• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Glukosa Dalam Darah Dan Kadar HbA1c Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 1 Dan Tipe 2 Yang Rawat Inap Di RSUP.H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Glukosa Dalam Darah Dan Kadar HbA1c Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 1 Dan Tipe 2 Yang Rawat Inap Di RSUP.H.Adam Malik Medan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN GLUKOSA DALAM DARAH DAN KADAR HbA1c PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN TIPE 2 YANG

RAWAT INAP DI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN

SHERLI WAHYUNI 090100352

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN GLUKOSA DALAM DARAH DAN KADAR HbA1c PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN TIPE 2 YANG

RAWAT INAP DI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

SHERLI WAHYUNI 090100352

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Glukosa Dalam Darah Dan Kadar HbA1c Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 1 Dan Tipe 2 Yang Rawat Inap Di RSUP.H.Adam

Malik Medan Nama : SHERLI WAHYUNI

NIM : 090100352

Pembimbing Penguji I

(dr. M. Syahputra, M.Kes)

NIP: 197010071 98902 1 001 NIP: 197112082 00312 2 001

(dr. Ester R. D. Sitorus, Sp.PA)

Penguji II

NIP: 196701261 99707 1 001

(dr. H. R. Yusa Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT-KL)

Medan, Desember 2012 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP : 19540220 198011 1 001

(4)

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) ditandai dengan hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Keadaan hiperglikemi kronis pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang gangguan fungsi dan kegagalan fungsi berbagai organ terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah.

Prevalensi DM di Indonesia sebesar 1.5-2.3% pada penduduk usia > dari 15 tahun dan meningkat menjadi 5,6% pada tahun 1993. Di Jakarta prevalensi DM meningkat dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. DM dapat menyerang semua lapisan umur dan sosial ekonomi. DM yang paling banyak diderita seseorang adalah DM tipe 2 dimana prevalensi yang terjadi lebih dari 90% biasanya pada usia 40 tahun keatas.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan secara cross sectional study dari agustus 2012 s.d September 2012. Pengambilan sampel secara total sampling yaitu dengan mengambil data subyek penelitian penderita diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 tanpa komplikasi.

Dari 92 pasien yang menderita diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2, sampel yang banyak menderita DM adalah tipe 2. Dari jenis kelamin, sampel yang banyak menderita adalah laki-laki. Dari kadar gula darah yang didapat, sampel lebih banyak menderita kadar gula darah yang tinggi. Dan dari sampel yang didapat, kadar HbA1c sangat berpengaruh terhadap kadar gula darah.

Semua sampel yag menderita diabetes mellitus baik tipe 1 atau tipe 2, sangat bergantung terhadap kadar gula darah dan HbA1c

(5)

ABSTRACT

Diabetic Melitus (DM) is characterized by hyperglycemia due to impaired insulin secretion, insulin action or both. The state of chronic hyperglycemia in diabetes associated with long-term damage and impaired function of various organs malfunction, especially the eyes, kidneys, nerves, heart and blood vessels.

The prevalence of DM in Indonesia amounted to 1.5-2.3% in the population aged> 15 years and rose to 5.6% in 1993. In Jakarta, the prevalence of diabetes increased from 1.7% in 1982 to 5.7% in 1993. DM can affect all ages and socio-economic. DM is the most common one in which the prevalence of type 2 diabetes that occurs more than 90% usually at age 40 or older.

This research is a descriptive cross sectional study conducted from August 2012 till September 2012. Sampling a total sampling is to retrieve data of study subjects with diabetes mellitus type 1 and type 2 diabetes without complications.

Of 92 patients with diabetes mellitus type 1 and type 2, the sample is much suffering type 2 diabetes mellitus. Of gender, the sample is much suffering man. Of blood sugar levels are obtained, the sample more likely to suffer high blood sugar levels. And from samples obtained, HbA1c levels greatly affect blood sugar levels.

All samples yag either diabetes mellitus type 1 or type 2, is very dependent on levels of blood glucose and HbA1c.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah. Penulisan karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Umum dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak bimbingan, arahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. M. Syahputra, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, dan pemikirannya untuk membimbing saya dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Ester R. D. Sitorus, Sp.PA dan dr. H. R. Yusa Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT-KL selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

4. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membantu kelancaran pembuatan karya ilmiah ini. 5. Bagian Penelitian & Pengembangan (Litbang) RSUP Haji Adam Malik

Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Bagian rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah membantu kelancaran penulis selama proses penelitian.

(7)

8. Saudara-saudara saya, ir. Tharswan Syofyan, Benni Hersa, Mirna Handayani, Reymond Wahyudi, SSTP, M.Si, yang telah memberikan dukungan selama saya mengerjakan penulisan karya tulis ilmiah ini. 9. Teman-teman yang selama ini telah berperan serta dalam proses

pelaksanaan penelitian ini, Amido Rey, S.Ked, Fanny Tisa, Atika Shakila, Ahmad Fakhrurozi, Nila Hairani, Muhammad Abduh, Nanda Meutia, Nasya Marisyka, serta teman-teman yang lain, yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis imiah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang menggunakannya.

Medan, 08 Desember 2012

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

2.2. Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus ... 5

2.3. Epidemiologi ... 8

2.4. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1 ... 10

2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 ... 10

2.6. Gambaran Klinis ... 11

2.7. Diagnosis ... 12

2.8. Komplikasi ... 13

2.9. Penilaian Pengontrolan Glukosa ... 13

2.10. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus ... 14

(9)

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2. Definisi Operasional ... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18

4.1. Jenis Penelitian ... 18

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 18

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 18

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 20

5.1. Hasil Penelitian ... 20

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 20

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 20

5.1.3. Analisis Chi-Square Pada Sampel Penderita DM Berdasarkan KGD Puasa ... 22

5.1.4. Analisis Chi-Square Sampel Penderita DM Berdasarkan KGD 2 jam PP ... 23

5.1.5. Analisis Chi-Square Sampel Penderita DM Berdasarkan HbA1c ... 24

5.2. Pembahasan ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

6.1. Kesimpulan ... 27

6.2. Saran... 27

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul alaman

1.1. Diabetes Control Card ... 3 2.1. Kadar Glikat Haemoglobin Pada Penderita Diabetes Mellitus ... 14 5.1. Karakteristik Sampel DM Tipe 1 Dan Tipe 2 ... 20 5.2. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin dan Umur ... 21 5.3. Analisis Chi-Square Pada Sampel Penderita DM Berdasarkan

KGD Puasa ... 22 5.4. Analisis Chi-Square Sampel Penderita DM

Berdasarkan KGD 2 jam PP ... 23 5.5. Analisis Chi-Square Sampel Penderita DM Berdasarkan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Patogenesis diabetes melitus tipe 1... 10 Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran glukosa dalam darah dan

kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1 dan tipe 2 yang

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

(13)

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) ditandai dengan hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Keadaan hiperglikemi kronis pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang gangguan fungsi dan kegagalan fungsi berbagai organ terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah.

Prevalensi DM di Indonesia sebesar 1.5-2.3% pada penduduk usia > dari 15 tahun dan meningkat menjadi 5,6% pada tahun 1993. Di Jakarta prevalensi DM meningkat dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. DM dapat menyerang semua lapisan umur dan sosial ekonomi. DM yang paling banyak diderita seseorang adalah DM tipe 2 dimana prevalensi yang terjadi lebih dari 90% biasanya pada usia 40 tahun keatas.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan secara cross sectional study dari agustus 2012 s.d September 2012. Pengambilan sampel secara total sampling yaitu dengan mengambil data subyek penelitian penderita diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 tanpa komplikasi.

Dari 92 pasien yang menderita diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2, sampel yang banyak menderita DM adalah tipe 2. Dari jenis kelamin, sampel yang banyak menderita adalah laki-laki. Dari kadar gula darah yang didapat, sampel lebih banyak menderita kadar gula darah yang tinggi. Dan dari sampel yang didapat, kadar HbA1c sangat berpengaruh terhadap kadar gula darah.

Semua sampel yag menderita diabetes mellitus baik tipe 1 atau tipe 2, sangat bergantung terhadap kadar gula darah dan HbA1c

(14)

ABSTRACT

Diabetic Melitus (DM) is characterized by hyperglycemia due to impaired insulin secretion, insulin action or both. The state of chronic hyperglycemia in diabetes associated with long-term damage and impaired function of various organs malfunction, especially the eyes, kidneys, nerves, heart and blood vessels.

The prevalence of DM in Indonesia amounted to 1.5-2.3% in the population aged> 15 years and rose to 5.6% in 1993. In Jakarta, the prevalence of diabetes increased from 1.7% in 1982 to 5.7% in 1993. DM can affect all ages and socio-economic. DM is the most common one in which the prevalence of type 2 diabetes that occurs more than 90% usually at age 40 or older.

This research is a descriptive cross sectional study conducted from August 2012 till September 2012. Sampling a total sampling is to retrieve data of study subjects with diabetes mellitus type 1 and type 2 diabetes without complications.

Of 92 patients with diabetes mellitus type 1 and type 2, the sample is much suffering type 2 diabetes mellitus. Of gender, the sample is much suffering man. Of blood sugar levels are obtained, the sample more likely to suffer high blood sugar levels. And from samples obtained, HbA1c levels greatly affect blood sugar levels.

All samples yag either diabetes mellitus type 1 or type 2, is very dependent on levels of blood glucose and HbA1c.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai dengan prevalensi 4% diseluruh dunia. Diperkirakan pada tahun 2025, prevalensinya penyakit ini akan meningkat mencapai 5,4%. Meskipun belum didapat data yang resmi diperkirakan prevalensinya akan terus meningkat.

DM telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah penderita di dunia mencapai 199 juta jiwa pada tahun 2009. Menurut statistik dari studi Global Burden of Disease WHO tahun 2004, Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara, dengan prevalensi penderita sebanyak 8,426,000 jiwa di tahun 2000 dan diproyeksi meningkat 2,5 kali lipat sebanyak 21,257,000 penderita pada tahun 2030 (WHO, 2009). Kematian akibat diabetes umumnya disebabkan oleh kerusakan organ terminal spesifik seperti jantung, ginjal, dan otak (Evans, 2002; Oprescu, 2007).

Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan. Prevalensi DM di Indonesia sebesar 1.5-2.3% pada penduduk usia > dari 15 tahun dan meningkat menjadi 5,6% pada tahun 1993.Di Jakarta prevalensi DM meningkat dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. DM dapat menyerang semua lapisan umur dan sosial ekonomi, sebagian besar DM adalah tipe 2 yang terjadi lebih dari 90% biasanya pada usia 40 tahun keatas.

DM ditandai dengan hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Keadaan hiperglikemi kronis pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang gangguan fungsi dan kegagalan fungsi berbagai organ terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah.

(16)

Angka insiden diabetes mellitus tipe 2 berada pada angka tertinggi di negara berkembang. Di Indonesia khususnya, dari seluruh populasi penderita diabetes mellitus, kurang lebih 90% pasien mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 yaitu tidak tergantung insulin (Baynes, 2003).

DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak diderita di seluruh dunia. Prevalensi penyakit ini terus meningkat. Pada tahun 2000 jumlah penderita sekitar 150 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita bertambah menjadi dua kali lipat.

Penanganan yang tidak adekuat pada Diabetes Melitus akan menimbulkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan syaraf. Pemantauan status metabolik pasien DM merupakan hal yang penting. Pengendalian DM yang baik berarti menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran normal. Dengan pengendalian DM yang baik, diharapkan pasien terhindar dari komplikasi DM (Waspadji, 1996).

Metode yang digunakan untuk menentukan pengendalian glukosa darah pada semua tipe DM adalah pengukuran glikat hemoglobin (HbA1c). Hemoglobin pada keadaan normal yang baru keluar dari sumsum tulang tidak mengandung glukosa (Price dan Wilson, 2002).

(17)

Tabel 1.1. Diabetes Control Card

1.2. Rumusan masalah

- Bagaimanakah gambaran glukosa dalam darah dan kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1 dan tipe 2?

- Apakah ada perbedaan nilai indeks kadar gula darah dan HbA1c pada penderita DM tipe 1 dengan DM tipe 2?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

- Untuk mengetahui bagaimana gambaran kadar glukosa dalam darah dan kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1 dan DM tipe 2.

- Mengetahui perbedaan kadar gula darah pada penderita DM tipe 1 dan DM tipe 2.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

- Menetapkan kadar gula darah pada penderita DM tipe 1dan DM tipe 2 - Mengalisis perbedaan kadar gula darah pada penderita DM tipe 1dan

DM tipe 2

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

(18)

2. Bagi pihak rumah sakit, dapat mengetahui bagaimana prevalensi setiap tahun penderita DM. Gunanya: untuk mengatasi masalah pada makanan penderita.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, dan atau peningkatan resistensi insulin seluler terhadap insulin. Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik DM lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan sistem vaskular (Schteingart, 2006; Cavallerano, 2009; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Schteingart, 2006; Cavallerano, 2009; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).

2.2. Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus

(20)

a. Diabetes Tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4

tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40 (Schteingart, 2006; American Diabetes Association, 2009; Husain, 2010).

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang meningkatkan sekresi insulin (Schteingart, 2006; American Diabetes Association, 2009; Husain, 2010).

DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4 (Schteingart, 2006; American Diabetes Association, 2009; Husain, 2010).

Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi (Schteingart, 2006; American Diabetes Association, 2009; Husain, 2010).

(21)

DM tipe 1 merupakan bentuk DM parah yang sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadangkandang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non‐obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi darah, glukagon plasma meningkat dan sel‐sel ß pankreas gagal merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Schteingart, 2006; American Diabetes Association, 2009; Husain, 2010).

Gejala penderita DM tipe 1 termasuk peningkatan ekskresi urin (poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan terganggu, lelah, dan gejala ini dapat terjadi sewaktu‐waktu (tiba‐tiba) (WHO, 2008).

b. Diabetes Tipe 2

DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang lebih ringan, terutama terjadi pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada DM tipe ini dan sebagian besar pasien dengan DM tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel ß pankreas terhadap glukosa (Suyono, 2009; Ligaray, 2010).

Gejala DM tipe 2 mirip dengan tipe 1, hanya dengan gejala yang samar. Gejala bisa diketahui setelah beberapa tahun, kadang‐kadang komplikasi dapat terjadi. Tipe DM ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan anak‐anak yang obesitas (Suyono, 2009; Ligaray, 2010).

c. Diabetes Gestasional

(22)

kehamilan trimester II atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Diabetes gestasional terjadi pada 3‐5% wanita hamil (Adam dan Suyono, 2009).

Mekanisme DM gestasional belum diketahui secara pasti. Namun, besar kemungkinan terjadi akibat hambatan kerja insulin oleh hormon plasenta sehingga terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin ini membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari normal (Adam dan Suyono, 2009).

DM gestasional terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak dihantarkan ke jaringan untuk dirubah menjadi energi, sehingga glukosa meningkat dalam darah yang disebut dengan hiperglikemia (Adam dan Suyono, 2009).

d. PraDiabetes

Pra‐diabetes merupakan DM yang terjadi sebelum berkembang menjadi DM tipe 2. Penyakit ini ditandai dengan naiknya KGD melebihi normal tetapibelum cukup tinggi untuk dikatakan DM. Di Amerika Serikat ±57 juta orang menderita pra‐diabetes. Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa beberapa kerusakan jangka panjang khususnya pada jantung dan sistem sirkulasi, kemungkinan sudah terjadi pada pra‐diabetes, untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan diet nutrisi dan latihan fisik (Harbuwono, 2009).

2.3. Epidemiologi

(23)

Tingkat prevalensi DM tipe 2 cukup tinggi, diperkirakan sekitar 16 juta kasus DM di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. DM merupakan penyebab kematian di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita DM paling sedikit 2,5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak menderita DM. Tujuh puluh lima persen penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi utama. Selain itu kematian fetus intrauterine pada ibu penderita DM yang tidak terkontrol juga meningkat. Dampak ekonomi pada DM jelas terlihat akibat biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan, selain konsekwensi financial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler (Price dan Wilson, 2002; Schteingart, 2006).

Insidens lebih tinggi pada ras kaukasia. Tertinggi di Finlandia 43/100.000 , terendah di Jepang 2/100.000 untuk usia kurang dari 5 tahun. Puncak insidens usia 5 – 6 tahun , 11 tahun (Schteingart, 2006).

(24)

2.4. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1

Gambar 2.1. Patogenesis diabetes melitus tipe 1

(Sumber: Foster, 2000; Manaf, Soegondo dan Purnamasari, 2009)

2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Pada DM tipe 2 terjadi 2 defek fisiologi yaitu abnormalitas sekresi insulin, dan resistensi kerjanya pada jaringan sasaran. Pada DM tipe 2 terjadi 3 fase urutan klinis. Pertama, glukosa plasma tetap normal meski pun terjadi resistensi insulin karena insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meski pun terjadi peningkatan konsentrasi insulin, tetap terjadi intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, sehingga menyebabkan hiperglikemia puasa dan DM yang nyata (Foster, 2000; Manaf, Soegondo dan Purnamasari, 2009).

(25)

pelepasan insulin dapat disebabkan oleh efek toksik glukosa terhadap pulau Langerhans atau akibat defek genetik. Sebagian besar pasien DM tipe 2 mengalami obesitas, dan hal itu sendiri yang menyebabkan resistensi insulin. Namun penderita DM tipe 2 yang relatif tidak obesitas dapat mengalami hiperinsulinemia dan pengurangan kepekaan insulin. Hal ini membuktikan bahwa Obesitas bukan penyebab resistensi satu‐satunya DM tipe 2 (Foster, 2000; Manaf, Soegondo dan Purnamasari, 2009).

Pada DM tipe 2, massa sel β utuh, sedangkan populasi sel α meningkat, sehingga menyebabkan peningkatan rasio sel α dan β. Hal ini menyebabkan kelebihan relatif glukagon dibanding insulin.

Sudah lama diketahui bahwa endapan amiloid ditemukan dalam pancreas pasien DM tipe 2, namun peranan amilin terkait dengan DM belum dapat dibuktikan. Amilin merupakan suatu peptida asam amino 37. Pada keadaan normal, amilin terbungkus bersama‐sama insulin dalam granula sekretori dan dikeluarkan bersama‐sama sebagai respons terhadap pengeluaran insulin.

Penumpukan amilin dalam pulau Langerhans kemungkinan merupakan akibat kelebihan produksi sekunder karena resistensi insulin. Kemungkinan lain, penumpukan amilin dalam pulau Langerhans menyebabkan kegagalan lambatnya produksi insulin pada pasien yang sudah lama menderita DM tipe 2 (Foster, 2000; Manaf, Soegondo dan Purnamasari, 2009).

2.6. Gambaran Klinis

(26)

DM tipe 2 biasanya mulai terjadi pada pertengahan umur atau lebih. Pasien biasanya gemuk, gejala terjadi perlahan‐lahan, dan diagnosis sering dilakukan jika individu tanpa gejala mengalami peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin. Berbeda dengan DM tipe 1, pada DM tipe 2 kadar insulin plasma normal hingga tinggi dalam istilah absolut, meski pun lebih rendah dari yang diperkirakan untuk kadar glukosa plasma (terjadi defisiensi insulin relatif). Kadar glukagon tinggi dan resisten, dimana respons glukagon yang berlebihan akibat makanan yang masuk tidak dapat ditekan akibat fungsi sel alfa tetap abnormal. Komplikasi akut yang terjadi pada pasien DM tipe 2 adalah sindroma koma hiperosmolar non‐ketotik, dan tidak terjadi ketoasidosis. Ketoasidosis tidak terjadi akibat hati resisten terhadap glukagon sehingga kadar malonil‐CoA tetap tinggi, sehingga menghambat oksidasi asam lemak jalur ketogenik. Jika penurunan berat badan terjadi, dapat diatasi dengan diet saja. Sebagian besar pasien yang gagal dengan terapi diet memberi respons terhadap sulfonilurea, tetapi perbaikan hiperglikemia pada kebanyakan penderita tidak cukup hanya dengan obat ini saja, karena itu sejumlah besar pasien DM tipe 2 memerlukan insulin (Foster, 2000; Schteingart, 2006; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).

2.7. Diagnosis

Kriteria diagnosis DM yang telah direvisi menurut ADA (American diabetes association) adalah :

a. Nilai A1c > 6,5%, diagnosis DM harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan A1c ulangan, kecuali gejala klinis dan nilai kadar gula darah > 200 mg/dl. b. Ditemukan gejala hiperglikemia dan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl.

Gejala klasik hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, atau

c. Kadar gula darah puasa > 126 mg/dl. Puasa berarti pasien tidak menerima asupan kalori 8 jam terakhir sebelum pemeriksaan, atau

d. Kadar gula darah 2 jam setelah makan > 200 mg/dl setelah tes toleransi glukosa menggunakan glukosa 75 gram

(27)

2.8. Komplikasi

DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan saraf. Dengan penanganan yang baik, berupa kerjasama yang erat antara pasien dan petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM dapat dicegah, setidaknya dihambat perkembangannya (Price dan Wilson, 2002; Schteingart, 2006; Shahab dan Waspadji, 2009).

Komplikasi DM terbagi dua yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang. Komplikasi metabolik akut disebabkan perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (DKA). Komplikasi akut yang lain adalah hiperglikemia hiperosmolar koma non‐ketotik (HHNK), dan hipoglikemia (Price dan Wilson, 2002; Schteingart, 2006; Shahab dan Waspadji, 2009).

Komplikasi vaskular jangka panjang DM melibatkan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan pembuluh darah sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf perifer (neuropati diabetik), dan otot serta kulit. Makroangiopati diabetic mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis (Price dan Wilson, 2002; Schteingart, 2006; Shahab dan Waspadji, 2009).

2.9. Penilaian Pengontrolan Glukosa

Metode yang digunakan untuk menentukan pengontrolan glukosa pada semua tipe DM adalah pengukuran glikat hemoglobin (HbA1c). Hemoglobin pada keadaan normal tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar dari sumsum tulang (Price dan Wilson, 2002; Schteingart, 2006).

(28)

70‐140 mg% selama 2‐3 bulan terakhir, maka hasil tes HbA1c akan menunjukkan nilai normal. Karena pergantian hemoglobin yang lambat, nilai HbA1c yang tinggi menunjukkan bahwa kadar glukosa darah tinggi selama 4‐ 8 minggu. Nilai normal glikat hemoglobin bergantung pada metode pengukuran yang digunakan, namun berkisar antara 3,5%‐5,5% (Tabel 1.1). Pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang (Price dan Wilson, 2002; Schteingart, 2006).

Tabel 2.1. Kadar Glikat Hemoglobin pada Penderita Diabetes Melitus

Normal/Kontrol glukosa HbA1c (%)

Nilai normal 3,5‐5,5

Kontrol glukosa baik 3,5‐6

Kontrol glukosa sedang 7,0‐8,0

Kontrol glukosa buruk >8

(Sumber: Price dan Wilson, 2002)

2.10. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus

Kriteria diagnostik yang dianjurkan WHO sangat mirip dengan kriteria yang diajukan oleh "Diabetes Epidemiology Study Group of the European Association for the Study of Diabetes" dan "National Institutes of Health

Diabetes Data Group, USA". Secara umum diagnosa tidak dapat ditegakkan

dengan hanya satu hasil kadar gula darah yang abnormal.

Langkah-langkah penentuan kriteria diagnostik adalah sebagai berikut : 1. Jika ada gejala klinik DM, tetapkan kadar gula darah sewaktu atau puasa.

Pada orang dewasa kadar gula plasma vena sewaktu 11 mmol/1 (2.0 g/1) atau kadar gula plasma puasa 8 mmol/1 (1.4 g/1) memastikan diagnosa, Kadar sewaktu yang 8mmol/l (1.4 g/1) dan kadar puasa 6 mmol/1 (1.0 g/1) meniadakan diagnosa.

(29)

dianggap normal dan antara 8-11 mmol/l (1.4-2.0 g/1) digolongkan sebagai : toleransi glukosa terganggu.

3. Jika tidak ada gejala DM diperlukan paling sedikit 2 nilai kadar gula darah yang abnormal untuk dapat menetapkan diagnosa klinik. Misalnya kadar gula 1 jam setelah glukosa 11 mmol/ 1 (2.0 g/l) bersama kadar gula 2 jam setelah glukosa yang meningkat.

(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini, kerangka konsep tentang gambaran glukosa dalam darah dan kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1 dan 2 yang di rawat inap dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran glukosa dalam darah pada

penderita DM tipe 1 dan 2 yang di rawat inap.

3.2. Definisi Operasional

Diabetes mellitus adalah meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan kadar HbA1c pada seorang penderita.

Cara ukur untuk menilai kadar glukosa dalam darah pada penderita DM tipe 1 dan 2 pada penelitian ini adalah melalui pengambilan rekam medis pada pasien DM tipe 1 dan 2.

Alat ukur yang digunakan untuk kadar glukosa dalam darah dan kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1 dan 2 pada penelitian ini rekam medis.

Hasil dari pengukuran diabetes mellitus tipe 1 dan 2 adalah berapa banyak pasien yang mendeirta DM tipe 1 dan 2 yang dapat diambil data rekam medis.

Pasien di rawat inap

Pasien DM tipe 1 dan 2

Glukosa HbA1c

(31)

Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai glukosa dalam darah dan kadar HbA1c pada pasien DM tipe 1 dan 2 adalah skala pengukuran nominal.

Kadar glukosa dalam darah dan kadar HbA1c adalah nilai yang diperolah dari hasil laboratorium seorang pasien penderita DM tipe 1 dan 2.

Cara ukur kadar glukosa dalam darah dan kadar HbA1c adalah dengan cara menilai hasil rekam medis pasien menderita DM tipe 1 dan 2 yang akan dibantu oleh dosen pembimbing.

Hasil dari kadar glukosa dalam darah dan kadar HbA1c yang dibuat akan diinterpretasikan untuk dilihat keadaan yang terjadi. Kadar glukosa dalam darah dapat berupa:

1. Normal.

(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study untuk mengetahui gambaran glukosa dalam darah dan kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1 dan DM tipe 2.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP.H.Adam Malik Medan. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah penderita yang mengalami DM tipe 1 dan DM tipe 2 yang di rawat inap di RSUP.H.Adam Malik Medan.

Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan metode total sampling dimana jumlah sampel adalah seluruh populasi, yaitu penderita DM tipe 1 dan DM tipe 2 yang di rawat inap di RSUP.H.Adam Malik Medan.

Kriteria Inklusi:

-pasien yang menderita DM tipe 1 dan 2 yang pernah di rawat inap di RSUP H.ADAM MALIK MEDAN sejak tanggal 01 januari 2011 sampai dengan 31 desember 2011

Kriteria Eksklusi:

- Pasien penderita DM tipe 1 dan 2 yang mengalami komplikasi.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melihat rekam medik pasien yang menderita DM tipe 1 dan DM tipe 2 yang dirawat inap di RSUP.H.Adam Malik Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(33)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no.17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 september 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan diruang rekam medik di RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel yang diperoleh selama kurun waktu agustus sampai september 2012 sebesar 92 sampel penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2.

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel DM Tipe 1 dan Tipe 2

Frekuensi Persen (%)

DM tipe 1 9 9,8

DM tipe 2 83 90,2

(34)

Pada tabel 5.1 dari karakteristik sampel diabetes mellitus, ada 9 orang yang menderita diabetes mellitus tipe 1 dengan persentase 9.8%. sedangkan diabetes mellitus tipe 2 ada 83 orang yang terkena dengan persentase 90.2%.

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur No. Karakteristik Sampel Frekuensi Persentase

1. Jenis Kelamin

(35)

5.1.3. Analisis Chi-Square Pada Sampel Penderita DM Berdasarkan KGD Puasa

Pada tabel 5.3 terlihat bahwa dari 92 sampel, 9,78% diantaranya penderita DM tipe 1 dengan KGD puasa terbanyak diantara 127 – 200 mg/dL, 90,21% diantaranya penderita DM tipe 2 dengan KGD puasa terbanyak diantara 127 – 200 mg/dL dan201 – 300 mg/dL.

Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukan nilai p value (nilai signifikansi adalah 0,864). Hasil ini tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan KGD Puasa antara DM tipe 1 dan DM tipe 2.

Tabel 5.3. Analisis Chi-Square Pada Sampel Penderita DM Berdasarkan KGD Puasa

KGD Puasa

DM

Frekuensi Persentase P DM tipe 1 DM tipe 2

51 – 126 2 15 17 18,47

0,864

127 – 200 4 28 32 34,78

201 – 300 2 28 30 32,6

301 – 400 1 12 13 14,13

Frekuensi 9 83 92 100,0

(36)

5.1.4. Analisis Chi-Square Sampel Penderita DM Berdasarkan KGD 2 jam PP

Pada tabel 5.4 terlihat bahwa dari 92 sampel, 9,78% diantaranya penderita DM tipe 1 dengan KGD puasa terbanyak diantara 51 – 200 mg/dL, 90,21% diantaranya penderita DM tipe 2 dengan KGD puasa terbanyak diantara 201 – 300 mg/dL.

Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukan nilai p value (nilai signifikansi adalah 0,144). Hasil ini tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan KGD 2 jam PP antara DM tipe 1 dan DM tipe 2.

Tabel 5.4. Analisis Chi-Square Sampel Penderita DM Berdasarkan KGD 2 jam PP

KGD 2 Jam PP

DM

Frekuensi Persentase p DM tipe 1 DM tipe 2

51 – 200 4 16 20 21,73

0,144

201 – 300 0 32 32 34,78

301 – 400 3 25 28 30,43

401 – 500 2 9 11 11,95

501 – 600 0 1 1 1,08

Frekuensi 9 83 92 100,0

(37)

5.1.5. Analisis Chi-Square Sampel Penderita DM Berdasarkan HbA1c Pada tabel 5.5 terlihat bahwa dari 92 sampel, 9,78% diantaranya penderita DM tipe 1 dengan HbA1c terbanyak diantara 8,1 - 10,0%, 90,21% diantaranya penderita DM tipe 2 dengan HbA1c terbanyak diantara 8,1 - 10,0%. Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukan nilai p value (nilai signifikansi adalah 0,060). Hasil ini tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan KGD 2 jam PP antara DM tipe 1 dan DM tipe 2.

Tabel 5.5. Analisis Chi-Square Sampel Penderita DM Berdasarkan HbA1c

HbA1c

DM

Frekuensi Persentase p DM tipe 1 DM tipe 2

3,5 - 7,0 2 17 19 20,65

0,060

7,1 - 8,0 2 12 14 15,21

8,1 - 10,0 3 29 32 34,78

10,1 - 15,0 1 24 25 27,17

15,1 - 20,0 0 1 1 1,08

20,1 - 25,0 1 0 1 1,08

Frekuensi 9 83 92 100,0

(38)

5.2. Pembahasan

Pada penelitian ini, diperoleh 92 sampel penderita DM tipe 1 dan tipe 2. Sampel penderita DM tipe 1 berjumlah 9 (9.8%) orang, dan tipe 2 berjumlah 83 (90.2%) orang. Dari 92 pasien tersebut, ditinjau dari jenis kelamin terbanyak adalah pada laki-laki sebanyak 55 (59,80%) orang, dan umur terbanyak pada kelompok umur 51-70 sebanyak 59 (64.1%) orang. (Tabel 5.1 dan 5.2).

Dari 92 sampel pada penelitian ini, dijumpai penderita DM tipe 1 dengan KGD Puasa terbanyak antara 127 – 200 mg/dL berjumlah 4 orang, dan KGD 2 jam PP terbanyak antara 51 – 200 mg/dL berjumlah 4 orang. Pada penderita DM tipe 2 dijumpai KGD Puasa terbanyak antara 127 – 200 dan 201 – 300 mg/dL masing-masing berjumlah 28 orang, dan KGD 2 jam PP terbanyak antara 201 – 300 mg/dL berjumlah 32 orang. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Pulungan A.B. (2002), Hiperglikemia dijumpai hampir pada seluruh pasien DM.

Defisiensi insulin absolut biasanya didapatkan pada pasien diabetes melitus tipe-1. Hal ini disebabkan adanya kerusakan sel b pankreas yang progresif sehingga insulin tidak dapat disintesis oleh kelenjar pankreas. Defisiensi insulin relatif ditemukan pada pasien DM tipe-2 oleh karena pemakaian insulin didalam tubuh kurang efektif (Pulungan, Mansyoer, dan Batubara, 2002; Schteingart, 2006; Manaf, 2009).

Hiperglikemia dijumpai hampir pada seluruh pasien DM. Diagnosis DM sudah dapat ditegakkan bila memenuhi salah satu kriteria, yaitu bila ditemukan gejala klinis poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun, dan kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dL; atau bila asimptomatis, maka kadar glukosa darah sewaktu harus lebih dari 200 mg/dL atau kadar gula darah puasa lebih tinggi dari normal atau dengan tes toleransi glukosa kadar glukosa darah puasa > 140 mg/dL (Pulungan, Mansyoer, dan Batubara, 2002; Schteingart, 2006; Manaf, 2009).

Pada penelitian ini, dari 92 penderita DM, dijumpai kadar HbA1c terbanyak antara 8,1 - 10,0 %, pada penderita DM tipe 1 berjumlah 3 orang, dan pada penderita DM tipe 2 berjumlah 29 orang.(Tabel 5.5).

(39)

Pada fase awal glukosa bereaksi dengan protein membentuk basa yang kemudian membentuk aldimin. Reaksi ini bersifat ireversibel. Pada fase lanjut glikosilasi non enzim terjadi pada tingkat jaringan. Reaksi ini bersifat ireversibel sehingga nilai tidak berkurang meskipun kadar glukosa darah menjadi normal (Foster, 2000; Pulungan, Mansyoer, dan Batubara, 2002; Schteingart, 2006).

Kadar HbA1c mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. Pada orang normal, sekitar 4―6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi HbA1C. Pada hiperglikemia yang berkepanjangan, kadar HbA1C dapat meningkat hingga 18―20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen, tetapi kadar HbA1C yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes. Setelah kadar normoglikemik menjadi stabil, kadar HbA1C kembali ke normal dalam waktu sekitar 3 minggu (Foster, 2000; Schteingart, 2006; Wahyuni, dan Adi, 2010).

(40)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari pengambilan data rekam medik sebanyak 92 sampel yang dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan, didapat sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini dijumpai penderita DM tipe 1 pada 9 orang (9,8%) dan penderita DM tipe 2 pada 83 orang (90,2%).

2. KGD Puasa pada penderita DM tipe 1 terbanyak antara 127 – 200 mg/dL berjumlah 4 orang, dan pada penderita DM tipe 2 terbanyak antara 127 – 200 dan 201 – 300 mg/dL masing-masing berjumlah 28 orang.

3. KGD 2 jam PP pada penderita DM tipe 1 terbanyak antara 51 – 200 mg/dL berjumlah 4 orang, dan pada penderita DM tipe 2 terbanyak antara 201 – 300 mg/dL berjumlah 32 orang.

4. Kadar HbA1c terbanyak antara 8,1 - 10,0 % pada penderita DM tipe 1 berjumlah 3 orang, dan pada penderita DM tipe 2 berjumlah 29 orang. 5. Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada penderita DM tipe 1 dan DM

tipe 2 menunjukan nilai p value (nilai signifikansi) berdasarkan KGD Puasa (0,864), KGD 2 jam PP (0,144), dan Kadar HbA1c (0,060). Hasil ini tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan KGD Puasa, KGD 2 jam PP, dan Kadar HbA1c antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2.

6.2. Saran

1. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross sectional, besar sampel masih kecil dan waktu penelitian yang singkat,

oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan waktu yang lebih panjang.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, M.F., 2009. Diabetes Melitus Gestasional. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 1952-1956.

American Diabetes Association, 2009. Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Available from:

September 2010]

Baynes, J.W., 2003. Role of oxidative stress in diabetic complications. A new perspective on an old paradigm. Diabetes; 48:1-9

Cavallerano, J., 2009. Optometri Clinical Practice Guideline. Care of the Patien with Diabetes Mellitus. Edisi 3. St.louis: Lindbergh blvd., 3 4.

Evans, Joseph, dkk., 2002. Oxidative Stress and Stress-Activated Signaling Pathways: A Unifying Hypothesis of Type 2 Diabetes.

Foster, D.W., 2000. Diabetes Mellitus. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 14. New York: McGraw‐Hill Companies, 2060‐2080. Harbuwono, D.S., 2009. Pre Diabetes. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,

I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2083-2087.

Hussain, A., Vincent, M., 2010. Diabetes Mellitus, type 1. Available from: September 2010]

Ligaray, K., Isley, M., 2010. Diabetes Mellitus, type 2. Available from: September 2010]

Manaf, A., 2009. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 1896-1899.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia.

(42)

Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 1880-1883.

Saleh, S., 1973. Penyakit Metabolik Sistemik. In: Hirmawan, S., Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 38-45.

Schteingart, D.E., 2006. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. In: Hartanto, H., Susi, N., Wulansari, P., Mahanani, D.A., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1259-1274.

Shahab, A., 2009. Komplikasi Kronik DM: Penyakit Jantung Koroner. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 1937-1941.

Soegondo, S., Purnamasari, D., 2009. Sindrom Metabolik. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 1865-1872.

Suyono, S., 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 1873-1879.

Wahyuni, I., Adi, S., Husein, R.G., 2010. Association Between Refractive Changes And Blood Glucose Changes In Diabetic Mellitus Type 2 Patient. Surabaya: 1-6.

Waspadji, S., 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 1922-1929.

(43)
(44)

16 RN 71 laki-laki DM2 59 Normal 121.0 Normal 8.0 Kontrol Sedang

17 KS 53 laki-laki DM2 187 Tinggi 316.0 Tinggi 8.6 Kontrol Buruk

18 MN 55 laki-laki DM2 162 Tinggi 170.0 Normal 9.0 Kontrol Buruk

19 FS 53 perempuan DM2 319 Tinggi 387.0 Tinggi 7.8 Kontrol Sedang

20 HMY 55 laki-laki DM2 194 Tinggi 256.0 Tinggi 10.0 Kontrol Buruk

21 SS 52 perempuan DM2 252 Tinggi 272.0 Tinggi 8.6 Kontrol Buruk

22 H 57 laki-laki DM2 102 Normal 157.0 Normal 8.2 Kontrol Buruk

23 MP 75 laki-laki DM2 373 Tinggi 582.0 Tinggi 12.9 Kontrol Buruk

24 P 56 perempuan DM2 206 Tinggi 275.0 Tinggi 13.9 Kontrol Buruk

25 M 67 laki-laki DM2 143 Tinggi 229.0 Tinggi 6.5 Kontrol Baik

26 HBS 59 perempuan DM2 198 Tinggi 338.0 Tinggi 9.4 Kontrol Buruk

27 DHS 51 laki-laki DM2 394 Tinggi 158.0 Normal 8.0 Kontrol Sedang

28 DS 51 perempuan DM2 265 Tinggi 432.0 Tinggi 12.5 Kontrol Buruk

29 SCS 71 laki-laki DM2 131 Tinggi 285.0 Tinggi 9.2 Kontrol Buruk

30 PT 50 laki-laki DM2 61 Normal 138.0 Normal 5.9 Kontrol Baik

31 SP 60 laki-laki DM2 131 Tinggi 367.0 Tinggi 9.2 Kontrol Buruk

32 M 62 perempuan DM2 107 Normal 271.0 Tinggi 7.9 Kontrol Sedang

33 MG 53 perempuan DM2 87 Normal 132.0 Normal 11.4 Kontrol Buruk

34 IBG 65 perempuan DM2 158 Tinggi 238.0 Tinggi 8.9 Kontrol Buruk

35 TA 51 perempuan DM2 283 Tinggi 335.0 Tinggi 9.6 Kontrol Buruk

36 SS 73 laki-laki DM2 182 Tinggi 220.0 Tinggi 8.8 Kontrol Buruk

37 A 46 perempuan DM2 142 Tinggi 258.0 Tinggi 7.9 Kontrol Sedang

38 AS 54 laki-laki DM2 154 Tinggi 209.0 Tinggi 6.9 Kontrol Baik

39 TT 75 perempuan DM2 96 Normal 118.0 Normal 4.9 Kontrol Baik

(45)

41 KS 66 laki-laki DM2 203 Tinggi 386.0 Tinggi 9.6 Kontrol Buruk

42 MM 63 laki-laki DM2 262 Tinggi 429.0 Tinggi 5.0 Kontrol Baik

43 MSN 33 perempuan DM2 340 Tinggi 356.0 Tinggi 9.2 Kontrol Buruk

44 JT 42 laki-laki DM2 233 Tinggi 354.0 Tinggi 10.9 Kontrol Buruk

45 M 60 laki-laki DM2 231 Tinggi 297.0 Tinggi 11.0 Kontrol Buruk

46 MAR 60 perempuan DM2 230 Tinggi 237.0 Tinggi 7.2 Kontrol Sedang

47 S 58 laki-laki DM2 327 Tinggi 414.0 Tinggi 10.4 Kontrol Buruk

48 N 58 perempuan DM2 348 Tinggi 476.0 Tinggi 10.3 Kontrol Buruk

49 SA 68 perempuan DM2 318 Tinggi 367.0 Tinggi 13.0 Kontrol Buruk

50 SAL 43 perempuan DM2 105 Normal 218.0 Tinggi 8.5 Kontrol Buruk

51 LE 54 laki-laki DM2 65 Normal 185.0 Normal 5.0 Kontrol Baik

52 RS 54 laki-laki DM2 312 Tinggi 430.0 Tinggi 12.0 Kontrol Buruk

53 DP 57 laki-laki DM2 253 Tinggi 265.0 Tinggi 9.7 Kontrol Buruk

54 MN 46 laki-laki DM2 171 Tinggi 230.0 Tinggi 6.8 Kontrol Baik

55 SI 61 laki-laki DM2 163 Tinggi 201.0 Tinggi 5.5 Kontrol Baik

56 SHS 35 perempuan DM2 156 Tinggi 192.0 Normal 13.3 Kontrol Buruk

57 AA 62 laki-laki DM2 132 Tinggi 257.0 Tinggi 10.0 Kontrol Buruk

58 H 50 laki-laki DM2 250 Tinggi 327.0 Tinggi 15.2 Kontrol Buruk

59 FMN 57 laki-laki DM2 356 Tinggi 411.4 Tinggi 13.4 Kontrol Buruk

60 PM 55 laki-laki DM2 245 Tinggi 295.0 Tinggi 7.4 Kontrol Sedang

61 SG 65 perempuan DM2 213 Tinggi 314.0 Tinggi 9.6 Kontrol Buruk

62 P 59 laki-laki DM2 170 Tinggi 221.0 Tinggi 12.0 Kontrol Buruk

63 L 65 laki-laki DM2 80 Normal 189.0 Normal 7.5 Kontrol Sedang

64 SY 57 laki-laki DM2 286 Tinggi 394.0 Tinggi 6.5 Kontrol Baik

(46)

66 SU 50 laki-laki DM2 235 Tinggi 325.0 Tinggi 13.4 Kontrol Buruk

67 F 63 perempuan DM2 112 Normal 204.0 Tinggi 11.8 Kontrol Buruk

68 D 58 laki-laki DM2 183 Tinggi 310.0 Tinggi 6.2 Kontrol Baik

69 L 53 laki-laki DM2 324 Tinggi 442.6 Tinggi 7.4 Kontrol Sedang

70 JFP 50 laki-laki DM2 222 Tinggi 336.7 Tinggi 12.8 Kontrol Buruk

71 J 44 laki-laki DM2 233 Tinggi 254.0 Tinggi 10.5 Kontrol Buruk

72 MS 55 laki-laki DM2 324 Tinggi 455.0 Tinggi 9.7 Kontrol Buruk

73 PB 55 laki-laki DM2 122 Normal 265.0 Tinggi 9.2 Kontrol Buruk

74 MEH 64 laki-laki DM2 93 Normal 121.0 Normal 5.7 Kontrol Baik

75 DBM 61 perempuan DM2 298 Tinggi 356.0 Tinggi 10.5 Kontrol Buruk

76 TS 56 laki-laki DM2 108 Normal 187.0 Normal 7.3 Kontrol Sedang

77 NBS 83 perempuan DM2 150 Tinggi 234.0 Tinggi 8.4 Kontrol Buruk

78 AR 73 laki-laki DM2 187 Tinggi 267.9 Tinggi 12.2 Kontrol Buruk

79 FH 46 laki-laki DM2 197 Tinggi 347.9 Tinggi 11.3 Kontrol Buruk

80 MN 70 perempuan DM2 290 Tinggi 334.0 Tinggi 14.9 Kontrol Buruk

81 SS 56 laki-laki DM2 279 Tinggi 295.0 Tinggi 6.7 Kontrol Baik

82 M 63 perempuan DM2 324 Tinggi 389.0 Tinggi 8.6 Kontrol Buruk

83 NS 50 perempuan DM2 262 Tinggi 295.0 Tinggi 7.5 Kontrol Sedang

84 BS 56 perempuan DM2 159 Tinggi 215.0 Tinggi 8.5 Kontrol Buruk

85 SBS 71 perempuan DM2 228 Tinggi 339.0 Tinggi 8.6 Kontrol Buruk

86 KMH 54 laki-laki DM2 281 Tinggi 401.0 Tinggi 13.7 Kontrol Buruk

87 DAS 66 laki-laki DM2 234 Tinggi 314.0 Tinggi 8.8 Kontrol Buruk

88 HJ 61 laki-laki DM2 186 Tinggi 275.0 Tinggi 4.8 Kontrol Baik

89 RL 70 laki-laki DM2 148 Tinggi 215.0 Tinggi 7.5 Kontrol Sedang

(47)

91 SS 55 laki-laki DM2 146 Tinggi 166.0 Normal 9.2 Kontrol Buruk

(48)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sherli Wahyuni

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 4 Januari 1991

Agama : Islam

Alamat : Jl.Pelajar Ujung Gg.Kasih Perumahan Firdaus Medan Orang Tua : H. Salman Rais dan Hj. Hera Syafitri

Riwayat Pendidikan : 1. TK Aisyiyah Medan (1994-1996) 2. SD Swasta Al-ulum Medan (1996-2002) 3. SMP Swasta Al-ulum Medan (2002-2005) 4. SMA Negeri 1 Medan (2005-2008)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2009 s.d. skrg)

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar & Workshop “Vital Sign” SCOPH PEMA FK USU tahun 2009

2. TBM CAMP VIII Tim Bantuan Medis FK USU tahun 2010 3. Pengabdian Masyarakat SCOPH PEMA FK USU tahun

2010

4. Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatology Tim Bantuan Medis FK USU tahun 2010

(49)

6. Seminar dan Workshop A-CPR (Advanced Cardiopulmonary Resuscitation) Tim Bantuan Medis FK USU tahun 2010

7. Pengabdian Masyarakat Akbar Tim Bantuan Medis FK USU tahun 2011

8. Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatology Tim Bantuan Medis FK USU tahun 2011

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Tim Bantuan Medis FK USU tahun 2010 2. Ketua Divisi Logistik Kepengurusan Tim Bantuan Medis

Gambar

Tabel 1.1. Diabetes Control Card
Gambar 2.1. Patogenesis diabetes melitus tipe 1
Tabel 2.1. Kadar Glikat Hemoglobin pada Penderita Diabetes Melitus
Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran glukosa dalam darah pada
+5

Referensi

Dokumen terkait

Boyer dan Pegell (2000) mengemukakan bahwa efektifitas Strategi operasi perusahaan dapat diukur dengan menilai keterkaitan atau konsistensi antara prioritas

002 /POKJA/KUTOWINANGUN/2017 SRI WAHYUNI P PEKANBARU, 01 NOPEMBER 1970 DS TUNJUNGSETO RT 01/I KEC

Seiring dengan kebutuhan jaman dibutuhkan perencanaan hotel transit, dipilih pada lahan bekas bangunan Kereta Api yang dijadikan sebagai bangunan konversi, letaknya yang

Variabel independen dalam pe- nelitian ini adalah karakteristik Wanita Pasangan Usia Subur ( umur, paritas, pendidikan, pendapatan dan umur pertama kali menikah )

Untuk mencapai tujuan di atas, paket instrumen kebijakan yang diambil adalah: (1) menetapkan harga dasar, (2) melakukan pem- belian gabah dan beras hasil produksi

Rancangan penelitian ini adalah Quasi-experimental research (experiment semu) dengan menggunakan instrument test. Subyek penelitian ini adalah semua siswa kelas lima, yang

Konsep Porter ini dikenal sebagai Diamond of Competitive Advantage (Gambar 1): (1) Kon- disi faktor ( faktor conditions ), yaitu posisi negara dalam hal penguasaan

Jurusan Kedokteran akan menjamin bahwa sumber daya yang diperlukan untuk mendukung proses utama dalam menyediakan jasa layanan pendidikan sumber daya manusia di bidang