i
PELANGGARAN ETIKA PROFESI JAKSA DITINJAU DARI
HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1)
Oleh:
SHOLEHUDDIN
09120048
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARIAH
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
PENGGARAN ETIKA PROFESI JAKSA DITINJAU DARI HUKUM
POSITIF DAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Oleh:
SHOLIHUDDIN
NIM. 09120048
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Dra. Sunkanah, SH, M.Hum
Pembimbing II
iii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang,
Dan diterima untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Pada Tanggal: 17 Juli 2014
Dewan Penguji Tanda Tangan
1. Dra. Sunkanah, SH, M.Hum 1. ___________________ 2. Idaul Hasanah, S.Ag, M.Hi 2. ___________________
3. Drs. Munir, MA 3. ___________________
4. Drs. M. Syarif, M.Ag 4. ___________________
Mengesahkan, Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Malang Dekan,
iv
Motto:
ِناَبّذَكُت اَمُكّبَر ِءاآ ّيَأِبَف
v
Persembahan:
Karya tulis (skripsi) ini saya persembahkan kepada
kedua orang tua saya dan saudara-saudara saya.
vi
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Saya :
Nama : Sholihuddin NIM : 09120048
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul :
“Pelanggaran Etika Profesi Jaksa Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Hukum Positif” adalah benar-benar hasil karya karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik di Universitas Muhammadiyah Malang, termasuk berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Demikian surat pernyataan yang saya buat tanpa unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Malang, 26 Juni 2014
Yang membuat pernyataan,
vii
ABSTRAK
Nama : Sholihuddin
Tempat, Tanggal Lahir : Taliwang, 18 Juli 1988
NIM : 09120048
Fakultas : Agama Islam
Jurusan : Syari’ah
Judul Skripsi : Pelanggaran Etika Profesi Jaksa Ditinjau Dari Hukum Positif Dan Hukum Islam
Pembimbing : 1. Dra. Sunkanah, SH, M.Hum
2. Idaul Hasanah, S.Ag, M.Hi
Kata Kunci : Etika, Profesi Jaksa, Suap, Kode Etik
Jaksa sebagai salah satu aparat penegak hukum (Legal Aparatur) yang ada di lingkungan kejaksaan telah memiliki kode etik sebagai standar moral atau kaedah yang harus dipatuhi. Kode etik merupakan kesesuaian sikap yang harus dijunjung tinggi oleh jaksa dengan jiwa pancasila, untuk menegakkan supremasi hukum, menegakkan etika, profesionalisme dan disiplin. Munculnya wacana pemikiran tentang pelanggaran kode etik yang akan menjadi penelitian yang dititik beratkan kepada faktor terjadinya pelanggaran etika, fundamentalisme nilai-nilai dan kelemahan yang terkandung dalam kode etik. Penyusun merasa tertarik untuk membahas kode etik profesi jaksa dan dikaitkan dengan nilai-nilai dan tinjauan yang terkandung baik dalam hukum Islam maupun dalam hukum positif.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah atau mengkaji sumber kepustakaan berupa data-data primer dan sumber data sekunder yang relevan dengan pembahasan ini. Analisis data yang digunakan penyusun adalah dengan metode induktif dan metode deduktif. Metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari fakta khusus, peristiwa kongkrit yang kemudian ditarik kesimpulan secara umum (generalisasi). Sedangkan metode deduktif adalah metode yang menggunakan dalil-dalil yang bersifat umum kemudian disesuaikan faktor-faktor dari yang bersifat khusus. Metode induktif digunakan untuk mengkaji asas-asas atau nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik profesi jaksa. Sedangkan deduktif dipakai untuk melihat pandangan Islam terhadap etika profesi jaksa.
viii
Thesis Title : Violation of Attorney Ethics Seen From Positive Law and Islamic Law
Supervisor : 1. Dra. Sunkanah, SH, M. Hum 2. Idaul Hasanah, S.Ag, M.Hi
Keywords : Ethics, Profession Attorney, Bribery, Code of Conduct
Prosecutors as one of law enforcement officers (Legal Apparatus) in the prosecution already has a code of ethics as a moral standard or kaedah that must be obeyed. The code of ethics is an attitude of conformity that must be upheld by a prosecutor with the spirit of Pancasila, to uphold the rule of law, uphold ethics, professionalism and discipline. The emergence of the discourse of thinking about code violations which will be research that put emphasis on factors violations of ethics, fundamentalism and weaknesses values contained in the code of conduct. Composer felt drawn to discuss the code of professional conduct of prosecutors and is associated with values and views contained either in Islamic law and positive law.
This study is a research library (Library Research) is the research done by examining or reviewing literature sources in the form of primary data and secondary data sources that are relevant to this discussion. Analysis of the data used by the authors is the inductive method and deductive method. Inductive method is a method of thinking that depart from the specific facts, concrete events are then drawn general conclusions (generalizations). While the deductive method is a method that uses the arguments of a general nature and then adjusted the factors of a specific nature. Inductive method is used to study the principles or values contained in the code of professional conduct prosecutor. While deductive used to see the view of Islam against professional ethics prosecutor.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam. Penulisan ini tidaklah lepas dari segala Rahmat-Nya. Shalawat dan Salam senantiasa terkirim untuk baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga beliau dan pengikutnya. Semoga syafaatnya melindungi umatnya di hari akhir.
Penulisan penelitian ini belum dapat dikatakan sempurna, karena keterbatasan ilmu pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis, serta kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Upaya penyelesaian penulisan ini tidak lepas dari banyak pihak yang telah ikut serta dalam membantu dan mendukung penyelesaiannya. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Zakariah Arsyad dan Ibunda tersayang Siti Maryam yang telah membesarkan penulis dengan penuh rasa kasih dan sayang serta membimbing penulis untuk menjadi enterpreneur yang handal. Sehingga ucapan terima kasih ini tidaklah cukup untuk menggambarkan wujud penghargaan penulis, juga kepada kakanda yang sangat penulis rindukan, Asma Ul-Husna, Abdul Jabbar, Nur Ainun, Zainab Maryam dan Icha Khoirunnisa di kampung halaman yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Terima kasih atas canda tawanya selama ini.
2. Bapak Dr. Muhadjir Effendi, M.Ap. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Bapak Drs. Faridi, M.Si selaku dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malangbeserta jajarannya.
4. Ibu Idaul Hasanah, S.Ag, M.Hi selaku ketua jurusan Syari’ah dan seluruh dekan Fakultas Agama Islam yang selalu senantiasa memberikan ilmunya kepada penulis dan dengan kesabaran mereka, saya selalu dididik dan dibina.
x
bimbingan, daran dan motivasi yang sangat bermanfaat. Terima kasih telah meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya. Dan penulis mohon maaf jika selama bimbingan ada yang tidak berkenan di hati.
6. Bapak Drs. Fathurrohim, M.Ag. selaku dosen wali syari’ah angkatan 2009, terima kasih atas bimbingan akademik yang telah diberikan.
7. Spesial terima kasih buat seseorang yang telah membuat hidup ini begitu berwarna, tetap semangat dan semoga cepat lulus kuliahnya, amiiin.
8. Seluruh personalia Program Pendidikan Ulama’ Tarjih (PPUT). Terima kasih atas kekompakan selama ini, semoga jalinan silaturrahmi ini terus terjalin dan memberikan faidah untuk kita semua.
Semoga Allah senantiasa memberikan Rahmat, Karunia, Hidayah dan Nikmat-Nya kepada kita semua. Amiiin, sebagai hamba Allah yang sangat lemah ini, penulis dengan kerendahan hati menyadari banyak kekurangan, sehingga penulis selalu mengharapkan masukan yang membangun demi pencerahan, akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, amin ya rabbal ‘alamin.
Malang, 26 Juni 2014
xi
3. Prinsip-Prinsip Etika Profesi Jaksa a. Dalam Hukum Positif ... 49
b. Dalam Hukum Islam ... 52
4. Etika Profesi Jaksa Dalam Hukum Islam ... 60
xii BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA
A. Pelanggaran Terhadap Kode Etik Profesi Jaksa ... 64 1. Pelanggaran Etika Profesi Jaksa ... 64 2. Faktor Terjadinya Pelanggaran Kode Etik Jaksa ... 66 B. Pandangan Hukum Positif Dan Hukum Islam Terhadap
Pelanggaran Kode Etik Jaksa ... 73 a. Pandangan Hukum Positif ... 73 b. Pandangan Hukum Islam ... 80
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
xiii
DAFTAR PUSTAKA:
Al-Qur’an Dan Terjemahannya. (2007), PT, Tiga Serangkai Mandiri, Tangerang.
As’ad. Sungguh. (2000). Etika Profesi. Jakarta, Sinar Grafika
Abdullah.m. (2002). Filsafat Etika Islam. Bandung, Mizan.
Amin. Muhammad, Etika Profesi Hukum, Umm Press, 2012.
Arief, Sidarta, B. Pelaksanaan Kode Etik Profesi Hukum Di Indonesia, rekaman
proses workshop kode etik advokat Indonesia. Jakarta 2004.
Arifin, Bustanul, (1996). Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, Gema
Insane Press.
Bivitri, Susanti, (2004) Kata Pengantar Pusat Study Hukum Dan Kebijakan
Indinesia. Rekaman Proses Workshop Kode Etik Advokat Indonesia Langka
Menuju Penegakan, mengutip Yap Thiam Hien, Masalah Pelanggaran
Kode Etik Profesi Dalam Penegakan Keadilan Dan Hukum Dalam Negara,
HAM, dan Demokrasi, YLBHI, Jakarta.
Bisri, Hasan, (1997). Peradilan islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia.
Bandung, Rosada Karya.
Bungin. Burhan. (2001). Metedologi Penelitian Islam : Format-Format Kualitatif
xiv
Darmohidarjo, Darji, Shidarta, (1995). Diktat kuliah hukum filsafat di perguruan
tinggi, Apa Dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta, Fakultas
Hukum. Universitas Tarumanegara.
Efendy, Marwan, (2005). Kejaksaan RI. Posisi Dan Fungsinya Dari Perspektif
Hukum, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Fran. Magnis. Suseno. (1973). Etika Social, Jakarta, Garmedia Pustaka.
Fajry, Majid. (1996). Etika Dalam Islam. Yogyakarta, Pusatka elajar.
Gunawan. Ilham. (1994) Peran Kejaksaan Dalam Menegakkan Hukum Dan
Stabilitas Politik, Jakarta, Sinar Grafika.
Harahap,Yahya, M. (1993). Kedudukan Kewenangan Dan Acar Peradilan
Agama, Jakarta, Pustaka Kartini.
Kadafi. Biniziad. (2000) Analisis Dan Evaluasi Tentang Kode Etik Advokat Dan
Konsultan Hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kansil.C.S.T. (2003) Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum. Jakarta, Pardya
Paramita.
Grafika.
Mustafa, Ahmad. (1997). Akhlaq Tasawuf. Bandung, Pustaka Setia.
xv
Muslehuddin. (1991). Filsafat Hukum Islam Dan Pemikiran Orientalis, Study
Perbandingan Islam, Yogyakarta, Tiana Wacana.
Masbuhin. Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktik. Umm, 2012.
Muhadjir, Noeng, (2000). Postpositifisme Dan Realism Metafisik, Antologi Study
Islam, Teori Dan Metodologi,Yogyakarta, Sunan Kalijaga Press.
Purwoto.s, (1998). Gandasubrata, Renungan Hukum, Ikatan Hakim Indonesia
(IKAHI). Cabang Mahkamah Agung RI.
Qardhawi, Yusuf. (1993).Fiqih Negara, Rabbani Press.
Rasyid , Sulaiman. (1994). Fiqih Islam, Bandung. Sinar Baru Algesindo.
Sugiatminingsih, Pengantar Hukum Indonesia. Umm.2009.
Sumaryono. E. (1995). Etika Profesi Hukum Dan Norma-Norma Bagi Penegak
Hukum, Yogyakarta. Kanisius.
Salam. Burhanuddin. (1997). Etika Social, Asas Moral Dalam Kehidupan
Manusia. Jakarta, Aneka Reneka Cipta.
Saherodji. (1973). Kedudukan Dan Fungsi Kejaksaan Dalam Administrasi
Peradilan Di Indonesia. Jakarta.
Supriadi. (2006). Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di
xvi
Tersna, R, (1978), Peradilan Di Indonesia Dari Abad-ke Abad, Jakarta, Pradiya
Paramita.
Utomo, Priyo, (1992). Etika Dan Profesi. Gramedia
Artike-Artikel :
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republic Indonesia
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2005 Tentang Komisi Kejaksaan Republic
Indonesia
Peraturan Jaksa Agung Republic Indonesia Nomor. PER-067/a/JA/07/2007
Tentang Kode Prilaku Jaksa
Etika Profesi Jaksa. Dalam http://situscoplug.blogspot.com /2012/12.
Makalah-Etika-Profesi-jaksa. Html.
Kode Etik Jaksa. Dalam http://wartanegara.gunadarma.ac.id./2010.
Kode-Etik-Jaksa
kode Etik Jaksa dalam http ://supanto.staff. hukum.uns.ac.id 2010.
1
BAB I
PENADAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai lembaga kejaksaan adalah berbicara mengenai
lembaga Negara yang bertugas untuk mewakili Negara dalam menegakkan
hukum. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kejaksaan harus mampu
mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran
berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan
keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Dalam hal ini kejaksaaan di tuntut
untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan
kepentingan umum, penegakkan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Dalam UU kejaksaan yang baru, kejaksaan RI
sebagai lembaga yang melaksankan kekuasaan Negara dibidang penuntutan harus
melaksankan fungsi, tugas, dan wewenangya secara merdeka, terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya1.
Secara normative (das solen)2 tugas dan kewajiban kejaksaan dapat
dikatakan hal yang sempurna, mencakup hal yang cukup luas. Kejaksaan atau
khusunya jaksa mempunyai kedudukan sebagai wakil Negara dalam bidang
peradilan. Tugas mewakili Negara adalah hal yang sangat penting terutama
kaitannya dengan kewibawaan Negara serta dengan hukum itu sendiri. Akan
1Pasal 2 ayat 2 undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
2
sangat maju dan baik peradilan di Indonesia jika tugas dan kewajiban dari
lembaga kejaksaan itu dilaksanakan dengan baik, dalam artian tetap menjaga
idealisme lembaga kejaksaan sebagai penegak keadilan walaupun berhadapan
dengan realita kehidupan.
Dalam kenyataan (das sein)3 citra lembaga kejaksaan tidak sebaik dan seindah tugas dan kewajibannya yang sangat ideal. Mafia peradilan, itulah istilah
yang kini cukup popular dibicarakan di masyarakat. Bagaimana tidak, lembaga
kejaksaan yang seharusnnya menegakkan hukum justru menggunakan hukum
sebagai lahan usaha. Nilai-nilai keluhuran hukum tidak lagi dijunjung tinggi.
Dalam menangani suatu kasus dipengadilan tidak jarang para penegak hukum
dalam hal ini hakim, jaksa, dan penasehat hukum “main mata”. Hukum pun
dipermainkan untuk kepentingan mereka sendiri. Masyarakat yang tidak tahu
tentang aturan hukum pun mudah dipermainkan. Sistem peradilan menjadi jauh
dari asas –asas peradilan, biaya menjadi membengkak, waktu lama dan
bertele-tele. Kurang uang hukuman panjang4. Itulah istilah yang cukup popular.
Menggambarkan betapa hukum itu dijadikan lahan komoditas lahan usaha bagi
aparat penegak hukum5. Jaksa adalah pejabat dibidang hukum yang bertugas menyampaikan dakwaan atau tuduhan di proses pengadilan terhadapa yang di
duga melanggar hukum.
3 Ibid,
4 Yanauar Adi Putra. Dosen Universitas Mataram, Selasa 18 Mei 2010, disampaikan dalam seminar hukum di universitas Mataram, dengan tema, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) Tidak diterbitkan. Tanggal 7 agustus 2012, jam 9 : 30 WITA
3
Saherojdi : kata jaksa berasal dari bahasa sanskerta yang berarti pengawas
(super itedant) atau mengontrol yaitu pengawas soal kemasyarakatan6. Jaksa
adalah pejabat fungsionaris yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap serta wewenang lain berdasarkan
undang-undang. Jaksa adalah pejabat fungsional dari lembaga pemerintah, dimana
pengangkatan dan pemberhentian jaksa tidak dilakukan oleh kepala negara, tetapi
jaksa agung sebagai atasannya.
Etika adalah suatu sifat keperibadian, perasaan baik seseorang untuk dapat
menilai mana yang baik dan mana yang buruk, etika akan memberi semacam
batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam
kelompok sosialnnya, dalam perkembangannya dikenal dengan dengan etika
profesi.
Etika profesi adalah etika yang di normakan dan dipakai suatu kelompok
profesi tertentu yang menjadi nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh
kelompok profesi tersebut. Profesi jaksa adalah profesi yang sangt mulia,
mewakili Negara dalam penegakkan hukum dalam peradilan. Posisi ini sangat
penting sekaligus sangat rawan dari berbagai penyimpangan. Betapa berat
tantangan yang harus dihadapi jaksa di antara idealism dan realita. Sikap moral
dan hati nurani sangat penting bagi jaksa dalam menjalankan tugas profesinya.
Sebaik apapun aturan yang yang mengatur jaksa, tidaka akan banyak berarti saat
4
tidak ada kesadaran jaksa dalam menjalankan aturan tersebut. Jawaban
permasalahn yang melanda jaksa adalah dengan merealisasikan idealisme profesi
jaksa sebagai penegak hukum dalam keadaan apapun, meskipun langit runtuh,
hukum harus tetap ditegakkan, sekiranya para jaksa tetap mampu dan terus
berusaha untuk merealisasikan kata-kata tersebut.
Di dalam mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa
bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan
hukum semata, melainkan apa yang sesungguhnya benar-benar terjadi dan
dirasakan lansung oleh masyarakat juga di dengar dan di perjuangkan, inilah yang
dinamakan pendekatan sosiologis, memang tidak bisa bagi jaksa untuk
menangkap suara sejati yang muncul dari masyarakat secara mayoritas, di
samping masyarkat Indonesia yang heterogen, kondisi yang meliputinya pun
sedang dalam keadaan yang tidak sepenuhnya normal.
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik yang lain7. Mengandung
nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berprilaku dalam satu profesi. Yang apabila
nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang
memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya.
Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan ekskutif dibidang penegak hukum, adalah tepat jika
setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan
institusinya, sehingga dari perenungan ini, sehingga dapat muncul kejaksaan yang
5
berparadigma baru yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan. Sehingga
kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya
sebagai wakil Negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan hukum.
Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan
berdasarkan penerapan pemikiran etis atau suatu profesi, sejalan dengan
pemikiran tersebut, Bertent menyatakan bahwa etika profesi merupakan norma
yang ditetapkan dan diterimah oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau
member petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan
sekaligus menjamin mutu moral profesi dimata masyarakat, oleh karena itu,
kelompok profesi harus menyelsaikannya berdasarkan kekuasaanya sendiri8.
Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang
bersangkutan, dan ini merupakan perwujudan nilai moral yang hakiki yang tidak
di paksakan dari luar, kode etik profesi hanya akan berlaku efektif apabila dijiwai
oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri.
Kode etik merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi
itu. Kode etik profesi menjadi tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi dan
merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.
Semua kode etik profesi dibuat dalam bentuk tertulis dengan maksud agar
dapat dipahami secara kongkret oleh para anggota profesi tersebut, denga
tertulisnya setipa kode etik, tidak ada alas an bagi anggota profesi untuk tidak
membacanya dan sekaligus merupakan pegangan yang sangat bereti bagi dirinya.
6
Mengenai fungsi kode etik profesi, setidaknya ada tiga fungsi pokok, yakni :
seabagai saran control social, sebagai pencegah campur tangan pihak lain
(intervensi) dan sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik9.
Kode etik profesi merupakan criteria prinsip-prinsip professional yang
telah digariskan sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban professional
anggota lama, baru maupun calon anggota kelompok profesi, dengan demikian
dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota
kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dengan masyarakat.
Selain itu, kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban
professional anggota kelompok profesi, sehingga pemerintah atau masyarakat
tidak perlu lagi turut campur untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota
kelompok profesi melaksabnakan kewajiban profesionalnya. Kode etik pada
dasarnya adalah noram prilaku yang sudah di anggap benar dan mapan, yang
merupakan kristalisasi prilaku yang di anggap benar menurut pendapat umum
karena berdasarkan kepentingan profesi yang bersangkutan10.
Kode etik sendiri merupakan penjabaran tingka laku atau aturan jaksa baik
dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran
maupun dalam masyarakat yang harus memebri contoh dan suri tauladan dalam
kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
Etika adalah gambaran umum rasional mengenai hakekat dan dasar
perbuatan dan keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang menentukan klaim
7
bahwa perbuatan dalam keputusan tersebut secara moral diperintahkan dan
dilarang, oleh karena itu penelitian etika selalu menempatkan tekanan khusus
kepada defenisi konsep-konsep etika, justifikasi, dan penelitian terhadap
keputusan moral, sekaligus membedakan antara perbuatan atau keputusan yang
baik atau buruk11
Sedangkan K Bertents, mengungkapkan bahwa moral itu adalah nilai-nilai
dan norma-norma yag menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok tingka
lakunya, sedangkan profesi menurut K Bertents adalah suatu moral community
(masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai12. Dari paparan di atas
dapat dipahami bahwa dalam kata moral terdapat dua makna, pertama, sebagian
cara seseorang atau kelompok untuk bertingka laku dengan orang lain, kedua,
adanya norma-norma atau nilai-nilai yang menjadi dasar dalam bertingka laku.
Dalam filsafat ilmu, epistimologi moral di pelajari dengan dua cara yaitu,
telaah metodologik dan telaah metafisik, telaah metodologik bersifat induktif
menggunakan logika model koherensi, salah satu yang menonjol adalah
equilibrium efektif, proses penyusunan teori moral ini dimulai dari penetapan
moral yang dipilih, dilatjutkan dengan pemilihan prinsip-prinsip yang hendak
digunakan, lalu diuji dengan moral sentralnya, ditemukan konflik dengan moral
sentralnya atau tidak, bila ada konflik, di adakan revisi, itu prosedur menurut
Goodman13.
11 Majid Fakhri, Etika Dalam Islam, alih bahasa Zakiyuddin Baidawi, Cet ke 1, Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 1996. Hal XV.
8
Sedangkan Rewalds menyarankan untuk melihat koherensi dengan moral
yang lebih jauh, misalnya keyakinannya atau teori yang dianut14. Cara telaah yang kedua adalah telaah metafisik, cara ini digunakan oleh realism metafisik, dengan
pandangan meta ideologok, moral adalah fakta konstruktif, tersebut bukan temuan
jaksa untuk membantu pihak adalah fakta kontruktif, fakta kontruktif tersebut
bukan temuan pada obyek seperti fakta-fakta pada umumnya, melainkan fakta
kontruk pandangan human15. Pandangan human tersebut dapat dari pandangan sosiologis, psikologis dan keyakinan agama.
Dari segi cakupannya etika dapat dibagi dua yaitu, etika umum dan etika
terapan, etika umum merupakan ilmu atau filsafat moral yakni teoritis yang
mencakup seluruh aktifitas kehidupan16, sedangkan ah etika etika khusus adalah
etika individu atau social atau lingkungan hidup, pada wilayah inilah etika profesi
ada17. Dalam islam etika merupakan landasan yang sangat fundamental dan harus
dijunjug tinggi oleh setiap kelompok profesi. Menurut Majid Fakhri, system etika
islam dalam dikelompokkan dalam empat type : pertama moral, skriptualis. Kedua
etika teologis. Ketiga teori- teori filsafat. Keempat etika regilius18. Dari keempat
tipe diatas etika regilius akan akan menjadi pilihan sebagai landasan teori dalam
penelitian ini.
14 Noeng Muhadjir, Postfositifisme Realisme Metafisik,, dalam M, Amin Abdullah dkk.(Ed) Antologi Study Islam, Teory dan Metodologi, Cet, ke 1 (yogjakarta, Sunan Kaliga Press. 2000. Hal 166. Noeng Muhadjir, Filsafaf Ilmu, positifime Dan Postmoderenisme, Edisi 11, yogjakarta, Rekasarasin,2000. Hal 138.
15 Ibid.
16 Bertents dalam Priyo Utomo, Etika,,, Op, Cit. hal 6
17 Fran Magnis Suseno Dkk, Etika Sosial, Cet ke 3 , Jakarta : Gramedia Pustaka, 1993. Hal 89.
9
Dengan kerangka demikian dapat dikatakan bahwa etika profesi
merupakan tuntuan dasar dasar jaksa dalam islam, dan teori tersebut dapat di
asumsikan etika profesi merupakan pengejawantahan nilai-nilai kebenaran,
kejujuran, keadilan dan tanggung jawab dalam realitas penegakan hukum oleh
jaksa, ada tiga komponen yang menopang tegaknya hokum dan keadilan di tengah
masyarakat, yaitu adanya aparat penegak hukum yang professional dan memiliki
integritas moral yang terpuji, adanya peraturan hokum yang sesuai dengan aspirasi
masyarakat dan adanya kesadaran masyarakat yang memungkinkannya
penegakkan hukum19.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima kode etik profesi yang
dimana semuanya itu mengatur bagaimana hukum itu ditegakkan sesuai dengan
fakta pelanggaran dan hukum yang berlaku. Kode etik ini juga sebaai barometer
untuk mengukur sejauh mana profesionalisme penegak hukum.
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar,
sebab sebagaimana disebutkan diatas, bahwa di tangannyalah hukum menjadi
hidup, dank arena kekuatan dan otoritas yang dimilikinya inilah sampai muncul
pertanyaan bahwa ( it doesn’t matter what the law says, what matter is what the
guy behind the desk interprents the law to say)20. Mungkin bagi orang yang
berpikiran normative, ungkapan ini agak berlebihan. Akan tetapi, secara
sosiologis hal ini tidak dapat di pungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar
sosiologi hukum acap menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah prilaku
19 Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : Gema Insani Press, 1996. Hal 56
10
pejabat-pejabat hukum, salah satu etika profesi jaksa yang di agungkan selama
ini21
Menurut Muhammad Amin dalam bukunya Etika Profesi Hukum, salah
satu sebab terjadinya pelanggaran kode etik adalah kurang berfungsinya kode etik
itu sendiri22. Artinya bahwa ketika ada suatu hal yang menguntungkan dirinya (disuap atau menyuap) kode etik dengan sengaja akan dilanggar.
Kode etik lebih berfungsi apabila di iringi dengan sanksi yang tegas dan
keras bagi pelanggar, kalau sanksinya hanya bersifat administrative jelas masih
ada peluang untuk melanggar lagi. Dalam islam melanggar janji dan sumpah
adalah dosa, kode etik adalah sebuah aturan yang dibuat sesuai kesepakatan
bersama dan di dalamnya ada perjanjian-perjanjian yang harus di taati oleh setiap
onggota kelompok profesi tersebut. Bagi pelaku pelanggaran jelas hukumannya
adalah neraka, inilah yang sedikit membedakan antara hukum Allah dan hukum
manusia terhadap pelaku pelanggaran. Secara mendasar pelanggaran ialah
bertindak diluar kesepakatan yang dibuat secara bersama
Di dalam hukum Islam dijelaskan mengapa bisa terjadi pelanggaran dalam
sebuah aturan dan ancaman dari Allah, orang yang tidak memaknai hukum secar
mendalam inilah yang membuat pelanggar terjadi. Etika jika dibawa ke ranah
hokum islam maka akan bersifat aqidah, moral dan hal yang bisa membentengi
21 Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-067/07/ja/2007 Tentang Kode Prilaku Jaksa, Penerbit Kejaksaan RI.
11
diri dari segala kekliruan atau kesalahan dalam mengambil keputusan, dalam hal
ini jaksa.
Etika adalah suatu sifat keperibadian, perasaan batin seseorang untuk
dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk, ketika nilai etika tidak lagi di
junjung maka disinilah letak kelonggarn untuk membuat seseorang dengan mudah
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuarninya.
Perbedaan antara akhlaq, moral dan etika adalah terletak pada sumber
yang di jadikan patokan untuk menetukan baik buruk. Pada etika, penilaian baik
buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan
yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlaq ukuran yang digunakan
untuk menetukan baik buruk itu adalah al-Qur’an:
اوُمُكََْ ْنَأ ِساّنلا ََْْ ب ْمُتْمَكَح اَذِإَو اَهِلَْأ ََِإ ِتاَناَمأا اوّدَؤُ ت ْنَأ ْمُكُرُمْأَي َهّللا ّنِإ
َِس َناَك َهّللا ّنِإ ِهِب ْمُكُظِعَي اّمِعِن َهّللا ّنِإ ِلْدَعْلاِب
اًرِصَب اًعي
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
12
Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan23.
Adil dalam hal ini tidak hanya sebatas berlaku seimbang, tidak berat sebelah atau
tebang pilih dalam setiap perkara. Lebih dari itu, bersikap adil adalah merupakan
sifat dari Allah yang harus dijalankan dan dimaknai secara mendalam.
Hal yang kerap memprihatinkan adalah rasa keadilan masyarakat atau
keadilan itu sendiri, tidak dapat sepenuhnya dijangkau oleh perangkat hukum
yang ada. Pada ujungnya, keadilan itu tergantung pada aparat penegak hukum itu
sendiri, bagaiaman mewujudkankan secara ideal. Disinilah maka penegak hukum
itu menjadi demikian erat hubungannya dengan prilaku, khususnya aparat
penegak hukum, antara lain termasuk jaksa, hukum bukan suatu yang bersifat
mekanistik, yang dapat berjalan sendiri. Hukum bergantung pada sikap tindak
penegak hukum. Melalui aktivasi penegak hukum tersebut, hukum tertulis
menjadi hidup dan memenuhi kebutuhan yang di kandungnya.
ْمَُءاَوَْأ ْعِبّتَ ت اَو ُهّللا َلَزْ نَأ اَِِ ْمُهَ نْ يَ ب ْمُكْحا ِنَأَو
اَم ِضْعَ ب ْنَع َكوُنِتْفَ ي ْنَأ ْمُْرَذْحاَو
ّنِإَو ْمِِِوُنُذ ِضْعَ بِب ْمُهَ بيِصُي ْنَأ ُهّللا ُديِرُي اََّّأ ْمَلْعاَف اْوّلَوَ ت ْنِإَف َكْيَلِإ ُهّللا َلَزْ نَأ
َنِم اًرِثَك
َنوُقِساَفَل ِساّنلا
13
Artinya : dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang di turunkan Allah24 dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah turunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling dari hokum yang telah diturunkan Allah,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah akan menghendaki akan
menimpahkan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik25.
Allah menyuruh berlaku adil :
اَتيِإَو ِناَسْحإاَو ِلْدَعْلاِب ُرُمْأَي َهّللا ّنِإ
ِرَكْنُمْلاَو ِءاَشْحَفْلا ِنَع ىَهْ نَ يَو ََْرُقْلا يِذ ِء
َنوُرّكَذَت ْمُكّلَعَل ْمُكُظِعَي ِيْغَ بْلاَو
Artinya : sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat
kebajikan, member kepada kaum kerabat, dan Allah melarang berbuat keji26,
kemungkaran dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran27.
24 Maksudnya : perintah untuk berlaku adil dalam setiap perkara, dan tidak pilih kasih dalam menjatuhkan hukuman ponis.
25 QS, Al-Maidah ayat 49
14
Dalam hal ini peneliti akan mengemukakan beberapa fenomena
pelanggaran kode etik profesi kejaksaan ( jaksa) dan efek hukum dari pelanggaran
tersebut. Kasus tersebut diantaranya adalah :
1. Peristiwa oknum jaksa yang tersandung masalah hukum bukan kali
ini saja terjadi, sebelumnya sejumlah jaksa juga sudah pernah dijerat
berbagai kasus mulai dari korupsi hingga masalah asusila. Kasus
jaksa yang paling menggemparkan adalah jaksa yang berinisial
UTG. Jaksa peneliti dalam kasu BLBI ini terbukti menerima suap
dari seorang pengusaha Artalita Suryani. Uang suap tersebut terkait
dengan kasus skandal BLBI yang tengah ditangani oleh jaksa UTG.
Majlis hakim pun mangganjar UTG dengan hukuman 20 tahun
penjara28.
2. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ( JPU) Trimargono SH memancing
kontroversi. Dia menuntut dua terdakwa kasus pemotongan bambu
tumbang, Budi Hermawan (28) dan M Misbahul Munir (21) dengan
hukuman penjara satu bulan. Budi dan Munir dinilai JPU terbukti
melakukan kekerasan terhadap barang. Sungguh ironis karena
menurut kesaksian warga Desa Tampingan, Kec Tegalrejo, keduanya
justru berniat membantu warga yang rumah tertimpa pohon bamboo
tumbang. Di pengadilan negeri (PN) Mungkid, Kab Magelang (
JATENG) rabu 22/1/2012 silam, jaksa T tetap bersikukuh keduanya
terbukti melakukan tindak pidana, “kedua terdakwa kami nilai
15
terbukti bersalah”. Kami minta majlis hakim menghukum selama
satu bulan penjara dikurangi masa tahanan. Kadus (Kepala Dusun)
Tampingan 1 Zazin memohon agar JPU tidak menuntut terdakwa
satu bulan penjara. Kami undang jaksa T untuk datang ke desa kami.
Silahkan melihat sendiri fakta dilapangan, jangan berdasarkan
laporan saja. Dia sama sekali belum pernah melihat TKP.silahkan
melihat desa kami,, katanya.
3. Kasus yang paling membuat kita terdiam adalah yang menimpa putra
Menteri Perekonomian RI Hatta Radjsa yaitu Ryasid Amrullah
Radjasa yang mengemudi mobil dengan kecepatan tnggi di tol
jagorawi pada akhirnya menabrak mobil di depannya yang
mengakibatkan 2 orang tewas, polisi tidak menahan Rasyid dengan
jaminan dari keluarganya, padahal Dia terbukti melanggar UU Lalu
Lintas, yang paling aneh di persidangan Rasyid hanya di tuntut 5
bulan penjara dengan 6 bulan masa percobaan, hanya dengan alasan
keluarga Hatta Radjsa punya itikad baik untuk mengganti kerugian
pada keluarga korban, baik memang, tapi hukum di abaikan. Kalau
mau professional Rasyid bisa di dakwah dengan beberapa pasal yang
ada dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan
16
BAB XIX, yang terdiri dari 13 pasal, yakni pasal 338 sampai pasal
350 tidak berlaku29.
4. Afriyani susanti yang menabrak dijalan Tugu Tani Jakarta beberapa
waktu lalu. Dia menabrak pejalan kaki hingga menewaskan 9 orang,
ketika ia di tangkap polisi, lansung di introgasi dan di tahan
meskipun para keluarganya sudah memintah maaf kepada keluarga
korban dan puanya itikad baik untuk untuk mengganti kerugian. Di
persidangan dia di tuntut 20 tahun penjara, tapi majlis hakim
akhirnya memutuskan 15 tahun penjara30 tanpa mengurangi masa
penahanan.
Di sinilah kita bisa melihat dengan jelas bagaimana hukum bekerja, tanpak
sekali kalau hukum itu tebag pilih, yang lemah akan mengalah sebaliknya yang
kuat atau yang berkuasa akan melenggang begitu saja dengan mudah, hukum
bukan lagi jadi pahlawan, hukum hanya sebagai alat bagi mereka untuk bertindak
sesuai selera yang mereka mau.
Lalu bagaimana seharusnya etika, pelanggaran etika dan moralitas aparat
penegak hukum dalam menegakkan hukum dan menjaga idealism profesi mereka?
Bahasan kali ini dibatasi pada jaksa yang mempunyai peran sebagai wakil Negara.
Menanggapi fenomena yang ada, dengan system yang sangat bagus
kemdian dipahami oleh penegak hukum dilembaga tersebut yaitu kejaksaan
29 Peristiwa ini terjadi pada tanggal 1 Januari 2013, di jalan Tol Jagorawi, jam 05, 45 WIB. Dengan Nomor Polisi B 272 HR.
17
(jaksa), maka sewajarnyalah aturan yang mereka buat cukup untuk menghalangi
mereka melanggar, menyeleweng dan sebagainya. Tapi faktanya pelanggaran
terjadi begitu mudah dan gampang begitupun dengan sanksinya hanya sekedarnya
saja, artinya tidak berdampak sama sekali. Apa yang sebenarnya terjadi di
lembaga penegak hukum ini?
Firman Allah :
ٍمْوَ ق ُنآَنَش ْمُكّنَمِرََْ اَو ِطْسِقْلاِب َءاَدَهُش ِهّلِل َِْماّوَ ق اوُنوُك اوُنَمآ َنيِذّلا اَهّ يَأ اَي
ِبَخ َهّللا ّنِإ َهّللا اوُقّ تاَو ىَوْقّ تلِل ُبَرْ قَأ َوُ اوُلِدْعا اوُلِدْعَ ت اَأ ىَلَع
َنوُلَمْعَ ت اَِِ ٌر
Artinya : hai orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong untuk kamu
berbuat tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan31.
Dalam ayat ini Allah menyuruh kita untuk selalu menegakkan kebenaran
dan perintah untuk berlaku adil, karena dengan adil iman dan taqwa seseorang
akan tanpak ke permukaan. Pada hemat peneliti, proses demokratisasi berbanding
lurus dengan independensi lembaga kejaksaan. Investigasi khusus PBB (2002)
18
menyatakan bahwa kemandirian para jaksa Indonesia paling buruk di dunia,
ternyata ada oknum jaksa yang “ hanky-panky” yang menjalankan profesinya
secara korup, sarat intervensi dan hobi menerima suap. Alhasil, ibarat pepatah
akibat nila setitik rusak susu sebelanga, seluruh Korp Kejaksaan dari sabang
sampai mareuke pun tercemar karena ulahnya.
Melihat kejadian dan fakta yang ada, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian yang akan tertuang dalam penyusunan SKRIPSI dengan tema’
PELANGGARAN ETIKA PROFESI JAKSA DITINJAU DARI HUKUM
POSITIF DAN HUKUM ISLAM”
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran
kode etik jaksa?
2. Bagaimana pandangan hukum positif dan hukum islam terhadap
pelanggaran kode etik jaksa?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisa factor terjadinya pelanggaran
kode etik jaksa
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan menurut hukum pisitif dan
19
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat memproleh wawasan dan pengetahuan tentang pelanggaran
etika profesi
2. Untuk memberikan beberapa wacana terkait pelanggran etika
profesi jaksa dan akibat hukumnya
E. Metode Penelitian
Metode penelitian ini dimaksudkan sebagai cara atau system yang
digunakan penulis dalam penelitian ini supaya teratur dan sistematis dalam
pembahasan selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini, peneliti
menggunakan metode sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah atau mengkaji sumber
kepustakaan berupa data-data primer dan sumber data sekunder yang
relevan dengan penelitian ini.
2. Sifat Penelitian
Peneletian ini bersifat deskriptif analitik32, metode yang menggunakan pencarian fakta-fakta dan data yang ada dalam kode etik jaksa dan
kemudian di analisa dengan kerangka pemikiran yang telah disusun
dengan cermat dan terarah
20
3. Sumber penelitian
Dikarenakan penelitian ini bersifat study pustaka, maka dalam
penyusunan proposal penelitian ini, penulis memproleh datanya dari
berbagai literature, yakni data yang diproleh dari sumber yang tertulis,
seperti buku, majalah, jurnal dan lainnya.
a. Sumber Primer :
 Undang-Undang Nomor 16 Tentang Kejaksaan Republik
Indonesia
 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2005 Tentang Komisi
Kejaksaan Republik Indonesia
 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor
:PER/067/ja/07 Tentang Kode Prilaku jaksa
 Al- Karim dan terjemahannya
b. Sumber Sekunder :
Yakni meliputi buku-buku, artikel, majalah, jurnal, Koran online
dan lain sebagainya. Adapun yang menjadi bahan buku tersier
adalah semua bahan yang menunjang bahan primer dan sekunder
seperti kamus, eksiklopedia dan sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian pustaka, maka metode pengumpulan
data dilakukan dengan cara pengumpulan buku-buku, artikel atau hasil
penelittian terdahulu yang ada dan kemudian dikaji dan ditelaah dari
21
F. Analisa Data
Analisa data yang dilakukan oleh penyusun adalah dengan metode induktif
dan deduktif, metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari
fakta khusus, peristiwa konkrit yang kemudian ditrik kesimpulan secara
umum (generalisasi), sedangkan motode deduktif adalah metode yang
digunakan dalil-dalil yang bersifat umum kemudian di sesuaikan
factor-faktor dari yang bersifat khusus, metode induktif digunakan untuk
mengkaji asas-asas atau nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik
profesi jaksa, sedangka deduktif dipakai untuk melihat pandangan islam
terhadap etika profesi jaksa
G. Sistematika Penulisan
Sistematika ini untuk mempermudah dalam penulisan dan pembahasan
hasdil penelitian yang diuraikan agar memperoleh hasil yang sistematis,
terarah dan menyeluruh sesuai dengan penelitia ini, dengan gambaran
sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab satu ini menguraikan tentang pendahuluan yang
merupakan pengantar secara umum yang berkaitan dengan tema penelitian
ini yang di angkat oleh penulis yang terdiri dari : latar belakang. Rumusan
masalah. Tujuan penelitian. Manfaat penelitian. Metode penelitian.
22
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini akan dipaparkan mengenai defenisi jaksa,
etika jaksa, profesi jaksa, jenis pelanggaran, fakta integritas. Pandangan
hukum positif dan hukum islam tentang pelanggaran etika profesi jaksa,
dengan ini diharapkan penulis lebih mudah menganalisa fenomena
tersebut.
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
Dalam bab ketiga ini menguraikan tentang pembahasan. Di sini
penulis akan memaparkan hasil penelitian dan analisis mengnai
pelanggaran etika profesi jaksa di tinjau dari hokum positif dan hukum
Islam
BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab keempat ini merupakan bab yang terakhir dari