i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI REMAJA MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIAL
(Studi Deskriptif : PSK Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Disusun oleh :
Helen Firsty Nuarita Rajagukguk
100902064
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Helen Firsty Nuarita
Nim : 100902064
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI REMAJA MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIAL (STUDI DESKRIPTIF : PSK DAMPINGAN PEREMPUAN PEDULI
PEDILA MEDAN LOKALISASI LOSMEN CIBULAN)
Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan. Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan.
Penelitian ini dilakukan di lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) yang berada di Jl. Setia Budi Perumahan Ambasador No. 107 Pasar II Tanjung Sari Medan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan Utama dalam penelitian ini adalah para pekerja seks komersial di Losmen Cibulan yang merupakan salah satu dampingan lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) sebanyak empat orang dan satu informan Kunci yaitu direktur/koordinator program Perempuan Peduli Pedila Medan. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, studi lapangan, wawancara mendalam dan observasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitaif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor dominan yang memengaruhi remaja menjadi pekerja seks komersial di Losmen Cibulan dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan adalah faktor ekonomi. Bukan hanya iu saja ada faktor lain yang memengaruhi mereka menjadi pekerja seks komersial seperti faktor gangguan kepribadian, religiusitas, pelecehan seksual/kekerasan, keluarga dan teman sebaya.
ii UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIALSCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Helen Firsty Nuarita Nim : 100902064
ABSTRACT
FACTORS AFFECTING YOUNG TO BE A COMMERCIAL SEX WORKERS (DESCRIPTIVE STUDY: WOMEN MATTER PROSTITUTED BY SIDE PSK FIELD
LOCALIZATION INN CIBULAN)
Prostitution or prostitution is a profession that is very old age, as old as human life itself. Prostitution is derived from the Latin pro-stituere or pro-stauree, who allow themselves to commit adultery, do whoredom, fornication, and pergendakan. Prostitution or prostitution is one form of social ills that must be stopped spreading, without neglecting prevention and repair.
This research was conducted at the institute Concerned Women prostituted Field (P3M) located on Jl. Setia Budi Housing Ambasador No. 107 Market II Medan Tanjung Sari. This study is descriptive, where informants in this study is the main commercial sex workers in the Inn Cibulan which is one of the beneficiary institutions Concerned Women prostituted Field (P3M) for four people and a Key informant is director / program coordinator of Concerned Women prostituted field. Data collection techniques with library research, field studies, in-depth interviews and observation. The data obtained in the field and then analyzed by a researcher who described Qualitative, which in turn can be deduced from the results of these studies.
The results showed that the dominant factor affecting teens become sex workers in the assisted Cibulan Inns Concerned Women prostituted field is the economic factor. Not only iu course there are other factors that affect them become commercial sex workers as factors of personality disorders, religiosity, sexual harassment / violence, family and peers.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan
dan berkatNya penulis dapat memulai, melaksanakan, dan menyelesaikan masa perkuliahan
di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara (FISIP USU) dan atas izinNya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : PSK Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan).
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Orangtuaku, Parlindungan Rajagukguk dan Jenny Pasaribu yang dengan penuh cinta kasih dan perjuangan mulai dari merawat, membesarkan, mendidik, mendukung, serta selalu berupaya memenuhi kebutuhan penulis.
“Thank’s for everything mom and dad. I love you so much”. Semoga apa yang penulis
berikan ini dapat menambah kebanggaan bagi orang tua saya.
Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan yang telah membantu penulis selama
kuliah sampai penulis lulus, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
2. Ibu Hairani Siregar, S.sos, M.Sp, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan
iv
3. Ibu Mastauli Siregar S.Sos. M.Si, selaku Dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan dukungan serta masukan dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Drs. Bengkel Ginting, M.Si selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah
memberikan bimbingan selama perkuliahan.
5. Kepada seluruh Dosen Depertemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Dosen pengajar
mata kuliah, yang telah memberikan materi kuliah selama penulis menjalankan studi
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
6. Terima kasih kepada Kak Zuraidah yang telah banyak membantu penulis dalam
melengkapi segala berkas perkuliahan khususnya dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Terima kasih kepada Kak Debby dan Bang Ria yang telah banyak membantu saya
dalam mengurus segala berkas untuk perkulihan.
8. Buat adik-adikku tercinta Eva Pratiwi Rajagukguk dan Anggi Dian Nugraha
Rajagukguk, terimakasih buat dukungan semangatnya. Sukses ya buat kita tiga, biar
bisa buat bangga mamak dan bapak.
9. Keluarga besar Rajagukguk juga keluarga besar Pasaribu, terimakasih buat doa dan
dukungan semangatnya.
10.Buat Anton Clinton H. Purba pacar merangkap sahabat juga teman susah dan senang,
terimakasih banyak buat perhatian, dukungan, semangat dan kesabarannya serta untuk
waktu yang selalu kau sediakan buatku. Semoga apa yang selalu kita impikan bisa tercapai. Thank’s for everything
11.Buat sahabat-sahabatku di kampus : Halason (makasih yaa bg son buat bantuan dan dukungan semangatnya.. akhirnya bias nyusul S.Sos juga aku hehe ), Riada,
Sintong, Juwita, Foniah, Yohana, Pera, Erlince, Intan, Silva (makasih buat dukungan
v
12.Buat para sabuners : Jojo “tuken”, Tigor, Kyrez, Pram, Paman Sam, Dadang, Pakcik,
Cumi, Lamsar. Terimakasih buat kebersamaannya dari awal perkuliahan sampai saat
ini. Semangat ya konkawan. Nua loves all of you heheh :D
13.Buat teman-teman Kessos ‘10 : Kristin, Septi, Suarni, Nanda, Ferdian, Josua, Dimas,
David, Ayu, Johan dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan namanya
satu persatu, makasih ya atas kebersamaannya selama ini. Suka dan duka telah kita
lalui bersama-sama, semoga kita dapat menggapai cita-cita kita.
14.Kepada semua abang dan kakak senior Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP
USU yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan, memberikan informasi
dan masukan, Terima kasih banyak.
15.Terima kasih kepada Ka Wilda, Ka Eva dan kepada semua staff lembaga Perempuan
Peduli Pedila yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
16.Buat talak baba teman SMA tersayang : Only Yosephin, Melin Tampubolon, Daniel
Simanjuntak, Ella Novita, Sartika Tampubolon terimakasih buat keceriaan dan kebersamaan yang telah kita lalui bersama. Cepat nyusul ya wee, iloveyou
17.Buat semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini, dan tidak bisa
vi
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun
skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi maupun
penulisan dari skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama
menyelesaikan skripsi ini. Semoga bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Juli 2014
Penulis
vii DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ... ii
KATA PENGANTAR ... ... iii
DAFTAR ISI ... ... vii
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 12
1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 12
1.3.1. Tujuan Penelitian ... 12
1.3.2. Manfaat Penelitian ... 12
1.4. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Seks ... 14
2.2. Pekerja Seks Komersial ... 18
2.2.1. Pengertian Pekerja Seks Komersial ... 18
2.2.2. Sejarah Pekerja Seks Komersial ... 19
2.2.3. Tipe-tipe Pekerja Seks Komersial di Indonesia ... 22
2.2.4. Aktor-aktor Lain dalam Industri Seks ... 25
2.2.5. Konsep Diri Pekerja Seks Komersial ... 26
2.3. Remaja ... 28
2.3.1. Pengertian Remaja... 28
viii
2.3.3. Proses Perubahan pada Remaja... 30
2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Remaja Menjadi PSK ... 32
2.5. Pendampingan ... 41
2.6. Kesejahteraan Sosial ... 43
2.7. Kerangka Pemikiran ... 45
2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 48
2.8.1. Defenisi Konsep ... 48
2.8.2. Defenisi Operasional ... 49
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1. Tipe penelitian ... 51
3.2. Lokasi Penelitian... 51
3.3. Unit Analisis dan Informan... 52
3.3.1.Unit Analisis ... 52
3.3.2. Informan ... 52
3.3.2.1. Informan Kunci... 52
3.3.2.2. Informan Utama... 52
3.4. Teknik Pengumpulan Data... 53
3.5. Teknik Analisis Data ... 54
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Berdirinya Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 55
4.2. Visi dan Misi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 56
ix
4.2.2. Misi Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 56
4.3. Struktur Organisasi ... 57
4.4. Pola Pendanaan ... 57
4.5. Wilayah Jangkauan Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 58
4.6. Nilai-nilai Prinsip Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 60
4.7.Fasilitas-Fasilitas Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 61
4.8. Program-Program Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan ... 62
4.9. Hubungan Lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan dengan Lembaga Lain ... 63
BAB V ANALISA DATA 5.1. Pengantar ... 64
5.1.1. Hasil Temuan ... 64
5.1.2. Analisis Data ... 82
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan ... 94
6.2. Saran ... 94
i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Helen Firsty Nuarita
Nim : 100902064
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI REMAJA MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIAL (STUDI DESKRIPTIF : PSK DAMPINGAN PEREMPUAN PEDULI
PEDILA MEDAN LOKALISASI LOSMEN CIBULAN)
Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan. Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan.
Penelitian ini dilakukan di lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) yang berada di Jl. Setia Budi Perumahan Ambasador No. 107 Pasar II Tanjung Sari Medan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan Utama dalam penelitian ini adalah para pekerja seks komersial di Losmen Cibulan yang merupakan salah satu dampingan lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) sebanyak empat orang dan satu informan Kunci yaitu direktur/koordinator program Perempuan Peduli Pedila Medan. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, studi lapangan, wawancara mendalam dan observasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitaif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor dominan yang memengaruhi remaja menjadi pekerja seks komersial di Losmen Cibulan dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan adalah faktor ekonomi. Bukan hanya iu saja ada faktor lain yang memengaruhi mereka menjadi pekerja seks komersial seperti faktor gangguan kepribadian, religiusitas, pelecehan seksual/kekerasan, keluarga dan teman sebaya.
ii UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIALSCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Helen Firsty Nuarita Nim : 100902064
ABSTRACT
FACTORS AFFECTING YOUNG TO BE A COMMERCIAL SEX WORKERS (DESCRIPTIVE STUDY: WOMEN MATTER PROSTITUTED BY SIDE PSK FIELD
LOCALIZATION INN CIBULAN)
Prostitution or prostitution is a profession that is very old age, as old as human life itself. Prostitution is derived from the Latin pro-stituere or pro-stauree, who allow themselves to commit adultery, do whoredom, fornication, and pergendakan. Prostitution or prostitution is one form of social ills that must be stopped spreading, without neglecting prevention and repair.
This research was conducted at the institute Concerned Women prostituted Field (P3M) located on Jl. Setia Budi Housing Ambasador No. 107 Market II Medan Tanjung Sari. This study is descriptive, where informants in this study is the main commercial sex workers in the Inn Cibulan which is one of the beneficiary institutions Concerned Women prostituted Field (P3M) for four people and a Key informant is director / program coordinator of Concerned Women prostituted field. Data collection techniques with library research, field studies, in-depth interviews and observation. The data obtained in the field and then analyzed by a researcher who described Qualitative, which in turn can be deduced from the results of these studies.
The results showed that the dominant factor affecting teens become sex workers in the assisted Cibulan Inns Concerned Women prostituted field is the economic factor. Not only iu course there are other factors that affect them become commercial sex workers as factors of personality disorders, religiosity, sexual harassment / violence, family and peers.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Semakin majunya zaman yang disebut sebagai hasil dari pembangunan telah
menyisakan berbagai perubahan gaya hidup dan memunculkan banyak masalah sosial dalam
masyarakat. (Kartono,2001:206) menyampaikan, berlangsungnya perubahan-perubahan yang
serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan menyebabkan adaptasi
atau penyesuaian diri menjadi hal yang tidak mudah, sehingga berakibat pada
ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri. Kesulitan melakukan
penyesuaian diri menyebabkan kebingungan, kecemasan dan konflik-konflik, baik yang
terbuka dan eksternal sifatnya maupun yang tersembunyi dan internal batin sendiri sehingga
banyak orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum atau
berbuat semau sendiri demi kepentingan sendiri, mengganggu dan merugikan orang lain.
Ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri mengakibatkan
timbulnya disharmoni dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut
memudahkan individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang inkonvensional dan
menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Salah satunya adalah pola pelacuran untuk
mempertahankan hidup ditengah hiruk pikuk alam pembangunan di Indonesia
(Kartono,2001:207).
Di Indonesia, pelacuran telah terjadi sejak zaman kerajaan Majapahit. Salah satu yang
menunjukkan hal ini adalah kisah-kisah perselingkuhan dalam kitab-kitab Mahabrata. Pada
2
disandangkan pada Wonogiri dan Wonosari dapat dijadikan sebagai bukti. Pelacuran di
Indonesia semakin berkembang pada masa kolonial (Koentjoro,2004:61-62).
Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua kehidupan
manusia itu sendiri. Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan.
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus
dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pekerja
seks komersial (PSK) adalah bagian dari dunia pelacuran yang termasuk dengan istilah WTS
atau wanita tunasusila. Pekerja seks komersial merupakan peristiwa penjualan diri dengan
jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk
memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran (Kartono, 2013:207-208).
Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacur dianggap negatif dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sampah masyarakat. Adapula pihak
yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, cenderung jahat, namun tetap
dibutuhkan. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadirian pelacur bisa
menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkan (biasanya kaum lelaki) tanpa
penyaluran itu dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa
kaum perempuan yang baik-baik.
Dilihat dari segi sosiologisnya, pekerja seks komersial dipandang rendah oleh
masyarakat sekitar, dicemooh, dihina, diusir dari tempat tinggalnya dan lain-lain sebagainya.
Mereka seakan-akan sebagai makhluk yang tidak bermoral dan meresakan warga sekitar serta
mencemarkan nama baik daerah tempat mereka berasal. Masalah prostitusi tidak ubahnya
sama dengan manusia pada umumnya, secara garis besar prostitusi tentunya juga mempunyai
3
makna hidup bukanlah merupakan suatu perjalanan yang mudah bagi seorang pekera seks
komersial, perjalanan untuk dapat menemukan apa yang dapat mereka berikan dalam hidup
mereka, apa saja yang dapat diambil dari perjalanan mereka selama ini, serta sikap yang
bagaimana yang diberikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa mereka rubah, yang
kesemuanya itu tidak bisa lepas dari hal-hal apa saja yang diinginkan selama menjalani
kehidupan serta kendala apa saja yang dihadapi oleh mereka dalam mencapai makna hidup.
Dalam masyarakat, kehidupan seorang pekerja seks komersial merupakan suatu hal
yang kurang dapat diterima. Sampai sekarang PSK dipandang sebagai mahluk yang
menyandang stereotype negatif, dan tidak dianggap pantas menjadi bagian dari masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari, kaum PSK selalu mendapat tekanan dari masyarakat, bahkan
menjadi bahan olokan dan ejekan. Tekanan dan perlakuan negatif dari lingkungan ini
biasanya muncul dari perilaku masyarakat yang selalu ingin memojokkan mereka.
Pandangan masyarakat ini hanya dikhususkan kepada para perempuan pekerja seks komersial
yang menjalani pekerjaan ini karena murni akibat tekanan ekonomi. Kesan pertama akan
perempuan pekerja seks ini adalah para perempuan jalang yang amoral. Tidak tahu malu,
penggoda lelaki. Tidak layak bagi para perempuan pekeja seks untuk dihargai. Kenapa
masyarakat bisa memiliki kesan seperti itu, karena sejak kecil ditanamkan oleh orang-orang
tua bahwa perempuan pekerja seks menyebutnya pelacur, adalah perempuan yang tidak benar
kelakuannya.Apalagi digambarkan para pekerja seks Komersial (PSK) tersebut kehidupannya
glamour tetapi norak. Juga ditunjukkan jenis parfum yang di botolnya bergambar putri
duyung, yang namanya minyak si nyong nyong, yang pakai minyak wangi itu adalah para
pelacur. Akhirnya tertanamlah di benak masyarakat selama bertahun-tahun bahwa PSK itu
memang perempuan jalang (http://www.pikiran rakyat.com/ diakses pada tanggal 7 Mei 2014
4
Pelacuran atau prostitusi bukan merupakan jalan bagi kebanyakan perempuan untuk
bisa mendapatkan materi dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam memenuhi
kebutuhan materi, banyak perempuan yang dengan terpaksa menjalani pekerjaan sebagai
pekerja seks komersial. Ini dikarenakan semakin sempitnya lapangan kerja yang membuat
banyak masyarakat khususnya perempuan melakukan pekerjaan ini, ditambah dengan tidak
adanya keahlian atau keterampilan sesuai bidang lapangan pekerjaan. Banyak perempuan
beranggapan bahwa dengan melakukan pekerjaan ini, mereka bisa mendapatkan keuntungan
yang lumayan besar untuk dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan
hanya faktor ekonomi saja, banyak dari para perempuan yang rela menjadi pekerja seks
komersial hanya untuk mendapatkan kenikmatan sesaat saja atau materialistis. Banyak juga
perempuan yang ingin mendapatkan apa yang dia inginkan misalnya ingin memiliki
barang-barang yang mewah atau barang-barang yang lainnya yang dia rasa ingin dimilikinya harus
menjualkan dirinya untuk orang lain yang terpenting baginya bisa memiliki barang-barang
mewah.
Prostitusi berkembang dan tumbuh dengan berbagai kedok dalam berbagai rupa
misalnya: salon kecantikan, panti pijat, warung remang-remang, ruko-ruko fiktif serta tak
luput juga dari pusat perbelanjaan atau mall dan tempat pendidikan pun juga sudah menjadi
tempat berkembangan prostitusi. Para pekerja seks komersial atau pelacur merupakan wanita
yang tertindas dengan keliaran nafsu para laki-laki pemuja kenikmatan duniawi tak akan jera
walaupun berulang kali kena razia.
Pada saat ini, pekerja seks komersial bukan hanya dari kalangan perempuan yang
sudah dewasa saja, melainkan pekerja seks komersial sekarang sudah rata-rata berasal dari
kalangan remaja putri atau sering disebut Anak Baru Gede (ABG) yang menjadi daya tarik
5
faktor yang menarik dan faktor perantara sebagai faktor yang mendorong (Koentjoro, 2004).
Banyaknya permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan kegiatan seksual yang
dilakukan pada remaja putri sehingga semakin banyak pula tingkat penawaran yang
ditawarkan. Para perempuan biasanya lebih mudah menjadi pekerja seks komersial karena
adanya motif berkuasa, budaya atau kepercayaan seperti hegomoni laki-laki diatas
perempuan.
Kajian cepat yang baru dilakukan ILO-IPEC pada tahun 2007 memperkirakan jumlah
pekerja seks komersial di bawah 18 tahun sekitar 1.244 anak di Jakarta, Bandung 2.511,
Yogyakarta 520, Surabaya 4.990, dan Semarang 1.623. Namun jumlah ini dapat menjadi
beberapa kali lipat lebih besar mengingat banyaknya pekerja seks komersial bekerja di
tempat-tempat tersembunyi, ilegal dan tidak terdata. Lebih lanjut, data yang ada
memperlihatkan daerah-daerah pemasok anak-anak untuk kegiatan pelacuran meliputi Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, sumatera Barat, Suamtera Utara, Kalimantan
Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Sementara daerah-daerah penerimanya
terutama Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Medan, Riau, Batam, Ambon, Manado,
Makasar, dan Jayapura. Beberapa diantaranya bahkan diperdagangkan di luar negeri seperti
Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, dan
Beberapa kota di Indonesia memiliki banyak panggilan khusus untuk pekerja seks
perempuan ABG, seperti di Taksimalaya dikenal dengan sebutan “anyanyah”, di Yogyakarta
6
palayanan atau service dari pekerja seks. Di Medan para pekerja seks komersial biasanya dapat dijumpain di sejumlah diskotik, karaoke, tepi-tepi jalan yang menjadi tempat
lokalisasai serta di pusat perbelanjaan.
Koentjoro (2004:68) mengatakan bahwa secara umum terdapat lima alasan yang
paling mempengaruhi dalam menuntun seorang perempuan menjadi seorang pekerja seks
komersial diantaranya adalah materialisme, modeling, dukungan orangtua, lingkungan yang
permisif, dan faktor ekonomi. Mereka yang hidupnya berorientasi pada materi akan
menjadikan banyaknya jumlah uang yang dikumpulkan dan kepemilikan sebagai tolak ukur
keberhasilan hidup. Banyaknya pekerja seks komersial yang berhasil mengumpulkan banyak
materi atau kekayaan akan menjadi model pada orang lain sehingga dapat dengan mudah
ditiru.
Masa remaja berada pada rentang usia 13-18 tahun dengan pembagian 13 hingga 16
atau 17 tahun masa remaja awal dan16 atau 17 sampai 18 tahun masa remaja akhir (Hurlock,
2004:187). Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya,
melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya.
Pada masa remaja terjadi perubahan yang besar baik secara fisik, kognitif, emosi
maupun sosial (Hurlock, 2004:187). Rangkaian perubahan fisik yang dialami remaja nampak
jelas pada perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada
masa awal remaja. Seperti pertumbuhan yang pesat pada anggota tubuh untuk mencapai
proporsi seperti orang dewasa, dimana perubahan yang terjadi pada masa remaja terjadi pada
tinggi, berat badan serta organ seksual (Hurlock, 2004:188). Pada remaja putri ditandai
dengan menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai dengan mimpi basah
7
Organ-organ seksual yang matang pada remaja akan mengakibatkan munculnya
dorongan-dorongan seksual. Dorongan seksual dimulai dari adanya rasa ketertarikan,
berkencan, bercumbu dan bersenggama. Remaja mulai tertarik terhadap lawan jenis yang
sifatnya kodrat dialami oleh remaja. Remaja pun mulai ingin berkenalan, bergaul dengan
teman-temannya dari jenis kelamin lain dan mengenal pacaran. Dalam kondisi demikian,
remaja merupakan sosok yang mudah untuk terjerumus kedalam situasi yang kurang
menguntungkan bagi remaja sendiri. Salah satunya adalah ketika remaja terjebak dunia seks
bebas.
Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menunjukkan bahwa dari 100 remaja terdapat 51 remaja telah melakukan hubungan seksual
dilakukan di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek). Selain di Jabotabek, data
yang sama juga diperoleh di wilayah lain di Indonesia seperti, di Surabaya remaja yang
melakukan hubungan seks mencapai 54 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37
persen (Kompas, 2010). Dari hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKN)
tahun 2010 menunjukkan bahwa 52 persen remaja di Medan sudah tidak perawan. Itu artinya,
lebih separuh remaja di ibukota Propinsi Sumatera ini melakukan seks bebas sebelum
menika
22:39).
Banyak remaja yang terlibat dengan seks bebas diakibatkan karena dikecewakan oleh
pasangannya. Hal ini sering dialami oleh remaja putri dimana mereka akan merasa sakit hati
karena ditinggal pasangannya dan hilangnya keperawannya menjadi salah satu penyebab
seseorang menjadi pekerja seks komersial. Remaja hampir selalu mengalami luapan emosi
8
dipenuhi dengan gejolak kehidupan. Hurlock (2004:199) menyebut gejolak tersebut dengan
istilah ‘badai dan tekanan’, yang terjadi sebagai akibat dari perubahan fisik, kelenjar, serta
munculnya tekanan sosial dan kondisi-kondisi baru yang harus dihadapi remaja. Pergolakan
remaja yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bemacam-macam pengaruh, seperti
lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja identik dengan lingkungan sosial
tempat beraktifitas, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif.
Di sisi lain, seseorang remaja menjadi pekerja seks komersial karena adanya
dukungan orangtua atau keluarga yang menggunakan anak perempuan mereka sebagai sarana
untuk mencapai aspirasi mereka akan materi. Jika sebuah lingkungan yang permisif memiliki
kontrol yang lemah dalam komunitasnya maka pelacuran akan berkembang di dalam
komunitas tersebut. Selain karena alasan di atas, terdapat juga orang yang memilih menjadi
pekerja seks komersial karena faktor ekonomi, yang memiliki kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan dirinya dan keluarganya untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Lingkungan sosial remaja umumnya berada pada kelompok teman sebaya dimana
remaja menghabiskan lebih banyak waktu dengan kelompok teman sebaya daripada dengan
keluarganya. Hal ini dikarenakan remaja lebih banyak melakukan kegiatan diluar rumah
dengan teman sebaya. Dengan demikian, teman sebaya memberikan pengaruh yang kuat pada
diri remaja seperti sikap, pembicaraan, minat, dan perilaku.
Kelompok teman sebaya tidak menjadi hal yang berbahaya, jika remaja dapat
mengarahkannya. Dengan adanya kelompok teman sebaya, remaja merasa kebutuhannya
dipenuhi, seperti kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan berprestasi, kebutuhan
diperhatikan, kebutuhan harga diri dan kebutuhan rasa aman yang belum tentu diperoleh
9
pengaruh yang tidak baik pada remaja seperti meminum minuman keras, merokok maupun
melakukan seks bebas (Hurlock, 2004:203). Hal ini disebabkan karena kelompok teman
sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seseorang dalam
berperilaku.
Peranan pemerintah untuk memperhatikan para pekerja seks komersial sangatlah
penting khususnya pekerja seks komersial yang masih remaja. Pemerintahlah yang paling
berperan aktif dalam hal ini, walaupun tidak terlepas juga kerjasama dari pihak swasta dan
lembaga swadaya masyarakat. Melihat persoalan yang dihadapi para pekerja seks yang ingin
bertobat namun terpaksa terjun ke dunia pelacuran karena keadaan ekonominya yang sangat
minim, maka pemerintah harus lebih serius dalam melihat hal ini. Salah satu program yang
dilakukan pemerintah dan pihak swasta ataupun lembaga swadaya masyarakat adalah
program pendampingan.
Pendampingan sebagai suatu strategi yang umum digunakan oleh pemerintah dan
lembaga non profit dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas dari sumber daya manusia,
sehingga mampu mengindentifikasikan dirinya sebagai bagian dari permasalahan yang
dialami dan berupaya untuk mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.
Kemampuan sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh keberdayaan dirinya sendiri.
Kaitannya dengan pekerja seks komersial, sebagai satu komunitas lokalisasi dan
memiliki berbagai macam karakteristik ketergantungan yang bervariasi terhadap satu dengan
yang lainnya, berbagai potensi-potensi yang dimiliki tertimbun oleh ketidakmampuan
mengatasi masalahnya sendiri, akhirnya banyak mengakibatkan ketidaktahuan terhadap
resiko pekerjaan yang dilakukan. Oleh karena itu kegiatan pendampingan sebagai upaya
strategis sangat menarik untuk dikembangkan kepada wanita pekerja seks komersial di
lokalisasi. Keterlibatan pekerja seks komersial sebagai dampingan yang membutuhkan
10
pendamping (Outreach worker) di lapangan yang berperan sebagai fasilitator, komunikator dan dimanisator.
Dan salah satu lembaga swadaya masyarakat yang melakukan program pendampingan
terhadap pekerja seks komersial adalah lembaga Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M).
Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) berdiri pada tanggal 21 April 2012 yang diinisiasi
oleh 3 (tiga) orang, satu ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS dan 2 OHIDHA ( Orang Yang
Hidup Dengan HIV/AIDS ) yang mana dua diantaranya adalah mantan pekerja seks.
Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) memandang bahwa kehadiran wanita pekerja seks
(WPS) bukanlah hasil pilihan pribadi ataupun berkaitan dengan moral seseorang, namun
keberadaan perempuan pada dunia pelacuran merupakan korban dari industri seks yang
membutuhkan tubuh perempuan dan anak sebagai barang yang didagangkan.
Dalam menangani masalah pekerja seks komersial, Perempuan Peduli Pedila Medan
(P3M) melakukan program pendampingan dan penjangkauan. Program pendampingan ini
dengan cara memberikan motivasi kesadaran diri dari unsur luar pribadi pekerja seks
komersial sehingga melalui pendampingan ini dampingan dapat mengembangkan potensi
dalam dirinya menjadi manusia utuh, menumbuhkan rasa kesetiakawanan pada sesama
pekerja seks komersial dan akhirnya memampukan diri untuk berperan dalam lingkungan
masyarakat. Dengan cara ini, Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) secara perlahan-lahan
menarik para pekerja seks komersial agar segera bertobat dan meninggalkan pekerjaan
haramnya tersebut. Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) juga memberikan solusi bahkan
tawaran pekerjaan yang tepat kepada si pekerja seks komersial sesuai dengan kemampuan
dan keahlian yang dimiliki si pekerja seks komersial.
Sampai saat ini ada 42 wilayah dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) di
kota Medan. Dan salah satu wilayah dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M)
11
losmen di Sambu yang dijadikan tempat lokalisasi pelacuran sekaligus menjadi salah satu
lokalisasi terlama yang ada di daerah Sambu. Jumlah pekerja seks komersial yang ada di
Losmen Cibulan sampai saat ini adalah 27 orang yang terdiri dari beragam usia mulai dari 17
tahun hingga 40 tahun, dan rata-rata telah berkeluarga.
Pekerja seks komersial yang masih remaja juga banyak di Losmen Cibulan. Ada
beberapa faktor yang memengaruhi remaja di Losmen Cibulan menjadi pekerja seks
komersial. Salah satu faktornya adalah ekonomi. Keadaan ekonomi keluarga yang buruk
membuat beberapa dari mereka hanya bersekolah sampai tingkat SMP. Hal ini menyebabkan
mereka tidak memiliki wawasan dan keahlian khusus untuk mencari pekerjaan. Sehingga
para remaja ini terpaksa memilih menjadi pekerja seks komersial agar dapat memenuhi
kebutuhan hidup. Ada juga yang diakibatkan karena korban pemerkosaan/pelecehan seksual.
Remaja korban pemerkosaan tidak lagi merasa berharga di mata masyarakat, keluarga, suami,
calon suami. Dan tempat pelacuran dijadikan sebagai tempat pelampiasan diri untuk
membalas dendam pada laki-laki dan mencari penghargaan.
Beranjak dari apa yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih mendalam lagi untuk mengidentifikasi dan menganalisis apa saja
faktor-faktor yang memengaruhi remaja menjadi pekerja seks komersial. Untuk itu peneliti
membuatnya dalam suatu karya tulis yaitu skripsi untuk bisa mengetahui dengan lebih jelas
lagi.
Penelitian skripsi ini berjudul “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja
12 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis pada latar belakang, maka
penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut ” Faktor-Faktor Apa Yang
Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : PSK Dampingan
Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan Sambu Medan).”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
apa yang memengaruhi remaja menjadi pekerja seks komersial (Studi Deskriptif : PSK
Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan Sambu Medan).
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi
dan kajian serta studi komparasi bagi peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap
penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi seorang
perempuan menjadi pekerja seks komersial.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka
membantu program-program yang dibuat pemerintah dan lembaga swadaya
13 1.4 Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan secara teoritis variabel-variabel yang diteliti, kerangka
pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian,
populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis
melakukan penelitian.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan
analisisnya.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sehubungan
14 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Seks
Istilah “seks” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “sexus” kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe”. Istilah ini merupakan teks bahasa Inggris pertengahan yang bisa dilacak pada periode 1150-1500 M. “Seks” secara leksikal bisa
berkedudukan sebagai kata benda (noun), kata sifat (adjective), maupun kata kerja transitif (verb of transitive). Secara terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup yang biasanya disebut dengan insting/ naluri yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki laki-laki maupun perempuan yang mempertemukan mereka guna
meneruskan kelanjutan keturunan manusia.
Pengertian seks yang lebih luas lagi adalah yang dikemukakan oleh Wirawan (1991 :
10) yang mendefinisikan seks dalam dua segi, yaitu :
1. Seks dalam arti sempit
Dalam arti yang sempit, seks berarti kelamin dan yang termasuk adalah kelamin :
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan antara
laki-laki dan wanita, misalnya : perbedaan suara, pertumbuhan kumis, payudara dan
lain-lain.
c. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat
kelamin.
d. Hubungan kelamin (senggama dan percumbuan).
15 2. Seks dalam arti luas
Dalam arti yang luas seks berarti segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya
perbedaan jenis kelamin, antara lain :
a. Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar dan genit.
b. Perbedaan atribut : pakaian, nama dan lain-lain.
c. Perbedaan peran dan pekerjaan.
d. Hubungan antara pria dan wanita : tata krama, pergaulan, percintaan, pacaran,
perkawinan dan lain-lain.
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat, baik dengan lawan
jenis maupun dengan sesama jenis.
Ada beberapa tipe hubungan seksual yang dapat terjadi antara dua orang yang bersahabat
yaitu :
a. Tipe hubungan seks yang dapat terjadi antara seorang pria dengan pria lain
(homoseksual);
b. Tipe hubungan seks yang dapat terjadi antara seorang wanita dengan wanita lain
(lesbian);
c. Tipe hubungan seks seorang pria dengan seorang wanita.
Menurut Reuben (Wirawan, 1991:13) seks mempunyai fungsi :
a. Seks untuk tujuan reproduksi, yaitu untuk memperoleh keturunan, oleh kerena itu
sebagian orang beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang suci, sesuatu yang tabu
dan tidak patut dibicarakan secara terbuka;
b. Seks untuk pernyataan cinta, yaitu seks yang dilakukan berlandaskan cinta dan
didukung oleh ikatan cinta;
c. Seks untuk kesenangan yaitu hubungan seks dengan menghayati hubungan yang lama
16
Menurut Surtiretna (2001:2), pengertian seks bisa ditinjau dari 5 aspek antara lain :
a. Seks ditinjau dari segi biologis
Bagaimana remaja tersebut memahami tentang seks itu sendiri yang mana
karakteristik kelamin primer yang menunjuk pada organ tubuh yang langsung
berhubungan dengan alat persetubuhan dan proses repruduksi. Perbedaan organ
repruduksi juga termasuk dalam segi biologis yang sejak kecil sudah tertanam dalam diri
anak.
b. Seks ditinjau dari segi Psikologis
Kematangan sangat nampak dalam bidang perilaku seksual. Hal ini disebabkan karena
penyesuaian diri sikap bermusuhan dengan lawan yang merupakan ciri dari akhir masa
kanak-kanak dan masa puber, menjadi sikap menaruh minat dan mengembangkan kasih
sayang kepada mereka merupakan penyesuaian yang radikal. Remaja yang tidak
berkencan karena mereka kurang menarik bagi lawan jenis atau karena mereka masih
meneruskan perasaan tidak senang pada lawan jenis, dianggap tidak matang oleh
teman-teman sebaya, keadaan ini menyebabkan terputusnya hubungan sosial remaja dengan
teman-teman yang sikap dan perilaku terhadap lawan jenis sudah menjadi lebih matang.
Menolak peran seks yang diakui dan terus-menerus memikirkan masalah seks, kehamilan
sebelum menikah dan pernikahan sebelum remaja dapat mencari nafkah, juga dianggap
sebagai tanda-tanda ketidakmatangan. Menolak peran seks yang diakui, terlebih bagi
gadis-gadis, dianggap sebagai salah satu ketidakmatangan yang paling berbahaya
dibidang ini karena dapat merupakan sumber kesulitan dalam perkawinan.
c. Seks ditinjau dari segi Agama
Dalam agama Islam, pendidikan seks tidak dapat dipisahkan dari agama dan bahkan
harus sepenuhnya dibangun diatas landasan agama. Dengan mengajarkan pendidikan seks
17
dewasa dan bertanggung jawab, baik pria maupun wanita sehingga mereka mampu
berperilaku sesuai dengan jenisnya dan bertanggungjawab atas kesesuaian dirinya serta
dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungan sekitarnya, strata sosial ekonomi akan
berpengaruh pada tingkat pendidikan dan hubungan sosial seseorang dengan orang lain,
sehingga fungsi-fungsi pengenalan ingatan, khayalan dan daya fikir individu yang semua
itu akan mempengaruhi terhadap informasi, kemajuan teknologi sangat besar perananya,
sehingga jelas bahwa orang yang hidup dikota akan berbeda kebutuhannya dengan orang
yang hidup didesa. Dengan kata lain bahwa lingkungan mempengaruhi kebutuhan
manusia baik materi maupun non materi. Perbuatan seseorang adalah cerminan dari
pemenuhan kebutahan orang tersebut. Dengan demikian iman yang ada pada hati nurani
dan perasaan takut pada tuhan mempunyai peranan yang penting terhadap kebutuhan
manusia dan itu semua sudah dibatasi dalam hukum agama.
d. Seks ditinjau dari Sosial
Bernstein (dalam Hurlock, 1990 : 129) menjelaskan bahwa seksisme (pemahaman
seks) dimulai dari kegiatan di taman kanak-kanak dimana gadis-gadis kecil diarahkan
bermain dengan boneka dan diluar kegiatan rekreasi antara anak laki-laki dan perem puan
sangat dibedakan misalnya, anak laki-laki diberi bola dan alat pemukulnya, sedangkan
anak perempuan bermain lompat tali, perantara penting yang mampu memberikan
pendidikan pendidikan atau peran seks diri anak adalah media massa, buku cerita,
pertunjukkan TV yang dilihat dan semua yang mengerahkan pada penggolongan peran
seks. Pendidikan seks saat ini harus mengantisipasi kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara pada satu atau dua dekade mendatang agar subjek atau peserta didik dapat
mengambil peran yang tepat dalam kehidupan. Pendidikan sebagai investasi kemanusian
jangka panjang (long range Human investment) harus memberi kemungkinan suksesnya
18
penyebaran informasi melalui media cetak dan elektronik, termasuk didalamnya terdapat
informasi tentang seks, menantang para pendidik dimanapun ia berada untuk
berpartisipasi secara aktif dan benar menyiapkan anak bangsa membangun masa depan
yang baik, mapun menyangkal berbagai informasi yang justru mampu merusak masa
depan.
e. Seks ditinjau dari segi Hukum
Kesopanan pada umumnya mengenai adat kebiasaan yang baik dalam hubungan
antara berbagai anggota masyarakat, sedangkan kesusilaan mengenai juga adat kebiasaan
yang baik itu, tetapi yang khusus ini sedikit banyak mengenai kelamin (seks) seorang
manusia yang sudah tercantum dalam KUHP. Menurut Oemar Seno Adji dalam
karangannya pada majalah “Hukum dalam Masyarakat” Tahun 1965 Nomor 3,4,5,6 dan
tahun 1966 Nomor 1,2,3 menggunakan istilah delict susila.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seks adalah segala sesuatu yang
berkenaan dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang mempunyai peranan
masing-masing dalam kehidupannya.
2.2 Pekerja Seks Komersial
2.2.1 Pengertian Pekerja Seks Komersial
Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan
hubungan seksual untuk uang. Koentjoro (2013:214) mengemukakan bahwa Pekerja Seks
Komersial (PSK) merupakan seorang perempuan yang menjual dirinya untuk kepentingan
seks kepada beberapa pria. Sedangkan, menurut Overall PSK tidak terbatas pada perempuan
saja, tetapi seseorang yang menukar jasa seksual dengan uang, narkoba, atau komoditas lain
19
bisa mendatangkan mala/celaka dan penyakit, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain
yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada dirinya sendiri.
Dalam bukunya, Patologi Sosial, Kartono (2013:216) menuliskan bahwa pekerja seks
komersial merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjualbelikan badan,
kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks
dengan imbalan pembayaran. Kartono juga menyebutkan bahwa pekerja seks komersial ialah
perbuatan perempuan ataupun laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul
secara seksual yang mendapatkan upah. Defenisi tersebut sejalan dengan Subadra (2007)
yang menjelaskan bahwa pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual dirinya
dengan melakukan hubungan seks untuk tujuan ekonomi. Subadra (2007) juga menjelaskan
terdapat dua pelaku pekerja seks komersial yaitu; laki-laki yang sering disebut sebagai gigolo
dan perempuan yang sering disebut wanita tuna susila (WTS).
Di Indonesia pelacur (pekerja seks komersial) sebagai pelaku pelacuran sering disebut
sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal itu sangat
buruk, hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat
penegak ketertiban, mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan
mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum.
2.2.2 Sejarah Pekerja Seks komersial
Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia
itu sendiri. Pelacuran selalu ada sejak zaman purba sampai sekarang. Pada masa lalu
pelacuran selalu dihubungkan dengan penyembahan dewa-dewa dan upacar-upacara
keagamaan tertentu. Ada praktek-praktek keagamaan yang menjurus pada perbuatan dosa dan
tingkah laku cabul yang tidak ada bedanya dengan kegiatan pelacuran. Pada zaman kerajaan
20
dewa-dewaIsis, Moloch, Baal, Astrate, Mylitta, Bacchus dan dewa-dewalain disertai
orgie-orgie. Orgie (orgia) adalah pesta kurban untuk para dewa, khususnya pada dewa Bachus yang
terdiri atas upacara kebaktian penuh rahasia dan bersifat sangat misterius disertai pesta-pesta
makan dengan rakus dan mabuk secara berlebihan. Orang-orang tersebut juga menggunakan
obat-obat pembangkit dan perangsang nafsu seks untuk melampiaskan hasrat berhubungan
seksual secara terbuka. Sehubungan dengan itu, kuil-kuil pada umunya dijadikan pusat
perbuatan cabul.
Menurut Hull (1997:145) menyatakan bahwa adanya perkembangan pelacuran di
Indonesia dari masa ke masa yang dimulai dari masa kerajaan-kerajaan di Jawa, masa
penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, dan setelah kemerdekaan. Pada masa kerajaan
di Jawa, perdagangan wanita yang kemudian akan dimasukan dalam dunia pelacuran terkait
dengan sebuah sistem pemerintahan yang feodal. Bentuk pelacuran ini disebabkan oleh
konsep kekuasaan raja yang bersifat agung, mulia dan tak terbatas, sehingga mendapatkan
banyak selir. Muncul pula anggapan bahwa, semakin banyak selir yang dimiliki raja maka
semakin kuat pula posisi raja di mata masyarakat. Sistem feodal tidak sepenuhnya
menunjukkan keberadaan komersialisasi industri seks seperti masyarakat modern ini,
meskipun apa yang dilakukan pada masa itu dapat membentuk landasan bagi perkembangan
industri seks yang sekarang.
Setelah masa kerajaan, pelacuran muncul kembali dengan wajah yang berbeda dalam masa penjajahan Belanda. Pada periode penjajahan Belanda, bentuk pelacuran lebih
terorganisir dan berkembang pesat. Didasarkan pada pemenuhan kebutuhan pemuasaan seks
masyarakat Eropa yang ada di Indonesia, dengan melalui adanya selir-selir. Juga adanya dasar alasan lain mengapa pelacuran lebih terorganisir dan berkembang pesat, yaitu sistem
21
Sumatera, berkembang seiring pendirian perkebunan-perkebunan. Para pekerja perkebunan
dengan mayoritas laki-laki akan menciptakan permintaan aktivitas prostitusi.
Komersialisasi seks di Indonesia terus berkembang, selama pendudukan Jepang
(antara tahun 1941-1945), semua perempuan yang dijadikan budak sebagai wanita penghibur
dikumpulkan dan dijadikan satu dalam rumah-rumah bordir. Bukan hanya wanita yang
tadinya memang sebagai wanita penghibur saja yang masuk ke rumah bordir, di masa
pemerintahan Jepang banyak pula wanita yang tertipu ataupun terpaksa melakukan hal
tersebut. erdapat perbedaan kehidupan wanita tuna susila dari kedua masa penjajahan tersebut
(Belanda dan Jepang), yang ditegaskan dalam sebuah dokumen yang dikumpulkan majalah
mingguan Tempo (1992) yang menyebutkan bahwa wanita-wanita yang dijadikan pelacur pada kedua masa penjajahan tersebut lebih menyukai kehidupannya yang nyaman pada masa
penjajahan Belanda dibanding dengan masa penjajahan Jepang. Hal ini dikarenakan banyak
Sinyo yang memberi hadiah (pakaian, uang, perhiasan, tempat tinggal), sedangkan orang Jepang terkenal pelit dan lebih suka kekerasan (Hull, 1997:15).
Kemudian pelacuran lebih bervariatif pada tahun 1980-an dengan diawali munculnya
fenomena baru yaitu hadirnya perek , yang biasa diartikan sebagai perempuan eksperimental. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga kalangan ekonomi menengah, masih
bersekolah, dan bekerja sebagai pekerja seks. Menurut Murray (1993:5, dalam Hull 1997)
menyatakan bahwa mereka menekankan kepentingan diri sendiri, secara bebas melakukan
hubungan seks dengan siapa saja yang mereka inginkan, dengan atau tanpa bayaran. Biasanya
22 2.2.3 Tipe Pekerja Seks Komersial di Indonesia
Pekerja seks komersial di Indonesia paling mudah terlihat di kompleks rumah bordil
resmi (lokalisasi). Kendati demikian, manifestasi kerja seks komersial ini tidak hanya dapat
ditemui di tempat ini, karena industri seks juga beroperasi di sejumlah lokasi dan konstelasi
yang jumlahnya terus bertambah, yaitu rumah bordil, hotel, bar, rumah makan, gerai
kudapan, bar karaoke, escort services, dan panti pijat. Lebih lanjut, aktivitas sektor seks
termasuk semua jasa seksual yang ditawarkan secara komersial, bahkan ketika hal itu terjadi
di lokasi yang tidak dirancang sebagai tempat untuk melakukan transaksi seks
(Sulistyaningsih, 2002: 24). Karena itu berbagai pekerja seks tak langsung atau bahkan paruh
waktu juga harus dimasukkan.
Di bawah ini adalah uraian sekilas mengenai tipe kerja seks yang lebih langsung.
a. Kompleks rumah bordil resmi (lokalisasi) : Tempat ini merupakan manifestasi yang
paling formal dan sah menurut hukum di dalam sektor seks, yang terdiri dari
sekumpulan tempat yang dikelola oleh pemilik atau manajer dan diawasi oleh
pemerintah. Lokalisasi ini berbeda dengan rumah bordil yang cenderung bertempat di
luar lokalisasi dan tidak diatur oleh pemerintah.
b. Kompleks hiburan : Ini adalah lokasi di mana layanan seks sering kali tersedia selain
bentuk-bentuk hiburan lain. Dalam beberapa kasus, PSK beroperasi secara
independen sementara dalam situasi lain layanan seksual tersedia melalui pihak
manajemen tempat tersebut.
c. Wanita jalanan : Mereka ini adalah PSK yang menjajakan layanan seks di jalan atau
di tempat terbuka, misalnya taman, stasiun kereta api, dsb.
d. Penjual teh botol dan minuman ringan : Para gadis yang bekerja di kios makanan kecil
sering kali juga masuk ke dalam sektor seks, meski dengan cara yang tidak terlalu
23
membuat mereka dapat bertahan hidup, sehingga banyak yang memberikan layanan
seks untuk memperoleh penghasilan tambahan. Layanan ini mulai dari
memperbolehkan pelanggan meraba-raba dan mencium mereka sampai hubungan
seksual yang penetratif . Dalam banyak kasus, penjual teh botol di bawah umur terikat
dengan agen karena utang yang dibuat oleh orang tuanya dan mereka tidak akan
mampu melunasi utang tanpa juga melakukan kerja seks.
e. Pelayan di tempat perhentian truk dan warung : Ada beberapa lokasi seperti kios yang
menjajakan minuman keras atau warung di pinggir jalan, yang melayani sopir truk
antarkota di mana mungkin tersedia perempuan dan gadis muda yang dapat
dipandangi, diraba-raba dan diajak melakukan hubungan seks. Layanan in ditawarkan
sebagai sampingan dari lain pekerjaan mereka sebagai pelayan (Hull,1998: 41;
Sulistyaningsih, 2002: 64).
f. Perempuan yang bekerja di perusahaan (yaitu staf bidang hubungan masyarakat atau
Humas) : Diduga bahwa dalam konteks transaksi bisnis tertentu di Indonesia, staf
perempuan mungkin diminta (atau ‘didorong’) untuk memberika layanan seks sebagai
bagian dari, atau untuk memuluskan jalan bagi penandatanganan kontrak dalam
perusahaan komersial yang legal (Hull,1998:35). Contohnya, menurut sebuah sumber,
seorang agen property atau real estate mungkin akan berusaha melicinkan penjualan
atau penyewaan sebuah properti dengan menawarkan layanan seks karena sang agen
perempuan ini akan memperoleh komisi dari transaksi penjualan/penyewaan ini.
Sumber lain juga mengungkapkan bahwa staf pemasaran dalam sektor jasa
menggunakan teknik serupa dalam rangka menutup suatu transkasi bisnis. Sekali lagi,
keuntungan diraih melalui perolehan komisi dari transaksi bisnis tersebut
24
g. ‘Sekretaris plus’: Ini adalah ‘layanan’ untuk eksekutif asing yang bekerja di Jakarta.
Jasa yang diberikan seorang sekretaris profesional adalah penanganan urusan
administrasi juga pemberian layanan seks kepada sang klien. Bayaran untuk
pengaturan semacam ini adalah 3 juta rupiah per hari untuk minimum satu minggu
dengan 60% bayaran masuk ke kantong karyawan bersangkutan. Syaratnya,
perempuan tersebut harus fasih berbahasa Inggris, bergelar sarjana dan mempunyai
penampilan fisik yang menarik (Sulistyaningsih, 2002: 39, Wawancara, 2003).
h. Istri kontrakan: Perempuan setempat tidak jarang hidup dengan, dan menikmati
dukungan finansial lelaki asing yang dikontrak untuk bekerja dalam jangka pendek di
Indonesia. Biasanya kontrak tersebut berlaku hingga tiga tahun lamanya.
i. Panti pijat: Layanan pijat dapat juga menyediakan berbagai layanan seks. Praktik ini
merupakan sesuatu yang lazim dan ditemukan di begitu banyak tempat di seluruh
Indonesia, termasuk hotel dan spa kelas atas.
j. Model dan aktris film: Beberapa model dan aktris menambah penghasilan mereka
dengan jalan juga bekerja sebagai gadis panggilan. Acap bertiup rumor bahwa di
kalangan model dan aktris top Indonesia hal ini sudah biasa dilakukan, meski sulit
dikatakan sampai sejauh mana kebenarannya.
k. Resepsionis hotel: NGO Hotline Surabaya memberitahu tentang beberapa hotel di
mana perempuan yang bekerja di meja penerimaan tamu (front desk reception) dapat memberikan layanan seks jika ada tamu yang meminta.
l. Anak jalanan, pedagang keliling dan pedagang kaki lima: Menurut sebuah survei
mengenai perilaku yang berisiko PMS/HIV yang dilaksanakan di Kuta, Bali, ada
sejumlah anak lelaki dan perempuan (umur 12-17 tahun) yang bekerja sebagai
‘pekerja seks tidak resmi’. Mereka melayanani berbagai macam klien, termasuk
25
anak jalanan lebih muda yang bekerja sebagai pengemis, penjual gelang dan pencopet
ditekan untuk berhubungan seks dengan lelaki asing.
2.2.4Aktor-Aktor Lain dalam Industri Seks
Industri seks dijalankan oleh sederetan aktor berbeda dengan perannya
masing-masing. Merekaantara lain adalah :
a. Germo (pemilik rumah bordil; atau ‘tante’) – Memberikan fasilitas bagi pekerja seks untuk menjalankan usahanya. Sebagai imbalan atas fasilitas tersebut, germo
menerima sebagian dari penghasilan pekerja seks.
b. Mucikari – Memberikan pekerja seks perlindungan dan kontak dengan pelanggan dengan imbalan sebagian dari gaji mereka.
c. Calo atau taikong – Merekrut perempuan dan gadis dari daerah asal kemudian mengirim mereka untuk dipekerjakan di dalam industri seks. Di daerah pedesaan,
biasanya calo adalah penduduk setempat yang dikenal serta dipercaya di daerah
tersebut. Calo akan memperoleh imbalan atas jasanya ini dari pemilik rumah bordil
atau mucikari atau dapat juga menerima sebagian penghasilan pekerja seks
bersangkutan selama ia menggeluti profesinya itu .
d. Sopir taksi – Berperan memasarkan layanan seks dengan memberikan informasi
kepada pelanggan tentang lokasi, ‘aturan main’, jenis layanan yang tersedia dan tarif
layanan seks. Mereka juga dapat bertindak sebagai perantara, membawa pelanggan ke
pekerja seks atau sebaliknya.
e. Penjaga keamanan – Berperan sebagai pelindung bagi pekerja seks dari pelanggan
mereka dan penduduk di kawasan lokalisasi. Jika pekerja seks tidak bebas
meninggalkan rumah bordil, mereka juga ditugasi untuk memastikan bahwa pekerja
26
f. Aparat pemerintah setempat – Aparat setempat terlibat dalam industri seks; mereka
bertanggung jawab untuk mengatur sektor seks dan menawarkan program rehabilitasi
kepada PSK perempuan yang ingin keluar dari kerja seks. Namun dalam praktiknya
kinerja aparat setempat tercatat ‘bervariasi’ dalam hal keterlibatan mereka di
lokalisasi.
g. Polisi – Peran utama polisi adalah menegakkan semua UU yang berkaitan dengan
sektor seks. Meski kerja seks bukan sesuatu yang ilegal di Indonesia, kegiatan yang
biasa dilakukan polisi terhadap lokalisasi adalah razia. Mereka juga diketahui suka
melecehkan PSK dan memeras uang. Sebagaimana aparat pemerintah setempat,
dalam praktiknya polisi mempunyai catatan kinerja yang ‘berwarna-warni’ di
lokalisasi dan pekerja seks melaporkan menderita kekerasan dan pelecehan oleh
polisi.
2.2.5 Konsep Diri Pekerja Seks Komersial
Konsep diri dapat dimaknai sebagai cara memandang diri sendiri, karena persepsi
tidak selalu terhadap orang lain, tetapi juga terhadap diri sendiri. Seseorang cenderung
menilai dirinya berdasarkan bagaimana “menurut dirinya” orang telah mempersepsi dan
menilai diri mereka. Misalnya, ketika seorang perempuan dipersepsikan orang lain sebagai
perempuan yang baik di masyarakat, maka orang tersebut akan berusaha menjadi perempuan
yang baik pula. Konsep seseorang dalam memandang diri sendiri akan mempengaruhi cara
penilaian orang tersebut terhadap orang lain, karena selamanya cara menilai seseorang akan
dilihat dari sudut pandangnya sendiri. Definisi Konsep Diri menurut Wiiliam D. Brooks
adalah those physical, sosial, and psychological perceptions of ourselves that we have derived
from experiences and our interaction with others. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan
27
karena pengalaman dan hasil interaksi dengan orang lain. Faktor yang mempengaruhi konsep
diri adalah orang lain dan kelompok rujukan.
Secara sederhana Harry Sullivan (dalam Rakhmat, 2004) menjelaskan bahwa
seseorang dapat mengenal dirinya dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Dalam kasus
perempuan yang menjadi seorang pekerja seks komersial, maka akan sangat dimungkinkan
untuk berubah menjadi perempuan bermartabat atau terbebas dari pelacuran bila dalam
dirinya mempunyai konsep diri yang positif dan mendapat penilaian positif dari orang lain
atau masyarakat. Secara praktis, konsep diri untuk menjadi perempuan bermartabat ini akan
terbentuk bila mendapat penilaian positif dari masyarakat yang bisa menerima keadaan masa
lalunya. Akan tetapi bila tetap berada dalam lokasi pelacuran yang selalu mendapat penilaian
negatif dari masyarakat sekitar yang menganggap buruk pekerjaan menjadi pelacur ini, maka
akan sulit untuk mendapatkan penilaian positif tersebut. Konsekuensinya, mereka akan selalu
menilai dirinya rendah atau berkonsep diri negatif. Penilaian lain dari masyarakat adalah
menjadi perempuan baik bila berhenti dari dunia kepelacuran. Suatu hal yang sangat sulit
dilakukan bila masih berada dalam kendali sistem patriarki yang menjadikan perempuan
selalu di bawah dominasi laki-laki.
Faktor kedua adalah kelompok rujukan, yaitu adanya kelompok hidup atau kelompok
masyarakat sangat menentukan bagaimana seseorang tersebut berperilaku. Hal ini juga dapat
mengikat seperti ikatan emosional atau aturan hidup yang berlaku (norma-norma
berkelompok/bermasyarakat). Kelompok rujukan ini berpengaruh terhadap pembentukan
seseorang dan selalu menjadi rujukan yang dapat mengarahkan perilakunya dan
menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Dalam kasus perempuan yang menjadi
seorang pekerja seks komersial, maka bila masih berada di lokasi pelacuran sangatlah
mungkin berperilaku seperti tuntutan kelompok pelacuran tersebut. Sebaliknya, konsep
28
yang sebenarnya bisa dilakukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan perempuan
seiring bertambahnya jumlah pekerja seks komersial tersebut meskipun penilaian negatif
masyarakat terhadap pekerjaan itu juga semakin besar.
2.3Remaja
2.3.1 Pengertian Remaja
(World Health Organization,)
Remaja adalah suatu masa ketika :
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan
yang relatif lebih mandiri.
Perjalanan hidup manusia oleh para ahli psikologi dibagi dalam beberapa tahapan
kehidupan yaitu masa pra kelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja dan masa
dewasa. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting, sangat kritis dan sangat rentan,
karena bila manusia melewati masa remajanya dengan kegagalan kemungkinan akan
menemukan kegagalan dalam perjalanan kehidupan pada masa berikutnya. Sebaliknya bila
masa remaja itu diisi dengan penuh kesuksesan, kegiatan yang sangat produktif dan berhasil
guna dalam rangka menyiapkan diri untuk memasuki tahapan kehidupan selanjutnya,
dimungkinkan manusia itu manusia itu akan mendapatkan kesuksesan dalam perjalanan
hidupnya.
Orang barat menyebut masa remaja dengan istilah “Puber”, sedangkan orang Amerika
29
remaja dengan istilah “Akil baligh”. Masa remaja dimulai dari saat sebelum baligh dan
berakhir pada usia baligh. Oleh sebagaian ahli psikologi, masa remaja berada dalam kisaran
usia antara 11-19 tahun. Adapula yang mengatakan antara usia 11-24 tahun.
Selain itu masa remaja itu masa remaja merupakan masa transisi (masa peralihan) dari
masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu saat manusia tidak mau lagi diperlakukan oleh
lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisik,
perkembangan psikis dan mentalnya belum menunjukkan tanda-tanda dewasa.
2.3.2 Ciri-Ciri Umum Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju
masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun
psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubu berkembang pesat
sehingg mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya
kapasitas reproduktif. Selain itu remaja berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir
abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara
emosional dari orangtua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang
dewasa.
Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam
lingkungan seperti sikap orangtua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya maupun
masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja.
Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai
bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik didalam maupun di luar dirinya itu
membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutahan
psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan
sosialnya diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan
30
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Masa Remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha
mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orangtua.
Fokus dari tahapan ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta
adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman
sebaya masih memiiki peran penting, namun individu sudah mampu mengarahkan diri
sendiri (self directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan
tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas dan membuat keputusan-keputusan
awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain ini
penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.
Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tuuan vokasional dan
mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi
matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa juga menjadi
ciri dari tahap ini.
2.3.3 Proses Perubahan Pada Masa remaja
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia
yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan
masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Kita
31
selain bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat psikologis. Pada masa remaja
perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri
umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang
dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku
remaja. Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang
berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini.
1. Perubahan fisik
Rangkaian yang paling jelas yang nampak dialami oleh masa remaja adalah
perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau awal
masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria
(Hurlock, 2007:206). Hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan ini
membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks
sekunder. Gajala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk
menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring dengan itu, berlangsung pula
pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai
proporsi seperti orang dewasa. Seorang individu lalu memulai terlihat berbeda, dan
sebagai konsekuensi dari hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya
perubahan.
2. Perubahan Emosional
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan dalam
aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik hormon tadi dan
juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan badaniah tersebut.
Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan
dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan
32
Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahan-perubahan baru tersebut
bisa membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya. Dikombinasikan dengan
pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman
sebaya, media masa dan minat pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi
secara seksual. Ini semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru
atas perilakunya.