberian imunostimulan pada udang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis pemberian ekstrak batang pisang ambon yang optimal untuk pemberian ekstrak batang pisang ambon, sehingga mampu menginduksi sistem kekebalan tubuh non-spesifik terhadap serangan penyakit viral khususnya white spot serta memacu pertumbuhan udang vaname.

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap, terdiri atas lima perlakuan ekstrak batang pisang ambon, yaitu: dua perlakuan kontrol (kontrol positif dan negatif), perlakuan A: 0,1 g kg-1 pakan, B: 0,3 g kg-1 pakan, dan C 0,5 g kg-1 pakan. Setiap perlakuan dibuat 3 ulangan. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 4 kali sehari selama 29 hari dan secara at-satiation. Observasi parameter pertumbuhan meliputi feed conversion ratio (FCR) dan laju pertumbuhan spesifik (LPS). Kemudian udang diuji tantang dengan diinjeksi menggunakan filtrat WSSV (10-3). Variabel pengamatan meliputi gejala klinis, kelangsungan hidup, konfirmasi WSSV menggunakan PCR, ekspresi gen

prophenoloxydase, mengkaji efisiensi pakan dengan pemberian ekstrak batang pisang ambon serta parameter imunitas (total hemocyte count (THC), aktivitas

prophenoloxydase (proPO), aktivitas respiratory burst (RB), dan aktivitas fagositik. Pengamatan dilakukan sebelum pemberian ekstrak batang pisang ambon, sebelum uji tantang, hari pertama pascauji tantang, hari ketiga pascauji tantang, hari kelima pascauji tantang dan hari ketujuh pascauji tantang pada tiap perlakuan.

(5)

dengan dosis 0,5 g kg-1 mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Demikian halnya pada hasil pengamatan aktivitas fagositik (AF) udang vaname yang diberi ekstrak batang pisang ambon 0,5 g kg-1 juga menunjukkan nilai AF yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 mampu meningkatkan kemampuan sistem imun nonspesifik pada udang vaname dengan adanya sel-sel fagosit. Pemberian ekstrak batang pisang ambon juga mendapatkan pita DNA hasil ekspresi gen prophenoloxydase dibandingkan dengan perlakuan k+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV).

Pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 (perlakuan C) mampu meningkatkan kelangsungan hidup udang vaname 100,00±0,00%, dan menunjukkan laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya dengan nilai 7,79±0,06%. Pemberian ekstrak batang pisang ambon pada udang vaname juga mampu menekan penggunaan pakan, terlihat dari nilai nilai rasio konversi pakan, perlakuan C (dosis 0,5 g kg-1) menunjukkan nilai rasio konversi pakan yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya (1,52±0,01). Bila ditinjau dari segi efisiensinya, pemberian ekstrak batang pisang ambon dosis 0,5 g kg-1 (perlakuan C) menunjukkan biaya pembuatan ekstrak batang pisang ambon tertinggi dengan jumlah biaya Rp30 750. Hal ini dapat berimplikasi dengan penambahan biaya produksi ketika diaplikasikan pada skala laboratorium dan lapang namun dapat lebih menguntungkan karena nilai kelangsungan hidup dan jumlah bobot yang diperoleh lebih tinggi.

(6)

SUMMARY

AFRIANI RAMADHAN. Aplication of banana steam extract as an immunostimulants for preventing diseases white spot on white shrimp

(Litopenaeus vannamei). Supervised by SRI NURYATI, NUR BAMBANG

PRIYO UTOMO and ALIMUDDIN.

White spot is a disease that is the main problem causing production decline in shrimp farming vaname. An efforts in the reduction and prevention of disease in shrimp is through improving the immune system of shrimp, with using immunostimulant. Natural ingredients can act as an immunostimulant, one of them is an ambon lumut banana stem extract Musa cavendishii var. dwarf

Paxton. Banana stem contains several active compounds immunostimulant. The use of immunostimulant has been widely studied for the control of viral diseases in shrimp and proved to increase non-specific immune response as well as the growth of shrimp. However, until now still limited information about the optimal dose for administration of immunostimulant on shrimp. Therefore, this study was conducted to determine the dose of extract of banana stems optimal to induce the immune system against non-spesific viral disease especially white spot prawns and stimulate the growth of white shrimp.

This study was conducted using a completely randomized design, consisting of five treatments banana stem extract, namely: two control treatments (positive and negative control), treatment A: 0,1 g kg-1 feed, B: 0,3 g kg-1 feed, and C 0,5 g kg-1 feed. Each treatment was made three replications. The feeding conducted as much four times a day 29 days and at-satiation. Observation of the growth parameters include feed convertion ratio (FCR) and specific growth rate (SGR). Then tested shrimp challenged WSSV filtrate (10-3). Variable include the observations clinical symptoms, survival, confirmation WSSV using PCR, prophenoloxydase gene expression, total hemocyte count (THC), the activity prophenoloxydase (proPO), respiratory burst activity (RB), and phagocytic activity. Observation was done before the giving extract of banana stems, before the challange test, the first day after challanged, after challanged third day, fifth day and the seventh day after challange at every treatment. As a supported data, this research was also assessing feed efficiency banana stem extract.

(7)

Banana stem extract at a dose of 0,5 g kg-1 (treatment C) were able to increase the survival of shrimp 100,00 ± 0,00%, and showed LPS higher than other treatments. The extract stem banana on shrimp also able to suppress the use of feed, seen from the values of FCR, C treatment (dosage 0,5 g kg-1) indicates the value of the FCR are better than the other treatments. When viewed in terms of efficiency, ambon lumut banana stem extract dose of 0,5 g kg-1 (treatment C) shows the cost of making banana stem extract highest amount costs of Rp30 750. This may have implications for the increase in the cost of production when applied on a laboratory scale and airy but it can be more profitable because the value of the survival and the amount of weight gained higher.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

AFRIANI RAMADHAN

PENGGUNAAN EKSTRAK BATANG PISANG AMBON LUMUT

SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENCEGAHAN

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Penggunaan Ekstrak Batang Pisang Ambon Lumut sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit White spot pada Udang Vaname” pada Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Akuakultur, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada Ibu Dr Sri Nuryati, Bapak Dr Nur Bambang Priyo Utomo dan Bapak Dr Alimuddin selaku dosen pembimbing atas waktu, kebijaksanaan, tuntunan, perhatian, kesabaran, nasehat, semangat, dan masukan-masukan yang telah diberikan hingga tesis ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Widanarni selaku penguji luar komisi dan Dr Iis Diatin selaku komisi program studi dalam pelaksanaan ujian tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Drs H Abd Azis P dan Hj Hidjrah Abd Hafid SPd atas segala doa, kasih sayang, semangat dan nasehat yang tidak pernah putus diberikan.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa S2 Fresh Graduate pada tahun 2014 sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini serta memperdalam ilmu di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu serta memberikan masukan dan ide yang membangun selama kegiatan penelitian, Bapak Ranta, Mba Lina Mulyani, Qorie Astria SPi., MSi, Aminatul Zahra SPi., MSi, Nunun Ainun SSi, Suardi laheng SPi., MSi, Windu Sukendar SPi., MSi, Eko Priyantono SP., MSi, Kurniawan wahyu SPi., MSi, Ardana Kurniadji SPi, rekan-rekan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik (Hasan Nasrullah SPi, Pak Asep Sopian SPi, Ibu Reni Agustina SPi., MSi, Haryayu SPi, serta teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Akuakultur Angkatan 2014, teman teman Himpunan mahasiswa Palu Sulawesi Tengah, teman teman Volunter Mentari Pagi, teman teman perantauan kos Syariah atas bantuan, kebersamaan, kekompakan serta motivasinya dalam perjuangan menempuh studi. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan umumnya dan perikanan budidaya khususnya.

Bogor, Maret 2017

(13)

DAFTAR ISI

Prosedur Ekstraksi Batang Pisang Ambon dengan Maserasi 3

Analisis Fitokimia 4

Preparasi Pakan 4

Persiapan Wadah 4

Persiapan Udang Uji 4

Penyiapan dan Infeksi Virus White Spot 4

Parameter Uji 5

Kelangsungan Hidup 5

Relative Percent Survival (RPS) 5

Total Hemocyte Count (THC) 5

Aktivitas Prophenoloxydase (proPO) 6

Respiratory Burst (RB) 6

Aktivitas Fagositik 6

Konfirmasi Keberadaan WSSV Menggunakan PCR 6

Gejala Klinis 7

Rasio Konversi Pakan 7

Laju Pertumbuhan Spesifik 7

Ekspresi Gen Prophenoloxydase 7

Kualitas Air 7

Efisiensi Biaya Ekstrak Batang Pisang Ambon 8

Analisis Data 8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Kelangsungan Hidup dan Relative Percent Survival (RPS) 8

Pola Mortalitas Harian 9

Total Hemocyte Count (THC) 10

Aktivitas Prophenoloxydase (proPO) 11

Respiratory Burst (RB) 11

Aktivitas Fagositik 12

(14)

Gejala Klinis 14

Rasio Konversi Pakan 14

Laju Pertumbuhan Spesifik 15

Ekspresi Gen Prophenoloxydase 15

Efisiensi Biaya Ekstrak Batang Pisang Ambon 16 Pembahasan 16

4 SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19 Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 24

(15)

DAFTAR TABEL

1 Perlakuan pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis yang

berbeda 3

2 Kelangsungan hidup (KH) dan relative percent survival (RPS) udang

vaname pascauji tantang WSSV 9

3 Biaya pakan dengan penambahan ekstrak batang pisang ambon 16

DAFTAR GAMBAR

1. Pola mortalitas harian udang vaname (Litopenaeus vannamei) pascauji

tantang 9

2. Total hemocyte count udang vaname sebelum perlakuan, sebelum uji

tantang dan pascauji tantang dengan WSSV 10

4 Aktivitas prophenoloxydase udang vaname sebelum perlakuan, sebelum uji tantang dan pascauji tantang dengan WSSV 11 5 Aktivitas respiratory burst udang vaname sebelum perlakuan, sebelum

uji tantang dan pascauji tantang dengan WSSV 12

6 Aktivitas fagositik udang vaname sebelum perlakuan, sebelum uji

tantang dan pascauji tantang dengan WSSV 13

7 Konfirmasi akhir pemeliharaan udang uji setelah perlakuan dengan

menggunakan PCR 13

8 Perubahan gejala klinis secara morfologis pada hepatopankreas udang

terinfeksi WSSV 14

9 Rasio konversi pakan udang vaname selama 29 hari pemberian ekstrak

batang pisang ambon 14

10 Laju pertumbuhan spesifik udang vaname selama 29 hari pemberian

ekstrak batang pisang ambon 15

11 Ekspresi gen prophenoloxydase 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis kualitatif fitokimia 25

2 Respons imun 25

3 Analisis ekspresi gen 26

4 Pengamatan parameter kualitas air selama penelitian 28 5 Rincian biaya bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak

batang pisang ambon 28

(16)
(17)

1

25

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang vaname Litopenaeus vannamei merupakan komoditas ekspor perikanan yang telah memberikan kontribusi yang besar terhadap Indonesia. Udang vaname banyak disukai masyarakat karena rasa dagingnya yang enak serta memiliki nilai gizi yang lengkap, tetapi produksi udang vaname mengalami penurunan yang cukup besar, seperti pada tahun 2015 triwulan pertama produksinya dari 75.100 ton, turun menjadi 72.046 triwulan kedua, kemudian triwulan ketiga hanya mencapai 63.349 ton (KKP 2015). Salah satu penyebab penurunan produksi udang vaname yaitu adanya penyakit viral yang disebabkan oleh virus. Penyakit

white spot dapat menyebabkan kematian hingga 100% (Huang et al. 2011). Udang vaname termasuk krustasea yang hanya memiliki sistem imun nonspesifik dalam mempertahankan tubuhnya terhadap serangan virus. Upaya dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit pada udang adalah melalui peningkatan sistem imun udang, yaitu dengan menggunakan imunostimulan (Alifuddin 2002), vitamin (Darvishpour et al. 2012), dan probiotik (Lakshmi et al. 2013). Imunostimulan biasa dilakukan dengan pemberian komponen mikrobia seperti

β-glukan dan lipopolisakarida atau sel bakteri yang telah dimatikan (Smith et al.

2003). Kelemahan imunostimulan ini adalah tidak mudah didapatkan dan harganya mahal sehingga diperlukan alternatif lain yang juga dapat berperan sebagai imunostimulan pada tubuh udang.

Bahan-bahan alamiah mempunyai fungsi untuk memperbaiki kondisi lingkungan. Selain itu harganya murah dan mudah didapatkan sehingga dapat mencegah pemakaian beberapa macam obat yang dapat menyebabkan resisten bagi patogen. Bahan-bahan alami yang dapat digunakan adalah batang pisang. Batang pisang merupakan limbah pertanian potensial yang belum banyak dimanfaatkan. Menurut data yang bersumber dari (BPS 2015), produksi pisang di Indonesia sebanyak tujuh milyar ton. Perbandingan bobot segar antara batang, daun, dan buah pisang berturut-turut adalah 63%, 14%, dan 23% (Rahman 2006). Salah satu cara dalam memanfaatkan limbah batang pisang ambon, yaitu dapat diekstrak dan dimanfaatkan sebagai senyawa antibakteri dan antivirus.

(18)

2

ekstrak batang pisang ambon menjadi lebih efisien. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah menguji dosis berbeda ekstrak batang pisang ambon melalui pakan dalam meningkatkan respons imun, pertumbuhan, resistensi udang vaname terhadap penyakit white spot dan efisiensi penggunaanya pada budidaya udang vaname.

Perumusan Masalah

Penyakit white spot masih menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan kegagalan budidaya udang vaname. Mekanisme pertahanan udang sangat bergantung pada kekebalan bawaan (innate immunity) yang terdiri dari komponen seluler dan humoral yang sangat efektif dalam pertahanan tubuh dari serangan patogen (Yeh et al. 2009). Salah satu alternatif pencegahan penyakit viral yang dapat dikembangkan adalah penggunaan ekstrak dari bahan-bahan alami yang dapat berperan sebagai imunostimulan (Harikrishnan et al. 2011). Bahan-bahan alami yang dapat digunakan adalah ekstrak batang pisang. Kandungan senyawa aktif ekstrak batang pisang sangat efektif dalam pencegahan penyakit white spot. Pemberian imunostimulan yang baik juga harus memperhatikan dosis yang optimal. Penelitian Simanjuntak (2016) telah mendapatkan dosis terbaik sebanyak 0,5 g kg-1, tetapi belum diketahui apakah dosis masih dapat diturunkan sehingga penggunaannya lebih efisien. Respons imun pada udang tergambar dari kelangsungan hidup udang yang terinfeksi, konfirmasi WSSV dengan PCR, parameter pertumbuhan seperti rasio konversi pakan dan laju pertumbuhan spesifik serta parameter imun yang mengekspresikan respons imun pada udang berupa total hemocyte count, aktivitas

prophenoloxydase (proPO), respiratory burst (RB), aktivitas fagositik gejala klinis dan ekspresi gen prophenoloxydase (proPO). Pakan dengan dosis ekstrak batang pisang ambon yang optimal diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan serta resistensi udang vaname terhadap serangan penyakit viral khususnya white spot. Selain itu diperlukan analisis ekonomi untuk melihat seberapa efisien penggunaan ekstrak batang pisang ambon pada budidaya udang vaname sebagai dasar aplikasi pada skala lapang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dosis berbeda ekstrak batang pisang ambon melalui pakan dalam meningkatkan respons imun, resistensi terhadap penyakit white spot, perfoma pertumbuhan dan efisiensi penggunaanya pada budidaya udang vaname.

Manfaat Penelitian

(19)

3

Hipotesis

Pemberian ekstrak batang pisang ambon melalui pakan dengan dosis yang lebih rendah dari 0,5 g kg-1 dapat meningkatkan respons imun, resistensi terhadap penyakit white spot, perfoma pertumbuhan dan efisiensi dalam penggunaannya.

2

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada September 2015 – April 2016. Analisis fitokimia bertempat di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor. Pemeliharaan udang uji bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan Kolam Percobaan Babakan, Analisis hematologi Bertempat di Laboratorium Kesehatan Organisme Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), analisis konfirmasi WSSV dengan PCR bertempat di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor, analisis ekspresi gen bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, BDP-FPIK-IPB.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji respons imun udang vaname, yang diberi ekstrak batang pisang ambon dosis berbeda terhadap serangan WSSV. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap terdiri atas 5 perlakuan, yaitu: 2 perlakuan kontrol (kontrol negatif dan positif) dan 3 perlakuan pemberian pakan mengandung ekstrak batang pisang ambon (Tabel 1). Setiap perlakuan dibuat tiga ulangan.

Tanpa penambahan ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV

A 0,1 g kg-1 ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV B 0,3 g kg-1 ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV C 0,5 g kg-1 ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV

Prosedur Penelitian

Prosedur Ekstraksi Batang Pisang Ambon dengan Maserasi

(20)

4

Simplisia batang pisang diekstraksi dengan perbandingan 1:10 (bobot : volume) antara sampel dan pelarut. Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi selama 24 jam menggunakan Thermoshake dengan kecepatan 160 rpm dan suhu 40 °C Filrat yang diperoleh disaring kemudian dikumpulkan dan diuapkan dengan

rotary evaporator pada suhu 40 °C. Hasil yang diperoleh berupa ekstrak kental batang pisang ambon.

Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan di Balai Tanaman Rempah dan Obat Cimanggu Bogor dengan menggunakan metode thin layer chromatography (TLC) (Lampiran 1).

Preparasi Pakan

Ekstrak batang pisang ambon dilarutkan terlebih dahulu dalam 300 mL akuades steril yang sebelumnya telah ditambahkan putih telur sebagai binder pada konsentrasi 2%. Larutan hasil ekstrak batang pisang ambon dicampurkan secara merata ke dalam pakan udang komersial yang berprotein 40%. Pakan dikering-anginkan sekitar 1 jam. Pakan yang telah siap dapat langsung digunakan atau dapat dimasukkan dalam wadah plastik yang tertutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 ⁰C hingga akan digunakan.

Persiapan Wadah

Prosedur penelitian diawali dengan persiapan wadah. Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran (65×30×35) cm3. Akuarium dibersihkan dengan menggunakan sabun detergen, dibilas sampai bersih, didesinfeksi menggunakan klorin 30 ppm, kemudian dikeringkan selama 24 jam. Setelah kering akuarium diisi air sebanyak 40 liter per akuarium dan diaerasi satu titik per akuarium untuk memberikan suplai oksigen pada media pemeliharaan. Akuarium yang digunakan sebanyak 15 akuarium untuk pengamatan kelangsungan hidup, dan 5 akuarium untuk uji hematologi.

Persiapan Udang Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang vaname yang berasal dari KJA budidaya udang di Kepulauan Seribu dan bobot badan yang digunakan 4,18±0,02 gram ekor-1. Sebelum dilakukan pemeliharaan dan pemberian ekstrak batang pisang ambon selama 29 hari, udang uji terlebih dahulu diadaptasikan selama 14 hari dalam akuarium perlakuan sebanyak 10 ekor-1 akuarium dan diberi pakan komersial dengan kadar protein 40% secara at-satiation dengan frekuensi pemberian pakan empat kali sehari. Kualitas air media dipertahankan dengan melakukan penyifonan setiap pagi hari sebanyak 10% dari total volume akuarium. Sebelum diberi perlakuan, udang uji dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan menghilangkan sisa pakan dalam tubuh.

Penyiapan dan Infeksi Virus White Spot

(21)

5

karapaks) ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dicacah menjadi bagian-bagian kecil dan dihomogenkan dengan 20 mL TN-Buffer (200 mM Tris, 400 mM NaCl, pH 7,5) menggunakan mortar. Selanjutnya, jaringan udang yang telah dihomogenkan dengan TN-Buffer disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 C, kemudian supernatan yang diperoleh dipindahkan pada wadah mikrotube yang baru dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 C. Hasil supernatan yang diperoleh kemudian dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 10-3 dan difilter menggunakan syringe filter 0,45 μm. Injeksi WSSV dilakukan pada bagian punggung udang, di antara segmen ketiga dan keempat sebanyak 0,1 mL ekor-1 dengan dosis 10-3 yang diperoleh dari LD50 yang telah dilakukan sebelumnya. Udang yang digunakan sebagai kontrol negatif diinjeksi menggunakan larutan

phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 0,1 mL ekor-1. Uji tantang dilakukan selama tujuh hari dan selama uji tantang udang diberi pakan serta tidak dilakukan pergantian air.

Parameter Uji

Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup udang vaname diamati setiap hari hingga akhir perlakuan. Perhitungan kelangsungan hidup dilakukan di akhir perlakuan dengan rumus sebagai berikut:

Kelangsungan hidup (%) =

Keterangan : Nt = Jumlah udang akhir (ekor) No = Jumlah udang awal (ekor)

Relative Percent Survival (RPS)

Pengamatan udang yang mati dilakukan setiap hari selama 29 hari. Persentase mortalitas tiap perlakuan dibandingkan dengan kontrol dan kelangsungan hidup relatif (relative percent survival, RPS) dihitung untuk masing-masing perlakuan. Perhitungan dilakukan dengan persamaan Ellis (1988), sebagai berikut:

RPS (%) = (1-

) 100

Keterangan:

RPS = Relative percent survival (%)

Mn = Persentase mortalitas udang perlakuan ke-n M0 = Persentase mortalitas udang kontrol

Respons Imun

Total Hemocyte count (THC)

(22)

6

di bawah mikroskop pada perbesaran 40 kali, kemudian dihitung berdasarkan rumus berikut:

THC (sel/mm3)= rata-rata ∑sel terhitung x

x FP x 1000

Keterangan: FP = Faktor Pengenceran

Aktivitas Prophenoloxidase (proPO)

Aktivitas prophenoloxidase diukur dengan menggunakan spektrofotometrik dengan mencatat perubahan bentuk dopachrome yang diproduksi dari L-dihidroxyphenylalanine (L-DOPA) menggunakan metode yang digunakan Liu dan Chen (2004) dengan cara mengambil sampel hemolim dari satu ekor udang pada masing-masing perlakuan dan digabung. Pengambilan sampel dilakukan sebelum perlakuan, sebelum uji tantang, hari ke-1, ke-3, ke-5 dan ke-7 pascauji tantang (Lampiran 2).

Respiratory Burst (RB)

Respiratory burst dari hemosit udang diukur menggunakan metode yang dilakukan Immanuel et al. (2012) berdasarkan reduksi NBT (nitroblue tetrazolium) sebagai ukuran superoxide anion (O2-) dengan cara mengambil sampel hemolim dari satu ekor udang pada masing-masing perlakuan dan digabung. Pengambilan sampel dilakukan sebelum perlakuan, sebelum uji tantang, hari ke-1, ke-3, ke5 dan ke-7 pascauji tantang (Lampiran 2).

Aktivitas Fagositik

Aktivitas fagositikdiukur menggunakan metode yang dilakukan Immanuel

et al. (2012) dengan cara mengambil sampel hemolim dari satu ekor udang pada masing-masing perlakuan dan digabung. Pengambilan sampel dilakukan sebelum perlakuan, sebelum uji tantang, hari ke-1, ke-3, ke-5 dan ke-7 pascauji tantang (Lampiran 2).

Konfirmasi Keberadaan WSSV Menggunakan PCR

Pemeriksaan virus dengan metode PCR dilakukan guna mengkonfirmasi keberadaan virus WSSV pada udang vaname menggunakan metode yang telah dikembangkan oleh Nunan dan Lightner (2011) dengan tetap melakukan optimasi sesuai dengan kondisi. Optimasi dilakukan terhadap suhu annealing, konsentrasi MgCl2, dan konsentrasi templat DNA sampel. Primer yang digunakan WSSV-F

5′-GAA ACT ATT GAA AAG GCT TTC CCT C-3′ WSSV-R 5′-GTT CCT TAT TTA CTA CTA CGG CAA-3′. Konsentrasi PCR yang diperlukan adalah 1x bufer PCR yang mengandung MgCl2, 250 µM dNTPmix, 1.25 U Ex Taq Polymerase, masing-masing 0,4 µM primer F dan R, dan 5 µL sampel. Reaksi PCR dilakukan pada tabung 0,2 mL dengan konsentrasi total dibuat menjadi 20 µL dengan menambahkan distilled water. Kondisi PCR adalah sebagai berikut: denaturasi awal 95 C selama lima menit, diikuti dengan 35 siklus denaturasi 95 C 30 detik,

(23)

7

Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis dilakukan secara visual setiap hari pascauji tantang hingga akhir pemeliharaan. Gejala klinis yang diamati sama dengan pengamatan yaitu meliputi perubahan pola renang dan tingkah laku, respons terhadap pakan, serta patologi makroskopis organ luar udang vaname.

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau feed convertion ratio (FCR) udang vaname selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus (Yang et al. 2015) :

FCR =

Keterangan:

FCR= Konversi pakan

Fi = Jumlah pakan yang diberikan (gram)

Fw = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (gram) Iw = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (gram)

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik udang uji dihitung berdasarkan persamaan berikut (Zhang et al. 2014):

Gw = Keterangan:

LPS = Laju pertumbuhan spesifik (%) W1 = Bobot udang pada akhir penelitian W0 = Bobot udang pada awal penelitian T = Lama pemeliharaan (hari)

Analisis Ekspresi Gen Prophenoloxydase (proPO)

Analisis gen proPO dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang ekspresi gen proPO akibat pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan cara mengambil sampel hemolim dari tiga ekor udang vaname pada masing-masing perlakuan dan digabung. Pengambilan sampel perlakuan K+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV) dan C (pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 dan diinfeksi WSSV) dilakukan 24 jam pascauji tantang kemudian untuk pengambilan sampel pada perlakuan C- dilakukan setelah pemeliharaan kembali selama 29 hari. Tahapan ekstraksi RNA dan sintesis cDNA proPO dilakukan seperti yang dijelaskan Zokaeifar et al. 2012 (Lampiran 3).

Kualitas Air

(24)

8

terlarut (DO) (mg L-1), TAN (mg L-1) dan pH. Pengukuran kualitas air langsung pada wadah penelitian menggunakan alat pengukur masing-masing parameter, yaitu: salinitas (salinity AZ-8371), pH (pHep hanna instrument), suhu dan DO (dissolved oxygen meter Lutron DO-5509) (Lampiran 4).

Efisiensi Biaya Ekstrak Batang Pisang Ambon

Efisiensi biaya ekstrak batang pisang ambon bertujuan untuk membandingkan seberapa efisien penggunaan ekstrak batang pisang ambon pada budidaya udang vaname apabila ditinjau dari budidaya udang vaname sebanyak 100 ekor. Nilai efisiensi ditentukan dengan membandingkan biaya ekstrak batang pisang ambon dihitung berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan seperti perhitungan biaya pelarut etanol, bobot individu berdasarkan berat biomassa akhir penelitian dibagi 30 ekor udang uji, jumlah pakan dihitung berdasarkan bobot individu dikalikan 100 ekor, kemudian dikalikan rasio konversi pakan yang diperoleh selama penelitian, biaya pakan berdasarkan biaya ekstrak dikalikan jumlah pakan yang digunakan, kemudian dibagi 1000, serta bahan-bahan yang digunakan untuk preparasi pakan menggunakan ekstrak batang pisang ambon berupa putih telur, tween 80, akuades, biaya penyewaan alat rotary evaporator.

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan Ms. Excel dan diuji statistik menggunakan

software SPSS 17,0 bila berbeda nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan pada taraf nyata 5%.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kelangsungan hidup (KH) dan relative percent survival (RPS) udang uji pada masa uji tantang

(25)

9

Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan standar deviasi

Pola Mortalitas Harian

Berdasarkan grafik pola mortalitas harian udang vaname (Gambar 1), tidak teramati mortalitas pada perlakuan C (0,5 g kg-1 pakan) selama 7 hari pascauji tantang, sedangkan mortalitas udang mulai teramati hari ke-2 pascauji tantang pada perlakuan K+, sedangkan pemberian ekstrak batang pisang Ambon dengan dosis 0,1 dan 0,3 g kg-1 mortalitasnya teramati mulai hari ke-3 dan ke-4 pascauji tantang. Pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 pakan (perlakuan C) tidak memiliki persentase mortalitas yakni 0% bila dibandingkan dengan perlakuan K+(46,70%), A (33,30%) dan B (23,30%) pascauji tantang hari ke-7. Setelah tujuh hari pascauji tantang sudah tidak terjadi mortalitas pada udang uji.

Keterangan :

Tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan tidak diuji tantang WSSV (K-); tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diuji tantang WSSV (K+); pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g-1 kg (A); 0,3 g kg-1 (B); 0,5 g kg-1 (C) dan diuji tantang WSSV.

(26)

10

Respons Imunitas

Total Hemocyte Count (THC)

Nilai THC udang uji sebelum pemberian ekstrak batang pisang ambon tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan yang diberi ekstrak batang pisang ambon maupun kontrol. Hari ke-21 perlakuan yang tidak diberi ekstrak batang pisang ambon tidak berbeda nyata (P>0,05). Hari ke-23 (hari ke-1 pascauji tantang) menunjukkan penurunan nilai THC, kemudian pada perlakuan dengan pemberian ekstrak batang pisang ambon terjadi peningkatan kembali nilai THC pada hari ke-25 (hari ke 3 pascauji tantang), hari ke-27 (hari ke-5 pascauji tantang) dan hari ke 29 (hari ke-7 pascauji tantang) hal ini berbanding terbalik dengan perlakuan K+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV) yang mengalami penurunan yang signifikan. Pemberian pakan ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 setiap hari (perlakuan C) selama 29 hari menunjukkan nilai total hemocyte count (45,15x106 sel ml-1) tertinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan K+ (3,83x106 sel ml-1) dan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara perlakuan A (0,3 g kg-1 pakan) dan K-(tanpa pemberian ekstrak batang pisang dan tidak diinfeksi WSSV) namun berbeda nyata dengan perlakuan C, B dan K+ (P<0,05) (Gambar 2).

Gambar 2 Total hemocyte count udang vaname sebelum perlakuan (H-1), sebelum uji tantang (H21), uji tantang (H22), hari pertama pascauji tantang (H23), hari ketiga pascauji tantang (H25), hari kelima pascauji tantang (H27), dan hari ketujuh pascauji tantang (H29). K- (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan tidak diinfeksi WSSV), K+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV), pemberian pakan mengandung ekstrak batang pisang ambon: A (0,1g kg-1 setiap hari), B (0,3 g kg-1 setiap hari), dan C (0,5 g kg-1 setiap hari). ( uji tantang) . Huruf di atas garis SD yang berbeda pada waktu pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

(27)

11

Aktivitas Prophenoloxydase (proPO)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas proPO udang uji sebelum pemberian ekstrak batang pisang ambon tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua perlakuan. Setelah 21 hari pemberian ekstrak batang pisang ambon terjadi peningkatan aktivitas proPO pada perlakuan A, B dan C, selanjutnya semua perlakuan menurun pada hari ke- 23 (hari ke-1 pascauji tantang), kemudian kembali terjadi peningkatan aktivitas proPO pada perlakuan dengan pemberian ekstrak batang pisang ambon pada hari ke-25 (hari ke 3 pascauji tantang), hari ke-27 (hari ke-5 pascauji tantang) dan hari ke 29 (hari ke-7 pascauji tantang) hal ini berbanding terbalik dengan perlakuan K+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV) yang mengalami penurunan aktivitas proPO yang signifikan. Pemberian pakan ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 pakan dengan frekuensi setiap hari (perlakuan C) selama 29 hari menunjukkan nilai aktivitas prophenoloxydase (1,03±0,08 OD) yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan K+ (0,04±0,01 OD) serta perlakuan lainnya (Gambar 3)

Gambar 3 Aktivitas prophenoloxydase udang vaname sebelum perlakuan (H-1), sebelum uji tantang (H21), uji tantang (H22), hari pertama pascauji tantang (H23), hari ketiga pascauji tantang (H25), hari kelima pascauji tantang (H27), dan hari ketujuh pascauji tantang (H29). K- (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan tidak diinfeksi WSSV), K+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV), pemberian pakan mengandung ekstrak batang pisang ambon: A (0,1 g kg-1 setiap hari), B (0,3 g kg-1 setiap hari), dan C (0,5 g kg-1 setiap hari). ( uji tantang). Huruf di atas garis SD yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Respiratory Burst (RB)

(28)

12

batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 setiap hari (perlakuan C) selama 29 hari menunjukkan nilai aktivitas respiratory burst (0,95±0,04 OD) yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dari perlakuan K+ (0,18±0,06 OD) (Gambar 4)

Gambar 4 Aktivitas respiratory burst udang vaname sebelum perlakuan (H-1), sebelum uji tantang (H21), uji tantang (H22), hari pertama pascauji tantang (H23), hari ketiga pascauji tantang (H25), hari kelima pascauji tantang (H27), dan hari ketujuh pascauji tantang (H29). K- (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan tidak diinfeksi WSSV), K+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV), pemberian pakan mengandung ekstrak batang pisang ambon: A (0,1g kg-1 setiap hari), B (0,3 g kg-1 setiap hari), dan C (0,5 g kg-1 setiap hari). ( uji tantang). Huruf di atas garis SD yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Aktivitas Fagositik (AF)

(29)

13

Gambar 5 Aktivitas fagositik (AF) udang vaname sebelum perlakuan (H-1), sebelum uji tantang (H21), uji tantang (H22), hari pertama pascauji tantang (H23), hari ketiga pascauji tantang (H25), hari kelima pascauji tantang (H27), dan hari ketujuh pascauji tantang (H29). K- (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan tidak diinfeksi WSSV), K+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV), pemberian pakan mengandung ekstrak batang pisang ambon: A (0,1 g kg-1 setiap hari), B (0,3 g kg-1 setiap hari), dan C (0,5 g kg-1 setiap hari). ( uji tantang). Huruf di atas garis SD yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Konfirmasi Keberadaan WSSV Menggunakan PCR

Konfirmasi keberadaan WSSV dilakukan dengan metode PCR. Udang uji selama masa uji tantang menunjukkan bahwa udang dengan pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 tidak terinfeksi oleh WSSV sedangkan pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diuji tantang terinfeksi WSSV yang ditunjukkan dengan munculnya pita DNA sekitar 942 bp. Semakin rendah dosis ekstrak batang pisang ambon yang diberikan, maka ketebalan pita DNA semakin tinggi, bahkan pada perlakuan C pita DNA tidak terdeteksi (Gambar 6).

(30)

14

Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis pada penelitian ini dilakukan untuk mengamati perubahan yang terjadi akibat adanya infeksi WSSV terhadap udang uji. Gejala klinis udang diamati setiap hari selama 7 hari pascauji tantang. Gejala klinis yang yang terdapat pada udang uji meliputi perubahan morfologi dan tingkah laku. Perubahan tingkah laku meliputi udang mendekati aerasi, gerak pasif, tidak responsif, penurunan respons makan, dan berenang miring hingga berputar. Perubahan morfologi meliputi usus kosong dan hepatopankreas pucat (Gambar 7b) dan tubuh kemerahan (Gambar 7c).

Gambar 7 Perubahan gejala klinis secara morfologis udang terinfeksi WSSV. Hepatopankreas normal pada udang uji (a), hepatopankreas pucat pada udang uji (b), tubuh kemerahan (c)

Rasio Konversi Pakan

Pengaruh pemberian ekstrak batang pisang ambon melalui pakan terhadap konversi pakan (FCR) dapat terlihat pada (Gambar 8). Rasio konversi pakan dipengaruhi oleh dosis ekstrak batang pisang ambon yang diberikan. Semakin rendah dosis ekstrak batang pisang ambon yang diberikan, maka rasio konversi pakan semakin tinggi. Pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 (perlakuan C) menunjukkan nilai rasio konversi pakan yang lebih baik (p<0,05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

(31)

15

M(marker), K+(perlakuan tanpa ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV), C- (perlakuan ekstrak bantang pisang 0,5 g kg-1

setiap hari, tanpa diinfeksi WSSV), dan C+ (perlakuan ekstrak batang pisang 0,5 g kg-1 setiap hari dan diinfeksi WSSV)

Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)

Data laju pertumbuhan spesifik (LPS) menunjukkan bahwa perlakuan C (0,5 g kg-1) memiliki LPS tertinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan lainnya. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka nilai LPS semakin tinggi. Dengan demikian pemberian ekstrak batang pisang ambon berpengaruh positif terhadap pertumbuhan udang vaname (Gambar 9).

Gambar 9 Laju pertumbuhan spesifik udang vaname selama 29 hari perlakuan.

Data (rata-rata±SD) dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). K-(kontrol negatif), K+(kontrol positif), pemberian pakan mengandung ekstrak batang pisang: A(0,1 g kg-1 setiap hari), B (0,3 g kg-1 setiap hari), dan C (0,5 g kg-1 setiap hari)

Ekspresi Gen Prophenoloxydase (proPo)

Hasil PCR menunjukkan bahwa udang vaname dengan pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV (C+) mempunyai pita DNA untuk gen proPO berukuran sekitar <100 bp, dan memiliki pita DNA beta-aktin ukuran <100 bp, sedangkan perlakuan K+ (tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diinfeksi WSSV dan perlakuan C- (0,5 g kg-1 frekuensi pemberian setiap hari dan tidak diinfeksi WSSV) tidak ada produk PCR (Gambar 10).

(32)

16

Efisiensi Biaya Ekstrak Batang Pisang Ambon

Efisiensi biaya ekstrak batang pisang ambon dengan berbagai dosis pada budidaya udang vaname menunjukkan biaya ekstrak batang pisang ambon tertinggi diperoleh perlakuan C yaitu penggunaan ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 dengan jumlah biaya Rp30 750 kemudian diikuti oleh perlakuan B (0,3 g kg-1) dan A (0,1 g kg-1) dengan jumlah biaya ekstrak masing-masing Rp18 450 dan Rp6 150 (Lampiran 5). Kebutuhan pakan yang digunakan untuk 100 ekor dengan penggunaan ekstrak batang pisang ambon dosis 0,5 g kg-1 membutuhkan pakan yang lebih sedikit dengan jumlah pakan sebanyak 2307,21 g, kemudian diikuti oleh perlakuan B (0,3 g kg-1) dan A (0,1 g kg-1) dengan jumlah pakan masing-masing 2632,26 g dan 2916,74 g (Lampiran 6). Biaya pakan dengan penambahan ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0.5 g kg-1 tidak efisien dibandingkan dengan perlakuan ekstrak batang pisang ambon dengan dosis yang lebih rendah (Tabel 3).

Tabel 3 Biaya pakan dengan penambahan ekstrak batang pisang ambon Perlakuan Biaya Ekstrak

Penelitian ini membuktikan adanya perlindungan dari sistem imun dari pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,5 g kg-1 pakan dengan frekuensi pemberian setiap hari pascauji tantang lebih tinggi (P<0,05) dengan nilai kelangsungan hidup yang didapatkan (100±0,00%) dibandingkan perlakuan tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon yang diuji tantang memiliki nilai kelangsungan hidup (53,33±0,58%). Nilai relative percent survival pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian ekstrak batang pisang dengan dosis 0,5 g kg1 memiliki nilai lebih tinggi (P<0,05) yaitu sebesar 100±0,00% dibandingkan dengan perlakuan A (28,33±10,41%) dan B (27,78±25,46) dengan tidak berbeda nyata pada perlakuan A dan B (P>0,05). Hasil tersebut juga sejalan dengan peningkatkan respons imun seperti total hemocyte count, aktivitas

(33)

17

meningkatkan kekebalan nonspesifik dan sebagai imunostimulan untuk kekebalan tubuh inang (Sivansankar et al. 2015).

Senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak batang pisang ambon juga berpengaruh terhadap patogenesitas WSSV dalam tubuh udang. Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti bagaimana mekanisme aksi pemberian senyawa fitokimia serta senyawa lainnya dalam meningkatkan respons imun maupun kelangsungan hidup ikan dan udang serta senyawa fitokimia yang paling efektif dalam mencegah virus WSSV. Akan tetapi, menurut Balasubramanian et al.

(2007) ada tiga mekanisme aktivitas antivirus yang mungkin dapat dilakukan oleh ekstrak herbal dalam menghadapi infeksi WSSV, yaitu: (1) pemberian ekstrak herbal akan menyebabkan terjadinya kontak langsung antara ekstrak dengan virus yang menyebabkan terjadinya inaktivasi virus karena adanya reaksi yang terjadi antara ekstrak yang digunakan dengan protein yang menyelimuti virus, (2) pemberian ekstrak herbal mampu menghambat proses replikasi virus dalam tubuh inangnya dan (3) sebagai imunostimulan yang dapat meningkatkan sistem imun udang seperti prophenoloxydase dan respiratory burst dalam melawan infeksi WSSV, serta kandungan antioksidan dalam ekstrak tanaman mampu melindungi sel-sel dari radikal bebas akibat dari adanya infeksi WSSV.

Tingginya nilai kelangsungan hidup dan relative percent survival udang pada perlakuan C bukan hanya dikarenakan senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak batang pisang ambon tersebut tetapi dosis ekstrak batang pisang ambon juga sangat berpengaruh pada penggunaan ekstrak batang pisang ambon yang juga berperan sebagai imunostimulan. Semakin rendah dosis pakan ekstrak batang pisang ambon yang diberikan menyebabkan terjadinya penurunan respons imun pada udang uji. Hal ini diduga bahwa pemberian pakan ekstrak batang pisang ambon dosis 0,1 g kg-1 setiap hari (perlakuan A), dan 0,3 g kg-1 setiap hari (perlakuan B) pada udang uji menyebabkan kurang efektif dalam respons imun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sajeevan et al (2009), dosis pemberian imunostimulan yang tinggi dapat menekan mekanisme pertahanan, sedangkan dosis pemberian yang rendah kurang efektif untuk memberikan respons imun. Perlu diketahui udang hanya mempunyai sistem imun nonspesifik yang artinya tidak mampu memproduksi antibodi untuk melawan serangan patogen yang masuk ke tubuhnya sehingga pada udang, hemosit memainkan peranan utama dalam respons imun seluler yang meliputi proses fagositosis, melanisasi, enkapsulasi, sitotoksin serta komunikasi antar sel dalam melawan patogen (Rowley dan powel 2007).

Berdasarkan pola mortalitas harian tertinggi diperoleh pada perlakuan k+(tanpa pemberian ekstrak batang pisang ambon dan diuji tantang) hari ke-3 dan ke-5 terjadi mortalitas masing-masing sebanyak tiga ekor, hal ini diikuti oleh penurunan yang signifikan terhadap nilai total hemocyte count, aktivitas

(34)

18

Perlakuan C merupakan perlakuan dengan dosis terbaik yang sesuai dengan hasil parameter imun (total hemocyte count, aktivitas prophenoloxydase,

aktivitas respiratory burst dan aktivitas fagositik) yang didapatkan selama 29 hari yang dibuktikan dengan hasil konfirmasi WSSV dengan PCR yang tidak terinfeksi WSSV. Hasil pengamatan pascauji tantang hari ke-1 menunjukkan terjadinya penurunan nilai total hemocyte count pada perlakuan C yang diindikasikan bermigrasinya sel hemosit dari sistem sirkulasi tubuh menuju jaringan dimana banyak sel virus yang menginfeksi (Yeh et al. 2009). Hari ke-3, hari ke-5 dan hari ke-7 pascauji tantang menandakan terjadinya proses pemulihan (recovery) dengan meningkat kembali nilai total hemocyte count pada perlakuan yang diberi ekstrak batang pisang ambon. Nilai total hemocyte count tertinggi terdapat pada perlakuan C hari ke-29 (hari ke-7 pascauji tantang) dengan nilai THC (45,15x106 sel ml-1) dibandingkan K+ (3,83x106 sel ml-1).

Aktivitas prophenoloxydase merupakan salah satu mekanisme pertahanan humoral udang yang telah diketahui berhubungan dengan fagositosis, enkapsulasi, dan melanisasi terhadap benda asing. Hasil pengamatan prophenoloxydase terbaik setelah diberi perlakuan selama 29 hari diperoleh pada perlakun C (P<0,05). Meningkatnya aktivitas prophenoloxydase akan meningkatkan kemampuan udang untuk lebih mengenal partikel asing yang masuk misalnya virus kemudian dilakukannya fagositosis. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan ekstrak batang pisang ambon dapat berperan untuk pertahanan terhadap virus udang. Hasil penelitian Lin et al (2011) juga melaporkan perendaman ekstrak Gracilaria tenuistipitata pascauji tantang memiliki aktivitas prophenoloxydase lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Meningkatnya nilai aktivitas prophenoloxydase

juga berkaitan dengan adanya produk PCR gen prophenoloxydase ketika dilakukan analisis ekspresi gen yang menunjukkan bahwa perlakuan C memiliki pita DNA produk PCR <100 bp. Hasil yang sama ditemukan dalam penelitian Zokaeifar et al (2012), terjadi peningkatan regulasi gen prophenoloxydase pada udang vaname yang diuji tantang Vibrio harveyi terdapat penambahan probiotik

Bacillus subtilis pada pakan dengan dosis 105 CFU g-1 dibandingkan dengan kontrol. Mekanisme pertahanan tubuh udang dari serangan patogen menghasilkan suatu metabolit yang berfungsi sebagai pemicu kekebalan tubuh dalam mekanisme pertahanan, sistem pertahanan ini yang disebut prophenoloxydase

(proPO), yang berada di hemosit dan memicu reaksi kekebalan tubuh bawaan serta berpartisipasi pada peningkatan fagositosis, enkapsulasi dan koagulasi. Hal ini menyebabkan tidak terjadi kerusakan dan kematian sel. Dengan demikian, dapat diyakini bahwa udang uji memiliki gen prophenloxydase yang dapat berperan sebagai imunostimulan terhadap virus white spot dan mampu bertahan sampai akhir perlakuan.

Hasil yang serupa dengan nilai total hemocyte count dan

(35)

19

0,5 g kg-1 dalam pakan mampu meningkatkan aktivitas RB. Selain itu parameter sistem pertahanan tubuh udang juga dapat diketahui dari aktivitas fagositosis yaitu kemampuan sel respons imun non spesifik untuk memfagositosis agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Pengamatan aktivitas fagositosis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada perlakuan C. Meningkatnya aktivitas fagositosis dapat diindikasikan bahwa pemberian pakan ekstrak batang pisang ambon dalam pakan sebagai imunostimulan dan mampu merangsang atau meningkatkan sistem imun pada udang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yin et al (2006), bahwa mekanisme kerja imunostimulan dalam merangsang sistem imun tubuh adalah dengan cara meningkatkan aktivitas sel-sel fagosit.

Pemberian ekstrak batang pisang ambon selain mampu meningkatkan ketahanan tubuh udang dari serangan infeksi, juga memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan dibuktikan dengan hasil rasio konversi pakan (Gambar 8) yang rendah pada perlakuan C (0,5 g kg-1 pakan) dan menurunnya laju pertumbuhan spesifik (Gambar 9) pada udang uji. Hal ini diduga terjadi hubungan antara imunostimulan dengan pertumbuhan. Pakan yang diberi ekstrak batang pisang ambon juga berpengaruh pada palatabilitas sehingga lebih mudah dicerna dan termanfaatkan oleh udang. Citarasu (2010) menyatakan bahwa penggunaan berbagai ekstrak herbal pada ikan maupun udang mampu meningkatkan performa pertumbuhan dengan menstimulasi sekresi yang terjadi pada usus atau berdampak langsung pada bakteri mikroflora yang terdapat pada usus, selanjutnya senyawa aktif yang terdapat pada pakan ekstrak herbal akan menginduksi sekresi enzim pencernaan yang berdampak pada peningkatan sintesis protein dalam pakan.

Efisiensi biaya merupakan salah satu aspek penting dalam proses budidaya. Ekstrak batang pisang ambon dapat meningkatkan hasil produksi dengan peningkatan respons imunitas udang terhadap patogen sehingga akan lebih baik jika diaplikasikan pada skala lapang dengan uji koinfeksi mengingat patogen tidak hanya menyerang udang sebagai infeksi tunggal, namun infeksi juga dapat secara bersama antar patogen terhadap inang yang sama dan permasalahan ini dapat menurunkan hasil produksi udang vaname. Perlakuan dengan dosis 0,5 g kg-1 tidak efisien dalam segi biaya pakan dibandingkan dengan perlakuan pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis yang lebih rendah, hal ini dikarenakan ekstrak batang pisang dengan dosis yang lebih tinggi dapat berimplikasi terhadap penambahan biaya pakan. Namun total bobot akhir pemeliharaan dan nilai kelangsungan hidup yang yang diperoleh pada perlakuan C (0,5 g kg-1) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (0,1 g kg-1) dan B (0,3 g kg-1).

4.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(36)

20

Saran

(37)

21

DAFTAR PUSTAKA

Alifuddin M. 2002. Imunostimulasi pada hewan akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia. 1(2):89-72.

Aulia N. 2014. Efektivitas ekstrak batang pisang ambon Musa paradisiaca untuk pengendalian infeksi Saproglenia sp. pada larva ikan gurame Osphronemus gouramy [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Balasubramanian G, Sarathi M, Kumar R, Hameed ASS. 2007. Screening the antiviral activity of Indian medicinal plants against white spot syndrome virus in shrimp. Aquaculture. 263:15-19.

BALITRO [Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat]. 2015. Laporan Hasil Uji. Bogor (ID): BALITRO.

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2014. Produksi Tanaman Buah-buahan [Internet]. [diunduh 2015 Desember 29]. Tersedia pada: www.BPS.go.id.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Produksi benih udang vaname

Litopenaeus vannamei kelas benih sebar. Jakarta (ID): BSN Pr.

Citarasu T. 2010. Herbal biomedicines: a new opportunity for aquaculture Industry. Aquacult Int. 18:403-414.

Darvishpour H, Yahyavi M, Mohammadizadeh, Javadzadeh M. 2012. Effects of vitamin A, C, E and their combination on growth and survival of

Litopenaeus vannamei. Advanced Studies in Biology. 4(5):245-253.

Efrianti R. 2013. Pemberian ekstrak batang pisang ambon Musa paradisiaca pada media pemeliharaan untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan gurame Osphronemus goramy [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ellis AE. 1988. General principles of fish vaccination, in: Ellis, A.E. (ed), Fish vaccination. Academic press, London, pp: 255.

Harikrishnan R, Balasundaram C, Heo MS. 2011. Impact of plant products on innate and adaptive immune system of cultured finish and shellfish.

Aquaculture. 317:1–15

Huang YC, Yin ZX, Ai HS, Huang XD, Li SD, Weng SP, He JG. 2011. Characterization of WSSV resistance in selected families of Litopenaeus vannamei. Aquaculture. 311:54-60.

Immanuel G, Imurugan MS, Marudhupandi T, Radhakrishnan S, Palavesam A. 2012. The effect of fucoidan from brown seaweed Sargassum wightii on WSSV resistance and immune activity in shrimp Penaeus monodon (Fab).

Fish & Shellfish Immunology. 32:551-564.

KKP [Kementerian Kelautan Perikanan]. 2015. Analisis Data Pokok Kelautan dan Perikanan. Jakarta (ID): KKP Pr.

Lakshmi B, Viswanath B, Gopal DVRS. 2003. Probiotics as antiviral agents in shrimp aquaculture. Journal of Pathogens. 2013:1-13.

Lidiawati E. 2014. Efektivitas perendaman ikan lele Clarias sp. pada ekstrak batang pisang ambon Musa paradisiaca yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Liu CH, Chen JC. 2004. Effect of ammonia on the immune response of white shrimp Litopenaeus vannamei and its susceptibility to Vibrio alginolyticus.

(38)

22

Lin YC, Yeh ST, Li CC, Chen LL, Cheng AC, Chen JC. 2011. An immersion of

Gracilaria tenuistipitata extract improves the immunity and survival of white shrimp Litopenaeus vannamei challenged with white spot syndrome virus. Fish & Shellfish Immunology. 31:1239-1246.

Nunan LM, Lightner DV. 2011. Optimized PCR assay for detection of white spot syndrome virus (WSSV). Journal of Virological Methods. 171:318-321. Nurul F. 2015. Persistensi cacing endoparasit Gnathostoma sp. pada belut sawah

Monopterus albus dan pengendaliannya menggunakan mebendazole dan ekstrak batang pisang ambon Musa paradisiaca [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahman H. 2006. Pembuatan pulp dari batang pisang uter Musa paradisiaca Linn.

var uter pascapanen dengan proses soda [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Rodrıguez J, Moullac GL. 2000. State of the art of immunological tools and health

control of penaeid shrimp. Aquaculture. 191:109–119.

Rowley AF, Powell A. 2007. Invertebrate immune systems–specific, quasi-specific, or nonspecific. Journal of Immunology. 179:7209-7214.

Sajeevan TP, Philip R, Singh ISB. 2009. Dose/frequency: a critical factor in the administration of glucan as immunostimulant to India white shrimp Fenneropenaeus indicus. Aquaculture. 287:248-252.

Sari AY. 2016. Penggunaan ekstrak batang pisang ambon Musa paradisiaca

untuk pencegahan infeksi bakteri Streptococcus agalactiae pada ikan nila melalui pakan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Septiana AT, Asnani A. 2012. Kajian sifat fisikokimia ekstrak rumput laut coklat

Sargassum duplicatum menggunakan berbagai pelarut dan metode ekstrasi.

Agrointek. 6:22-28.

Simanjuntak AM. 2016. Penggunaan ekstrak batang pisang ambon Musa paradisiaca sebagai imunostimulan untuk pengendalian penyakit white spot syndrome pada budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei di karamba jaring apung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sivasankar P, Santhiya AV, Kanaga V. 2015. A review on plants and herbal extracts against viral diseases in aquaculture. Journal of Medicinal Plants Studies. 3(2):75-79.

SmithVJ, Brown JH, Hauton C. 2003, Immunostimulation in crustaceans: does it really protect against infection. Fish & Shellfish Immunology. 15:71–90. Xie X, Li H, Xu L, Yang F. 2004. A simple and efficient method fo purification

of intact white spot syndrome virus (WSSV) viral particles. Virus Research.

108:63-67.

Yang Q, Tan B, Dong X, Chi S, Liu H. 2015. Effects of different levels of Yucca schidigera extract on the growth and nonspecific immunity of Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei and on culture water quality. Aquaculture. 439: 39-44.

(39)

23

Yin G, Jeney G, Racz T, Xu P, Jun X, Jeney Z. 2006. Effect of two Chinese herbs

Astragalus radix and Scutellaria radix on nonspecific immune system of tilapia Oreochromis niloticus. Aquaculture. 253:39-47.

Zhang CN, Li XF, Jiang GZ, Zhang DD, Tian HY, Li JY, Liu WB. 2014. Effects of dietary fructooligosaccharide levels and feeding modes on growth, immune responses, antioxidant capability and disease resistance of blunt snout bream Megalobrama amblycephala. Fish & Shellfish Immunology. 41:560-569.

Zokaeifar H, Balcazar JL, Saad CR, Kamarudin MS, Sijam K, Arshad A, Nejat N. 2012. Effect of Bacillus subtilis on the growth perfomance, digestive enzymes, immune gene expression and disease resistance of white shrimp

(40)

24

25

(41)

25

Lampiran 1 Prosedur analisis kualitatif fitokimia Uji saponin

1. Sebanyak 0,1 g ekstrak etanol 96% batang pisang ambon ditambahkan 5 mL akuades lalu dipanaskan selama 5 menit.

2. Kemudian ekstrak disaring dan filtratnya dikocok.

3. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya busa selama + 10 menit. Uji tanin

1. Sebanyak 0,1 g ekstrak ethanol 96% batang pisang ambon ditambahkan 5 mL akuades lalu dipanaskan selama beberapa menit.

2. Filtrat lalu disaring dan ditambahkan FeCl3 1%.

3. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru tua atau hitam kehijauan.

Uji flavonoid

1. Sebanyak 0,1 g ekstrak etanol 96% batang pisang ambon ditambahkan 2 mL methanol lalu dipanaskan dan disaring.

2. Filrat yang dihasilkan dibagi menjadi dua tabung, tabung pertama ditambahkan NaOH 10% dan tabung kedua ditambahkan H2SO4 pekat.

3. Warna jingga kemerahan menunjukkan adanya senyawa fenolik, dan warna merah hingga kecoklatan menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

Hasil analisis kualitatif dan kuantitatif ekstrak batang pisang ambon

Bahan aktif Metode analisa

Ket: + = Positif memiliki kandungan senyawa aktif, x = Tidak dilakukan pengukuran secara kuantitatif

Lampiran 2 Respons imun Uji prophenoloxydase (proPO)

1. 1 mL campuran hemolim-antikoagulan disentrifugasi 1500 rpm selama 10 menit 4 oC.

2. Buang supernatan

3. Pelet disuspensi kembali dengan menambahkan 1 mL larutan cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate pH 7)

4. Sentrifugasi kembali 3000 rpm selama 10 menit 4 oC

5. Buang supernatan kemudian ditambahkan 200 µL cacodylate buffer.

6. Suspensi sel sebanyak 100 µL kemudian inkubasi dengan 50 µL trypsin (1 mg/mL cacodylate buffer) sebagai aktivator selama 10 menit 25 – 26 oC

(42)

26

8. Densitas optikal (OD) diukur menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang 490 nm.

Uji respiratory burst (RB)

1. 300 µL campuran hemolim-antikoagulan diinkubasi selama 30 menit dalam suhu ruang.

2. Sentrifuse 3000 rpm selama 20 menit dan supernatan dibuang

3. Tambahkan 100 µL 0,3 % NBT (1 Kapsul dilarutkan dalam 5 ml) yang telah dilarutkan dalam Hank's Balanced Salt Solution (HBSS) dan diamkan selama 2 jam pada suhu ruang.

4. Sentrifuse 3000 rpm selama 10 menit. 5. Supernatan dibuang

6. Tambahkan 100 µL metanol absolut kemudian Sentrifuse 3000 rpm selama 10 menit (supernatan dibuang)

7. Pellet yang terbentuk dibilas sebanyak 2 kali dengan metanol 70 % 8. Tambah dengan 120 µL potassium hydroxide (KOH) 2 M

9. 140 µL dimethyl sulphoxide (DMSO)

10. Pelet yang sudah terlarut kemudian dimasukkan ke dalam microplate untuk pengukuran OD dengan menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 630 nm.

Uji aktivitas fagositik

1. Hemolim 0,1 ml dimasukkan kedalam mikroplate dan dicampur secara

merata dengan 25 μl bakteri Staphylococcus aureus

2. Inkubasi selama 20menit

3. Hemolim sebanyak 5 - 10 μl diteteskan pada gelas objek lalu buat preparat ulas lalu keringkan

4. Fiksasi dilakukan dengan metanol 100% selama 5 menit 5. Warnai dengan giemsa selama 15 menit

6. Amati dengan mikroskop Lampiran 3 Uji Ekspresi Gen Ekstraksi RNA

1. Hemolim udang dimasukkan kedalam microtube sebanyak 0,5 ml tiap sampel dan disimpan dalam botol sampel yang telah berisi isogen sebanyak 200 μl. 2. Hemolim dihancurkan oleh penggerus yang sebelumnya telah disterilkan

dengan DEPC 1%. Ke dalam Eppendorf

3. Tambahkan larutan isogen sebanyak 400 μl kemudian inkubasi pada suhu ruang selama 5 menit.

4. Chloroform p.a. sebanyak 200 μl ditambahkan ke dalam Eppendorf 5. Vortex sampai homogen sekitar 30 detik pada kecepatan 3-4 speed 6. Inkubasi pada suhu ruang selama 2-3 menit

7. larutan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama lima menit pada suhu ruang. Pada Eppendorf akan terbentuk pelet RNA

8. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam Eppendorf baru yang telah

(43)

27

9. Larutan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 °C. Konsentrasi RNA total hasil isolasi diukur menggunakan alat pengukur konsentrasi RNA/DNA (GeneQuant).

14. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Sintesis cDNA

1. Sintesis cDNA (cDNA proPO) dilakukan menggunakan kit omniscript RT (Qiagen, USA)

2. Konsentrasi RNA dibuat 3 μg dalam 30 μl DEPC. 3. Vortex secara perlahan (2-3 speed)

4. Larutan RNA diinkubasi pada suhu 65 °C selama 10 menit dan kemudian disimpan di atas es (on ice) selama 2 menit

5. Sampel RNA sebanyak 30 μl dipindahkan ke dalam tube FSRMB dan

ditambahkan 3 μl primer dengan konsentrasi 1 μg/3 μl Larutan dihomogenkan

6. Vortex secara perlahan (2-3 speed)

7. diinkubasi pada suhu 37 °C selama 1 jam.

8. cDNA yang terbentuk ditambahkan 50 μl SDW steril dan disimpan dalam refrigerator dan dapat dianalisa menggunakan PCR

Identifikasi Gen proPO dan β-Aktin

1. Isolasi gen proPO dilakukan dengan menggunakan cDNA yang disintesis dari RNA hasil ekstraksi dari hemolim udang.

2. 1 μl cDNA digunakan sebagai cetakan untuk PCR, kemudian dicampur

dengan 1 μl primer. primer proPO F (5'- GCCTTGGCAACGCTTTCA-3') R (5'-CGCGCATCAGTTCAGTTTGT-3').

3. PCR dilakukan dengan program: 95 °C selama 5 menit; (95 °C selama 10 detik; 60 °C selama 30 detik; 70 °C selama 2 detik sebanyak 40 siklus; 90 °C selama 2 detik. Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarose 1%. Sebagai kontrol internal

digunakan gen β-aktin. Deteksi gen β-aktin dilakukan dengan menggunakan Metode PCR. Primer β-Aktin F(5'-GAGCAACACGGAGTTCGTTGT-3') R(5'CATCACCAACTGGGACGACATGGA-3').

(44)

28

Lampiran 4 Pengamatan parameter kualitas air selama penelitian Parameter Kisaran Optimal

Lampiran 5 Rincian biaya bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak batang pisang ambon

No Keterangan Kebutuhan Biaya

1 Etanol

Keterangan: 1 liter etanol menghasilkan 2 gram ekstrak batang pisang ambon 1 gram ekstak batang ambon membutuhkan biaya sebanyak Rp61 500

Lampiran 6 Rincian biaya pembuatan ekstrak batang pisang ambon

Perlakuan Biaya Ekstrak Batang Pisang Ambon

(Rupiah)

Lampiran 7 Kebutuhan Pakan yang digunakan untuk 100 ekor udang vaname Perlakuan FCR Berat Biomassa Akhir Bobot Individu Jumlah Pakan (gram)

A 1,96 446,44 14,88 2916,74

B 1,76 448,68 14,96 2632,26

(45)

29

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palu, Sulawesi Tengah pada tanggal 10 April 1991 dari Bapak Drs. H Abd Azis P dan Ibu Hj Hidjrah Abd Hafid S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara (Nurasrah, Fitriani). Penulis menyelesaikan pendidikan program sarjana (S1) Budidaya Perairan, Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis berkesempatan melanjutkan kembali jenjang pendidikan ke Program Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Akuakultur Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa Fresh Graduate oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selama perkuliahan di Pascasarjana IPB, penulis pernah mengikuti Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) IPB.

Penulis menyelesaikan pendidikan magister (S2) pada tahun 2017 dengan penelitian yang berjudul “Penggunaan Ekstrak Batang Pisang Ambon Lumut Musa cavendishii var. dwarf Paxton sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit white spot pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei”. Hasil penelitian ini telah

dipublikasikan dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul “Penggunaan Ekstrak Batang Pisang Ambon sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit white spot pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei” telah memasuki tahap review pada Jurnal Akuakultur Indonesia.

Gambar

Tabel 2.  Kelangsungan hidup (KH) dan relative percent survival (RPS)
Gambar 5 Aktivitas fagositik  (AF) udang vaname sebelum perlakuan (H-1),
Gambar 8 Rasio konversi pakan udang vaname selama 29 hari pemberian
Gambar 9 Laju pertumbuhan spesifik udang vaname selama 29 hari perlakuan.

Referensi

Dokumen terkait

rhusiopathiae serotipe 1 dan serotipe 2 merupakan serotipe-serotipe yang patogenik bagi babi, tetapi dalam penelitian ini terlihat bahwa serotipe-serotipe lain (6, 11, 12, dan tipe

Beraz, jokoak kultura eta hizkuntza aniztasuna kontzeptuak lantzen ditu eta ikasleei mundu errealean dagoen dibertsitatea erakusten die, aniztasuna soila

Pada penelitian ini akan dibuat elektroda berbahan dasar binder Poly vinil alkohol (PVA) dengan karbon aktif dari tempurung kelapa tanpa modifikasi dan dimodifikasi dengan metode

itu pasien ini hanya memenuhi kriteria diagnostik untuk Gangguan Bipolar I tipe manik dengan ciri psikotik, sekalipun pasien sudah pernah didiagnosis dengan gangguan

Energi yang terkandung di dalam konsentrat energi terutama berasal dari karbohidrat yang mudah larut ataupun minyak dan lemak Bahan pakan yang tinggi

Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisa perubahan penggunaan lahan yang tampak melalui citra satelit pada Kelurahan Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota

problem guru yang berupa kesulitan dalam pemetaan materi, pengembangan langkah-langkah saintifik, pemilihan model pembelajaran.. yang sesuai dengan perubahan paradigma

Firma adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama bersama, dalam mana tanggung jawab masing-masing anggota firma (disebut firmant)