• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara modeling dengan perilaku membeli pakaian pada remaja putri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara modeling dengan perilaku membeli pakaian pada remaja putri"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

REMAJA PUTRI

Oleh:

TRI WIRDA HAYANI

NIM : 102070026027

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PERILAKU MEMBELI PAKAl,A.N PADA

REMAJA PUTRI

Oleh:

TRI WIRDA HAYA.NI

NIM : 102070026027

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana

pウゥォッャッセjゥ@

FAKULTAS PSIKOLOGI

unセversitas@

ISLAM NEGERI SYARIF HIDA.YATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing I

Oleh

TRI WIRDA HAYANI NIM 102070026027

Di Bawah Bimbingan

Fakultas Psikologi

Pembimbing II

Miftahuddin, M. Si NIP. 150 378 726

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

(4)

Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN ANTARA MODELING DENGAN PERILAKU MEMBELI PAKAIAN PADA REMAJA PUTRI" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal

18

Februari

2008.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi.

Jakarta,

18

Februari

2008

Sidang Munaqasyah

)

Ketua Mer ngkap anggota I

c j

Dra.

nセエエ@

1Haffati M. Si.

NIP.

1.o215 938

\

Penguji I

セMMMセ@

セMM]M

lkhwan Lutfi, M.?Si NIP.

150

368

809

Sekretaris Meran kap Anggota

Anggota:

(

Ora.

z。ィイッセ@

Niha NIP.

150 238

Ora. Zahr tu ihayah. M. Si NIP. 1 . 238 773

Pembirnbing II

セセ@

(5)

1fIVV<P

Jf.J/!NY.Jl

SP.1(Jl£I

1(J1 <J('})I. I:NI

'l(V<JXE<R_SrE:AJ.(jJ}l:JfJOl:NV:NTV'l(

'KSE£ VJ! IJ?{f.,!1 '1)1.Wq SUJIL V :M'EJVIDV'l(VWq'l(V

51ljl51ljl 'JIE<J?_GI:N'J'}!,

'l({EiDVJ! 'l(Jl'l(Jl'l(J(J) 'EEIJIS}!'})l.Wq

Q!I:NX <DJ!W <f}!CJ{<J(V £,

'1)1.Wq ']IE£.J1J{ :M'EJVIDO'}!'l(JIW spOrAjIiセ@

(6)

(A) Fakultas Psikologi (B) Februari 2008

(C) Tri Wirda Hayani

(D) Hubungan Antara Modeling Dengan Perilaku Membeli Pakaian Pada

Remaja Putri

(E) xiv+ 65

(F) Setiap remaja ingin tampil cantik dan menarik, tetapi tetap sesuai dengan karakter dan kepribadiannya. Bagi remaja, bagus tidaknya pakaian yang dipakai merupakan hal yang sangat panting. Karena pakaian

menunjukkan identitas dirinya, pergaulannya dan lingkungan dimana dia tinggal. Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Selain itu, remaja mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidal<

realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya.

Penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian sosial pada remaja sangat di pengaruhi oleh sikap teman-teman sebaya terhadap pakaian, maka sebagian besar remaja berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan apa yang dikehendaki kelompok dalam hal berpakaian.

Pembelajaran adalah aktivitas manusia yang dilakukan sepanjang

hidupnya, bahkan pada waktu manusia masih dalam kandungan. Perilaku manusia, termasuk juga perilaku membeli, merupakan hasil dari proses pembelajaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Modeling

dengan Perilaku Membeli Pakaian pada remaja putri. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode deskriptif. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta sebanyak 50 responden. Responden diambil dengan menggunakan teknik non-probability sampling, dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Yang kemudian memilih secara purposive (bertujuan), yaitu subjek dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Yaitu remaja putri yang berusia antara 18 sampai 22 tahun.

(7)

pada remaja putri.

Penelitian ini hanya dilakukan pada remaja putri. Akan lebih baik apabila penelitian ini dilakukan tidak hanya pada remaja putri tetapi juga kepada remaja putra. Penelitian ini untuk melihat hubungan antara modeling

dengan perilaku membeli pakaian, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melal<ukan penelitian tentang perilaku membeli dengan variabel lainnya. Serta dapat memperhatikan situasi dan kondisi responden sebelum menyebar angket (kuesioner) agar didapatkan hasil penelitian yang lebih baik.

(8)

Alhamdulillahirabbil'alamin, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Ucapan syukur kepada Allah swt atas karunianya yang tak terhingga alas kehendak dan rahmatnya penulis diberikan pertolongan, kekuatan,

kesehatan, kesabaran dan keyakinan dalam menyelesaikan skripsi ini meski prosesnya tidak semudah dari apa yang diperkirakan sebelumnya. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad S.A.W. beserta keluarga dan para sahabat yang telah menjadi suri tauladan bagi umat manusia.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati, perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada lbu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si selaku Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan pengarahan dan perhatian kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan. Bapak Ors. Abdurrahman Saleh selaku pembimbing seminar.

lbu Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si Pembantu Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah sekaligus Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalarn penyusunan skripsi ini. Bapak Miftahuddin M.Si sebagai Oosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan serta saran yan9 berharga dalam penyusunan skripsi ini.

Seluruh Oosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan telah memberikan ilmunya serta seluruh keluarga besar Fakultas Psikologi yang telah banyak membantu penulis selama menjalani proses perkuliahan.Pengurus perpustakaan psikologi UIN Syarif Hidayatullah atas referensi-referensinya.

Keluargaku tercinta, Mama yang tak henti-hentinya mendukung dan

memberikan yang terbaik kepada penulis. Untuk kakakku Qtinx dan Fachrul yang terus memberikan support dalam keadaan apapun serta Lusi dan si kecil Ara yang membuat penulis tetap bersemangat. Mereka selalu ada kapanpun penulis membutuhkan semangat dan dorongan untuk terus maju menjadi lebih baik.

(9)

penulis mengalami kesulitan dalam proses pengetikan mulai dari tugas-tugas kuliah sampai penulisan skripsi ini.

Segenap pihak yang telah membantu penulis sampai detik ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.Semoga semua amal kebaikan tersebut diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan pahala dan balasan yang setimpal, Amin. Penulis berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Jakarta, Februari 2008

(10)

Halaman Judul ... .

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan . . . .. . . .. . . .. . .. . . .. . . .. . . .. . .. . . iii

Motto ... iv

Abstraksi . . . v

Kata Pengantar ... vii

Daftar セウゥ@ . . . ix

Daftar Tabel ... ... ... xiii

Daftar Garn bar . . . xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-11 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. ldentifikasi Masalah ... 8

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.3.1. Pembatasan Masalah ... 8

1.3.2. Perumusan Masalah ... 9

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian ... 9

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 9

(11)

2.1.1. Pengertian Perilaku Membeli . . .. . . .. . . .. .. . .. . ... . .. . .. 12

2.1.2. Tipe-Tipe Perilaku Membeli ... 14

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Membeli ... 16

2.1.4. Jenis-Jenis Pembelian . . . .. . ... .. . . .. . . ... . .. ... ... ... . . . ... 18

2.1.5. Kebutuhan dan Motivasi Perilaku Membeli ... 19

2.2. Modeling 2.2.1. Pengertian Modeling ... 21

2.2.2. Jen is-Jen is Modeling . . . .. . .. . .. . .. . . ... .. . .. .. . . .. . . .. . 24

2.2.3. Proses Belajar Modeling ... 26

2.3. Remaja 2.3.1. Pengertian Remaja

30

2.3.2. Kebutuhan-Kebutuhan Remaja ... 31

2.3.3. Pakaian bagi Remaja ... ... 36

2.4. Kerangka Berpikir . .. .. . .. . . .. .. . .. . .. . . .. . .. . . .. . . ... . . . .. . . 38

2.5. Hipotesis ... 41

BAB 3 IVIETODOLOGI PENELITIAN ... 4.2-50

(12)

3.1.2.1. Definisi Variabel ... 43

3.1.2.2. Operasional Variabel ... ... 43

3.2. Pengambilan Sampel

3.2.1. Populasi dan Sampel ... 44

3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel... 44

3.3. Pengumpulan Data

3.3.1. Metode dan lnstrumen Penelitian 45

3.3.2. Teknik Uji lnstrumen ... 47

3.4. Teknik Analisa Data ... ... 49

3.5. Prosedur Penelitian ... 49

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA ... 51-60

4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 51

4.2. Presentasi Data

4.2.1. Gambaran Sikap Modeling... 52

4.2.2. Gambaran Perilaku Membeli ... ... 53

4.3. Uji Persyaratan .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 55

4.3.1. Uji Normalitas ... 55

(13)

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 61-65

5.1. Kesimpulan ... ... 61

5.2. Diskusi ... ... ... 61

5.3. Saran .. . .. . .. .. . . .. . .. . .. . .. . .. . .. . . . .. . . .. .. . ... .. . .. . . .. . .. ... ... .. .. . .. 64

DAFTAR PUSTAKA

(14)
[image:14.595.29.438.161.486.2]

TAB EL 2.1. Beberapa Peran Dalam Perilaku Membeli ... . . .. . . .. ... .. . . .. . .. . .. 17

TABEL 3.1. Blue Print Modeling... 46

TABEL 3.2. Blue Print Perilaku Membeli ... 46

TABEL 3.3. Nilai Skor Jawaban ... 47

TABEL 4.1. Gambaran Umum Responden ... 51

TABEL 4.2. Kategori Modeling ... 53

TABEL 4.3. Kategori Perilaku Membeli ... 54

TABEL 4.4. Uji Normalitas Modeling dan Perilaku Membeli ... 55

TABEL 4.5. Uji Homogenitas Modeling... 58

TABEL 4.6. Uji Homogenitas Perilaku Membeli ... 58

(15)

Gambar 1. Scatterplot Modeling . . . .. . . 56

[image:15.595.72.433.159.488.2]
(16)

PENDAHULUAN

1 .1 . Latar Belakang Masalah

Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.

Schiffman dan Kanuk (2000) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai "proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya". Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana p1:imbuat keputusan

(decision unit), bail< individu, kelompok, ataupun organisasi, membuat

keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya (dalam Prasetijo & lhalauw, 2005).

(17)

menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya (Wikipedia Indonesia, 2008).

Bagi remaja, bagus tidaknya pakaian yang dipakai merupakan hal yang

sangat penting. Karena pakaian menunjukkan identitas dirinya, pergaulannya dan lingkungan dimana dia tinggal. Remaja putri sering mimjadi sasaran baik model maupun target pasar yang ditawarkan. Banyak model-model iklan yang ditampilkan adalah remaja, yang dilakukan untuk menarik remaja lainnya untuk meniru penampilan model iklan yang sama-sama berusia remaja. Prociuk yang ditawarkan dilabelkan untuk remaja yang aktif, cantik dan trendy. Sebagai target pasar, remaja sangat potensial sebagai

konsumen, karena dalam usia remaja, perasaan selalu ingin tampil menarik sangat mendominasi kepribadiannya. Sehingga remaja putri, berlomba-lomba membeli produk yang ditawarkan untuk tampil cantik dan menarik seperti model (Rena Herdiyani dalam Jokosupriyanto.com, 2004).

(18)

produk-produk mahal yang dapat menunjang penampilan dirinya didepan

perempuan. Gaya hidup yang ditawarkan dalam majalah remaja maupun dalam sinetron adalah gaya hidup hedonis sebagai remaja kota besar. Dan untuk menunjang gaya hidup itu, remaja didorong untuk mengkonsumsi barang-barang dengan merek-merek mancanegara yang harganya tidak murah. Mereka diajarkan untuk mengikuti perkembangan mode dunia, mulai dari fashion, gaya rambut, casting HP yang berganti-ganti, dan sebagainya (Rena Herdiyani dalam Jokosupriyanto.com, 2004).

Usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasimnya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Remaja ingin menunjukkan bahwa mereka dapat mengikuti mode yang sedang in. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Sehingga muncul perilaku yang konsumtif. Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang

lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti

(19)

emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang diken.akan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih pentin\l (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya. (Balipost.co.id, 2003).

Konsumen diarahkan kepada pemikiran-pemikiran bahwa suatu produk yang diiklankan merupakan sesuatu yang diperlukan dan diinginkan oleh

konsumen sehingga timbul tingkah laku membeli (buying behavior).

Walaupun meniru, dalam membeli pakaian, remaja akan melihat kualitas barang, harga, dan yang utama sedang trend atau tidak pakaian yang akan dibeli. Predikat seseorang dengan tampilan khas dapat naik satu tingkat, menjadi orang yang memiliki style atau orang yang penuh gaya. Akan tetapi, memiliki gaya (style) tidak selalu berbicara mengenai busana, didalamnya terdapat cita rasa mode, selera, sikap, kepribadian sampai gaya hidup yang

berhubungan dengan kepercayaan diri yang dapat membuat seseorang tampil beda. Memiliki gaya harus tampil luar biasa serta dapat

mengekspresikan karakter yang diinginkan lewat penampilannya (Muarabagja.com, 2004).

(20)

dan hal-hal ekstrim lainnya, perilaku yang tidak sesuai menurut nilai-nilai yang bc3rlaku dalam masyarakat. Akan tetapi, sebenamya remaja sangat patuh terhadap norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat,

terutama yang berhubungan dengan pakaian dan penampilan (Rice, 1999).

Sebuah penelitian yang mengkaji perbedaan perilaku membeli antara pria dan wanita yang dilakukan oleh Marketing Research Indonesia (MRI) dan dipresentasikan di Jakarta (2002). Dalam risetnya di enam kota utama di Indonesia, lembaga riset pemasaran tersebut menemukan perbedaan yang signifikan pad a masalah perilaku konsumen pria dan wanita. Mereka juga berhasil meraba seberapa jauh pengaruh pria atau wanita pada pengambilan keputusan memilih atau membeli suatu produk. Hasil riset menunjukkan untuk produk tertentu, wanita atau pria mempunyai pengaruh besar dalam pengambilan keputusan membeli produk tersebut. Untuk produk seperti ala! kecantikan dan semacamnya, wanita tetap dominan, baik sebagai pemberi pengaruh ataupun pembuat keputusan yaitu sebenar antara 68 persen

(21)

lebih suka mempertimbangkan masak-masak sebelum memutuskan membeli dengan mencari informasi yang selengkapnya atas suatu produk (Jeniputri dalam Republika.com, 24 juli 2002).

Saa! bersama teman sebaya, individu berusaha mengikuti gaya dandan dan hobi yang terjadi dalam kelompok. lni yang dinamakan modeling, yaitu kecenderungan untuk meniru orang lain. Pada masa kanak-kanak, individu mencari model dalam keluarga, pada masa remaja model berasal dari teman sebaya. Yang menganggap bahwa aturan dalam kelompok jauh lebih penting daripada keinginan individu. Hal ini menyebabkan individu mengikuti sikap, pendapat dan perilaku yang berlaku dalam kelompok Hlッカゥセャケ@ Christi Zelga dalarn Kompas.corn, 2006).

Penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian sosial pada remaja sangat di pengaruhi oleh sikap teman-ternan sebaya terhadap pakaian, rnaka sebagian besar rernaja berusaha keras untuk rnenyesuaikan diri dengan apa yang dikehendaki kelornpok dalarn hal berpakaian. Pada remaja perernpuan, mereka menyadari bahwa penampilan berperan penting dalarn dukungan sosial. (Hurlock, 1980).

(22)

termasuk konsep-konsep pembelajaran observasi, imitasi, dan modeling

(dalam teachnet.edb.utexas.edu, 2007).

Bandura (dalam pts.com, 2006) mengatakan individu membentuk atau

(23)

Setiap remaja pasti ingin tampil cantik dan menarik, tetapi tetap sesuai

dengan karakter dan kepribadiannya. Oleh karena itu, peneliti mengambil

permasalahan ini sebagai bahan penelitian dengan judul "Hubungan Antara

Modeling dengan Perilaku Membeli Pakaian Pada Remajc:1 Putri".

1.2. ldentifikasi Masalah

Dari uraian di atas, peneliti memberikan beberapa identifikasi masalah yang

dapat muncul yaitu:

1. Apakah ada hubungan antara modeling dengan perilaku membeli pakaian

pada remaja putri?

2. Bagaimana pengaruh modeling dengan perilaku membeli pakaian pada

remaja putri?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilal<u membeli pakaian pada

remaja?

1.3. Pembatasan dan Perurnusan Masalah

1.3.1. Pembatasan Masalah

Agar pernbatasan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis rnencoba

memberikan batasan pengertian yang terdapat dalam penulisan skripsi ini

(24)

1. Modeling adalah belajar memberikan reaksi dengan jalan mengamati orang lain yang tengah mereaksi (Chaplin, 2001 ).

2. Perilaku membeli adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa (Simamora, 2004).

3. Remaja yang di maksud adalah remaja putri akhir berusia antara 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2003).

1.3.2. Perurnusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah yaitu "Apakah ada hubungan antara modeling dengan perilaku membeli pakaian pada remaja putri?".

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

modeling dengan perilaku membeli pakaian pada remaja putri.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan teori

(25)

Dan hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah perkembangan ilmu psikologi terutama dalam bidang psikologi ekonomi tentang perilaku konsumen.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar remaja putri dapat

mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk membeli pakaian yang hanya didasarkan faktor imitasi (meniru), modeling, atau trend.

1.5. Sistematika Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan pedoman penyusunan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UJN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN, meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB2

BA83

KAJIAN PUSTAKA, meliputi teori-teori yang berhubungan dengan penelitian, kerangka berpikir, dan hipotesa

(26)

BAB4

BABS

PRESENTASI DAN ANALISA DATA, meliputi gambaran umum subyek penelitian, presentasi data, uji persyaratan dan uji hipotesis.

(27)

KAJIAN PUST AKA

2.1. Perilaku Membeli

2.1.1. Pengertian Perilaku Membeli

Perilaku membeli adalah pemikiran-pemikiran bahwa suatu barang yang di iklankan merupakan sesuatu yang diperlukan dan diinginkan sehingga harus dibeli oleh konsumen.

(28)

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku membeli adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau

organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan.

Simamora (2004) mengatakan untuk mengukur perilaku membeli yang digunakan adalah analisis multiatribut, dimana atribut yan9 dianggap sah untuk suatu objek perilaku membeli. Atribut objek perilaku membeli

merupakan suatu kategori produk, yang memiliki dua pen9ertian. Pertama, atribut sebagai karakteristik yang membedakan suatu procluk dari yang lain. Yang meliputi dimensi-dimensi yang terkait dengan produk, seperti daya tahan (kualitas), keandalan, desain, gaya, dan reputasi. Kedua, faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian suatu produk, yang melekat pada produk dan rnenjadi bagian dari produk itu sendiri. Yang meliputi dimensi-dimensi produk, juga menyangkut apa saja yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk membeli, menonton, memperhatikan suatu produk, seperti harga, ketersediaan produk, merek, dan layanan setelah penjualan.

(29)

sehari-hari, jasa, dan barang tahan lama (rumah, mobil) yang mencerminkan orientasi ke masa depan. Proses pembelian terdiri dari tiga macam proses: 1. Proses Penawaran, proses menarik perhatian, memberitahu,

menimbulkan minat, menimbulkan keinginan untuk membeli atau menggunakan barang dan atau jasa. Kajiannya antara lain meliputi: (a) efektivitas penggunaan media (seperti: komposisi dari audience yang dicapai melalui TV, radio, harian, majalah dan media iklan lain; (b) efektivitas dari iklan dan komersial.

2. Proses pengambilan keputusan membeli yang meliputi proses membeli berdasarkan kebiasaan dan berdasarkan pertimbangan. Kajian yang dilakukan antara lain: (a) kajian dari pilihan-pilihan ケ。ョQセ@ diinginkan

(preference) konsumen (selera, gaya, ciri-ciri produk, dsb); (b) kajian dari kebiasaan dan pola membeli, dll.

3. Proses penetapan keperluan dan kebutuhan konsumen dengan melakukan penelitian-penelitian antara lain tentang: (a) motif-motif membeli dari sekelompok orang; (b) harapan-harapan Elkonomis dari orang; (c) perkiraan permintaan akan produk-produk dan jasa-jasa; (d) citra (images) dari produk-produk, dll.

2.1.2. Tipe-tipe perilaku membeli

(30)

merek. Keterlibatan tinggi ditandai oleh upaya mencari informasi yang intensif. Keterlibatan rendah cenderung kurang mencari informasi. a. Perilaku Membeli yang rum it (Complex Buying Behavior)

Perilaku membeli yang rumit membutuhkan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian dengan berusaha menyadari perbedaan-perbedaan yang jelas di antara merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu

membeli produk-produk yang mahal, tidak sering dibeli, berisiko dan dapat mencerminkan diri pembelinya.

b. Perilaku Membeli untuk Mengurangi Ketidakcocokan (Dissonance Reducing Buying Behavior)

Perilaku membeli untuk mengurangi ketidakcocokan miempunyai

keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk yang harganya mahal, tidak sering dibeli, berisiko, dan membeli secara relative cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. c. Perilaku Membeli Berdasarkan Kebiasaan (Habitual Buying Behavior)

Konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Konsumen memilih produk secara berulang bukan karena merek produk, tetapi karena sudah mengenal produk tersebut.

(31)

Perilaku membeli yang mencari keragaman memiliki keterlibatan rendah, namun masih terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen

berperilaku dengan tujuan mencari keragaman dan bukan kepuasan (dalam Simamora, 2004).

2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Membeli

Menurut Katona ( dalam Munandar, 2001) ada lima perangkat ubahan (variabel) yang menentukan dan mempengaruhi perilaku membeli, yaitu: a. Kondisi-kondisi yang memungkinkan (enabling conditions) yang

menetapkan batas-batas kemampuannya sebagai konsumen.

b. Keaclaan-keadaan yang mempercepat (precipitating circumstances) yang mempengaruhi perilaku ekonomi.

c. Kebiasaan memainkan peran yang penting.

d. Kewajiban-kewajiban perjanjian (contractual obligations) dari orang yang mempengaruhi perilaku ekonomi.

e. Keadaan psikologikal konsumen.

(32)
[image:32.595.26.437.153.536.2]

Tabel dibawah ini menggambarkan satu cara dalam menggolongkan peran-peran tersebut.

Tabel 2..1

Beberaipa peran dalam perilaku membeli

Peran Keterangan

Initiator lndividu yang menentukan bahwa beberapa kebutuhan dan keinginan tidak terpenuhi dan keinginan tidak terpenuhi dan memerintahkan untuk melakukan pembelian untuk menutupi situasi tersseibut.

Influencer Seseorang yang pernyataan dan tindakannya baik secara sengaja ataupun tidak mempengaruhi kf3putusan

pembelian, dan atau penggunaan barang dan jasa. Pembeli Seseorang yang benar-benar melakukan transaksi jual

beli.

Pengguna Sesorang yang paling terlibat secara langsung mengkonsumsi dan menggunakan dari pemeblian.

(33)

satu orang dengan perannya masing-masing. Sementara dalam situasi lain satu orang dapat memerankan beberapa peran pada satu waktu.

2.1.4. Jenis-Jenis Pembelian

Menurut Adi Nugroho (2002), secara garis besar keputusan pembelian untuk konsumsi cukup beragam. Namun, jenis-jenis konsumsi dapat digolongkan menjadi: pembelian penting, konsumsi rutin, konsumsi karena terpaksa dan konsumsi grup.

1. Pembelian Penting

Jenis konsumsi ini biasanya hanya terjadi sesekali saja dalam waktu yang cukup lama dan membutuhkan usaha dalam pengambilan keputusan karena kurangnya pengalaman sebagai dasar pembuatan keputusan. Pembelian jenis ini memerlukan high-involvement. Misalnya pembelian mobil, wisata keluar negeri, membeli saham. Jenis keputusan ini juga termasuk hal-hal lain diluar lingkup perilaku konsumen seperti: berapa banyak anak, keputusan menikah, dan lain-lain.

2. Konsumsi rutin

Pembelian yang dilakukan secara berulang yaitu jika seseorang pergi ke supermarket dan membeli produk pada umumnya dari yang telah

dibelinya pada kunjungan terakhir ke supermarket. Theory learning adalah sangat memperhatikan pola perilaku seperti ini yaitu perilaku yang

(34)

konsurnsi rutin. Secara urnurn, pernbelian rutin rnernerlukan sedikit pernikiran dan oleh sebab itu dikatakan low-involvement.

3. Konsurnsi karena terpaksa

Beberapa konsurnsi diputuskan secara bebas, sernentara yang lainnya dengan sedikit atau bahkan tanpa pilihan. Karena jenis konsurnsi ini

(involuntary consumption)mempunyai bentuk-bentuk s13cara individu dan sosial. Ketika kita harus rnernbeli bensin, ada banyak pilihan jenis, ternpat pernbelian bensin (porn bensin) tetapi pilihannya rnenjadi tidak penting atau sulit untuk dilaksanakan apabila pada saat itu kita harus rnernbelinya, karena petunjuk bensin dirnobil kita sudah terlihat harnpir habis.

4. Konsurnsi grup

Jenis konsurnsi yang lain adalah jenis konsurnsi ケ。ョQセ@ dilakukan secara individual dan secaraberkelornpok. Misalnya, banyak konsurnsi dari sebuah keluarga rnenggarnbarkan selera イョ。ウゥョセQMイョ。ウゥョァ@ anggota keluarga. Keputusan banyak industri kurang lebih sarna dengan hal tersebut dirnana beberapa orang yang rnenjadi kunci perusahaan rnenentukan keputusan pernbelian.

2.1.5. Kebutuhan clan Motivasi Perilaku Membeli

(35)

kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi, individu akan

memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi rasa puasnya.

Seseorang selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakannya,

dan usaha atau dorongan untuk memenuhi kebutuhan ini disebut motivasi. Motivasi adalah dorongan dari dalam individu yang menyebabkan dia bertindak (Schiffman dan Kanuk, 2000). Dorongan yang menyebabkan seseorang bertindak untuk memenuhi kebutuhan itulah yang disebu! motivasi.

Kebutuhan adalah esensi dari konsep pemasaran modern. Teori Maslow mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar yang bertingkat-tingkat. Orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan

terbawah terlebih dahulu sebelum merasakan !imbulnya kebutuhan yang lebih tinggi.

Kebutuhan memiliki dimensi keanekaan (multiplicity). Sehingga kebutuhan dan tujuan individu yang satu dengan yang lain berbeda. St:!Seorang tidak dapat secara gegabah menebak motif seseorang berdasar perilakunya.

(36)

adalah daya tarik untuk berperilaku. Apabila diterapkan pada perilaku beli konsumen, tergantung pada:

" Pengalaman pribadi konsumen

" Persepsi konsumen akan citra dirinya sendiri (self imarJe)

" Kapasitas fisik

" Norma-norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku • Aksesibilitas tujuan di lingkungan fisik maupun sosial

(Prasetijo & lhalauw, 2005).

2.2.

Modeling

2 . .2.1. Pengertian

Modeling

Modeling adalah belajar memberikan reaksi dengan jalan rnengamati orang lain yang tengah mereaksi (Chaplin, 2001 ).

Dalam teori belajar sosial (Bandura, 1969) gejala yang biasa digolongkan di bawah label imitasi dan identifikasi semua dirancang seba!;fai modeling.

(37)

oleh orang lain, dan perilaku mereka tidak diketahui dan diikuti oleh tindakan yang lain (dalam Bandura,

1971).

Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2005), kebanyakan belajar terjadi tanpa

reinforcement (penguatan) yang nyata. Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap dapat terjadi tanpa ikut melakukan hal yang clipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforcement (penguatan) dari tingkahlakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang clapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti clengan hubungan atau penguatan.

(38)

Teori Rotter menggunakan empat konsep atau variabel untuk meramalkan perilaku individu. Pertama, adanya potensi perilaku (behavioral potential I

BP). Yang mengacu pada potensi terhadap perilaku manapun yang

ditimbulkan dalam suatu penguatan spesifik atau kumpulan dari penguatan. Variabel yang kedua adalah pengharapan (expectancy IE). Kemungkinan yang berpegang kepada individu pada penguatan tertentu akan terjadi sebagai fungsi suatu perilaku spesifik dalam menghilangkan suatu situasi spesifik. Konsep yang ketiga adalah nilai penguatan (reinforcement value I

RV). Yang digambarkan sebagai derajat tingkat pilihan penguatan manapun untuk berbagai kemungkinan yang dapat terjadi semua sama.

Terakhir, adanya situasi psikologis, adalah suatu unsur penting yang bersifat prediksi. Hal tersebut diperlukan untuk memahami keterkaitan psikologis dari situasi yang ditentukan dalam mempengaruhi nilai-nilai penguatan keduanya dan pengharapan yang tepat untuk meramalkan perilaku dalam situasi tersebut.

(39)

Dalam teachnet.com, Ormond's (Human Learning, 1999) berpendapat teori belajar sosial lebih fokus pada belajar dapat terjadi tanpa adanya konteks sosial. Dengan mempertimbangkan bahwa orang belajar dari orang lain, termasuk konsep belajar observasi, imitasi, dan modeling. Prinsip umum dari teori belajar sosial adalah:

1. Belajar melalui observasi terhadap tingkah laku orang lain dan menghasilkan tingkah laku yang dapat dilihat.

2. Belajar dapat terjadi tanpa ada perubahan dalam tingkah laku. 3. Adanya unsur kognitif yang merupakan peranan dalam belajar.

4. Teori belajar sosial sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan teori belajar kognitif.

2.2 .

.2. Jenis-jenis Modeling

Modeling merupakan inti dari belajar observasi. Peniruan atau meniru

ウ・ウオョァセjオィョケ。@ tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling

bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakiukan oleh model (orang lain), tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkahlaku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif. Jenis-jenis Modeling yaitu:

a. Modeling Tingkahlaku Baru

(40)

tingkahlaku model ditransformasi menjadi gambaran mental, dan ditransformasi menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Ketrampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau ュ・ョセュ。「オョァォ。ョ@ apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkahlaku baru. b. Modeling Mengubah Tingkahlaku Lama

Disamping dampak mempelajari tingkahlaku baru, modeling mempunyai dua macam dampak terhadap tingkahlaku lama. Pertama, tingkahlaku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkahlaku model yang tidak diterima secara sosial, dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkahlaku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah

tingkahlaku model itu diganjar atau dihukum. Kalau エゥョセQォ。ィャ。ォオ@ yang tidak dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkahlaku itu, sebaliknya kalau tingkahlaku yang tidak dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah.

c. Modeling Simbolik

Sebagian besar modeling tingkahlaku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkahlaku yang tidak terhitung yang dapat mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkahlaku.

(41)

Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi

kondisioning klasik vikarius (vicarious classical conditioning). Modeling semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkahlaku emosional yang mendapat penguatan. Muncul respon emosional yang sama didalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan ke obyek yang ada didekatnya (kondisioning klasik) saat mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran emosional model yang diamati.

2.2.3. Proses Belajar Modeling

Pembelajaran merupakan bagian dari aktivitas proses informasi tentang struktur tingkah laku dan tentang lingkungan yang berubah menjadi gambaran yang simbolis sebagai pembimbing dalam bertindak. Dalam analisis sosial kognitif dari belajar observasi (Bandura, 1977), modeling

sangat berpengaruh dalam menjalankan fungsi informasi. Pikiran dan tindakan seorang model merupakan salah satu cara yang E:lfektif untuk menyampaikan informasi tentang peraturan dalam membentuk tingkah laku yang baru (Bandura, 1986).

(42)

dengan assosiasi yang teratur berhubungan dengan tipe dari perilaku yang akan terus diamati dan dipelajari seluruhnya.

b. Retention Process (lngatan)

Komponen yang kedua beriungsi dalam belajar observasi sebenarnya mengabaikan teori imitasi adalah sebagian dari retensi (ingatan). Saat seseorang mengamati model perilaku tanpa melakukan respon, individu dapat memperoleh respon yang terjadi saat gambaran terbentuk. Dalam rangka menghasilkan perilaku tanpa kehadiran yang berlanjut dari isyarat eksternal modeling, individu harus mempertahankan observasi yang asli masuk dalam bentuk simbolis. Belajar observasi melibatkan dua sistem gambaran, bayangan dan kata-kata. Stimuli modeling menghasilkan kondisi sensori yang menggambarkan rangkaian perilaku model. Peristiwa stimulus saling berhubungan, seperti saat suatu nama dihubungkan

(43)

dan simbol kata-kata yang mudah digunakan dan dibaca, kode memori ini bertindak sebagai pemandu untuk menghasilkan tanggapan yang sesuai.

c. Reproduction Motoric Process (Menghasilkan Tingkah laku Motorik)

Komponen yang ketiga dari proses modeling adalah mempunyai kaitan dengan proses menghasilkan tingkah laku motorik. Yang melibatkan kegunaan dari bentuk simbolis sebagai bagian dari model untuk

memandu penampilan yang berlebihan. Proses mendapatkan gambaran secara umum sama dengan merespon pelaksanaan clibawah kondisi dimana orang mengikuti pola yang sudah ditentukan, atau secara

langsung diarahkan melalui suatu rangkaian instruksi untuk menetapkan rangkaian gagasan. Satu-satunya perbedaan aclalah penampilan secara langsung dapat memandu sebagai isyarat eksternal, dimana modeling

tertunda, menghasilkan tingkah laku belajar dapat diamati oleh rekannya dari stimuli yang tidak ada. Gaya perilaku yang ォッューャエセォウ@ dihasilkan oleh kombinasi dari komponen sebelumnya yang dipelajari dalam diri mereka. Dimana unsur-unsur yang dipilih adalah model yang pertama, kemudian langkah selanjutnya merupakan gabungan yang terus meningkat dan berkembang menjadi imitatif.

d. Reinforcement and Motivation Process (Penguatan dan Motivasi)

Komponen yang terakhir berfungsi sebagai motivasi atau proses penguatan. Seseorang dapat memperoleh dan mempertahankan

(44)

dilakukan dalam penampilan yang berlebihan jika sanksi negatif atau situasi insentif yang diperoleh kurang baik. Dalam keadaan seperti itu, pengenalan positif yang insentif dengan segera belajar observasi diubah menjadi suatu tindakan (Bandura, 1965). Variabel penguat tidak hanya mengatur ekspresi yang berlebihan dari suatu perilaku, tetapi juga dapat mempengaruhi belajar observasi dengan menggunakan kontrol selektif yang berlebihan dari model agar orang lebih memperhatikan. Lebih lanjut, ingatan selektif dipermudah dengan mengaktifkan kode dan latihan dari

perilaku model yang mempunyai nilai fungsional.

2.3. Remaja

2.3.1. Pengertian Remaja

Santrock (2003) mengartikan remaja (adolescence) sebagai masa

perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun.

Perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional yang エ\セイェ。、ゥ@ berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada

(45)

Menurut Singgih (2003) masa remaja merupakan masa peralihan dari dunia anak ke dunia dewasa, yang dimulai dengan terjadinya kematangan dari kelenjar-kelenjar kelamin, yakni

menarche

(haid yang pertama) pada wanita dan keluarnya air mani pertama kali pada laki-laki.

Sedangkan Menurut Hurlock (1980) istilah

adolescence

atau remaja berasal dari kata latin

adolescere

(kata bendanya,

adolescentia

yang berarti remaja) yang berarti "tumbuh" atau "tumbuh menjadi dewasa". lstilah

adolescence,

mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1980) dengan mengatakan: "Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang ャ・「ゥセQ@ tua melainkan berada dalam tingkatan yang samai".

2.3.2. Kebutuhan-kebutuhan Remaja

(46)

a. Kebutuhan pengembangan keterampilan untuk bekerja

Remaja perlu membekali diri dengan berbagai keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya agar berhasil meraih pekerjaan yang dapat mendatangkan penghasilan.

b. Kebutuhan untuk berkembang dan memelihara kesehatan dan kesegaran fisik

Remaja membutuhkan pengarahan tentang pemeliharaan kesehatan yang baik dan membutuhkan pengetahuan tentang latihan-latihan fisik dan pemenuhan akan gizi. Tujuannya, agar mereka teitap prima dalam proses perkembangannya.

c. Kebutuhan untuk mengerti tentang hak-hak dan kewajiban dalam masyarakat demokratis

Remaja harus mengerti dan menerima apa saja yang diperbolehkan baginya dan yang diharuskan atasnya sebagai anggota masyarakat, seperti pemanfaatan pemeliharaan jalan sebagai sarana publik. Di satu sisi, dia berhak menggunakan jalan itu, tetapi di sisi lain, dia juga

berkewajiban untuk memelihara dari kerusakan. Dengan demikian, dia bisa menyenangkan diri sendiri dan juga orang lain.

d. Kebutuhan untuk mengerti pentingnya keluarga bagi individu dan masyarakat

(47)

positif yang diperoleh remaja dalam keluarganya diharapkan memberi nuansa positif pula bagi masyarakat, begitu juga sebaliknya.

e. Kebutuhan untuk mengerti cara mendapatkan, memanfaatkan, dan memelihara barang dengan baik

Remaja harus mengetahui asal usul, pemanfaatan dan cara pemeliharaan suatu barang sebelum membelinya, sehingga mereka mendapatkan berbagai keuntungan itu, mendapatkan kepuasan batin, bersikap hemat dan berpola hidup sederhana.

f. Kebutuhan untuk mengerti peranan ilmu pengetahuan bagi hidup manusia Remaja harus mengetahui peranan ilmu-ilmu pengetahuan yang

dipelajarinya di lembaga pendidikan untuk kehidupannya sehari-hari. Hal ini mengingat, tidak sedikit ilmu pengetahuan yang dipelajari remaja tidak bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, atau kontradiktif dengan realita keyakinan yang berkembang di tengah masyamkatnya. Dengan semakin bertambah dan mendalamnya pengetahuan remaja tentang peran ilmu pengetahuan bagi kehidupan, mereka tidak akan mudah terombang-ambing oleh perilaku masyarakat yang terkadang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

(48)

menghargai nilai seni. Semua itu memberikan berbagai manfaat bagi remaja, antara lain memunculkan krea!ivitas dalam pekerjaan atau yang membuatnya merasa puas dan santai, memberinya kesempatan untuk memanfaatkan dan melatih emosi dan sikap serta pikirnya secara positif, terutama di waktu senggang.

h. Kebutuhan untuk memanfaatkan waktu senggang dengan baik

Mengisi waktu senggang dengan berbagai kegiatan yang positif sangatlah diharapkan pada remaja, terlebih lagi apabila kegiatan itu ditempuhnya dengan bekal keterampilan, ketekunan dan sikap yang bertanggung jawab. Terpenuhinya kebutuhan ini akan mendatangkan banyak manfaat, baik bagi remaja maupun orang lain, antara lain menghindarkan remaja dari perilaku yang negatif di waktu senggang, seperti melamun atau

pergaulan bebas, dan membentuk kemandirian remaja yang berguna bagi masa dewasa dan masa tuanya.

i. Kebutuhan untuk mengembangkan rasa hormat terhadap orang lain

Remaja membutuhkan pengetahuan tentang tata care menghormati orang lain, baik dalam sikap, perkataan maupun perbuatan. Sebab,

kemampuannya menghormati orang lain sangat menentukan kesuksesannya dalam suatu kegiatan sosial penerimaan orang lain

terhadapnya, bahkan akan menciptakan saling percaya dan saling

(49)

Untuk menumbuhkan kemampuan melihat berbagai masalah itu secara jernih dan mampu menentukan keputusan yang tepat atas dasar

pertimbangan aka! sehat dan cerdas, dibutuhkan kemampuan berpikir yang rasional, meskipun aspek emosi tidak dapat diabaikan.

Di samping kebutuhan yang bersifat umum, ada juga kebutuhan yang khas. Disepakati para ahli bahwa kebutuhan khas remaja berkaitan erat dengan perilakunya yang khas juga, baik yang bersifat psikologis maupun sosiologis. Garrison merinci 7 kebutuhan khas remaja, tetapi pemba9iannya tidak

berlaku bagi seluruh remaja, karena kebutuhan khususnya terdiri dari

berbagai tingkat intensitas. lntensitas masing-masing kebutuhan dibatasi oleh berbagai faktor, antara lain faktor individual, faktor sosial, kultural dan faktor religius, termasuk nilai. Tujuh kebutuhan versi Garrison adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan kasih sayang. Kebutuhan ini menjadi penting saat mereka hendak berkeluarga.

2. Kebutuhan keikutsertaan dan diterima oleh kelompok merupakan hal yang sangat penting. Sejak remaja melepaskan diri dari keterikatan keluarga

dan berusaha menetapkan hubungan-hubungan lawan jenis.

(50)

4. Kebutuhan untuk berprestasi menjadi sangat penting dan pasti sejalan dengan pertumbuhan individualnya yang mengarah pada kematangan atau kedewasaan.

5. Kebutuhan pada pengakuan dari orang lain sangat peinting sejak mereka bergantung pada hubungan dan penerimaan teman sebaya.

6. Kebutuhan dihargai dirasakannya berdasarkan pandangan atau

ukurannya sendiri yang dianggapnya pantas bagi dirinya secara realistis, dan menjadi semakin penting sejalan dengan pertambahan kematangan. 7. Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh, ten.1tama tampak

dengan bertambahnya kematangan dan kedewasaan. Falsafah hidup ini sangat dibutuhkan remaja untuk dijadikannya petunjuk atau dasar dalam menentukan berbagai keputusan.

2.3.3. Pakaian bagi Remaja

Pakaian sangat penting bagi remaja dalam menemukan dan

mengekspresikan identitas diri. Sebagai remaja dalam mencari gambaran diri yang dapat membuat remaja merasa nyaman, remaja senang bereksperimen dengan penampilan (littrell, Damhorst, dan Littrel, 1990). Pakaian dan

penampilan mengekspresikan diri sendiri sebagai usaha untuk mengontrol kesan terhadap orang lain. Pakaian sebagai media visual dalam

(51)

Penampilan sangat berperan penting dalam interaksi sosial, memberikan identifikasi. Jika seseorang berpakaian seperti penjahat maka ia akan berlaku seperti penjahat. Pakaian membantu remaja dalam menemukan identitas sosial dari orang lain dan mengikuti tingkah laku serta meirespon sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai seorang manusia dalam masyarakat dengan perkembangan sosial diri, gaun dan perhiasan sangat era! hubungannya dengan interaksi dengan orang lain (Rice, "1999).

Pakaian mempunyai arti bagi remaja untuk mengekspresikan konflik-konflik tergantung-mandiri atau konflik-konflik kecocokan-kepribadian. Pakaian dapat menjadi media sebagai pemberontakan bagi remaja. Remaja yang

bermusuhan dan memberontak terhadap orangtua mengekspresikan

ketidaksukaan dengan memakai pakaian atau gaya rambut yang tidak disukai oleh orangtua. Semakin sering pertengkaran yang dibuat orangtua, semakin tekun remaja dalam mempertahankan gaya mereka. Walaupun begitu, motif yang paling dominan dalam menseleksi gaya adalah keinginan untuk diakui oleh orang lain sebagai yang paling hebat atau keringinan untuk dipercayai dan lebih disukai (Koester dan May, 1985; dalam Rice, 1999).

(52)

digunakan untuk mempertinggi konsep diri, untuk membuat remaja merasa baik tentang diri sendiri, dan untuk membuat kesan baik terhadap orang lain (Sweeney dan Zionts, 1989; dalam Rice, 1999).

2.4. Kerangka Berpikir

Perilaku membeli diartikan sebagai proses yang dilalui ohsh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca

konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhannya. Yang berpusat pada konsumen sebagai individu dalam membuat keputusan beli dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia, yaitu waktu, uang dan upaya, untuk ditukar 、・ョセゥ。ョ@ barang untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, semua faktor, baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan beli,

mengkonsumsi dan membuangnya.

Perilaku membeli dapat dipelajari karena sangat dipengaruhi oleh

pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar pembeli akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli.

(53)

pengaruh internal maupun eksternal. Dari pengalaman sebelumnya individu telah belajar mengatasi dorongan ini dan dimotivasi ke arah produk yang diketahuinya akan memuaskan dorongan tersebut.

Pembelajaran adalah aktivitas manusia yang dilakukan sepanjang hidupnya, bahkan pada waktu manusia masih dalam kandungan. P•srilaku manusia, termasuk juga perilaku membeli, merupakan has ii dari proses pembelajaran.

Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2005), kebanyakan belajar terjadi tanpa

(54)

Dibawah ini gambaran alur hubungan sikap

modeling

dengan perilaku

membeli.

Pengaruh internal:

1. Kebutuhan dan motivasi 2. Kepribadian 3. Psikografik 4. Persepsi 5. Pembelajaran 6. Sikap

Puas/ Tidak puas

Konsumen:

Kebutuhan

¢=J

0 Pilihan

atribut produk

Sikap

Persepsi

Gaya hidup

セ@

Mencari dan mengevaluasi

i

Menentukan alternatif-alternatif

セ@

Menentukan pilihan dan memutuskan membeli

i

I

Membeli

I

I

"'

Perilaku pasca beli

Pengaruh eksternal:

1. Keluarga 2. Kefas sosial

3. Budaya dan Sub Budaya

4. Kelompol< a cu an

5. Komunikasi pemasaran

(55)

2.5. Hipotesis

Hi : Ada hubungan yang signifikan antara sikap modeling dengan perilaku membeli pada remaja putri.

(56)

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan clan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan penelitian yang menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan memberikan penafsiran terhadap hasilnya.

Kuantitatif menurut Suharsimi Arikunto (2006) adalah pendekatan penelitian yang didalamnya memiliki kejelasan unsur dari tujuan, pendekatan, subjek, sumber data yang mantap dan terperinci, serta langkah pimelitian yang sudah direncanakan dengan matang, desain yang jelas terhadap langkah-langkah penelitian, pengumpulan data, dan analisa data.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

(57)

3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel

3.1.2.1. Definisi Vanabel

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (1973) menyebut variabel sebagai konstruk atau sifat (properties) yang diteliti (dalam Sevilla dkk, 1993).

Variabel dibagi alas dua jenis yaitu independent variable (variabel bebas) dan

dependent variable (variabel terikat). Variabel bebas adalah antecedent atau yang dipandang sebagai sebab kemunculan, sedangkan variabel terikat adalah l'onsekuensi atau yang dipandang sebagai akibatnya.

Variabel dalam penelitian ini adalah:

Variabel bebas (independent variable) adalah Modeling.

Variabel terikat (dependent variable) adalah Perilaku Membeli.

3.1.2.2. Operasional Variabel

Definisi operasional modeling adalah nilai skor yang diperoleh responden dalam mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, yang mencakup potensi perilaku, pengharapan, nilai penguatan, dan situasi psikologis.

(58)

mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa. Yang

mencakup trend (kecenderungan), harga, kualitas, gaya l1idup, dan merek.

3.2. Pengambilan Sampel

3.2.1. Populasi clan Sampel

Kerlinger (1973) mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan anggota,

kejadian, atau objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik (dalam Sevilla

dkk, 1993). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri berusia antara

18 - 22 !ahun.

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu

yang memiliki karakteristik tertentu. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 50

orang responden. Jumlah responden sebanyak 50 orang dianggap cukup

mewakili. Menurut Guilford & Frucher (1978) bahwa untuk mendekati bentuk

normal distribusi frekuensi maka jumlah sampel tidak boleh kurang dari 30

orang. Untuk setiap perhitungan statistik, jumlah sampel tersebut cukup

mewakili populasi (dalam Arikunto, 2006).

3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam pengambilan sampel, peneliti menggunakan teknik non-probability

(59)

peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Beberapa bagian tertentu dalam kelompok secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili sub kelompok (Gay, 1976). Teknik yang digunakan adalah

purposive sampling (sampel bertujuan), yaitu subjek dipilih berdasarkan kriteria tertentu (dalam Sevilla dkk, 1993).

Kriteria atau karakteristik subjek pada penelitian ini adalah khusus remaja putri yang berusia antara 18 sampai 22 tahun yang diambil sebanyak 50 orang untuk dijadikan sampel penelitian.

3.3. Pengumpulan Data

3.3.1. Metode dan instrumen Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan angket (kuesioner) dengan instrumen skala sikap. Skala sikap yang dipakai adalah skala model Liker! (Sevilla dkk, 1993).

(60)

Tabel 3.1

Blue Print Modeling

No Aspek lndikator Fav Unfav Jmlh

1 Potensi Mengikuti orang 7, 9, 11, 15, 7

perilaku lain 24 25, 33

Diikuti orana lain 10 19,21 3 2 Pengharapan Tingkah laku yang 2, 14, 4,6 6

berubah 20,23

3 Nilai Ganjaran 26, 28, 31, 34 6

penguatan 29, 32

Hukuman 12,27 2

4 Situasi Emosi 22 1

psikologis Mempengaruhi 13, 17 1, 16, 5 30

Dioenaaruhi 3, 5, 8 18 4

[image:60.595.29.442.129.688.2]

Jumlah

19

15

34

Tabel 3.2

Blue Print Perilaku Membeli

No Aspek lndikator Fav Unfav Jml

h 1 Trend Senang mengikuti 10 11, 35 3

(kecenderungan) fashion

Ketinggalan 7 2 2

informasi

Tidak peduli (acuh) 9 28 2

2 Harga Mahal 5,30 20, 32 4

Standar 23, 33 34 3

Mu rah 18 4, 31 3

3 Kualitas Terbaik 1, 25 6,26 4

Biasa saja 24 12 2

4 Gaya Hidup Minat 16 13,22 3

Pola Aktivitas 8,15,19 3

Nilai-nilai (normal 3 1

5 Merek Terkenal 14, 17, 21 4

36

Tidak terkenal 29 27 2

(61)

Pada rnasing-masing skala terdapat pernyataan yang mendukung (favorable)

dan pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable). Pengukuran tersebut didasarkan pada skala Liker! dengan empat alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), sangat tidak setuju (STS), tidak ウゥセエオェオ@ (TS). Untuk penghitungan skor dari setiap jawaban dapat dilihat pada tabel berikut.

Pemyataan

Favorable Unfavorable

Tabel 3.3 Nilai Skor Jawaban

SS

s

4

3

1

2

3.3.2. Teknik Uji lnstrumen

TS

2

3

Menurut Saifuddin Azwar (2003) validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu ala! ukur dalam melakukan fungsinya. Suatu alat ukur atau instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya,atau

memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan tujuan pengukuran.

[image:61.595.32.427.185.478.2]
(62)

tinggi, maka item tersebut dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. adapun rumus korelasinya adalah:

rxy

=

Nl:XY-U:XJ(l:Y)

v(N2:X

2

-(LX)

2

(N2:Y

2

-(LY)

2

rxy

=

Angka indeks korelasi product moment

N

=

Jumlah sampel

l._XY

=

Jumlah asli perkalian antara X dan Y

l_X

=

Jumlah seluruh skor

l:Y

=

Jumlah seluruh skor Y

Menurut Saifuddin Azwar (2003) reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Tes dikatakan sebagai reliabilitas tinggi apabila skor tampak tes itu berkorelasi tinggi dengan skor murninya sendiri. Dalam penelitian ini menggunakan ukuran reliabilitas dengan Alpha Cronbach

sebagai berikut.

a

=

2{ 1 -

S12

+

S

2 }

S><2

812 dan S 2 = Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

(63)

3.4. Teknik Analisa Data

Untuk menganalisa data yang diperoleh dan mengetahui ada tidaknya

korelasi antara dua variable penelitian menggunakan teknik statistik Korelasi

Product-Moment Pearson dengan rumus:

rxy::::

NIXY-(l:X)(l:Y)

v'(Nl:X

2

-(l:X)

2

(NLY

2

-(l:Y)

2

rxy

=

Angka indeks korelasi product moment

N

=

Jumlah sampel

IXY = Jumlah asli perkalian antara X dan Y IX

=

Jumlah seluruh skor

IY

=

Jumlah seluruh skor Y

3.5. Prosedur Penelitian

1. T ahap Persiapan

a. Dimulai dengan perumusan masalah. b. Menentukan variabel yang akan diteliti

(64)

d. Menentukan, menyusun, menyiapkan ala! ukur yang akan digunakan

dalam penelitian

2. Tahap Pengambilan Data

a. Menentukan sampel penelitian

b. Memberikan penjelasan mengenai tujuan peneilitian dan meminta

kesediaan subjek untuk mengisi skala penelitian

c. Melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur yang telah

dipersiapkan kepada subjek penelitian

3. Tahap Pengolahan Data

a. Melakukan edit terhadap data yang masuk dan melakukan scoring

setiap hasil skala yang telah diisi oleh subjek penelitian

b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian

dibuat tabel data

c. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik untuk

menguji hipotesis penelitian dan korelasi antar variabel penelitian

4. Tahap Pembahasan

a. Menginterpretasikan dan membahas hasil statistik berdasarkan teori

b. Merumuskan kesimpulan hasil penelitian dengan menghitung data

(65)

PRESENTASI DAN ANALISA DAT A

[image:65.595.44.432.135.487.2]

4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian

Gambaran umum responden penelitian akan diuraikan secara deskriptif dan dalam bentuk tabel berdasarkan usia.

Tabel 4.1

Gambaran umum responclen

Usia Responden Jumlah Persentase (%)

18 tahun 9 18%

19 tahun

7

14 %

20tahun 11 22 %

21 tahun 23 46%

Total 50 100%

(66)

4.2. Presentasi Data

4.2.1. Gambaran Modeling

Skala modeling terdiri dari 34 item dengan alternatif jawaban yang diberi skor 1 sampai 4. Dengan skor terendah (minimum) adalah 34 (dari 34 x 1) dan skor tertinggi adalah 136 ( dari 34 x 4 ). Sehingga luas jarak sebarannya adalah 136 - 34

=

102. Setiap satuan deviasi standarnya bernilai

a

= 102 16

=

17, dan mean teoretisnya adalah µ

=

34 x 3

=

102.

Peneliti menggolongkan subjek ke dalam 3 kategori diagnosis tingkat

modeling yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Norma kategorisasi yang digunakan adalah:

<

(µ - 1.0 a) s;

x

x

< (µ + 1.0 a)

s

X

Keterangan: X µ

a

x

< (85) (119) $

x

< (85)

(119) $

x

: Skor Responden : Mean Teoretis : Standar Deviasi

(µ - 1.0 a)

(µ + 1.0 a)

(67)
[image:67.595.30.442.127.490.2]

Tabel 4.2

Kategori Modeling

Skar Frekuensi Kategori Persentase

< 85 0 Rendah 0%

85-119 50 Sedang 100%

> 119 0 Tinggi 0%

Berdasarkan label diatas didapatkan bahwa 100% atau semua responden merasa bahwa modeling yang mereka lakukan termasuk normal atau berada di l<ategori sedang. lni berarti modeling yang dilakukan oleh remaja putri sudah biasa dilakukan oleh para remaja.

4.2.2. Gambaran Perilaku Membeli

Skala perilaku membeli terdiri dari 36 item dengan alternatif jawaban yang

diberi skor 1 sampai 4. Dengan skor terendah (minimum) adalah 36 (dari 36 x 1) dan skor tertinggi adalah 144 (dari 36 x 4). Sehingga luas jarak

sebarannya adalah 144 - 36

=

108. Setiap satuan deviasi standarnya bernilai

a= 108 / 6

=

18, dan mean teoretisnya adalah

µ

=

36 x 3

=

108.

Peneliti menggolongkan subjek ke dalam 3 kategori diagnosis tingkat sikap

modeling yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Norma kategorisasi yang

(68)

x

< (µ - 1.0 cr) (µ-1.0 cr) $

x

< (µ + 1.0 cr) (µ + 1.0 cr) :5

x

x

< (90) (126) $

x

< (90) (126) :5

x

Keterangan: X : Skar Responden

µ : Mean Teoretis cr : Standar Deviasi

[image:68.595.36.426.86.505.2]

Dengan µ

=

108 dan cr = 18 akan diperoleh kategori sebagai berikut: Tabel 4.3

Kategori Perilaku Membeli

Skar Frekuensi Kategori Persentase

< 90 33 Rendah 66%

90-126 17 Sedang 34%

> 126 0 Tinggi 0%

(69)

4.3.

Uji

Persyaratan

Uji persyaratan merupakan syarat untuk melakukan analisis lebih lanjut dalam mengolah data. Uji persyaratan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis.

4.3.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal atau tidak. Distribusi data dikatakan normal jika probabilitas atau p > 0.05 pada uji normalitas dengan Kolgomorov Smirnov (dalam Triton, 2006).

Tabel 4.4

Uji Normalitas Modeling chm Perilaku Membeli

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

VAR00001 VAR00002

N 50 50

Normal Parameters•,b Mean 88.5800 93.1400

Std. Deviation 3.80703 3.09713

Most Extreme Absolute .116 .138

Differences Positive .116 .138

Negative -.109 -.096

Kolmogorov-Smirnov Z .821 .976

Asymp. Sig. (2-tailed) .511 .297

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

[image:69.595.33.426.167.606.2]
(70)
[image:70.595.52.429.172.492.2]

Dengan demikian taraf signifikansi kedua variabel terseb1..1t lebih besar dari 0.05, maka penyebaran datanya berdistribusi normal dan dapat dianalisa dengan menggunakan teknik analisa statistik parametrik. Berikut ini adalah gambar diagram scatterplot keluaran SPSS 11.5.

Gambar 1

Scatterplot

Modeling
(71)
[image:71.595.32.435.144.511.2]

Gambar2

Scatterplot Perilaku Membeli

Normal P-P Plot of VAR00002

1,00

0 0 0 0

.75

0 0

.50 0

.Q

e

a. 0

E

"

.25

(.) 0

u

"'

0

0

i'i. 0

ill 0.00 0 0

0.00 .25 .50 .75 1.00

Obseived Cum Prob

Dari gambar di atas terlihat bahwa sebaran data dari Perilaku Membeli berada disekitar garis uji yang mengarah ke kanan alas. Dengan demikian data tersebut dapat dikatakan normal.

4.3.2. Uji Homogenitas

(72)
[image:72.595.30.439.149.593.2]

homogenitas yang dilakukan melalui program SPSS versi 11.5 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.5

Uji homogenitas Modeling

Test of Homogeneity of Variances

VAR00001 Levene

Statistic df1 df2 Siq.

1.792• 11 36

a. Groups with only one case are ignored in computing the test of homogeneity of variance for VAR00001.

.092

Hasil uji homogenitas data pada skala modeling diperolet1 angka probabilitas sebesar 0.92 dengan menggunakan taraf signifikansi 5%, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0.92 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima yang berarti varians data bersifat homogen.

Tabel 4.6

Uji homogenitas Perilaku Membeli

Test of Homogeneity of Variances

VAR00002 Levene

Statistic df1 df2 Sia.

1.263° 10 34

a. Groups with only one case are ignored in computing the test of homogeneity of variance for VAR00002.

.289

(73)

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan uji statistik product moment pearson terhadap modeling dengan perilaku membeli diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.106 jika

(74)

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan pada remaja putri mengenai Modeling dengan Perilaku Membeli, maka diperoleh hasil berdasarkan penghitungan uji statistik dengan SPSS versi 11.5 yaitu bahwa Ho diterima dan Hi:t ditolak, dengan kata lain bahwa tidak ada hul)ungan yang signifikan antara Modeling dengan Perilaku Membeli.

5.2. Diskusi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada ィオ「オョセQ。ョ@ yang signifikan antara Modeling dengan Perilaku Membeli. Hal ini berdasarkan penghitungan

(75)

Hal ini berarti tindakan

modeling

yang dilakukan oleh remaja putri tidak berhubungan dengan perilaku membeli pakaian yang mereka lakukan. Hasil ini tidak membuktikan hipotesis yang diajukan. Sebagaimana yang

dikemukakan sebelumnya, Bandura (dalam pis.com, 2006) mengatakan individu membentuk atau mengubah sikap dan tabiatnya karena adanya faktor-faktor penguat yang mempengaruhi perilakunya. Proses belajar

menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilaku manusia adalah hasil dari proses be I ajar.

Bahwa perilaku yang lain dapat bertindak sebagai isyarat dalam

memudahkan penampilan dari tanggapan pada tempat yang sama. Mereka mengikuti mode yang dilakukan oleh orang lain, orang belajar tanpa harus menerima ganjaran ataupun hukuman. Bila seseorang melihat atau

mengetahui bahwa orang lain mengalami kepuasan dalam menggunakan suatu produk, karena seolah-olah ia mengalaminya sendiri. la juga meyakini bahwa kalau ia menggunakan produk yang sama, maka ia juga akan

mengalami kepuasan. Orang cenderung melakukan sesuatu seperti orang lain yang sudah melakukan tindakan yang sama dan mendapatkan

(76)

Pembelajaran adalah aktivitas manusia yang dilakukan sepanjang hidupnya, bahkan pada waktu manusia masih dalam kandungan. Perilaku manusia, termasuk juga perilaku konsumsi, merupakan hasil dari proses pembelajaran.

Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapati bahwa saat remaja putri mengisi angket (kuesioner) ada kemungkinan banyak remaja putri yang merasa tidak nyaman dan bosan dengan situasi saat itu seperti waktu, jumlah item, dan suasana hati.

Dari kasus tersebut, terlihat bahwa peneliti harus bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi responden saat itu dan mencari celah dimana peneliti dapat membuat responden mengisi angket dalam keadaan yang

menyenangkan. sehingga didapatkan hasil penelitian yang sesuai dan diinginkan oleh peneliti.

(77)

5.3. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

Untuk remaja:

" Jangan berlebihan dan memaksakan diri dalam membeli pakaian, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi ekonomi masing-masing.

" Tidak harus mengubah diri sendiri menjadi seperti orang lain. Boleh saja meniru tingkah laku dan penampilan tokoh idola, jika memang baik dan sesuai dengan karakter diri sendiri.

" Lebih baik menjadi diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita.

Untuk Orang tua:

.. Agar lebih memperhatikan apa yang dilakukan oleh putrinya dan dapat memberi masukan yang bermanfaat.

., Terus memonitor perilaku membeli pakaian pada remaja putrinya agar tidak mengarah pada pemborosan dan menjadi korban mode.

Untuk peneliti selanjutnya:

Gambar

TABEL 3.1. Blue Print Modeling...............................................................
Gambar 1. Scatterplot Modeling . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tabel 2..1
Tabel 3.2 Blue Print Perilaku Membeli
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sugesti merupakan pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain yang umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan terhadap e-ritel dengan intensi membeli pada

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara citra toko (store image) dengan niat membeli pakaian distro pada remaja di kota Yogyakarta.. Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui apakah ada hubungan antara citra toko (store image) pernak-pernik dan aksesoris tersebut dengan munculnya perilaku

Pada penelitian ini kemampuan individu yang menjadi aspek harga diri mempunyai hubungan yang negatif dengan perilaku membeli kompulsif ( compulsive buying ) yaitu -0.03,

penelitian ini diterima, yang artinya konformitas yang didasarkan pada pengaruh normatif berkorelasi sekaligus menjadi prediktor yang sangat signifikan dengan

membeli produk-produk yang sesuai dengan trend yang sedang berkembang, dimana remaja putri akan lebih mudah untuk mengeluarkan uang dalam mem- beli produk-produk fashion

gambaran dirinya positif tentunya akan membeli produk-produk yang sesuai dengan trend yang sedang berkembang, dimana remaja putri akan lebih mudah untuk mengeluarkan