• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Pembungkusan Buah Untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa Dan Lalat Buah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium Samarangense)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan Pembungkusan Buah Untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa Dan Lalat Buah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium Samarangense)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEEFEKTIFAN PEMBUNGKUSAN BUAH UNTUK

PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA DAN LALAT

BUAH PADA JAMBU AIR (

Syzygium samarangense

)

WIDYA PANGESTIKA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektifan Pembungkusan Buah untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa dan Lalat Buah pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Widya Pangestika

NIM A34110050

(4)
(5)

5

ABSTRAK

WIDYA PANGESTIKA. Keefektifan Pembungkusan Buah untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa dan Lalat Buah pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense). Dibimbing oleh TITIEK SITI YULIANI dan IDHAM SAKTI HARAHAP.

Jambu air (Syzygium samarangense) merupakan buah yang memiliki kandungan air yang melimpah dan dapat dikonsumsi dalam bentuk buah segar. Masalah pada tanaman jambu air adalah adanya serangan hama dan penyakit. Penyakit yang paling sering menyerang buah jambu air adalah penyakit antraknosa dan hama yang menyebabkan busuk adalah lalat buah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembungkusan buah dan perawatan lahan terhadap perkembangan penyakit antraknosa dan lalat buah pada tanaman jambu air di Desa Betokan, Tempuran dan Bintoro, Kecamatan Bintoro, Kabupaten Demak. Pengujian menggunakan metode rancangan acak lengkap dua faktorial dengan enam perlakuan dan 10 ulangan. Analisis data menggunakan program SAS untuk Windows versi 9.1 dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Hasil dari penelitian ini yaitu pembungkusan dan perawatan lahan yang dilakukan pada keenam lahan tidak berpengaruh terhadap kejadian dan keparahan penyakit. Perawatan lahan yang dilakukan pada keenam lahan tidak berpengaruh terhadap tingkat serangan lalat buah, namun pembungkusan buah cukup efektif untuk mengendalikan serangan lalat buah.

(6)
(7)

7

ABSTRACT

WIDYA PANGESTIKA. The Effectiveness of Fruit Wrapping to Control Anthracnose and Fruit Flies on Water Apple (Syzygium samarangense). Supervised by TITIEK SITI YULIANI dan IDHAM SAKTI HARAHAP.

Water apple or rose apple (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) is a fruit who contains high level of water and can be consumed as a fresh fruit.One of the problems on water apple are presence of pests and diseases. One of the diseases which attack on the water apple is anthracnose or fruit rot and pest which cause fruit rot are fruit flies. This research was aim to know the effect of wrapping the fruits and land sanitation toward the development of fruit rot and fruit fly in Bintaro, Tempuran and Betokan subdistrict, Demak. This research was conducted by using two factorial complete randomized design method with six treatments and ten replications. SAS program for Windows version 9.1 with advanced test Duncan at 0.05 will be used for analyzing the data. The result of this research were wrapping the fruits and land sanitation had no effect on insidence and severity disease. Land sanitation had no effect for pests but wrapping the fruits most effective toward fruit flies.

(8)
(9)

9

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

11

KEEFEKTIFAN PEMBUNGKUSAN BUAH UNTUK

PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA DAN LALAT

BUAH PADA TANAMAN JAMBU AIR (

Syzygium samarangense

)

WIDYA PANGESTIKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)
(14)
(15)

1

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian

ini yang berjudul “Keefektifan Pembungkusan Buah untuk Pengendalian Penyakit

Antraknosa dan Lalat Buah pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense)”.

Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua, bapak Kasmirin dan ibu Sri Sutastini yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang serta motivasi kepada penulis. Terima kasih kepada Elfrans Erlangga, Rendita Dhea Pharameswari dan keluarga yang selalu memberikan semangat serta dukungan dalam belajar. Terima kasih kepada Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi serta Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang memberikan banyak bimbingan, saran, pengetahuan dan dukungan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada teman-teman, khususnya Kridaningtyas Purwandari dan keluarga, Pak Sarmadi, Pak Supri, Bu Murni, Pak Trimo, Pak Kardomo, teman-teman Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman IPB dan teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 48 atas semua kebersamaan, semangat dan motivasinya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dan memotivasi penulis agar dapat menuliskan karya tulis yang lebih baik. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, Oktober 2015

(16)
(17)

3

Teknik Pengambilan Tanaman Contoh 3

Pembungkusan Jambu Air 3

Kondisi Umum Lahan Penelitian dan Teknik Budidaya 7

Identifikasi Cendawan Antraknosa 10

Identifikasi Lalat Buah 11

Pengaruh Pembungkusan dan Perawatan Lahan terhadap Antraknosa 12 Pengaruh Pembungkusan dan Perawatan Lahan terhadap Lalat Buah 14 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian, Keparahan dan

Tingkat Serangan Hama Penyakit 15

(18)
(19)

5

DAFTAR TABEL

1 Skoring penyakit antraknosa 5

2 Skoring serangan lalat buah 5

3 Luas panen dan produksi buah jambu air menurut

Kabupaten/Kota Jawa Tengah 2013 7

4 Jumlah tanaman, produksi dan rata-rata produksi jambu air di

Kabupaten Demak tahun 2013 7

5 Kondisi umum lahan pertanaman jambu air di Kabupaten Demak 8 6 Pengaruh pembungkusan dan perawatan lahan terhadap kejadian

dan keparahan penyakit 13 7 Pengaruh pembungkusan dan perawatan lahan terhadap luas

serangan lalat buah 15

8 Uji chi-square antara lokasi, pemeliharaan, pembungkusan, penggunaan pupuk dan pestisida dengan kejadian, keparahan dan

tingkat serangan hama penyakit 15

DAFTAR GAMBAR

1 Pola pengambilan tanaman contoh pada pertanaman jambu air 3 2 Buah jambu air yang dibungkus dengan menggunakan plastik

bening 4

3 Buah jambu air, varietas citra (1) dan varietas delima (2) 8

4 Kondisi lahan pertanaman jambu air 9

5 Penyakit antraknosa pada buah jambu air, gejala (1), tanda penyakit (2), koloni Gloeosporium sp. pada media PDA dalam

cawan petri (3), aservulus (4), apresoria (5), konidia (6) 10

6 Konidia cendawan Pestalotia sp. 11

7 Gejala serangan lalat buah (1), larva (2), pupa (3), lalat buah

(20)
(21)

7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kejadian penyakit antraknosa pada lahan jambu air 22 2 Keparahan penyakit antraknosa pada lahan jambu air 22 3 Tingkat serangan lalat buah pada lahan jambu air 22 4 Hasil analisis ragam tingkat serangan lalat buah 22

5 Hasil analisis ragam kejadian penyakit 23

6 Hasil analisis ragam keparahan penyakit 23

(22)
(23)

1 penghilang dahaga saat perjalanan karena buah jambu air memiliki kandungan air yang melimpah. Buah jambu air tidak hanya manis dan menyegarkan, namun kaya akan vitamin C dan A.

Menurut Cahyono (2010), jambu air dapat menjadi obat beberapa macam penyakit, seperti menyembuhkan luka-luka pada tepi mulut dan lidah, meningkatkan pertahanan tubuh, mencegah proses penuaan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, memperkuat gigi, mencegah dan mengobati sariawan, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan suhu badan.

Produksi jambu air di Indonesia sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Produksi jambu air pada tahun 2011 dan 2012 berturut-turut sebanyak 103 156 ton dan 104 392 ton. Namun produksi jambu air mengalami penurunan menjadi 91 291 ton pada tahun 2013 dan meningkat kembali pada tahun 2014 menjadi 91 983 ton (BPS 2015). Situasi ini menjadi tantangan bagi petani Indonesia untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi jambu air sesuai dengan permintaan pasar.

Penyakit antraknosa dan lalat buah menjadi permasalahan utama pada jambu air. Penyakit antraknosa biasanya disebabkan oleh Colletotrichum sp. dan

Gloeosporium sp. Cendawan penyebab antraknosa paling banyak menyerang tanaman jambu air di tahap pembuahan. Menurut Agrios (1988), penyakit antraknosa juga menyerang daun, pucuk dan ranting.

Menurut Agrios (1997), Gloeosporium tergolong ke dalam: Kingdom : Fungi

Penyakit yang disebabkan oleh Gloeosporium diinformasikan tidak terlalu menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen, sehingga petani tidak melakukan pengendalian tertentu untuk mengendalikan penyakit ini. Gejala dari serangan cendawan Gloeosporium sp. ini yaitu tunas-tunas muda mengering dan mati (mati ujung), daun-daun tua terlihat bercak cokelat atau kehitaman dan daun yang terserang parah akan berguguran. Buah yang terserang membusuk dan berguguran. Cendawan mudah berkembang pada kondisi lingkungan yang lembab, mudah tersebar oleh angin dan air hujan (Agrios 1988).

(24)

berwarna hitam yang tidak terlalu jelas. Titik kecil ini merupakan bekas tusukan ovipositor dan biasanya akan diikuti dengan munculnya nekrosis di sekitar tusukan. Telur akan menetas dan larva memakan daging buah yang menyebabkan noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat. Larva akan merusak daging buah sehingga buah menjadi busuk dan gugur sebelum kematangan yang diinginkan. Buah yang gugur, jika tidak segera dikumpulkan dan dimusnahkan akan menjadi sumber infestasi lalat buah generasi berikutnya.

Pengendalian terhadap cendawan dan lalat buah tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman jambu air. Penelitian mengenai pengendalian penyakit antraknosa dan lalat buah pada jambu air masih perlu dilakukan untuk membantu petani dalam mengendalian hama penyakit.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pembungkusan buah dan perawatan lahan terhadap perkembangan penyakit antraknosa dan serangan lalat buah.

Manfaat Penelitian

(25)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada pertanaman jambu air di Desa Betokan, Bintoro dan Tempuran, Kecamatan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Identifikasi cendawan dilakukan di Laboratorium Mikologi dan identifikasi lalat buah dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2015.

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon jambu air, plastik, tali rafia, air, tisu, NaOCl, chloramphenicol, alkohol, media PDA (Potato dextrose agar), spiritus, kertas HVS, buku kunci identifikasi dan laminating sebagai label. Peralatan yang digunakan adalah laminator air flow, termometer, gelas ukur, labu erlenmeyer, cawan petri, autoklaf, spidol, cover glass, gelas objek, mikroskop digital dan mikroskop compound.

Metode Penelitian Teknik Pengambilan Tanaman Contoh

Pengambilan tanaman contoh dilakukan pada lahan jambu air terawat dan tidak terawat. Karakteristik lahan terawat yaitu lahan bersih dari buah dan daun rontok, jarak taman minimal 4 m x 4 m, saluran irigasi baik yaitu saluran irigasi bersih dari buah ataupun gulma yang terapung di air, penyiangan dari gulma dan pemangkasan. Pemangkasan berupa pemangkasan cabang atau ranting yang rusak, membuang tunas-tunas yang tumbuh pada batang bawah dan pembuangan daun-daun kering atau yang terserang hama. Pemilihan lahan terawat dan tidak terawat bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian dan keparahan penyakit antraknosa serta serangan lalat buah pada dua kondisi lahan. Lahan yang diamati sebanyak 6 lahan. Sampel tanaman terdiri atas 10 pohon per-lahan yang dipilih secara sistematik.

Gambar 1 Pola pengambilan tanaman contoh pada pertanaman jambu air Pembungkusan Buah Jambu Air

(26)

Gambar 2 Buah jambu air yang dibungkus dengan menggunakan plastik bening Pembungkusan buah dilakukan pada 3 sampai 5 buah jambu air dan dilakukan sebanyak lima bungkus per-pohon. Perlakuan yang diberikan yaitu:

1. P1A = Pembungkusan buah pada lahan terawat 2. P2A = Pembungkusan buah pada lahan terawat 3. TPA = Buah tidak dibungkus pada lahan terawat 4. P1B = Pembungkusan pada lahan yang tidak terawat 5. P2B = Pembungkusan pada lahan yang tidak terawat 6. TPB = Buah tidak dibungkus pada lahan tidak terawat Pengamatan Penyakit Antraknosa

Pengamatan gejala penyakit antraknosa dengan menghitung skoring dan dilakukan saat menjelang panen. Pengukuran kejadian penyakit dihitung menggunakan rumus menurut Zadoks and Schein (1979):

dengan,

n : jumlah buah contoh yang terserang N : jumlah buah contoh yang diamati

dengan,

ni : jumlah buah yang terserang vi : skor pada setiap kategori serangan N : jumlah buah yang diamati

V : skor tertinggi untuk kategori serangan

Metode skoring penyakit busuk buah berdasarkan Holliday and Mowat (1963) yang dimodifikasi sebagai berikut:

Kejadian penyakit =vv x 100%n N

Keparahan penyakit = ∑(ni x vi)

(27)

5 Tabel 1 Skoring penyakit antraknosa

Luas bercak (%) Nilai Keterangan

0 0 Tidak ada serangan tanaman contoh. Pengukuran luas serangan dihitung menggunakan rumus menurut Zadoks and Schein (1979):

dengan,

n : jumlah buah contoh yang terserang N : jumlah buah contoh yang diamati

dengan,

n : jumlah buah yang terserang �� : skor pada setiap kategori serangan N : jumlah buah yang diamati

� : skor tertinggi untuk kategori serangan

Metode skoring tingkat kerusakan lalat buah berdasarkan Hunter et al. (1998) yang dimodifikasi sebagai berikut:

Tabel 2 Skoring serangan lalat buah

Luas busuk buah (%) Nilai Keterangan

0 0 Tidak ada serangan

Identifikasi cendawan dilakukan dengan cara isolasi dengan mengambil mengambil buah yang memiliki gejala antraknosa. Buah dicuci dengan air mengalir. Buah dipotong sepanjang 0.5-1 cm di antara bagian sakit dan sehat. Potongan buah jambu air didisinfeksi permukaan menggunakan larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 1% selama 2 menit, setelah itu direndam pada alkohol 70% selama 1 menit dan dibilas menggunakan air steril dan dikeringanginkan. Potongan buah diisolasi pada media Potato dextrose agar (PDA) yang telah diberi chloramphenicol dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Isolat cendawan

Luas serangan = x 100%n N

Tingkat kerusakan = ∑(ni x vi)

(28)

yang sudah didapatkan, diremajakan dengan ditumbuhkan pada media PDA sebanyak 10 cawan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 6-7 hari. Kemudian diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis dengan mengamati warna koloni, bentuk konidia dan aservulus berdasarkan Barnett dan Hunter (1998). Identifikasi Lalat Buah

Identifikasi lalat buah dilakukan dengan mengambil buah yang memiliki gejala. Larva lalat buah yang ada di dalam buah bergejala diambil dan dipelihara hingga menjadi imago dewasa. Imago lalat buah diidentifikasi berdasarkan ciri morfologi dengan menggunakan kunci identifikasi International Centre for the Management of Pest Fruit Flies (2008).

Analisis Data

Percobaan disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap dua faktorial dengan 6 perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri atas 10 ulangan. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SAS for windows versi 9.1.3. Uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 5% dan uji

(29)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lahan Penelitian dan Teknik Budidaya

Kabupaten Demak dikenal sebagai sentra penghasil buah jambu air di Provinsi Jawa Tengah. Jambu air yang paling banyak ditanam oleh petani yaitu jambu air manis (Syzygium samarangense) dengan varietas jambu air Citra dan Delima. Jambu air manis diicirikan dengan bentuk buah yang bulat memanjang dan kompak serta besar. Buah memiliki rasa manis dan menyegarkan. Kabupaten Demak memiliki urutan pertama dalam hal jumlah pohon dan produksi jambu air dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Tengah.

Tabel 3 Luas panen dan produksi buah jambu air menurut Kabupaten/Kota Jawa Tengah 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Penelitian dilakukan pada tiga desa, yaitu Desa Tempuran, Bintoro dan Betokan dengan pengamatan dilakukan pada enam lahan yang memiliki kesamaan kondisi lingkungan.

Tabel 4 Jumlah tanaman, produksi dan rata-rata produksi jambu air di Kabupaten Demak tahun 2013

(30)

jambu air merah Delima setara dengan budidaya di lahan kering. Oleh karena itu, penelitian lebih banyak dilakukan di Desa Betokan.

Tabel 5 Kondisi umum lahan pertanaman jambu air di Kabupaten Demak

Informasi lahan

Lahana

P1A P2A TPA P1B P2B TPB

Desa Bintoro Tempuran Betokan Betokan Betokan Betokan

Varietas Citra Citra Citra,

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat, P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan tidak terawat

Varietas yang ditanam oleh petani merupakan varietas Citra dan Delima, namun saat penelitian hanya dilakukan pengamatan pada varietas Citra karena hanya varietas Citra saja yang sedang panen. Jambu air Citra memiliki rasa yang sangat manis, renyah, ukuran buah cukup besar (200-250 g per buah) dan warna buah merah tua (Rebin 2013). Bentuk buah jambu air Citra lebih panjang dibandingkan jambu air Delima dan terdapat lekukan di bagian tengah buah.

Gambar 3 Buah jambu air, varietas citra (1) dan varietas delima (2)

Petani biasanya melakukan pemangkasan setiap satu tahun sekali, namun ada beberapa lahan (B1, B2, dan B3) yang tunas-tunas pada batang pokok tidak dipangkas. Pemangkasan bertujuan untuk mengatur pertumbuhan cabang, membuang cabang rusak dan membuang tunas air. Pemangkasan akan membentuk tajuk yang lebih baik dan mengurangi kerimbunan tanaman sehingga akan merangsang pertumbuhan ranting dan pembungaan secara maksimal. Pertumbuhan ranting ke arah samping akan membantu petani dalam memanen jambu air. Jarak tanam pada setiap lahan sudah sesuai dengan yang ditentukan sehingga tanaman tidak terlalu rapat dan buah cukup dalam penerimaan cahaya matahari.

(31)

9 Penyiangan gulma perlu dilakukan karena gulma akan mengganggu pertumbuhan tanaman jambu air dan menurunkan produksi buah. Gulma akan berkompetisi dalam pengambilan air dan zat hara. Frekuensi penyiangan gulma dilakukan secara tidak menentu bergantung pada banyaknya gulma yang tumbuh di lahan. Petani biasanya melakukan pengendalian gulma secara manual. Sanitasi lahan hanya dilakukan pada beberapa lahan saja. Sanitasi bertujuan untuk memutus daur hidup lalat buah dan penyakit. Lahan A1, A2, dan A3 melakukan sanitasi buah dengan mengubur buah yang busuk dan buah yang memiliki gejala.

Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi tanaman jambu air. Jenis pupuk yang diberikan pada setiap lahan adalah pupuk organik seperti pupuk kandang dan kompos serta pupuk NPK, KCl, dan TSP. Dosis pemberian pupuk kandang pada setiap lahan sekitar 100-120 kg per pohon dan hanya satu lahan saja yang memberikan dosis pupuk kompos 25 kg per pohon. Pemberian pupuk NPK, KCl, dan TSP dilakukan dengan dosis 1 kg per pohon yang diaplikasikan setiap empat bulan sekali pada lahan A1, A2, B2, dan B3 serta dosis 0.5 kg per pohon pada lahan A3. Pemberian pupuk urea pada lahan B1 sebanyak 2 kg per pohon.

Gambar 4 Kondisi lahan pertanaman jambu, lahan P1A (1), lahan P2A (2), lahan TPA(3), lahan P1B (4), lahan P2B (5), dan lahan TPB (6)

1 2

3 4

(32)

Identifikasi Cendawan

Cendawan penyebab penyakit antraknosa diisolasi dari sampel buah yang menunjukkan gejala busuk sirkuler. Gejala pada buah berupa busuk dengan bercak-bercak yang berlekuk-lekuk (sirkular), berwarna coklat dan terdapat titik titik berwarna jingga. Bercak akan semakin luas dan jambu akan membusuk. Pengamatan tanda penyakit antraknosa menggunakan mikroskop digital (2.0 megapixel). Pengamatan morfologi Gloeosporium sp. pada media PDA membentuk miselium berwarna putih yang lama kelamaan akan berubah warna menjadi abu-abu kehitaman. Identifikasi cendawan yang dilakukan berdasarkan Barnett dan Hunter (1998) menunjukkan bahwa cendawan tersebut termasuk ke dalam genus Gloeopsorium.

Gambar 5 Penyakit antraknosa pada buah jambu air, gejala (1), tanda penyakit (2), Koloni Gloeosporium sp. pada media PDA dalam cawan petri (3), aservulus (4), apresoria (5), konidia (6), perbesaran 40x10 (4,5,6) 5

1

3

(33)

11 Pengamatan cendawan Gloeosporium sp. secara mikroskopis mempunyai aservulus dengan garis tengah 90-120 µm, berwarna jingga gelap dan berdinding tebal. Apresorium berbentuk bulat dengan dinding tebal dan berwarna gelap. Badan buah berbentuk aservulus (Ploetz et al 2003). Konidia hialin (tidak berwarna), satu sel, jorong atau silindris dengan kedua sisi ujung tumpul.

Selain cendawan Gloeosporium sp., juga ditemukan cendawan lain pada salah satu buah yaitu cendawan Pestalotia sp. Gejala penyakit cendawan ini sulit teridentifikasi karena pada saat pengamatan gejala bersatu dengan gejala penyakit antraknosa. Cendawan Pestalotia sp. juga ditemukan menginfeksi Syzygium samarangense di Thailand. Gejala yang ditemukan pada buah yaitu berbentuk bercak berwarna merah yang mencekung di bagian buah jambu air, terdapat miselium berwarna putih, dan bintik-bintik hitam (Maharachchikumbura et al.

2013). Cendawan Pestalotia sp. memiliki konidia yang terdiri dari dua sel atau lebih, berwarna gelap, dan memeliki dua atau lebih embelan di bagian ujung konidia (Watanabe 2002).

Gambar 6 Konidia cendawan Pestalotia sp. dengan perbesaran 40x10 Identifikasi Lalat Buah

Identifikasi lalat buah menggunakan kunci identifikasi International Centre for the Management of Pest Fruit Flies (2008). Gejala yang terlihat di lapangan yaitu terdapat bekas tusukan kecil, yang di sekitarnya terdapat bercak yang lama kelamaan akan menyebabkan buah busuk. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa lalat buah yang menyerang jambu air termasuk dalam

Bactrocera albistrigata dan Bactrocera papayae.

Bactrocera merupakan genus lalat buah yang paling banyak ditemukan pada buah-buahan. Bactrocera albistrigata dan Bactrocera papayae merupakan spesies lalat buah yang memiliki tanaman inang yang beragam dan hampir selalu tersedia sepanjang tahun. Menurut Siwi et al. (2006), Tanaman inang B. albistrigata adalah jambu biji, jambu air, jambu bol dan nangka. Tanaman inang

(34)

Gambar 7 Gejala serangan lalat buah (1), larva (2), pupa (3), lalat buah

Bactrocera albistrigata (4), Bactrocera papayae (5)

Hasil penelitian Helda et al. (2013) menyatakan bahwa spesies lalat buah yang ditemukan pada tanaman jambu air adalah B. carambolae dan B. albistrigata. Indriyanti et al. (2014) melaporkan lalat buah B. albistrigara

ditemukan menyerang buah jambu air jenis Delima. Ciri utama dari B. albistrigara yaitu pada bagian sayap terdapat dua pola pita hitam dan terdapat pola hitam yang lebar di sisi lateral abdomen. Ciri utama B. papayae yaitu pola hitam tipis pada sayap bagian apeks dan pola hitam “T” yang jelas (International Centre for the Management of Pest Fruit Flies 2008).

Pengaruh Pembungkusan Buah dan Perawatan Lahan terhadap Kejadian dan Keparahan Penyakit Antraknosa

Gejala antraknosa yang terlihat di lapangan berupa adanya bercak-bercak yang berlekuk-lekuk (sirkular), dan berwarna coklat. Semakin lama, bercak ini akan semakin luas dan jambu akan membusuk (Gambar 5). Cendawan menginfeksi melalui luka atau lentisel pada buah yang masih mentah, tetapi cendawan tidak dapat berkembang, berada dalam keadaan laten dan baru berkembang setelah buah matang. Cendawan dapat menginfeksi buah yang masih mentah dan dapat dorman selama 3 bulan. Cendawan akan aktif dan menyebabkan pembusukan pada waktu buah mulai matang.

Petani jambu air di wilayah Kabupaten Demak, melakukan pembungkusan buah jambu air untuk menghindari serangan lalat buah dan penyebaran penyakit antraknosa. Pembungkusan termasuk salah satu bentuk pengendalian secara fisik yang dapat menghalangi ruang gerak hama sehingga tidak dapat mendekati bagian

1

4 5

(35)

13 tanaman yang dikehendaki. Pengamatan kejadian dan keparahan penyakit dilakukan saat buah sudah matang.

Tabel 6 Pengaruh pembungkusan dan perawatan lahan terhadap kejadian dan keparahan penyakit

Lahana Rata-Rata Kejadianb Rata-Rata Keparahanb

P1A 7.27a 5.00a

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat, P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan tidak terawat

b

Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Pembungkusan dan perawatan lahan yang dilakukan pada enam lokasi tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian dan keparahan penyakit antraknosa. Namun secara umum buah jambu yang dibungkus menunjukkan tingkat kejadian dan keparahan penyakit yang lebih kecil dibandingkan buah jambu yang tidak dibungkus (kontrol). Hal ini karena tujuan utama pembungkusan buah untuk menghindari serangan hama seperti lalat buah. Pembungkusan dengan menggunakan plastik bening akan menyebabkan uap udara yang terakumulasi sulit untuk dikeluarkan kembali sehingga menyebabkan buah busuk karena terkena air.

Buah yang terserang antraknosa dan tidak dibungkus akan menjadi sumber inokulum. Menurut Lim dan Manicom (2003), cendawan Colletotrichum sp. terutama dipencarkan oleh percikan air dan angin. Hal ini menyebabkan buah yang tidak dibungkus, memiliki kejadian dan keparahan penyakit yang lebih tinggi dibandingkan buah yang dibungkus. Meskipun tingkat keparahan penyakit tergolong sedang, hal tersebut dapat menurunkan kualitas dan kuantitas jambu air serta merugikan petani karena apabila satu buah hanya terserang sedikit saja di sekitar ujung buah, hal tersebut sudah dikatakan rusak 100% karena buah merupakan bagian utama yang dipanen dan jika tetap dikumpulkan dengan buah lain yang masih bagus, akan menjadi inokulum baru dan menyerang buah lainnya. Cendawan ini hidup saprofit pada bagian-bagian tanaman yang sudah mati dan bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit. Cendawan ini adalah parasit lemah, dapat menginfeksi dan berkembang pada jaringan yang lemah, khususnya karena proses penuaan. Cendawan menginfeksi melalui luka atau lentisel pada buah yang masih mentah dan baru berkembang setelah buah matang. Saat kondisi lembab dan teduh, cendawan pada bagian yang sakit akan membentuk konidium dalam jumlah yang besar, yang terikat dalam masa lendir berwarna merah jambu (Syahnen dan Pinem 2010).

(36)

2003) dengan suhu optimal 28 ºC (Menge et al 2003) dan pada suhu di bawah 5 ºC dan di atas 40 ºC tidak dapat berkecambah. Menurut Semangun (2007), sprorulasi cendawan Gloeosporium piperatum terjadi pada suhu 23 ºC. Kelembaban udara yang membantu perkembangan penyakit berkisar 95-97% (Ploetz 2003). Menurut (Tilaar 2004), kelembaban udara 95% akan sangat membantu inisiasi infeksi dan perkembangan penyakit. Cendawan akan menghasilkan kumpulan konidia yang berwarna putih pada daun ketika berada pada kondisi yang lembab. Konidia yang jatuh pada permukaan daun atau buah akan segera berkecambah dan mengadakan penetrasi (Syahnen dan Pinem 2010). Pengaruh Pembungkusan dan Perawatan Lahan terhadap Tingkat Serangan

dan Kerusakan Lalat Buah

Faktor lingkungan berupa suhu dan kelembaban menyebabkan rendahnya tingkat kejadian dan keparahan penyakit antraknosa pada buah. Namun, suhu dan kelembaban di lapangan sangat sesuai terhadap perkembangan dan tingkat serangan lalat buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Bateman (1972 dalam Ginting 2009) yang menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap perkembangan, keperidian, lama hidup dan mortalitas Bactrocera sp. Lalat buah umumnya dapat hidup dan berkembang pada suhu 10-30 ºC dan antara suhu 25-30 ºC telur lalat buah dapat menetas dalam waktu yang singkat yaitu 30-36 jam. Kelembaban yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban udara yang terlalu tinggi (95-100%) dapat mengurangi laju peletakan telur.

Pembungkusan dilakukan dengan menggunakan kantong plastik bening. Berdasarkan penelitian Damayanti (2000), pengaruh jenis pembungkus terhadap intensitas serangan lalat buah menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap kontrol dan jenis pembungkus kertas mendapat serangan lalat buah yang rendah dibandingkan dengan plastik bening, hitam, dan kantong kasa.

Perawatan lahan yang dilakukan pada keenam lahan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan lalat buah. Hal ini karena pada saat menjelang panen, petani tidak melakukan sanitasi atau pengumpulan buah jambu air yang terserang baik yang masih di dalam kantung plastik ataupun yang berjatuhan di tanah. Selain itu, banyaknya pohon dan bunga yang tumbuh menyebabkan keterlambatan dalam melakukan pembungkusan buah.

(37)

15 Tabel 7 Pengaruh pembungkusan dan perawatan lahan terhadap

tingkat serangan dan kerusakan lalat buah

Lahana Rata-Rata Seranganb

P1A 15.53abc

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat, P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan tidak terawat

b

Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Semakin banyak jumlah tusukannya maka semakin banyak jumlah larva yang menginfestasi buah tersebut. Tusukan ovipositor berukuran kecil, seperti tertusuk jarum. Gejala yang terlihat di lapangan yaitu terdapat bekas tusukan kecil dan bekas keluarnya larva yang di sekitarnya terdapat bercak yang lama kelamaan akan menyebabkan buah busuk (Gambar 7).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian, keparahan dan tingkat serangan hama penyakit

Tabel 8 Uji chi-square hubungan antara lokasi, pemeliharaan, pembungkusan, penggunaan pupuk dan pestisida dengan kejadian, keparahan, dan tingkat serangan hama penyakita

(38)

Persentase kejadian penyakit memiliki nilai yang jauh berbeda pada enam lokasi. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil analisis chi-square yaitu nilai �2 hitung lebih besar dibandingkan oleh nilai �2 tabel (Tabel 7), artinya terdapat hubungan antara lokasi dengan kejadian penyakit antraknosa. Ketersediaan inang diduga mempengaruhi tingkat kejadian dan keparahan penyakit karena tidak semua pohon mengalami fase pematangan buah 100%. Namun, tidak terdapat hubungan antara lokasi dengan keparahan penyakit antraknosa (Tabel 7). Penggunaan pupuk (kandang, kompos dan TSP) ada hubungan dengan kejadian dan keparahan penyakit. Hal ini diduga adanya unsur yang terkandung di dalam pupuk kompos atau kandang yang dapat mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit seperti unsur nitrogen. Menurut Senoaji dan Praptana (2013), peningkatan kerentanan tanaman terhadap patogen terjadi pada saat kadar N tinggi.

Pembungkusan buah menjadi salah satu pengendalian yang cukup efektif terhadap serangan lalat buah. Hal ini terlihat dari nilai �2 hitung lebih besar dibandingkan oleh nilai �2 tabel (Tabel 7), artinya terdapat hubungan antara pembungkusan dengan tingkat serangan lalat buah. Selain itu, tingkat serangan lalat buah lebih kecil pada buah yang dibungkus dibandingkan buah yang tidak dibungkus. Menurut Damayanti (2000), pengaruh jenis pembungkus (kasa, kertas, kantong plastik hitam dan putih) terhadap bobot buah jambu menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol. Pembungkus kantong kertas dan kantong plastik putih dapat meningkatkan bobot buah jambu air secara berturut-turut sebesar 24.4 % dan 19.6 %.

(39)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pembungkusan dan perawatan lahan yang diaplikasikan pada tanaman jambu air tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan dan keparahan penyakit antraknosa pada buah. Pembungkusan buah yang diaplikasikan pada tanaman jambu air berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan lalat buah. Namun, perawatan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan akibat lalat buah. Penyakit yang menyerang buah jambu air adalah Gloeosporium

sp. dan lalat buah yang menyerang buah jambu air adalah Bactrocera albistrigata

dan B. papayae.

Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1988. Plant Pathology. 3th Ed. San Diego (US): Elsevier Academic Press.

Agrios GN. 1997. Plant Pathology. 4th Ed. San Diego (US): Elsevier Academic Press.

Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Minnesota (US): APS Pr.

Bateman MA. 1972. The ecology of fruit flies. Di dalam: Ginting, editor. Keanekaragaman lalat buah (Diptera:Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor sebagai bahan kajian penyususnan analisis resiko hama. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Demak Dalam Angka 2013. [internet]. [diunduh 2015 Juli 11]. Tersedia pada: demak.bps.go.id

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Luas panen dan produksi buah dan sayuran tahunan (BST) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah [internet].

[diunduh 2014 Juni 14]. Tersedia pada:

http://jateng.bps.go.id/webbeta/frontend/linkTabelStatis/view/id/989

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi buah-buahan dan sayuran tahunan di Indonesia [internet]. [diunduh 2015 Sep 11]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=55&notab=16

Cahyono B. 2010. Sukses Budi Daya Jambu Air. Yogyakarta (ID): Lily Publisher. Damayanti M. 2000. Pengaruh jenis pembungkus dan saat pembungkusan terhadap kualitas buah jambu air (Syzygium samarangense). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Helda S, Mujiyanto 2013. Identifikasi hama lalat buah (Diptera: Tephtritidae) pada berbagai macam buah-buahan. Jurnal Ziraa’ah. 36(1):32-39.

Holliday P, Mowat WP. 1963. Foot Rot of Piper nigrum L. (Phytophthora palmivora). London (GB): Commonwealth Mycological Institute.

Indriyanti DR, Isnaini YN, Priyono B. 2014. Identifikasi dan kelimpahan lalat buah Bactrocera pada berbagai buah terserang. Jurnal Biosaintifika. 6(1):39-45.

International Centre for the Management of Pest Fruit Flies. 2008. Fruit Flies of Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management. Australia: Griffith University.

Lim TK, Manicom BQ. 2003. Diseases of guava. Di dalam: Ploetz RC, editor.

Disease of Tropical Fruit Crops. Wallingford (UK): CABI Publishing. Maharachchikumbura SSN, Guo LD, Chukeatirote E, Mckenzie EHC, Hyde KD.

2013. A destructive new disease of Syzygium samarangense in Thailand caused by the new species Pestalotiopsis samarangensis. Tropical Plant Pathology. 38(3):227-235.

Menge JA, Ploetz RC. 2003. Diseases of Avocado. Di dalam: Ploetz RC, editor.

Disease of Tropical Fruit Crops. Wallingford (UK): CABI Publishing. Pertiwi MD, Prajitno D, Shiddieq D. 2012. Pengaruh Perbedaan jenis lahan dan

(41)

19 Ploetz RC. 2003. Disease of Tropical Fruit Crops: Diseases of mango.

Wallingford (UK): CABI Publishing.

Ploetz RC, Lim TK, Menge JA, Rohrbach KG, Michailides TJ. 2003. Common pathogens of tropical fruit crops. Di dalam: Ploetz RC, editor. Disease of Tropical Fruit Crops. Wallingford (UK): CABI Publishing.

Rebin. 2013. Teknik perbanyakan jambu air citra melalui stek cabang. Iptek Hortikultura. [internet]. [diunduh 2014 Nov 21); 9: 6-10. Tersedia pada: http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id

Sauers AV, Mullers. 2005. Host plants of the carambola fruit fly, Bactrocera carambolae Drew & Hancock (Diptera: Tephritidae), in Suriname, South America. Neotropical Entomology. 34(2):203-214.

Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Edisi ke-2. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Senoaji W, Praptana RH. 2013. Interaksi nitrogen dengan insidensi penyakit tungro dan pengendaliannya secara terpadu pada tanaman padi. Iptek Tanaman pangan 8(2):80-89.

Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Diptera: Tephtritidae). Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Syahnen, Pinem SE. 2010. Ancaman penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides) pada tanaman kakao dan pengendaliannya. [internet]. Medan (ID): Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan.

[diunduh 2014 Nov 28]. Tersedia pada:

http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/tinymcpuk/gambar/file/antrak nosa.pdf

Tilaar SV. 2004. Uji ketahanan berbagai genotipa cabai (Capsicum sp.) terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides Penz.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tersedia pada: www.repository.ipb.ac.id

Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Study

of Insects. 7th ed. Amerika Serikat (US): Thomson Brooks/Cole.

Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of Cultured Fungi and key too Species. 2th Ed. Boca ra ton (US): CRC Pr. Zadoks CJ, Schein RD. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management.

(42)
(43)

21

(44)

Lampiran 1 Kejadian penyakit antraknosa pada lahan jambu air

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat, P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan tidak terawat

Lampiran 2 Keparahan penyakit antraknosa pada lahan jambu air

Keparahan Penyakit Antraknosa pada Setiap Pohon(%)

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat, P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan tidak terawat

Lampiran 3 Tingkat serangan lalat buah pada lahan jambu air

Tingkat Serangan Lalat Buah pada Setiap Pohon (%)

Lahanb 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat, P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan tidak terawat

Lampiran 4 Hasil analisis ragam tingkat serangan lalat buah

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

(45)

23 Lampiran 5 Hasil Analisis ragam kejadian penyakit

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

f1= pembungkusan, bf2=perawatan lahan

Lampiran 6 Hasil analisis ragam keparahan penyakit

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Lampiran 7 Uji chi-square pembungkusan terhadap kejadian penyakit

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.064 3 .382

Likelihood Ratio 3.135 3 .371

Linear-by-Linear Association 1.570 1 .210

N of Valid Cases 60

Lampiran 8 Uji chi-square perawatan lahan terhadap kejadian penyakit

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .359 3 .949

Likelihood Ratio .359 3 .949

Linear-by-Linear Association .000 1 1.000

N of Valid Cases 60

Lampiran 9 Uji chi-square penggunaan pupuk kandang terhadap kejadian penyakit

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 14.764 3 .002

Likelihood Ratio 16.941 3 .001

Linear-by-Linear Association 7.812 1 .005

(46)

Lampiran 10 Uji chi-square penggunaan pestisida terhadap kejadian penyakit

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.590 3 .459

Likelihood Ratio 2.624 3 .453

Linear-by-Linear Association .297 1 .586

N of Valid Cases 60

Lampiran 11 Uji chi-square pembungkusan terhadap serangan lalat buah

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 12.077 4 .017

Likelihood Ratio 14.555 4 .006

Linear-by-Linear Association 8.405 1 .004

N of Valid Cases 60

Lampiran 12 Uji chi-square pemeliharaan terhadap serangan lalat buah

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5.998 4 .199

Likelihood Ratio 6.138 4 .189

Linear-by-Linear Association 1.000 1 .317

N of Valid Cases 60

Lampiran 13 Uji chi-square penggunaan pupuk kandang terhadap serangan lalat buah

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.861 4 .581

Likelihood Ratio 2.926 4 .570

Linear-by-Linear Association .050 1 .824

N of Valid Cases 59

Lampiran 14 Uji chi-square penggunaan pestisida terhadap serangan lalat buah

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.498 4 .112

Likelihood Ratio 7.632 4 .106

Linear-by-Linear Association 1.805 1 .179

(47)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 16 Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Kasmirin dan Sri Sutastini.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Tebing Tinggi, Sumatera Utara pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis pernah mendapatkan beasiswa Walikota Kota Tebing Tinggi pada tahun 2003-2005, beasiswa Sayap Garuda pada tahun 2008 s/d 2011. Selama S1, penulis mendapatkan beasiswa BUMN (PT Angkasa Pura II) pada tahun 2012 s/d 2014 dan beasiswa Genksi Social Fund pada tahun 2014 s/d 2015.

Gambar

Gambar 2  Buah jambu air yang dibungkus dengan menggunakan plastik bening
Tabel 3  Luas panen dan produksi buah jambu air menurut Kabupaten/Kota Jawa
Tabel 5  Kondisi umum lahan pertanaman jambu air di Kabupaten Demak
Gambar 4  Kondisi lahan pertanaman jambu, lahan P1A (1), lahan P2A (2),                    lahan  TPA(3), lahan P1B (4), lahan P2B (5), dan lahan TPB (6)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa mampu menghitung rata-rata curah hujan dengan menggunakan metode garis antara. Mahasiswa mampu membuat peta rata-rata curah hujan dengan menggunakan metode

Aktivitas yang dilakukan Guru SMP Negeri 1 Pacitan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anna Uhl Chamot (2005), yang membahas mengenai

Disajikan narasi tentang tugas salah satu Malaikat yang berkaitan dengan kehidupan manusia, peserta didik dapat menentukan perilaku yang mencerminkan iman kepada

Akan muncul konfirmasi Withdraw Order , jika telah sesuai klik Send.. • Trading

Klik ‘Investor Management’  Æ  ‘Reset Pincode Investor’. Sistem akan menampilkan field   Investor   ID  dan  Member   ID.  Input  data  pada  field   Investor  

Nilai korelasi antara variabel pula didukung dari hasil nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,349 atau 34.90%, artinya besarnya proporsi yang dapat dijelaskan

Penghentian pengakuan atas suatu aset keuangan (atau, apabila dapat diterapkan untuk bagian dari aset keuangan atau bagian dari kelompok aset keuangan sejenis)

(2) dalam Desain Interior Museum Seni Tari Tradisi Surakarta, tema perancangan memiliki peran penting didalam memecahkan suatu masalah yang mana ide gagasan