PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA
KELAS X SMAN 1 LAGUBOTI TP.2014/2015
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
FERAWATI HUTAPEA NIM. 8126176009
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Ferawati Hutapea (NIM: 8126076009). Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SMA N 1 Laguboti TP. 2014/2015.
Penelitian ini bertujuan: 1). Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains Fisika siswa dengan penerapan model pembelajaran inquiry training lebih baik dari keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran direct instruction, 2). Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. 3). Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cluster random sampling dan sampel dibagi menjadi dua kelas dimana kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dengaan menerapkan model pembelajaran inquiry training dan kelas X-2 sebagai kelas kontrol yang menggunakan model konvensional yaitu direct intruction. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis yang berbentuk uraian serta lembar observasi keterampilan proses sains. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1) keterampilan proses sains siswa yang diajarkan menggunakan model inquiry training lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model direct intruction, 2) keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah, dan 3) ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains siswa.
ABSTRACT
Ferawati Hutapea (NIM: 8126076009). The Effects of Inquiry Training Learning Model and Critical Thingking Ability toward Science Process Skills of SMA N 1 Laguboti TP. 2014/2015
The purpose of research are 1). To know are differences in science process skills of students with the applied of inquiry training learning model and direct instruction learning models, 2). To know are differences in science process skills of students who has high critical thinking ability and the critically low ability, 3). To know the interaction inquiry training learning model and critical thinking ability toward students science process skills. The samples in this research conducted by cluster random sampling and as many as two class , the first class (X-I) as experiment applied Inquiry Training learning model and the second class (X-2) as control class applied Direct Intruction learning model. The instrument used in this research is tests science process skills and critical thinking skills in the form of description and observation sheets science process skills. From these results it can be concluded that: 1) there are differences in students science process skills with applied inquiry training model and direct intruction model, 2) science process skills of students with high critical thinking ability is better than the science process skills of students with the ability to think critically low, and 3) the interaction inquiry training learning model and critical thinking ability toward the science process skills.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SMA N 1 Laguboti TP 2014/2015” ini telah selesai disusun. Penulis
menyadari bahwa selesainya tesis ini berkat adanya bantuan moril maupun materil
dari berbagai pihak. Untuk itu, tak lupa penulis menyampaikan dan mengucapkan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pembimbing I yaitu Bapak Prof. Dr. Mara Bangun Harahap, M.S dan
dosen pembimbing II yaitu Ibu Dr. Betty M. Turnip, M.Pd yang selalu
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S., M.M, Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si dan
Ibu Dr. Derlina M.Si selaku nara sumber yang banyak membantu penulis
dalam penyempurnaan penulisan dan memberikan masukan guna
kesempurnaan isi dari tesis ini.
3. Bapak kepala sekolah SMA N 1 Laguboti yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan.
4. Ibu R. Manurung selaku guru bidang studi Fisika di SMA N 1 Laguboti yang
telah membantu memberikan pembelajaran dengan media yang penulis buat.
5. Seluruh pegawai pascasarjana yang telah memberikan kemudahan dan
bantuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di pascasarjana
6. Ayahanda Jamian Hermunanto Hutapea dan Ibunda Nursia Sitanggang
terkasih yang selama ini ada dan selalu memberi dukungan doa, motivasi,
semangat dan dana kepada penulis, dan kepada Kakanda Linceria, Abangda
Parlindungan dan Adinda Nurhaida, Marwanto dan Marlina yang selalu
mendukung saya dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
7. Buat teman-teman satu kos, Betaria, Eka, Yusnica, Tifry dll yang telah banyak
memberi dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis dengan semangat.
8. Buat sahabat-sahabat dan seperjuangan saya di perkuliahan pascasarjana,
Purnama, Sri Rosepda, Kak Dahlia, Hiba, b’Asister, b’Loven, b’Andriono,
b’Frikson dll yang tidak saya sebut satu-persatu semoga kebersamaan dan
kekeluargaan yang kita lalui dapat selalu terjaga.
Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimaksih.
Medan, Agustus 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
ABSTRAK ... ii
2.1.2. Hakekat Model Pembelajaran Inquiry Training ... 15
2.1.3. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) ... 22
2.1.4. Berfikir Kritis ... 25
2.1.5. Keterampilan Proses Sains ... 29
2.1.6. Teori yang Mendukung ... 32
2.1.7 Penelitian yang Relevan ... 36
2.2. Kerangka Konseptual ... 38
2.2.1. Perbedaan keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training dan Direct Instruction. ... 38
2.2.2. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah ... 39
3.7. Teknik Analisis Data ... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74
4.1. Hasil Penelitian ... 74
4.1.1 Pretes ... 74
4.1.1.1 Uji Normalitas ... 75
4.1.1.2 Uji Homogenitas ... 76
4.1.1.3 Uji Kesamaan Rata-Rata Data Pretes ... 77
4.1.2. Kemampuan Bepikir Kritis ... 77
4.1.3. Postes ... 81
4.1.4. Deskripsi Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 82
4.1.5. Pengujian Hipotesis ... 85
4.2. Pembahasan ... 93
4.2.1. Terdapat Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Menggunakan Model Inquiry Training dengan Pembelajaran Direct Intruction ... 93
4.2.2. Terdapat Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dengan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah ... 96
4.2.3. Terdapat Interaksi Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Siswa ... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102
5.1. Kesimpulan ... 102
5.2.. Saran ... 102
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam
Model Inquiry Training ... 22 Gambar 2.2. Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam
Model Direct Instruction ... 24 Gambar 3.1. Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 46 Gambar 4.1 Data Hasil Pretes KPS Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen ... 75 Gambar 4.2 Grafik Uji Normalitas Data Pretes ... 76 Gambar 4.3 Data Hasil Postes KPS Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen ... 81 Gambar 4.4 Grafik Interaksi Uji Hipotesis ... 87 Gambar 4.5 Perbedaan Keterampilan Proses Sains Yang Diajar
Menggunakan Model Inquiry Training dan Konvensional
... 92 Gambar 4.6 Perbedaan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Inquiry Training ... 19
Tabel 2.2. Fase-Fase Model Pembelajaran Direct Instruction ... 23
Tabel 2.3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis. ... 29
Tabel 2.4. Komponen dan Indikator KPS ... 30
Tabel 2.5. Penelitian yang relevan ... 35
Tabel 3.1. Rancangan Desain Penelitian ... 44
Tabel 3.2. Desain Penelitan ANAVA ... 44
Tabel 3.3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Sains ... 47
Tabel 3.4. Deskripsi Penilaian Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 48
Tabel 3.5. Lembar Penilaian Observasi Keterampilan Proses Sains 60
Tabel 3.6. Deskripsi Kategori Persentase KPS ... 61 Rendah Pada kelas Kontrol dan Eksperimen... 78
Tabel 4.7. Data Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 80
Tabel 4.8. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 81
Tabel 4.9a. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Pada Masing-Masing Kelas ... 82
Tabel 4.9b. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah Pada Masing-Masing Kelas ... 83
Tabel 4.10. Hasil ANAVA ... 83
Tabel 4.11. Statistik ANAVA... 84
Tabel 4.12. Uji Homogenitas Keterampilan Proses sains Siswa dengan Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dan Rendah .. 85
Tabel 4.13. Hasil Perhitungan ANAVA 2 Jalur ... 86
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran.1. Silabus Pembelajaran SMA ... 100
Lampiran.2. RPP I, Bahan Ajar I, LKS I ... 109
Lampiran.3. RPP II, Bahan Ajar II, LKS II ... 127
Lampiran.4. RPP III, Bahan Ajar III, LKS III ... 146
Lampiran.5. Instrumen Keterampilan Proses Sains ... 161
Lampiran.6. Instrumen Berpikir Kritis ... 168
Lampiran.7. Validasi Isi Instrumen Keterampilan Proses Sains ... 172
Lampiran.8. Validasi Isi Instrumen Berpikir Kritis ... 179
Lampiran.9. Validasi Isi Instrumen Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 183
Lampiran.10. Validitas Ramalan Instrumen KPS ... 185
Lampiran.11. Validitas Ramalan Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis ... 188
Lampiran.12. Realibilitas KPS ... 190
Lampiran.13. Realibilitas Kemampuan Berpikir Kritis ... 191
Lampiran.14. Lembar Observasi KPS Pertemuan I,II, dan III di Kelas Eksperimen ... 192
Lampiran.15. Data Pretes KPS Kelas Eksperimen ... 195
Lampiran.16. Data Pretes KPS Kelas Kontrol ... 196
Lampiran.17. Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 197
Lampiran.18. Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 198
Lampiran.19. Data Postes KPS Kelas Eksperimen ... 199
Lampiran.20. Data Postes KPS Kelas Kontrol ... 200
Lampiran.21. Hasil Pengolahan Data SPSS 16.0... 201
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini pemerintah telah fokus pada pembangunan pendidikan di
Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah telah dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan pembaharuan sistem pendidikan. Upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peranan
penting. Menyadari pentingnya proses peningkatan sumber daya manusia tersebut,
pemerintah terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui pengembangan
dan perbaikan mutu pendidikan. Salah satu upaya tersebut dengan cara
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Usaha yang dilakukan pemerintah
pusat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, diantaranya melengkapi sarana
sekolah, menyempurnakan strategi yang bisa digunakan untuk diimplementasikan
di kelas, melakukan sertifikasi guru yang bertujuan untuk menunjang
terlaksananya pendidikan dengan baik dan penyempurnaan kurikulum dari KBK
tahun 2004 sampai KTSP tahun 2006. Selain itu, KTSP menuntut siswa berpikir
ilmiah, menemukan konsep sendiri serta melaksanakan penilaian berbasis kelas.
Guru berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan yang
berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai pendidik. Untuk
menyelenggarakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, maka
guru perlu merancang perencanaan pembelajaran, pemilihan model pembelajaran
yang bervariasi, media yang menarik, dan alat evaluasi yang baik. Seorang guru
melaksanakan proses pembelajaran di kelas terlebih dahulu mempersiapkan model
pembelajaran yang sesuai dengan perangkat pembelajaran yang tersedia.
2
Kebanyakan proses pembelajaran fisika saat ini berlangsung sebatas pada
upaya memberikan pengetahuan deklaratif dalam menggunakan rumus-rumus
menyelesaikan soal seperti yang telah dicontohkan sebelumnya. Akibatnya,
kemampuan siswa dalam pembelajaran fisika hanya terbatas sampai pada
kemampuan menghafalkan sekumpulan fakta yang disajikan guru tidak mengarah
kepada pemahaman konsep. Seringkali terjadi kesulitan siswa bila bentuk soal
diubah meski masih dalam konsep yang sama yang mengindikasikan siswa tidak
memahami makna soal yang sebenarnya. Padahal fisika merupakan ilmu yang
lebih banyak memerlukan pemahaman, penemuan terhadap suatu konsep, prinsip
dan memperoleh fakta. Fisika bagian dari sains, pada hakikatnya sekumpulan
pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. Sains sebagai kumpulan
pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. Sains
sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran
orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat
untuk memahami fenomena alam. Sains sebagai cara penyelidikan merupakan
cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan. Fisika
dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam
pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran
yagn efektif dan efisien yaitu salah salah satunya melalui kegiatan praktik
(Samsul, 2008:53)
Hasil literasi sains anak-anak Indonesia dapat digunakan untuk menilai
implementasi sains di Indonesia. Literasi sains (scientific literacy) ditandai dengan
kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA
3
dan konteks IPA. Tingkat literasi sains dapat dijadikan sebagai indikator bagi
kualitas pendidikan dan sumber daya manusia suatu negara. Studi literasi sains
tingkat dunia, misalnya pada PISA (Programme for International Student
Assessment) tahun 2009, Indonesia menduduki urutan ke 60 dari 65 negara, TIMSS (The Third International Matemathics and Science Study) tahun 2011,
pada bidang sains Indonesia menempati urutan ke-40 dari 42 negara yang peserta
didiknya dites di kelas VIII. Berdasarkan data persentase rata-rata jawaban benar
untuk konten sains dan domain kognitif khususnya fisika pada riset TIMSS,
persentase jawaban benar pada soal pemahaman selalu lebih tinggi dibandingkan
dengan persentase jawaban benar pada soal penerapan dan penalaran (Martin,
dkk, 2012: 164 – 165). Dari data dua survei TIMSS terakhir yakni tahun 2007 dan
2011, rata-rata siswa menjawab benar pada ranah knowing (mengetahui) sebesar
39% pada tahun 2007 dan 36% pada tahun 2011, menjawab benar ranah applying
(menerapkan) sebesar 28% pada tahun 2007 dan 27% pada tahun 2011, serta
persentase menjawab benar ranah reasoning (penalaran) sebesar 24% pada tahun
2007 dan 20% pada tahun 2011.
Dari uraian di atas tampak bahwa nilai fisika siswa Indonesia pada TIMSS
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jika ditinjau dari aspek pemahaman,
penerapan, dan penalaran dalam ranah kemampuan kognitif seperti yang
diterapkan pada TIMSS, hal ini digunakan untuk menunjukkan profil hasil belajar
dan kemampuan berpikir siswa negara pesertanya. Dari ketiga aspek tersebut,
aspek reasoning (menalar) yang merupakan ciri kemampuan berpikir tingkat
tinggi taksonomi Bloom mengalami penurunan tertinggi yaitu 4%, sedangkan
4
Bloom yaitu knowing (mengetahui) dan applying (mengaplikasikan)
masing-masing mengalami penurunan 3% dan 1%. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa rendah. Data dari PISA dan TIMSS
menunjukkan kualitas penguasaan sains peserta didik Indonesia masih rendah, dan
kurikulum IPA di Indonesia belum diimplementasikan oleh kebanyakan sekolah.
Pembelajaran Fisika di SMA N 1 Laguboti, tidak sedikit siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti dengan salah seorang guru Fisika di SMA N 1 Laguboti menunjukkan
bahwa pencapaian hasil belajar siswa masih kurang sesuai dengan yang
diharapkan. Kenyataan ini diperkuat oleh pencapaian nilai rata-rata ujian akhir
yaitu 65 pada semester ganjil, kurang dari 50% siswa yang dapat memenuhi
kriteria ketuntasan minimal yaitu 70, sehingga harus dilakukan remedial agar
siswa dapat dinyatakan tuntas terhadap materi yang dipelajari. Setelah dilakukan
remedial, rata-rata nilai remedial yaitu 80. Dari berbagai tes hasil belajar yang
telah disiapkan oleh guru, kebanyakan soal berbentuk menghitung. Dari 10 soal
terdapat 7 soal C3 (menerapkan, menghitung), 2 soal C1 (mengetahui), dan 1 soal
C2 (memahami). Penilaian guru hanya berpusat kepada hasil belajar, tidak pernah
membuat penilaian keterampilan proses pada saat pernah melakukan praktikum
ataupun pada saat proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena guru kurang
memahami dan kesulitan untuk membuat penilaian. Permasalahan lain dalam
proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurang memamfaatkan fasilitas
penunjang pembelajaran seperti alat laboratorium dan penggunaan media
pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa masih
5
Fakta di atas terkait dengan proses pembelajaran di sekolah yang selama
ini terkesan monoton. Selain itu, proses pembelajaran yang terjadi belum
memaksimalkan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk dapat menyerap lebih
banyak informasi dan belum memperhatikan kemampuan berpikir kritis siswa.
Dalam proses pembelajaran di kelas terlalu fokus pada sains sebagai sebuah
pengetahuan saja. Siswa hanya dipenuhi oleh berbagai pengertian konsep, hukum,
prinsip dan teori tentang sains tanpa memahami sains dengan benar. Pengetahuan
mereka hanya dalam bentuk ingatan atau hapalan. Akibatnya pembelajaran sains
menjadi tidak bermakna. Sains tidak memberi perubahan apapun kepada diri
siswa kecuali sekedar bertambah pengetahuannya tentang alam. Siswa menjadi
lebih tahu tentang bagaimana alam bekerja, namun mereka tidak pernah tahu
proses seperti apa yang harus dilalui seorang ilmuan untuk bisa mengungkap
rahasia alam, dan sikap/nilai seperti apa yang bisa tumbuh selama proses
pembelajaran sains tersebut berlangsung. Siswa kurang diberi kesempatan untuk
mengembangkan keterampilan sainsnya karena proses pembelajaran tidak
memberi ruang bagi berlangsungnya kerja ilmiah tersebut. Sehingga
mengakibatkan cara berfikir siswa rendah dan ketidaktertarikan untuk belajar
fisika. Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian materi oleh guru berperan besar
dalam meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains. Menurut Usman
(2010:7) bahwa “Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.
Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan
6
Pencapaian kompetensi kognitif berupa konsep dapat juga dilakukan
melalui pembelajaran praktik. Namun tidak sekedar pembelajaran praktik
melainkan lebih menekankan pada penemuan konsep oleh siswa melalui berbagai
aktivitas kognitif selama pengamatan dan penyelidikan terhadap suatu fakta
berlangsung. Pembelajaran praktik seperti ini diharapkan akan memberikan
pengalaman langsung dan nyata kepada siswa. Sehingga pembelajaran
membentuk makna bagi siswa mengingat keilmuan fisika itu sendiri mempelajari
tentang benda dan gejala-gejala kebendaan maka pembelajaran dengan
menyelidiki gejala-gejala kebendaan itu secara langsung atau praktikum adalah
penting. Hal ini juga diharapkan mampu memperbaiki dan mengembangkan
keterampilan proses sains siswa.
Berbagai inovasi model pembelajaran untuk mendukung keterampilan
proses sains ialah model Discovery Learning, Problem Based Learning dan
Inquiry Training. Salah satu inovasi pembelajaran sains adalah mengimplementasikan model pembelajaran berorientasi inkuri. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Agus Suyatna (2008:6) menunjukkan model inkuiri
merupakan model mengajar yang berusaha meletakkan dan mengembangkan cara
berpikir ilmiah. Dengan model inkuri juga dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam penalaran formal. Hal ini seperti diungkapkan Dahar (2002:126) bahwa
salah satu kebaikan pengetahuan yang diperoleh dari belajar penemuan adalah
meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.
Menurut Joyce (2009:201), model pembelajaran Inquiry Training
dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui
7
waktu yang singkat. Tujuannya adalah membantu siswa mengembangkan disiplin
dan mengembangkan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk mengajukan
pertanyaan dan menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin tahunya.
Melalui model pembelajaran ini siswa diharapkan aktif mengajukan
pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan mengumpulkan serta
memproses data secara logis untuk selanjutnya mengembangkan strategi
intelektual yang dapat digunakan untuk dapat menemukan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Model pembelajaran Inquiry Training dimulai dengan
menyajikan peristiwa yang mengandung teka-teki kepada siswa. Siswa-siswa
yang menghadapi situasi tersebut akan termotivasi menemukan jawaban
masalah-masalah yang masih menjadi teka-teki tersebut. Guru dapat menggunakan
kesempatan ini untuk mengajarkan prosedur pengkajian sesuai dengan
langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Training.
Ishler dalam Suparno (2007) lebih menjelaskan inquiry sebagai model
pembelajaran yang melibatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk
menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik. Keterampilan berpikir
kritis mempunyai pengaruh pada keberhasilan pelaksanaan model pembelajaran
inkuiri. Berpikir kritis merupakan keharusan dalam usaha pemecahan masalah,
pembuatan keputusan, sebagai pendekatan, menganalisis asumsi-asumsi dan
penemuan-penemuan keilmuan. Berpikir kritis diterapkan siswa untuk belajar
memecahkan masalah secara sistematis dalam menghadapi tantangan,
memecahkan masalah secara inovatif dan mendesain solusi yang mendasar.
Proses berpikir kritis hanya dapat muncul kalau ada keterbukaan pikiran,
8
sepenuhnya suatu kejadian. Berpikir kritis tetap menjaga keterbukaan pikiran
selama dia mencari untuk mendapatkan alasan, bukti dan kebenaran logika.
(Sanjaya 2009:4).
Kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains saling terkait,
jika peserta didik memiliki keterampilan proses sains maka peserta didik tersebut
akan mampu untuk berpikir kritis. Dahar (2002:118) menyatakan bahwa
keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode
ilmiah dalam memahami, menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Keterampilan proses sains memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Selain
itu, keterampilan proses sains juga perlu dilatih dan dikembangkan karena
keterampilan proses sains mempunyai peranan sebagai berikut: 1) Membantu
siswa mengembangkan pikirannya, 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan penemuan, 3) Meningkatkan daya ingat, 4) Memberikan kepuasan
intrinsik bila siswa telah behasil melakukan sesuatu, 5) Membantu siswa
mempelajari konsep-konsep sains.dengan kata lain keterampilan proses sains
sangat penting ditingkatkan pada siswa.
Hasil penelitian Erlin Erlina (2014:5) bahwa kegiatan pembelajaran pada
materi fluida statis di kelas X SMA Negeri 1 Krian dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri terlaksana dengan sangat baik. Hasil belajar pengetahuan
siswa pada materi fluida statis mengalami peningkatan yang signifikan setelah
diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri. Kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri mendapatkan respon yang sangat baik
9
Training menunjukkan adanya peningkatan keterampilan proses dan pemahaman
konsep fisika siswa. Pandey et. al (2011:6) menyatakan bahwa mengajarkan
fisika dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training lebih efektif
dibandingkan dengan model konvensional. Siddiqui (2013) dengan judul “Inquiry
Training Model of Teaching : A Search of Learning” menyatakan bahwa model In
quiry Training dapat membuat siswa menjadi aktif dan otonom, mengembangkan pemikiran logis, mengembangkan toleransi ambiguitas dan ketekunan,
mempromosikan strategi penyelidikan, nilai-nilai dan sikap yang diperlukan untuk
bertanya, berpikir, meningkatkan keterampilan proses seperti mengamati,
mengumpulkan dan pengorganisasian data.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dan keterbukaan pihak
sekolah maka peneliti akan mengadakan penelitian pada SMA N 1 Laguboti
dengan judul: ”Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X SMA N 1 Laguboti T.P 2014/2015”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat diidentifikasikan masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah :
1. Pembelajaran fisika hanya terbatas sampai pada kemampuan
menghafalkan sekumpulan fakta , tidak mengarah kepada pemahaman
konsep
2. Pembelajaran fisika belum mengarah kepada penilaian keterampilan
proses sains
10
4. Saat proses pembelajaran belum memperhatikan kemampuan berpikir
kritis siswa
5. Tidak memanfaatkan laboratorium sekolah secara maksimal
I.3 Batasan Masalah
Untuk memberi ruang lingkup yang jelas dalam pembahasan, maka perlu
dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Model yang diterapkan selama pemungutan data adalah model
pembelajaran Inquiry Training dan Model pembelajaran Direct Instruction
kelas X di SMA N 1 Laguboti
2. Hal yang akan diteliti mengenai kemampuan berpikir kritis yang dimiliki
oleh siswa.
3. Penelitian memfokuskan pada peningkatan keterampilan proses sains.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang
masalah maka permasalahan utama pada penelitian ini adalah: “Apakah ada
pengaruh model pembelajaran Inquiry Training dan kemampuan berpikir kritis
terhadap keterampilan proses siswa pada materi pembelajaran perpindahan
kalor?”. Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan - pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah keterampilan proses sains siswa lebih baik dengan penerapan
model pembelajaran Inquiry Training dari pada model pembelajaran Direct
11
2. Apakah keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis
tinggi lebih baik dari pada keterampilan proses sains siswa dengan
kemampuan berpikir kritis rendah?
3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training dengan
kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains
siswa?
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh model
pembelajaran Inquiry Training dan kemampuan berpikir kritis terhadap
keterampilan proses sains siswa pada materi pokok perpindahan kalor. Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains Fisika siswa dengan
penerapan model pembelajaran Inqury Training lebih baik dari pada
keterampilan proses sains siswa dengan penerapan model pembelajaran
Direct Instruction.
2. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik daripada kemampuan kritis
rendah.
3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inqury
Training dan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
1.6. Manfaat Penelitian
12
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk
model pembelajaran yang dapat digunakan guru, sehingga siswa dapat
mengembangkan aspek keterampilan proses sains siswa.
2. Model pembelajaran ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru-guru fisika
dalam upaya perbaikan proses belajar mengajar, karena model ini
mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, sebagai upaya
meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
1.7. Defenisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam pengertian
yang dikehendaki pada penelitian ini, maka penulis membuat defenisi operasional
sebagai berikut:
1. Model inquiry training adalah model yang dirancang berdasarkan
konfrontasi intelektual, yang di dalamnya siswa dibawa pada situasi
teka-teki pada suatu permasalahan untuk diselesaikan atau dicari solusinya.
(Joyce at. al, 2009).
2. Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal
permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
(Anggelo,2007)
3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait
dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai
dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan
berhasil menemukan sesuatu yang baru (Harlen W, 1993). Keterampilan
13
3) merumuskan hipotesis, 4) memprediksi, 5) menemukan pola dan
hubungan, 6) berkomunikasi secara efektif, 7) merancang percobaan 8)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan :
1. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran inquiry training dan yang diajar dengan
model pembelajaran direct instruction. Artinya keterampilan proses sains
siswa yang menggunakan model inquiry training lebih baik dari
keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model direct
instruction.
2. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis tinggi dengan yang memiliki kemampuan kritis
rendah. Keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kritis tinggi lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.
3. Terdapat interaksi model pembelajaran inquiry training dan kemampuan
berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains. Model pembelajaran
inquiry training berpengaruh optimal untuk meningkatkan keterampilan
proses sains siswa jika diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kritis tinggi.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memiliki beberapa saran dalam
1. Dalam menerapkan model inquiry training, untuk penentuan kelompok
belajar sebaiknya membagi kelompok dengan baik, yaitu siswa yang
memiliki nilai pretes lebih tinggi dibagi terhadap beberapa kelompok agar
pada saat pembelajaran lebih efektif dan efisien.
2. Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya guru memperhatikan keadaan
laboratorium atau kelas karena situasi lingkungan sangat mempengaruhi
pengambilan data hasil praktikum.
3. Sebaiknya guru mengkombinasikan model inquiry training dengan strategi
pembelajaran yang lebih efektif agar siswa yang kurang bahkan yang tidak
terampil dapat mengikuti kegiatan pembelajaran.
4. Penerapan model pembelajaran inquiry training pada sintaks yang pertama
yaitu menghadapkan siswa pada masalah, sebaiknya guru menggunakan
media tambahan berupa video, flash atau gambar agar siswa lebih paham
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Arief. 2007. Memahami Berpikir Kritis. Artikel Pendidikan. Network. Diakses 12 Januari 2013 dari http://researchengines.com/1007arief3.html
Arikunto, Suharsismi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Arends, R.I., (2008), Learning To Teach, Belajar Untuk Mengajar Edisi ketujuh /jilid I, Buku Satu, Penerbit Pustaka Belajar,Yogyakarta.
Astuti, R., Sunarno W.,Sudarisman, S. (2012). Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Menggunakan Metode Eksperimen Bebas Termodifikasi dan Eksperimen Terbimbing Ditinjau Dari Sikap Ilmiah dan Motivasi Belajar Siswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 1 2012 (hal 51-59)
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran, Alfabeta Bandung, Bandung.
Bahri, Samsul. (2008). Pembelajaran Fisika Berbasis Filsafat Konstrukvisme. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. Vol 6 No. 1. Hal 52-57
Chirayu, K. 2013. Efectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Science. Scholary Research Journal for Interdisciplinary Studies vol I: India
Dahar, R. W. (2002). Teori-Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.
Dahar,R.W.(2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga
Dimyati Dan Mudjiono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta
Endang, W, dkk. (2011). Penerapan Pembelajaran Inquiry Training Untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Journal PTK Vol Khusus. Dosen Universitas Negeri Surabaya. Jawa Timur
Ennis, (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall, Uper Saddle river.
Erlina, Erin., Supriono. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Yang Berorientasi Pada Kurikulum 2013 Dengan Materi Fluida Statis Di Kelas X SMA Negeri 1 Krian Sidoarjo. Sidoarjo: Universitar Negeri Surabaya. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 03 No. 02 Tahun 2014, 131-136
Filsaime, D. K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Fisher, A. (2001). Critical Thinking An Introduction. New York: Cambridge University Press
Harlen, W. (2001) Teaching, learning and assessing science 5-12. London Paul Chapman Publising Ltd
Harlen, W. (1993) Education for Teaching Science and Mathematics in the Primary School.
Paris: UNESCO.
Joyce,B,Weil,M.& Calhoun,E.(2009). Models of Teaching (8th ed). Model-Model Pengajaran ( Terjemahan Achmad Fawai & Ateila Mirza). Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Kanginan, Marthen. (2007). Fisika SMA Kelas X A. Jakarta: Erlangga.
Kemendikbud. ( 2012). Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21. Dalam Puskurbuk Balitbang Kemdikbud. http://puskurbuk.net. Diakses tanggal 8 April 2014
Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas PMIPA UPI : Bandung.
Martin, M.O., Mullis I.V.S., dkk. 2012. TIMSS 2011 International Results in Science. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center
Muhfahroyin. (2009). Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis.
http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html
[19http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html. %5b19 September 2012]
Pandey A., Nanda G.K., Ranjan V. (2011). Effectiveness of Inquiry Training Model over Conventional Teaching Method on Academic Achievement of Science Students in India. Journal of Innovative Research in Education 1(1)
Rustaman, N.Y. , dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Common Textbook JlCA lMSTEP. Bandung: FPMTP A UPl
Sagala, Syaiful.(2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Sani, R.A. 2013. Inovasi Pembelajaran.Medan. Bumi Aksara.
Sanjaya, W., 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media Group : Jakarta
Sardiman, A. M., (2006), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Siddiqui, Mujibul Hasan. (2013). Inquiry Training Model of Teaching : A Search of Learning. International Journal of Scientific Research. Research Paper Vol-2 Issue-3
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suparno, P. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.
Susanti, Ana dkk (2014) Pembelajaran Biologi Menggunakan Inquiry Training dengan Vee Diagram dan KWL Chart Ditinjau dari Keterampilan Berpikir Kritis dan
Kemampuan Penaran Formal. JURNAL INKUIRI.
ISSN: 2252 7893, Vol 3, No. I, 2014 (hal 75 84) http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.ph
p/sains
Suyatna, Agus. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Astronomi Berbasis Inkuiri dan Eksplorasi Serta Berorientsai Pemberian Contoh Untuk Calon Guru Fisika. JPP Volume 6 Nomor 1. Hal 75-82
Trianto, (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta
Usman, Moh, Uzer. (1993). Belajar Mengajar. Bandung: Renga kosda Karya
Remziye, dkk (2011). The Effects Of Inquiry-Based Science Teaching On Elementary School Students’ Science Process Skills And Science Attitudes. Bulgarian Journal of Science and Education Policy (BJSEP), Volume 5, Number 1