ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA
Dl SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN
Oleh
:
MUHAMMAD SAAD
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
MUHAMMAD SAAD. Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta d i Subsektor lndustri Makanan. Dibimbing oleh BUNASOR SANIM, BONAR M. SINAGA dan MEMED GUNAWAN.
Subsektor yang sangat penting dikembangkan untuk mendukung pembangunan pertanian adalah subsektor industri makanan. Pengembangan investasi swasta pada subsektor ini, diharapkan akan mampu menyerap hasil pertanian yang diusahakan petani, peternak dan nelayan, memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian, membuka kesempatan kerja, sumber devisa sekaligus menyediakaan produk pangan yang semakin beragam. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dan posisi investasi swasta pada industri makanan dalam perekonomian nasional, menganalisis perkembangan persetujuan dan realisasi investasinya serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan selama ini sangat fluktuatif dan terdapat kesenjangan antara persetujuan dan realisasinya. Pada tahun 2000, kumulatif realisasi investasi PMDN hanya 7.77% dari rencana investasi dan PMA 28.48%. Selanjutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan persetujuan dan realisasi investasi swasta pada subsektor industri makanan terdiri dari kelompok variabel rental cost of capital dan marginal product of capital yang merupakan cerminan variabel manfaat dan korbanan dari penggunaan kapital tersebut. Hal itu terlihat dari kecenderungan investasi yang mengikuti perkembangan harga produk industri makanan dan suku bunga. Selanjutnya variabel kebijakan pemerintah juga memegang peranan penting. Kebijakan yang terkait dengan pengembangan sektor pertanian dan industri makanan seperti PBSN, PAKEM dan PAKMEI serta PP94 juga mempengaruhi perkembangan investasi. Variabel kondisi politik dan keamanan yang dicerminkan oleh pelaksanaan Pemilihan Umum ternyata memberikan pengaruh yang signifikan bagi perkembangan investasi.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :
ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA Dl SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA
Dl SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN
Oleh
:
MUHAMMAD SAAD
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi llmu Ekonomi Pertanian
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan
Nama : Muhammad Saad
NRP : 98020
Program Studi : llmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. I$. Bunasor Sanim, MSc Ketua
Dr. Ir. Bonar M. Sinana, MA Anggota
2. Ketua Program Studi llmu Ekonomi Pertanian
Dr. Ir. Bonar M. Sinana, MA
Dr.
*
I . emed Gunawan, MSc AnggotaMengetahui,
Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 20 Pebruari 1968 sebagai anak ke tiga dari pasangan Drs. H. M. Zulkarnain Dahlan (alm) dan Hj. Fuadah. Saat ini penulis telah dikaruniai tiga orang putra yakni; M. Reiza Syafiqri, M. Riaz Syarifqi dan M. Risyad Sadziqri dari istri Lely Pelitasari, S. SP. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 1992. Kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang S2 pada Program Studi llmu Ekonomi Pertanian pada perguruan tinggi yang
sama di peroleh pada tahun 1998.
Penulis bekerja di Departemen Pertanian sejak tahun 1995 dan mengawali karier sebagai staf subbidang lnvestasi Skala Besar pada Pusat Pengembangan lnvestasi dan AMDAL, Badan Agribisnis, saat ini penulis menjabat sebagai Kepala Seksi Serealia, Subdit Sarana Pengolahan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan pada Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (BP2HP).
Krisis ekonomi yang saat ini masih berlangsung menyebabkan turunnya
minat investor baik dari dalam dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, padahal pada saat yang sama kita sangat membutuhkan investasi untuk
kembali menggerakkan roda perekonomian. Untuk itu penelitian yang memfokuskan
diri pada upaya meningkatkan investasi swasta khususnya investasi industri
makanan yang terkait erat dengan sektor pertanian sangat diperlukan. Atas dasar
pemikiran tersebut, penulis mencoba menyusun tesis ini. Tesis ini sekaligus menjadi
salah satu syarat yang penulis penuhi untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi llmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian
Bogor.
Pada tempatnya bila kesempatan ini penulis gunakan untuk mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu selesainya tesis ini,
demikian pula kepada berbagai pihak yang mendukung hingga selesainya proses
pendidikan penulis di jenjang Program Magister. Ucapan terima kasih dengan doa
semoga Allah SWT membalas kebaikannya dengan berlipat ganda disampaikan
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir.
Bonar M. Sinaga, MA dan Dr. Ir. Memed Gunawan, MSc selaku anggota
komisi pembimbing atas segala arahan dan saran selama penelitian dan
penulisan tesis ini. Demikian pula kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS yang telah
2. Dr. Ir. Ato Suprapto, MS dan Dr. Ir. lskandar Andi Nuhung, MS serta Dr. Ir.
Moehaimin Sovan atas kebijakannya yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2.
3. Dr. Ir. Jafar Hapsah, Dr. Ir. Murasa Sarkaniputra dan Ir. Ali Supardan, MSc
yang telah memberikan dukungan moril dan material selama studi
berlangsung.
4. Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, SE. MS, Dr. Ir. Ahmad Suryana, MS dan Dr. Ir.
Syafri Mangkuprawira atas kesediaannya memberikan rekomendasi kepada
penulis sebagai referensi memasuki Program Pascasarjana IPB.
5. Pimpinan dan staf Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Penanaman
Modal dan Pusat Pengembangan Usaha dan Kelembagaan, Ditjen Bina
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Pusat Data lnformasi Pertanian
atas kesediaan memberikan data dan informasi yang sangat membantu.
6. Teman-teman seperjuangan EPN angkatan 1998 yang senantiasa saling
mengingatkan dan memberikan motivasi untuk kemajuan bersama.
7. lstri tercinta dan anak-anak yang lucu tersayang serta seluruh keluarga yang
senantiasa mendukung, sabar dan memaklumi kesulitan yang penulis hadapi
dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya penulis bersyukur kepada Allah SWT atas selesainya tesis ini
sekaligus berharap kelak akan bermanfaat terutama untuk kemajuan dunia pertanian
dan pendidikanlpenelitian di Indonesia. Tidak lupa, penulis dengan tangan terbuka
menerima kritik dan saran untuk perbaikannya.
Jakarta, 30 Agustus 2002
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR IS1 . . .
. . .
. . .. . .
. . ..
.. . .
.. . .
.. . .
. viDAFTAR TABEL
.
.. ... ... ...... ... ... ... ...
... ... ... ...... .. . ... ... . .. ... ... ... .. . ... ...
viiiDAFTAR GAMBAR
. . .
..
. .. .
. . .. . .
..
..
. ..
. ..
.. .
. .. .
..
.. . .
.. .
ixDAFTAR LAMPI RAN
. . .
..
..
. . ..
.. . .
xI. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
. . .
. . . ..
. . ..
.. . .
1 1.2. Perumusan Masalah . ..
..
. . ..
.. . .
3. .
1.3. Tujuan Penel~t~an . . .
.
.. . .
.. .
.. . .
.. .
. . ..
. .. . . .
.. . .
4. .
1.4. Kegunaan Penel~t~an ... ... ... ... ... ... ...
... ... .. . ... ... . .. ... ... .. . ... ... ... ..
51.5. RuangLingkupPenelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. lnvestasi Swasta di Indonesia
.. . . . .. . .. . .
..
..
.
.
.. .
.. . .
.. . .
.. .
. 72.2. Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan..
.
142.3. Kelompok dan Jenis lnvestasi lndustri Makanan ...
...
... ....
.....
.....
162.4. Kebijaksanaan lnvestasi yang dikembangkan
... ... ... ... ... ...
...... ...
182.5. Studi Terdahulu yang Terkait
. . . .
. . . 20Ill. KERANGKA PEMlKlRAN
3.1. Posisi dan Peran Strategis Subsektor lndustri Makanan ... ... ... .... 25
3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persetujuan lnvestasi ... ... ...
...
263.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi lnvestasi..
. . .
27IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis dan Sumber Data
... ...
... ...... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
... ... .....
4.2. Metode Analisis Data
... . . .. . .. . .. . .
. . ... . . .. . . .. .
V. HASlL DAN PEMBAHASAN
5.1 Posisi dan Peran Strategis lndustri Makanan
...
...... ...
... ... ... ..
5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persetujuan lnvestasi lndustri
5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi lnvestasi lndustri Makanan ...
VI
.
KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1. Kesimpulan
6.2. Saran ...
... DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Keragaan Persetujuan Kumulatif lnvestasi PMDN dan PMA Ta-
hun 196711968 s/d Juli 2000 ... 9
2. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMDN Menurut Sektor, ..
Periode 01/01 11 967 s/d 31/07/2000 dan 1968 s/d 15/07/2000.. 10
3. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMA Menurut Sektor,
Periode 01 I01 /I 967 s/d 31 / I 212000 dan 1967 s/d 15/07/2000.. 13
4. Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMDN Subsektor lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian Tahun
...
1996 s/d 2000 14
5. Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMA Subsektor lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian Tahun
1996 s/d 2000 ... 16
6. Jenis lndustri Makanan Dominan yang Diminati Investor Periode
1990
- 1999
... 17 7. Perkembangan Kapasitas Produksi Beberapa lndustri MakananUtama pada Tahun 1997
- 1999 dan Pemanfaatannya
... 40 8. Perkembangan Serapan Tenaga Kerja pada lnvestasi Swastadibidang lndustri Makanan antara Tahun 1971 - 2000 ... 4 1
9. Kumulatif Persetujuan PMDN dan Serapan Tenaga Kerja Menu-
rut Sektor, Periode 01 101 11 967 sld 31 11 211 998 ... 42
10. Kumulatif Persetujuan PMA dan Serapan Tenaga Kerja Menu-
rut Sektor, Periode 01 I01 11 967 sld 31 11 211 998 ... 44
11. Kumulatif Persetujuan PMDN dan Serapan Tenaga Kerja Menu- ...
rut Lokasi, Periode 01/01 11 967 s/d 3111 211 998 45
12. Kumulatif Persetujuan PMA dan Serapan Tenaga Kerja Menu-
...
rut Lokasi, Periode 01/01/1967 s/d 31/12/1998 46
13. Kumulatif Proyek dan Nilai Ekspor PMDN dan PMA Menurut
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1
.
Faktor Penentu FDI di Negara Tujuan lnvestasi dari UNCTAD ... 222
.
Hubungan lnvestasi dengan Suku Bunga ... 24...
3
.
Hubungan lnvestasi dengan PDRB 254
.
Perkembangan Persetujuan lnvestasi Swasta pada Subsektorlndustri Makanan Tahun 1971 . 2000 ... 49
5
.
Perkembangan Realisasi lnvestasi Swasta pada Subsektor lndustriDAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1
.
Klasifikasi Lapangan Usaha lndustri ... 672 . Rangkaian Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Pengembangan
lnvestasi yang Dikeluarkan Sejak Tahun 1967 ... 72
3
.
Data yang Dipergunakan dalam Penelitian ... 74I.
PENDAHULUAN
1 .I. Latar Belakang
Peran swasta yang semakin besar dalam pembangunan dimasa depan
merupakan sebuah keniscayaan. Seiring dengan itu, peran pemerintah akan
semakin berkurang dan karenanya peran swasta harus terus menerus di dorong
terutama dalam melakukan investasi. Meningkatnya investasi swasta akan
mempengaruhi kondisi perekonomian secara keseluruhan karena secara langsung
akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekspor dan
pendapatan nasional. Namun demikian investasi swasta tidak serta merta dapat
ditingkatkan tanpa adanya iklim yang kondusif bagi berkembangnya investasi
tersebut (Badan Agribisnis, 1997).
Salah satu subsektor strategis dalam perekonomian nasional dan terkait
dengan pembangunan pertanian yang perlu mendapatkan perhatian dalam
perkembangan investasinya adalah subsektor industri makanan karena subsektor ini
diharapkan mampu menyerap hasil pertanian yang diusahakan petani, nelayan dan
peternak, memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian, membuka
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, sumber devisa dan
menyediakan produk pangan yang semakin beragam. Disamping itu,
pengembangan industri makanan yang merupakan sektor hilir dari sistem agribisnis
pangan seringkali dianggap merupakan jawaban terhadap berbagai permasalahan
sifat fisik produk pertanian yang mudah busuk, kualitasnya kurang seragam, serta
menyulitkan untuk menembus pasar tertentu.
Selanjutnya Simatupang (1990) menyebutkan bahwa ada fenomena
underinvestment di sektor pertanian dimana investasi ke sektor pertanian cenderung
menurun dibandingkan dengan sektor industri dan jasa. Penurunan ini terkait dengan
sifat investasi di sektor pertanian, walaupun demikian investasi pertanian dalam jangka
panjang sesungguhnya masih sangat menarik apabila hasil-hasil pertanian dirubah
menjadi produk olahan pertanian.
Permintaan produk olahan pertanian juga menunjukkan kecenderungan
semakin meningkat baik pada pasar domestik maupun internasional. Hal ini bukan
saja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dunia secara kuantitatif tetapi
juga secara kualitatif kesejahteraan penduduk tersebut semakin baik yang
menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan yang bergizi dan
beragam.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan industri pengolahan hasil
pertanian terutama industri makanan sangat dibutuhkan. Untuk itu pengembangan
investasi industri makanan yang melibatkan swasta semakin diperlukan pula. Upaya
untuk mengembangkan investasi tersebut sangat mungkin dilakukan saat ini dan
dimasa depan mengingat masih besarnya peluang yang tersedia bagi calon investor
baik dalam rangka penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun dalam rangka
penanaman modal asing (PMA) untuk menanamkan investasinya pada subsektor
industri makanan. Ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, besarnya
hasil pertanian yang dimiliki, serta pasar terbuka akan memberikan daya tarik
tersendiri bagi investor. Namun pada sisi lain, kendala pengembangan investasi juga
penting untuk meneliti berbagai faktor-faktor yang rnempengaruhi investasi swasta
pada subsektor industri makanan ini
1.2. Perurnusan Masalah
Sebagai salah satu subsektor yang sangat strategis untuk dikembangkan
dimasa mendatang maka investasi swasta pada subsektor industri makanan harus
didorong secara sistematis dan signifikan. Meningkatnya investasi tersebut akan
tercermin dari meningkatnya persetujuan investasi yang diberikan dan realisasinya
baik yang berupa PMDN maupun PMA pada subsektor ini dari tahun ke tahunnya.
Perkembangan investasi tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan
baik faktor-faktor yang berpengaruh positif maupun negatif.
Selanjutnya yang menjadi permasalahan dalam investasi industri makanan
adalah adanya kesenjangan antara persetujuan dan realisasi sehingga baik jumlah
proyek maupun nilai investasi menjadi lebih rendah. Berdasarkan data BKPM
(2000), kumulatif realisasi investasi untuk PMDN hanya 7.77% dari rencana
investasi dan untuk PMA realisasinya adalah 28.48% dari kumulatif rencana
investasi sehingga perlu diketahui penyebabnya.
Bagi pemerintah yang bertindak selaku regulator dan fasilitator bagi
pengembangan investasi permasalahan yang muncul adalah merumuskan kebijakan
yang tepat. Persoalan itu menyangkut kebijakan mana dan apa saja yang perlu
dirumuskan untuk mendukung perkembangan investasi swasta pada subsektor
investasi industri makanan yang diduga ikut berpengaruh pada pengembangan
investasi.
Dengan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang ingin dijawab
dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimanakah peran dan posisi subsektor industri makanan dalam
perekonomian nasional ?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi rencana swasta dalam
melakukan investasi pada subsektor industri makanan baik dalam rangka
PMDN maupun PMA?
3.
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi realisasi investasi swastapada subsektor industri makanan tersebut baik dalam rangka PMDN maupun
PMA ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah :
1. Mengetahui gambaran subsektor industri makanan yang meliputi peran dan
posisinya dalam perekonomian nasional.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi rencana penanaman modal
baik dalam rangka PMDN maupun PMA di subsektor industri makanan.
3.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penanaman modal1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi
pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun kebijakan penanaman modal baik
dalam negeri dan asing khususnya di subsektor industri makanan sehingga peran
swasta dalam pembangunan semakin meningkat. Selanjutnya bagi investor dan
atau calon investor dapat dimanfaatkan sebagai salah satu dasar pengambilan
keputusan investasi khususnya di subsektor industri makanan. Sedangkan bagi
kalangan akademis dapat menjadi masukan sebagai data dasar (benchmark data)
untuk penelitian selanjutnya, terutama yang menyangkut upaya mendorong
pengembangan investasi swasta di subsektor industri makanan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada subsektor industri makanan secara agregat
sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Sektor lndustri yang berbasiskan pada
angka lSlC (International Standard of Industrial Classification) yakni dengan kode
angka 31 yang biasa disebut subsektor industri makanan, minuman dan tembakau.
Sementara itu, analisis faktor yang mempengaruhi perkembangan investasinya
dilihat hingga angka 4 digit (31 11 - 3149) atau yang disebut sebagai golongan. Hal
ini dilakukan sesuai dengan pengelompokkan hingga golongan industri makanan
pada saat permohonan izin investasi dilakukan di Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) baik investasi dalam rangka PMDN maupun PMA. Adapun komoditas
6
Gambaran subsektor industri makanan yang diteliti dibatasi sesuai dengan
tujuan pengembangannya terutama pada perannya dalam menyerap tenaga kerja
(efek pengganda lapangan kerja). Selanjutnya, penelitian ini melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi investasi dari sisi calon investor untuk rencana investasi dan
investor untuk realisasi investasi. Sementara itu, analisis kebijakan yang
mempengaruhi pengembangan investasi dilakukan terhadap kebijakan yang secara
langsung bertujuan untuk mengembangkan investasi yang dipilih secara selektif dari
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. lnvestasi Swasta di lndonesia
2.1 .I. Jenis dan Peranannya
Secara umum investasi swasta di lndonesia dibedakan menjadi dua kelompok
yakni investasi yang memperoleh fasilitas dan yang tidak memperoleh fasilitas (non
fasilitas). Perbedaan ini mempunyai implikasi pada perbedaan prosedur dan perijinan
serta perolehan fasilitas investasi terutama dibidang fiskal. lnvestasi kelompok pertama
umumnya berskala besar, sebagian menggunakan bahan baku impor dan berorientasi
ekspor serta memanfaatkan fasilitaslkeringanan yang disediakan pemerintah. lnvestasi
yang memperoleh fasilitas, saat ini dibedakan berdasarkan kepemilikan dan sumber
permodalannya yakni investasi yang bersumber dari dalam negeri atau disebut
sebagai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi asing atau disebut
sebagai Penanaman Modal Asing (PMA). Untuk investasi jenis ini, keseluruhan
perijinan dilakukan melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang berada
di PusatIJakarta dan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) yang
terdapat di seluruh propinsi.
lnvestasi non fasilitas adalah investasi swasta yang tidak memerlukan fasilitas
pemerintah dan umumnya berskala menengah dan kecil. Jenis investasi ini umumnya
dilakukan oleh pengusaha dalam negeri dimana usaha yang dilakukan sangat rendah
kandungan impornya sehingga tidak memerlukan fasilitas impor bahan baku dan
fasilitas lainnya. Demikian pula dengan tenaga kerjanya, pada umumnya adalah
instansi sesuai dengan jenis investasinya mulai dari Departemen teknis hingga di
bagian perekonomian Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota. Jumlah investasi non
fasilitas seringkali kurang terdata secara baik, karena menjadi kewenangan banyak
instansi yang koordinasinya sangat lemah. Disamping itu, investasi non fasilitas
mengikuti berbagai ketentuan yang sangat beragam yang berlaku menurut jenis
investasinya dan daerah dimana investasi tersebut dilakukan.
lnvestasi fasilitas (PMDN dan PMA) menduduki posisi dan memiliki peran yang
sangat penting dalam pembangunan nasional karena umumnya memiliki nilai investasi
yang sangat besar sehingga diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah
besar pula sekaligus memberikan sumbangan devisa dari perolehan eskpor. lnvestasi
jenis inilah yang seringkali menjadi perhatian internasional dan menjadi ukuran
keberhasilan dalam menarik investor asing.
Data hingga Juli Tahun 2000 menunjukkan (Tabel 1) bahwa secara kumulatif
sejak tahun 1968 persetujuan investasi yang telah diberikan dalam rangka PMDN
adalah 11 091 proyek dengan jumlah nilai investasi Rp 809.6 Trilyun. Sementara itu,
secara kumulatif sejak tahun 1967 investasi dalam rangka PMA berjumlah 8 448 proyek
dengan nilai investasi sebesar US$ 228.5 Milyar. Adapun tenaga kerja yang diserap
PMDN secara kumulatif adalah sebanyak 10 487 543 orang lndonesia dan 62 936
orang asing, sementara PMA menyerap 4 010 051 orang tenaga kerja lndonesia dan
11 0 471 orang tenaga kerja asing. Sebagian besar proyek-proyek investasi baik PMDN
dan PMA diarahkan untuk ekspor, dimana PMDN nilai ekpornya secara kumulatif
mencapai US$76.8 Milyar dan PMA US$104.2 Milyar
Data dan uraian yang disajikan tersebut, memberikan gambaran ringkas bahwa
9
nasional terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan mendorong ekspor bagi
[image:138.591.71.513.40.787.2]perolehan devisa sehingga akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat.
Tabel 1. Keragaan Persetujuan Kumulatif lnvestasi PMDN dan PMA Tahun 196711 968 sld Juli 2000
Uraian
Nilai lnvestasi
(PMDN = Rp. Trilyun & PMA = US$ Milyar) Jumlah Proyek
Tenaga Kerja :
-
Indonesia- Asing Orientasi Ekspor :
PMDN Kumulatif
- Jumlah Proyek
I
6 7141
PMA Kumulatif 1968
-
Juli 200011 091
1967
-
Juli 20008 448
2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
-
Nilai EksporlTahun (US$ Milyar)Secara kumulatif perkembangan persetujuanlrencana dan realisasi investasi
76.8
swasta dalam rangka PMDN menurut sektor pembangunan disajikan pada Tabel 2.
Sumber : Laporan Bulanan BKPM Juli 2000 (diolah)
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa sektor sekunder atau sektor industri
merupakan pilihan yang paling diminati investor dalam negeri dalam penanaman
modalnya. Jumlah nilai investasi yang disetujui pada subsektor ini adalah sebesar Rp.
580 990 966 Juta, disusul oleh sektor tersier (jasa) sebesar Rp. 134 653 249 Juta dan
terakhir sektor primer (pertanian dan pertambangan) sebesar Rp. 93 995 128 Juta.
Dengan demikian sektor industri dimana industri makanan merupakan salah satu
Tabel 2. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMDN Menurut Sektor, Periode 01 101 11 967 s/d 31 /07/2000 dan 1968 s/d 15/07/2000
Sektor
7
Peternakan Perikanan Kehutanan Pertambangan Sektor Primer lndustri Makanan lndustri Tekstil lndustri Kayu lndustri Kertas lndustri Farmasi lndustri Kimia lndustri Non Logam lndustri Logam Dasar1
lndustri Barang LogamI lndustri Lainnya
I I
Sektor Sekunder1
6 5611
580 990 9661
7 994/
183 676.0/
Listrik, Gas dan Air Konstruksi
Perdagangan
Perhotelan & Restoran Perkantoran
Perumahan & K.w. Ind Pengangkutan Jasa Lainnya Persetujuan Proyek 114 878 102 316 301 172 Realisasi
Apabila dilihat dari sisi realisasi investasi, maka secara keseluruhan investasi lnvestasi
(Rp. Juta)
6 056 205 61 001 782 3 877 449 10 467 650 6 608 675 5 974 366
Proyek 74 748 143 369 428 191 Sektor Tersier Jumlah
disetiap sektor mengalami penurunan bila dibanding persetujuanlrencana yang ada. lnvestasi (Rp. Milyar) 6 510.7 20 934.6 1 743.9 51 588.7 2 854.1 1 974.3
Total realisasi investasi dalam rangka PMDN untuk sektor primer mencapai Rp. 85 Sumber
:
Laporan Bulanan BKPM, 2000 (diolah)2647
11 091
606.2 Milyar atau 91.07 % dari nilai total persetujuan investasi yang ada. Pada sektor
134653249
809 639 344
2383
12 330
51 331.7
ini, subsektor kehutanan memegang peran yang dominan. Selanjutnya realisasi sektor
industri mencapai Rp. 183 676.0 Milyar atau 31.61% dari total rencana investasi.
Sedangkan realisasi investasi sektor tersier adalah Rp. 51 331.7 Milyar atau 38.12%
dari total persetujuan investasi yang diberikan. Dengan demikian realisasi investasi
PMDN pada sektor industri adalah paling rendah dibandingkan sektor lainnya.
Rendahnya realisasi investasi sektor industri diduga disebabkan oleh tingginya
kapitalisasi yang dibutuhkan dan rumitnya teknologi yang digunakan, disamping
tingginya resiko.
Khusus untuk industri makanan realisasi investasi dalam rangka PMDN adalah
sebesar Rp. 11 950.5 Milyar atau 7.77% dari total persetujuan investasi. Hal ini
menunjukkan bahwa realisasi investasi industri makanan tergolong rendah
dibandingkan dengan subsektor lain dalam katagori industri dan jauh di bawah rata-rata
realisasi investasi PMDN di sektor industri. Hal ini dapat menunjukkan besarnya resiko
investasi pada subsektor industri makanan atau tingkat kerumitan realisasi
investasinya.
Secara umum realisasi proyek dan nilai investasi PMDN lebih rendah dari
persetujuannya, namun untuk beberapa sektor terdapat ha1 yang sebaliknya. Kondisi
ini terjadi karena dalam proses realisasi investasi ada penambahan yang bersifat
pemecahan proyek menjadi beberapa proyek (susektor perikanan, kehutanan, industri
makanan) atau proyek yang langsung berjalan di realisir (subsektor angkutan).
Disamping itu, kelemahan sistem administrasi perijinan investasi terutama sejak
pendelegasian wewenag perijinan investasi ke daerah menyebabkan belum konsisten
2.1.3. Penanaman Modal Asing (PMA)
Secara kumulatif dari tahun 1967 hingga akhir bulan Juli tahun 2000 rencana
investasi dalam rangka penanaman modal asing telah mencapai 8 448 proyek dengan
nilai investasi sebesar US$ 228 482 456 Ribu, sementara realisasinya mencapai 4 794 proyek dengan nilai investasi US$ 70 479.2 Juta. Dengan demikian dalam ha1 jumlah
proyek, realisasi investasi dalam rangka PMA mencapai 56.74% dan dalam nilai
investasi mencapai 30.85% dari total rencana investasi.
Berdasarkan data (Tabel 3) maka dapat diketahui bahwa rencana kumulatif
investasi swasta dalam rangka PMA terbesar diinvestasikan pada sektor industri
sebesar US$ 146 967 627 Ribu, selanjutnya sektor tersier sebesar US$ 63 525 972
Ribu dan terakhir untuk sektor primer sebesar US$ 17 988 856 Ribu. Namun apabila
dilihat dari persentase realisasinya, walaupun nilai realisasi investasi dalam rangka
PMA untuk sektor industri terbesar namun persentasenya relatif kecil yakni 30.77%
bila dibanding dengan realisasi investasi sektor primer yang mencapai 59.1 7% dari total
kumulatif persetujuan investasi. Sementara realisasi sektor tersier lebih kecil lagi yakni
23.00%. Untuk industri makanan persetujuan investasi PMA secara kumulatif mencapai
352 proyek dengan nilai investasi mencapai US$ 7 276 613 Ribu. Realisasi investasi
PMA untuk industri makanan mencapai 250 proyek atau 71.02% dari kumulatif
persetujuan. Sementara itu realisasi nilai investasi mencapai US$ 2 072.6 Juta atau
28.48% dari kumulatif rencana investasi. Besarnya perbedaan antara realisasi proyek
dengan realisasi nilai investasi menunjukkan bahwa nilai investasi PMA yang
direalisasikan umumnya bernilai kecil dan realisasi investasi ini di bawah rata-rata
realisasi investasi PMA disektor industri yakni 30.77%. Dengan kata lain, ada proyek
Tabel 3. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMA Menurut Sektor Periode 01 /01/1967 s/d 3111 212000 dan 1967 s/d 15/07/2000
-
No.
I
Sektor Primer1
5871 179888561 4121 lndustri Makanan lndustri Tekstil lndustri Kayu lndustri Kertas lndustri Farmasi lndustri Kimia lndustri Non Logam lndustri Logam Dasar lndustri Barang Logam lndustri Lainnya Sektor Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Pertambangan RealisasiListrik, Gas dan Air Konstruksi
Perdagangan
Perhotelan & Restoran Perkantoran
Perumahan & K.w. Ind Pengang kutan
JaSa Lainnya
Proyek 36 69 22 93 49 143 Persetujuan
Sektor Tersier
1
3 4851
63 525 9721
1 041/
14 613.01
lnvestasi (US$. Juta) 184.3 1 493.3 1 062.2 3 025.5 287.8 4 591.4 Proyek 76 135 29 112 28 207I
Sektor Sekunder1
lnvestasi (US$.OOO)
803 366 5 294 928 588 316 723 887 653 064 9 925 292
1
146 967 627 4 376I I I I I 1
Sumber : Laporan Bulanan BKPM, 2000 (diolah)
1
3 341Jumlah
(
45 221.61
2.2. Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan
2.2.1 Perkembangan PMDN lndustri Makanan
Sebagai subsektor pengolah hasil pertanian, subsektor industri makanan
mengalami perkembangan pesat dalam investasi pada tahun 1990-an dan mencapai
puncaknya pada pertengahan dekade 90-an. Perkembangan pesat ini terlihat dengan
mulai semakin besarnya persetujuan nilai investasi yang diberikan baik dalam rangka
PMDN maupun PMA. Data yang disajikan pada Tabel 4 memperlihatkan
perkembangan persetujuan nilai investasi industri makanan dibandingkan dengan
persetujuan nilai investasi sektor primerlpertanian (terdiri dari subsektor tanaman
pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan) yang merupakan sektor hulunya.
Tabel 4. Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMDN Subsektor lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian (Rp. Juta)
Tahun
1996
Pada tahun 1996, persetujuan investasi PMDN pada subsektor pertanian telah SektorlSubsektor
1999 2000**
mencapai nilai sebesar Rp. 16 025 848 Juta, sementara industri makanan masih %
sebesar Rp. 13 748 298 Juta atau 85.8% dari nilai invesatasi sektor pertanian. Namun 85.8
Pertanian* 16 025 848
Keterangan
:
* Tanaman Pangan + Perkebunan + Peternakan+
Perikanan ** Data hingga Juli 2000Sumber : Laporan Bulanan BKPM (diolah) 2 408 346
342 320
dua tahun berikutnya yakni tahun 1998, persetujuan nilai investasi PMDN industri lndustri Makanan
13 748 298
12 727 927 488 500
[image:143.588.70.491.0.789.2]makanan telah melampaui persetujuan nilai investasi sektor pertanian dimana nilai
investasinya telah mencapai 140.6% dari persetujuan nilai investasi total sektor
pertanian. Ini berarti dari sudut investasi baru pada tahun 1998 industri pengolah hasil
pertanian memiliki persetujuan nilai investasi lebih besar bila dibanding sektor
primernya. Gejala ini sangat berarti dalam rangka industrialisasi pertanian, sehingga
produk olahan pertanian diperkirakanan dimasa mendatang akan sangat beragam dan
sangat menguntungkan bagi perolehan devisa.
2.2.2. Perkembangan PMA lndustri Makanan
Gejala yang sama dengan PMDN terlihat pula pada persetujuan investasi dalam
rangka PMA. Data pada tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 1997 nilai
persetujuan investasi pada subsektor industri makanan telah melampaui persetujuan
nilai investasi sektor pertanian yakni sebesar 123.5% nilai persetujuan investasi sektor
pertanian. Namun karena krisis ekonomi nilai persetujuan tersebut turun sangat drastis
pada tahun 1998 yakni hanya sebesar US$. 342 029 Ribu atau 34.4% dari nilai
persetujuan investasi sektor pertanian yang berjumlah US$. 998 233 Ribu. Hal ini
sekaligus dapat menunjukkan bahwa investasi dalam rangka PMA lebih terpengaruh
dengan kondisi perekonomian dan politik dalam negeri dibandingkan investasi dalam
rangka PMDN.
Perkembangan berikutnya pada tahun 1999 dan 2000 investasi industri
makanan dalam rangka PMA menunjukkan peningkatan kembali dengan porsi yang
melebihi investasi PMA pada sektor pertanian. Diperkirakan bahwa investasi PMA
pada subsektor industri makanan pada masa mendatang juga akan semakin tinggi, ha1
subsektor pengolahan dibandingkan subsektor produksi. Gambaran ini sekaligus
memperlihatkan bahwa upaya untuk mendorong investasi pada subsektor pengolahan
hasil pertanian semakin menunjukkan hasil, walaupun apabila ditelusuri lebih jauh
industri makanan yang berkembang masih merupakan industri makanan tradisional
yang telah sejak lama berkembang dan berbasis utama pada sumberdaya lokal
terutama subsektor perkebunan (lihat sub bab selanjutnya).
Tabel 5. Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMA Subsektor
lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian (US$. Ribu)
I
Keterangan : * Tanaman Pangan + Perkebunan + Peternakan + Perikanan
** Data hingga Juli 2000
Sumber : Laporan Bulanan BKPM (diolah)
%
Tahun
1996
2.3.
Kelompok dan Jenis lnvestasi lndustri MakananSektorISubsektor
Berdasarkan pada klasifikasi industri Indonesia, maka sektor industri
dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) golongan besar industri dan industri makanan, 49.9
Pertanian 1 386 017
minuman dan tembakau berada dalam satu golongan. Golongan ini didominasi oleh lndustri Makanan
691 402
industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Oleh karena itu, industri makanan, minuman
dan tembakau sering disebut sebagai agroindustri (Simatupang, 1990).
Melalui penelusuran data yang telah diinvestarisasi Badan Agribinsis tentang
bahwa untuk investasi industri makanan (ISIC 31) berdasarkan jenis produk olahan dan
subsektor basis bahan bakunya dapat diketahui jenis industri makanan yang paling
banyak (dominan) yang dipilih investor baik domestik. Berdasarkan pilihan dominan ini
diharapkan dapat diketahui karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan.
Tabel 6. Jenis lndustri Makanan Dominan yang Diminati Investor (1990
-
1999)Basis Bahan Baku Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Komoditas Asal Ubi Kayu Gandum Kelapa Sawit
I
AyamI
I
KalengI
Coklat Jagungll kan Perikanan Jenis Produk Tepung Tapioka Tepung Terigu Minyak Sawit Inti Sawit
Daging Ayam Beku Daging Ayam Olah
Deptan 1990 - 1999 (diolah)
lSlC 31 16 3117 31 15 Butter Cocoa Pakan Ternak
31 28
lkan Tuna
I
UdangI
Udang Beku -Berdasarkan penelusuran data di atas, dapat dilihat bahwa investasi yang 31 19
31 22
31 14
diminati umumnya adalah bidang usaha yang memang telah lama berkembang di
Tepung ~ u l u Ayam
lkan Tuna Bekul
Sumber : Laporan Perkembangan lnvestasi Sektor Pertanian, Badan Agribisnis,
Indonesia yang sering disebut sebagai komoditas tradisional andalan ekspor. Dengan 31 14
demikian kaitan investasi dengan ekspor menjadi sangat kuat. Karenanya kajian
perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan harus pula
memperhatikan faktor pasar internasional dimana prospek komoditas (harga) menjadi
salah satu faktor yang penting bagi investor dalam pengambilan keputusan
investasinya.
Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat pula diketahui bahwa tidak seluruhnya
investasi tepung terigu dimana bahan bakunya merupakan bahan baku impor demikian
pula dengan industri pakan ternak. Disamping itu perlu pula dicermati investasi pada
industri makanan yang berbasis pada perikanan yang saat ini menunjukkan gejala
meningkat secara drastis.
2.4. Kebijaksanaan lnvestasi yang Dikembangkan
Dalam prakteknya investasi dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat luas
baik secara perorangan maupun perusahaan dengan bersumber dari dana dalam
negeri maupun luar negeri. lnvestasi pemerintah dilakukan melalui serangkaian
program yang pada umumnya lebih bersifat fasilitasi dan penyediaan sarana,
prasarana pembangunan, serta pengembangan sumberdaya manusia. Besaran jumlah
investasi pemerintah tercermin dari belanja pemerintah setiap tahunnya. Sementara
itu investasi yang dilakukan oleh jutaan masyarakat luas umumnya tidak terdata
(Rasahan, 1994). Sedangkan investasi yang dilakukan oleh swasta dapat ditelusuri
dari ijin persetujuan investasi yang diperolehnya.
Diperkirakan sebagian besar investasi pembangunan dimasa depan akan
bersumber dari swasta. Pada akhir Pelita VI peran swasta telah mencapai lebih dari
70% dari total investasi nasional (Badan Agribisnis, 1997). lnvestasi swasta dapat
didorong melalui berbagai cara, salah satu diantaranya adalah adanya potensi dan
peluang investasi. Beberapa keunggulan yang dijadikan faktor pendorong
pengembangan investasi di Indonesia tersebut adalah (BKPM, 2000):
-
Potensi pasar yang besar-
Keragaman sumberdaya alam yang sangat bervariasi- Stabilisasi ekonomi yang kuat
Selanjutnya, dalam rangka mendorong dan mengembangkan investasi
pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan baik yang berupa peraturan,
pengembangan sarana dan prasarana investasi dan berbagai kemudahan lainnya
dengan harapan iklim investasi semakin kondusif dan pada akhirnya investor tertarik
menanamkan modalnya di Indonesia. Kebijakan pemerintah dikeluarkan secara
simultan untuk terus menerus meningkatkan kinerja perekonomian sekaligus
mengatasi berbagai kondisi yang kurang menguntungkan.
Khusus untuk investasi, pedoman utamanya adalah Undang-Undang No. 1
tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6 tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan serangkaian kebijakan baik makro maupun mikro untuk mendukung
pengembangan investasi swasta. Kebijakan makro meliputi kebijakan moneter (suku
bunga dan nilai tukar) dan fiskal (pajak) sementara kebijakan mikro dilakukan dengan
serangkaian program pengembangan sarana dan prasarana. Adapun kebijakan
pemerintah yang telah dikeluarkan sejak tahun 1967 hingga tahun 2000 tertutama yang
menyangkut investasi disajikan pada lampiran 2.
Dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah diperkirakan hanya
beberapa saja yang langsung berpengaruh pada pengembangan investasi subsektor
industri makanan. Kebijakan yang dianggap penting diantaranya adalah perubahan
sistem perpajakan tahun 1984 yang bertujuan meningkatkan pendapatan negara dari
pajak, deregulasi perbankan pada tahun 1988 yang bertujuan mengurangi peran
dominan bank milik negara dan kebijakan menurunkan tarif impor mulai tahun 1985 dan
non tarif barrier tahun 1986. Untuk PMA sejak tahun 1985 diberikan berbagai
20
setiap kebijakan dapat dijadikan faktor yang dapat secara langsung mempengaruhi
perkembangan rencana dan realisasi investasi industri makanan.
2.5. Studi Terdahulu yang Terkait
Dalam industri pengolahan, tipe investasi dapat dikatagorikan dalam tiga
kelompok. Pertama adalah investasi baru atau "greenfield investment". Kedua adalah
pemasangan penambahan unit pengolahan pada investasi yang telah ada. Ketiga,
investasi penggantian (replacement) atau peningkatan kapasitas (Dornbusch, R. dan S.
Fischer. 1981). Secara empiris, studi tentang investasi terbagi dalam dua tradisi.
Pertama, model investasi sebagai hasil penyesuaian stok kapital optimal, pada tradisi
ini investasi merupakan variabel kontinyu yang bergantung pada marginal revenue
product of capital saat ini dan dimasa mendatang dan the cost of capital
.
Tradisikedua menempatkan investasi sebagai event diskrit, studi ini berfokus pada "greenfield
investment" dan investasi penambahan unit pengolahan. Pada tradisi ini, model
keputusan investasi dipengaruhi berbagai variabel.
Studi yang dilakukan Bergman dan Per Johansson (2000), terhadap
perkembangan investasi pulp dan paper di Eropa menggunakan variabel upah, PDB
riel, suku bunga, nilai tukar, harga riel kayu, harga riel listrik, harga riel kertas, harga riel
kertas daur ulang, penduduk, produksi pulp, produksi kertas dan trend teknologi.
Hasilnya memperlihatkan faktor yang berpengaruh kuat yakni nilai tukar, harga kertas
dan upah.
Di Indonesia, studi ekonomi tentang industri makanan hingga saat ini umumnya
terbatas pada studi kelayakan investasinya dan belum banyak yang mengungkapkan
awal yang mengulas tentang aspek-aspek potensial yang mempengaruhi
pengembangan agroindustri dengan kasus industri pengolahan hasil pertanian
tanaman pangan (ubikayu, jagung, dan kedele) dilakukan oleh Simatupang et. al.,
(1990). Adapun aspek potensial yang dimaksud mencakup (1) harga produk, (2) harga
bahan baku, (3) harga barang modal atau kapital, dan (4) upah tenaga kerja. Dalam
rangka pengembangan agroindustri , maka insentif ekonomi dapat disalurkan lewat
satu atau lebih diantara keempat aspek tersebut. Selanjutnya penelitian itu juga
mengungkapkan tiga kendala menonjol yang mempengaruhi pengembangan
agroindustri, yaitu (1) masalah mutu, (2) masalah kecukupan penyediaan bahan baku,
dan (3) masalah produksi yang bersifat musiman.
Studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi swasta
pada subsektor perkebunan telah dilakukan oleh Herman dan Susila (1995). Hasil
penelitian tersebut memperlihatkan bahwa harga dunia komoditas perkebunan utama
(CPO, kakao, karet, kopi, teh), inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan kebijakan pemerintah
mempengaruhi persetujuan investasi swasta pada subsektor perkebunan. Model yang
telah dikembangkan oleh Herman dan Susila (1995) ini menjadi dasar utama
penyusunan model pada penelitian ini dengan perubahan pada berbagai variabelnya
yang disesuaikan dengan karakteristik usaha industri makanan.
Khusus untuk investasi dalam rangka PMA atau FDI (Foreign Direct
Investment), United Nations Conference on Trade and Development pada tahun 1999
telah merumuskan berbagai faktor di negara tujuan investasi yang mempengaruhi FDI.
Secara ringkas berbagai faktor penentu investasi FDI dinegara tujuan yang merupakan
hasil penelitian UNCTAD tersebut disajikan pada Gambar 1. Secara umum, negara
tujuan yang dicari oleh TNCs (Transnational Corporations) untuk mengembangkan
Type of FDI classified Principal economic
by motives of TNCs determinant in host rnnntriro
A. Market-seeking
Market size and per capita income
Market growth Access to regional and global market
Host country determinants Country -spesific consumer
preferences
I. Policy framework for FDI a Structure of market
• Economic, political and social stability B. Resource/asset-seeking
• Rules regarding entry and operations Raw materials
a Standars of treatment of foreign affiliates Law-cost unskilled labor
• Policies on functioning and structure of Skilled labour
markets Tecnological, innovatory
International agreements of FDI and other created assets
a Privatization policy
a Trade policy (tarrifs and NTBs) and (e.g. brand names),
coherence of FDI and trade policies including as embodied in
Tax policy individuals, firms and
clusters
11. Economic determinants Physical infrastructure
(ports, roads, power,
111. Business facilitation telecommunication)
a Investment promotion (including image
building and investment-generating C. Efficiency seeking
activities and investmet-facilitation Cost of resources and
services) assets listed under B,
a Investment incentives adjusted for productivity
Hassle costs (related to corruption, for labour resources
administrative efficiency, etc.) Other input costs, e.g.
a Social amenities (bilingual school, transport and
quality of life, etc.) communication costs
After investment services tolfrom and within host
economy and costs of other intermediate products
Membership of regional integration agreement conducive to the
establishment of regional corporate networks
[image:151.593.38.546.103.663.2]usaha, memiliki keunggulan international yang terkait dengan strategi perusahaan
seperti mampu mengurangi resiko dan memiliki keunggulan sumberdaya. Namun
demikian, masing-masing TNCs memiliki tujuan yang berbeda-beda yang disebabkan
oleh motivasi yang berbeda-beda.
Selanjutnya, llyas Saad (1993) menyatakan bahwa faktor yang menentukan
perkembangan FDI dapat dibagi ke dalam dua faktor yakni push factor dan pull factor. Faktor pendorong lebih disebabkan oleh adanya perkembangan ekonomi yang semakin
baik dan terjadinya perubahan struktural dalam ha1 investasi dinegara asal FDI yang
umumnya adalah negara-negara maju (developed countries). Sementara itu, faktor
penarik adalah faktor yang bersumber dari negara tujuan investasi, meliputi kondisi
makroekonomi dan politik yang stabil sebagai necessary conditions, serta kebijaksanaan perdagangan, ketersediaan sumberdaya, infrastruktur, insentif fiskal dan
Ill. KERANGKA PEMlKlRAN
Dari sudut pandang ekonomi . makro, investasi (I) amat berperan dalam
menentukan pertumbuhan ekonomi disamping belanja masyarakat (C), pengeluaran
pemerintah (G) dan ekspor bersih (X
-
M). lnvestasi menempati kedudukan spesifik diantara faktor-faktor tersebut karena antara lain merupakan modal tersedia atau aliranmodal yang secara langsung berhubungan dengan peningkatan produski (output)
barang dan jasa, serta penciptaan kesempatan kerja baru.
Besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam satu kegiatan ekonomiiproduksi
ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan (PDRB), kemajuan teknologi,
ramalan kondisi ekonomi kedepan, dan faktor-faktor lain (Sadono Sukirno, 1994).
Secara grafis hubungan investasi dengan suku bunga yang berbanding terbalik satu
dengan lain (bersifat negatif digambarkan sebagai berikut :
R (Suku Bunga)
.
I (Investasi)Gambar 2. Hubungan lnvestasi dengan Suku Bunga
Sementara itu, hubungan investasi dan pendapatan bersifat positif, secara
Y (PDRB)
4
Gambar 3. Hubungan lnvestasi dengan PDRB
Menurut William H. Bronson (1989) penentu tingkat investasi adalah tingkat
suku bunga, tingkat pendapatan (PDRB), kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi
dimasa depan, profit dan faktor lainnya. Selanjutnya Azis (1994) menyatakan bahwa
investasi yang terjadi pada dasarnya tergantung pada besar kecilnya pemilikan
sumberdaya yang dapat dikelola dan faktor-faktor lain. Khusus investasi swasta sangat
tergantung dari insentif yang diciptakan oleh daerah seperti penyederhanaan prosedur,
pendeknya matarantai birokrasi izin investasi, keringanan pajak, serta penyediaan
infrastruktur.
Secara lebih spesifik, investasi dipengaruhi oleh dua kelompok variabel utama
yaitu kelompok rental cost of capital dan marginal product of capital (Dornbusch dan
Fisher, 1981). Kelompok yang tergolong pada rental cost of capital antara lain adalah
suku bunga. Sementara itu yang tergolong pada kelompok marginal product of capital
adalah harga komoditas yang bersangkutan. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
diarahkan untuk menurunkan rental cost of capital seperti melalui penurunan bea
masuk dan meningkatkan marginal product of capital seperti melakukan devaluasi.
Dengan perkataan lain investasi dipengaruhi oleh kelompok variabel manfaat dan
3.1. Posisi dan Peran Strategis Subsektor lndustri Makanan
Gambaran umum tentang subsektor industri makanan dalam perekonomian
nasional yang dinilai strategis sangat diperlukan terutama pada perannya dalam (a)
penciptaan lapangan kerja karena investasi adalah dasar utama terciptanya lapangan
kerja baru (b) perannya dalam peningkatan pendapatan masyarakat, ha1 ini
menunjukkan bahwa investasi pada dasarnya adalah aktivitas ekonomi untuk mencari
keuntungan (profit). Dengan kata lain akan terlihat efek pengganda (multiplier effect)
investasi terhadap tenaga kerja (employment) dan pendapatan (income).
Selanjutnya, pada pengajuan ijin investasi, pengusaha mencantumkan usaha
apa yang akan dilakukan, nilai investasi yang akan ditanamkan, lokasi, jumlah tenaga
kerja yang akan digunakan meliputi Tenaga Kerja Asing (TKA) dan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI), rencana ekspor dan asal negara investor bila berupa PMA.
Berdasarkan data-data tersebut dapat dianalisis pola investasi terutama yang terkait
dengan serapan tenaga kerja dan piliihan jenis usahanya. Pola dan karakteristik
investasi ditunjukkan oleh rasio antara nilai investasi dengan jumlah tenaga kerja yang
diserap, nilai rasio yang besar menunjukkan bahwa untuk jumlah tertentu tenaga kerja
dibutuhkan investasi yang besar dan sebaliknya. Hal ini adalah pangkal tolak untuk
melihat intensitas suatu investasi apakah bersifat capital intensif atau labor intensif.
3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persetujuan lnvestasi
Rencana investasi diduga umumnya lebih dipengaruhi oleh kondisi makro
ekonomi atau sering disebut sebagai faktor sistematis/sistemik (Firmansyah, 1996 dan
Kompas, 2002) dan variabel yang merupakan cerminan keunggulan investasi di sebuah
27
kebijakan di bidang investasi. Sebagaimana diketahui pemerintah lndonesia
mengkampanyekan peluang investasi di lndonesia dengan keunggulan pada pasar
yang besar dengan jumlah penduduk yang sangat besar (POPUL). Upah buruh yang
kompetitif (WAGE). Stabilitas ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi
yang konsisten (GNP) yang juga mencerminkan besaran investasi yang dilakukan oleh
pemerintah. Selanjutnya berbagai kebijakan makro yang mendukung pengembangan
investasi seperti kebijakan devaluasi dan kebijakan riel lainnya akan turut memberikan
daya tarik investasi sehingga investor memohon persetujuan investasi. Disamping itu,
perkembangan harga dunia dari berbagai produk industri makanan diduga
mempengaruhi persetujuan investasi. Namun demikian, tidak keseluruhan harga
produk industri makanan akan memberikan pengaruh, diduga hanya beberapa harga
komoditas tertentu yang dominan diminati investor yang menentukan. Oleh sebab itu,
Harga komoditas CPO (WPOP), harga olahan udang (WSP) serta harga olahan kakao
(WBCP) memiliki pengaruh, mengingat besarnya jumlah investasi pada komoditas tersebut.
3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi lnvestasi
Apabila pada persetujuanlrencana investasi, investor lebih memperhatikan
masalah-masalah makro ekonomi maka pada saat realisasinya investor akan lebih
menekankan diri dalam pengambilan keputusannya pada masalah-masalah mikro dan
kemungkinan berlangsungnya investasi atau faktor sosio-politik. Oleh karena itu faktor
harga produk dan bahan baku akan menjadi sangat dominan mempengaruhi realisasi
investasi, karena penelitian ini melihat industri makanan secara agregatif maka harga-
28
terigu, tapioka, ikan beku, udang beku dan pakan serta daging ayam beku. Selanjutnya
rencana investasi yang telah disetujui sebelumnya akan merupakan faktor pendorong
realisasi investasi. Sementara itu, perkembangan suku bunga diduga akan
mempengaruhi realisasi investasi karena mencerminkan nilai manfaat dan korbanan
proyek investasi.
Faktor lain yang diduga memperngaruhi realisasi investasi adalah pergerakan
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, karena transaksi perdagangan (ekspor-
impor) dan persetujuan investasi umumnya dilakukan dengan Dollar Amerika.
Pergerakan kurs ini dapat dilihat pada kebijakan devaluasi mata uang rupiah yang
dilakukan pemerintah secara terencana dan berkala serta yang terjadi sebagai akibat
krisis moneter pada tahun 1997.
Karena lag antara persetujuan dan realisasi investasi swasta pada industri
makanan cukup besar maka faktor-faktor lain (non ekonomi) seperti masalah-masalah
politik seperti Pemilihan UmumISidang Umum (PMILU) dan kerusuhan sosial perlu pula
diperhitungkan.
Kebijakan dibidang investasi yang dikeluarkan pemerintah diduga akan
berpengaruh terhadap perkembangan persetujuan dan realisasi investasi swasta pada
subsektor industri makanan. Alasan utamanya adalah kebijakan pemerintah
merupakan bentuk intervensi yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian
segaligus insentif untuk menarik investor swasta, ha1 ini didasari oleh kenyataan bahwa
adanya keterbasasan dana pemerintah untuk melakukan investasi. Disamping itu,
kompetisi antar negara dalam merebut investasi khususnya di Asia Tenggara semakin
ketat. Kembali kuatnya ekonomi negara Cina, Vietnam, Kamboja dan Burma menjadi
tantangan tersendiri disamping Malaysia, Singapura Philipina dan Thailand yang
Kebijakan utama yang dilihat adalah :
1. Kebijakan PBSN dimulai tahun 1977 sampai 1989
Kebijakan ini isinya paling utama adalah memberikan subsidi bunga kepada
perkebunan swasta. Hal ini berarti mendorong berkembangnya investasi
swasta pada subsektor perkebunan, dengan demikian hasil perkebunan akan
memicu munculnya investasi khususnya PMDN pada industri makanan
(pengolahan hasil perkebunan). Sebagaimana diketahui industri pengolahan
hasil perkebunan hingga saat ini masih mendominasi investasi pada subsektor
industri makanan.
2. Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986 (PAKEM)
Kebijakan ini pada saat dikeluarkan didukung oleh 19 keputusan dengan tujuan
mengurangi ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan kualitas produk. Pada
tanggal 12 September 1986 pemerintah kembali melakukan devaluasi sebesar
45 % dari nilai tukar Rp. 1,134 menjadi Rp 1,644lUS $1. Sebagai tindak lanjut
dikeluarkan lagi Paket kebijakan 25 Oktober 1986 yang isinya merupakan
deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal. Pada
tahun 1986 juga dikeluarkan kebijakan pengembangan PIR-Trans dengan
tujuan untuk melibatkan lebih banyak swasta dalam pembangunan perkebunan.
3. Paket Kebijakan 28 Mei 1990 (PAKMEI)
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan ini adalah untuk mengurangi ekonomi
biaya tinggi dan meningkatkan daya saing melalui penyederhanaan prosedur
perijinan usaha, penghapusan terhadap berbagai tataniaga impor , serta