• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan"

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)

ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA

Dl SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN

Oleh

:

MUHAMMAD SAAD

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(118)

ABSTRAK

MUHAMMAD SAAD. Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta d i Subsektor lndustri Makanan. Dibimbing oleh BUNASOR SANIM, BONAR M. SINAGA dan MEMED GUNAWAN.

Subsektor yang sangat penting dikembangkan untuk mendukung pembangunan pertanian adalah subsektor industri makanan. Pengembangan investasi swasta pada subsektor ini, diharapkan akan mampu menyerap hasil pertanian yang diusahakan petani, peternak dan nelayan, memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian, membuka kesempatan kerja, sumber devisa sekaligus menyediakaan produk pangan yang semakin beragam. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dan posisi investasi swasta pada industri makanan dalam perekonomian nasional, menganalisis perkembangan persetujuan dan realisasi investasinya serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan selama ini sangat fluktuatif dan terdapat kesenjangan antara persetujuan dan realisasinya. Pada tahun 2000, kumulatif realisasi investasi PMDN hanya 7.77% dari rencana investasi dan PMA 28.48%. Selanjutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan persetujuan dan realisasi investasi swasta pada subsektor industri makanan terdiri dari kelompok variabel rental cost of capital dan marginal product of capital yang merupakan cerminan variabel manfaat dan korbanan dari penggunaan kapital tersebut. Hal itu terlihat dari kecenderungan investasi yang mengikuti perkembangan harga produk industri makanan dan suku bunga. Selanjutnya variabel kebijakan pemerintah juga memegang peranan penting. Kebijakan yang terkait dengan pengembangan sektor pertanian dan industri makanan seperti PBSN, PAKEM dan PAKMEI serta PP94 juga mempengaruhi perkembangan investasi. Variabel kondisi politik dan keamanan yang dicerminkan oleh pelaksanaan Pemilihan Umum ternyata memberikan pengaruh yang signifikan bagi perkembangan investasi.

(119)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :

ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA Dl SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN

Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

(120)

ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA

Dl SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN

Oleh

:

MUHAMMAD SAAD

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi llmu Ekonomi Pertanian

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(121)

Judul Tesis : Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan

Nama : Muhammad Saad

NRP : 98020

Program Studi : llmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. I$. Bunasor Sanim, MSc Ketua

Dr. Ir. Bonar M. Sinana, MA Anggota

2. Ketua Program Studi llmu Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. Bonar M. Sinana, MA

Dr.

*

I . emed Gunawan, MSc Anggota

Mengetahui,

(122)

Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 20 Pebruari 1968 sebagai anak ke tiga dari pasangan Drs. H. M. Zulkarnain Dahlan (alm) dan Hj. Fuadah. Saat ini penulis telah dikaruniai tiga orang putra yakni; M. Reiza Syafiqri, M. Riaz Syarifqi dan M. Risyad Sadziqri dari istri Lely Pelitasari, S. SP. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 1992. Kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang S2 pada Program Studi llmu Ekonomi Pertanian pada perguruan tinggi yang

sama di peroleh pada tahun 1998.

Penulis bekerja di Departemen Pertanian sejak tahun 1995 dan mengawali karier sebagai staf subbidang lnvestasi Skala Besar pada Pusat Pengembangan lnvestasi dan AMDAL, Badan Agribisnis, saat ini penulis menjabat sebagai Kepala Seksi Serealia, Subdit Sarana Pengolahan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan pada Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (BP2HP).

(123)

Krisis ekonomi yang saat ini masih berlangsung menyebabkan turunnya

minat investor baik dari dalam dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di

Indonesia, padahal pada saat yang sama kita sangat membutuhkan investasi untuk

kembali menggerakkan roda perekonomian. Untuk itu penelitian yang memfokuskan

diri pada upaya meningkatkan investasi swasta khususnya investasi industri

makanan yang terkait erat dengan sektor pertanian sangat diperlukan. Atas dasar

pemikiran tersebut, penulis mencoba menyusun tesis ini. Tesis ini sekaligus menjadi

salah satu syarat yang penulis penuhi untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi llmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian

Bogor.

Pada tempatnya bila kesempatan ini penulis gunakan untuk mengucapkan

terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu selesainya tesis ini,

demikian pula kepada berbagai pihak yang mendukung hingga selesainya proses

pendidikan penulis di jenjang Program Magister. Ucapan terima kasih dengan doa

semoga Allah SWT membalas kebaikannya dengan berlipat ganda disampaikan

kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir.

Bonar M. Sinaga, MA dan Dr. Ir. Memed Gunawan, MSc selaku anggota

komisi pembimbing atas segala arahan dan saran selama penelitian dan

penulisan tesis ini. Demikian pula kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS yang telah

(124)

2. Dr. Ir. Ato Suprapto, MS dan Dr. Ir. lskandar Andi Nuhung, MS serta Dr. Ir.

Moehaimin Sovan atas kebijakannya yang telah memberikan ijin kepada

penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2.

3. Dr. Ir. Jafar Hapsah, Dr. Ir. Murasa Sarkaniputra dan Ir. Ali Supardan, MSc

yang telah memberikan dukungan moril dan material selama studi

berlangsung.

4. Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, SE. MS, Dr. Ir. Ahmad Suryana, MS dan Dr. Ir.

Syafri Mangkuprawira atas kesediaannya memberikan rekomendasi kepada

penulis sebagai referensi memasuki Program Pascasarjana IPB.

5. Pimpinan dan staf Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Penanaman

Modal dan Pusat Pengembangan Usaha dan Kelembagaan, Ditjen Bina

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Pusat Data lnformasi Pertanian

atas kesediaan memberikan data dan informasi yang sangat membantu.

6. Teman-teman seperjuangan EPN angkatan 1998 yang senantiasa saling

mengingatkan dan memberikan motivasi untuk kemajuan bersama.

7. lstri tercinta dan anak-anak yang lucu tersayang serta seluruh keluarga yang

senantiasa mendukung, sabar dan memaklumi kesulitan yang penulis hadapi

dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya penulis bersyukur kepada Allah SWT atas selesainya tesis ini

sekaligus berharap kelak akan bermanfaat terutama untuk kemajuan dunia pertanian

dan pendidikanlpenelitian di Indonesia. Tidak lupa, penulis dengan tangan terbuka

menerima kritik dan saran untuk perbaikannya.

Jakarta, 30 Agustus 2002

(125)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR IS1 . . .

. . .

. . .

. . .

. . .

.

.

. . .

.

. . .

.

. . .

. vi

DAFTAR TABEL

.

.. ... ... ...

... ... ... ... ...

... ... ... ...

... .. . ... ... . .. ... ... ... .. . ... ...

viii

DAFTAR GAMBAR

. . .

.

.

. .

. .

. . .

. . .

.

.

.

.

. .

.

. .

.

.

. .

. .

. .

.

.

.

. . .

.

. .

ix

DAFTAR LAMPI RAN

. . .

.

.

.

.

. . .

.

.

. . .

x

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

. . .

. . . .

.

. . .

.

.

. . .

1 1.2. Perumusan Masalah . .

.

.

.

. . .

.

.

. . .

3

. .

1.3. Tujuan Penel~t~an . . .

.

.

. . .

.

. .

.

. . .

.

. .

. . .

.

. .

. . . .

.

. . .

4

. .

1.4. Kegunaan Penel~t~an ... ... ... ... ... ... ...

... ... .. . ... ... . .. ... ... .. . ... ... ... ..

5

1.5. RuangLingkupPenelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. lnvestasi Swasta di Indonesia

.. . . . .. . .. . .

.

.

.

.

.

.

.

. .

.

. . .

.

. . .

.

. .

. 7

2.2. Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan..

.

14

2.3. Kelompok dan Jenis lnvestasi lndustri Makanan ...

...

... ...

.

..

...

...

..

16

2.4. Kebijaksanaan lnvestasi yang dikembangkan

... ... ... ... ... ...

...

... ...

18

2.5. Studi Terdahulu yang Terkait

. . . .

. . . 20

Ill. KERANGKA PEMlKlRAN

3.1. Posisi dan Peran Strategis Subsektor lndustri Makanan ... ... ... .... 25

3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persetujuan lnvestasi ... ... ...

...

26

3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi lnvestasi..

. . .

27

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

... ...

... ...

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

... ... ...

..

4.2. Metode Analisis Data

... . . .. . .. . .. . .

. . .

.. . . .. . . .. .

V. HASlL DAN PEMBAHASAN

5.1 Posisi dan Peran Strategis lndustri Makanan

...

...

... ...

... ... ..

. ..

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persetujuan lnvestasi lndustri

(126)

5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi lnvestasi lndustri Makanan ...

VI

.

KESIMPULAN DAN SARAN

... 6.1. Kesimpulan

6.2. Saran ...

... DAFTAR PUSTAKA

(127)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Keragaan Persetujuan Kumulatif lnvestasi PMDN dan PMA Ta-

hun 196711968 s/d Juli 2000 ... 9

2. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMDN Menurut Sektor, ..

Periode 01/01 11 967 s/d 31/07/2000 dan 1968 s/d 15/07/2000.. 10

3. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMA Menurut Sektor,

Periode 01 I01 /I 967 s/d 31 / I 212000 dan 1967 s/d 15/07/2000.. 13

4. Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMDN Subsektor lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian Tahun

...

1996 s/d 2000 14

5. Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMA Subsektor lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian Tahun

1996 s/d 2000 ... 16

6. Jenis lndustri Makanan Dominan yang Diminati Investor Periode

1990

- 1999

... 17 7. Perkembangan Kapasitas Produksi Beberapa lndustri Makanan

Utama pada Tahun 1997

- 1999 dan Pemanfaatannya

... 40 8. Perkembangan Serapan Tenaga Kerja pada lnvestasi Swasta

dibidang lndustri Makanan antara Tahun 1971 - 2000 ... 4 1

9. Kumulatif Persetujuan PMDN dan Serapan Tenaga Kerja Menu-

rut Sektor, Periode 01 101 11 967 sld 31 11 211 998 ... 42

10. Kumulatif Persetujuan PMA dan Serapan Tenaga Kerja Menu-

rut Sektor, Periode 01 I01 11 967 sld 31 11 211 998 ... 44

11. Kumulatif Persetujuan PMDN dan Serapan Tenaga Kerja Menu- ...

rut Lokasi, Periode 01/01 11 967 s/d 3111 211 998 45

12. Kumulatif Persetujuan PMA dan Serapan Tenaga Kerja Menu-

...

rut Lokasi, Periode 01/01/1967 s/d 31/12/1998 46

13. Kumulatif Proyek dan Nilai Ekspor PMDN dan PMA Menurut

(128)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1

.

Faktor Penentu FDI di Negara Tujuan lnvestasi dari UNCTAD ... 22

2

.

Hubungan lnvestasi dengan Suku Bunga ... 24

...

3

.

Hubungan lnvestasi dengan PDRB 25

4

.

Perkembangan Persetujuan lnvestasi Swasta pada Subsektor

lndustri Makanan Tahun 1971 . 2000 ... 49

5

.

Perkembangan Realisasi lnvestasi Swasta pada Subsektor lndustri
(129)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1

.

Klasifikasi Lapangan Usaha lndustri ... 67

2 . Rangkaian Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Pengembangan

lnvestasi yang Dikeluarkan Sejak Tahun 1967 ... 72

3

.

Data yang Dipergunakan dalam Penelitian ... 74
(130)

I.

PENDAHULUAN

1 .I. Latar Belakang

Peran swasta yang semakin besar dalam pembangunan dimasa depan

merupakan sebuah keniscayaan. Seiring dengan itu, peran pemerintah akan

semakin berkurang dan karenanya peran swasta harus terus menerus di dorong

terutama dalam melakukan investasi. Meningkatnya investasi swasta akan

mempengaruhi kondisi perekonomian secara keseluruhan karena secara langsung

akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekspor dan

pendapatan nasional. Namun demikian investasi swasta tidak serta merta dapat

ditingkatkan tanpa adanya iklim yang kondusif bagi berkembangnya investasi

tersebut (Badan Agribisnis, 1997).

Salah satu subsektor strategis dalam perekonomian nasional dan terkait

dengan pembangunan pertanian yang perlu mendapatkan perhatian dalam

perkembangan investasinya adalah subsektor industri makanan karena subsektor ini

diharapkan mampu menyerap hasil pertanian yang diusahakan petani, nelayan dan

peternak, memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian, membuka

kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, sumber devisa dan

menyediakan produk pangan yang semakin beragam. Disamping itu,

pengembangan industri makanan yang merupakan sektor hilir dari sistem agribisnis

pangan seringkali dianggap merupakan jawaban terhadap berbagai permasalahan

(131)

sifat fisik produk pertanian yang mudah busuk, kualitasnya kurang seragam, serta

menyulitkan untuk menembus pasar tertentu.

Selanjutnya Simatupang (1990) menyebutkan bahwa ada fenomena

underinvestment di sektor pertanian dimana investasi ke sektor pertanian cenderung

menurun dibandingkan dengan sektor industri dan jasa. Penurunan ini terkait dengan

sifat investasi di sektor pertanian, walaupun demikian investasi pertanian dalam jangka

panjang sesungguhnya masih sangat menarik apabila hasil-hasil pertanian dirubah

menjadi produk olahan pertanian.

Permintaan produk olahan pertanian juga menunjukkan kecenderungan

semakin meningkat baik pada pasar domestik maupun internasional. Hal ini bukan

saja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dunia secara kuantitatif tetapi

juga secara kualitatif kesejahteraan penduduk tersebut semakin baik yang

menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan yang bergizi dan

beragam.

Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan industri pengolahan hasil

pertanian terutama industri makanan sangat dibutuhkan. Untuk itu pengembangan

investasi industri makanan yang melibatkan swasta semakin diperlukan pula. Upaya

untuk mengembangkan investasi tersebut sangat mungkin dilakukan saat ini dan

dimasa depan mengingat masih besarnya peluang yang tersedia bagi calon investor

baik dalam rangka penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun dalam rangka

penanaman modal asing (PMA) untuk menanamkan investasinya pada subsektor

industri makanan. Ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, besarnya

hasil pertanian yang dimiliki, serta pasar terbuka akan memberikan daya tarik

tersendiri bagi investor. Namun pada sisi lain, kendala pengembangan investasi juga

(132)

penting untuk meneliti berbagai faktor-faktor yang rnempengaruhi investasi swasta

pada subsektor industri makanan ini

1.2. Perurnusan Masalah

Sebagai salah satu subsektor yang sangat strategis untuk dikembangkan

dimasa mendatang maka investasi swasta pada subsektor industri makanan harus

didorong secara sistematis dan signifikan. Meningkatnya investasi tersebut akan

tercermin dari meningkatnya persetujuan investasi yang diberikan dan realisasinya

baik yang berupa PMDN maupun PMA pada subsektor ini dari tahun ke tahunnya.

Perkembangan investasi tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor yang

mempengaruhinya. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan

baik faktor-faktor yang berpengaruh positif maupun negatif.

Selanjutnya yang menjadi permasalahan dalam investasi industri makanan

adalah adanya kesenjangan antara persetujuan dan realisasi sehingga baik jumlah

proyek maupun nilai investasi menjadi lebih rendah. Berdasarkan data BKPM

(2000), kumulatif realisasi investasi untuk PMDN hanya 7.77% dari rencana

investasi dan untuk PMA realisasinya adalah 28.48% dari kumulatif rencana

investasi sehingga perlu diketahui penyebabnya.

Bagi pemerintah yang bertindak selaku regulator dan fasilitator bagi

pengembangan investasi permasalahan yang muncul adalah merumuskan kebijakan

yang tepat. Persoalan itu menyangkut kebijakan mana dan apa saja yang perlu

dirumuskan untuk mendukung perkembangan investasi swasta pada subsektor

(133)

investasi industri makanan yang diduga ikut berpengaruh pada pengembangan

investasi.

Dengan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang ingin dijawab

dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimanakah peran dan posisi subsektor industri makanan dalam

perekonomian nasional ?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi rencana swasta dalam

melakukan investasi pada subsektor industri makanan baik dalam rangka

PMDN maupun PMA?

3.

Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi realisasi investasi swasta

pada subsektor industri makanan tersebut baik dalam rangka PMDN maupun

PMA ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui gambaran subsektor industri makanan yang meliputi peran dan

posisinya dalam perekonomian nasional.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi rencana penanaman modal

baik dalam rangka PMDN maupun PMA di subsektor industri makanan.

3.

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penanaman modal
(134)

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi

pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun kebijakan penanaman modal baik

dalam negeri dan asing khususnya di subsektor industri makanan sehingga peran

swasta dalam pembangunan semakin meningkat. Selanjutnya bagi investor dan

atau calon investor dapat dimanfaatkan sebagai salah satu dasar pengambilan

keputusan investasi khususnya di subsektor industri makanan. Sedangkan bagi

kalangan akademis dapat menjadi masukan sebagai data dasar (benchmark data)

untuk penelitian selanjutnya, terutama yang menyangkut upaya mendorong

pengembangan investasi swasta di subsektor industri makanan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada subsektor industri makanan secara agregat

sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Sektor lndustri yang berbasiskan pada

angka lSlC (International Standard of Industrial Classification) yakni dengan kode

angka 31 yang biasa disebut subsektor industri makanan, minuman dan tembakau.

Sementara itu, analisis faktor yang mempengaruhi perkembangan investasinya

dilihat hingga angka 4 digit (31 11 - 3149) atau yang disebut sebagai golongan. Hal

ini dilakukan sesuai dengan pengelompokkan hingga golongan industri makanan

pada saat permohonan izin investasi dilakukan di Badan Koordinasi Penanaman

Modal (BKPM) baik investasi dalam rangka PMDN maupun PMA. Adapun komoditas

(135)

6

Gambaran subsektor industri makanan yang diteliti dibatasi sesuai dengan

tujuan pengembangannya terutama pada perannya dalam menyerap tenaga kerja

(efek pengganda lapangan kerja). Selanjutnya, penelitian ini melihat faktor-faktor

yang mempengaruhi investasi dari sisi calon investor untuk rencana investasi dan

investor untuk realisasi investasi. Sementara itu, analisis kebijakan yang

mempengaruhi pengembangan investasi dilakukan terhadap kebijakan yang secara

langsung bertujuan untuk mengembangkan investasi yang dipilih secara selektif dari

(136)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. lnvestasi Swasta di lndonesia

2.1 .I. Jenis dan Peranannya

Secara umum investasi swasta di lndonesia dibedakan menjadi dua kelompok

yakni investasi yang memperoleh fasilitas dan yang tidak memperoleh fasilitas (non

fasilitas). Perbedaan ini mempunyai implikasi pada perbedaan prosedur dan perijinan

serta perolehan fasilitas investasi terutama dibidang fiskal. lnvestasi kelompok pertama

umumnya berskala besar, sebagian menggunakan bahan baku impor dan berorientasi

ekspor serta memanfaatkan fasilitaslkeringanan yang disediakan pemerintah. lnvestasi

yang memperoleh fasilitas, saat ini dibedakan berdasarkan kepemilikan dan sumber

permodalannya yakni investasi yang bersumber dari dalam negeri atau disebut

sebagai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi asing atau disebut

sebagai Penanaman Modal Asing (PMA). Untuk investasi jenis ini, keseluruhan

perijinan dilakukan melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang berada

di PusatIJakarta dan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) yang

terdapat di seluruh propinsi.

lnvestasi non fasilitas adalah investasi swasta yang tidak memerlukan fasilitas

pemerintah dan umumnya berskala menengah dan kecil. Jenis investasi ini umumnya

dilakukan oleh pengusaha dalam negeri dimana usaha yang dilakukan sangat rendah

kandungan impornya sehingga tidak memerlukan fasilitas impor bahan baku dan

fasilitas lainnya. Demikian pula dengan tenaga kerjanya, pada umumnya adalah

(137)

instansi sesuai dengan jenis investasinya mulai dari Departemen teknis hingga di

bagian perekonomian Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota. Jumlah investasi non

fasilitas seringkali kurang terdata secara baik, karena menjadi kewenangan banyak

instansi yang koordinasinya sangat lemah. Disamping itu, investasi non fasilitas

mengikuti berbagai ketentuan yang sangat beragam yang berlaku menurut jenis

investasinya dan daerah dimana investasi tersebut dilakukan.

lnvestasi fasilitas (PMDN dan PMA) menduduki posisi dan memiliki peran yang

sangat penting dalam pembangunan nasional karena umumnya memiliki nilai investasi

yang sangat besar sehingga diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah

besar pula sekaligus memberikan sumbangan devisa dari perolehan eskpor. lnvestasi

jenis inilah yang seringkali menjadi perhatian internasional dan menjadi ukuran

keberhasilan dalam menarik investor asing.

Data hingga Juli Tahun 2000 menunjukkan (Tabel 1) bahwa secara kumulatif

sejak tahun 1968 persetujuan investasi yang telah diberikan dalam rangka PMDN

adalah 11 091 proyek dengan jumlah nilai investasi Rp 809.6 Trilyun. Sementara itu,

secara kumulatif sejak tahun 1967 investasi dalam rangka PMA berjumlah 8 448 proyek

dengan nilai investasi sebesar US$ 228.5 Milyar. Adapun tenaga kerja yang diserap

PMDN secara kumulatif adalah sebanyak 10 487 543 orang lndonesia dan 62 936

orang asing, sementara PMA menyerap 4 010 051 orang tenaga kerja lndonesia dan

11 0 471 orang tenaga kerja asing. Sebagian besar proyek-proyek investasi baik PMDN

dan PMA diarahkan untuk ekspor, dimana PMDN nilai ekpornya secara kumulatif

mencapai US$76.8 Milyar dan PMA US$104.2 Milyar

Data dan uraian yang disajikan tersebut, memberikan gambaran ringkas bahwa

(138)

9

nasional terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan mendorong ekspor bagi

[image:138.591.71.513.40.787.2]

perolehan devisa sehingga akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat.

Tabel 1. Keragaan Persetujuan Kumulatif lnvestasi PMDN dan PMA Tahun 196711 968 sld Juli 2000

Uraian

Nilai lnvestasi

(PMDN = Rp. Trilyun & PMA = US$ Milyar) Jumlah Proyek

Tenaga Kerja :

-

Indonesia

- Asing Orientasi Ekspor :

PMDN Kumulatif

- Jumlah Proyek

I

6 714

1

PMA Kumulatif 1968

-

Juli 2000

11 091

1967

-

Juli 2000

8 448

2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

-

Nilai EksporlTahun (US$ Milyar)

Secara kumulatif perkembangan persetujuanlrencana dan realisasi investasi

76.8

swasta dalam rangka PMDN menurut sektor pembangunan disajikan pada Tabel 2.

Sumber : Laporan Bulanan BKPM Juli 2000 (diolah)

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa sektor sekunder atau sektor industri

merupakan pilihan yang paling diminati investor dalam negeri dalam penanaman

modalnya. Jumlah nilai investasi yang disetujui pada subsektor ini adalah sebesar Rp.

580 990 966 Juta, disusul oleh sektor tersier (jasa) sebesar Rp. 134 653 249 Juta dan

terakhir sektor primer (pertanian dan pertambangan) sebesar Rp. 93 995 128 Juta.

Dengan demikian sektor industri dimana industri makanan merupakan salah satu

(139)
[image:139.593.59.501.95.625.2]

Tabel 2. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMDN Menurut Sektor, Periode 01 101 11 967 s/d 31 /07/2000 dan 1968 s/d 15/07/2000

Sektor

7

Peternakan Perikanan Kehutanan Pertambangan Sektor Primer lndustri Makanan lndustri Tekstil lndustri Kayu lndustri Kertas lndustri Farmasi lndustri Kimia lndustri Non Logam lndustri Logam Dasar

1

lndustri Barang Logam

I lndustri Lainnya

I I

Sektor Sekunder

1

6 561

1

580 990 966

1

7 994

/

183 676.0

/

Listrik, Gas dan Air Konstruksi

Perdagangan

Perhotelan & Restoran Perkantoran

Perumahan & K.w. Ind Pengangkutan Jasa Lainnya Persetujuan Proyek 114 878 102 316 301 172 Realisasi

Apabila dilihat dari sisi realisasi investasi, maka secara keseluruhan investasi lnvestasi

(Rp. Juta)

6 056 205 61 001 782 3 877 449 10 467 650 6 608 675 5 974 366

Proyek 74 748 143 369 428 191 Sektor Tersier Jumlah

disetiap sektor mengalami penurunan bila dibanding persetujuanlrencana yang ada. lnvestasi (Rp. Milyar) 6 510.7 20 934.6 1 743.9 51 588.7 2 854.1 1 974.3

Total realisasi investasi dalam rangka PMDN untuk sektor primer mencapai Rp. 85 Sumber

:

Laporan Bulanan BKPM, 2000 (diolah)

2647

11 091

606.2 Milyar atau 91.07 % dari nilai total persetujuan investasi yang ada. Pada sektor

134653249

809 639 344

2383

12 330

51 331.7

(140)

ini, subsektor kehutanan memegang peran yang dominan. Selanjutnya realisasi sektor

industri mencapai Rp. 183 676.0 Milyar atau 31.61% dari total rencana investasi.

Sedangkan realisasi investasi sektor tersier adalah Rp. 51 331.7 Milyar atau 38.12%

dari total persetujuan investasi yang diberikan. Dengan demikian realisasi investasi

PMDN pada sektor industri adalah paling rendah dibandingkan sektor lainnya.

Rendahnya realisasi investasi sektor industri diduga disebabkan oleh tingginya

kapitalisasi yang dibutuhkan dan rumitnya teknologi yang digunakan, disamping

tingginya resiko.

Khusus untuk industri makanan realisasi investasi dalam rangka PMDN adalah

sebesar Rp. 11 950.5 Milyar atau 7.77% dari total persetujuan investasi. Hal ini

menunjukkan bahwa realisasi investasi industri makanan tergolong rendah

dibandingkan dengan subsektor lain dalam katagori industri dan jauh di bawah rata-rata

realisasi investasi PMDN di sektor industri. Hal ini dapat menunjukkan besarnya resiko

investasi pada subsektor industri makanan atau tingkat kerumitan realisasi

investasinya.

Secara umum realisasi proyek dan nilai investasi PMDN lebih rendah dari

persetujuannya, namun untuk beberapa sektor terdapat ha1 yang sebaliknya. Kondisi

ini terjadi karena dalam proses realisasi investasi ada penambahan yang bersifat

pemecahan proyek menjadi beberapa proyek (susektor perikanan, kehutanan, industri

makanan) atau proyek yang langsung berjalan di realisir (subsektor angkutan).

Disamping itu, kelemahan sistem administrasi perijinan investasi terutama sejak

pendelegasian wewenag perijinan investasi ke daerah menyebabkan belum konsisten

(141)

2.1.3. Penanaman Modal Asing (PMA)

Secara kumulatif dari tahun 1967 hingga akhir bulan Juli tahun 2000 rencana

investasi dalam rangka penanaman modal asing telah mencapai 8 448 proyek dengan

nilai investasi sebesar US$ 228 482 456 Ribu, sementara realisasinya mencapai 4 794 proyek dengan nilai investasi US$ 70 479.2 Juta. Dengan demikian dalam ha1 jumlah

proyek, realisasi investasi dalam rangka PMA mencapai 56.74% dan dalam nilai

investasi mencapai 30.85% dari total rencana investasi.

Berdasarkan data (Tabel 3) maka dapat diketahui bahwa rencana kumulatif

investasi swasta dalam rangka PMA terbesar diinvestasikan pada sektor industri

sebesar US$ 146 967 627 Ribu, selanjutnya sektor tersier sebesar US$ 63 525 972

Ribu dan terakhir untuk sektor primer sebesar US$ 17 988 856 Ribu. Namun apabila

dilihat dari persentase realisasinya, walaupun nilai realisasi investasi dalam rangka

PMA untuk sektor industri terbesar namun persentasenya relatif kecil yakni 30.77%

bila dibanding dengan realisasi investasi sektor primer yang mencapai 59.1 7% dari total

kumulatif persetujuan investasi. Sementara realisasi sektor tersier lebih kecil lagi yakni

23.00%. Untuk industri makanan persetujuan investasi PMA secara kumulatif mencapai

352 proyek dengan nilai investasi mencapai US$ 7 276 613 Ribu. Realisasi investasi

PMA untuk industri makanan mencapai 250 proyek atau 71.02% dari kumulatif

persetujuan. Sementara itu realisasi nilai investasi mencapai US$ 2 072.6 Juta atau

28.48% dari kumulatif rencana investasi. Besarnya perbedaan antara realisasi proyek

dengan realisasi nilai investasi menunjukkan bahwa nilai investasi PMA yang

direalisasikan umumnya bernilai kecil dan realisasi investasi ini di bawah rata-rata

realisasi investasi PMA disektor industri yakni 30.77%. Dengan kata lain, ada proyek

(142)
[image:142.588.65.501.79.750.2]

Tabel 3. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMA Menurut Sektor Periode 01 /01/1967 s/d 3111 212000 dan 1967 s/d 15/07/2000

-

No.

I

Sektor Primer

1

5871 179888561 4121 lndustri Makanan lndustri Tekstil lndustri Kayu lndustri Kertas lndustri Farmasi lndustri Kimia lndustri Non Logam lndustri Logam Dasar lndustri Barang Logam lndustri Lainnya Sektor Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Pertambangan Realisasi

Listrik, Gas dan Air Konstruksi

Perdagangan

Perhotelan & Restoran Perkantoran

Perumahan & K.w. Ind Pengang kutan

JaSa Lainnya

Proyek 36 69 22 93 49 143 Persetujuan

Sektor Tersier

1

3 485

1

63 525 972

1

1 041

/

14 613.0

1

lnvestasi (US$. Juta) 184.3 1 493.3 1 062.2 3 025.5 287.8 4 591.4 Proyek 76 135 29 112 28 207

I

Sektor Sekunder

1

lnvestasi (US$.OOO)

803 366 5 294 928 588 316 723 887 653 064 9 925 292

1

146 967 627 4 376

I I I I I 1

Sumber : Laporan Bulanan BKPM, 2000 (diolah)

1

3 341

Jumlah

(

45 221.6

1

(143)

2.2. Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan

2.2.1 Perkembangan PMDN lndustri Makanan

Sebagai subsektor pengolah hasil pertanian, subsektor industri makanan

mengalami perkembangan pesat dalam investasi pada tahun 1990-an dan mencapai

puncaknya pada pertengahan dekade 90-an. Perkembangan pesat ini terlihat dengan

mulai semakin besarnya persetujuan nilai investasi yang diberikan baik dalam rangka

PMDN maupun PMA. Data yang disajikan pada Tabel 4 memperlihatkan

perkembangan persetujuan nilai investasi industri makanan dibandingkan dengan

persetujuan nilai investasi sektor primerlpertanian (terdiri dari subsektor tanaman

pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan) yang merupakan sektor hulunya.

Tabel 4. Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMDN Subsektor lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian (Rp. Juta)

Tahun

1996

Pada tahun 1996, persetujuan investasi PMDN pada subsektor pertanian telah SektorlSubsektor

1999 2000**

mencapai nilai sebesar Rp. 16 025 848 Juta, sementara industri makanan masih %

sebesar Rp. 13 748 298 Juta atau 85.8% dari nilai invesatasi sektor pertanian. Namun 85.8

Pertanian* 16 025 848

Keterangan

:

* Tanaman Pangan + Perkebunan + Peternakan

+

Perikanan ** Data hingga Juli 2000

Sumber : Laporan Bulanan BKPM (diolah) 2 408 346

342 320

dua tahun berikutnya yakni tahun 1998, persetujuan nilai investasi PMDN industri lndustri Makanan

13 748 298

12 727 927 488 500

[image:143.588.70.491.0.789.2]
(144)

makanan telah melampaui persetujuan nilai investasi sektor pertanian dimana nilai

investasinya telah mencapai 140.6% dari persetujuan nilai investasi total sektor

pertanian. Ini berarti dari sudut investasi baru pada tahun 1998 industri pengolah hasil

pertanian memiliki persetujuan nilai investasi lebih besar bila dibanding sektor

primernya. Gejala ini sangat berarti dalam rangka industrialisasi pertanian, sehingga

produk olahan pertanian diperkirakanan dimasa mendatang akan sangat beragam dan

sangat menguntungkan bagi perolehan devisa.

2.2.2. Perkembangan PMA lndustri Makanan

Gejala yang sama dengan PMDN terlihat pula pada persetujuan investasi dalam

rangka PMA. Data pada tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 1997 nilai

persetujuan investasi pada subsektor industri makanan telah melampaui persetujuan

nilai investasi sektor pertanian yakni sebesar 123.5% nilai persetujuan investasi sektor

pertanian. Namun karena krisis ekonomi nilai persetujuan tersebut turun sangat drastis

pada tahun 1998 yakni hanya sebesar US$. 342 029 Ribu atau 34.4% dari nilai

persetujuan investasi sektor pertanian yang berjumlah US$. 998 233 Ribu. Hal ini

sekaligus dapat menunjukkan bahwa investasi dalam rangka PMA lebih terpengaruh

dengan kondisi perekonomian dan politik dalam negeri dibandingkan investasi dalam

rangka PMDN.

Perkembangan berikutnya pada tahun 1999 dan 2000 investasi industri

makanan dalam rangka PMA menunjukkan peningkatan kembali dengan porsi yang

melebihi investasi PMA pada sektor pertanian. Diperkirakan bahwa investasi PMA

pada subsektor industri makanan pada masa mendatang juga akan semakin tinggi, ha1

(145)

subsektor pengolahan dibandingkan subsektor produksi. Gambaran ini sekaligus

memperlihatkan bahwa upaya untuk mendorong investasi pada subsektor pengolahan

hasil pertanian semakin menunjukkan hasil, walaupun apabila ditelusuri lebih jauh

industri makanan yang berkembang masih merupakan industri makanan tradisional

yang telah sejak lama berkembang dan berbasis utama pada sumberdaya lokal

terutama subsektor perkebunan (lihat sub bab selanjutnya).

Tabel 5. Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMA Subsektor

lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian (US$. Ribu)

I

Keterangan : * Tanaman Pangan + Perkebunan + Peternakan + Perikanan

** Data hingga Juli 2000

Sumber : Laporan Bulanan BKPM (diolah)

%

Tahun

1996

2.3.

Kelompok dan Jenis lnvestasi lndustri Makanan

SektorISubsektor

Berdasarkan pada klasifikasi industri Indonesia, maka sektor industri

dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) golongan besar industri dan industri makanan, 49.9

Pertanian 1 386 017

minuman dan tembakau berada dalam satu golongan. Golongan ini didominasi oleh lndustri Makanan

691 402

industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Oleh karena itu, industri makanan, minuman

dan tembakau sering disebut sebagai agroindustri (Simatupang, 1990).

Melalui penelusuran data yang telah diinvestarisasi Badan Agribinsis tentang

(146)

bahwa untuk investasi industri makanan (ISIC 31) berdasarkan jenis produk olahan dan

subsektor basis bahan bakunya dapat diketahui jenis industri makanan yang paling

banyak (dominan) yang dipilih investor baik domestik. Berdasarkan pilihan dominan ini

diharapkan dapat diketahui karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan.

Tabel 6. Jenis lndustri Makanan Dominan yang Diminati Investor (1990

-

1999)

Basis Bahan Baku Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Komoditas Asal Ubi Kayu Gandum Kelapa Sawit

I

Ayam

I

I

Kaleng

I

Coklat Jagungll kan Perikanan Jenis Produk Tepung Tapioka Tepung Terigu Minyak Sawit Inti Sawit

Daging Ayam Beku Daging Ayam Olah

Deptan 1990 - 1999 (diolah)

lSlC 31 16 3117 31 15 Butter Cocoa Pakan Ternak

31 28

lkan Tuna

I

Udang

I

Udang Beku -

Berdasarkan penelusuran data di atas, dapat dilihat bahwa investasi yang 31 19

31 22

31 14

diminati umumnya adalah bidang usaha yang memang telah lama berkembang di

Tepung ~ u l u Ayam

lkan Tuna Bekul

Sumber : Laporan Perkembangan lnvestasi Sektor Pertanian, Badan Agribisnis,

Indonesia yang sering disebut sebagai komoditas tradisional andalan ekspor. Dengan 31 14

demikian kaitan investasi dengan ekspor menjadi sangat kuat. Karenanya kajian

perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan harus pula

memperhatikan faktor pasar internasional dimana prospek komoditas (harga) menjadi

salah satu faktor yang penting bagi investor dalam pengambilan keputusan

investasinya.

Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat pula diketahui bahwa tidak seluruhnya

(147)

investasi tepung terigu dimana bahan bakunya merupakan bahan baku impor demikian

pula dengan industri pakan ternak. Disamping itu perlu pula dicermati investasi pada

industri makanan yang berbasis pada perikanan yang saat ini menunjukkan gejala

meningkat secara drastis.

2.4. Kebijaksanaan lnvestasi yang Dikembangkan

Dalam prakteknya investasi dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat luas

baik secara perorangan maupun perusahaan dengan bersumber dari dana dalam

negeri maupun luar negeri. lnvestasi pemerintah dilakukan melalui serangkaian

program yang pada umumnya lebih bersifat fasilitasi dan penyediaan sarana,

prasarana pembangunan, serta pengembangan sumberdaya manusia. Besaran jumlah

investasi pemerintah tercermin dari belanja pemerintah setiap tahunnya. Sementara

itu investasi yang dilakukan oleh jutaan masyarakat luas umumnya tidak terdata

(Rasahan, 1994). Sedangkan investasi yang dilakukan oleh swasta dapat ditelusuri

dari ijin persetujuan investasi yang diperolehnya.

Diperkirakan sebagian besar investasi pembangunan dimasa depan akan

bersumber dari swasta. Pada akhir Pelita VI peran swasta telah mencapai lebih dari

70% dari total investasi nasional (Badan Agribisnis, 1997). lnvestasi swasta dapat

didorong melalui berbagai cara, salah satu diantaranya adalah adanya potensi dan

peluang investasi. Beberapa keunggulan yang dijadikan faktor pendorong

pengembangan investasi di Indonesia tersebut adalah (BKPM, 2000):

-

Potensi pasar yang besar

-

Keragaman sumberdaya alam yang sangat bervariasi
(148)

- Stabilisasi ekonomi yang kuat

Selanjutnya, dalam rangka mendorong dan mengembangkan investasi

pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan baik yang berupa peraturan,

pengembangan sarana dan prasarana investasi dan berbagai kemudahan lainnya

dengan harapan iklim investasi semakin kondusif dan pada akhirnya investor tertarik

menanamkan modalnya di Indonesia. Kebijakan pemerintah dikeluarkan secara

simultan untuk terus menerus meningkatkan kinerja perekonomian sekaligus

mengatasi berbagai kondisi yang kurang menguntungkan.

Khusus untuk investasi, pedoman utamanya adalah Undang-Undang No. 1

tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6 tahun

1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Selanjutnya pemerintah

mengeluarkan serangkaian kebijakan baik makro maupun mikro untuk mendukung

pengembangan investasi swasta. Kebijakan makro meliputi kebijakan moneter (suku

bunga dan nilai tukar) dan fiskal (pajak) sementara kebijakan mikro dilakukan dengan

serangkaian program pengembangan sarana dan prasarana. Adapun kebijakan

pemerintah yang telah dikeluarkan sejak tahun 1967 hingga tahun 2000 tertutama yang

menyangkut investasi disajikan pada lampiran 2.

Dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah diperkirakan hanya

beberapa saja yang langsung berpengaruh pada pengembangan investasi subsektor

industri makanan. Kebijakan yang dianggap penting diantaranya adalah perubahan

sistem perpajakan tahun 1984 yang bertujuan meningkatkan pendapatan negara dari

pajak, deregulasi perbankan pada tahun 1988 yang bertujuan mengurangi peran

dominan bank milik negara dan kebijakan menurunkan tarif impor mulai tahun 1985 dan

non tarif barrier tahun 1986. Untuk PMA sejak tahun 1985 diberikan berbagai

(149)

20

setiap kebijakan dapat dijadikan faktor yang dapat secara langsung mempengaruhi

perkembangan rencana dan realisasi investasi industri makanan.

2.5. Studi Terdahulu yang Terkait

Dalam industri pengolahan, tipe investasi dapat dikatagorikan dalam tiga

kelompok. Pertama adalah investasi baru atau "greenfield investment". Kedua adalah

pemasangan penambahan unit pengolahan pada investasi yang telah ada. Ketiga,

investasi penggantian (replacement) atau peningkatan kapasitas (Dornbusch, R. dan S.

Fischer. 1981). Secara empiris, studi tentang investasi terbagi dalam dua tradisi.

Pertama, model investasi sebagai hasil penyesuaian stok kapital optimal, pada tradisi

ini investasi merupakan variabel kontinyu yang bergantung pada marginal revenue

product of capital saat ini dan dimasa mendatang dan the cost of capital

.

Tradisi

kedua menempatkan investasi sebagai event diskrit, studi ini berfokus pada "greenfield

investment" dan investasi penambahan unit pengolahan. Pada tradisi ini, model

keputusan investasi dipengaruhi berbagai variabel.

Studi yang dilakukan Bergman dan Per Johansson (2000), terhadap

perkembangan investasi pulp dan paper di Eropa menggunakan variabel upah, PDB

riel, suku bunga, nilai tukar, harga riel kayu, harga riel listrik, harga riel kertas, harga riel

kertas daur ulang, penduduk, produksi pulp, produksi kertas dan trend teknologi.

Hasilnya memperlihatkan faktor yang berpengaruh kuat yakni nilai tukar, harga kertas

dan upah.

Di Indonesia, studi ekonomi tentang industri makanan hingga saat ini umumnya

terbatas pada studi kelayakan investasinya dan belum banyak yang mengungkapkan

(150)

awal yang mengulas tentang aspek-aspek potensial yang mempengaruhi

pengembangan agroindustri dengan kasus industri pengolahan hasil pertanian

tanaman pangan (ubikayu, jagung, dan kedele) dilakukan oleh Simatupang et. al.,

(1990). Adapun aspek potensial yang dimaksud mencakup (1) harga produk, (2) harga

bahan baku, (3) harga barang modal atau kapital, dan (4) upah tenaga kerja. Dalam

rangka pengembangan agroindustri , maka insentif ekonomi dapat disalurkan lewat

satu atau lebih diantara keempat aspek tersebut. Selanjutnya penelitian itu juga

mengungkapkan tiga kendala menonjol yang mempengaruhi pengembangan

agroindustri, yaitu (1) masalah mutu, (2) masalah kecukupan penyediaan bahan baku,

dan (3) masalah produksi yang bersifat musiman.

Studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi swasta

pada subsektor perkebunan telah dilakukan oleh Herman dan Susila (1995). Hasil

penelitian tersebut memperlihatkan bahwa harga dunia komoditas perkebunan utama

(CPO, kakao, karet, kopi, teh), inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan kebijakan pemerintah

mempengaruhi persetujuan investasi swasta pada subsektor perkebunan. Model yang

telah dikembangkan oleh Herman dan Susila (1995) ini menjadi dasar utama

penyusunan model pada penelitian ini dengan perubahan pada berbagai variabelnya

yang disesuaikan dengan karakteristik usaha industri makanan.

Khusus untuk investasi dalam rangka PMA atau FDI (Foreign Direct

Investment), United Nations Conference on Trade and Development pada tahun 1999

telah merumuskan berbagai faktor di negara tujuan investasi yang mempengaruhi FDI.

Secara ringkas berbagai faktor penentu investasi FDI dinegara tujuan yang merupakan

hasil penelitian UNCTAD tersebut disajikan pada Gambar 1. Secara umum, negara

tujuan yang dicari oleh TNCs (Transnational Corporations) untuk mengembangkan

(151)

Type of FDI classified Principal economic

by motives of TNCs determinant in host rnnntriro

A. Market-seeking

Market size and per capita income

Market growth Access to regional and global market

Host country determinants Country -spesific consumer

preferences

I. Policy framework for FDI a Structure of market

Economic, political and social stability B. Resource/asset-seeking

Rules regarding entry and operations Raw materials

a Standars of treatment of foreign affiliates Law-cost unskilled labor

Policies on functioning and structure of Skilled labour

markets Tecnological, innovatory

International agreements of FDI and other created assets

a Privatization policy

a Trade policy (tarrifs and NTBs) and (e.g. brand names),

coherence of FDI and trade policies including as embodied in

Tax policy individuals, firms and

clusters

11. Economic determinants Physical infrastructure

(ports, roads, power,

111. Business facilitation telecommunication)

a Investment promotion (including image

building and investment-generating C. Efficiency seeking

activities and investmet-facilitation Cost of resources and

services) assets listed under B,

a Investment incentives adjusted for productivity

Hassle costs (related to corruption, for labour resources

administrative efficiency, etc.) Other input costs, e.g.

a Social amenities (bilingual school, transport and

quality of life, etc.) communication costs

After investment services tolfrom and within host

economy and costs of other intermediate products

Membership of regional integration agreement conducive to the

establishment of regional corporate networks

[image:151.593.38.546.103.663.2]
(152)

usaha, memiliki keunggulan international yang terkait dengan strategi perusahaan

seperti mampu mengurangi resiko dan memiliki keunggulan sumberdaya. Namun

demikian, masing-masing TNCs memiliki tujuan yang berbeda-beda yang disebabkan

oleh motivasi yang berbeda-beda.

Selanjutnya, llyas Saad (1993) menyatakan bahwa faktor yang menentukan

perkembangan FDI dapat dibagi ke dalam dua faktor yakni push factor dan pull factor. Faktor pendorong lebih disebabkan oleh adanya perkembangan ekonomi yang semakin

baik dan terjadinya perubahan struktural dalam ha1 investasi dinegara asal FDI yang

umumnya adalah negara-negara maju (developed countries). Sementara itu, faktor

penarik adalah faktor yang bersumber dari negara tujuan investasi, meliputi kondisi

makroekonomi dan politik yang stabil sebagai necessary conditions, serta kebijaksanaan perdagangan, ketersediaan sumberdaya, infrastruktur, insentif fiskal dan

(153)

Ill. KERANGKA PEMlKlRAN

Dari sudut pandang ekonomi . makro, investasi (I) amat berperan dalam

menentukan pertumbuhan ekonomi disamping belanja masyarakat (C), pengeluaran

pemerintah (G) dan ekspor bersih (X

-

M). lnvestasi menempati kedudukan spesifik diantara faktor-faktor tersebut karena antara lain merupakan modal tersedia atau aliran

modal yang secara langsung berhubungan dengan peningkatan produski (output)

barang dan jasa, serta penciptaan kesempatan kerja baru.

Besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam satu kegiatan ekonomiiproduksi

ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan (PDRB), kemajuan teknologi,

ramalan kondisi ekonomi kedepan, dan faktor-faktor lain (Sadono Sukirno, 1994).

Secara grafis hubungan investasi dengan suku bunga yang berbanding terbalik satu

dengan lain (bersifat negatif digambarkan sebagai berikut :

R (Suku Bunga)

.

I (Investasi)

Gambar 2. Hubungan lnvestasi dengan Suku Bunga

Sementara itu, hubungan investasi dan pendapatan bersifat positif, secara

(154)
[image:154.591.148.386.118.249.2]

Y (PDRB)

4

Gambar 3. Hubungan lnvestasi dengan PDRB

Menurut William H. Bronson (1989) penentu tingkat investasi adalah tingkat

suku bunga, tingkat pendapatan (PDRB), kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi

dimasa depan, profit dan faktor lainnya. Selanjutnya Azis (1994) menyatakan bahwa

investasi yang terjadi pada dasarnya tergantung pada besar kecilnya pemilikan

sumberdaya yang dapat dikelola dan faktor-faktor lain. Khusus investasi swasta sangat

tergantung dari insentif yang diciptakan oleh daerah seperti penyederhanaan prosedur,

pendeknya matarantai birokrasi izin investasi, keringanan pajak, serta penyediaan

infrastruktur.

Secara lebih spesifik, investasi dipengaruhi oleh dua kelompok variabel utama

yaitu kelompok rental cost of capital dan marginal product of capital (Dornbusch dan

Fisher, 1981). Kelompok yang tergolong pada rental cost of capital antara lain adalah

suku bunga. Sementara itu yang tergolong pada kelompok marginal product of capital

adalah harga komoditas yang bersangkutan. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

diarahkan untuk menurunkan rental cost of capital seperti melalui penurunan bea

masuk dan meningkatkan marginal product of capital seperti melakukan devaluasi.

Dengan perkataan lain investasi dipengaruhi oleh kelompok variabel manfaat dan

(155)

3.1. Posisi dan Peran Strategis Subsektor lndustri Makanan

Gambaran umum tentang subsektor industri makanan dalam perekonomian

nasional yang dinilai strategis sangat diperlukan terutama pada perannya dalam (a)

penciptaan lapangan kerja karena investasi adalah dasar utama terciptanya lapangan

kerja baru (b) perannya dalam peningkatan pendapatan masyarakat, ha1 ini

menunjukkan bahwa investasi pada dasarnya adalah aktivitas ekonomi untuk mencari

keuntungan (profit). Dengan kata lain akan terlihat efek pengganda (multiplier effect)

investasi terhadap tenaga kerja (employment) dan pendapatan (income).

Selanjutnya, pada pengajuan ijin investasi, pengusaha mencantumkan usaha

apa yang akan dilakukan, nilai investasi yang akan ditanamkan, lokasi, jumlah tenaga

kerja yang akan digunakan meliputi Tenaga Kerja Asing (TKA) dan Tenaga Kerja

Indonesia (TKI), rencana ekspor dan asal negara investor bila berupa PMA.

Berdasarkan data-data tersebut dapat dianalisis pola investasi terutama yang terkait

dengan serapan tenaga kerja dan piliihan jenis usahanya. Pola dan karakteristik

investasi ditunjukkan oleh rasio antara nilai investasi dengan jumlah tenaga kerja yang

diserap, nilai rasio yang besar menunjukkan bahwa untuk jumlah tertentu tenaga kerja

dibutuhkan investasi yang besar dan sebaliknya. Hal ini adalah pangkal tolak untuk

melihat intensitas suatu investasi apakah bersifat capital intensif atau labor intensif.

3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persetujuan lnvestasi

Rencana investasi diduga umumnya lebih dipengaruhi oleh kondisi makro

ekonomi atau sering disebut sebagai faktor sistematis/sistemik (Firmansyah, 1996 dan

Kompas, 2002) dan variabel yang merupakan cerminan keunggulan investasi di sebuah

(156)

27

kebijakan di bidang investasi. Sebagaimana diketahui pemerintah lndonesia

mengkampanyekan peluang investasi di lndonesia dengan keunggulan pada pasar

yang besar dengan jumlah penduduk yang sangat besar (POPUL). Upah buruh yang

kompetitif (WAGE). Stabilitas ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi

yang konsisten (GNP) yang juga mencerminkan besaran investasi yang dilakukan oleh

pemerintah. Selanjutnya berbagai kebijakan makro yang mendukung pengembangan

investasi seperti kebijakan devaluasi dan kebijakan riel lainnya akan turut memberikan

daya tarik investasi sehingga investor memohon persetujuan investasi. Disamping itu,

perkembangan harga dunia dari berbagai produk industri makanan diduga

mempengaruhi persetujuan investasi. Namun demikian, tidak keseluruhan harga

produk industri makanan akan memberikan pengaruh, diduga hanya beberapa harga

komoditas tertentu yang dominan diminati investor yang menentukan. Oleh sebab itu,

Harga komoditas CPO (WPOP), harga olahan udang (WSP) serta harga olahan kakao

(WBCP) memiliki pengaruh, mengingat besarnya jumlah investasi pada komoditas tersebut.

3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi lnvestasi

Apabila pada persetujuanlrencana investasi, investor lebih memperhatikan

masalah-masalah makro ekonomi maka pada saat realisasinya investor akan lebih

menekankan diri dalam pengambilan keputusannya pada masalah-masalah mikro dan

kemungkinan berlangsungnya investasi atau faktor sosio-politik. Oleh karena itu faktor

harga produk dan bahan baku akan menjadi sangat dominan mempengaruhi realisasi

investasi, karena penelitian ini melihat industri makanan secara agregatif maka harga-

(157)

28

terigu, tapioka, ikan beku, udang beku dan pakan serta daging ayam beku. Selanjutnya

rencana investasi yang telah disetujui sebelumnya akan merupakan faktor pendorong

realisasi investasi. Sementara itu, perkembangan suku bunga diduga akan

mempengaruhi realisasi investasi karena mencerminkan nilai manfaat dan korbanan

proyek investasi.

Faktor lain yang diduga memperngaruhi realisasi investasi adalah pergerakan

nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, karena transaksi perdagangan (ekspor-

impor) dan persetujuan investasi umumnya dilakukan dengan Dollar Amerika.

Pergerakan kurs ini dapat dilihat pada kebijakan devaluasi mata uang rupiah yang

dilakukan pemerintah secara terencana dan berkala serta yang terjadi sebagai akibat

krisis moneter pada tahun 1997.

Karena lag antara persetujuan dan realisasi investasi swasta pada industri

makanan cukup besar maka faktor-faktor lain (non ekonomi) seperti masalah-masalah

politik seperti Pemilihan UmumISidang Umum (PMILU) dan kerusuhan sosial perlu pula

diperhitungkan.

Kebijakan dibidang investasi yang dikeluarkan pemerintah diduga akan

berpengaruh terhadap perkembangan persetujuan dan realisasi investasi swasta pada

subsektor industri makanan. Alasan utamanya adalah kebijakan pemerintah

merupakan bentuk intervensi yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian

segaligus insentif untuk menarik investor swasta, ha1 ini didasari oleh kenyataan bahwa

adanya keterbasasan dana pemerintah untuk melakukan investasi. Disamping itu,

kompetisi antar negara dalam merebut investasi khususnya di Asia Tenggara semakin

ketat. Kembali kuatnya ekonomi negara Cina, Vietnam, Kamboja dan Burma menjadi

tantangan tersendiri disamping Malaysia, Singapura Philipina dan Thailand yang

(158)

Kebijakan utama yang dilihat adalah :

1. Kebijakan PBSN dimulai tahun 1977 sampai 1989

Kebijakan ini isinya paling utama adalah memberikan subsidi bunga kepada

perkebunan swasta. Hal ini berarti mendorong berkembangnya investasi

swasta pada subsektor perkebunan, dengan demikian hasil perkebunan akan

memicu munculnya investasi khususnya PMDN pada industri makanan

(pengolahan hasil perkebunan). Sebagaimana diketahui industri pengolahan

hasil perkebunan hingga saat ini masih mendominasi investasi pada subsektor

industri makanan.

2. Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986 (PAKEM)

Kebijakan ini pada saat dikeluarkan didukung oleh 19 keputusan dengan tujuan

mengurangi ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan kualitas produk. Pada

tanggal 12 September 1986 pemerintah kembali melakukan devaluasi sebesar

45 % dari nilai tukar Rp. 1,134 menjadi Rp 1,644lUS $1. Sebagai tindak lanjut

dikeluarkan lagi Paket kebijakan 25 Oktober 1986 yang isinya merupakan

deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal. Pada

tahun 1986 juga dikeluarkan kebijakan pengembangan PIR-Trans dengan

tujuan untuk melibatkan lebih banyak swasta dalam pembangunan perkebunan.

3. Paket Kebijakan 28 Mei 1990 (PAKMEI)

Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan ini adalah untuk mengurangi ekonomi

biaya tinggi dan meningkatkan daya saing melalui penyederhanaan prosedur

perijinan usaha, penghapusan terhadap berbagai tataniaga impor , serta

Gambar

Tabel 1. Keragaan Persetujuan Kumulatif lnvestasi PMDN dan PMA Tahun
Tabel 2. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMDN Menurut Sektor, Periode 01 101 11 967 s/d 31 /07/2000 dan 1968 s/d 15/07/2000
Tabel 3. Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMA Menurut Sektor Periode 01 /01/1967 s/d 3111 212000 dan 1967 s/d 15/07/2000
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas dan dengan melihat pencapaian literasi siswa Indonesia yang tidak memuaskan pada studi internasional di atas dengan

Pada hari ini Senin tanggal Dua Puluh Satu bulan Juli tahun Dua Ribu Empat Belas , dilakukan Evaluasi Penawaran Biaya terhadap 3 (tiga) perusahaan yang lulus

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga pada kesempatan kali ini penulis

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu dan mempengaruhi aktor dalam menjadikan Provinsi Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu di kawasan Asia Tenggara tahun

Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan kondisi aktivitas ekonomi luar negeri di Indonesia pada periode 1998-2014 serta menganalisis pengaruh dan

Modul termoelektrik adalah sebuah alat yang mengaplikasikan fenomena termoelektrik sebagai dasar kerjanya yang berfungsi sebagai alat pengkonversi energi panas menjadi energi

Dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian lalu Lintas Dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga

Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat