• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA N 1 LAGUBOTI TP. 2014/2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA N 1 LAGUBOTI TP. 2014/2015."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

KELAS X SMAN 1 LAGUBOTI TP.2014/2015

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

FERAWATI HUTAPEA NIM. 8126176009

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Ferawati Hutapea (NIM: 8126076009). Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SMA N 1 Laguboti TP. 2014/2015.

Penelitian ini bertujuan: 1). Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains Fisika siswa dengan penerapan model pembelajaran inquiry training lebih baik dari keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran direct instruction, 2). Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. 3). Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cluster random sampling dan sampel dibagi menjadi dua kelas dimana kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dengaan menerapkan model pembelajaran inquiry training dan kelas X-2 sebagai kelas kontrol yang menggunakan model konvensional yaitu direct intruction. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis yang berbentuk uraian serta lembar observasi keterampilan proses sains. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1) keterampilan proses sains siswa yang diajarkan menggunakan model inquiry training lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model direct intruction, 2) keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah, dan 3) ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains siswa.

(6)

ABSTRACT

Ferawati Hutapea (NIM: 8126076009). The Effects of Inquiry Training Learning Model and Critical Thingking Ability toward Science Process Skills of SMA N 1 Laguboti TP. 2014/2015

The purpose of research are 1). To know are differences in science process skills of students with the applied of inquiry training learning model and direct instruction learning models, 2). To know are differences in science process skills of students who has high critical thinking ability and the critically low ability, 3). To know the interaction inquiry training learning model and critical thinking ability toward students science process skills. The samples in this research conducted by cluster random sampling and as many as two class , the first class (X-I) as experiment applied Inquiry Training learning model and the second class (X-2) as control class applied Direct Intruction learning model. The instrument used in this research is tests science process skills and critical thinking skills in the form of description and observation sheets science process skills. From these results it can be concluded that: 1) there are differences in students science process skills with applied inquiry training model and direct intruction model, 2) science process skills of students with high critical thinking ability is better than the science process skills of students with the ability to think critically low, and 3) the interaction inquiry training learning model and critical thinking ability toward the science process skills.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran

Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SMA N 1 Laguboti TP 2014/2015” ini telah selesai disusun. Penulis

menyadari bahwa selesainya tesis ini berkat adanya bantuan moril maupun materil

dari berbagai pihak. Untuk itu, tak lupa penulis menyampaikan dan mengucapkan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dosen pembimbing I yaitu Bapak Prof. Dr. Mara Bangun Harahap, M.S dan

dosen pembimbing II yaitu Ibu Dr. Betty M. Turnip, M.Pd yang selalu

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan

penulisan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S., M.M, Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si dan

Ibu Dr. Derlina M.Si selaku nara sumber yang banyak membantu penulis

dalam penyempurnaan penulisan dan memberikan masukan guna

kesempurnaan isi dari tesis ini.

3. Bapak kepala sekolah SMA N 1 Laguboti yang telah memberikan izin kepada

penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan.

4. Ibu R. Manurung selaku guru bidang studi Fisika di SMA N 1 Laguboti yang

telah membantu memberikan pembelajaran dengan media yang penulis buat.

5. Seluruh pegawai pascasarjana yang telah memberikan kemudahan dan

bantuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di pascasarjana

(8)

6. Ayahanda Jamian Hermunanto Hutapea dan Ibunda Nursia Sitanggang

terkasih yang selama ini ada dan selalu memberi dukungan doa, motivasi,

semangat dan dana kepada penulis, dan kepada Kakanda Linceria, Abangda

Parlindungan dan Adinda Nurhaida, Marwanto dan Marlina yang selalu

mendukung saya dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Buat teman-teman satu kos, Betaria, Eka, Yusnica, Tifry dll yang telah banyak

memberi dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis dengan semangat.

8. Buat sahabat-sahabat dan seperjuangan saya di perkuliahan pascasarjana,

Purnama, Sri Rosepda, Kak Dahlia, Hiba, b’Asister, b’Loven, b’Andriono,

b’Frikson dll yang tidak saya sebut satu-persatu semoga kebersamaan dan

kekeluargaan yang kita lalui dapat selalu terjaga.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna

penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimaksih.

Medan, Agustus 2015

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

ABSTRAK ... ii

2.1.2. Hakekat Model Pembelajaran Inquiry Training ... 15

2.1.3. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) ... 22

2.1.4. Berfikir Kritis ... 25

2.1.5. Keterampilan Proses Sains ... 29

2.1.6. Teori yang Mendukung ... 32

2.1.7 Penelitian yang Relevan ... 36

2.2. Kerangka Konseptual ... 38

2.2.1. Perbedaan keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training dan Direct Instruction. ... 38

2.2.2. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah ... 39

(10)

3.7. Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74

4.1. Hasil Penelitian ... 74

4.1.1 Pretes ... 74

4.1.1.1 Uji Normalitas ... 75

4.1.1.2 Uji Homogenitas ... 76

4.1.1.3 Uji Kesamaan Rata-Rata Data Pretes ... 77

4.1.2. Kemampuan Bepikir Kritis ... 77

4.1.3. Postes ... 81

4.1.4. Deskripsi Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 82

4.1.5. Pengujian Hipotesis ... 85

4.2. Pembahasan ... 93

4.2.1. Terdapat Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Menggunakan Model Inquiry Training dengan Pembelajaran Direct Intruction ... 93

4.2.2. Terdapat Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dengan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah ... 96

4.2.3. Terdapat Interaksi Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Siswa ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

5.1. Kesimpulan ... 102

5.2.. Saran ... 102

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam

Model Inquiry Training ... 22 Gambar 2.2. Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam

Model Direct Instruction ... 24 Gambar 3.1. Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 46 Gambar 4.1 Data Hasil Pretes KPS Kelas Kontrol dan Kelas

Eksperimen ... 75 Gambar 4.2 Grafik Uji Normalitas Data Pretes ... 76 Gambar 4.3 Data Hasil Postes KPS Kelas Kontrol dan Kelas

Eksperimen ... 81 Gambar 4.4 Grafik Interaksi Uji Hipotesis ... 87 Gambar 4.5 Perbedaan Keterampilan Proses Sains Yang Diajar

Menggunakan Model Inquiry Training dan Konvensional

... 92 Gambar 4.6 Perbedaan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Inquiry Training ... 19

Tabel 2.2. Fase-Fase Model Pembelajaran Direct Instruction ... 23

Tabel 2.3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis. ... 29

Tabel 2.4. Komponen dan Indikator KPS ... 30

Tabel 2.5. Penelitian yang relevan ... 35

Tabel 3.1. Rancangan Desain Penelitian ... 44

Tabel 3.2. Desain Penelitan ANAVA ... 44

Tabel 3.3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Sains ... 47

Tabel 3.4. Deskripsi Penilaian Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 48

Tabel 3.5. Lembar Penilaian Observasi Keterampilan Proses Sains 60

Tabel 3.6. Deskripsi Kategori Persentase KPS ... 61 Rendah Pada kelas Kontrol dan Eksperimen... 78

Tabel 4.7. Data Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 80

Tabel 4.8. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 81

Tabel 4.9a. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Pada Masing-Masing Kelas ... 82

Tabel 4.9b. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah Pada Masing-Masing Kelas ... 83

Tabel 4.10. Hasil ANAVA ... 83

Tabel 4.11. Statistik ANAVA... 84

Tabel 4.12. Uji Homogenitas Keterampilan Proses sains Siswa dengan Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dan Rendah .. 85

Tabel 4.13. Hasil Perhitungan ANAVA 2 Jalur ... 86

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran.1. Silabus Pembelajaran SMA ... 100

Lampiran.2. RPP I, Bahan Ajar I, LKS I ... 109

Lampiran.3. RPP II, Bahan Ajar II, LKS II ... 127

Lampiran.4. RPP III, Bahan Ajar III, LKS III ... 146

Lampiran.5. Instrumen Keterampilan Proses Sains ... 161

Lampiran.6. Instrumen Berpikir Kritis ... 168

Lampiran.7. Validasi Isi Instrumen Keterampilan Proses Sains ... 172

Lampiran.8. Validasi Isi Instrumen Berpikir Kritis ... 179

Lampiran.9. Validasi Isi Instrumen Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 183

Lampiran.10. Validitas Ramalan Instrumen KPS ... 185

Lampiran.11. Validitas Ramalan Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis ... 188

Lampiran.12. Realibilitas KPS ... 190

Lampiran.13. Realibilitas Kemampuan Berpikir Kritis ... 191

Lampiran.14. Lembar Observasi KPS Pertemuan I,II, dan III di Kelas Eksperimen ... 192

Lampiran.15. Data Pretes KPS Kelas Eksperimen ... 195

Lampiran.16. Data Pretes KPS Kelas Kontrol ... 196

Lampiran.17. Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 197

Lampiran.18. Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 198

Lampiran.19. Data Postes KPS Kelas Eksperimen ... 199

Lampiran.20. Data Postes KPS Kelas Kontrol ... 200

Lampiran.21. Hasil Pengolahan Data SPSS 16.0... 201

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini pemerintah telah fokus pada pembangunan pendidikan di

Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah telah dilakukan untuk

meningkatkan mutu pendidikan dan pembaharuan sistem pendidikan. Upaya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peranan

penting. Menyadari pentingnya proses peningkatan sumber daya manusia tersebut,

pemerintah terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui pengembangan

dan perbaikan mutu pendidikan. Salah satu upaya tersebut dengan cara

meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Usaha yang dilakukan pemerintah

pusat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, diantaranya melengkapi sarana

sekolah, menyempurnakan strategi yang bisa digunakan untuk diimplementasikan

di kelas, melakukan sertifikasi guru yang bertujuan untuk menunjang

terlaksananya pendidikan dengan baik dan penyempurnaan kurikulum dari KBK

tahun 2004 sampai KTSP tahun 2006. Selain itu, KTSP menuntut siswa berpikir

ilmiah, menemukan konsep sendiri serta melaksanakan penilaian berbasis kelas.

Guru berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan yang

berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai pendidik. Untuk

menyelenggarakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, maka

guru perlu merancang perencanaan pembelajaran, pemilihan model pembelajaran

yang bervariasi, media yang menarik, dan alat evaluasi yang baik. Seorang guru

melaksanakan proses pembelajaran di kelas terlebih dahulu mempersiapkan model

pembelajaran yang sesuai dengan perangkat pembelajaran yang tersedia.

(15)

2

Kebanyakan proses pembelajaran fisika saat ini berlangsung sebatas pada

upaya memberikan pengetahuan deklaratif dalam menggunakan rumus-rumus

menyelesaikan soal seperti yang telah dicontohkan sebelumnya. Akibatnya,

kemampuan siswa dalam pembelajaran fisika hanya terbatas sampai pada

kemampuan menghafalkan sekumpulan fakta yang disajikan guru tidak mengarah

kepada pemahaman konsep. Seringkali terjadi kesulitan siswa bila bentuk soal

diubah meski masih dalam konsep yang sama yang mengindikasikan siswa tidak

memahami makna soal yang sebenarnya. Padahal fisika merupakan ilmu yang

lebih banyak memerlukan pemahaman, penemuan terhadap suatu konsep, prinsip

dan memperoleh fakta. Fisika bagian dari sains, pada hakikatnya sekumpulan

pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. Sains sebagai kumpulan

pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. Sains

sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran

orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat

untuk memahami fenomena alam. Sains sebagai cara penyelidikan merupakan

cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan. Fisika

dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam

pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran

yagn efektif dan efisien yaitu salah salah satunya melalui kegiatan praktik

(Samsul, 2008:53)

Hasil literasi sains anak-anak Indonesia dapat digunakan untuk menilai

implementasi sains di Indonesia. Literasi sains (scientific literacy) ditandai dengan

kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA

(16)

3

dan konteks IPA. Tingkat literasi sains dapat dijadikan sebagai indikator bagi

kualitas pendidikan dan sumber daya manusia suatu negara. Studi literasi sains

tingkat dunia, misalnya pada PISA (Programme for International Student

Assessment) tahun 2009, Indonesia menduduki urutan ke 60 dari 65 negara, TIMSS (The Third International Matemathics and Science Study) tahun 2011,

pada bidang sains Indonesia menempati urutan ke-40 dari 42 negara yang peserta

didiknya dites di kelas VIII. Berdasarkan data persentase rata-rata jawaban benar

untuk konten sains dan domain kognitif khususnya fisika pada riset TIMSS,

persentase jawaban benar pada soal pemahaman selalu lebih tinggi dibandingkan

dengan persentase jawaban benar pada soal penerapan dan penalaran (Martin,

dkk, 2012: 164 – 165). Dari data dua survei TIMSS terakhir yakni tahun 2007 dan

2011, rata-rata siswa menjawab benar pada ranah knowing (mengetahui) sebesar

39% pada tahun 2007 dan 36% pada tahun 2011, menjawab benar ranah applying

(menerapkan) sebesar 28% pada tahun 2007 dan 27% pada tahun 2011, serta

persentase menjawab benar ranah reasoning (penalaran) sebesar 24% pada tahun

2007 dan 20% pada tahun 2011.

Dari uraian di atas tampak bahwa nilai fisika siswa Indonesia pada TIMSS

mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jika ditinjau dari aspek pemahaman,

penerapan, dan penalaran dalam ranah kemampuan kognitif seperti yang

diterapkan pada TIMSS, hal ini digunakan untuk menunjukkan profil hasil belajar

dan kemampuan berpikir siswa negara pesertanya. Dari ketiga aspek tersebut,

aspek reasoning (menalar) yang merupakan ciri kemampuan berpikir tingkat

tinggi taksonomi Bloom mengalami penurunan tertinggi yaitu 4%, sedangkan

(17)

4

Bloom yaitu knowing (mengetahui) dan applying (mengaplikasikan)

masing-masing mengalami penurunan 3% dan 1%. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa rendah. Data dari PISA dan TIMSS

menunjukkan kualitas penguasaan sains peserta didik Indonesia masih rendah, dan

kurikulum IPA di Indonesia belum diimplementasikan oleh kebanyakan sekolah.

Pembelajaran Fisika di SMA N 1 Laguboti, tidak sedikit siswa yang

mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh

peneliti dengan salah seorang guru Fisika di SMA N 1 Laguboti menunjukkan

bahwa pencapaian hasil belajar siswa masih kurang sesuai dengan yang

diharapkan. Kenyataan ini diperkuat oleh pencapaian nilai rata-rata ujian akhir

yaitu 65 pada semester ganjil, kurang dari 50% siswa yang dapat memenuhi

kriteria ketuntasan minimal yaitu 70, sehingga harus dilakukan remedial agar

siswa dapat dinyatakan tuntas terhadap materi yang dipelajari. Setelah dilakukan

remedial, rata-rata nilai remedial yaitu 80. Dari berbagai tes hasil belajar yang

telah disiapkan oleh guru, kebanyakan soal berbentuk menghitung. Dari 10 soal

terdapat 7 soal C3 (menerapkan, menghitung), 2 soal C1 (mengetahui), dan 1 soal

C2 (memahami). Penilaian guru hanya berpusat kepada hasil belajar, tidak pernah

membuat penilaian keterampilan proses pada saat pernah melakukan praktikum

ataupun pada saat proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena guru kurang

memahami dan kesulitan untuk membuat penilaian. Permasalahan lain dalam

proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurang memamfaatkan fasilitas

penunjang pembelajaran seperti alat laboratorium dan penggunaan media

pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa masih

(18)

5

Fakta di atas terkait dengan proses pembelajaran di sekolah yang selama

ini terkesan monoton. Selain itu, proses pembelajaran yang terjadi belum

memaksimalkan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk dapat menyerap lebih

banyak informasi dan belum memperhatikan kemampuan berpikir kritis siswa.

Dalam proses pembelajaran di kelas terlalu fokus pada sains sebagai sebuah

pengetahuan saja. Siswa hanya dipenuhi oleh berbagai pengertian konsep, hukum,

prinsip dan teori tentang sains tanpa memahami sains dengan benar. Pengetahuan

mereka hanya dalam bentuk ingatan atau hapalan. Akibatnya pembelajaran sains

menjadi tidak bermakna. Sains tidak memberi perubahan apapun kepada diri

siswa kecuali sekedar bertambah pengetahuannya tentang alam. Siswa menjadi

lebih tahu tentang bagaimana alam bekerja, namun mereka tidak pernah tahu

proses seperti apa yang harus dilalui seorang ilmuan untuk bisa mengungkap

rahasia alam, dan sikap/nilai seperti apa yang bisa tumbuh selama proses

pembelajaran sains tersebut berlangsung. Siswa kurang diberi kesempatan untuk

mengembangkan keterampilan sainsnya karena proses pembelajaran tidak

memberi ruang bagi berlangsungnya kerja ilmiah tersebut. Sehingga

mengakibatkan cara berfikir siswa rendah dan ketidaktertarikan untuk belajar

fisika. Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian materi oleh guru berperan besar

dalam meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains. Menurut Usman

(2010:7) bahwa “Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan

melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.

Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan

(19)

6

Pencapaian kompetensi kognitif berupa konsep dapat juga dilakukan

melalui pembelajaran praktik. Namun tidak sekedar pembelajaran praktik

melainkan lebih menekankan pada penemuan konsep oleh siswa melalui berbagai

aktivitas kognitif selama pengamatan dan penyelidikan terhadap suatu fakta

berlangsung. Pembelajaran praktik seperti ini diharapkan akan memberikan

pengalaman langsung dan nyata kepada siswa. Sehingga pembelajaran

membentuk makna bagi siswa mengingat keilmuan fisika itu sendiri mempelajari

tentang benda dan gejala-gejala kebendaan maka pembelajaran dengan

menyelidiki gejala-gejala kebendaan itu secara langsung atau praktikum adalah

penting. Hal ini juga diharapkan mampu memperbaiki dan mengembangkan

keterampilan proses sains siswa.

Berbagai inovasi model pembelajaran untuk mendukung keterampilan

proses sains ialah model Discovery Learning, Problem Based Learning dan

Inquiry Training. Salah satu inovasi pembelajaran sains adalah mengimplementasikan model pembelajaran berorientasi inkuri. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Agus Suyatna (2008:6) menunjukkan model inkuiri

merupakan model mengajar yang berusaha meletakkan dan mengembangkan cara

berpikir ilmiah. Dengan model inkuri juga dapat meningkatkan kemampuan siswa

dalam penalaran formal. Hal ini seperti diungkapkan Dahar (2002:126) bahwa

salah satu kebaikan pengetahuan yang diperoleh dari belajar penemuan adalah

meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.

Menurut Joyce (2009:201), model pembelajaran Inquiry Training

dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui

(20)

7

waktu yang singkat. Tujuannya adalah membantu siswa mengembangkan disiplin

dan mengembangkan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk mengajukan

pertanyaan dan menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin tahunya.

Melalui model pembelajaran ini siswa diharapkan aktif mengajukan

pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan mengumpulkan serta

memproses data secara logis untuk selanjutnya mengembangkan strategi

intelektual yang dapat digunakan untuk dapat menemukan jawaban atas

pertanyaan tersebut. Model pembelajaran Inquiry Training dimulai dengan

menyajikan peristiwa yang mengandung teka-teki kepada siswa. Siswa-siswa

yang menghadapi situasi tersebut akan termotivasi menemukan jawaban

masalah-masalah yang masih menjadi teka-teki tersebut. Guru dapat menggunakan

kesempatan ini untuk mengajarkan prosedur pengkajian sesuai dengan

langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Training.

Ishler dalam Suparno (2007) lebih menjelaskan inquiry sebagai model

pembelajaran yang melibatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk

menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik. Keterampilan berpikir

kritis mempunyai pengaruh pada keberhasilan pelaksanaan model pembelajaran

inkuiri. Berpikir kritis merupakan keharusan dalam usaha pemecahan masalah,

pembuatan keputusan, sebagai pendekatan, menganalisis asumsi-asumsi dan

penemuan-penemuan keilmuan. Berpikir kritis diterapkan siswa untuk belajar

memecahkan masalah secara sistematis dalam menghadapi tantangan,

memecahkan masalah secara inovatif dan mendesain solusi yang mendasar.

Proses berpikir kritis hanya dapat muncul kalau ada keterbukaan pikiran,

(21)

8

sepenuhnya suatu kejadian. Berpikir kritis tetap menjaga keterbukaan pikiran

selama dia mencari untuk mendapatkan alasan, bukti dan kebenaran logika.

(Sanjaya 2009:4).

Kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains saling terkait,

jika peserta didik memiliki keterampilan proses sains maka peserta didik tersebut

akan mampu untuk berpikir kritis. Dahar (2002:118) menyatakan bahwa

keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode

ilmiah dalam memahami, menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Keterampilan proses sains memungkinkan seseorang berinteraksi dengan

lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Selain

itu, keterampilan proses sains juga perlu dilatih dan dikembangkan karena

keterampilan proses sains mempunyai peranan sebagai berikut: 1) Membantu

siswa mengembangkan pikirannya, 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk

melakukan penemuan, 3) Meningkatkan daya ingat, 4) Memberikan kepuasan

intrinsik bila siswa telah behasil melakukan sesuatu, 5) Membantu siswa

mempelajari konsep-konsep sains.dengan kata lain keterampilan proses sains

sangat penting ditingkatkan pada siswa.

Hasil penelitian Erlin Erlina (2014:5) bahwa kegiatan pembelajaran pada

materi fluida statis di kelas X SMA Negeri 1 Krian dengan menggunakan model

pembelajaran inkuiri terlaksana dengan sangat baik. Hasil belajar pengetahuan

siswa pada materi fluida statis mengalami peningkatan yang signifikan setelah

diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri. Kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran inkuiri mendapatkan respon yang sangat baik

(22)

9

Training menunjukkan adanya peningkatan keterampilan proses dan pemahaman

konsep fisika siswa. Pandey et. al (2011:6) menyatakan bahwa mengajarkan

fisika dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training lebih efektif

dibandingkan dengan model konvensional. Siddiqui (2013) dengan judul “Inquiry

Training Model of Teaching : A Search of Learning” menyatakan bahwa model In

quiry Training dapat membuat siswa menjadi aktif dan otonom, mengembangkan pemikiran logis, mengembangkan toleransi ambiguitas dan ketekunan,

mempromosikan strategi penyelidikan, nilai-nilai dan sikap yang diperlukan untuk

bertanya, berpikir, meningkatkan keterampilan proses seperti mengamati,

mengumpulkan dan pengorganisasian data.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dan keterbukaan pihak

sekolah maka peneliti akan mengadakan penelitian pada SMA N 1 Laguboti

dengan judul: ”Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X SMA N 1 Laguboti T.P 2014/2015”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

dapat diidentifikasikan masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Pembelajaran fisika hanya terbatas sampai pada kemampuan

menghafalkan sekumpulan fakta , tidak mengarah kepada pemahaman

konsep

2. Pembelajaran fisika belum mengarah kepada penilaian keterampilan

proses sains

(23)

10

4. Saat proses pembelajaran belum memperhatikan kemampuan berpikir

kritis siswa

5. Tidak memanfaatkan laboratorium sekolah secara maksimal

I.3 Batasan Masalah

Untuk memberi ruang lingkup yang jelas dalam pembahasan, maka perlu

dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Model yang diterapkan selama pemungutan data adalah model

pembelajaran Inquiry Training dan Model pembelajaran Direct Instruction

kelas X di SMA N 1 Laguboti

2. Hal yang akan diteliti mengenai kemampuan berpikir kritis yang dimiliki

oleh siswa.

3. Penelitian memfokuskan pada peningkatan keterampilan proses sains.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang

masalah maka permasalahan utama pada penelitian ini adalah: “Apakah ada

pengaruh model pembelajaran Inquiry Training dan kemampuan berpikir kritis

terhadap keterampilan proses siswa pada materi pembelajaran perpindahan

kalor?”. Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan - pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah keterampilan proses sains siswa lebih baik dengan penerapan

model pembelajaran Inquiry Training dari pada model pembelajaran Direct

(24)

11

2. Apakah keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis

tinggi lebih baik dari pada keterampilan proses sains siswa dengan

kemampuan berpikir kritis rendah?

3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training dengan

kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains

siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh model

pembelajaran Inquiry Training dan kemampuan berpikir kritis terhadap

keterampilan proses sains siswa pada materi pokok perpindahan kalor. Secara

khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains Fisika siswa dengan

penerapan model pembelajaran Inqury Training lebih baik dari pada

keterampilan proses sains siswa dengan penerapan model pembelajaran

Direct Instruction.

2. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki

kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik daripada kemampuan kritis

rendah.

3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inqury

Training dan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

(25)

12

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk

model pembelajaran yang dapat digunakan guru, sehingga siswa dapat

mengembangkan aspek keterampilan proses sains siswa.

2. Model pembelajaran ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru-guru fisika

dalam upaya perbaikan proses belajar mengajar, karena model ini

mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, sebagai upaya

meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

1.7. Defenisi Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam pengertian

yang dikehendaki pada penelitian ini, maka penulis membuat defenisi operasional

sebagai berikut:

1. Model inquiry training adalah model yang dirancang berdasarkan

konfrontasi intelektual, yang di dalamnya siswa dibawa pada situasi

teka-teki pada suatu permasalahan untuk diselesaikan atau dicari solusinya.

(Joyce at. al, 2009).

2. Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang

tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal

permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.

(Anggelo,2007)

3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait

dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai

dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan

berhasil menemukan sesuatu yang baru (Harlen W, 1993). Keterampilan

(26)

13

3) merumuskan hipotesis, 4) memprediksi, 5) menemukan pola dan

hubungan, 6) berkomunikasi secara efektif, 7) merancang percobaan 8)

(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan :

1. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran inquiry training dan yang diajar dengan

model pembelajaran direct instruction. Artinya keterampilan proses sains

siswa yang menggunakan model inquiry training lebih baik dari

keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model direct

instruction.

2. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang memiliki

kemampuan berpikir kritis tinggi dengan yang memiliki kemampuan kritis

rendah. Keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan

berpikir kritis tinggi lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang

memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.

3. Terdapat interaksi model pembelajaran inquiry training dan kemampuan

berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains. Model pembelajaran

inquiry training berpengaruh optimal untuk meningkatkan keterampilan

proses sains siswa jika diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan

berpikir kritis tinggi.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memiliki beberapa saran dalam

(28)

1. Dalam menerapkan model inquiry training, untuk penentuan kelompok

belajar sebaiknya membagi kelompok dengan baik, yaitu siswa yang

memiliki nilai pretes lebih tinggi dibagi terhadap beberapa kelompok agar

pada saat pembelajaran lebih efektif dan efisien.

2. Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya guru memperhatikan keadaan

laboratorium atau kelas karena situasi lingkungan sangat mempengaruhi

pengambilan data hasil praktikum.

3. Sebaiknya guru mengkombinasikan model inquiry training dengan strategi

pembelajaran yang lebih efektif agar siswa yang kurang bahkan yang tidak

terampil dapat mengikuti kegiatan pembelajaran.

4. Penerapan model pembelajaran inquiry training pada sintaks yang pertama

yaitu menghadapkan siswa pada masalah, sebaiknya guru menggunakan

media tambahan berupa video, flash atau gambar agar siswa lebih paham

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Arief. 2007. Memahami Berpikir Kritis. Artikel Pendidikan. Network. Diakses 12 Januari 2013 dari http://researchengines.com/1007arief3.html

Arikunto, Suharsismi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Arends, R.I., (2008), Learning To Teach, Belajar Untuk Mengajar Edisi ketujuh /jilid I, Buku Satu, Penerbit Pustaka Belajar,Yogyakarta.

Astuti, R., Sunarno W.,Sudarisman, S. (2012). Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Menggunakan Metode Eksperimen Bebas Termodifikasi dan Eksperimen Terbimbing Ditinjau Dari Sikap Ilmiah dan Motivasi Belajar Siswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 1 2012 (hal 51-59)

Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran, Alfabeta Bandung, Bandung.

Bahri, Samsul. (2008). Pembelajaran Fisika Berbasis Filsafat Konstrukvisme. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. Vol 6 No. 1. Hal 52-57

Chirayu, K. 2013. Efectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Science. Scholary Research Journal for Interdisciplinary Studies vol I: India

Dahar, R. W. (2002). Teori-Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.

Dahar,R.W.(2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga

Dimyati Dan Mudjiono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta

Endang, W, dkk. (2011). Penerapan Pembelajaran Inquiry Training Untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Journal PTK Vol Khusus. Dosen Universitas Negeri Surabaya. Jawa Timur

Ennis, (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall, Uper Saddle river.

Erlina, Erin., Supriono. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Yang Berorientasi Pada Kurikulum 2013 Dengan Materi Fluida Statis Di Kelas X SMA Negeri 1 Krian Sidoarjo. Sidoarjo: Universitar Negeri Surabaya. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 03 No. 02 Tahun 2014, 131-136

Filsaime, D. K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Fisher, A. (2001). Critical Thinking An Introduction. New York: Cambridge University Press

(30)

Harlen, W. (2001) Teaching, learning and assessing science 5-12. London Paul Chapman Publising Ltd

Harlen, W. (1993) Education for Teaching Science and Mathematics in the Primary School.

Paris: UNESCO.

Joyce,B,Weil,M.& Calhoun,E.(2009). Models of Teaching (8th ed). Model-Model Pengajaran ( Terjemahan Achmad Fawai & Ateila Mirza). Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Kanginan, Marthen. (2007). Fisika SMA Kelas X A. Jakarta: Erlangga.

Kemendikbud. ( 2012). Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21. Dalam Puskurbuk Balitbang Kemdikbud. http://puskurbuk.net. Diakses tanggal 8 April 2014

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas PMIPA UPI : Bandung.

Martin, M.O., Mullis I.V.S., dkk. 2012. TIMSS 2011 International Results in Science. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center

Muhfahroyin. (2009). Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis.

http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html

[19http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html. %5b19 September 2012]

Pandey A., Nanda G.K., Ranjan V. (2011). Effectiveness of Inquiry Training Model over Conventional Teaching Method on Academic Achievement of Science Students in India. Journal of Innovative Research in Education 1(1)

Rustaman, N.Y. , dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Common Textbook JlCA lMSTEP. Bandung: FPMTP A UPl

Sagala, Syaiful.(2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sani, R.A. 2013. Inovasi Pembelajaran.Medan. Bumi Aksara.

Sanjaya, W., 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media Group : Jakarta

Sardiman, A. M., (2006), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Siddiqui, Mujibul Hasan. (2013). Inquiry Training Model of Teaching : A Search of Learning. International Journal of Scientific Research. Research Paper Vol-2 Issue-3

(31)

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suparno, P. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.

Susanti, Ana dkk (2014) Pembelajaran Biologi Menggunakan Inquiry Training dengan Vee Diagram dan KWL Chart Ditinjau dari Keterampilan Berpikir Kritis dan

Kemampuan Penaran Formal. JURNAL INKUIRI.

ISSN: 2252 7893, Vol 3, No. I, 2014 (hal 75 84) http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.ph

p/sains

Suyatna, Agus. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Astronomi Berbasis Inkuiri dan Eksplorasi Serta Berorientsai Pemberian Contoh Untuk Calon Guru Fisika. JPP Volume 6 Nomor 1. Hal 75-82

Trianto, (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta

Usman, Moh, Uzer. (1993). Belajar Mengajar. Bandung: Renga kosda Karya

Remziye, dkk (2011). The Effects Of Inquiry-Based Science Teaching On Elementary School Students’ Science Process Skills And Science Attitudes. Bulgarian Journal of Science and Education Policy (BJSEP), Volume 5, Number 1

Gambar

Gambar 2.1.  Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam Model Inquiry Training ....................................................

Referensi

Dokumen terkait

Aturan penggunaan lahan di Minangkabau adalah berdasarkan pepatah " nan rato kaparumahan, tabu tumbuah dinan lereng, kok manggu kapakuburan, nan bancah ditanami

Minyak yang mempunyai komposisi asam lemak tertentu, beta-karoten dan tokoferol serta tidak toksik (LD50 non toksik) memiliki khasiat

The writer will use a psychoanalytic approach theory as the approach to analyze this movie because the major character Walter Black that suffers major

2.c Komponen-komponen yang dapat di set melalui BIOS.

[r]

[r]

kuantitas kalori pangan sekali konsumsi, dapat memperbaiki respons glikemik dan/atau menurunkan kadar glukosa darah pada siang atau sore hari dan menurunkan nafsu makan

Skripsi dengan judul “Analisis Integrasi Pasar Jagung Dunia dengan Pasar Jagung dan Daging Ayam Ras Domestik, serta Pengaruh Adanya Tarif Impor Jagung dan Harga Minyak Mentah