• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebocoran wilayah dalam sistem agribisnis komoditas kayu manis rakyat serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebocoran wilayah dalam sistem agribisnis komoditas kayu manis rakyat serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah"

Copied!
270
0
0

Teks penuh

(1)

KEBOCORAN WILAYAH DALAM SISTEM AGRIBISNIS

KOMODITAS KAYU MANIS RAKYAT SERTA

DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

(Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi)

ASKAR JAYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul:

KEBOCORAN WILAYAH DALAM SISTEM AGRIBISNIS KOMODITAS KAYU MANIS RAKYAT SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

( Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi )

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan

Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis

di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2009

Askar Jaya

(3)

ASKAR JAYA. Regional Leakage in Community Cinnamon Commodity Agribusiness System and its impact on Regional Economy: Case in Kerinci Regency of Jambi Province. Supervised by Ernan Rustiadi as the leader, Isang Gonarsyah, Deddy S. Bratakusumah, and Bambang Juanda as supervisor commission members.

Cinnamon is one of national export commodities which has placed Indonesia as the world’s biggest exporter. Its existence is a source of income in society, source of foreign exchange and the country of employment. Development problem is the low price at the level of farmer’s, affecting the farmers cut off all the trees without effort to manage the plants, and it makes the productivity decrease. In general, the purpose of this research is to analyze the regional leakage in community cinnamon commodity agribusiness system and its impact on regional economy, cases in Kerinci Regency of Jambi Province. The specific purposes are; (1) to analyze cinnamon commodity agribusiness system development (2) to analyze the integration of cinnamon price in farmers and exporter, the competitiveness of cinnamon in international market; and the cinnamon demand in international market; (3) to analyze the contribution the cinnamon to the economy of Kerinci Regency; (4) to analyze regional leakage potential and implication the cinnamon sector to regional economy. The research uses the following model: descriptive, input-output (I-O), econometrics and constant market share (CMS). The research showed that: (1) The cinnamon commodity agribusiness system had inefficiency development system; (2) The cinnamon exporter price was integrated 40% to farmers’ price. The Indonesian cinnamon competitiveness is lower than China’s. The Indonesian cinnamon demand is significantly influenced by the price, economic growth (GDP), and real exchange rate; (3) The cinnamon had an important role in regional economy of Kerinci Regency; (4) The cinnamon had regional leakage potential and its implication to regional economics. To develop cinnamon sector there are several strategies: Develop the agro industry processing, the tree structure industry, the competitiveness, marketing, the farmer’s institution, and government policy.

(4)

ASKAR JAYA. Kebocoran Wilayah dalam Sistem Agribisnis Komoditas Kayu Manis Rakyat serta Dampaknya terhadap Perekonomian Wilayah (Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi), Komisi Pembimbing ERNAN RUSTIADI sebagai Ketua, ISANG GONARSYAH, DEDDY S. BRATAKUSUMAH dan BAMBANG JUANDA sebagai Anggota.

Kayu manis merupakan salah satu komoditas ekspor nasional yang menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor terbesar dunia dewasa ini. Keberadaanya merupakan sumber pendapatan masyarakat dan sumber devisa negara serta penyedia lapangan kerja. Permasalahan dalam pengembangannya antara lain rendahnya harga di tingkat petani yang mendorong petani cenderung melakukan panen dengan sistem tebang habis sehingga produktivitasnya cenderung turun. Secara umum tujuan penelitian ini adalah: untuk menganalisis kebocoran wilayah dalam sistem agribisnis komoditas kayu manis rakyat serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, dan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis perkembangan agribisnis komoditas kayu manis di Kabupaten Kerinci kaitannya dengan perekonomian wilayah; (2) Menganalisis posisi dan prospek integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir; Menganalisis posisi daya saing kayu manis Indonesia di pasar internasional; Menganalisis permintaan kayu manis ditinjau dari faktor yang mempengaruhinya yang terdiri dari faktor harga, pertumbuhan ekonomi negara importit utama, dan nilai tukar rill; (3) Menganalisis peran sektor kayu manis terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci; (4) Menganalisis indikasi, potensi dan dampak kebocoran wilayah sektor kayu manis terhadap perekonomian wilayah. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Analisis data menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan terdiri dari pendekatan model input output, model ekonometrika dan model

constant market share (CMS).

(5)

ekonomi (GDP), nilai tukar (kurs) rill, signifikan pada taraf nyata 5% mempengaruhi permintaan kayu manis Indonesia di pasar utama, seperti di pasar Amerika Serikat dan Belanda. Sedangkan di pasar negara lain atau rest of the world (ROW) permintaan kayu manis Indonesia signifikan pada taraf nyata 5% dipengaruhi oleh faktor harga dan nilai tukar (kurs) rill. Prospek permintaan kayu manis Indonesia di pasar internasional masih sangat terbuka, terutama dengan meningkatnya konsumsi kayu manis dunia akhir-akhir ini serta berlangsungnya globalisasi perdagangan. (3) Kayu manis memiliki peran penting terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci. Namun karena keterkaitannya dengan hilir dan sektor hulu serta keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakangnya yang masih lemah, sehingga peran sektor kayu manis belum mampu menjadi

leading sector dalam menggerakkan perekonomian wilayah. Pentingnya peran kayu manis di Kabupaten Kerinci karena kayu manis merupakan komoditi unggulan dan andalan ekspor daerah, serta dominan dikembangkan oleh masyarakat Kabupaten Kerinci. (4) Sektor kayu manis di Kabupaten Kerinci terbukti mengalami kebocoran wilayah. Dengan melakukan pengolahan hasil (processing) di dalam wilayah, maka multiplier effect sektor kayu manis akan meningkat, baik terhadap nilai tambah bruto, pendapatan maupun terhadap serapan tenaga.

Implikasi kebijakan dan rekomendasi antara lain: (1) Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan perekonomian wilayah dari kegiatan agribisnis kayu manis, maka ke depan perlu meningkatkan kegiatan pengolahan hasil (processing)

dan pemasaran, pengembangan sektor penunjang, meningkatkan keterkaitannya dengan sektor hilir dan sektor hulu, meningkatkan efisiensi pemasaran, serta memperkuat kelembagaan pelaku agribisnis di daerah. Untuk meningkatkan pengolahan hasil (processing) komoditi, maka ke depan perlu mengembangkan pola kerjasama dan kemitraan baik antar daerah maupun antar negara serta memperluas rantai/pohon industri komoditi melalui peningkatan kerjasama riset dan meningkatkan SDM pelaku agribisnis. Selain itu pengembangan processing

dapat dilakukan melalui pengembangan industri perdesaan berbentuk home industry; (2) Untuk meningkatkan peran pemasaran dalam sistem agribinsis, maka ke depan perlu melakukan kerjasama perdagangan dan meningkatkan daya saing komoditi, memperluas dan meningkatkan akses pasar, memperkuat kelembagaan pelaku agribisnis di daerah, serta perlu membangun sistem informasi komoditi, guna mengetahui posisi supply dan demand komoditi serta untuk mengurangi terjadinya asimetrik informasi di daerah; (3) Untuk meningkatkan peran sektor kayu manis terhadap perekonomian wilayah, maka ke depan diperlukan peran pemerintah terutama dalam mendorong peningkatan SDM pelaku agribisnis, seperti melalui pelatihan, magang, menjembatani kerjasama dengan pihak swasta dan antar daerah terutama dalam mendorong tumbuhnya kegiatan pengolahan (processing) dan pemasaran komoditi; (4) Untuk menekan tingkat kebocoran sektor kayu manis, maka ke depan perlu pengembangan agroindustri processing

dan meningkatkan dukungan infrastruktur penunjang. Karena multiplier effect

(6)

dan lingkungan, maka ke depan perlu menata kembali tata ruang wilayah untuk kawasan-kawasan pembudidayaan komoditi kayu manis. Untuk meningkatkan peran sektor kayu manis di Kabupaten Kerinci dalam upaya meningatkan sumber pendapatan masyarakat dan sumber pendapatan daerah maka ke depan perlu dilakukan peningkatan kerjasama antar daerah dan jika memungkinkan pengelolaan kayu manis di daerah dapat dikelola dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

KEBOCORAN WILAYAH DALAM SISTEM AGRIBISNIS

KOMODITAS KAYU MANIS RAKYAT SERTA

DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

( Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi )

ASKAR JAYA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

Pada Program Studi

Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup Tanggal 19 Desember 2008

1. Dr. Ir.Nunung Kusnadi, MS ( Kepala Departemen Agribisnis IPB) 2. Prof. Dr. Ir. Affendi Anwar, M.Sc (Dosen PS-PWD-IPB)

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka Tanggal 9 Februari 2009

1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc

Direktur Pengembangan Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS-RI)

(10)

Judul Disertasi : Kebocoran Wilayah dalam Sistem Agribisnis Komoditas Kayu Manis Rakyat serta Dampaknya terhadap Perekonomian Wilayah (Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi)

Nama : Askar Jaya Nomor Pokok : A165030051

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Ketua

Prof. Dr. Ir. Isang Gonarsyah Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Anggota Anggota

Dr.Ir.Deddy S.Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi dengan judul

“Kebocoran Wilayah dalam Sistem Agribisnis Komoditas Kayu Manis Rakyat serta Dampaknya terhadap Perekonomian Wilayah (Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi) dapat diselesaikan.

Sejak dari proses penelitian hingga penyelesaian disertasi, penulis

mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu atas segala dukungan

yang diberikan berbagai pihak, penulis ucapkan terima kasih, terutama ucapan

terima kasih yang setinggi tingginya kepada Bapak Dr. Ir Ernan Rustiadi, M.Agr

selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Isang Gonarsyah, Bapak Dr.

Ir. Deddy S. Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc, dan Bapak Dr. Ir. Bambang

Juanda, MS, sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala curahan pemikiran

serta perhatian dalam bimbingan, hingga penyelesaian disertasi dan studi penulis.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut

Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana beserta jajarannya dan staf

administrasi yang telah memberikan pelayanan yang baik selama penulis

mengikuti pendidikan di IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada

Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PS-PWD) beserta para dosen

dan staf administrasi, atas segala perhatian, dukungan, dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis selama menempuh studi pada Program Doktor Ilmu-Ilmu

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor.

Kemudian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir.

Nunung Kusnadi, M.S, Ketua Departemen Agribisnis IPB dan Bapak Prof. Dr. Ir.

Affendi Anwar, M.Sc selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tertutup, serta

ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc, Direktur

Pengembangan Wilayah pada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS), dan Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec (Wakil Rektor

(12)

Gubernur Jambi dan Bapak Bupati Kerinci H. Fauzi Siin, atas segala bantuan dan

dukungan, baik moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama

mengikuti tugas belajar program doktor pada Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Pimpinan

Yayasan Dana Mandiri (Damandiri) atas bantuan dan dukungannya dalam

penyelesaian penelitian ini. Kemudian ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada teman-teman Program Studi PWD dan Civitas Akademika IPB, serta

semua pihak yang telah mendukung kelancaran studi penulis di Institut Pertanian

Bogor umumnya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan mertua,

kakak, adik dan segenap keluarga, atas segala dukungan, doa dan pengorbanannya

serta teristimewa untuk istri dan putra-putri tercinta, terima kasih atas segala

dukungan dan pengorbanannya selama penulis menempuh pendidikan S3 pada

Institut Pertanian Bogor.

Sebagai penutup, penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi pribadi penulis dan juga

bagi pengembangan konsep sistem agribisnis komoditi kayu manis dan

pengembangan perkebunan rakyat serta pengembangan ekonomi wilayah

umumnya, amin!

Bogor, Februari 2009

(13)

Penulis dilahirkan di Ujung Pasir, Kerinci, Provinsi Jambi, pada tanggal

12 Juni 1971, anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan H. Nazahari

Syarif dan Hj. Juarah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar, pendidikan

menengah pertama dan pendidikan menengah atas di Kabupaten Kerinci, Provinsi

Jambi.

Pada tahun 1994, penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada

Kantor Bupati Kerinci Provinsi Jambi. Kemudian pada tahun 1999, penulis

mendapat kesempatan untuk mengikuti tugas belajar dan menyelesaikan

pendidikan Sarjana S1 Jurusan Manajemen pada Sekolah Tinggi Ilmu

Administrasi Lembaga Administrasi Negara (STIA-LAN) di Bandung. Kemudian

pada tahun 2001-2003 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan

S2 Magister Manajemen di Universitas Negeri Padang. Pada tahun 2003 penulis

kembali diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan S3 pada Program Studi

Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan di Institut

Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan Program Doktor, penulis berstatus

pegawai tugas belajar pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci.

Pada tahun 1997, penulis melangsungkan pernikahan dengan Rahmi, anak

ke empat dari pasangan Kaharuddin dan Rasuna. Dari pernikahan kami tersebut

dikaruniai seorang putri, Yenni Afriani, dan seorang putra, Mohammad Antoni

(14)

Halaman

DAFTAR ISI ………...……... xii

DAFTAR TABEL ……….……...……. xvi

DAFTAR GAMBAR ……….……..…... xix

DAFTAR LAMPIRAN ……….…………..….. xxi

PENDAHULUAN ………...…...…..……….….……... 1

Latar Belakang ………..……….…...… 1

Rumusan Masalah ………..….……….….….…………... 7

Tujuan Penelitian ………..…...………. 12

Manfaat Penelitian ……….…...……… 13

Kebaruan Penelitian (Novelty) ………...………... 13

TINJAUAN PUSTAKA ... 15

Konsep Pengembangan Ekonomi Wilayah ……….. 15

Peran Ekspor dalam Pengembangan Ekonomi Wilayah... 20

Keterkaitan antar Sektor dan Multiplier Perekonomian Wilayah 22 Konsep Kobocoran Wilayah ………..………... 26

Perkembangan Definisi Kebocoran Wilayah ……….. 26

Isu-Isu Kebocoran Wilayah ………. 28

Pengukuran Kebocoran Wilayah ………. 31

Konsep Sistem Agribisnis ………..……….. 33

Konsep Integrasi Harga………..……..………. 38

Konsep Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif ... 43

Permintaan Ekspor……….……… 53

Dampak Kesejahteraan dari kebijakan Perdagangan Internasional... 55

Konsep Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan ………..……. 58

Penelitian Terdahulu tentang Kayu Manis ... 61

Kayu Manis sebagai Komoditas ... 61

Botani Tanaman Kayu Manis ... 62

(15)

METODOLOGI PENELITIAN ... 69

Kerangka Pemikiran ………... 69

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ……….... 75

Hipotesis Penelitian ……….………. 77

Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 78

Jenis dan Sumber Data …... 80

Metode Pengambilan Sampel ………... 81

Metode Analisis ... 82

Analisis Deskriptif ... 82

Analisis Integrasi Harga ………..…..……….. 83

Analisis Daya Saing Ekspor….…..………….….……… 84

Analisis Permintaan Pasar ...………... 86

Analisis Keterkaitan dan Multiplier Efect Sektor terhadap Perekonomian Wilayah …….………... 87

Analisis Kebocoran Wilayah ……….……….. 91

PENGELOLAAN SISTEM AGRIBISNIS KOMODITAS KAYU MANIS DI KABUPATEN KERINCI... 95

Perkembangan Komoditas Kayu Manis ………..………. 95

Pembudidayaan Tanaman ……... 95

Pemanenan (Produksi) ... 99

Pengolahan Hasil (Processing)....………..………...…... 102

Jenis Produk dan Grade Kayu Manis …………...………… 105

Struktur Pohon Industri Komoditas Kayu Manis ………... 107

Tata Niaga dan Pemasaran Kayu Manis……….……... 111

Lembaga Pemasaran ……….... 111

Margin Tata Niaga ………...… 114

Kelembagaan Usaha Tani Kayu Manis ....……….... 118

Kebijakan Pemerintah Daerah ……….. 124

Rangkuman Hasil Analisis ……….….. 125

INTEGRASI HARGA, DAYA SAING EKSPOR DAN PERMINTAAN KAYU MANIS INDONESIA……….... 128

Perkembangan Ekspor Kayu Manis Indonesia…..…………..…... 128

(16)

Integrasi Harga Kayu Manis ………..……... 132

Gambaran Umum Data ………...………. 133

Pendugaan Model Integrasi Harga ……..………. 134

Implikasi Hasil Analisis Integrasi Harga... 137

Analisis Daya Saing Ekspor Kayu Manis Indonesia ………...…. 139

Hasil Dekomposisi Ekspor Kayu Manis Indonesia……….. 139

Hasil Dekomposisi Ekspor Kayu Manis Pesaing Utama ………. 141

Efek Struktural …..….………..……… 143

Efek Kompetitif ……….……….. 145

Implikasi Hasil Analisis Daya Saing ………... 148

Permintaan Ekspor Kayu Manis Indonesia di Pasar Internasional …... 149

Pendugaan Permintaan Kayu Manis Indonesia…… ………..…. 149

Implikasi Hasil Analisis Permintaan Ekspor……….…... 156

Rangkuman Hasil Analisis ………...………..…….. 157

PERAN SEKTOR KAYU MANIS TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN KERINCI ……...… 160

Gambaran Umum Perekonomian Kabupaten Kerinci …...………. 160

Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci ... 171

Peran Sektor Kayu Manis terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci ……….………...…... 176 Peran Kayu Manis terhadap Sektor Pertanian …... 176

Peran Kayu Manis terhadap Subsektor Perkebunan …...… 178

Peran Sektor Kayu Manis terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci …... 182

Keterkaitan Sektor Kayu Manis terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci ... 185

Multiplier Effect Sektor Kayu Manis terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci ... 195

Rangkuman Hasil Analisis ... 204

KEBOCORAN WILAYAH SEKTOR KAYU MANIS DI KABUPATEN KERINCI ………...… 207

Indikasi Kebocoran Wilayah ... 207

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kayu Manis ... 207

(17)

Dampak Kebocoran Wilayah Sektor Kayu Manis terhadap

Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci …... 211

Rangkuman Hasil Analisis ... 214

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 216

Simpulan ... 216

Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi ……... 218

Saran Penelitian Lanjutan... 220

DAFTAR PUSTAKA ... 221

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Dampak Kesejahteraan dari Pengenaan Tarif dalam Perdagangan Internasional ……….

57

2. Tahapan Proses Pemanenan Kayu Manis ………. 65

3. Standar Mutu yang harus dipenuhi dalam Perdagangan Kayu Manis.. 67

4. Syarat Mutu Kayu Manis Bubuk berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3714-1995 ICS 67.220.10)……… 67

5. Jenis dan Sumber Data Berdasarkan Tujuan, Metode dan Parameter Hasil Penelitian………. 79

6. Struktur Tabel Input-Output ………. 94

7. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kayu Manis Indonesia, Provinsi Jambi, dan Kabupaten Kerinci, Tahun 2000-2006 96

8. Laju Pertumbuhan Laus Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis Kabupaten Kerinci, Tahun 2001-2006... 97

9. Perkembangan Luas Areal, Produksi, KK Petani dan Produktivitas Kayu Manis Kabupaten Kerinci Periode Tahun 1990-2006 ... 100

10. Tahapan Pemanenan Kayu Manis Petani di Kabupaten Kerinci ……. 101

11. Tahapan Pengolahan Hasil Panen Kayu Manis di Kabupaten Kerinci 102

12. Grade/Mutu Kayu Manis yang dihasilkan di Kabupaten Kerinci …… 106

13. Marjin Pemasaran Komoditi Kayu Manis, Jenis Grade KA di Kabupaten Kerinci, Tahun 2006 ……….. 114

14. Perkembangan Volume dan Pangsa Ekspor Kayu Manis Indonesia di Pasar Utama Periode Tahun 1986-2006 ………... 128

15. Perkembangan Ekspor-Impor Kayu Manis Indonesia Versus Pesaingnya di Pasar Internasional, Periode Tahun 1986-2006 ……... 131

16. Harga Rata-Rata Kayu Manis Grade KA di tingkat Petani dan di tingkat Eksportir (harga bulanan Rp/Kg) Tahun 2006……….. 133

17. Hasil Pendugaan Integrasi Harga Kayu Manis di tingkat Petani dan di tingkat Eksportir Tahun 2001-2006 (data bulanan dalam Rp/Kg) .. 134

18. Hasil Uji Unit Root dengan test ADF Untuk Data Harga Kayu Manis di tingkat Petani dengan Eksportir Tahun 2001-2006 (data bulanan).. 136

(19)

20. Hasil Dekomposisi Model CMS terhadap Ekspor Kayu Manis China di Pasar Internasional Periode Tahun 1986-2006 ……….... 142

21. Hasil Analisis Dekomposisi Model CMS Perubahan Ekspor Sri Lanka di Pasar Internasional Periode Tahun 1986-2006 ………. 143

22. Pendugaan Permintaan Ekspor Kayu Manis Indonesia di Pasar Internasional, Tahun 1979-2006 ………. 150

23. Uji Unit Root Untuk Konstanta Tanpa Tren Pada Model Permintaan Ekspor Kayu Manis Indonesia pada Pasar Tujuan Periode 1979-2006 ………... 153

24. Uji Unit Root Untuk Konstanta dengan Tren Pada Model Permintaan Ekspor Kayu Manis Indonesia Pada Pasar Tujuan Periode 1979-2006……… 154

25. Uji Kointegrasi Untuk Persamaan Permintaan Ekspor Kayu Manis Indonesia, Periode Tahun 1979-2006……….. 155

26. Hasil Pendugaan Model ECM Persamaan Permintaan Ekspor Kayu Manis Indonesia di Pasar Internasional, Tahun 1979-2006 …………. 156

27. Perkembangan PDRB Sembilan Sektor Kabupaten Kerinci Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 ... 161

28. Perkembangan PDRB Sembilan Sektor Kabupaten Kerinci Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah), Tahun 2006 ... 162

29. Perkembangan PDRB Empat Puluh Sektor Kabupaten Kerinci Berdasarkan Tabel I-O Kerinci Tahun 2006 (Milyar Rupiah)... 163

30. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kerinci Berdasar PDRB Harga Konstan 2000 (Persen) Periode 2002-2006 ... 164

31. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kerinci Atas Dasar PDRB Harga Berlaku (Persen) Periode 2002-2006 ... 165

32. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Kerinci Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 ... 166

33. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Kerinci Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah) Periode 2002-2006 ... 167

34. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Kerinci Atas Dasar Harga Berlaku Periode Tahun 2002-2006 ……… 168

35. Perkembangan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan 2000, Periode Tahun 2002-2006 ……… 169

36. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 170

(20)

38. Komposisi Output Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci

Tahun 2006 ... 172

39. Komposisi Nilai Tambah Bruto Sektor Perekonomian Kabupaten Kerinci Berdasarkan Harga Produsen Tahun 2006... 173

40. Distribusi Nilai Tambah Bruto Perekonomian Kabupaten Kerinci, Menurut Komponennya, Tahun 2006 ... 174

41. Struktur Permintaan Akhir Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci Menurut Komponennya,Tahun 2006 ... 175

42. Output Sektor Pertanian Kabupaten Kerinci, Tahun 2006 ... 176

43. Nilai Tambah Bruto Sektor Pertanian Kabupaten Kerinci, 2006... 177

44. Distribusi Output Subsektor Perkebunan Kabupaten Kerinci, 2006... 179

45. Distribusi Nilai Tambah Bruto Subsektor Perkebunan di Kabupaten Kerinci, Tahun 2006 ... 180

46. Distribusi Nilai Tambah Bruto Sektor Kayu Manis Menurut Komponennya, Tahun 2006 ... 181

47. Kontribusi PDRB Perkapita Sektor Kayu Manis Versus Sektor Perkebunan Lainnya di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 182

48. Kontribusi Sektor Kayu Manis terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 183

49. Produktivitas Sektor Kayu Manis Versus Sektor Padi, Teh, Industri Makanan dan Minuman serta Sektor Perdagangan Tahun 2006 ... 184

50. Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke depan Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci, Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2006 ... 186

51. Daya Penyebaran dan Indeks Daya Penyebaran Sektor dalam Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 189

52. Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke belakang Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci, Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2006 ... 191

53. Indeks Derajat Kepekaan Sektor Kayu Manis Versus Sektor Lainnya, dalam Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci, Tahun 2006 ... 194

54. Multiplier Effect Output Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 196

55. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci, Tahun 2006 ... 198

56. Multiplier Effect Pendapatan terhadap Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 200

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perkembangan Volume Ekspor Komodoti Kayu Manis Internasional

(ton) Periode Tahun 1990-2005 ... 9

2. Mata Rantai Kegiatan Agribisnis ……….. 34

3. Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjang ... 35

4. Model Integrasi Vertikal Sistem Agribisnis... 39

5. Konsep Consumer Surplus (CS) dan Producer Surplus (PS) Dampak Kesejahteraan dari Pilihan Kebijakan Perdagangan Internasional….... 55

6. Dampak Kesejahteraan dari Pilihan Kebijakan Perdagangan Internasional (Suranovic, 1997)

……….………..

56

7. Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 72

8. Kerangka dan Alur Penelitian ……….… 75

9. Perkembangan Luas Areal dan Jumlah Petani Pengembang Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Periode Tahun 1990-2006 …………... 97

10. Peta Sebaran Perkebunan Kayu Manis Rakyat Kabupaten Kerinci ... 98

11. Perkembangan Produksi dan Luas Areal Kayu Manis di Kabupaten Kerinci periode Tahun 1990-2006 ………... 99

12. Struktur Pohon Industri Komoditi Kayu Manis ……….. 108

13. Struktur Kebocoran Dalam Sistem Agribisnis Komoditas Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 110

14. Saluran Pemasaran Kayu Manis Kabupaten Kerinci ………... 112

15. Laju Pertumbuhan Ekspor Kayu Manis Indonesia Periode Tahun 1986-2006 ……… 130

16. Perkembangan Ekspor Kayu Manis Indonesia Versus Pesaingnya dalam Perdagangan Internasional, Periode Tahun 1986-2006 …….... 133

17. Trend Efek Struktural Kayu Manis Indonesia Versus Pesaing Utama Periode Tahun 1986-2006. ... 144

18. Trend Hasil Dekomposisi Efek Kompetitif Ekspor Kayu Manis Indonesia Versus China, Sri Lanka Periode Tahun 1986-2006. ... 146

(22)

21. Laju Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar PDRB Harga Berlaku ( Persen) Periode 2003-2006 ... 167

22. Distribusi Serapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kabupaten Kerinci Tahun 2007 ... 171

23. Posisi Keterkaitan ke Depan Sektor Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun 2006... 187

24. Posisi Keterkaitan ke Belakang Sektor Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun 2006... 192

25. Distribusi Peran Sektor Kayu Manis terhadap Komponen Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci ……… 204

26. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kayu Manis Kabupaten Kerinci…...……….. 208

27. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kayu Manis Versus Sektor Teh di Kabupaten Kerinci…...………... 210

28. Potensi Multiplier Efect Sektor Kayu Manis terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci ...…….…….... 212

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel Input Output Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun 2006,

atas Dasar Harga Produsen (Juta Rupiah) ……… 230

2. Tabel Koefisien Input Output Perekonomian Kabupaten Kerinci Tahun 2006, atas Dasar Harga Produsen (Juta Rupiah) ………... 236

3. Hasil Pendugaan Model Integrasi Harga Kayu Manis di tingkat Petani dengan harga di tingkat Eksportir ………...………. 242

4. Interpretasi Tahapan Dekomposisi Model CMS Ekspor Kayu Manis.. 243

5. Hasil Pendugaan Model Permintaan Kayu Manis Indonesia di Pasar Amerika Serikat………….……… 244

6. Hasil Pendugaan Model Permintaan Ekspor Kayu Manis Indonesia di Pasar Belanda ……….………... 245

7. Hasil Pendugaan Model Permintaan Kayu Manis Indonesia di Pasar Negara Lain atau Rest of The World (ROW) ………... 246 8. Peta Lokasi Penelitian ……….….. 247

9. Peta Wilayah Kabupaten Kerinci ………. 248

10. Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Kerinci ………. 249

11. Peta Sebaran Pengembangan Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ... 250

12. Perkebunan dan Proses Pemanenan Kayu Manis………...…… 251

13. Produk dan Grade Kayu Manis ………... 252

(24)

Latar Belakang

Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik

dan lebih merata serta dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara

berkelanjutan. Dalam proses pembangunan, ketersedian sumberdaya merupakan

prasyarat utama yang sangat diperlukan, seperti ketersediaan sumber daya alam

(natural resource endowment), sumber daya manusia (human resource), sumber daya sosial dan sumber daya buatan. Ketersediaannya perlu diarahkan untuk

pencapaian pertumbuhan (growth), efisiensi (efficiency) dan pemerataan (equity)

serta keberlanjutan (sustainability), baik pada tingkatan nasional maupun regional (Anwar, 2005; Rustiadi et al. 2005).

Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, Hayami (2001) menjelaskan

bahwa pemanfaatan sumberdaya sebagai faktor produksi yang terintegrasi dengan

teknologi dan nilai-nilai sosial budaya di masyarakat dapat mempengaruhi

peningkatan nilai tambah dan pendapatan masyarakat. Karena “nilai tambah”

didistribusikan ke pemilik sumberdaya untuk menjadi pendapatannya sehingga

secara agregat pendapatan masyarakat tersebut dapat menjadi pendapatan wilayah.

Pentingnya peran nilai tambah terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah

sehingga upaya peningkatan dan mengurangi tingkat kebocorannya menjadi hal

yang sangat perlu diperhatikan. Sebagaimana Bendavid (1991) menjelaskan

bahwa dalam pembangunan ekonomi wilayah, multiplikasi pendapatan

merupakan inti dari proses pertumbuhan ekonomi. Selain itu dijelaskan bahwa

terjadinya kebocoran dapat berdampak pada kecilnya multiplier pendapatan yang dihasilkan oleh suatu wilayah, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran

pendapatan yang terjadi maka semakin besar pula multiplier pendapatan yang hilang bagi suatu wilayah. Dengan demikian, terjadinya kebocoran wilayah berarti

dapat merugikan perekonomian wilayah. Adanya pengaruh kebocoran wilayah

terhadap meningkatkan pendapatan suatu wilayah, sehingga dapat dipahami

mengapa para ahli ekonomi regional melihat kebocoran wilayah sebagai persoalan

(25)

Berbagai literatur menjelaskan bahwa kebocoran wilayah dapat dilihat dari

beberapa aspek, seperti Bendavid (1991) menjelaskan bahwa kebocoran wilayah

dapat dilihat dari aspek pengeluaran, yaitu adanya pengeluaran yang tidak

meningkatkan tambahan bagi pendapatan domestik. Dengan kata lain kebocoran

dapat terjadi dari sisi pengeluaran daerah karena terjadi pembelian barang-barang

impor, termasuk pembelian yang dilakukan di luar wilayah, serta pengeluaran

yang digunakan untuk pajak, tabungan, dan sejenisnya. Selain itu Rada et al.

(2006) menjelaskan kebocoran dapat dilihat dari sisi agregat demand yaitu apabila injeksi terhadap investasi, ekspor dan belanja pemerintah yang menghasilkan

multiplier pendapatan yang kecil bagi suatu daerah. Selanjutnya Roetter et al. (2007) menjelaskan bahwa dari aspek pembangunan desa-kota, kebocoran

wilayah dapat terjadi karena adanya aliran tenaga kerja ke perkotaan akibat

membaiknya akses infrastruktur ke perkotaan yang akhirnya mempengaruhi

kecilnya pendapatan wilayah perdesaan.

Di Indonesia tinjuan literatur tentang kebocoran wilayah masih sangat

terbatas, baik dalam bentuk kajian maupun dalam bentuk penggunaan istilah dan

definisinya. Selain itu di Indonesia penggunaan istilah kebocoran masih terbatas

pada aspek keuangan dan perbankan (Departemen Keuangan, 1998), aspek

birokrasi yaitu berkaitan dengan efisiensi layanan birokrasi (Rustiani, 2003).

Terbatasnya kajian tentang kebocoran wilayah dari aspek nilai tambah/pendapatan

dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah, menunjukkan bahwa di

Indonesia identifikasi tentang kebocoran wilayah dari aspek nilai tambah serta

dampaknya terhadap perekonomian wilayah belum menjadi perhatian banyak

kalangan untuk dibuktikan. Dengan demikian sehingga besaran multiplikasi dan

kebocoran wilayah belum menjadi pertimbangan utama dalam aspek perencanaan

dan pengembangan ekonomi wilayah. Padahal dalam pengembangan ekonomi

wilayah proses multiplikasi pendapatan/nilai tambah merupakan inti dari

pengembangan ekonomi wilayah (Bendavid, 1991).

Selanjutnya Gonarsyah (1977) menjelaskan bahwa kecilnya pendapatan

suatu wilayah dapat mendorong terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan serta

dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terutama

(26)

dalam mengelola sumber daya alam untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran

rakyat serta menciptakan pembangunan yang merata. Dengan kata lain terjadinya

kebocoran wilayah, mengakibatkan kecilnya pendapatan suatu wilayah, sehingga

dapat mendorong kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan

pada akhirnya tentu dapat menghambat pengembangan wilayah.

Karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya

alam pertanian yang berlimpah, dimana sebagian besar wilayahnya memiliki

potensi pengembangan pertanian serta masih dominannya peran sektor pertanian

dalam pembentukan perekonomian wilayah di Indonesia (BPS, 2007), sehingga

pengembangannya perlu mendapat perhatian. Namun dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa dalam pengembangan komoditas pertanian unggulan daerah

di Indonesia seperti untuk komoditas karet di Jambi, Sumatera Selatan dan

Kalimantan Barat (Anwar, 2005), kelapa sawit di Riau dan Kalimantan Barat

(Arifin et al. 2007) serta komoditas panili di Sulawesi Utara (Malian et al. 2004) menjelaskan bahwa dalam pengembangan komoditi unggulan, petani cenderung

menghadapi persoalan harga yang kurang mengembirakan dan kecilnya nilai

tambah/pendapatan, sehingga mempengaruhi rendahnya tingkat kesejahteraan

petani dan pada gilirannya akan mempengaruhi perekonomian wilayah.

Dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah kasus Kabupaten Kerinci

Provinsi Jambi terlihat bahwa peran sektor pertanian masih merupakan sektor

dominan terhadap pembentukan PDRB, yaitu sebesar 51,05% (BPS, 2007).

Sedangkan komoditas unggulan daerah yang paling dominan dikembangkan di

daerah serta yang paling dominan berkontribusi terhadap pembentukan ekspor

daerah adalah komoditas kayu manis. Komoditas tersebut selain menempatkan

Kabupaten Kerinci sebagai penghasil kayu manis terbesar di Indonesia, juga

berkontribusi dominan menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor kayu

manis terbesar dunia (nomor satu) dewasa ini (Ditjenbun, 2007). Dengan rata-rata

pangsa ekspor Indonesia pada tahun 2002-2007 yaitu 31,06% terhadap total

ekspor dunia, dengan jumlah ekspornya pada tahun 2007 yaitu sebesar 41.723 ton

atau dengan nilai 27,5 juta US$ (FAOSTAT, 2007).

Di Indonesia pengembangan kayu manis dominan dilakukan oleh

(27)

pengembangannya yaitu 134.897 ha tersebar di 19 wilayah provinsi, dengan

produksinya sebesar 103.594 ton. Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi merupakan

salah satu wilayah yang terbesar dan merupakan sentra pengembangan kayu

manis nasional, dengan luas areal perkebunannya yaitu 42.313 ha (31,61%) dari

total luas areal perkebunan kayu manis nasional, atau 10,15% dari luas wilayah

Kabupaten Kerinci. Produksinya sebesar 43.782 ton (42,26%) dari total produksi

kayu manis nasional (BPS dan Ditjenbun, 2007). Selain itu pengembangan kayu

manis di Kabupaten Kerinci dikembangkan oleh 15,63% oleh Kepala Keluarga

(BPS Kerinci, 2007).

Di Kabupaten Kerinci tanaman kayu manis disatu sisi merupakan tanaman

budidaya, yang berperan sebagai sumber pendapatan masyarakat, dan di sisi lain

tanaman kayu manis juga berperan sebagai tanaman konservasi yang mendukung

fungsi wilayah Kabupaten Kerinci sebagai kawasan konservasi Tanaman Nasional

Kerinci Sebelat (BPTOR, 2003). Tanaman kayu manis telah dibudidayakan oleh

masyarakat Kerinci secara turun temurun dan menjadi komoditas primadona

daerah. Namun akhir-akhir ini pengembangannya cenderung menghadapi

persoalan yaitu terjadinya kecenderungan perubahan dalam pengelolaan seperti

dari semulanya dikelola masyarakat dengan pola pemeliharaan dan pemanenan

sistem tebang pilih, dan akhir-akhir ini cenderung berubah menjadi pola

pemanenan dengan sistem tebang habis.

Adanya perubahan sistem pemeliharaan dan pemanenan kayu manis

akhir-akhir ini, diduga terkait dengan kurangnya insentif petani untuk melakukan

pengelolaan komoditas yang baik, sebagai pengaruh dari tekanan harga yang

kurang mengembirakan. Oleh karena itu jika kondisi tersebut berlangsung secara

terus menerus, maka dikhawatirkan pada masa yang akan datang, selain dapat

mempengaruhi pendapatan masyarakat juga dikhawatirkan dapat meningkatkan

eksternalitas negatif bagi Daerah Kabupaten Kerinci, seperti terjadinya konversi

lahan tanaman kayu manis menjadi lahan tanaman semusim serta mendorong

peningkatan lahan kritis. Dengan demikian mendorong laju degradasi lahan serta

turunnya produktivitas lahan, produktivitas tanaman, yang pada gilirannya

dikhawatirkan dapat mengganggu keberlanjutan agribisisnis dan juga

(28)

Padahal dilihat dari sisi konsumsi dan permintaan kayu manis dunia, dari

tahun ke tahun perkembangannya cenderung mengalami peningkatan,

sebagaimana ditunjukkan oleh data FAOSTAT (2007) kebutuhan kayu manis

dunia yaitu dari 20.496 ton pada tahun 1990, meningkat menjadi 91.540 ton pada

tahun 2000, dan 107.252 ton pada tahun 2007. Terjadinya peningkatan konsumsi

dan permintaan kayu manis dunia akhir-akhir ini, semestinya dapat mendorong

peningkatan pengembangan kayu manis di tingkat petani, khususnya di

Kabupaten Kerinci. Namun fenomena dalam pengembangannya justru terlihat

mengalami penurunan, sebagaimana ditunjukkan data BPS Kerinci (2007)

penurunan luas areal tanaman kayu manis yaitu dari 50.439 ha pada tahun 2000,

turun menjadi 42.313 ha pada tahun 2007.

Kurangnya insentif petani dalam pengelolaan dan pengembangan komoditas

kayu manis akibat dari tekanan harga komoditas, diduga terkait dengan aspek

pemasaran seperti integrasi harga di tingkat pasar yang lebih tinggi dengan harga

di tingkat petani yang tidak sempurna. Selain itu diduga akibat terlalu dominannya

fungsi-fungsi pemasaran dan processing berada di luar wilayah, sebagaimana ditunjukkan dominannya ekspor komoditas dalam bentuk produk gelondongan,

dan dominannya kegiatan pengolahan komoditas untuk menghasilkan komoditas

bernilai tambah tinggi dilakukan di luar wilayah. Dengan demikian sehingga nilai

tambah komoditas yang diperoleh masyarakat dan daerah Kabupaten Kerinci dari

kegiatan pembudidayaan kayu manis belum menggembirakan. Rendahnya nilai

tambah komoditas yang diperoleh akibat dominannya produk yang diekspor

dalam bentuk gelondongan, maka dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah

kondisi tersebut diduga berpotensi mendorong kebocoran wilayah bagi daerah

Kabupaten Kerinci.

Dalam konteks sistem agribisnis dan kaitannya dengan perekonomian

wilayah, ketika tidak optimalnya nilai tambah/pendapatan yang dapat diperoleh

dari pengembangan komoditas, akibat dominannya nilai tambah dimanfaatkan

oleh wilayah lainnya, tentu mempengaruhi pendapatan dan kesejahteraan pelaku

agribisnis di daerah, sehingga pada gilirannya tentu dapat mengganggu

(29)

Lahirnya UU.No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah

memberi kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan

arah pembangunan daerahnya masing-masing sesuai dengan kewenangan yang

ditetapkan, terutama dalam kepentingan pemberdayaan daerah (Bratakusumah dan

Riyadi, 2003). Dengan demikian dalam konteks pemberdayaan masyarakat dan

peningkatan kesejahteraannya pada aspek pengembangan komoditas unggulan

daerah seperti komoditas kayu manis di Kabupaten Kerinci, tentu

pengembangannya menarik untuk didorong, baik dalam aspek pembudidayaan

maupun dalam sistem pengolahan hasil dan pemasarannya.

Sebagaimana Arifin et al. (2007) menjelaskan bahwa terbukanya akses pasar sebagai konsekuensi globalisasi perdagangan, disatu sisi diyakini dapat

memberi manfaat yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun

demikian tantangan yang dihadapi Indonesia sangat berat, karena produk-produk

Indonesia cenderung kurang kompetitif di pasar dunia serta sangat sensitif

terhadap perubahan harga di pasar internasional. Dengan demikian sehingga

dalam pengembangan komoditas pertanian Indonesia membutuhkan perhatian

yang serius dari berbagai pihak.

Dari aspek pengembangan komoditas kayu manis, beberapa peneliti

terdahulu menjelaskan seperti Rusli dan Abdullah (1988), kayu manis di

Indonesia memiliki prospek yang baik untuk mendukung pendapatan dan kegiatan

penghijauan serta merehabilitasi lahan kritis, terutama pada bagian daerah aliran

sungai serta di kawasan konservasi. Kemudian BPTRO (2003) menjelaskan

bahwa kayu manis dapat berperan sebagai sumber pendapatan dan dapat

memperbaiki lahan konservasi serta dapat berfungsi sebagai penata tata air,

khusus di daerah Sumatera Barat dan Jambi. Sedangkan (MaRI) Masyarakat

Rempah Indonesia (2006) menjelaskan bahwa tanaman obat-obatan dan

rempah-rempah, memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan pada masa yang akan

datang, terutama sejalan dengan kecenderungan perilaku masyarakat modern yang

memilih back to nature dalam mengkonsumsi obat-obatan alami untuk kesehatan. Dari berbagai konsep, fenomena dan persoalan pengembangan ekonomi

wilayah, kasus komoditas kayu manis di Kabupaten Kerinci yang merupakan

(30)

daerah, serta menjadi sumber pendapatan masyarakat pengembangannya diduga

menghadapi persoalan kebocoran wilayah. Dengan demikian karena kebocoran

wilayah dapat mempengaruhi kinerja perekonomian wilayah, sehingga kajian

kebocoran wilayah dari aspek nilai tambah/pendapatan yang belum pernah dikaji

oleh peneliti terdahulu kaitannya dengan sistem agribisnis komoditas kayu manis

rakyat serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah kasus Kabupaten

Kerinci, menjadi kajian yang menarik untuk dilakukan dewasa ini, terutama dalam

upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian wilayah.

Rumusan Masalah

Berlangsungnya otonomi daerah diharapkan dapat mendorong percepatan,

pertumbuhan, pemerataan serta keberlanjutan pembangunan daerah. Otonomi

daerah memandang pentingnya pendekatan pembangunan berbasis pengembangan

wilayah dibandingkan dengan pendekatan sektoral. Pembangunan berbasis

pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral,

spatial (ruang) serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar daerah (Rustiadi et al. 2005).

Karena kebocoran wilayah dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

wilayah, sehingga adanya indikasi kebocoran wilayah dalam pengembangan

komoditas dominan yang dikembangkan di suatu wilayah, seperti komoditas kayu

manis di Kabupaten Kerinci sebagaimana ditunjukkan dominannya ekspor

komoditas dalam bentuk produk gelondongan, dan dominannya kegiatan

processing dilakukan di luar wilayah, sehingga nilai tambah komoditas dominan dimanfaatkan oleh wilayah lain. Kondisi tersebut tentu dapat merugikan

pertumbuhan ekonomi wilayah. Namun karena indikasi dan potensi kebocoran

wilayah sektor kayu manis serta implikasinya terhadap perekonomian wilayah

belum pernah dibuktikan secara empirik, sehingga fenomena kebocoran tersebut

dianggap sebagai hal yang wajar dalam suatu pembangunan wilayah, dan pada

gilirannya penanganan berbagai persoalan yang dihadapi dalam

pengembangannya belum dapat menggembirakan. Kondisi tersebut tentu dapat

berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem agribisnis serta keberlanjutan sumber

(31)

Pengembangan komoditas kayu manis berada di wilayah perdesaan dan

dominan diusahakan oleh masyarakat dalam bentuk perkebunan rakyat, serta

diduga memiliki kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja, pendapatan, dan

kesejahteraan masyarakat serta perekonomian wilayah. Adanya kaitan

pengembangan komoditas kayu manis dengan perekonomian wilayah Kabupaten

Kerinci terutama dari aspek nilai tambah, pendapatan, dan penyerapan tenaga

kerja, sehingga keterkaitan tersebut menarik untuk diketahui. Selain itu karena

komoditas kayu manis merupakan salah satu komoditas dominan dan andalan

Kabupaten Kerinci, sehingga mengidentifikasi posisinya dibandingkan dengan

komoditas dan sektor lainnya dari kelompok komoditas subsektor tanaman

pangan seperti padi, dari kelompok subsektor perkebunan seperti komoditas teh,

dari kelompok sektor industri seperti industri makanan dan minuman dan

kelompok jasa dan lainnya seperti sektor perdagangan menjadi menarik untuk

dilakukan, guna mengetahui posisi komoditas kayu manis dibandingkan dengan

sektor lainnya dalam perekonomian wilayah.

Selain itu karena kayu manis merupakan komoditas ekspor yang

diperdagangkan di pasar internasional, sehingga aspek pemasaran menjadi penting

untuk diperhatikan terutama dalam kaitannya dengan kinerja sistem agribisnis dan

perekonomian wilayah. Oleh karena itu mengidentifikasi posisi dan prospek

pemasaran komoditas kayu manis dilihat dari aspek integrasi harga, daya saing

ekspor dan permintaan pasar, menjadi menarik dan penting untuk dilakukan,

terutama dalam upaya pengembangannya pada masa yang akan datang. Selain itu

karena pengembangan komoditas kayu manis diduga masih sangat

memungkinkan untuk dikembangkan, karena sebagian teknologi budidaya sudah

memasyarakat serta pembudidayaannya telah dilakukan secara turun temurun.

Dengan demikian apabila berbagai persoalan yang dihadapi dalam

pengembangnnya diabaikan begitu saja, tentu dapat merugikan masyarakat

Kabupaten Kerinci khususnya dan Indonesia umumnya.

Ketatnya persaingan yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan komoditas

kayu manis dunia, diduga berdampak pada pengembangan kayu manis nasional

dan daerah, yang pada gilirannya tentu akan mempengaruhi pendapatan dan

(32)

saing ekspor komoditas menjadi sangat penting artinya, terutama untuk

mengetahui posisi dan prospek pengembangannya pada masa yang akan datang.

Memperhatikan perkembangan ekspor kayu manis dunia periode tahun

1990-2006, menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun persaingan antar produsen

cenderung semakin ketat. Dimana Indonesia terlihat bersaing ketat dengan

pesaingnya seperti China dan Sri Lanka serta negara lainnya, sebagaimana

ditunjukkan pada grafik perkembangan ekspor komoditas kayu manis dunia yang

ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini.

Sumber: FAOSTAT, 2007 (diolah)

Gambar 1. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Kayu Manis Dunia (ton) Periode Tahun 1990-2006.

Karena peningkatan daya saing dapat melalui upaya peningkatan

produktivitas dan efisiensi, dan bukan bersifat protektif semata, sehingga

Gonarsyah (2005) menjelaskan upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi

dapat diusahakan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, penyuluhan,

peningkatan akses terhadap kredit dan pasar serta perbaikan infrastruktur dan

sarana informasi pasar dan sebagainya. Selain itu karena dalam perspektif jangka

panjang pada era globalisasi, upaya-upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi

akan lebih memberikan perlindungan bagi masyarakat dalam upaya mewujudkan

kesejahteraannya sehingga pengembangannya perlu mendapat perhatian. Perkembangan Volume Ekspor Kayu Manis Dunia

(33)

Persoalan utama lainnya yang diduga mempengaruhi perkembangan

komoditas kayu manis yaitu berkaitan dengan aspek permintaan. Krugman dan

Obstfeld (2000) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi permintaan

ekspor diantaranya adalah harga, pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar (kurs).

Karena ekspor kayu manis Indonesia dominan ditujukan ke pasar internasional

seperti ditunjukkan data FAOSTAT (2007), yaitu 42,59% ekspor kayu manis

Indonesia ditujukan ke pasar Amerika Serikat, Belanda 11,93%, Jerman 3,19%,

India 1,67%, dan Meksiko 0,50%, serta 40,12% ditujukan ke negara lainnya.

Dengan demikian mengidentifikasi posisi dan prospek permintaan pada pasar

tersebut menarik untuk dilakukan terutama guna pengembangannya pada masa

yang akan datang.

Selain itu, karena akhir-akhir ini masing-masing negara pengimpor kayu

manis Indonesia cenderung menghadapi goncangan ekonomi serta harga dan nilai

tukar yang cenderung berfluktuatif, dengan demikian sehingga untuk mengetahui

prospek permintaan dalam konteks pengembangan agribisnis komoditas kayu

manis nasional dan Kabupaten Kerinci khususnya, dengan melakukan pemetaan

ditinjau dari faktor yang mempengaruhi ekspor seperti harga, pertumbuhan

ekonomi (GDP) dan nilai tukar (kurs), guna pengembangan permintaan pada masa

yang akan datang menjadi menarik untuk dilakukan.

Selain itu fenomena menunjukkan bahwa berbagai persoalan dalam

pengembangan komoditas kayu manis, penanganannya belum kunjung membaik.

Walaupun di satu sisi pengembangannya terus didorong, namun di sisi lain petani

masih dihadapkan pada berbagai pilihan yang sulit, yaitu antara pilihan tetap

untuk melakukan pengembangan kayu manis, atau beralih ke pengembangan

komoditas lainnya terus berlangsung, terutama akibat persaingan antar harga

komoditas dan berbagai tekanan yang belum menemukan solusinya.

Dalam konteks sistem agribisnis, karena persoalan nilai tambah komoditas

terkait dengan kinerja subsistem input, produksi, pengolahan hasil, pemasaran

hasil dan subsistem penunjang. Dengan demikian untuk mendorong peningkatan

nilai tambah komoditas perlu diperhatikan keterkaitannya dengan masing-masing

subsistem dalam sistem agribisnis, terutama untuk mengetahui pada subsistem apa

(34)

kebocoran. Dengan demikian sehingga upaya penanggulangan dan pengembangan

guna peningkatan kinerjanya dapat dilakukan.

Demikian juga dalam konteks pengembangan pertanian berbasis

perkebunan, karena kayu manis yang merupakan bentuk perkebunan rakyat,

sehingga untuk mengetahui posisi dan prospek pengembangannya sehingga

menarik untuk dibandingkan dengan sektor perkebunan lainnya seperti

perkebunan estate lainnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini identifikasi posisi sektor kayu manis yang merupakan sektor perkebunan rakyat dibandingkan

dengan sektor teh yang merupakan bentuk perkebunan lainnya (perseroan) yang

dominan di daerah dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah menarik untuk

dilakukan.

Dari berbagai permasalahan di atas dalam konteks pemgembangan ekonomi

wilayah maka melakukan kajian kebocoran wilayah dalam sistem agribisnis

komoditas kayu manis serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah

Kabupaten Kerinci menjadi kajian yang sangat penting dan menarik untuk

dilakukan dewasa ini, terutama dalam upaya meningkatkan pendapatan,

kesejahteraan masyarakat, dan perekonomian wilayah, serta keberlanjutan sistem

agribisnis dan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan.

Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka untuk membatasi

kajian ini, dibangun rumusan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pengelolaan sistem agribisnis komoditas kayu manis di

Kabupaten Kerinci kaitannya dengan perekonomian wilayah?

2) Bagaimanakah posisi dan prospek pemasaran komoditas kayu manis ditinjau

dari aspek integrasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir?

Bagaimanakah posisi daya saing ekspor kayu manis Indonesia di pasar

internasional dibandingkan dengan pesaingnya? Bagaimanakah permintaan

ekspor kayu manis Indonesia di pasar internasional ditinjau dari faktor yang

mempengaruhinya seperti faktor harga, pertumbuhan ekonomi (GDP) negara

importir, dan nilai tukar (kurs) rill?

3) Bagaimanakah peran sektor kayu manis terhadap perekonomian wilayah

Kabupaten Kerinci ditinjau dari aspek PDRB, tenaga kerja dan ekspor,

(35)

Bagaimanakah posisi keterkaitan sektor kayu manis dan multiplier effect

terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja?

4) Bagaimanakah indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kayu manis

serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci?

Bagaimanakah posisi sektor kayu manis dibandingkan dengan sektor teh

dalam konteks perbandingan sistem pertanian berbasis perkebunan rakyat dan

perkebunan estate lainnya?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melakukan analisis kebocoran

wilayah dalam sistem agribisnis komoditas kayu manis rakyat serta dampaknya

terhadap perekonomian wilayah kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi.

Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menganalisis pengelolaan sistem agribisnis komoditas kayu manis di

Kabupaten Kerinci kaitannya dengan perekonomian wilayah.

2) Menganalisis posisi dan prospek pemasaran komoditas kayu manis ditinjau

dari aspek integrasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir,

menganalisis posisi daya saing ekspor kayu manis Indonesia di pasar

internasional dibandingkan dengan pesaingnya, dan menganalisis permintaan

ekspor kayu manis Indonesia di pasar internasional ditinjau dari faktor yang

mempengaruhinya seperti faktor harga, pertumbuhan ekonomi (GDP) negara

importir, dan nilai tukar (kurs) rill.

3) Menganalisis peran sektor kayu manis terhadap perekonomian wilayah

Kabupaten Kerinci ditinjau dari aspek PDRB, tenaga kerja dan ekspor,

dibandingkan dengan sektor padi, teh, industri pengolahan dan perdagangan.

Menganalisis posisi keterkaitan sektor kayu manis dan multiplier effect

terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja.

4) Menganalisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kayu manis serta

dampaknya terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci.

Menganalisis posisi sektor kayu manis dibandingkan dengan sektor teh dalam

konteks perbandingan sistem pertanian berbasis perkebunan rakyat dan

(36)

Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi

pemecahan masalah dalam pembangunan ekonomi wilayah, dan khususnya pada

upaya menekan tingkat kebocoran wilayah dalam usaha pengembangan komoditas

dominan suatu daerah guna peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu

diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perencanaan dan pengambilan

kebijakan tentang pengembangan komoditas unggulan daerah di Indonesia secara

umum dan komoditas pertanian kayu manis khususnya. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi masukan bagi ranah keilmuan ekonomi wilayah dan

pengembangan sistem agribisnis, guna peningkatan nilai tambah, pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat, serta keberlanjutannya pada masa yang akan datang.

Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi perbandingan dan

stimulan bagi penelitian selanjutnya.

Kebaruan Penelitian (Novelty)

Analisis kebocoran ekonomi wilayah dalam sistem agribisnis komoditas

kayu manis rakyat serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah merupakan

suatu penelitian baru yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan baku

yang dikemas dalam suatu rangkaian baru yang berkontribusi mengidentifikasi

kebocoran wilayah dalam sistem agribisnis komoditas kayu manis rakyat serta

dampaknya terhadap perekonomian wilayah kasus Kabupaten Kerinci.

Dalam menganalisis kebocoran wilayah sektor kayu manis di Kabupaten

Kerinci digunakan pendekatan analisis model Input-Output (I-O), yang

menempatkan komoditas kayu manis sebagai sektor tersendiri dalam struktur

perekonomian wilayah, yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya

dalam menganalisis struktur perekonomian wilayah di Kabupaten Kerinci dan

bahkan satu-satunya di Indonesia. Selain itu kebaruan penelitian ini ditunjukkan

oleh hasil penelusuran potensi dan implikasi kebocoran wilayah dalam sistem

agribisnis komoditas kayu manis ditinjau dari subsistem input, produksi,

(37)

Selanjutnya kebaruan penelitian yaitu mampu membuktikan faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja sistem agribisnis komoditas kayu manis yang ditinjau

dari aspek integrasi harga, daya saing ekspor serta permintannya di pasar

internasional yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Selain itu

penelitian ini mampu membuktikan perbandingan potensi pengembangan

perkebunan rakyat dengan perkebunan estate lainnya dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah. Selain itu kebaruan dari penelitian ini adalah

mampu menjelaskan posisi dan prospek pengembangan komoditas kayu manis

yang merupakan salah satu komoditas yang diperdagangkan di pasar

(38)

Pada bab ini dijelaskan berbagai tinjauan pustaka yang berkaitan dengan

konsep pengembangan ekonomi wilayah, kebocoran wilayah, sistem agribisnis,

keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, kebijakan perdagangan

internasional, pembangunan ekonomi berkelanjutan serta tinjauan terdahulu

tentang komoditas kayu manis. Selain itu pada bab ini juga dijelaskan parameter,

indikator dan spesifikasi model serta peubah-peubah yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Konsep Pengembangan Ekonomi Wilayah

Penggunaan istilah pembangunan atau pengembangan oleh sebagian

kalangan dianggap sebagai hal yang dapat saling dipertukarkan. Sebutan tersebut

sesuai dengan definisi dalam Bahasa Inggris yaitu development. Namun di Indonesia penggunaan istilah pembangunan atau pengembangan berbagai

kalangan cenderung pula digunakan secara khusus (Rustiadi et al. 2005).

Secara umum pembangunan merupakan proses perubahan dalam banyak

aspek kehidupan yang hakekatnya bertujuan untuk memberi perbaikan tingkat

kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik dan lebih merata, serta dalam

jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan (Anwar, 2005)

Selanjutnya Todaro (1998) menjelaskan bahwa pembangunan paling tidak harus

memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan

pedoman praktis. Komponen yang paling hakiki tersebut yaitu kecukupan

makanan (sustenance), memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Selanjutnya Todaro juga mendefinisikan pembangunan merupakan proses multidimensional

yang melibatkan perubahan-perubahan besar dari struktur sosial, sikap mental

yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional sebagai akselerator

pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan, dan kemiskinan absolut.

Rustiadi et al. (2005) dan Anwar (2005) mengemukakan bahwa pada hakekatnya tujuan pembangunan wilayah secara umum, adalah untuk: (i)

(39)

meningkatkan pemerataan keadilan, keberimbangan (equity), dan (iii) mendorong keberlanjutan (sustainability). Selanjutnya pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, antar

spasial (ruang), serta antar pelaku pembangunan di dalam dan antar daerah. Pengembangan wilayah yang baik dicirikan dengan terjadinya keterkaitan

antara sektor dalam suatu wilayah dengan baik, dalam arti terjadinya transfer

input dan output, barang dan jasa antar sektor secara dinamis, dimana keragaman

potensi sumberdaya alam serta aktivitas-aktivitas sosial ekonomi tersebar secara

merata dan terjadinya interaksi spasial yang optimal, dalam arti terjadinya struktur

keterkaitan antar wilayah yang berlangsung secara dinamis. Dalam pembangunan

wilayah, struktur keterkaitan perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang

membedakan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut

sangat erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah, baik dilihat dari

aspek fisik lingkungan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Oleh sebab itu

pembangunan suatu wilayah harus dilihat secara dinamis dan bukan dilihat

sebagai konsep yang statis.

Selanjutnya memperhatikan perkembangan teori pembangunan ekonomi

pasca perang dunia kedua, yang awalnya didominasi oleh pemikiran neoklasik

dimana akumulasi kapital merupakan engine pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah. Salah satu model yang sering digunakan sebagai rujukannya adalah

model Harrod-Domar. Pada tahun 1940-an, Roy Harrod dan Evsey Domar secara

terpisah telah membangun suatu model makro dinamis melalui pengembangan

teori Keynes. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, model ini diaplikasikan untuk

perencanaan ekonomi di negara berkembang. Teori ini memang berhasil

membangun ekonomi Jerman dan Israel, tetapi useless untuk diterapkan di negara berkembang. Hal ini karena fakta menunjukkan bahwa melakukan pengembangan

investasi ternyata tidak cukup untuk bagi peningkatan pembangunan ekonomi

(Hayami, 2001).

Dalam perspektif perkembangan teori pembangunan ekonomi, terlihat

bahwa perkembangannya telah diwarnai oleh berbagai model seperti yang

dikembangkan oleh Robert Solow tahun 1956 dan Tom Swan 1956. Dengan

(40)

sudut pandang yang sangat berbeda dari model Harrod-Domar kaitannya dengan

akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi. Perbedaannya model tersebut

terletak pada asumsi fungsi produksi yang digunakan. Pada model Harrod-Domar

diasumsikan bahwa rasio kapital dan output bersifat tetap. Asumsi ini

berimplikasi bahwa fungsi produksi agregat memiliki bentuk Y = AK, dimana A = 1/c dan bersifat konstan; dan c = K/Y. Sementara Solow-Swan model menggunakan bentuk fungsi produksi neoclassical yakni Y = f(L,K;T); dimana Y

adalah output dan L adalah tenaga kerja yang berada dalam tingkat teknologi T (Hayami, 2001).

Armstrong dan Taylor (2001) menjelaskan bahwa jika memperhatikan

pertumbuhan ekonomi regional dengan menggunakan pendekatan neoklasik yang

memperhatikan dari sisi faktor supply seperti pertumbuhan angkatan kerja, pertumbuhan stok modal dan perubahan teknis, dengan kesimpulan utama

pendekatan neoklasik dalam menjelaskan disparitas pertumbuhan regional terlihat

telah mengesampingkan kontribusi potensial dari faktor-faktor dari sisi

permintaan (demand). Untuk menutup kelemahan tersebut, sehingga pendekatan neoklasik telah dimodifikasi dengan mempertimbangkan aspek perdagangan antar

wilayah. Dengan demikian modifikasi tersebut telah membuka kemungkinan

bahwa perbedaan dalam pertumbuhan regional dapat dijelaskan selain dari sisi

supply juga dapat dijelaskan dari sisi demand seperti dari aspek pertumbuhan ekspor regional.

Beberapa studi historis tentang pertumbuhan dan pembangunan wilayah

berbasis sumberdaya di Amerika Utara misalnya telah melahirkan model berbasis

ekspor (export-base model) sebagaimana Armstrong dan Taylor (2001) menjelaskan bahwa riset terbaru dari model tersebut memperhatikan beberapa

wilayah khususnya di Amerika Utara Bagian Barat Laut, telah terjadi

pertumbuhan “tanpa” dibandingkan “modal dan tenaga kerja yang mengalir ke

wilayah ini dalam mengeksploitasi sumberdaya alamnya. Meningkatnya

permintaan dunia terhadap sumberdaya alam, maka hubungan transportasi dengan

dunia luar sangat diperlukan, sehingga dalam kondisi tersebut integrasi wilayah ke

dalam pasar dunia menjadi sangat penting dalam mempengaruhi pertumbuhan

(41)

Pada teorema Heckscher-Ohlin dijelaskan bahwa ekspor akan terspesialiasi

pada produksi dan komoditas yang menggunakan faktornya yang relatif

berlimpah. Wilayah dengan supply bahan baku yang berlimpah akan

terspesialisasi pada komoditas intensif misalnya barang semi olahan atau primer

(Armstrong dan Taylor 2001). Stimulus terhadap permintaan ekspor memiliki

pengaruh multiplier terhadap pendapatan wilayah dan berpengaruh terhadap akselerator investasi. Di sisi lain, lebih tingginya harga faktor produksi akan

menarik tenaga kerja dan modal dari wilayah lainnya. Arus masuk tenaga kerja

akan meningkatkan permintaan terhadap barang yang diproduksi dan di konsumsi

secara lokal, seperti transportasi, jasa personal dan layanan pemerintah. Demikian

juga industri-industri subsider yang menyediakan jasa-jasa khusus, dan untuk

sektor ekspor juga akan lahir dengan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi.

Sehingga akan memacu aglomerasi ekonomi lokal serta setiap ekonomi skala

internal yang ada pada industri ekspor, dan lebih lanjut lagi akan memicu sektor

ekspor dengan menurunkan biaya produksi dan distribusi.

Dengan fleksibelnya faktor harga sehingga hukum keunggulan komparatif

akan membuat wilayah dapat bertahan melalui realokasi faktor-faktor produktif ke

komoditas ekspor. Artinya teori berbasis ekspor dalam bentuk yang lebih luas

adalah merangsang suatu keunggulan atas pendekatan neoklasik yang

penekanannya pada peran dari faktor permintaan tanpa mengesampingkan sisi

penawaran dalam perekonomian wilayah. Pendekatan ini di kritisi karena

bentuknya yang sederhana dan hanya menjelaskan perkembangan historis wilayah

yang tergantung pada ekspor bahan baku. Namun demikian model tersebut telah

mampu menjelaskan pentingnya ekspor dalam perekonomian wilayah.

Kemudian dalam tesis Kaldor tahun 1970 dijelaskan behwa pertumbuhan

output per kapita dari suatu wilayah ditentukan oleh kemampuan suatu wilayah

dalam eksploitasi skala ekonomi dengan memanfaatkan spesialisasi. Manfaat ini

berhubungan dengan tipe aktivitas produktif dimana suatu wilayah melakukan

spesialiasi. Menurut Armstrong dan Taylor (2001) pengembangan dari tesis

Kaldor dilakukan oleh Dixon-Thirlwall tahun 1970 difokus pada konstruksi

penjelasan Kaldor yang lebih kuat mengenai disparitas pertumbuhan wilayah, dan

Gambar

Gambar 1. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Kayu Manis Dunia (ton) Periode Tahun 1990-2006
Gambar 4. Model Integrasi Vertikal Sistem Agribisnis
Tabel 2.  Tahapan Proses Pemanenan Kayu Manis
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait