• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN BENTUK PERILAKU BULLYING DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITER DAN PERMISIF PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN BENTUK PERILAKU BULLYING DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITER DAN PERMISIF PADA REMAJA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh : Dina Nur Izzati 201210230311135

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh : Dina Nur Izzati 201210230311135

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016

(3)

dan Permisif Pada Remaja 2. Nama Peneliti : Dina Nur Izzati

3. NIM : 201210230311135

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 6 – 21 Januari 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 22 April 2016

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si. ( )

Anggota Penguji : 1. Siti Maimunah, S.Psi., MA. ( ) 2. Diana Savitri H, S.Psi., M.Psi. ( )

3. Dr. Nida Hasanati, M.Si. ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si. Siti Maimunah, S.Psi., MA.

Malang, 16 Mei 2016 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra. Tri Dayakisni, M.Si.

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Dina Nur Izzati

NIM : 201210230311135

Fakultas / Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul

Perbedaan Bentuk Perilaku Bullying Ditinjau Dari Pola Asuh Otoriter dan Permisif Pada Remaja

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, 16 Mei 2016

Mengetahui

Ketua Program Studi Yang Menyatakan

Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si Dina Nur Izzati

(5)

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Bentuk Perilaku Bullying Ditinjau Dari Pola Asuh Otoriter dan Permisif Pada Remaja”, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Selama proses penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan begitu banyak bimbingan, pengarahan serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si dan ibu Siti Maimunah, S.Psi., MA selaku Pembimbing I dan II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan yang sangat berguna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Bapak Muhammad Shohib, S.Psi., M.Si selaku dosen wali yang senantiasa

memberikan semangat serta nasehat yang begitu mendidik dan bermanfaat dari awal perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini selesai.

4. Kedua orang tua tercinta yang senantiasa dengan sabar member nasehat, mengiringi perjalanan penulis dengan untaian do’a dari awal perkuliahan hingga tahap akhir penyelesaian program S1, menguatkan penulis serta member motivasi agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Keluarga yang setiap saat selalu member semangat, merestui dengan iringan do’a, nasehat, serta kasih sayang kepada penulis selama proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini selesai.

6. Teman-teman angkatan 2012 Fakultas Psikologi khususnya kelas B yang selalu memberi dukungan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Pihak SMP N 18 dan SMP N 7 Malang khususnya guru BK yang telah membantu terlaksananya kegiatan selama penelitian ini. Serta siswa yang ikut berpartisipasi dalam penelitian hingga penulis memperoleh data dan dapat menyelesaikan skripsi ini. 8. Riwanti Rizki, Woro Edyanti, Ananda Kotrunnada dan Ernawati selaku teman-taman dan kakak tercinta yang selalu memberikan semangat serta dukungan pada penulis ketika penulis merasa down selama proses pengerjaan skripsi hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Teman-teman kost tersayang yang telah membantu menemani penulis selama proses turun lapang hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10.Serta seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa suatu karya yang dihasilkan oleh manusia amat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu adanya kritik dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi

(6)

ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat member manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Malang, 16 Mei 2016 Penulis

Dina NurIzzati

(7)

DAFTARISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

TINJAUAN TEORI ... 6

METODE PENELITIAN ... 12

A.Rancangan Penelitian ... 12

B. Subjek Penelitian ... 12

C.Variabel dan Instrumen Penelitian ... 12

D.Prosedur dan Analisa Data Penelitian ... 13

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 13

HASIL PENELITIAN ... 14

DISKUSI ... 16

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 18

REFERENSI ... 20

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian ... 13

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 14

Tabel 3. Deskripsi Subjek Penelitian ... 14

Tabel 4. Analisis Data ... 15

Tabel 5. Perbandingan Bentuk Perilaku Bullying dengan Pola Asuh ... 15

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Skala Try Out ... 22

Blue Print Skala Bentuk Bullying ... 23

Blue Print Skala Pola Asuh Otoriter dan Permisif ... 27

LAMPIRAN 2 Skala Turun Lapang ... 30

Blue Print Skala Bentuk Bullying ... 31

Blue Print Skala Pola Asuh Otoriter dan Permisif ... 35

LAMPIRAN 3 Tabulasi Data ... 38

Uji Validitas dan Reliabilitas Skala I ... 39

Uji Validitas dan Reliabilitas Skala II ... 40

Data Kasar Hasil Penelitian ... 41

Hasil Analisa Data ... 49

(10)

PERBEDAAN BENTUK PERILAKU BULLYING DITINJAU DARI

POLA ASUH OTORITER DAN PERMISIF PADA REMAJA

DINA NUR IZZATI

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

dinaizza6@gmail.com

Perilaku bullying memiliki beragam bentuk dan banyak dilakukan oleh remaja. Perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja dapat terjadi dimana saja, salah satunya adalah di lingkungan sekolah. Pola asuh orang tua, lingkungan tempat tinggal dan pergaulan remaja merupakan faktor penyebab remaja melakukan tindakan bullying, karena masa remaja adalah masa yang penuh badai dan tekanan, dimana individu mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparasional yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan bentuk perilaku yang dimunculkan oleh remaja yang mendapat pola asuh otoriter dengan remaja yang mendapat pola asuh permisif. Data diambil dari SMP N 18 Malang dan SMP N 7 Malang dengan jumlah 50 subjek yang menerima pola asuh otoriter dan 50 subjek yang menerima pola asuh permisif. Sehingga total keseluruhan subjek dalam penelitian ini adalah 100 orang remaja dengan usia 12-15 tahun. Pengambilan data menggunakan skala likert. Metode analisa data menggunakan Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bentuk perilaku bullying antara remaja yang mendapat pola asuh otoriter dengan remaja yang mendapat pola asuh permisif dengan nilai probabilitas sebesar 0.149 > 0.05

Kata kunci: Bentuk perilaku bullying, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, remaja

(11)

Square. The results showed that there were different forms of bullying among adolescents receiving the authoritarian parenting with who receiving permissive parenting with a probability value of 0.149 > 0.05.

Keywords: Bullying behavior, authoritarian parenting, permissive parenting, Adolescence

Remaja ialah saat dimana seseorang memasuki usia 12 sampai 23 tahun (Hall, dalam Santrock, 2007). Remaja merupakan masa yang penuh badai dan stress, dikatakan demikian sebab pada masa remaja terdapat pikiran dan perasaan yang mudah berubah (Hall, dalam Santrock, 2007). Selain itu, masa remaja merupakan tahapan pencarian identitas. Tahapan tersebut merupakan salah satu tahapan perkembangan yang menurut Erikson pasti dilalui oleh setiap individu (Erikson, dalam Santrock, 2012). Tidak hanya itu saja, remaja juga akan mengalami masa pubertas. Masa pubertas ialah saat dimana munculnya tanda-tanda kematangan seksual serta bertambahnya berat dan tinggi badan. Ketika masa pubertas tersebut terdapat keinginan pada remaja untuk cenderung menunjukkan diri (Santrock, 2012).

Antara tahapan masa remaja dengan masa yang lain memiliki beberapa perbedaan kondisi sosioemosional dan kognitif. Apabila ditinjau secara sosioemosional, remaja cenderung bersikap narsistik yaitu remaja melakukan pendekatan terhadap orang lain dengan menjadikan dirinya sebagai acuan dan cenderung memikirkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Selain itu, remaja juga kerap kali melakukan berbagai percobaan dalam pencarian identitas. Apabila remaja sukses dalam masa pencarian identitas maka mereka akan merasa bahwa diri mereka diterima oleh lingkungan, sebaliknya jika remaja merasa tidak sukses dalam pencarian identitas maka mereka akan cenderung menarik diri, merasa terisolasi dan terbawa oleh pengaruh teman sebaya yang berperilaku tanpa memiliki tujuan yang jelas, semaunya sendiri dan tanpa memperhatikan norma (Erikson, dalam Santrock, 2012). Sedangkan secara kognisi, Piaget menyatakan bahwa individu yang memasuki usia remaja berada pada tahap operasional formal yaitu tahap dimana remaja sudah mulai menggunakan nalarnya untuk berpikir logis terhadap segala sesuatu yang bersifat abstrak meskipun terkesan mengandung idealisme, selain itu remaja juga kerap kali menggunakan pemikiran yang bersifat fantasi artinya membayangkan kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan dan tidak jarang pula remaja melakukan percobaan untuk membuktikan rasa penasarannya melalui trial and error sehingga dalam hal ini remaja mulai belajar untuk membuat kesimpulan dan menentukan keputusan (Piaget, dalam Santrock, 2012).

(12)

mengenal dan beradaptasi dengan lingkungan baru dan orang-orang baru. Ketika proses beradapatasi dengan lingkungan baru diperlukan sikap hati-hati dalam memilih teman. Sebab pada masa remaja, teman sebaya memiliki pengaruh yang begitu besar dalam pergaulan dan berperilaku. Selain itu pengaruh dari orang lain termasuk teman sebaya dapat menjadi salah satu faktor pemicu bagi remaja untuk melakukan tindakan bullying. Hal ini terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Salleh & Zainal (2014) terkait bullying, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor pemicu siswa SMP di Malaysia melakukan bullying ialah kepribadian, amarah yang mudah tersulut dan pengaruh orang lain untuk rasisme dan bentuk

bullying yang biasa dilakukan ialah bullying verbal berupa penghinaan yang berakibat pada perkelahian fisik dengan menggunakan benda berbahaya seperti; besi, pisau dan kayu.

Bullying merupakan tindakan mengintimidasi dan bertujuan menyakiti yang biasa dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang merasa kuat kepada individu yang terlihat lemah (Wiyani, 2012). Wiyani (2012) menyatakan bahwa bullying dapat terjadi pada beberapa lingkungan, yaitu: di lingkungan sekolah, lingkungan kerja, lingkungan politik, lingkungan militer, bahkan melalui internet atau teknologi digital yang biasa dikenal dengan

cyberbullying. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyatakan bahwa saat ini kasus bullying merupakan kasus yang sering dikeluhkan oleh masyarakat. Sejak tahun 2011 sampai bulan Agustus 2014 KPAI mencatat bahwa terdapat 369 pengaduan dari masyarakat terkait tindakan bullying, namun itu hanya 25% saja dari total pengaduan kasus bullying yang terjadi dibidang pendidikan. Pada bidang pendidikan tercatat sebanyak 1.480 kasus bullying

yang terjadi di sekolah. Adapun hasil konsultasi Komisi Nasional Perlindungan Anak yang melibatkan anak-anak pada 18 provinsi di Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa sekolah merupakan tempat yang cukup berbahaya bagi anak apabila beragam kekerasan yang terjadi di lingkungan tersebut tidak diatasi (Wiyani, 2012).

Pola asuh otoriter ialah jenis pola asuh dimana orang tua selalu memberi batasan aturan kepada anak dan ketika anak melanggar aturan tersebut maka orang tua akan memberikan hukuman kepada anak. Sehingga dengan pemberian pola asuh yang demikian, membuat anak cenderung memiliki keterampilan komunikasi yang buruk terhadap orang lain, tidak bahagia, cemas dan takut membandingkan dirinya dengan orang lain (Baumrin, dalam Santrock, 2012). Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anak dalam interaksi sehari-hari ketika di rumah akan dicontoh oleh anak. Kemudian ketika anak bersama teman sebaya di lingkungan sekolah akan melakukan perilaku yang sama seperti yang dilihatnya ketika di rumah. Apabila orang tua cenderung bersikap keras dan menghukum anak maka, ketika anak berada dilingkungan sekolah akan mencari teman sebayanya yang dianggap lemah untuk dijadikan sasaran perilaku negatif dan menyakiti termasuk salah satunya adalah perilaku bullying

(13)

juga kurang dapat mengontrol dengan siapa saja anak bergaul dan perilaku apa saja yang dilakukan oleh anak. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa anak akan melakukan perilaku yang semestinya tidak boleh dilakukan seperti kekerasan bahkan pelecehan seksual yang mengarah pada hubungan seks pranikah. Hal tersebut terjadi karena kurangnya bimbingan, arahan dan pengawasan dari orang tua (Rohdiyati, 2008, dalam Yuanita, 2008). Oleh sebab itu, pola asuh memiliki kaitan yang cukup erat dengan perilaku yang dimunculkan oleh remaja. Bukti pentingnya peranan pola asuh yang diberikan oleh orang tua terhadap tindakan yang dimunculkan oleh anak ialah mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Efobi & Nwokolo (2014) pada siswa SMP di Nigeria yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara pola asuh otoriter dan otoritatif terhadap kecenderungan anak melakukan tindakan bullying di sekolah. Artinya ketika orang tua menerapkan pola asuh yang mengekang, membatasi dengan aturan dan hukuman serta mengkombinasikan dengan pola asuh yang hangat dan memberi kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan orang tua ternyata anak juga memiliki kecenderungan untuk bertindak bullying terhadap teman sebaya di sekolah.

Thomas Lickona seorang ahli psikologi perkembangan dan pendidikan dari Cortland University AS mengungkapkan bahwa terdapat sepuluh tanda kehancuran bangsa. Tanda-tanda tersebut meliputi; Pertama, meningkatnya kekerasan dikalangan remaja. Kedua, penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk. Ketiga, kuatnya pengaruh dari teman sebaya dalam tindakan kekerasan. Keempat, meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alcohol dan perilaku seks bebas. Kelima, semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk. Keenam, menurunnya etos kerja. Ketujuh, semakin rendahnya rasa hormat pada orang tua dan guru. Kedelapan, rendahnya rasa tanggung jawab individu.

Kesembilan, budaya ketidak jujuran. Kesepuluh, adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama (Setyawan, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Suparwi (2013) pada siswa SMP Muhammadiyah di salatiga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan sangat signifikan antara persepsi pola asuh otoriter dengan kemampuan berempati dan tindakan bullying. Artinya ketika orang tua menerapkan pola asuh yang membatasi dan menghukum anak maka kemampuan untuk berempati akan semakin rendah dan kecenderungan untuk bertindak bullying akan semakin tinggi.

(14)

Penelitian yang sama terkait hubungan antara kecenderungan berperilaku bullying dengan pola asuh yang diberikan oleh orang tua pada anak menunjukkan bahwa siswa laki-laki yang berusia 11 tahun cenderung menerima pola asuh otoriter dan permisif dari orang tuanya, mereka cenderung melakukan tindakan bullying dalam bentuk bullying verbal dan non verbal, serta kekerasan fisik. Sedangkan untuk siswa perempuan yang berusia 11 tahun cenderung menerima pola asuh otoritatif dari orang tuanya dan mereka tidak memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan bullying (Hassan & Ee, 2015).

Meskipun dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 tersebut menggunakan subjek yang berada pada tingkatan pendidikan yang berbeda dengan penelitian sebelumnya namun, hasil yang diperoleh hampir sama yaitu anak yang menerima pola asuh otoriter dari orang tua cenderung melakukan tindakan bullying pada teman sebaya di sekolah. Ternyata ditemukan pula pola asuh permisif yang diterima oleh anak juga dapat menjadi pemicu kecenderungan anak untuk melakukan tindakan bullying. Dimana yang dimaksud pola asuh permisif ialah orang tua tetap memantau segala tindakan yang dilakukan oleh anak tetapi orang tua cenderung memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan tindakan dan perbuatan apa pun yang diinginkan anak tanpa memberi batasan aturan. Orang tua yang menerapkan pola asuh demikian terhadap anak memiliki keyakinan bahwa dengan cara tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Selain itu anak juga dapat lebih kreatif (Baumrin, dalam Santrock, 2012).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Suparwi (2013), kemudian Efobi & Nwokolo (2014) dan disusul penelitian Hassan & Ee (2015) yang secara garis besar melakukan tinjauan yang sama yaitu tentang pengaruh pola asuh terhadap kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan

bullying, maka peneliti terinspirasi untuk melakukan penelitian dengan tinjauan yang sama yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku bullying akan tetapi fokus penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti lebih pada meninjau apabila remaja mendapatkan pola asuh otoriter dan remaja yang lain mendapatkan pola asuh permisif, apakah dengan perbedaan pola asuh yang mereka dapatkan tersebut dapat mempengaruhi bentuk tindakan bullying yang mereka berikan terhadap teman sebayanya.

Adapun alasan peneliti hanya mengambil fokus pada dua pola asuh yaitu pola asuh otoriter dan permisif adalah karena remaja yang menerima kedua pola asuh tersebut memiliki potensi lebih untuk melakukan bentuk perilaku bullying. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang menegaskan bahwa munculnya pelaku bullying

(15)

karena beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan positif antara pola asuh otoriter dan permisif dengan kecenderungan perilaku bullying pada remaja.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bentuk bullying yang dilakukan oleh remaja terhadap teman sebayanya ketika remaja tersebut mendapat perlakuan pola asuh otoriter dengan permisif dari orang tua mereka. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat menambah wawasan terkait teori dan kajian psikologi, khususnya dalam hal pemilihan gaya pengasuhan yang seharusnya diterapkan oleh orang tua kepada anaknya dan juga pengaruh dari gaya pengasuhan tersebut terhadap perilaku anak kepada teman sebaya.

Bullying

Bullying pada umumnya dikenal dengan tindakan mengintimidasi yang dilakukan oleh orang yang merasa memiliki kekuasaan terhadap orang yang dianggap lemah secara berulang, sehingga muncul rasa tidak nyaman pada diri korban dan tindakan bullying sudah terjadi pada jenjang pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas (Dake, et al., dalam Pratama,

et al, 2014).

Bullying adalah suatu tindakan yang ditujukan pada seseorang dengan tujuan menyakiti dan adanya ketidakseimbangan yang terjadi diantara orang yang memiliki kekuatan dengan orang yang lemah (Rigby, 2012).

Bullying merupakan tindakan negatif yang memunculkan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang karena perbuatan orang lain secara berulang (Olweus, dalam Wiyani, 2012). Olweus, et al., dalam Swearer, et al., (2009) menyatakan bahwa bullying merupakan perilaku agresif, akan tetapi terdapat perbedaan antara bullying dengan agresif. Bullying merupakan tindakan yang dilakukan secara berulang dan terdapat ketidakseimbangan antara pelaku dengan korban.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan suatu tindakan negatif baik secara verbal maupun non verbal umumnya dilakukan oleh remaja yang merasa kuat serta merasa memiliki kekuasaan, kepada orang lain yang dianggap lemah dengan tujuan menyakiti.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bullying

Tidak terdapat faktor tunggal yang menjadi pengaruh bagi seseorang untuk melakukan tindakan bullying. Adapun beberapa faktor yang dianggap menjadi pengaruh ialah:

Pertama, keluarga. Pelaku tindakan bullying memiliki latar belakang keluarga yang tidak baik seperti: hukuman yang diberikan oleh orang tua kepada anak yang amat sering, situasi rumah yang tidak harmonis, adanya tindakan agresi dan pertengkaran yang terjadi antara orang tua.

(16)

dengan alasan agar diterima oleh suatu kelompok sekalipun dalam melakukan tindakan tersebut terdapat rasa tidak nyaman (Ariesto, 2009, dalam Mudjijanti, 2011 & Swearer, et al.,

2009). Selain itu terdapat pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Salleh & Zainal (2014) menunjukkan bahwa kepribadian juga termasuk faktor penyebab seseorang melakukan tindakan bullying. Hal tersebut didukung pula oleh pernyataan Santrock (2007) yang menyebutkan kurangnya kemampuan berempati dan rasa kasihan terhadap korban sehingga membuat seseorang tidak dapat merasakan rasa sakit dari tindakan menyakitkan yang dilakukan. Sedangkan menurut Georgiou (2008), dalam Suparwi (2013) menjelaskan bahwa anak cenderung melakukan modeling dari pengalaman menyaksikan interaksi yang terjadi dalam keluarga sehingga anak cenderung melakukan tindakan agresi kepada orang lain yang dianggap lemah.

Bentuk-bentuk Bullying

Tindakan bullying yang dilakukan pelaku terhadap korban terdiri dari beberapa bentuk. Riauskina, et al., dalam Wiyani (2012) mengungkapkan bahwa terdapat lima bentuk bullying

yang dilakukan pelaku terhadap korban. Pertama, kontak fisik secara langsung yaitu dengan memukul, mendorong, mengunci, menendang, menjambak, merusak barang korban dan mengurung korban dalam suatu ruangan. Kedua, kontak verbal secara langsung yaitu dengan mengancam, mempermalukan, merendahkan, memanggil dengan nama panggilan julukan dan memaki. Ketiga, perilaku non verbal secara langsung yaitu melihat dengan sinis dan menjulurkan lidah. Keempat, perilaku non verbal tidak langsung yaitu dengan mendiamkan korban, mengucilkan, mengabaikan dan mengirim surat kaleng. Kelima, pelecehan seksual.

Karakteristik Bullying

(17)

yang mendapatkan tindakan intimidasi dari orang lain baik dalam bentuk dikucilkan dari lingkungan sosial, fisik yang disakiti dengan didorong, dipukul, ditendang dan juga dicemooh, dipanggil dengan nama panggilan yang tidak semestinya. (3) Saksi. Individu yang menyaksikan berlangsungnya tindakan bullying yang dilakukan oleh pelaku pada korban.

Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh adalah proses interaksi baik dalam bentuk komunikasi maupun tindakan yang dilakukan oleh orang tua dalam menjaga, merawat, memenuhi apa yang dibutuhkan oleh anak ketika bayi sampai dewasa, serta memberikan kasih sayang, pemahaman terkait beberapa pendidikan yang mencakup intelektual dan moral, mengajarkan rasa tanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan (Brooks, 2011).

Pola asuh adalah proses interaksi yang dilakukan oleh orang tua dalam mengembangkan berbagai aturan untuk mendisiplinkan anak, memberikan sikap yang hangat kepada anak serta berapa banyak waktu yang diluangkan oleh orang tua untuk memberikan pengawasan terhadap anak (Baumrind, dalam Santrock, 2012).

Pola asuh adalah proses interaksi yang terjalin antara orang tua dengan anak termasuk pula dalam hal mengajarkan bagaimana cara bertingkah laku yang baik sesuai norma yang berlaku, memberikan contoh perilaku yang baik pada anak serta memberikan perhatian dan kasih sayang pada anak (Dariyo, 2004, dalam Suparwi, 2013).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah serangkaian proses menjaga, merawat, mendidik serta berinteraksi baik melalui komunikasi verbal maupun tindakan yang dilakukan oleh orang tua dalam rangka membentuk kepribadian dan karakter anak sehingga berpengaruh pada perilaku yang dimunculkan oleh anak.

Pola Asuh Otoriter dan Permisif

(18)

Santrock, 2007; Baumrind, dalam Papalia, et al., 2010; Baumrind, dalam Desmita, 2013; Hurlock 1978).

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang menekankan pada ekspresi diri dan regulasi diri. Maksudnya, dalam pola asuh permisif ini orang tua hanya memberikan sedikit batasan pada anak dan memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan tindakan apa pun yang diinginkan, orang tua cenderung memanjakan anak dan jarang memberikan hukuman kepada anak serta selalu memenuhi segala keinginan yang diinginkan oleh anak. Sehingga anak cenderung kurang dapat mengendalikan dirinya (Baumrind, dalam Santrock, 2007; Baumrind, dalam Papalia, et al., 2010; Hurlock 1978). Baumrind, dalam Desmita (2013) menambahkan bahwa pola asuh permisif terbagi menjadi dua yaitu; pertama, permissive indulgent yaitu pola asuh dimana orang tua begitu terlibat dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan memberikan sedikit batasan pada anak. Sehingga anak kurang mampu mengendalikan dirinya karena anak tidak pernah belajar bagaimana cara mengendalikan diri, selalu mengharapkan segala keinginannya terpenuhi dan merasa bebas melakukan tindakan apa pun. Kedua, permissive indifferent yaitu pola asuh dimana orang tua tidak banyak terlibat dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak. Sehingga mengakibatkan anak kurang memiliki rasa percaya diri, pengendalian diri yang buruk dan harga diri yang rendah.

Bentuk-bentuk Pola Asuh Orang Tua

Diana Baumrind menyatakan bahwa dalam mengasuh anak, orang tua tidak harus selalu memberikan aturan dan hukuman yang begitu mengekang anak. Perlu adanya sikap yang hangat dalam mengasuh anak. Dalam hal ini Baumrind membagi pola asuh dalam empat bentuk yaitu:

(19)

baik, memiliki harga diri yang rendah dan suka melakukan pelanggaran. Keempat,

pengasuhan yang memanjakan atau biasa disebut permisif. Pengasuhan permisif adalah pola asuh dimana orang tua selalu mengetahui segala tindakan yang dilakukan oleh anak akan tetapi orang tua memberi kebebasan terhadap anak untuk melakukan apa pun yang diinginkan oleh anak. Sehingga anak tidak pernah belajar untuk mengendalikan diri dan selalu menginginkan agar kemauannya selalu terpenuhi. Dengan pengasuhan yang demikian membuat orang tua yakin bahwa anak dapat lebih mandiri dan kreatif namun, anak yang menerima pola pengasuhan yang demikian cenderung kurang dapat menghargai orang lain, mengalami kesulitan dalam mengendalikan diri, cenderung mendominasi, egosentris, tidak patuh dan mengalami kesulitan untuk menjalin hubungan dengan teman sebaya (Baumrind, dalam Santrock, 2012).

Bentuk Perilaku Bullying dengan Pola Asuh Otoriter dan Permisif

Tindakan bullying merupakan suatu tindakan menyakiti yang dilakukan dengan unsur kesengajaan. Terdapat beberapa bentuk bullying yang biasa dilakukan oleh pelaku tindakan

bullying terhadap korban yaitu bullying diberikan melalui kontak fisik secara langsung, kontak verbal secara langsung, perilaku non verbal secara langsung, perilaku non verbal secara tidak langsung dan pelecehan seksual. Pelaku tindakan bullying pada umumnya mencari sasaran untuk melakukan tindakan bullying pada orang yang lemah dan tidak memiliki keberanian untuk melawan. Pelaku tindakan bullying mayoritas ialah remaja yang umumnya memiliki latar belakang keluarga tidak baik. Dikatakan tidak baik karena tidak terdapat keharmonisan dan interaksi yang baik dalam keluarga tersebut.

Anak dapat melakukan lebih banyak pelanggaran aturan ketika ia berada di lingkungan yang penuh aturan atau lingkungan tanpa adanya peraturan. Hal tersebut tercermin dari beberapa kasus seperti anak-anak bolos sekolah, tawuran dan tindak kekerasan atau perilaku bullying

(Brooks, 2011). Tidak hanya itu saja, sekolah juga dapat dikatakan salah satu tempat yang menjadi titik awal terjadinya perilaku bullying yang dapat menyebabkan beberapa anak merasa terancam dan tidak nyaman berada di lingkungan sekolah, minimnya pengawasan dari sekolah, ketidakpedulian teman sebaya dan kurangnya perhatian dari orang tua dapat menjadi alasan meluasnya kecenderungan perilaku bullying (Ringby, 2012).

(20)

melakukan segala tindakan yang diinginkan serta sedikitnya aturan yang diterapkan oleh orang tua pada anak dan pemenuhan segala keinginan yang diinginkan oleh anak. Sehingga remaja yang menerima pola asuh tersebut cenderung kurang dapat mengendalikan diri.

Pada tahapan remaja individu banyak mencoba hal baru dan mudah terpengaruh oleh lingkungan. Sehingga apa pun tindakan dan respon yang diterima oleh remaja akan cenderung dicerminkan oleh remaja ketika bertindak dan memperlakukan orang lain. Salah satunya pola asuh yang diterima oleh remaja dari orang tuanya yang memiliki kaitan dengan kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan bullying. Hal tersebut terbukti dari beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan subjek penelitian remaja siswa SMP bahkan SD kelas 6 dalam penelitian tentang hubungan antara pola asuh yang diterima oleh remaja dengan kecenderungan remaja melakukan tindakan bullying dan hasil penelitian tersebut memiliki hubungan positif (Suparwi, 2013; Efobi & Nwokolo, 2014; Hassan & Ee, 2015). Dari beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua pola asuh yaitu pola asuh otoriter dan pola asuh permisif yang membuat remaja memiliki kecenderungan lebih untuk melakukan tindakan bullying pada teman sebayanya.

Merujuk pada penjelasan Mellor, dalam Setyawan (2014) terkait kasus kekerasan di lingkungan pendidikan yang terjadi saat ini merupakan perilaku bullying. Adapun bentuk

bullying yang banyak dilakukan remaja di sekolah ialah kontak fisik dan ini termasuk persoalan serius serta membahayakan. Dalam perilaku bullying tidak hanya terdapat korban, tetapi juga terdapat pelaku dan saksi. Adapun dampak bullying, sebagaimana menurut Victorian Departement of Education and Early Chilhood Development tidak hanya dialami oleh korban bullying, akan tetapi dampak dari perilaku bullying juga dialami oleh pelaku dan saksi. Berikut dampak dari perilaku bullying pada; (1) pelaku, bullying yang terjadi pada tingkat SD (Sekolah Dasar) dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan pada jenjang pendidikan berikutnya; pelaku cenderung berperilaku agresif dan terlibat dalam perkumpulan gank serta aktivitas kenakalan lainnya; pelaku rentan terlibat dalam kasus kriminal saat menginjak usia remaja; (2) korban, memiliki masalah emosi, akademik, cenderung memiliki harga diri yang rendah, lebih merasa tertekan, suka menyendiri, cemas, merasa tidak aman,

bullying menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan sekolah seperti tidak suka terhadap sekolah, membolos, dan drop out. Hal ini dirasakan oleh individu yang selalu menjadi sasaran perilaku bullying atau hanya sesekali menjadi korban perilaku bullying. (3) Saksi, mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dan mengalami tekanan psikologis yang berat, merasa terancam dan ketakutan akan menjadi korban selanjutnya, dapat mengalami prestasi yang rendah di kelas karena perhatian masih terfokus pada bagaimana cara menghindari menjadi target bullying dari pada tugas akademik (Setyawan, 2014).

Hipotesa

(21)

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparasional. Penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang perolehan datanya berupa angka dan dianalisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2011). Penelitian ini dikatakan komparasional karena sifat penelitian ini adalah membandingkan.

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang memiliki karakteristik usia 12 sampai 15 tahun, jenis kelamin laki-laki atau perempuan yang menjadi pelaku perilaku bullying, rekomendasi dari guru BK. Data diambil dari SMP N 7 Malang dan SMP N 18 dengan jumlah populasi 982 siswa,kemudian diambil 258 siswa sebagai sampel dengan taraf signifikansi 5%. Pada SMP N 18 Malang, dari 258 siswa ditemukan sebanyak 63 siswa yang menjadi pelaku perilaku bullying, dengan rincian 43 siswa yang menerima pola asuh otoriter dan 20 siswa yang menerima pola asuh permisif. Sedangkan pada SMP N 7 Malang terdapat 64 siswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini dan ditemukan sebanyak 43 siswa yang menjadi pelaku perilaku bullying, dengan rincian 12 siswa yang menerima pola asuh otoriter dan 31 siswa yang menerima pola asuh permisif. Data yang diperoleh dari SMP N 7 malang tersebut hanya digunakan sebanyak 7 siswa yang menerima pola asuh otoriter dan 30 siswa dengan pola asuh permisif yang termasuk pelaku perilaku bullying. Sehingga total subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 siswa dengan masing-masing terdiri dari 50 siswa yang menerima pola asuh otoriter dan 50 siswa yang menerima pola asuh permisif.

Sampel adalah sebagian sumber data yang mewakili jumlah keseluruhan populasi. Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling,

dimana sampel diambil berdasarkan pertimbangan tertentu.

Variabel dan Instrumen Penelitian

(22)

pilihan S (Setuju), 2 untuk pilihan TS (Tidak Setuju) dan 1 untuk pilihan STS (Sangat Tidak Setuju).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah bentuk perilaku bullying. Bentuk perilaku bullying

adalah suatu aksi yang dimunculkan oleh seseorang secara sengaja melalui tindakan kekerasan serta menyakiti baik berupa kekerasan fisik secara langsung, verbal secara langsung, perilaku non verbal secara langsung meliputi; melihat dengan sinis dan menjulurkan lidah, perilaku non verbal tidak langsung meliputi; mendiamkan, mengucilkan, mengabaikan, mengirim surat kaleng, serta pelecehan seksual. Hal ini dapat diukur melalui skala kecenderungan melakukan perilaku bullying yang disusun oleh peneliti berdasarkan kajian teori bentuk-bentuk bullying menurut Riauskina, et al., dalam Wiyani (2012). Skala kecenderungan perilaku bullying terdiri dari item favourable dan unfavourable. Adapun bentuk skala yang digunakan ialah skala likert, dengan ketentuan skoring sebagai berikut; item favourable berlaku skor 4 untuk pilihan SS (Sangat Setuju), 3 untuk pilihan S (Setuju), 2 untuk pilihan TS (Tidak Setuju) dan 1 untuk pilihan STS (Sangat Tidak Setuju). Sedangkan item unfavourable berlaku skor 1 untuk pilihan SS (Sangat Setuju), 2 untuk pilihan S (Setuju), 3 untuk pilihan TS (Tidak Setuju) dan 4 untuk pilihan STS (Sangat Tidak Setuju).

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Secara umum, prosedur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga yaitu :

Tahap persiapan ini mulai dari penyusunan skala kecenderungan perilaku bullying dan adaptasi skala pola asuh otoriter dan permisif (Khairani, 2015) dengan indeks validitas 0.355-0.769 dan nilai reliabilitas 0.900 yang akan digunakan sebagai alat ukur. Melakukan try out

(uji coba) skala yang sudah disusun dan diadaptasi kepada remaja dengan usia 12 sampai 15 tahun.

Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian

(23)

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Alat Ukur Alpha

Skala Kecenderungan Bentuk Perilaku Bullying 0.943 Skala Pola Asuh Otoriter dan Permisif 0.927

Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa kedua instrumen yang digunakan ketika try out

penelitian dinyatakan reliabel karena angka reliabilitas bernilai > 0.700.

Tahap pelaksanaan yang dilakukan setelah peneliti mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas dari skala yang akan digunakan untuk pengambilan data pada penelitian ini. Dimana pada tahap pelaksanaan ini, peneliti mulai menyebarkan skala pada subjek penelitian yang berlangsung pada tanggal 6 Januari 2015 hingga 21 Januari 2015.

Tahap akhir yaitu analisa data yang diawali dengan melakukan entry data dari skala yang sudah disebar kemudian dilakukan proses analisa data. Dari data yang diperoleh oleh peneliti, kemudian dilakukan scoring. Karena kedua variable dalam penelitian ini berbentuk ordinal maka harus dilakukan koding yaitu memberikan kode pada setiap kelompok, baik kelompok pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pengelompokan bentuk perilaku bullying baru kemudian dilakukan analisis. Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan software

SPSS for window versi 21 yaitu analisis uji Chi-Square. Adapun tujuan uji yang digunakan ialah komparasi yaitu membandingkan bentuk bullying yang diberikan oleh remaja kepada teman sebaya antara remaja yang memperoleh pola asuh otoriter dengan remaja yang memperoleh pola asuh permisif dari orang tuanya.

HASIL PENELITIAN

Hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan akan dipaparkan melalui beberapa tabel berikut;

Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian

Pola Asuh Usia Laki-laki Perempuan Keluarga Keluarga Utuh Bercerai

Otoriter 12-15 tahun 33 orang 17 orang 44 orang 6 orang Permisif 12-14 tahun 48 orang 2 orang 41 orang 9 orang

(24)

41 orang dari mereka memiliki latar belakang keluarga utuh dan 9 orang memiliki latar belakang keluarga bercerai.

Tabel 4. Hasil Analisa Data

N X² Probabilitas (5%)

Chi-Square 100 6.754ª 0.149

Berdasarkan hasil uji Chi-Square pada tabel 4 diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.149 > 0.05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan bentuk perilaku bullying

yang dilakukan remaja dengan pola asuh otoriter dan remaja dengan pola asuh permisif.

Tabel 5. Tabel Perbandingan Bentuk Perilaku Bullying Kelompok Pola Asuh Otoriter dan Kelompok Pola Asuh Permisif Berdasarkan Uji Chi-Square

Pola Prosentase Kategori Bentuk Perilaku Bullying Total Asuh Kontak Kontak Perilaku Perilaku Pelecehan Fisik Verbal Non Verbal Non Verbal Seksual Secara Secara Secara Tidak

Langsung Langsung Langsung Langsung

Otoriter 12% 7% 9% 9% 13% 50% Permisif 7% 8% 19% 9% 7% 50% Total 19% 15% 28% 18% 20% 100%

Berdasarkan perolehan prosentase berdasarkan uji Chi-Square pada tabel 5 diketahui perbedaan bentuk perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja dengan pola asuh otoriter dan remaja dengan pola asuh permisif. Perbedaan tersebut terlihat dari remaja yang mendapatkan pola asuh otoriter melakukan bentuk perilaku bullying berupa kontak fisik secara langsung dengan prosentase 12% yaitu sebanyak 12 orang, kontak verbal secara langsung dengan prosentase 7% yaitu sebanyak 7 orang, perilaku non verbal secara langsung dengan prosentase 9% yaitu sebanyak 9 orang, perilaku non verbal tidak langsung dengan prosentase 9% yaitu sebanyak 9 orang dan pelecehan seksual dengan prosentase 13% yaitu sebanyak 13 orang. Sedangkan remaja yang mendapatkan pola asuh permisif melakukan bentuk perilaku bullying

(25)

DISKUSI

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.149 > 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat perbedaan bentuk perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja yang mendapat pola asuh otoriter dengan remaja yang mendapat pola asuh permisif. Apabila meninjau prosentase skor berdasarkan uji Chi-Square terbukti bahwa remaja dengan pola asuh otoriter cenderung lebih banyak melakukan bentuk perilaku bullying berupa pelecehan seksual sebesar 13% atau 13 orang dan kontak fisik secara langsung yang meliputi memukul, mendorong, mengunci dalam suatu ruangan, menendang, menjambak dan merusak barang korban sebesar 12% atau 12 orang. Hanya sebagian kecil dari remaja dengan pola asuh otoriter yang melakukan bentuk perilaku bullying berupa kontak verbal secara langsung yang meliputi mengancam, mempermalukan, merendahkan, memanggil dengan nama julukan dan memaki sebesar 7% atau 7 orang. Sedangkan remaja yang menerima pola asuh permisif cenderung lebih banyak melakukan bentuk bullying berupa perilaku non verbal secara langsung yang meliputi melihat dengan sinis dan menjulurkan lidah sebesar 19% atau 19 orang, juga perilaku non verbal tidak langsung yang meliputi mendiamkan, mengucilkan, mengabaikan dan mengirim surat kaleng sebesar 9% atau 9 orang. Hanya terdapat sebagian kecil dari remaja dengan pola asuh permisif yang melakukan tindakan bentuk perilaku bullying berupa kontak fisik secara langsung sebesar 7% atau 7 orang dan pelecehan seksual sebesar 7% atau 7 orang. Dari perbedaan pola asuh yang diterima oleh remaja menyebabkan munculnya perilaku yang berbeda pula, sehingga dapat dikatakan bahwa pola asuh otoriter maupun permisif yang diberikan oleh orang tua dapat menjadi pengaruh bagi remaja dalam berperilaku khususnya ketika melakukan bentuk perilaku bullying yang diberikan pada teman sebayanya ketika di sekolah. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentan usia 12-15 tahun yang menempuh pendidikan pada jenjang SMP. Sebagaimana penelitian sebelumnya yang menjadikan siswa SMP sebagai sasaran subjek penelitian, dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara remaja yang menerima pola asuh otoriter dengan remaja yang menerima pola asuh permisif lebih memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan bullying (Suparwi, 2013; Hassan & Ee, 2015). Selain itu, terdapat pula study deskriptif mengenai perilaku bullying pada remaja yang menunjukkan hasil bahwa remaja yang menempuh pendidikan pada jenjang SMP tercatat sebanyak 15% merupakan pelaku tindakan bullying, dan bentuk bullying yang kerap kali dilakukan ialah bullying verbal. Adapun faktor yang menjadi pengaruh remaja melakukan tindakan bullying adalah keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekolah (Tumon, 2014).

(26)

tersebut dapat terjadi disebabkan pengalaman atau fenomena yang dilihat oleh remaja dalam lingkungan keluarga. Remaja tidak memiliki kemampuan untuk melampiaskan kemarahan yang dirasakannya pada orang tua sehingga mencari teman sebaya yang lemah dan tidak memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan, dan dari tindakan bullying yang dilakukan tersebut membuat pelaku bullying merasa puas karena adanya unsur kesengajaan. Sebagaimana pernyataan Georgiou (2008), dalam Suparwi (2013) anak akan mencontoh pola interaksi yang dilakukan oleh orang tua sehari-hari ketika di rumah dan mencari teman sebaya yang lemah untuk dijadikan sasaran perilaku bullying ketika anak berada di lingkungan bersama teman sebayanya salah satunya adalah di sekolah.

Lain hal nya dengan remaja yang mendapat pola asuh permisif dari orang tua mereka yang dengan bebas dapat melakukan tindakan apa pun yang diinginkan serta ketika menginginkan sesuatu maka keinginan tersebut selalu dipenuhi oleh orang tua mereka. Remaja yang terbiasa bebas melakukan segala tindakan yang dikehendaki, ketika mereka melakukan tindakan

bullying maka bentuk bullying yang mereka lakukan cenderung pada perilaku non verbal secara langsung yang meliputi melihat dengan tatapan sinis dan menjulurkan lidah, serta perilaku non verbal secara tidak langsung yang meliputi mendiamkan korban, mengucilkan, mengabaikan dan mengirim surat kaleng. Dapat dikatakan bahwa antara remaja yang mendapat pola asuh otoriter dengan remaja yang mendapat pola asuh permisif tidak mengetahui perilaku yang baik dan layak untuk dilakukan serta mana perilaku yang seharusnya tidak dilakukan, disebabkan kurangnya arahan dan bimbingan dari orang tua mereka (Baumrind, dalam Santrock, 2007; Baumrind, dalam Papalia, et al., 2010; Baumrind, dalam Desmita, 2013; Hurlock 1978). Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini berlawanan dengan pernyataan (Badingah, 1993, dalam Fataruba, 2015) yang menyebutkan bahwa remaja yang mendapat pola asuh otoriter cenderung melakukan tindakan

bullying dalam bentuk kekerasan yang dapat membahayakan sekalipun tidak langsung, sedangkan remaja yang mendapat pola asuh permisif cenderung melakukan tindakan bullying

secara terang-terangan.

(27)

kecenderungan untuk melakukan tindakan bullying semakin menurun. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang memiliki toleransi dan keterbukaan diri yang rendah maka kecenderungan untuk melakukan tindakan bullying semakin meningkat (Purbosari, 2014). Adapun bentuk

bullying yang dilakukan oleh mayoritas remaja laki-laki yang menerima pola asuh otoriter dalam penelitian ini adalah pelecehan seksual, kontak fisik secara langsung yang mencakup memukul, mendorong, mengurung korban dalam suatu ruangan, menendang, menjambak dan merusak barang korban. Sedangkan remaja laki-laki yang mendapat pola asuh permisif cenderung melakukan bentuk bullying berupa perilaku non verbal secara langsung yang mencakup melihat dengan tatapan sinis dan menjulurkan lidah, serta perilaku non verbal tidak langsung meliputi mendiamkan korban, mengucilkan, mengabaikan dan mengirim surat kaleng. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa mayoritas pelaku bullying adalah laki-laki dengan bentuk bullying intimidasi fisik, verbal dan sosial, sedangkan faktor yang menjadi pengaruh ialah pola asuh ibu yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah (Abbas,et, al., 2014).

Tidak hanya itu saja, pelaku tindakan bullying banyak dilakukan oleh remaja yang memiliki latar belakang keluarga yang utuh baik dari remaja yang menerima pola asuh otoriter maupun remaja yang menerima pola asuh permisif. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh pengalaman yang diperoleh remaja dalam keluarga, seperti kondisi keluarga yang kerap kali terjadi kekerasan, pertengkaran yang sering terjadi antara kedua orang tua dan hukuman yang kerap kali diterima oleh remaja dari orang tua mereka, juga pengaruh dari teman sebaya dalam pergaulan sehari-hari. Meskipun demikian, terdapat pula remaja pelaku tindakan bullying

yang memiliki latar belakang keluarga bercerai dan kondisi keluarga yang tidak harmonis juga dapat menjadi faktor penyebab remaja melakukan tindakan bullying (Ariesto, 2009, dalam Mudjijanti, 2011 & Swearer, et al., 2009). Hal ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pelaku tindakan bullying mayoritas berasal dari remaja yang menerima pola asuh otoriter dan memiliki latar belakang keluarga yang tidak harmonis. Selain itu, lingkungan tempat tinggal juga dapat dikatakan menjadi salah satu faktor penentu seseorang melakukan tindakan bullying. Akan tetapi pada penelitian sebelumnya tidak menyebutkan bentuk bullying yang dilakukan mencakup apa saja(Jones, 2015).

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bentuk perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja yang memperoleh pola asuh otoriter dengan remaja yang memperoleh pola asuh permisif dari orang tua mereka. Adapun bentuk bullying

(28)

tersebut dapat dikatakan amat berbahaya, karena dapat menyebabkan korban enggan masuk sekolah bahkan terjadinya kehamilan di luar nikah.

(29)

REFERENSI

Abbas, N., Ashiq, U., & Abbas, F. (2014). Assessment of school bullying and contributing factors a case of Punjab (Pakistan). Journal of Applied Environmental and Biological Sciences, 4 (7S), 241-251.

Brooks, J. (2011). The process of parenting edisi kedelapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Desmita. (2013). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Efobi, A., & Nwokolo, C. (2014). Relationship between parenting styles and tendency to bullying behavior among adolescents. Journal of Education & Human Development, 3, 1 - 15.

Fataruba, R. (2015). Mental revolution of child bullying victims in indonesia: parenting styles and ethnic groups effect. International Journal of Research studies in psychology, 2243-769X.

Hassan, N. C., & Ee. (2015). Relationship between bully’s behaviour and parenting styles amongst elementary school students. International Journal of Education and Training,

1, 1 - 12.

Hurlock. (1978). Perkembangan anak jilid 2 edisi keenam. (Tjandrasa, M). Jakarta: Erlangga.

Jones, G. (2015). The effects of family variables on school bullying. Journal of Initial Teacher Inquiry, 1.

Khairani, L. T. (2015). Hubungan antara pengasuhan orang tua dengan agresifitas pada remaja. Skripsi, Program Psikologi Universitas Muhammadiyah, Malang.

Mudjijanti, F. (2011). School bullying dan peran guru dalam mengatasinya. Diakses pada Oktober 22, 2015, dari http://download.portalgaruda.org/article.5326.html

Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2010). Human development (psikologi perkembangan) bagian I s/d IV edisi kesembilan. Jakarta: Kencana.

Pratama, A. A., Krisnatuti, D., & Hastuti, D. (2014). Gaya pengasuhan otoriter dan perilaku

bullying di sekolah menurunkan self esteem anak usia sekolah. Jurnal Ilmu Keluarga & Konseling, 7, 2.

(30)

Putik, N. (2014). Hubungan pola asuh otoriter dan intensitas bermain game online dengan perilaku bullying pada remaja di sekolah. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Rachmah, D. N. (2014). Empati pada pelaku bullying. Journal Ecopsy, 1, 2.

Rigby, K. (2012). Bullying interventions in school : six basic approaches. Australia: ACER Press.

Salleh, N. M., & Zainal, K. (2014). Bullying among secondary school students in malaysia: a case study. International Education Studies, 7, 13.

Santrock, J. W. (2007). Remaja edisi 11 jilid 1. Jakarta: Erlangga. Santrock, J. W. (2007). Remaja edisi 11 jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2012). Live-span development perkembangan masa hidup edisi ketigabelas jilid I. Jakarta: Erlangga.

Setyawan, D. (2014, Oktober 16). Kasus bullying dan pendidikan karakter. Diakses pada Oktober 22, 2014, dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai.html

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suparwi, S. (2013). Perilaku bullying siswa ditinjau dari persepsi pola asuh otoriter dan

kemampuan berempati. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 8, 1.

Swearer, S. M., Espelage, D. L., & Napolitano, S. A. (2009). Bullying prevention & intervention realistic strategies for schools. New York : The Guildford Press.

Tumon, M. B. A. (2014). Study deskriptif perilaku bullying pada remaja. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 3, 1.

Wiyani, N.A. (2012). Save our children from school bullying. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Yuanita, C. (2008). Hubungan pola asuh permisif orang tua dengan sikap remaja terhadap

(31)

LAMPIRAN

(32)

Blue Print SKALA I = BENTUK BULLYING

Bentuk Bullying Tindakan Item

Favourable

Item Unfavourable

Kontak fisik secara

langsung Memukul, mendorong, menendang, menjambak, merusak barang korban,

langsung Melihat dengan sinis, menjulurkan lidah 21, 42, 24, 45, 26, 48, 29

23, 28, 30

Perilaku non verbal tidak

(33)

Skala Try Out

Isilah identitas Saudara/i

Nama (Inisial) : Kelas :

Usia : Sekolah :

Jenis kelamin : Anak ke …. Dari …. bersaudara

Kedua orang tua utuh / kedua orang tua bercerai *Coret yang tidak sesuai dengan kondisi anda

SKALA I

Petunjuk Pengisian Skala

Pilihlah salah satu dari empat pilihan jawaban yang paling sesuai dengan kondisi saudara/i dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom yang telah tersedia.

Adapun pilihan jawaban yang disediakan adalah: STS = Sangat Tidak Setuju

TS = Tidak Setuju S = Setuju SS = Sangat Setuju

BACA SETIAP PERNYATAAN DENGAN SEKSAMA SEBELUM MENJAWAB.

Jawabanlah dengan jujur berdasarkan diri anda, Terima kasih.

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya memukul badan teman yang saya anggap lemah dihadapan banyak teman agar mereka menganggap saya adalah jagoan

2 Saya dengan sengaja mendorong teman ketika sedang mengantri di kantin

3 Saya membantu teman yang tidak saya sukai untuk berdiri ketika ia terjatuh

4 Saya dengan sengaja menendang barang yang dekat dengan jangkauan saya ke arah teman yang tidak saya sukai

5 Saya dengan sengaja mendorong teman ketika sedang berdesakan masuk gerbang sekolah

6 Saya membela teman yang saya anggap lemah ketika ia dihina oleh teman yang lain

7 Saya melempar buku milik teman yang saya anggap lemah kesana kemari hingga buku tersebut rusak 8 Saya senang memainkan sambil menarik-narik rambut

teman yang terlihat lemah

9 Saya mengambilkan peralatan sekolah milik teman yang tidak saya sukai yang terjatuh dilantai

(34)

11 Saya membantu mengeluarkan teman yang saya anggap lemah ketika ia terkunci dalam suatu ruangan 12 Saya meminta uang secara paksa pada teman yang

tidak berani melawan saya

13 Saya memaksa teman yang saya anggap lemah untuk membayar jajan yang saya makan di kantin

14 Saya tidak meminta uang jajan milik teman karna itu bukan hak saya

15 Saya menertawakan apa pun tindakan yang dilakukan oleh teman yang saya anggap lemah

16 Ketika saya menjumpai teman yang menurut saya aneh, saya menirukan gayanya hingga teman-teman yang lain menertawakan

17 Saya memanggil nama teman dengan sebutan nama hewan atau yang lainnya

18 Saya memilih untuk tidak bergabung bersama teman-teman yang senang menertawakan perilaku teman-teman yang lain

19 Saya meragukan kemampuan teman yang tidak saya sukai dengan cara terus mempertanyakan hasil pekerjaannya ketika saya satu kelompok tugas dengannya

20 Saya menghina teman yang saya anggap lemah di hadapan banyak orang

21 Saya melihat dengan mata melotot ketika teman yang tidak berani melawan saya lewat di depan saya 22 Saya menarik rok/celana teman yang tidak berani

melawan saya

23 Saya menatap dengan tatapan biasa ketika bertemu dengan teman yang saya anggap lemah

24 Saya menjulurkan lidah keluar ketika teman yang saya anggap lemah melihat ke arah saya

25 Saya memeluk teman lawan jenis yang saya anggap tidak berani melawan saya

26 Saya menjulurkan lidah ke luar ketika saya lewat disekitar teman yang saya anggap lemah

27 Saya memaksa teman lawan jenis yang saya anggap lemah untuk ikut bersama saya ke tempat yang sepi 28 Saya melihat ke arah teman yang saya anggap lemah

dengan mata berbinar yang menunjukkan rasa bahagia ketika bertemu dengannya

29 Saya mengeluarkan lidah seolah ingin muntah ketika teman yang saya anggap lemah melihat ke arah tempat duduk saya

30 Saya selalu tersenyum ketika berjumpa dengan teman yang saya anggap lemah

(35)

32 Saya biasa mengobrol bersama teman yang saya anggap lemah

33 Saya mengajak teman-teman untuk beranjak pergi ketika teman yang saya anggap lemah mendatangi kami saat berkumpul

34 Saya menerima dengan sambutan yang hangat ketika teman yang saya anggap lemah bergabung dalam perkumpulan bersama teman-teman ketika jam istirahat

35 Saya mengajak teman-teman yang lain untuk tidak bermain dengan teman yang saya anggap lemah 36 Saya bersikap acuh kepada teman yang saya anggap

lemah

37 Saya bersedia menerima masukan pendapat dari teman yang saya anggap lemah

38 Saya senang melempar kertas yang berisi tulisan ejekan kepada teman yang tidak berani melawan saya 39 Saya senang menempel kertas yang berisi tantangan

pada bangku teman yang saya anggap lemah 40 Saya membuang kertas yang berisi ejekean tentang

kejelekan teman yang saya anggap lemah ke tempat sampah

41 Saya meletakkan cermin di bawah rok teman yang saya anggap lemah ketika ia sedang duduk

42 Saya melihat dengan mata melotot ke arah teman yang saya anggap lemah

43 Saya memberitahu teman yang saya anggap lemah ketika resleting rok/celananya terbuka

44 Saya senang mengintip teman lawan jenis yang tidak berani melawan saya ketika ia sedang di kamar mandi 45 Saya melihat dengan tatapan sinis ketika teman yang

saya anggap lemah masuk ke dalam kelas

46 Saya menolong teman yang saya anggap lemah ketika saya tahu teman lawan jenisnya akan merangkulnya 47 Saya senang memegang seluruh bagian organ tubuh

teman lawan jenis yang saya anggap lemah

48 Saya melihat ke arah teman yang saya anggap tidak berani melawan saya dengan tatapan mata sipit sambil mengerutkan kening

49 Saya menolong teman yang saya anggap lemah ketika saya tahu teman lawan jenisnya memaksanya pergi ke tempat sepi

(36)

Blue Print SKALA II = Pola Asuh Otoriter dan Permisif

Pola asuh otoriter Menghukum, membatasi dengan berbagai aturan, memaksa anak

(37)

Petunjuk Pengisian Skala II

Pilihlah salah satu dari empat pilihan jawaban yang paling sesuai dengan kondisi saudara/i dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom yang telah tersedia.

Adapun pilihan jawaban yang disediakan adalah: STS = Sangat Tidak Setuju

TS = Tidak Setuju S = Setuju SS = Sangat Setuju

BACA SETIAP PERNYATAAN DENGAN SEKSAMA SEBELUM MENJAWAB.

Jawabanlah dengan jujur berdasarkan diri anda, Terima kasih.

SKALA II

No Pernyataan STS TS S SS

1 Orang tua saya menganggap bahwa orang tua yang bijaksana harus mengajari anak-anak mereka sejak kecil tentang siapakah piminan dalam keluarga

2 Orang tua membebaskan saya untuk berfikir dan berbuat sesuai dengan apa yang ingin saya lakukan, bahkan jika hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang orang tua inginkan

3 Orang tua tidak mengizinkan saya untuk bertanya pada setiap keputusan yang orang tua buat

4 Orang tua saya mengikuti apa yang anak-anak inginkan ketika membuat keputusan keluarga

5 Orang tua memberi tahu perilaku apa yang mereka harapkan dari saya, dan jika saya tidak memenuhi harapan tersebut maka orang tua akan menghukum saya 6 Orang tua saya membolehkan saya untuk memutuskan

suatu hal sendiri tanpa banyak arahan dari mereka 7 Orang tua saya bersikap memaksa dan ketat dalam

membuat kesepakatan dengan anak-anaknya ketika tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan

8 Orang tua mengizinkan saya untuk memutuskan sendiri apa yang akan saya lakukan

9 Menurut orang tua, saya harus setuju dengan pendapat mereka karena hal tersebut demi kebaikan saya sendiri 10 Orang tua saya jarang memberi saya harapan dan

bimbingan untuk perilaku saya

11 Setiap kali orang tua menyuruh saya melakukan sesuatu, mereka mengharapkan saya melakukannya sesegera mungkin tanpa bertanya

(38)

13 Orang tua saya merasa bahwa paksaan harus lebih digunakan agar anak-anak bersikap sesuai dengan apa yang orang tua inginkan

14 Orang tua jarang memberikan contoh kepada saya tentang cara berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari

15 Orang tua saya sering mengatakan kepada saya apa yang mereka inginkan dari saya dan mereka mengharapkan agar saya dapat mewujudkan keinginan tersebut 16 Orang tua saya menganggap bahwa anak-anak harus

mengikuti setiap petunjuk orang tua

17 Orang tua bersikeras bahwa saya harus sesuai dengan harapan-harapan mereka

18 Orang tua memaksa saya untuk mematuhi peraturan dalam berperilaku

19 Orang tua saya tidak marah jika saya mencoba untuk tidak setuju dengan mereka

(39)

LAMPIRAN

(40)

Blue Print SKALA I = BENTUK BULLYING

Bentuk Bullying Tindakan Item

Favourable

Item Unfavourable

Kontak fisik secara

langsung Memukul, mendorong, menendang, menjambak, merusak barang korban, mengurung dalam ruangan

1, 2, 3, 4 5

Kontak verbal secara

langsung Mengancam, mempermalukan,

merendahkan, memanggil dengan nama panggilan, memaki

6, 7, 9, 10, 11, 12, 13 8

Perilaku non verbal secara

langsung Melihat dengan sinis, menjulurkan lidah 14, 16, 18, 20, 31, 33 - Perilaku non verbal tidak

langsung Mendiamkan, mengucilkan, mengabaikan, mengirim surat kaleng

21, 23, 25,

26, 28 22, 24, 27, 29

Pelecehan seksual - 15, 17, 19,

30, 32, 34 35

Ketentuan Skoring Skala 1

Item STS TS S SS

Favourable 1 2 3 4

(41)

Skala Turun Lapang Isilah identitas Saudara/i

Nama (Inisial) : Kelas :

Usia : Sekolah :

Jenis kelamin : Anak ke …. Dari …. bersaudara

Kedua orang tua utuh / kedua orang tua bercerai *Coret yang tidak sesuai dengan Kondisi keluarga anda

SKALA I

Petunjuk Pengisian Skala

Pilihlah salah satu dari empat pilihan jawaban yang paling sesuai dengan kondisi saudara/i dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom yang telah tersedia.

Adapun pilihan jawaban yang disediakan adalah: STS = Sangat Tidak Setuju

TS = Tidak Setuju S = Setuju

SS = Sangat Setuju

BACA SETIAP PERNYATAAN DENGAN SEKSAMA SEBELUM MENJAWAB.

Jawabanlah dengan jujur berdasarkan diri anda, Terima kasih.

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya dengan sengaja mendorong teman ketika sedang mengantri di kantin

2 Saya dengan sengaja menendang barang yang dekat dengan jangkauan saya ke arah teman yang tidak saya sukai

3 Saya senang memainkan sambil menarik-narik rambut teman yang terlihat lemah

4 Saya senang mengunci teman yang saya anggap lemah di dalam kelas ketika jam istirahat

5 Saya membantu mengeluarkan teman yang saya anggap lemah ketika ia terkunci dalam suatu ruangan 6 Saya meminta uang secara paksa pada teman yang

tidak berani melawan saya

7 Saya memaksa teman yang saya anggap lemah untuk membayar jajan yang saya makan di kantin

8 Saya tidak meminta uang jajan milik teman karna itu bukan hak saya

9 Saya menertawakan apa pun tindakan yang dilakukan oleh teman yang saya anggap lemah

(42)

yang lain menertawakan

11 Saya memanggil nama teman dengan sebutan nama hewan atau yang lainnya

12 Saya meragukan kemampuan teman yang tidak saya sukai dengan cara terus mempertanyakan hasil pekerjaannya ketika saya satu kelompok tugas dengannya

13 Saya menghina teman yang saya anggap lemah di hadapan banyak orang

14 Saya melihat dengan mata melotot ketika teman yang tidak berani melawan saya lewat di depan saya 15 Saya menarik rok/celana teman yang tidak berani

melawan saya

16 Saya menjulurkan lidah keluar ketika teman yang saya anggap lemah melihat ke arah saya

17 Saya memeluk teman lawan jenis yang saya anggap tidak berani melawan saya

18 Saya menjulurkan lidah ke luar ketika saya lewat disekitar teman yang saya anggap lemah

19 Saya memaksa teman lawan jenis yang saya anggap lemah untuk ikut bersama saya ke tempat yang sepi 20 Saya mengeluarkan lidah seolah ingin muntah ketika

teman yang saya anggap lemah melihat ke arah tempat duduk saya

21 Saya tidak menjawab teguran dari teman yang saya anggap lemah

22 Saya biasa mengobrol bersama teman yang saya anggap lemah

23 Saya mengajak teman-teman untuk beranjak pergi ketika teman yang saya anggap lemah mendatangi kami saat berkumpul

24 Saya menerima dengan sambutan yang hangat ketika teman yang saya anggap lemah bergabung dalam perkumpulan bersama teman-teman ketika jam istirahat

25 Saya mengajak teman-teman yang lain untuk tidak bermain dengan teman yang saya anggap lemah 26 Saya bersikap acuh kepada teman yang saya anggap

lemah

27 Saya bersedia menerima masukan pendapat dari teman yang saya anggap lemah

28 Saya senang melempar kertas yang berisi tulisan ejekan kepada teman yang tidak berani melawan saya 29 Saya membuang kertas yang berisi ejekean tentang

kejelekan teman yang saya anggap lemah ke tempat sampah

(43)

31 Saya melihat dengan mata melotot ke arah teman yang saya anggap lemah

32 Saya senang mengintip teman lawan jenis yang tidak berani melawan saya ketika ia sedang di kamar mandi 33 Saya melihat dengan tatapan sinis ketika teman yang

saya anggap lemah masuk ke dalam kelas

34 Saya senang memegang seluruh bagian organ tubuh teman lawan jenis yang saya anggap lemah

(44)

Blue Print SKALA II = Pola Asuh Otoriter dan Permisif Jenis pola asuh

orang tua

Indikator perilaku Item Favourable

Pola asuh otoriter Menghukum, membatasi dengan berbagai aturan, memaksa anak untuk patuh, menghormati segala keputusan yang diambil oleh orang tua, tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengkomunikasikan segala sesuatu secara verbal dengan orang tua, orang tua tidak responsif pada anak, bersikap keras dan kaku terhadap anak, serta cenderung menerapkan metode kekuasaan yang tegas dalam mengontrol anak.

2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 15

Pola asuh permisif Memanjakan anak, orang tua banyak terlibat dalam kegiatan yang dilakukan anak, kurangnya tuntutan dan kendali yang

diberikan oleh orang tua terhadap anak, serta selalu memenuhi segala keinginan yang diinginkan oleh anak.

1, 3, 5, 7, 9, 11, 13

Ketentuan Skoring Skala 2

Item STS TS S SS

(45)

Petunjuk Pengisian Skala II

Pilihlah salah satu dari empat pilihan jawaban yang paling sesuai dengan kondisi saudara/i dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom yang telah tersedia.

Adapun pilihan jawaban yang disediakan adalah: STS = Sangat Tidak Setuju

TS = Tidak Setuju S = Setuju

SS = Sangat Setuju

BACA SETIAP PERNYATAAN DENGAN SEKSAMA SEBELUM MENJAWAB.

Jawabanlah dengan jujur berdasarkan diri anda, Terima kasih.

SKALA II

No Pernyataan STS TS S SS

1 Orang tua membebaskan saya untuk berpikir dan berbuat sesuai dengan apa yang ingin saya lakukan, bahkan jika hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang orang tua inginkan

2 Orang tua tidak mengizinkan saya untuk bertanya pada setiap keputusan yang orang tua buat

3 Orang tua saya mengikuti apa yang anak-anak inginkan ketika membuat keputusan keluarga 4 Orang tua memberi tahu perilaku apa yang mereka

harapkan dari saya, dan jika saya tidak memenuhi harapan tersebut maka orang tua akan menghukum saya

5 Orang tua saya membolehkan saya untuk memutuskan suatu hal sendiri tanpa banyak arahan dari mereka 6 Orang tua saya bersikap memaksa dan ketat dalam

membuat kesepakatan dengan anak-anaknya ketika tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan 7 Orang tua mengizinkan saya untuk memutuskan

sendiri apa yang akan saya lakukan

8 Menurut orang tua, saya harus setuju dengan pendapat mereka karena hal tersebut demi kebaikan saya

sendiri

9 Orang tua saya jarang memberi saya harapan dan bimbingan untuk perilaku saya

10 Setiap kali orang tua menyuruh saya melakukan sesuatu, mereka mengharapkan saya melakukannya sesegera mungkin tanpa bertanya

Gambar

Tabel 5. Perbandingan Bentuk Perilaku  Bullying dengan Pola Asuh ................................
Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 5. Tabel Perbandingan Bentuk Perilaku Bullying dan Kelompok Pola Asuh Permisif Berdasarkan Uji Kelompok Pola Asuh Otoriter Chi-Square

Referensi

Dokumen terkait

91,3% faktor lain yang mempengaruhi perilaku bullying, antara lain : pola asuh orangtua, norma kelompok dan iklim sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan,

Lebih lanjut mengenai pola asuh otoriter dapat mengarahkan anak pada perilaku bullying , ini dibuktikan dengan beberapa penelitian, seperti penelitian yang

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan terhadap temuan di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa persepsi pola asuh otoriter dan kemampuan

Pola asuh yang baik untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola asuh orang tua yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga mengendalikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua (F=2.951, p<0.05), subjek dengan pola

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pola asuh otoriter dan konformitas memberikan sumbangan efektifitasnya secara signifikan dengan perilaku bullying hanya sebesar

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah hubungan positif antara pola asuh otoriter ayah dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMK PIRI 1 Yogyakarta.

Asumsi Saya Pola asuh permisif memiliki resiko yang tinggi terhadap anak untuk berperiku merokok karena menerima sedikit bimbingan dari orang tua, sehingga anak sulit