SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INTELLECTUAL CAPITAL PERUSAHAAN
MANUFAKTUR DI INDONESIA
OLEH
MOHD. RIZKY PERDANA DAMANIK 110521141
PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
INTELLECTUAL CAPITAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kinerja keuangan perusahaan, umur perusahaan, ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini menggunakan 36 sampel perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur pada website www.idx.co.id periode tahun 2010-2013 sehingga jumlah observasi adalah 144 yang diperoleh dari (perkalian jumlah perusahaan manufaktur dengan periode tahun pengamatan). Metode pengumpulan data adalah metode dokumentasi (documentary method) dengan teknik analisis data yaitu: teknik analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Secara simultan, , Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee Productivity, Umur Perusahaan dan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2) Secara parsial, Return on Assets (ROA) dan Earning per Share berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur di Indonesia, sedangkan Umur dan Ukuran Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Kata Kunci: Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee Productivity, Umur Perusahaan Ukuran Perusahaan dan Kinerja
ABSTRACT
FACTORS THAT INFLUENCE THE PERFORMANCE OF INTELLECTUAL CAPITAL IN MANUFACTURING
COMPANIES IN INDONESIA
The purpose of this study was to determine and analyze the effect of the firm financial performance, firm Age and firm Size on the performace of Intellectual Capital in Indonesia.
This study used a sample of 36 manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange. This study used secondary data from the financial statements of manufacturing companieson the website www.idx.co.id year period 2010-2013 so that the number of observations is 144 obtained from (multiplying the number of manufacturing companies with the period of observation). Methods of data collection are documentary data (documentary method) with data analysis techniques, namely: multiple linear regression analysis techniques.
The results showed that: 1) Simultaneously, Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee Productivity, Firm Size and Firm Age significantly effect on Intellectual Capital in Manufacturing Companies in Indonesia 2) Partially, Return on Assets (ROA) and Earning per Share positive and not significant effect on Intellectual Capital in manufacturing companies in Indonesia, while Firm Size and Firm Age impact positive and significant on performance of Intellectual Capital in manufacturing companies in Indonesia. Keywords: Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas ridho dan berkah-Nya, penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Intellectual Capital Perusahaan Manufaktur di Indonesia”.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan Strata-1 pada Universitas Sumatera Utara dan
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Manajemen.
Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari
berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tersayang, Ayahanda
Doni Alfian Damanik dan Ibunda Rahmadalena atas doa, kasih sayang, dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, C., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, S.E, ME., selaku Ketua Departemen S1 Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si., selaku Sekretaris Departemen S1 Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Isfenti Sadalia, S.E, ME., selaku Dosen Pembimbing atas
ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing, mendukung dan
mengarahkan penulis.
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen M a n a j e m e n , s t a f , d a n p e g a w a i F a k u l t a s
E k o n o m i Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik, memberikan
bimbingan, saran, dan informasi selama perkuliahan dan dalam penulisan
skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan di jurusan Manajemen Ekstensi Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara, atas bantuan saran dan kerja sama,
motivasi, penghiburan, dan perhatian selama ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritikan yang membangun dari berbagai pihak agar penulisan skripsi ini dapat
lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi karya
tulis yang memberikan dampak positif kepada semua pihak.
Medan, Januari 2015
ABSTRACT
FACTORS THAT INFLUENCE THE PERFORMANCE OF INTELLECTUAL CAPITAL IN MANUFACTURING
COMPANIES IN INDONESIA
The purpose of this study was to determine and analyze the effect of the firm financial performance, firm Age and firm Size on the performace of Intellectual Capital in Indonesia.
This study used a sample of 36 manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange. This study used secondary data from the financial statements of manufacturing companieson the website www.idx.co.id year period 2010-2013 so that the number of observations is 144 obtained from (multiplying the number of manufacturing companies with the period of observation). Methods of data collection are documentary data (documentary method) with data analysis techniques, namely: multiple linear regression analysis techniques.
The results showed that: 1) Simultaneously, Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee Productivity, Firm Size and Firm Age significantly effect on Intellectual Capital in Manufacturing Companies in Indonesia 2) Partially, Return on Assets (ROA) and Earning per Share positive and not significant effect on Intellectual Capital in manufacturing companies in Indonesia, while Firm Size and Firm Age impact positive and significant on performance of Intellectual Capital in manufacturing companies in Indonesia. Keywords: Return on Assets (ROA), Earning per Share (EPS) Employee
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persaingan yang ketat, globalisasi dan inovasi yang secara terus menerus
mengalami perkembangan pada saat ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk
mengubah cara dan strategi mereka dalam menjalankan bisnisnya yang didasarkan
pada tenaga kerja (labor-based business) menuju bisnis yang berdasarkan pengetahuan (knowledge-based business) dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi yang memiliki karakteristik
ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan, maka kemakmuran suatu perusahaan
akan bergantung kepada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari
pengetahuan itu sendiri. Fenomena globalisasi yang terjadi saat ini menghasilkan
sebuah perubahan paradigma yang sangat signifikan dari yang semula physical capital menjadi sebuah paradigma baru yaitu intellectual capital (Suhendah, 2012).
Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan dapat
diperoleh suatu cara dalam menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan
ekonomis yang nantinya akan memberikan keunggulan bersaing. Salah satu area
yang menarik perhatian baik akademisi maupun praktisi adalah pengungkapan
Selama beberapa dekade ini, telah terjadi sebuah realisasi pertumbuhan
secara cepat yang menyadari arti penting dari intangible assets (asset tak berwujud) dan intellectual capital (modal intelektual) sebagai bagian dari operasi perusahaan (Pike, Rylander, dan Roos, 2001). Intellectual Capital sekarang ini dianggap sebagai faktor kesuksesan bagi suatu organisasi dan karenanya akan
semakin menjadi perhatian dalam kajian strategi organisasi dan strategi
pembangunan. Pengungkapan intellectual capital merupakan suatu cara yang penting untuk menunjukkan sifat alami dari nilai tak berwujud yang dimiliki oleh
perusahaan. Selain itu Intellectual Capital sering kali menjadi faktor penentu utama perolehan laba suatu perusahaan dan dianggap sebagai suatu kekuatan
dalam mencapai kesuksesan dalam dunia bisnis. Oleh karena itu, penting untuk
menilai kinerja Intellectual Capital dari suatu perusahaan dan juga meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja intellectual capital karena dalam jangka panjang hal ini akan memberikan kontribusi pada keunggulan kompetitif
perusahaan (Saleh et al., 2008).
Salah satu faktor yang mempengaruhi variasi kinerja intellectual capital
yang digunakandalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan. Kinerja
keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor penting yang harus diukur
untuk menilai kinerja intellectual capital perusahaan. Hal ini telah dibuktikan oleh Firer dan Williams (2003) yang menyatakan bahwa kinerja intellectual capital
berhubungan dengan kinerja perusahaan, semakin baik kinerja perusahaan maka
assets (ROA) dan employee productivity (EP). Rasio-rasio tersebut digunakan dalam penelitian ini karena dianggap telah mampu menilai kinerja keuangan
perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi.
Disamping faktor kinerja keuangan perusahaan, dalam penelitian ini faktor
lain yang mempengaruhi variasi kinerja intellectual capital adalah faktor umur perusahaan dan ukuran perusahaan yang merujuk pada penelitian Sonnier dan
Carson (2009) tentang pengaruh ukuran dan umur perusahaan dalam
pengungkapan intellectual capital yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Purnomosidhi (2006) menyatakan ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel
independen dengan asumsi bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan
aktivitas yang lebih banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha dan
memiliki potensi penciptaan nilai jangka panjang.
Faktor umur perusahaan digunakan dalam penelitian ini karena dengan
mengetahui umur perusahaan, maka akan diketahui pula sejauh mana perusahaan
dapat survive dan mengetahui keinginan perusahaan untuk selalu tetap menjaga reputasi perusahaan di mata publik. Semakin panjang umur perusahaan akan
memberikan kinerja intellectual capital yang lebih banyak pula.
Alasan penelitian ini dilakukan di Indonesia antara lain pertama:
Pemerintah Indonesia sedang gencar mengembangkan ekonomi kreatif dalam
rangka meningkatkan daya saing bangsa. Kedua: posisi daya saing Indonesia
tergolong rendah, karena rendahnya kualitas SDM (modal manusia), berbeda
Ketiga: rmodal intelektual merupakan pengetahuan dan pengalaman yang
digunakan oleh karyawan terlatih untuk memperolehdaya saing bagi perusahaan,
maka faktor-faktor penentu kinerja modal intelektual merupakanfaktor yang
penting untuk diteliti di Indonesia. Karena itu perlu dilakukan pengujian kembali
faktor-faktor penentu kinerja modal intelektual di Indonesia apakah hasil
penelitian tersebutkonsisten khususnya pada semua perusahaan industri perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Perusahaan manufaktur di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia terbagi menjadi 3 kategori, yaitu : sektor industri dasar dan kimia,
sektor aneka industri dan sektor barang konsumsi. Pada perusahaan manufaktur
yang tergolong dalam ukuran perusahaan besar, upaya mencari, mendapatkan,
mengembangkan, memanfaatkan, mempertahankan, serta mengungkapkan sumber
daya – sumber daya strategis akan semakin maksimal. Hal tersebut dikarenakan
adanya ketersediaan modal yang dimiliki oleh perusahaan besar dalam
memberikan insentif atau bonus untuk meningkatkan kinerja sumber daya
perusahaan (Abdolmohammadi,2005). Sedangkan pada perusahaan manufaktur
yang tergolong dalam ukuran perusahaan kecil, pemanfaatan sumber daya –
sumber daya strategis masih minim. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan
modal dalam upaya memperoleh, mengembangkan, memanfaatkan serta
Tabel 1.1
Rata-Rata Total Assets pada Beberapa Perusahaan Manufaktur periode 2010-2013
Sektor
Manufaktur No.
Kode Emiten
Total Assets (Jutaan Rupiah)
Rata-rata
2010 2011 2012 2013
Dasar dan Kimia
1 TKIM 20,916,531 23,294,758 26,296,212 30,746,486 25,313,497 2 KRAS 17,584,059 21,511,562 24,774,027 29,196,514 23,266,541 3 INTP 15,346,146 18,151,331 22,755,160 26,607,241 20,714,970 Aneka
Industri
1 ASII 112,857,000 153,521,000 182,274,000 213,994,000 165,661,500 2 IMAS 7,985,020 12,913,942 17,577,664 20,672,764 14,787,348 3 GJTL 10,371,561 11,554,143 12,869,793 14,541,587 12,334,271 Industri
Barang Konsumsi
1 INDF 47,275,955 53,585,933 59,324,207 78,092,789 59,569,721 2 GGRM 30,741,679 39,088,705 41,509,325 50,770,251 40,527,490 3 HMSP 20,525,123 19,376,343 26,247,527 26,533,336 23,170,582
Sumber : Data diolah (2014)
Pada data Tabel 1.1 menunjukkan bahwa di beberapa perusahaan
manufaktur memiliki perbedaan rata-rata total assets pada setiap sektor manufaktur. Rata-rata total assets perusahaan senantiasa mengalami peningkatan yang menandakan intellectual capital perusahaan dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing pada nilai pasar perusahaan. setiap periodenya mulai
Tabel 1.2
Rata-Rata Total Revenues pada Beberapa Perusahaan Manufaktur Terbesar periode 2010-2013
Sektor
Manufaktur No.
Kode Emiten
Total Revenues (Jutaan Rupiah)
Rata-rata
2010 2011 2012 2013
Dasar dan Kimia
1 TKIM 12,019,441 12,502,414 12,780,268 10,898,313 12,050,109 2 KRAS 14,856,156 17,915,382 22,119,593 25,576,177 20,116,827 3 INTP 11,137,805 13,887,892 17,290,337 18,691,286 15,251,830 Aneka
Industri
1 ASII 129,991,000 162,564,000 188,053,000 193,880,000 168,622,000 2 IMAS 10,935,335 15,776,580 19,780,838 15,652,148 15,536,225 3 GJTL 9,853,904 11,841,396 12,578,596 9,108,891 10,845,697 Industri
Barang Konsumsi
1 INDF 38,403,360 45,332,256 50,059,427 57,731,998 47,881,760 2 GGRM 37,691,997 41,884,352 49,028,696 55,436,954 46,010,500 3 HMSP 43,381,658 52,856,708 66,626,123 36,199,035 49,765,881
Sumber : Data diolah (2014)
Tabel 1.2 rata-rata total revenues perusahaan cenderung mengalami peningkatan sehingga dianggap memberikan nilai tambah bagi perusahaan
manufaktur. Hal ini akan mendorong semakin baiknya kinerja intellectual capital. Rata-rata total revenues terbesar dihasilkan oleh perusahaan PT Astra International Tbk. yaitu sebesar Rp. 168,622,000,000,000 dan rata-rata total
revenues terendah dihasilkan oleh perusahaan PT Gajah Tunggal Tbk. yaitu sebesar Rp. 10,845,697,000,000.
Dari sisi total revenues fenomena kinerja intellectual capital tampak pada tabel berikut ini :
Tabel 1.3
Rata-Rata Net Income pada Beberapa Perusahaan Manufaktur Terbesar periode 2010-2013
Sektor
Manufaktur No
Kode Emiten
Net Income (Jutaan Rupiah)
Rata-rata
2010 2011 2012 2013
Dasar dan Kimia
Sektor
Manufaktur No
Kode
Emiten 2010 2011 2012 2013 Rata-rata
Aneka Industri
1 ASII 17,004,000 21,077,000 22,742,000 22,297,000 20,780,000 2 IMAS 546,638 970,891 899,091 656,179 768,200 3 GJTL 830,624 683,629 1,132,247 205,640 713,035 Industri
Barang Konsumsi
1 INDF 3,934,808 4,891,673 4,779,446 3,416,635 4,255,641 2 GGRM 4,214,789 4,958,102 4,068,711 4,383,932 4,406,384 3 HMSP 6,422,748 8,064,426 9,945,296 5,008,682 7,360,288
Sumber : Data diolah (2014)
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa rata-rata net income yang dihasilkan oleh beberapa perusahaan manufaktur terbesar memiliki nilai yang berbeda. Hal ini menandakan adanya keberagaman pengaruh kinerja intellectual capital pada setiap perusahaan manufaktur. Pada periode 2012 dan 2013 PT Krakatau Steel
Tbk. menderita kerugian sebesar Rp. 189,145,000,000 dan Rp. 166,872,000,000.
Rata-rata net income terbesar terdapat pada sektor aneka industri yaitu pada PT Astra International Tbk. dengan rata-rata net income sebesar Rp. 20,780,000,000,000. Sedangkan rata-rata net income terendah terdapat pada sektor dasar dan kimia yaitu pada PT Krakatau Steel Tbk. dengan rata-rata net income
sebesar Rp. 241,349,000,000.
Berdasarkan ketiga tabel dapat diperoleh adanya kemungkinan pengaruh
total asset, total revenue dan net income terhadap kinerja intellectual capital . Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
INTELLECTUAL CAPITAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI
INDONESIA”.
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
“Apakah kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Return on Asset, Earning per Share, Employee Productivity , Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kinerja keuangan
perusahaan, umur perusahaan, ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan
konstribusi sebagai berikut :
1. Bagi Perusahaan
Memberikan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
menetapkan strategi perusahaan ke depan dalam hubungannya dengan
Untuk memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja intellectual capital perusahaan. Selain itu juga untuk mengetahui kinerja intellectual capital perusahaan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan melakukan investasi dan keputusan dalam
pemberian kredit, serta nantinya dapat digunakan sebagai sarana untuk
memonitor kinerja perusahaan.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan pembelajaran untuk menambah pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja intellectual capital perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi untuk memberikan perbandingan dalam kegiatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resources-Based Theory
Resources-Based Theory dipelopori oleh Penrose (1959) yang mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak
homogen, dan jasa produkstif yang berasal dari sumber daya perusahaan yang
memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Dalam Resources-Based Theory, sumber daya dapat secara umum didefinisikan untuk memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang
dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami dan
menerapkan strategi mereka (Daft , 1983).
Sumber daya harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut di bawah ini agar
dapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan, yaitu :
1. Sumber daya yang unik secara fisik.
2. Sumber daya yang memerlukan waktu lama dan biaya yang besar untuk
memperolehnya.
3. Sumber daya unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan oleh pesaing.
4. Sumber daya yang memerlukan investasi modal yang besar untuk
mendapatkannya serta membangun kapasitas produksi dalam skala
ekonomis
menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan
value added bagi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa penting untuk mengelola intellectual capital yang dimiliki. Apabila perusahaan dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, maka perusahaan tersebut akan
memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karateristik tersendiri. Oleh karena itu dengan adanya karateristik yang dimiliki, perusahaan mampu
mencapai keunggulan kompetitif yang nantinya hanya dimiliki oleh perusahaan
itu sendiri. Dan perusahaan pastinya akan mendapatkan nilai tambah yang berupa
peningkatan kinerja perusahaan.
2.2 Kinerja Keuangan Perusahaan
Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan dua dasar elemen,
yaitu elemen keuangan maupun elemen non-keuangan. Pengukuran kinerja
keuangan dapat menggunakan banyak metode pengukuran, di antaranya adalah
market to book value (MtBV), return on assets (ROA), return on equity (ROE),
employee productivity (EP), earnings per share (EPS), annual stock return (ASR) (Jogiyanto, 2008). Pada penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diukur
menggunakan return on assets (ROA), earnings per share (EPS) dan employee productivity (EP). Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja
2.2.1 Return on Asset (ROA)
Return on assets (ROA) yaitu indikator kemampuan sebuah unit usaha untuk memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh unit usaha tersebut.
ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak
dengan total aktiva (Net Income dibagi Total Assets). (Munawir, 2002). Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki
perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap
aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik
profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba.
Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan
perusahaan tersebut (Munawir, 2002).
2.2.2 Earning Per Share (EPS)
Menurut Tandelilin (2001: 241), “komponen penting pertama yang harus
diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau yang
lebih dikenal sebagai Earning Per Share (EPS)”. Bagi para investor, informasi
earning per share merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena dapat menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin, 2001: 233). Oleh karena itu, informasi earning per share suatu perusahaan menunjukkan besarnya rupiah dari keuntungan perusahaan yang siap
EPS = Laba Bersih
Jumlah Saham yang Beredar
Semakin besar nilai EPS menunjukkan perusahaan mampu memberikan
laba yang lebih tinggi bagi investor.
2.2.3 Employee Productivity (EP)
Bambang Kusriyanto (1993) memberikan pendapatnya bahwa
produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output) dan
segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input). Employee productivity (EP) merupakan pengukuran untuk nilai tambah bersih per karyawan, yang merefleksikan produktivitas karyawan. EP merupakan perbandingan antara
hasil yang dicapai oleh perusahaan dengan jumlah tenaga kerja perusahaan.
2.3 Umur Perusahaan
Umur perusahaan digunakan untuk mengukur pengaruh lamanya
perusahaan beroperasi terhadap kinerja perusahaan. Umur perusahaan
menunjukkan perusahaan tetap eksis, mampu bersaing dan memanfaatkan peluang
bisnis dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui umur perusahaan, maka
akan diketahui pula sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive.
Selama ini penelitian tentang intellectual capital yang menggunakan umur perusahaan hanya yang berhubungan dengan pengungkapan informasi intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan. Ulum (2009) menunjukkan bahwa umur perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan pengungkapan
Alasan yang mendasari memasukkan umur perusahaan ini adalah bahwa
semakin tua umur perusahaan, maka memiliki pengalaman yang lebih banyak
dalam pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital akan menjadi lebih optimal dan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja intellectual capital
tersebut. Sehingga selain kinerja yang meningkat nilai reputasi perusahaan pun
akan semakin tinggi pula.
2.4 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang tampak
dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan
Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran
suatu perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana
lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan
intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja
intellectual capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
2.5 Intellectual Capital
Intellectual capital pada umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari
financial capitalnya. Hal ini berdasarkan observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang
dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh
akuntan (Roslender dan Fincham, 2004).
Stewart (1994) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:
“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth”.
Pulic (2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai seluruh karyawan, perusahaan dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah bagi
perusahaan. Sedangkan menurut Heng (2006) mengartikan intellectual capital
sebagai suatu aset pengetahuan di dalam perusahaan yang menjadi basis kompetisi
inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing.
Walaupun sampai sekarang belum ada definisi umum mengenai pengertian
intellectual capital, kebanyakan definisi menangkap arti yang sama bahwa
intellectual capital dianggap sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai
lebih (tambah) bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi
(Sawarjuwono dan Kadir, 2003).
2.6 Pengukuran Intellectual Capital
Ada banyak konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan oleh para peneliti saat ini, jika ditelaah lebih jauh maka metode yang
dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu :
pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran monetary (financial).
menilai kinerja perusahaan (Knight 1999). Sementara itu Thornburg (1994)
mengutip pendapat Edvinsson menyatakan bahwa:
“Non financial measures that help a company determine direction and predict success might include the number of costumers the company has, the number of ideas customer bring to the company and how they are developed, the number of software packages compared to the number of employees, how many people are tied into the internet system, how much networking is done between customers and employees, and similar measures that show the relationship between human, customer and structural capital.”
Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan penelitian dalam
pengukuran intellectual capital, baik secara literatur maupun penerapan langsung pada perusahaan. Diawali tahun 1992, Arthur Andersen melaksanakan riset
terhadap penilaian aset tidak berwujud. Survey dilakukan pada sejumlah
perusahaan di Inggris. Dari hasil survey tersebut Andersen memberikan beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menilai aktiva tidak berwujud perusahaan
(Partanen 1998), yaitu:
1. Market Based, yang meliputi nilai pasar yang dapat disamakan.
2. Economic Based, meliputi net cash flow/earnings, kontribusi brand, metode royalti.
3. Hybrid Based Model, meliputi pendekatan aset dan premium (PE). Menurut Luthy (2000) metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu: metode yang dilakukan
tingkatan organisasi tanpa mengacu pada komponen–komponen individual
intellectual capital.
2.7 Metode VAICTM
VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998),
didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk
menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1998). VA secara teknik merupakan penjumlahan
retained profit, interest expense, salaries and wages, depreciation, dividend, minority share, dan tax untuk pemerintah. Oleh karena itu, VA didefinisikan sebagai peningkatan pada nilai bersih perusahaan dikarenakan kegiatan operasi
perusahaan.
Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut
dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added). VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana
merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi
(Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE (Structure Capital Efficiency) (Pulic, 1998).
2.7.1 Value Added Capital Employed (VACA)
VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh satu unit
dari physical capital. VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan model fisik yang bekerja (Capital Employed/CA). Capital employed ini menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya,
baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal
dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta
hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar
(Belkaoui, 2003). Dalam proses penciptaan nilai intelektual potensial yang
direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak dihitung sebagai biaya (input) (Tan
et al., 2007).
Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit CA menghasilkan
return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut mampu memanfaatkan CA dengan lebih baik. Jadi pemanfaatan lebih CA adalah
bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan. VACA menjadi sebuah indikator kemampuan
intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya (Tan et al,. 2007).
VAHU mengindikasikan seberapa besar value added (VA) yang diciptakan oleh setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (Tan et al., 2007). Stewart (1997) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen sehingga konsumen
tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau
karyawan sebagai aset strategi perusahaan karena pengetahuan yang mereka
miliki. VAHU dihitung dengan membagi value added yang diciptakan perusahaan dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa HC sebagai suatu investasi daripada sebagai expenses dan aakan diakui sebagai aset pada neraca (Pulic, 2000 dalam Saleh et al., 2008).
Hubungan antara VA dan human capital (HC) mengindikasikan bahwa kemampuan HC adalah menciptakan nilai pada sebuah perusahaan. Pulic (1998)
berpendapat bahwa biaya gaji dan upah merupakan indikator bagi HC. Ketika
VAHU dibandingkan antar perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas
sumber daya perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan
menghasilkan nilai tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC
(Kuryanto dan Syafruddin, 2008).
2.7.3 Structural Capital Value Added (STVA)
STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan
sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi
pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi. Penciptaan dari
structural capital ini berhubungan dengan pengetahuan atau nilai dari seseorang yang tidak akan begitu saja hilang kalau yang bersangkutan meninggalkan
perusahaan karena pengetahuannya telah dirangkum dalam data base, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan nilainya.
Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan
membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi
modal struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi HC dalam
penciptaan nilai maka akan semakin besar kontribusi SC (Tan et al., 2007). Pulic (1998) menyatakan terdapat hubungan proposi yang berkebalikan antara HC dan
SC.
2.8 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
1 Steven Firer (2002) Firm ownership Structure and Intellectual capital disclosure Independen : Intellectual Capital Disclosure (ICD) Dependen : Ownership diffusion, kepemilikan manajemen, kepemilikan pemerintah.
Pelaporan intellectual capital cenderung lebih sedikit pada perusahaan yang kepemilikannya tidak
menyebar. Perusahaan dengan kepemilikan
manajemen yang tinggi lebih sedikit dalam melaporkan
No. Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
2 Sonnier dan Carson, 2009 An Examination of The Impact of Firm Size and Age on Managerial Disclosure of Intellectual Capital by High-Tech Companies Independen: Ukuran dan umur perusahaan. Dependen : Level pengungkapan intellectual capital
Faktor umur perusahaan memiliki hubungan timbal balik dengan
pengungkapan intellectual capital yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Klasifikasi umur lebih banyak mengungkapkan intellectual capital dibandingkan dengan perusahaan yang berdasarkan klasifikasi ukuran.
3 Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008
Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan ; Suatu Analisi dengan Pendekatan Partial Least Squares Independen : Intellectual Capital Dependen : Kinerja keuangan (ROE, EPS, dan ASR)
Secara statistik terbukti terdapat pengaruh
intellectual capitalterhadap kinerja keuangan. Secara statistik terdapat pengaruh
No. Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
4 Norman Mohd. Saleh, Mara Ridhuan Che Abdul Rahman, dan Mohamat Sabri Hasan (2008) Pengaruh struktur kepemilikan keluarga, manajemen, pemerintah dan asing terhadap variasi kinerja intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa MESDAQ Malaysia Independen : Kepemilikan manajerial, keluarga, asing dan pemerintah. Dependen : VAICTM Kontrol : ROA, leverage, ukuran perusahaan. Kepemilikan keluarga memiliki pengaruh yang negatif yang signifikan pada kinerja intellectual capital. Sedangkan kepemilikan manajerial, pemerintah dan asing tidak memiliki pengaruh signifikan pada kinerja
intellectual capital.
No. Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
6 Gelisha Dian Kharisma Putri (2011) Pengaruh struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI Independen : Struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Dependen: Kinerja Intellectual Capital
Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sedangkan kepemilikan asing dan ukuran
perusahaan berpengaruh positif yang signifikan
Sumber : Data diolah (2014)
2.9 Kerangka Konseptual
Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dampak
kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan terhadap
kinerja intellectual capital. Intellectual capital saat ini semakin menjadi aspek penting di dalam keberlangsungan hidup perusahaan. Abidin (2000) menyatakan
bahwa jika perusahaan-perusahaan mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu
manajemen yang berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia
akan dapat bersaing dengan menggunakan keuanggulan kompetitif yang diperoleh
melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk-produk
intellectual capital menjadi tiga bentuk dasar, yaitu modal manusia (human capital), modal struktural (structural capital) dan modal pelanggan (customer capital).
Variabel penelitian yang digunakan adalah ukuran, umur dan kinerja
keuangan perusahaan. Variabel independennya yaitu kinerja keuangan
perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Sedangkan variabel
dependennya adalah intellectual capital secara agregat (value added intellectual capital) atau VAIC. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan
proksi return on assets (ROA), yaitu ukuran profitabilitas perusahaan, earning per shares (EPS) yaitu ukuran pendapatan per lembar saham employee productivity
(EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Intellectual capital diukur dengan model value added intellectual capital secara agregat (VAIC). Adapun komponen VAIC meliputi value added capital employee (VACA), yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan, value added human capital (VAHU), yaitu kalkulasi dari kemampuan SDM perusahaan, dan
structural capital value added (STVA), yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan.
2.9.1 Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Kinerja Intellectual Capital
Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas menilai kinerja perusahaan.
ROA menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola aset
Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja
keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan
masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin
mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva
yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA
maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut.
2.9.2 Pengaruh Earning Per Shares (EPS) terhadap Kinerja Intellectual Capital
Earning per shares menunjukkan besarnya laba yang diperoleh investor dalam penanaman modalnya di suatu perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Semakin tinggi intellectual capital yang dimanfaatkan oleh perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai EPS. Jika EPS suatu perusahaan
semakin tinggi, investor akan bersedia menanamkan investasi pada perusahaan
tersebut. (Pramestiningrum, 2013)
2.9.3 Pengaruh Employee Productivity (EP) terhadap Kinerja Intellectual Capital
Employee productivity (EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Peningkatan profitabilitas perusahaan juga dapat disebabkan oleh
efektifitas kinerja para karyawan perusahaan. Semakin tinggi tingkat produktifitas
menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja
intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual 2.8.2 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual maka hipotesis yang dirumuskan dalam
penelitian ini yaitu Return on Assets (ROA), Earning per Shares (EPS), Employee Productivity (EP), umur perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Return on Assets (X1)
Earning per Shares (X2)
Employee Productivity (X3)
Umur Perusahaan (X4)
Ukuran Perusahaan (X5)
[image:32.595.112.533.194.397.2]BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resources-Based Theory
Resources-Based Theory dipelopori oleh Penrose (1959) yang mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak
homogen, dan jasa produkstif yang berasal dari sumber daya perusahaan yang
memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Dalam Resources-Based Theory, sumber daya dapat secara umum didefinisikan untuk memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang
dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami dan
menerapkan strategi mereka (Daft , 1983).
Sumber daya harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut di bawah ini agar
dapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan, yaitu :
1. Sumber daya yang unik secara fisik.
2. Sumber daya yang memerlukan waktu lama dan biaya yang besar untuk
memperolehnya.
3. Sumber daya unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan oleh pesaing.
4. Sumber daya yang memerlukan investasi modal yang besar untuk
mendapatkannya serta membangun kapasitas produksi dalam skala
ekonomis
menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan
value added bagi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa penting untuk mengelola intellectual capital yang dimiliki. Apabila perusahaan dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, maka perusahaan tersebut akan
memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karateristik tersendiri. Oleh karena itu dengan adanya karateristik yang dimiliki, perusahaan mampu
mencapai keunggulan kompetitif yang nantinya hanya dimiliki oleh perusahaan
itu sendiri. Dan perusahaan pastinya akan mendapatkan nilai tambah yang berupa
peningkatan kinerja perusahaan.
2.2 Kinerja Keuangan Perusahaan
Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan dua dasar elemen,
yaitu elemen keuangan maupun elemen non-keuangan. Pengukuran kinerja
keuangan dapat menggunakan banyak metode pengukuran, di antaranya adalah
market to book value (MtBV), return on assets (ROA), return on equity (ROE),
employee productivity (EP), earnings per share (EPS), annual stock return (ASR) (Jogiyanto, 2008). Pada penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diukur
menggunakan return on assets (ROA), earnings per share (EPS) dan employee productivity (EP). Penggunaan rasio tersebut dalam penelitian ini dianggap telah mampu menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja
2.2.1 Return on Asset (ROA)
Return on assets (ROA) yaitu indikator kemampuan sebuah unit usaha untuk memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh unit usaha tersebut.
ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak
dengan total aktiva (Net Income dibagi Total Assets). (Munawir, 2002). Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki
perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap
aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik
profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba.
Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan
perusahaan tersebut (Munawir, 2002).
2.2.2 Earning Per Share (EPS)
Menurut Tandelilin (2001: 241), “komponen penting pertama yang harus
diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau yang
lebih dikenal sebagai Earning Per Share (EPS)”. Bagi para investor, informasi
earning per share merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena dapat menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin, 2001: 233). Oleh karena itu, informasi earning per share suatu perusahaan menunjukkan besarnya rupiah dari keuntungan perusahaan yang siap
EPS = Laba Bersih
Jumlah Saham yang Beredar
Semakin besar nilai EPS menunjukkan perusahaan mampu memberikan
laba yang lebih tinggi bagi investor.
2.2.3 Employee Productivity (EP)
Bambang Kusriyanto (1993) memberikan pendapatnya bahwa
produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output) dan
segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input). Employee productivity (EP) merupakan pengukuran untuk nilai tambah bersih per karyawan, yang merefleksikan produktivitas karyawan. EP merupakan perbandingan antara
hasil yang dicapai oleh perusahaan dengan jumlah tenaga kerja perusahaan.
2.3 Umur Perusahaan
Umur perusahaan digunakan untuk mengukur pengaruh lamanya
perusahaan beroperasi terhadap kinerja perusahaan. Umur perusahaan
menunjukkan perusahaan tetap eksis, mampu bersaing dan memanfaatkan peluang
bisnis dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui umur perusahaan, maka
akan diketahui pula sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive.
Selama ini penelitian tentang intellectual capital yang menggunakan umur perusahaan hanya yang berhubungan dengan pengungkapan informasi intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan. Ulum (2009) menunjukkan bahwa umur perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan pengungkapan
Alasan yang mendasari memasukkan umur perusahaan ini adalah bahwa
semakin tua umur perusahaan, maka memiliki pengalaman yang lebih banyak
dalam pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital akan menjadi lebih optimal dan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja intellectual capital
tersebut. Sehingga selain kinerja yang meningkat nilai reputasi perusahaan pun
akan semakin tinggi pula.
2.4 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang tampak
dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan
Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran
suatu perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana
lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan
intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja
intellectual capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
2.5 Intellectual Capital
Intellectual capital pada umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari
financial capitalnya. Hal ini berdasarkan observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah bisnis yang
dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh
akuntan (Roslender dan Fincham, 2004).
Stewart (1994) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:
“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth”.
Pulic (2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai seluruh karyawan, perusahaan dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah bagi
perusahaan. Sedangkan menurut Heng (2006) mengartikan intellectual capital
sebagai suatu aset pengetahuan di dalam perusahaan yang menjadi basis kompetisi
inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing.
Walaupun sampai sekarang belum ada definisi umum mengenai pengertian
intellectual capital, kebanyakan definisi menangkap arti yang sama bahwa
intellectual capital dianggap sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai
lebih (tambah) bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi
(Sawarjuwono dan Kadir, 2003).
2.6 Pengukuran Intellectual Capital
Ada banyak konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan oleh para peneliti saat ini, jika ditelaah lebih jauh maka metode yang
dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu :
pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran monetary (financial).
menilai kinerja perusahaan (Knight 1999). Sementara itu Thornburg (1994)
mengutip pendapat Edvinsson menyatakan bahwa:
“Non financial measures that help a company determine direction and predict success might include the number of costumers the company has, the number of ideas customer bring to the company and how they are developed, the number of software packages compared to the number of employees, how many people are tied into the internet system, how much networking is done between customers and employees, and similar measures that show the relationship between human, customer and structural capital.”
Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan penelitian dalam
pengukuran intellectual capital, baik secara literatur maupun penerapan langsung pada perusahaan. Diawali tahun 1992, Arthur Andersen melaksanakan riset
terhadap penilaian aset tidak berwujud. Survey dilakukan pada sejumlah
perusahaan di Inggris. Dari hasil survey tersebut Andersen memberikan beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menilai aktiva tidak berwujud perusahaan
(Partanen 1998), yaitu:
1. Market Based, yang meliputi nilai pasar yang dapat disamakan.
2. Economic Based, meliputi net cash flow/earnings, kontribusi brand, metode royalti.
3. Hybrid Based Model, meliputi pendekatan aset dan premium (PE). Menurut Luthy (2000) metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu: metode yang dilakukan
tingkatan organisasi tanpa mengacu pada komponen–komponen individual
intellectual capital.
2.7 Metode VAICTM
VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998),
didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk
menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1998). VA secara teknik merupakan penjumlahan
retained profit, interest expense, salaries and wages, depreciation, dividend, minority share, dan tax untuk pemerintah. Oleh karena itu, VA didefinisikan sebagai peningkatan pada nilai bersih perusahaan dikarenakan kegiatan operasi
perusahaan.
Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut
dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added). VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana
merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi
(Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE (Structure Capital Efficiency) (Pulic, 1998).
2.7.1 Value Added Capital Employed (VACA)
VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh satu unit
dari physical capital. VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan model fisik yang bekerja (Capital Employed/CA). Capital employed ini menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya,
baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal
dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta
hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar
(Belkaoui, 2003). Dalam proses penciptaan nilai intelektual potensial yang
direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak dihitung sebagai biaya (input) (Tan
et al., 2007).
Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit CA menghasilkan
return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut mampu memanfaatkan CA dengan lebih baik. Jadi pemanfaatan lebih CA adalah
bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan. VACA menjadi sebuah indikator kemampuan
intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya (Tan et al,. 2007).
VAHU mengindikasikan seberapa besar value added (VA) yang diciptakan oleh setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (Tan et al., 2007). Stewart (1997) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen sehingga konsumen
tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau
karyawan sebagai aset strategi perusahaan karena pengetahuan yang mereka
miliki. VAHU dihitung dengan membagi value added yang diciptakan perusahaan dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa HC sebagai suatu investasi daripada sebagai expenses dan aakan diakui sebagai aset pada neraca (Pulic, 2000 dalam Saleh et al., 2008).
Hubungan antara VA dan human capital (HC) mengindikasikan bahwa kemampuan HC adalah menciptakan nilai pada sebuah perusahaan. Pulic (1998)
berpendapat bahwa biaya gaji dan upah merupakan indikator bagi HC. Ketika
VAHU dibandingkan antar perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas
sumber daya perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan
menghasilkan nilai tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC
(Kuryanto dan Syafruddin, 2008).
2.7.3 Structural Capital Value Added (STVA)
STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan
sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi
pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi. Penciptaan dari
structural capital ini berhubungan dengan pengetahuan atau nilai dari seseorang yang tidak akan begitu saja hilang kalau yang bersangkutan meninggalkan
perusahaan karena pengetahuannya telah dirangkum dalam data base, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan nilainya.
Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan
membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi
modal struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi HC dalam
penciptaan nilai maka akan semakin besar kontribusi SC (Tan et al., 2007). Pulic (1998) menyatakan terdapat hubungan proposi yang berkebalikan antara HC dan
SC.
[image:43.595.115.501.500.746.2]2.8 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
1 Steven Firer (2002) Firm ownership Structure and Intellectual capital disclosure Independen : Intellectual Capital Disclosure (ICD) Dependen : Ownership diffusion, kepemilikan manajemen, kepemilikan pemerintah.
Pelaporan intellectual capital cenderung lebih sedikit pada perusahaan yang kepemilikannya tidak
menyebar. Perusahaan dengan kepemilikan
manajemen yang tinggi lebih sedikit dalam melaporkan
No. Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
2 Sonnier dan Carson, 2009 An Examination of The Impact of Firm Size and Age on Managerial Disclosure of Intellectual Capital by High-Tech Companies Independen: Ukuran dan umur perusahaan. Dependen : Level pengungkapan intellectual capital
Faktor umur perusahaan memiliki hubungan timbal balik dengan
pengungkapan intellectual capital yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Klasifikasi umur lebih banyak mengungkapkan intellectual capital dibandingkan dengan perusahaan yang berdasarkan klasifikasi ukuran.
3 Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008
Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan ; Suatu Analisi dengan Pendekatan Partial Least Squares Independen : Intellectual Capital Dependen : Kinerja keuangan (ROE, EPS, dan ASR)
Secara statistik terbukti terdapat pengaruh
intellectual capitalterhadap kinerja keuangan. Secara statistik terdapat pengaruh
No. Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
4 Norman Mohd. Saleh, Mara Ridhuan Che Abdul Rahman, dan Mohamat Sabri Hasan (2008) Pengaruh struktur kepemilikan keluarga, manajemen, pemerintah dan asing terhadap variasi kinerja intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di Bursa MESDAQ Malaysia Independen : Kepemilikan manajerial, keluarga, asing dan pemerintah. Dependen : VAICTM Kontrol : ROA, leverage, ukuran perusahaan. Kepemilikan keluarga memiliki pengaruh yang negatif yang signifikan pada kinerja intellectual capital. Sedangkan kepemilikan manajerial, pemerintah dan asing tidak memiliki pengaruh signifikan pada kinerja
intellectual capital.
No. Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
6 Gelisha Dian Kharisma Putri (2011) Pengaruh struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI Independen : Struktur kepemilikan, umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Dependen: Kinerja Intellectual Capital
Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital, sedangkan kepemilikan asing dan ukuran
perusahaan berpengaruh positif yang signifikan
Sumber : Data diolah (2014)
2.9 Kerangka Konseptual
Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dampak
kinerja keuangan perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan terhadap
kinerja intellectual capital. Intellectual capital saat ini semakin menjadi aspek penting di dalam keberlangsungan hidup perusahaan. Abidin (2000) menyatakan
bahwa jika perusahaan-perusahaan mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu
manajemen yang berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia
akan dapat bersaing dengan menggunakan keuanggulan kompetitif yang diperoleh
melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk-produk
intellectual capital menjadi tiga bentuk dasar, yaitu modal manusia (human capital), modal struktural (structural capital) dan modal pelanggan (customer capital).
Variabel penelitian yang digunakan adalah ukuran, umur dan kinerja
keuangan perusahaan. Variabel independennya yaitu kinerja keuangan
perusahaan, ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Sedangkan variabel
dependennya adalah intellectual capital secara agregat (value added intellectual capital) atau VAIC. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan
proksi return on assets (ROA), yaitu ukuran profitabilitas perusahaan, earning per shares (EPS) yaitu ukuran pendapatan per lembar saham employee productivity
(EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Intellectual capital diukur dengan model value added intellectual capital secara agregat (VAIC). Adapun komponen VAIC meliputi value added capital employee (VACA), yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan, value added human capital (VAHU), yaitu kalkulasi dari kemampuan SDM perusahaan, dan
structural capital value added (STVA), yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan.
2.9.1 Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Kinerja Intellectual Capital
Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas menilai kinerja perusahaan.
ROA menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola aset
Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja
keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan
masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin
mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva
yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA
maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut.
2.9.2 Pengaruh Earning Per Shares (EPS) terhadap Kinerja Intellectual Capital
Earning per shares menunjukkan besarnya laba yang diperoleh investor dalam penanaman modalnya di suatu perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Semakin tinggi intellectual capital yang dimanfaatkan oleh perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai EPS. Jika EPS suatu perusahaan
semakin tinggi, investor akan bersedia menanamkan investasi pada perusahaan
tersebut. (Pramestiningrum, 2013)
2.9.3 Pengaruh Employee Productivity (EP) terhadap Kinerja Intellectual Capital
Employee productivity (EP), yaitu ukuran produktivitas karyawan dalam perusahaan. Peningkatan profitabilitas perusahaan juga dapat disebabkan oleh
efektifitas kinerja para karyawan perusahaan. Semakin tinggi tingkat produktifitas
menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memanfaatkan aspek kinerja
intellectual capital dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia dan organisasi.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual 2.8.2 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual maka hipotesis yang dirumuskan dalam
penelitian ini yaitu Return on Assets (ROA), Earning per Shares (EPS), Employee Productivity (EP), umur perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja Intellectual Capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Return on Assets (X1)
Earning per Shares (X2)
Employee Productivity (X3)
Umur Perusahaan (X4)
Ukuran Perusahaan (X5)
[image:49.595.112.533.194.397.2]BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian sebab akibat (casual research), yaitu untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya
(Sekaran 2007:164).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013 melalui media internet dengan
menggunakan situs www.idx.co.id .
3.3 Batasan Operasional Penelitian
Adapun yang menjadi batasan operasional pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini, yaitu perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode
penelitian dari tahun 2010-2013.
2. Variabel independen dalam penelitian ini adalah return on assets (ROA),
3. Data yang digunakan mencakup laporan keuangan perusahaan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penelitan yang baik adalah penelitian yang dilakukan secara terfokus dan
mendalam. Agar penelitian data dilakukan secara terfokus, maka tidak semua
masalah diteliti. Penelitian ini hanya melibatkan enam variabel yang terdiri atas
satu variabel terikat (dependen) dan enam variabel bebas (independen).
3.4 Definisi Operasional Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti, yaitu :
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel independen. Variabel dependen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kinerja intellectual capital yang merupakan penciptaan nilai yang diperoleh atas pengelolaan intellectual capital. Variabel dependen biasa dilambangkan dengan Y. Kinerja intellectual capital diukur dengan menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (1998, 2000). Formulasi dan tahapan penghitungan nilai VAICTM adalah
sebagai berikut :
3.4.1.1 Value Added (VA)
Tahap pertama dengan menghitung Value Added (VA). VA dihitung dengan mengg