• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALIH FUNGSI LAHAN PADI MENJADI KARET DI DAERAH IRIGASI WAY RAREM PULUNG KENCANA KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ALIH FUNGSI LAHAN PADI MENJADI KARET DI DAERAH IRIGASI WAY RAREM PULUNG KENCANA KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

LAND USE CONVERSION FROM PADDY FARMING TO RUBBER PLANT IN WAY RAREM IRIGATION AREA PULUNG KENCANA WEST TULANG BAWANG DISTRICT

By

Anisa Maya Sari

This research aims to: (1) determine factors that affect the size of land use conversion from paddy farming to rubber plant; (2) farmers’ income and;

(3) welfare of farmers who converted the land use.

This research was conducted in the Regional Irrigation area of Way Rarem Pulung Kencana, West Tulang Bawang Regency. Data were taken from March to April 2015. The sample consisted of 54 farmers in three sub-districts taken using Simple Random Sampling Method. They were 27 farmers from Tulang Bawang Tengah sub-district, 15 farmers from Tumijajar sub-district, and 12 farmers from Tulang Bawang Udik sub-district. Data were analyzed using a multiple linear regression, revenue analysis, and the level of welfare based on criteria of Sajogyo and the Central Bureau of Statistics.

The results showed that: (1) The factors that affect the land use conversion is the area of land and the percentage of irrigated paddy field throughout the year; (2) The economic value of the land (land rent) of rubber farming is 2.85 times larger than the land rent of paddy farming; (3) Based on the Sajogyo criteria (1997), 87.04 percent of respondents are categorized prosperous enough, while based on the criteria of the Central Bureau of Statistics (2007), all the farmer respondents belong to prosperous category.

(2)

ABSTRAK

ALIH FUNGSI LAHAN PADI MENJADI KARET DI DAERAH IRIGASI WAY RAREM PULUNG KENCANA

KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Oleh

Anisa Maya Sari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet;

(2) Pendapatan petani; dan (3) Tingkat kesejahteraan petani lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet.

Penelitian ini dilakukan di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Kabupaten Tulang Bawang Barat. Data penelitian diambil dari bulan Maret sampai April 2015. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Metode Sampel Acak Sederhana. Sampel terdiri dari 54 orang yang terdiri dari petani di Kecamatan Tulang Bawang Tengah adalah 27 sampel, petani di Kecamatan Tumijajar adalah 15 sampel, dan petani di Kecamatan Tulang Bawang Udik adalah 12 sampel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda, analisis pendapatan, dan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani berdasarkan kriteria Sajogyo dan Badan Pusat Statistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah luas lahan dan persentase luasan sawah yang terairi sepanjang tahun; (2) Nilai ekonomi lahan (land rent) usahatani karet lebih besar 2,85 kali dibandingkan land rent usahatani padi; (3) Berdasarkan kriteria Sajogyo (1997), 87,04 % petani responden termasuk kategori cukup sejahtera, sedangkan berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik (2007), seluruh petani responden masuk dalam kategori sejahtera.

(3)

ALIH FUNGSI LAHAN PADI MENJADI KARET DI DAERAH IRIGASI WAY RAREM PULUNG KENCANA

KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Oleh

ANISA MAYA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Sudi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ALIH FUNGSI LAHAN PADI MENJADI KARET DI DAERAH IRIGASI WAY RAREM PULUNG KENCANA

KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT (Skripsi)

Oleh

ANISA MAYA SARI

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran analisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang

Barat ... 39 2. Pola tanam padi musim pertama dan kedua di Daerah Irigasi Way

Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 80 3. Pola tanam karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

A. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Konsep Alih Fungsi Lahan ... 13

2. Teori Pendapatan ... 15

3. Teori Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) ... 18

4. Tingkat Kesejahteraan... 22

5. Hasil Penelitian Terdahulu ... 31

B. Kerangka Pemikiran ... 38

C. Hipotesis ... 40

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 41

B. Penentuan Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 45

C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data ... 47

D. Metode Analisis Data ... 47

(7)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 61

A. Daerah Irigasi Way Rarem ... 61

B. Letak Geografis, Topografi, Demografi, dan Pertanian Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 63

1. Keadaan Umum Kecamatan Tumijajar ... 67

2. Keadaan Umum Kecamatan Tulang Bawang Tengah ... 68

3. Keadaan Umum Kecamatan Tulang Bawang Udik ... 70

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Keadaan Umum Responden ... 72

1. Umur Responden ... 72

2. Tingkat Pendidikan Responden ... 73

3. Tanggungan Keluarga Responden ... 74

4. Jenis Pekerjaan Responden ... 76

5. Pengalaman dalam Berusahatani ... 77

6. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan ... 78

B. Keragaan Usahatani ... 79

1. Pola Tanam ... 79

2. Penggunaan Sarana Produksi ... 81

a. Penggunaan Benih ... 81

b. Penggunaan Pupuk ... 82

c. Penggunaan Pestisida ... 83

d. Penggunaan Tenaga Kerja ... 85

e. Penggunaan Peralatan ... 87

f. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Usahatani Karet ... 90

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Lahan Padi yang Dialih Fungsi Menjadi Tanaman Karet ... 92

D. Perbandingan Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Usahatani Padi Dan Usahatani Karet ... 100

E. Analisis Kesejahteraan ... 102

(8)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas lahan sawah menurut Provinsi di Sumatera tahun 2009-2013 ... 3

2. Luas lahan sawah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun 2009-2013 ... 5

3. Luas lahan alih fungsi lahan sawah daerah irigasi Way Rarem Tulang Bawang Barat tahun 2008-2012 ... 7

4. Luas lahan perkebunan menurut komoditi di Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2010-2013 ... 9

5. Ringkasan penelitian terdahulu ... 32

6. Indikator tingkat kesejahteraan menurut BPS Susenas 2014 disertai variabel, kelas dan skor ... 56

7. Luas areal wilayah kerja satuan pelaksana OP Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2011 ... 62

8. Luas areal berdasarkan saluran satuan pelaksana OP Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2011 ... 63

9. Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2012 ... 65

10. Sebaran responden berdasarkan kelompok umur ... 73

11. Sebaran responden menurut tingkat pendidikan ... 74

12. Sebaran responden menurut jumlah anggota keluarga... 75

13. Sebaran responden menurut jumlah pekerjaan ... 76

14. Sebaran responden menurut pengalaman berusahatani... 78

(10)

17. Rata-rata penggunaan pupuk untuk tanaman padi di lahan sawah irigasi per usahatani dan per hektar di Daerah Irigasi Way Rarem ... 82

18. Rata-rata penggunaan pupuk untuk tanaman karet di Daerah Irigasi

Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat ... 83

19. Jenis pestisida yang digunakan petani alih fungsi di Daerah Irigasi

Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat ... 84

20. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani padi di Daerah Irigasi

Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 86

21. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani karet di Daerah Irigasi

Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 86

22. Rata-rata nilai penyusutan alat pada usahatani padi di Daerah Irigasi

Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 88

23. Rata-rata nilai penyusutan alat pada usahatani karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 88

24. Rata-rata nilai investasi alat pada usahatani karet di Daerah Irigasi

Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 89

25. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan nisbah penerimaan (R/C) petani padi per usahatani dan per hektar di Daerah Irigasi Way

Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat ... 90

26. Hasil analisis regresi linier berganda faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet di

Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 94

27. Perbandingan rata-rata nilai ekonomi (land rent) usahatani padi dan usahatani karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

Kabupaten Tulang Bawang Barat (Rp/tahun) ... 101

28. Rekapitulasi rata-rata pengeluaran rumah tangga petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang

Bawang Barat ... 103

29. Kriteria kemiskinan (Sajogyo) rumah tangga petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang

(11)

31. Skor perolehan indikator kesehatan keluarga petani responden di

Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat ... 114

32. Skor perolehan indikator pendidikan keluarga petani responden di

Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat .... 115

33. Skor perolehan indikator ketenagakerjaan keluarga petani responden di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat 116

34. Skor perolehan konsumsi keluarga petani responden di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat ... 117

35. Skor perolehan indikator perumahan keluarga petani responden di

Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat .... 118

36. Skor perolehan indikator sosial, budaya, dan keagamaan keluarga petani responden di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

Tulang Bawang Barat ... 119

37. Identitas responden petani alih fungsi lahan padi menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten

Tulang Bawang Barat ... 128

38. Biaya sarana produksi padi petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way

Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 129

39. Penyusutan alat-alat pertanian padi petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang

Barat ... 133

40. Persentase penggunaan luasan sawah yang terairi sepanjang tahun petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 135

41. Penggunaan tenaga kerja usahatani padi petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang

Barat ... 136

42. Pendapatan usahatani padi petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way

Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 139

43. Biaya sarana produksi usahatani karet petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang Bawang

(12)

45. Penyusutan alat-alat pertanian usahatani karet petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang

Bawang Barat ... 146

46. Penggunaan tenaga kerja usahatani karet petani alih fungsi

di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten Tulang

Bawang Barat ... 149

47. Produksi, penerimaan, dan biaya produksi usahatani karet petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Kabupaten

Tulang Bawang Barat ... 153

48. Nilai ekonomi lahan (land rent) usahatani padi dan usahatani karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang

Barat ... 155

49. Faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat ... 156

50. Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way

Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat (pengujian ke-1) ... 157

51. Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang Bawang Barat (pengujian ke-2 dengan hasil paling baik) ... 158

52. Indikator kesejahteraan Sajogyo berdasarkan pengeluaran pangan petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 159

53. Indikator kesejahteraan Sajogyo berdasarkan pengeluaran non pangan petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 165

54. Indikator kesejahteraan Sajogyo berdasarkan pengeluaran rumah tangga petani alih fungsi di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung

Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 170

55. Kriteria kesejahteraan berdasarkan 7 (tujuh) indikator Badan Pusat

(13)
(14)
(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 18 November

1992 dari pasangan Bapak Salman dan Ibu Sundari.

Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di

SD Xaverius Dipasena Tulang Bawang pada tahun 2005,

Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP TMI Metro pada tahun

2008, dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Metro

pada tahun 2011. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian,

Jurusan Agribisnis pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) undangan.

Pada tahun 2012, penulis mengikuti kegiatan Homestay selama 5 hari di Desa

Gerning Kabupaten Pesawaran. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Praktik

Umum (PU) selama 30 hari di PT Huma Indah Mekar di Penumangan Baru,

Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Kuliah

Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Sukorahayu, Kecamatan Labuhan

(16)

kuliah Pengembangan Masyarakat semester genap tahun ajaran 2012/2013 dan

semester ganjil tahun ajaran 2013/2014, Asisten Dosen mata kuliah Perencanaan

dan Evaluasi Proyek semester ganjil tahun ajaran 2013/2014, Asisten Dosen mata

kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 dan

semester genap tahun ajaran 2014/2015, Asisten Dosen mata kuliah Dasar-dasar

Penyuluhan dan Komunikasi semester genap tahun ajaran 2014/2015, dan Asisten

Dosen mata kuliah Komunikasi Bisnis semester genap tahun ajaran 2014/2015.

Selain itu, penulis juga pernah menjabat sebagai anggota Bidang I

(Pengembangan Akademik dan Profesi) pada organisasi Himpunan Mahasiswa

Sosial Ekonomi Pertanian (HIMASEPERTA) periode 2012-2013 dan Bendahara

(17)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala curahan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta

salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, teladan bagi seluruh

umat manusia. Penulis menyadari bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan

skripsi ini tanpa bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono., M.P., sebagai Dosen Pembimbing pertama, yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis

serta memberikan masukan, arahan, dan nasihat kepada penulis.

2. Ir. Eka Kasymir., M.Si., selaku Dosen Pembimbing kedua, yang juga telah

bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis serta

memberikan masukan, arahan, dan nasihat kepada penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin., M.Sc., sebagai Dosen Penguji Skripsi, atas

saran dan arahan yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Orang tuaku tercinta Ayahanda Salman dan Ibunda Sundari atas semua

limpahan kasih sayang, doa, dukungan, dan motivasi yang luar biasa.

5. Adikku terkasih Safira Wati atas dukungan dan semangat yang telah

(18)

7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis (Mba Iin, Mba Ayi, Mas

Bukhari, Mas Kardi, Pak Margono, dan Mas Boim), atas semua bantuan yang

telah diberikan.

8. Kedua adik angkatku Yohilda Elva Putri dan Arienda Mustikawati atas

semangat, motivasi, keceriaan, dan kebersamaan yang telah diberikan kepada

penulis sehingga membuat hari-hari penulis semakin berwarna.

9. Saudara-saudara tersayangku Shinta Fitrihanny, Ricky Pratama, S.H., Richard

Brahma Dhany, S.H., Fahriko Adisa, Fahrezi, Maryuli, Febri Firmansyah.,

Amd., Dini Purnama, atas semangat dan dukungan yang selalu diberikan

kepada penulis.

10. Sahabat-sahabat terbaik selama masa kuliah Trie Harrini, Dian Ika Sari, Bayu

Suci Catur Sunarya, Faridatu Ch. Alimah, Elisa, Venny Unida Lugara, Wulan

Juwita Sianturi, Eka Ratna Sari., S.A.B atas bantuan, keceriaan, dan semangat

yang telah diberikan kepada penulis.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan Deti D, Maryana, Meri Fatmalasari, Juwita, Ni

Wayan, Anna Maryani, Adyguna WF, Fadloli Akhmad, Arif Setiawan, Dian

E, Niken W, Dita P, Fadlan, Sartika, Aldino A yang telah menyediakan waktu

untuk berdiskusi dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Rekan-rekan seperjuangan Agribisnis 2011, Yanuar, Clara, Azmi, Nadia,

Tunjung, Emalia, Lukyta, Friska, Namira, Intan, Haliana, Ayu Permata, Bobi,

Gadung, Elvany, Elsa, Fachira, Aprilia, Evie, Novita, Alghozia, Ari N, Ayu

(19)

Moriska, Tri Pujiana, Yuda, Gustam, Fergany, Faisal, Graha, Didit, Kausar,

Habibi, Aan, Ade, Nyoto, Pram, Pumai, Radot, Rafika, Ratu, Ester, Sandy,

Pei, Lilik, Geta, Wiji, Winda, Yaqub, Yefrika, dan teman-teman Agribisnis

2011 lainnya, atas pengalaman dan kebersamaan yang telah diberikan.

13. Rekan seatap dan serumah, Fitri Nur’aini, Ayu Ok, Mba Ratih, Mas Arby,

Janah atas canda, tawa, yang selalu diberikan setiap hari kepada penulis.

14. Kakak-kakak Agribisnis Umiyati Kalsum, S.P., Nita Oktami, S.P., Wida Ayu

Winarni, S.P., Novita Setiani, S.P., Tyas Sekartiara S.P., Yoandra Yoga P,

S.P., Ni Wayan Hari Bakti, S.P., Yuni Elmita Sari, S.P., dan lain-lain yang

tidak bisa disebutkan satu per satu.

15. Adik-adik Agribisnis 2012 Santi, Dhevi, Paras, Mei, Uni, Susi, Cherli dan

adik-adik angkatan 2013 dan 2014 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

16. Semua pihak yang telah membantu penulis demi terselesaikannya skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

Bandar Lampung,16 Oktober 2015

Penulis,

(20)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda

perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat

Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor

pertanian memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, seperti

peningkatan ketahanan nasional, penyerapan tenaga kerja, peningkatan

pendapatan masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

(PDRB), perolehan devisa melalui ekspor-impor, dan penekanan inflasi.

Sektor pertanian mempunyai beberapa masalah salah satunya yaitu konversi

lahan atau alih fungsi. Permasalahan alih fungsi lahan saat ini terus mengalami

peningkatan dan menjadi persoalan besar yang harus diselesaikan dalam

menghadapi pembangunan pada sektor pertanian. Menurut Utomo (1992), alih

fungsi lahan atau konversi lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke

penggunaan lahan lainnya. Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang

(21)

Peraturan yang mengendalikan alih fungsi lahan muncul dengan lahirnya

Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi

terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya

pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan

terjangkau. Keadaan jumlah penduduk yang terus meningkat,

ancaman-ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kerisauan bahwa akan

terjadi keadaan rawan pangan pada masa yang akan datang. Akibatnya dalam

waktu yang akan datang, Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan

pangan serta tentunya lahan pangan.

Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap

kawasan dan lahan pertanian pangan serta menjamin tersedianya lahan

pertanian pangan secara berkelanjutan. Namun dalam implementasinya,

Undang-undang No.41 Tahun 2009 mempunyai permasalahan tersendiri. Hal

ini disebabkan banyak daerah yang belum membuat Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW)-nya, yang antara lain didalamnya juga harus menetapkan

alokasi lahan untuk pertanian pangan.

Persoalan alih fungsi lahan harus dicarikan solusi pemecahannya karena

melihat juga dampak yang ditimbulkan dapat merugikan petani khususnya dan

masyarakat Indonesia pada umumnya. Adanya alih fungsi lahan pertanian

khususnya lahan sawah akan mempengaruhi produksi beras yang mana

merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia sehingga akan berpengaruh

(22)

Indonesia merupakan konsumen terbesar terhadap beras sebagai sumber bahan

pangan utama. Luas areal panen dan produktivitas tanaman merupakan faktor

utama peningkatan produksi padi nasional di Indonesia. Lahan dijadikan

tempat aktivitas untuk bercocok tanam. Lahan dapat dikelola untuk pertanian

padi . Namun, beberapa tahun terakhir pertumbuhan luas lahan menjadi

masalah yang sangat serius seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, karena

lahan pertanian sawah telah dialihfungsikan ke non pertanian dan perkebunan.

Luas lahan sawah di Indonesia per tahun berbeda-beda dilihat mulai tahun

2009-2013. Berikut disajikan dalam tabel luas lahan sawah setiap provinsi di

Sumatera.

Tabel 1. Luas lahan sawah menurut provinsi di Sumatera tahun 2009-2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Berdasarkan Tabel 1, kenaikan dan penurunan luas areal sawah terjadi pada

setiap provinsi yang ada di Sumatera. Lahan percetakan sawah mengalami

perubahan rata-rata sebesar 5,38 persen di Sumatera. Perubahan tersebut

dikatakan masih sangat rendah akibat adanya punyusutan setiap tahunnya.

(23)

tahun 2013. Pada tahun 2011 sampai 2012 terjadi penurunan luas areal sawah

cukup pesat.

Salah satu penurunan luas lahan sawah tersebut terjadi di Provinsi Lampung.

Luas lahan sawah pada tahun 2009 sebesar 349.144 ha mengalami penurunan

pada tahun 2010 menjadi 345.437 ha. Kemudian pada tahun 2011 sampai 2013

mengalami kenaikan dan penurunan luas lahan sawah yang diakibatkan oleh

alih fungsi lahan. Rata-rata perubahan luas lahan sawah di Provinsi Lampung

menunjukan angka sebesar 0,81 persen artinya terjadi perubahan sebesar 0,81

persen setiap tahunnya.

Kenaikan dan penurunan luas lahan per tahun disetiap kabupaten/kota di

Provinsi Lampung menjadi sorotan utama terhadap peningkatan hasil produksi

padi lampung. Keberhasilan produksi pertanian seperti tanaman padi-padian,

ketersediaan air sangatlah penting. Produktivitas sulit ditingkatkan tanpa

penyediaan air secara terus-menerus. Keadaan musim hujan dan musim

kemarau yang tidak stabil akan menjadi salah satu penyebab gagal panen.

Bagi Indonesia, sistem dan jaringan irigasi mengalami kendala serius karena

kapasitas simpan air yang dimiliki tanah-tanah di Indonesia menurun drastis

dan sangat mengkhawatirkan. Praktik kebiasaan pasca panen dengan

membakar jerami dan sisa tanaman, penggunaan bahan kimia yang berlebihan

juga turut mempengaruhi kandungan bahan organik tanah, sehingga kekeringan

(24)

Pembangunan proyek irigasi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perairan

pertanian juga sekaligus sebagai sarana untuk mencegah adanya banjir.

Namun, pembangunan saluran irigasi ini tidak berjalan dengan baik di provinsi

Lampung dan hal ini menjadi alasan banyak petani mengalihfungsikan lahan

sawah ke lahan perkebunan. Akibatnya terjadi kenaikan dan penurunan luas

lahan sawah dari tahun 2009-2013. Berikut disajikan dalam tabel luas lahan

sawah per kabupaten/kota di Provinsi Lampung.

Tabel 2. Luas lahan sawah menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2009-2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Ket: (-) = Data masih bergabung dengan kabupaten induk

Berdasarkan Tabel 2, Kabupaten Tulang Bawang Barat mengalami penurunan

(25)

pada tahun 2012 sebesar 10.907 ha mengalami kenaikan pada tahun 2013

menjadi 12.629 ha. Perubahan luas lahan sawah di Kabupaten Tulang Bawang

Barat menunjukkan angka sebesar 0,75 artinya masih rendah akibat adanya

penyusutan dari tahun 2010 sampai tahun 2012. Penentuan lokasi penelitian di

Kabupaten Tulang Bawang Barat dipilih karena kabupaten ini merupakan

kabupaten baru hasil pemekaran dari Tulang Bawang serta luas lahan dan

produksi tanaman karet mengalami kenaikan selama 4 tahun terakhir yaitu

pada tahun 2010 sampai tahun 2013 (Dinas Perkebunan, 2014). Luas lahan

sawah pada tahun 2010 sebesar 12.481 ha mengalami penurunan sebesar 11,2

persen sehingga pada tahun 2011 luas lahan sawah menjadi 11.082 ha.

Penurunan kembali terjadi sebesar 1,57 persen pada tahun 2011 sebesar 11.082

turun menjadi 10.907 ha. Penurunan luas lahan sawah berkurang karena

banyak petani yang mengalihfungsikan lahannya terhadap komoditi

perkebunan seperti tanaman karet.

Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tuba Barat) merupakan kabupaten baru

hasil pemekaran dengan Kabupaten Tulang Bawang. Lahan pertanian yang

ada banyak ditanami padi oleh masyarakat petani. Setiap petani memiliki luas

lahan padi rata-rata sebesar 2 ha dengan rincian sebesar 1,75 ha petak sawah

dan 0,25 ha untuk tempat tinggal mereka. Namun, seiring bertambah jumlah

penduduk dan bertambahnya aktivitas ekonomi sebagai pusat pemekaran

kabupaten, luas lahan sawah dialihfungsikan oleh beberapa petani menjadi

(26)

Proyek pembangunan irigasi oleh pemerintah Tuba Barat dari tahun ketahun

menuai permasalahan. Pemerintah memberikan bantuan bibit tanaman

perkebunan dijadikan alasan oleh masyarakat untuk melakukan pembongkaran

saluran irigasi karena lahan sawah akan dialihfungsikan menjadi lahan

perkebunan. Selain itu, pemerintah juga memberikan kebebasan kepada petani

untuk mengusahakan lahan pertanian terhadap jenis tanaman yang

menguntungkan sesuai dengan Undang-undang No 12 tahun 1992 tentang

Sistem Budidaya Tanaman. Saluran irigasi Tuba Barat berasal dari bendungan

Way Rarem terletak di desa Pekurun, Kecamatan Abung Barat. Berikut dapat

disajikan luas lahan alih fungsi Satuan Pelaksana Daerah Irigasi Way Rarem,

Pulung Kencana, Tulang Bawang Barat.

Tabel 3. Luas lahan alih fungsi lahan sawah daerah irigasi Way Rarem Tulang Bawang Barat tahun 2008-2012

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, 2014

Bendungan Way Rarem merupakan bendungan yang berfungsi sebagai irigasi

(27)

sebagai objek wisata yang berjarak sekitar 36 km dari Kotabumi. Way Rarem

memiliki luas 49,2 ha, tinggi bendungan 59 m, dan kedalaman air setinggi

32 km. Daerah irigasi Way Rarem mencakup wilayah kecamatan Abung

Timur, Tulang Bawang Tengah, Tulang Bawang Udik, dan Kotabumi.

Berdasarkan Tabel 3, luas lahan sawah baku di Tuba Barat mengalami

penyusutan akibat alih fungsi. Salah satu wilayah satlak yang mengalami

kenaikan luas lahan alih fungsi yaitu Pulung Kencana. Lokasi satlak Pulung

Kencana ini dipilih karena mengalami alih fungsi luas lahan sawah terbesar

dibanding satlak Tata Karya dan Daya Murni.

Wilayah satlak Pulung Kencana meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu Tulang

Bawang Tengah, Tumijajar, dan Tulang Bawang Udik. Ketiga kecamatan

tersebut meliputi beberapa desa yang tersebar melakukan alih fungsi lahan

sawah. Alih fungsi terdiri dari pergantian lahan menjadi lahan perkebunan

karet, sawit dan sisanya non pertanian (perumahan). Tabel 3 menunjukkan

sebesar 62,15 persen kenaikan luas alih fungsi lahan sawah dari keseluruhan

luas sawah baku yang tersebar di Kabupaten Tuba Barat tiap tahunnya.

Pemerintah Dinas PU menghitung perubahan luas lahan alih fungsi tiap tahun

dengan cara membagi debit air dalam setiap satuan pelaksana pada setiap

hektar lahan sawah yang dimiliki petani di daerah irigasi Way Rarem.

Ketiga kecamatan di wilayah satlak pulung kencana mengalami penyusutan

lahan alih fungsi pada tahun 2009-2010 karena pada tahun 2008 luas lahan alih

fungsi banyak ditanami tanaman singkong, semangka dan palawija.

(28)

difungsikan kembali ke lahan sawah dan pada tahun 2011-2012, luas alih

fungsi mengalami peningkatan kembali karena luas lahan sawah dan non

sawah tidak digunakan untuk padi-padian dan palawija bahkan petani

mengalihfungsikan lahannya menjadi lahan perkebunan. Berikut dapat

disajikan perkembangan luas lahan perkebunan di Kabupaten Tulang Bawang

Barat:

Tabel 4. Luas lahan perkebunan menurut komoditi di Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2010-2013

Sumber: Dinas Perkebunan, 2014

Berdasarkan Tabel 4, luas lahan tanaman karet mengalami kenaikan tertinggi

sebesar 64,54 persen tiap tahun di Kabupaten Tuba Barat. Perkembangan luas

lahan perkebunan karet di Kabupaten Tulang Bawang Barat sangat pesat.

Sebagian besar petani melakukan alih fungsi lahan padi menjadi tanaman

perkebunan karena faktor penerimaan dari kedua usaha tani tersebut.

Petani berfikir bahwa banyak resiko yang akan diterima jika budidaya padi dan

(29)

perkebunan. Harga jual yang tinggi menjadi alasan mereka untuk

mengalihfungsikan lahannya. Tanaman padi memerlukan kecukupan air irigasi

untuk lahan dipandang sulit bagi petani jika dibandingkan dengan ketersediaan

air yang diperlukan oleh tanaman perkebunan. Petani memilih komoditi karet

karena tidak membutuhkan tenaga super dalam perawatan sehingga pendapatan

yang akan diterima lebih besar dibanding pendapatan dari hasil produksi padi.

Pendapatan yang besar dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani beserta

keluarganya (Matondang, 2011).

B.Rumusan Masalah

Lahan merupakan aset terpenting dari kegiatan pertanian. Ketersediaan lahan

yang subur menjadi syarat penting bagi kegiatan pertanian itu sendiri.

Keberadaan dan ketersediaan lahan pertanian perlu dilindungi

keberlanjutannya. Jumlah rakyat Indonesia sebesar 70% adalah petani yang

menggantungkan kehidupannya pada kegiatan pertanian. Air dan tanah

merupakan faktor utama yang saling berkaitan guna peningkatan produktivitas

tanaman khususnya padi. Ketersediaan air irigasi juga sangat penting terhadap

kesuburan tanah atau lahan itu sendiri (Faryadi, 2006).

Petani sebagian besar mempunyai kegiatan pokok di sektor pertanian tanaman

pangan di daerah irigasi Way Rarem, seperti padi-padian dan palawija.

Penggunaan tanah di daerah irigasi ini terdiri atas sawah dan nonsawah. Areal

sawah yang ada telah mengalami banyak alih fungsi, yakni digunakan untuk

(30)

perkebunan karet berdampak positif bagi pendapatan daerah, disisi lain dapat

mengancam ketahanan pangan dengan bertambahnya kegiatan alih fungsi lahan

pertanian tanaman pangan menjadi tanaman perkebunan. Alih fungsi lahan

pertanian pangan berakibat pada berkurangnya produksi pangan daerah.

Seiring bertambah penduduk dan berkurangnya luas lahan pertanian tanaman

padi akan menjadi ancaman terhadap ketahanan pangan di masa mendatang.

Luas lahan pertanian padi yang berkurang akibat alih fungsi menjadi

perkebunan karet berdampak pada berkurangnya hasil produksi pangan daerah

terutama beras. Masalah yang ditimbulkan bersifat permanen yang akan terasa

dalam jangka panjang meskipun alih fungsi lahan sudah tidak terjadi lagi mulai

dari tahun 2013 sampai tahun 2015 mendatang.

Berdasarkan berbagai kenyataan dan permasalahan diatas maka rumusan

masalah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi

menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

Tulang Bawang Barat?

2. Bagaimana pendapatan petani lahan padi yang dialih fungsi menjadi

tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana Tulang

Bawang Barat?

3. Bagaimana tingkat kesejahteraan petani lahan padi yang dialih fungsi

menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

(31)

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan hasil uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah:

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan padi

yang dialih fungsi menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem

Pulung Kencana Tulang Bawang Barat.

2. Untuk menganalisis pendapatan petani lahan padi yang dialih fungsi

menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung Kencana

Tulang Bawang Barat.

3. Untuk menganalisis tingkat kesejahteraan petani lahan padi yang dialih

fungsi menjadi tanaman karet di Daerah Irigasi Way Rarem Pulung

Kencana Tulang Bawang Barat.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sarana dalam

mengaplikasikan ilmu pengetahuan bidang agribisnis yang dipelajari

selama menjalani perkuliahan di Universitas Lampung.

2. Bagi pemerintah, informasi ini dapat menjadi acuan dalam pembuatan

kebijakan pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan pembangunan

pertanian.

3. Bagi civitas akademika, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Konsep Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan

lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain

yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi

lahan itu sendiri (Utomo, dkk, 1992). Pasandaran (2006) menjelaskan

bahwa paling tidak ada tiga faktor, baik sendiri-sendiri maupun

bersama-sama yang merupakan determinan alih fungsi lahan sawah, yaitu:

kelangkaan sumberdaya lahan dan air, dinamika pembangunan, peningkatan

jumlah penduduk.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengalihkan

tanaman padi ke tanaman non padi meliputi luas lahan yang dimiliki petani

di daerah penelitian, kecukupan air irigasi lahan padi, perbedaan penerimaan

usaha tani padi dengan kakao dan sawit, dan kecenderungan perkembangan

harga padi, kakao, dan sawit (Matondang, 2011). Upaya pengendalian alih

fungsi lahan sawah diperlukan agar kawasan pertanian produktif tersebut

(33)

yang dapat ditempuh untuk mengendalikan proses alih fungsi yaitu

pendekatan kelembagaan dan pendekatan ekonomi. Pendekatan

kelembagaan dapat dilakukan dengan menerbitkan larangan alih fungsi

lahan untuk jenis lahan tertentu, sedangkan pendekatan ekonomi ditempuh

dengan memberikan insentif kepada petani agar tidak menjual lahannya

untuk investor.

Ada tiga faktor penyebab terjadinya konversi lahan sawah yaitu faktor

eksternal disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan,

demografi maupun ekonomi, faktor internal disebabkan oleh kondisi

sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan, dan faktor kebijakan

yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan

dengan perubahan fungsi lahan pertanian (Lestari, 2005).

Menurut Ilham, dkk (2008), dampak alih fungsi lahan dapat dipandang dari

dua sisi. Pertama, dari fungsinya lahan sawah diperuntukkan untuk

memproduksi padi mengakibatkan adanya alih fungsi lahan sawah ke fungsi

lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya

perubahan lahan sawah menjadi pemukiman, perkantoran, prasarana jalan

dan lainnya berimplikasi besarnya kerugian akibat sudah diinvestasikannya

dana untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem irigasi.

Sementara itu, volume produksi yang hilang akibat dari alih fungsi lahan

ditentukan oleh pola tanam yang diterapkan pada lahan sawah yang belum

dialihkan, produktivitas usahatani dari masing- masing komoditi dari pola

(34)

2. Teori Pendapatan

Menurut Hernanto (1994), pendapatan merupakan suatu bentuk imbalan

untuk jasa pengelolaan yang menggunakan lahan, tenaga kerja, dan modal

yang dimiliki dalam berusahatani. Kesejahteraan petani akan lebih

meningkat apabila pendapatan petani menjadi lebih besar, atau apabila

petani dapat menekan biaya yang dikeluarkan serta diimbangi dengan

produksi yang tinggi dan harga yang baik. Pengaruh harga dan

produktivitas yang berubah-ubah mengakibatkan pendapatan petani yang

ikut berubah pula. Harga dan produktivitas merupakan faktor

ketidakpastian dalam kegiatan usahatani (Soekartawi, 1995).

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan atau keuntungan

merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Penerimaan

merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga produk

tersebut, sedangkan biaya produksi merupakan hasil perkalian antara jumlah

faktor produksi dengan harga faktor produksi tersebut. Selanjutnya,

Mubyarto (1989) menyatakan bahwa usahatani dapat diketahui

menguntungkan atau tidak secara ekonomi melalui analisis Return Cost

Ratio (R/C rasio). R/C merupakan perbandingan (nisbah) antara

penerimaan dan biaya. Usahatani dikatakan menguntungkan jika

penerimaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan biaya

produksi, dimana perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi selalu

(35)

Pendapatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan usahatani dan

pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan pengurangan dari

penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga adalah

pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani ditambah dengan

pendapatan yang berasal dari kegiatan di luar usahatani. Pendapatan

usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi

(input) yang dihitung dalam periode bulan, tahun, maupun musim tanam.

Pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang diperoleh sebagai akibat

melakukan kegiatan di luar usahatani, misalnya berdagang, mengojek, dan

lain-lain.

Menurut Hernanto (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pendapatan usahatani, yaitu:

a. Luas usaha, meliputi areal pertanaman, luas tanaman, luas tanaman

rata-rata.

b. Tingkat produksi, yang diukur lewat produktivitas/ha dan indeks

pertanaman.

c. Pilihan dan kombinasi.

d. Intensitas perusahaan pertanaman.

e. Efisiensi tenaga kerja.

Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani adalah semua pengeluaran

yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi

dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang

(36)

dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya

dipengaruhi oleh volume produksi. Secara sistematis, untuk menghitung

pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut:

π = Y. Py - ∑ Xi. Pxi – BTT ... (1)

keterangan:

π = Pendapatan (Rp)

Y = Hasil produksi (kg)

Py = Harga hasil produksi (Rp)

Xi = Faktor produksi (i = 1,2,3,....,n) Pxi = Harga faktor produksi ke-i (Rp)

BTT = Biaya tetap total (Rp)

Pendapatan juga dapat dihitung menggunakan rumus (Soekartawi, 1995):

π = TR - TC ... (2)

keterangan:

π = keuntungan/pendapatan

TR = total revenue (total penerimaan) TC = total cost (total biaya)

Sumber pendapatan rumah tangga digolongkan ke dalam dua sektor, yaitu

sektor pertanian (on farm) dan non pertanian (non farm). Sumber

pendapatan dari sektor pertanian dapat dirincikan menjadi pendapatan dari

usahatani ternak, buruh petani, menyewakan lahan dan bagi hasil. Sumber

pendapatan dari sektor non pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari

industri keluarga, perdagangan, pegawai dan jasa (Sajogyo, 1997).

Ukuran pendapatan yang digunakan untuk tingkat kesejahteraan keluarga

adalah pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari bekerja. Tiap anggota

(37)

keluarganya. Pendapatan petani dialokasikan untuk memenuhi berbagai

kebutuhan keluarga. Menurut teori Maslow manusia mempunyai lima

kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki

dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang paling

mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat.

3. Teori Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent)

Salah satu cara untuk menentukan nilai faktor produksi yang berasal dari

alam seperti lahan adalah dengan menggunakan konsep land rent. Land

rent merupakan konsep yang penting dalam mempelajari penerimaan

ekonomi dari penggunaan sumberdaya lahan untuk produksi. Land rent

dapat didefinisikan sebagai surplus ekonomi yaitu merupakan kelebihan

nilai produksi total diatas biaya total.

Lahan memiliki nilai ekonomi dan nilai pasar yang berbeda-beda. Para

pemilik sumberdaya lahan cenderung menggunakan lahannya sesuai dengan

konsep penggunaan yang tertinggi dan terbaik. Konsep ini menggunakan

perhitungan dari semua faktor yang mempengaruhi kemampuan lahan,

seperti aksebilitas serta kualitas sumberdaya lahan dan lingkungan.

Penggunaan yang terbaik dan tertinggi biasanya untuk daerah industri dan

perdagangan, menyusul untuk daerah permukiman, kemudian untuk daerah

pertanian, dan yang terakhir untuk ladang penggembalaan dan daerah liar

(38)

David Ricardo memberikan konsep sewa atas dasar perbedaan dalam

kesuburan lahan terutama pada masalah sewa di sektor pertanian. Teori

sewa model Ricardo ditentukan berdasarkan perbedaan dalam kualitas lahan

yang hanya melihat faktor-faktor kemampuan lahan untuk membayar sewa

tanpa memperhatikan faktor lokasi lahan. Faktor lokasi dalam menentukan

nilai sewa lahan diamati oleh Von Thunen yang menemukan bahwa sewa

lahan di daerah yang dekat dengan pusat pasar lebih tinggi daripada daerah

yang lebih jauh dari pusat pasar. Menurut Von Thunen (1826) sewa lahan

berkaitan dengan perlunya biaya transport dari daerah yang jauh ke pusat

pasar (Suparmoko, 1989).

Menurut Hardjowigeno dalam Akib (2002), lahan paling sedikit mempunyai

tiga jenis nilai dalam ekonomi lahan, yaitu :

a. Ricardian Rent, nilai lahan yang berkaitan dengan sifat dan kualitas tanah

b. Locational Rent, nilai lahan sehubungan dengan sifat lokasi relatif dari

lahan

c. Enviromental Rent, sifat tanah sebagai komponen utama ekosistem

Menurut Barlowe dalam Pambudi (2008), nilai ekonomi lahan dapat

dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Sewa lahan (contract rent) sebagai pembayaran dari penyewa kepada

pemilik dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu

tertentu.

b. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) yang merupakan

(39)

memungkinkan faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses

produksi.

Menurut Nasution dalam Rahim (2007), land rent merupakan pendapatan

bersih yang diperoleh suatu pelaku ekonomi melalui kegiatan yang

dilakukan pada suatu unit ruang dengan teknologi dan efisiensi manajemen

tertentu dan dalam suatu kurun waktu tertentu secara formal (biasanya satu

tahun). Oleh karena itu, suatu bidang lahan tidak mempunyai nilai ekonomi

lahan selama tidak melakukan usaha atau kegiatan pada lahan tersebut.

Mubyarto (1985) menjelaskan pula bahwa sewa ekonomi lahan merupakan

bagian dari nilai produksi lahan yang merupakan bagian dari nilai produksi

secara keseluruhan sebagai hasil usaha yang dilakukan pada lahan tersebut.

Jasa produksi lahan tersebut merupakan jasa yang diperoleh dari

pengelolaan lahan bukan jasa karena pemilikan lahan tersebut. Surplus

ekonomi dari sumberdaya lahan dapat dilihat dari surplus ekonomi karena

kesuburan tanahnya dan surpuls ekonomi karena lokasi ekonomi. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi land rent adalah :

a. Perbedaan kesuburan tanah

b. Perbedaan jarak dari pasar

c. Perbedaan biaya produksi

d. Perbedaan lahan yang terbatas (scarcity of land) sehubungan dengan

kondisi lingkungan lahan tersebut

Nilai ekonomi lahan (land rent) yang diperoleh merupakan manfaat bersih

(40)

total (total cost). Penerimaan total adalah seluruh penerimaan yang diterima

oleh petani pemilik lahan sawah dari hasil kegiatan usahatani padi selama

satu tahun. Biaya total adalah seluruh pengeluaran yang dikeluarkan untuk

usahatani padi pada lahan sawah yang dikelola petani pemilik lahan sawah

selama satu tahun (dua kali musim tanam). Land rent sawah dapat

dirumuskan sebagai berikut:

πf = TR – TC ... (3)

= PQ - ∑Ci ... (4) = P(S x H) - ∑Ci ...... (5)

keterangan:

πf = Keuntungan yang diperoleh dari hasil pengolahan lahan dari

responden ke-i (Rp/m2/tahun) P = Harga padi (Rp)

Q = Produksi selama satu tahun (kg) S = Luas lahan (m2)

H = Produktifitas lahan (kg/m2)

Ci = Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani selama satu

tahun

Untuk menghitung land rent dari keseluruhan lahan sawah digunakan

metode nilai rata-rata dari land rent yang diperoleh dari masing-masing

responden. Land rent rata-rata merupakan penjumlahan dari land rent yang

diperoleh dari seluruh pendapatan responden petani dibagi dengan jumlah

responden. Rumus yang digunakan untuk menghitung land rent sawah

rata-rata adalah sebagai berikut:

(41)

keterangan:

πf = Rata-rata nilai ekonomi lahan (land rent) sawah (Rp/m2/tahun) πf = Keuntungan yang diperoleh dari hasil pengolahan lahan sawah dari

responden ke-i (Rp/m2/tahun) n = Jumlah responden (jiwa)

4. Tingkat Kesejahteraan

Kesejahteraan diartikan sebagai kemampuan keluarga untuk memenuhi

semua kebutuhan untuk bisa hidup layak, sehat, dan produktif (Hartoyo,

dkk, 2010). Kesejahteraan menjadi tujuan dari seluruh keluarga. Salah satu

cara mengukur tingkat kesejahteraan suatu keluarga adalah dengan

menggunakan indikator kesejahteraan rumah tangga. Cara mengukur

kesejahteraan suatu rumah tangga menggunakan indikator kesejahteraan

rumah tangga dengan menghitung tingkat pendapatan total maupun

pendapatan per kapita yang kemudian dicocokkan dengan kriteria yang

digunakan.

Struktur pendapatan rumah tangga masing-masing wilayah agro-ekosistem

terdiri atas: (1) pendapatan dari usaha tani (on-farm income) pada lahan

garapan, (2) pendapatan dari buruhtani atau jasa pertanian lainnya (off-farm

income), dan (3) pendapatan dari luar sektor pertanian (non agricultural

income). Kontribusi dari masing-masing sumber pendapatan rumah tangga

tersebut di atas secara rata-rata mencerminkan pekerjaan utama rumah

tangga.

Hal yang paling penting dari kesejahteraan adalah pendapatan rumah

(42)

pada tingkat pendapatan (Mosher, 1987). Pemenuhan kebutuhan dibatasi

oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

berpendapatan rendah. Semakin tinggi pendapatan maka persentase

pendapatan untuk pangan akan semakin berkurang. Apabila terjadi

peningkatan pendapatan dan peningkatan tersebut tidak merubah pola

konsumsi maka rumah tangga tersebut sejahtera. Sebaliknya, apabila

peningkatan pendapatan dapat merubah pola konsumsi maka rumah tangga

tersebut tidak sejahtera (BPS, 2007).

a. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Berdasarkan Kriteria Sajogyo (1997)

Tingkat kesejahteraan rumah tangga dilihat pula dari persentase

pengeluaran rumah tangga baik pengeluaran untuk kebutuhan pangan

maupun kebutuhan non pangan, dimana persentase pengeluaran untuk

pangan cenderung akan semakin kecil. Selain itu, kesejahteraan juga

dapat didasarkan pada pengeluaran per kapita per tahun, kemudian

disetarakan dengan harga beras rata-rata di daerah setempat (Sajogyo,

1997). Tingkat pengeluaran rumah tangga akan berbeda satu dengan

yang lainnya, tergantung pada golongan tingkat pendapatan, jumlah

anggota keluarga, status sosial, dan prinsip pangan.

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat

memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi

pendapatan, maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran

(43)

terjadi di Provinsi Lampung selama kurun waktu 2002-2007,

menunjukkan bahwa masyarakat cenderung semakin banyak

membelanjakan pendapatannya untuk konsumsi makanan (Badan Pusat

Statistik, 2007).

Menurut Sajogyo (1997), kriteria kemiskinan didasarkan pada

pengeluaran per kapita per tahun, dikatakan miskin apabila

pengeluarannya lebih rendah nilai tukar 320 kg beras untuk daerah

pedesaan. Miskin sekali apabila pengeluarannya lebih rendah dari nilai

tukar 240 kg beras untuk daerah pedesaan, dan paling miskin apabila

pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 180 kg

beras untuk daerah pedesaan. Pengukuran ini dilakukan dengan cara

menghitung kebutuhan harian, mingguan, dan bulanan. Total

pengeluaran rumah tangga dapat diformulasikan sebagai berikut:

Ct = Ca + Cb + Cl ... (7)

keterangan :

Ct = Total pengeluaran rumah tangga

Ca = Pengeluaran untuk pangan

Cb = Pengeluaran untuk non pangan

Cb = C1 + C2 + C3 + C4 + C5 + C6 + C7 + ... + Cl

C1 = Pengeluaran untuk bahan bakar

C2 = Pengeluaran untuk aneka barang/jasa

C3 = Pengeluaran untuk pendidikan

C4 = Pengeluaran untuk kesehatan

C5 = Pengeluaran untuk listrik

C6 = Pengeluaran untuk renovasi rumah

C7 = Pengeluaran untuk telepon

(44)

Analisis tingkat pengeluaran responden tiap rumah tangga per tahun

adalah total pengeluaran rumah tangga petani, baik pengeluaran untuk

pangan maupun non pangan. Jika pengeluaran dalam setahun dibagi

dengan jumlah bulan, maka didapat pengeluaran per bulan. Jika

pengeluaran per bulan dibagi jumlah tanggungan rumah tangga, maka

dapat diketahui tingkat pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga

petani. Secara matematis tingkat pengeluaran per kapita per bulan tiap

keluarga dan tingkat pengeluaran per kapita per tahun tiap keluarga

setara beras dapat dirumuskan sebagai:

C/ th (Rp) = C ... (8)

∑ keluarga

C/ bulan (Rp) = C/ th ... (9) ∑ bulan

C/ kapita/ bulan (Rp) = C/ bulan ... (10) ∑ tanggungan keluarga

dimana C = pengeluaran

Jika pengeluaran dalam setahun dibagi jumlah tanggungan rumah tangga,

maka dapat diketahui tingkat pengeluaran per kapita per tahun rumah

tangga petani. Pengeluaran tersebut akan dikonversikan ke dalam ukuran

setara beras, dihitung dalam satuan kilogram, dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat kemiskinan rumah tangga petani. Secara matematis

tingkat pengeluaran per kapita per tahun tiap keluarga dan tingkat

pengeluaran per kapita per tahun tiap keluarga setara beras dapat

(45)

C/ kapita/ th (Rp) = C ... (11) ∑ keluarga

C/ kapita/ setara beras (kg) = C/ kapita/ th ... (12) Harga beras

dimana C = pengeluaran

Menurut klasifikasi Sajogyo (1997), penduduk miskin dikelompokkan ke

dalam enam golongan, yaitu:

1) Paling Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180

kg setara beras/tahun

2) Miskin sekali : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah

180 – 240 kg setara beras/tahun

3) Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah

240 – 320 kg setara beras/tahun

4) Nyaris miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah

320 – 480 kg setara beras/tahun

5) Cukup : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah

480 – 960 kg setara beras/tahun

6) Hidup layak : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah

>960 kg setara beras/tahun

b. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Berdasarkan Kriteria Badan Pusat Statistik

Menurut Sukirno (1985) dalam Adhayanti (2006), kesejahteraan adalah

suatu yang bersifat subjektif di mana setiap orang mempunyai pedoman,

(46)

yang menentukan tingkat kesejahteraannya. Lima kelompok kebutuhan

Teori Maslow yang membentuk suatu hirarki dalam mencapai

kesejahteraan yaitu (1) kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan akan

pangan, sandang, dan papan, (2) kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk

berinteraksi, (3) kebutuhan akan harga diri, (4) kebutuhan akan

pengakuan dan kesepakatan dari orang-orang lain dan (5) kebutuhan akan

pemenuhan diri.

Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat diukur dengan jelas

melalui besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga tersebut.

Pendekatan yang sering digunakan adalah melalui pendekatan

pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rata- rata per kapita per tahun

adalah rata- rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga selama setahun

untuk konsumsi semua anggota rumah tangga dibagi dengan banyaknya

anggota rumah tangga. Determinan utama dari kesejahteraan penduduk

adalah daya beli. Apabila daya beli menurun maka kemampuan untuk

memenuhi berbagai kebutuhan hidup menurun sehingga tingkat

kesejahteraan juga akan menurun (BPS, 2014).

Indikator kesejahteraan rakyat menyajikan gambaran mengenai taraf

kesejahteraan rakyat Indonesia antar waktu, perkembangannya antar

waktu serta perbandingannya antar propinsi dan daerah tempat tinggal

(perkotaan dan pedesaan). Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat

luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat

(47)

indikator kesejahteraan rakyat Provinsi Lampung tahun 2014

mengevaluasi kesejahteraan masyarakat berdasarkan 7 (tujuh) indikator

yang meliputi informasi mengenai:

1) Kependudukan

Masalah kependudukan meliputi jumlah dan laju pertumbuhan

penduduk, persebaran dan kepadatan penduduk, komposisi dan

struktur umur penduduk, angka beban tanggungan dan fertilitas

merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses

pembangunan. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan

pembangunan nasional dalam penanganan masalah kependudukan,

pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah

penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas

sumberdaya manusia. Program perencanaan pembangunan sosial

disetiap bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk

peningkatan kesejahteraan penduduk.

2) Kesehatan dan Gizi

Kesehatan dan gizi meliputi derajat kesehatan penduduk, fasilitas dan

tenaga kesehatan, serta status kesehatan bayi. Salah satu aspek

penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat

dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan

indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

(48)

fisik penduduk adalah status kesehatan antara lain diukur melalui

angka kesakitan dan status gizi.

3) Pendidikan

Pendidikan meliputi kemampuan membaca dan menulis, tingkat

partisipasi sekolah, fasilitas pendidikan, dan tingkat pendidikan yang

ditamatkan. Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta

didik sebagai subjek sekaligus objek dalam membangun kehidupan

yang lebih baik. Faktor kemiskinan merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan belum semua anak Indonesia dapat menikmati

kesempatan pendidikan dasar. Maka dapat diasumsikan bahwa,

semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai suatu masyarakat,

maka dapat dikatakan masyarakat tersebut semakin sejahtera.

4) Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting tidak hanya

untuk mencapai kepuasan individu, tetapi juga untuk memenuhi

perekonomian rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat.

5) Taraf dan Pola Konsumsi

Taraf dan pola konsumsi meliputi rata-rata pengeluaran per kapita,

perkembangan distribusi pendapatan, dan rata-rata pendapatan per

kapita. Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup

baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Indikator

distribusi pendapatan, walaupun didekati dengan pengeluaran akan

(49)

pengeluaran menunjukkan tentang pola konsumsi rumah tangga secara

umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk

makanan dan bukan makanan.

6) Perumahan dan Lingkungan

Perumahan meliputi informasi kondisi fisik bangunan, luas lantai,

utilitas dan fasilitas tempat tinggal, penggunaan air bersih, dan jarak

sumber air minum ke tempat penampungan tinja. Rumah dapat

dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi pemiliknya.

Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin

sejahtera rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai

fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut

antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum,

fasilitas buang air besar rumahtangga dan tempat penampungan

kotoran akhir (jamban).

7) Sosial, Budaya dan Keagamaan

Sosial budaya dan keagamaan meliputi kegiatan sosial dan budaya,

serta keagamaan. Semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu

luang untuk melakukan kegiatan sosial dan budaya, maka dapat

dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang

semakin meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya lebih

difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek

(50)

informasi dan hiburan, yang mencakup menonton televisi,

mendengarkan radio dan membaca surat kabar.

BPS (2012) memberikan gambaran tentang cara yang lebih baik untuk

mengukur kesejahteraan dalam sebuah rumah tangga mengingat sulitnya

memperoleh data yang akurat. Cara yang dimaksud adalah dengan

menghitung pola konsumsi rumah tangga. Pola konsumsi rumah tangga

merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/ keluarga.

Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi

pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran

rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga

tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar

untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang

berpenghasilan rendah. Semakin tinggi tingkat penghasilan rumah

tangga, semakin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap

seluruh pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga/ keluarga akan

semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih

kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan.

5. Hasil Penelitian Terdahulu

Peneliti harus mempelajari penelitian sejenis di masa lalu untuk mendukung

penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan

gambaran kepada penulis tentang penelitian terdahulu dengan penelitian

(51)
[image:51.842.82.758.135.503.2]

Tabel 5. Ringkasan penelitian terdahulu

No Pengarang dan Tahun

Tema Penelitian Metodologi Hasil

1. Suputra, dkk, 2012.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Subak Daksina, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung

Penelitian ini menggunakan metode survei, wawancara mendalam, observasi dan kuesiner dalam mengumpulkan data. Analisis yang digunakan adalah analisis faktor menggunakan program spss statistic 17.0.

Ada empat faktor dengan 14 variabel yang memengaruhi alih fungsi lahan di Subak Daksina faktor yang berpengaruh tersebut adalah faktor kondisi lahan yang mampu menjelaskan keragaman varian sebesar 21,073%, faktor ketergusuran dengan varian 11,548%, faktor pemanfaatan lahan dengan total varian 10,606%, faktor ketidakefektifan lahan dengan total varian 9,959% dan memiliki eigen value sebesar 1,593.

2. Ruswandi, dkk, 2007

Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kesejahteraan Petani Dan Perkembangan Wilayah: Di daerah Bandung Utara

Analis regresi berganda untuk menentukan faktor yang menentukan terjadinya konversi lahan di daerah

Bandung Utara.

Variabel-variabel yang digunakan yaitu konversi lahan pertanian tahun 1992 – 2002 di masing masing desa (ha) sebagai variabel dependen, kepadatan penduduk tahun 1992 (X1), peningkatan kepadatan

penduduk (X2), penurunan jumlah keluarga

tani (X3), kepadatan petani pemilik lahan

tahun 1992 (X4), penurunan kepadatan

petani pemilik lahan (X5), kepadatan petani

non pemilik lahan tahun 1992 (X6),

peningkatan kepadatan petani non pemilik lahan (X7), luas lahan guntai dari luas desa

tahun 1992 (X8), peningkatan luas lahan

guntai dari luas desa (X9), jarak desa ke

Faktor yang berpengaruh nyata terhadap konversi lahan pertanian yaitu kepadatan petani pemilik tahun 1992 menurunkan konversi lahan pertanian; kepadatan petani buruh/penggarap tahun 1992 meningkatkan konversi lahan pertanian; jumlah masyarakat miskin meningkatkan konversi lahan pertanian; lahan pertanian yang terkonversi pada tahun 1992 – 2002 lebih banyak pada lokasi yang relatif jauh dari kota kecamatan; luas lahan guntai tahun 1992 meningkatkan konversi lahan

pertanian.

Sedangkan dampak dari konversi lahan terebut terhadap kesejahteraan petani yaitu secara umum, konversi lahan pertanian dalam jangka panjang akan meningkatkan peluang terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan petani, yang dapat

(52)

pusat kota kecamatan (X10), peningkatan

jumlah surat keterangan miskin (X11)

sebagai variabel independen.

Sedangkan analisis regresi logistik binary (logit) digunakan untuk mengetahui pengaruh konversi lahan pertanian terhadap kesejahteraan petani. Variabel yang digunakan yaitu tingkat kesejahteraan petani sebagai variabel dependen,

sedangkan persentase luas lahan yang terkonversi (V1), persentase penurunan

luas lahan (V2), luas lahan garapan tahun

1992 (V3), luas lahan garapan tahun 2002

(V4), penurunan pendapatan pertanian

(V5), akses ke pekerjaan nonpertanian (V6),

dan jumlah tanggungan keluarga tahun 2002 (V7) sebagai variebel independen.

pertanian, serta tidak signifikannya peningkatan pendapatan nonpertanian.

3. Silaholo, dkk, 2007

Konversi Lahan Pertanian Dan Perubahan Struktur Agraria

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan juga studi kasus. Penelitian ini memadukan metode pengamatan, wawancara mendalam dan studi/ analisis data dokumen/sekunder. Informasi diperoleh dari responden, tokoh informan kunci, diskusi kelompok dan juga kajian dokumen atau data sekunder yang relevan.

Faktor-faktor yang menyebabkan konversi lahan di Kelurahan Mulyaharja dapat dibagi dua yaitu (1) arus makro yang terdiri dari kebijakan pemerintah yang memberian ikim kondusif bagi transformasi peruntukan suatu kawasan dan (2) arus mikro yang terdiri dari kondisi ekonomi (keterdesakan ekonomi), investasi pihak pemodal, proses alih hak milik atas tanah, dan proses pengadaan tanah. Sementara itu konversi lahan yang terjadi berimplikasi pada perubahan struktur agraria yang menyangkut perubahan pola penguasaan lahan.

4. Ilham, dkk, 2004 Perkembangan Dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Serta

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan data tabulasi. Data yang digunakan merupakan

(53)

Dampak Ekonominya data sekunder yang diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data yang telah tersedia seperti data dari badan pusat statistik dan sumber sumber lain yang relevan.

masyarakat/ petani menyebabkan banyak petani menjual asetnya berupa lahan pertanian/ sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya secara umum meningkatkan konversi lahan dan semakin meningkatkan penguasaan

lahan pada pihak pihak pemiik modal. Selain itu faktor sosial yang berlaku dimasyarakat

kecenderungannya justru memicu terjadinya konversi lahan. Kerugian ekonomi akibat adanya konversi lahan sawah yaitu berupa hilangnya produksi padi, tidak berfungsinya sistem irigasi, tidak berfungsinya kelembagaan pertanian. Jika diperkirakan secara ekonomi nilai kerugian itu sangat besar.

5. Matondang, 2011 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Padi Sawah Melakukan Alih Fungsi Lahan Ke Komoditi

Perkebunan (Studi Kasus: Daerah Irigasi Namusira-sira, Kabupaten Langkat)

Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu secara sengaja, dengan memilih Daerah Irigasi Namu Sira-Sira. Sampel dipilih menggunakan metode simple random sampling. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dengan melihat perkembangan alih fungsi lahan yang terjadi di Daerah Irigasi Namu Sira-sira dan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani melakukan alih fungsi lahan di daerah penelitian. Untuk mengukur keeratan hubungan antara harga padi sawah (Y1) dengan harga kakao (X1), harga padi sawah (Y1) dengan harga sawit (X2), luas lahan padi sawah (Y2) dengan luas lahan kakao (X3), dan luas lahan padi sawah (Y2) dengan luas lahan sawit (X4) digunakan parameter yang disebut

Perkembangan penurunan luas lahan padi sawah tertinggi terjadi di Kecamatan Sei Bingei dengan penurunan luas lahan padi sawah pada tahun 1998 adalah 8.802 Ha menurun sepanjang 12 (dua belas) tahun sebesar 3.764 Ha sehingga tahun 2009 luas lahan padi sawah menjadi 5038 Ha dengan laju penurunan luas lahan padi sawah sebesar -42,76 %.

Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan. Faktor-faktor tersebut adalah sebesar 43% petani responden menyatakan bahwa faktor luas lahan

(54)

koefisien korelasi. penerimaan usaha tani padi, kakao, dan sawit mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan, serta 83,33 % petani sampel menyatakan bahwa kecenderungan perkembangan harga padi, kakao, dan sawit mempengaruhi petani melakukan alih fungsi.

6. Saily, 2012 Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Siak-Riau

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisa delphi untuk menganalisa faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab alih fungsi lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit, analisa

cluster untuk merumuskan tipologi alih fungsi lahan pertanian, teknik expert

judgement untuk merumuskan konsep

pengendalian alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan penjabaran hasil eksplorasi pendapat dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh faktor disetujui oleh responden sebagai faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian sawah di Kabupaten Siak, kecuali faktor aksesibilitas dan ketersediaan sumber daya air.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada iterasi terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi alih fungsi lahan lahan pertanian, maka didapatkan ada 3 faktor yang terdiri atas 6 variabel yang mempengaruhi alih fungsi lahan lahan pertanian di Kabupaten Siak, yaitu rendahnya nilai ekonomis lahan pertanian (pendapatan petani, biaya produksi, dan produktifitas lahan), kondisi lingkungan dan ketersediaan sumber daya air, dan aturan kebijakan pemerintah.

7. Harliyanto, 2011 Analisis Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Jagung di Kecamatan Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung

Gambar

Tabel 1. Luas lahan sawah menurut provinsi di Sumatera tahun 2009-2013
Tabel 2. Luas lahan sawah menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2009-2013
Tabel 3. Luas lahan alih fungsi lahan sawah daerah irigasi Way Rarem Tulang Bawang Barat tahun 2008-2012
Tabel 4. Luas lahan perkebunan menurut komoditi di Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2010-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pesawat pendulum merupakan pesawat yang didisain untuk distaIisasi gigi molar pertama permanen maksila pada maloklusi Klas II dentaL Pesawat ini terdiri dari pegas pendulum, band

Pada hari ini Selasa tanggal Tujuh bulan Mei tahun Dua Ribu Tiga Belas, Panitia Pengadaan Suku Cadang dan Glassware Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan pelepah kelapa sawit dalam bentuk serbuk sebagai bahan baku dalam pembuatan asap cair dengan proses pirolisis6. 1.3

Dari hasil observasi yang dilakukan, diperoleh hasil sebanyak 28,13% atau 9 orang siswa dari keseluruhan yang berjumlah 32 siswa mendapat nilai tuntas, dan sebanyak

Apabila Perseroan tidak dapat atau terlambat menerbitkan Sertifikat Jumbo Obligasi dan/atau memberi instruksi kepada KSEI untuk mengkreditkan Obligasi pada

Responsiveness atau daya tanggap merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan oleh langsung karyawan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tanggap.Daya

Perancangan Aplikasi Pencarian Jalur Terpendek untuk Daerah Kota Medan dengan Metode Steepest Ascent Hill Climbing. Universitas

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Tarian Payung Geulis dalam Seni Marawis Cintapada di Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya ini beserta