• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi Pelaku Usaha Mikro Makanan Ringan “Gipang” Dan “Ceprek Melinjo” Dalam Penjaminan Mutu Produk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kompetensi Pelaku Usaha Mikro Makanan Ringan “Gipang” Dan “Ceprek Melinjo” Dalam Penjaminan Mutu Produk"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPETENSI PELAKU USAHA MIKRO MAKANAN

RINGAN “GIPANG” DAN “CEPREK MELINJO” DALAM

PENJAMINAN MUTU PRODUK

ISNIYUNISYAFNA DIAH DELIMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kompetensi Pelaku

Usaha Mikro Makanan Ringan “Gipang” dan “Ceprek Melinjo” dalam Penjaminan Mutu Produk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)

RINGKASAN

ISNIYUNISYAFNA DIAH DELIMA. Kompetensi Pelaku Usaha Mikro

Makanan Ringan “Gipang” dan “Ceprek Melinjo” dalam Penjaminan Mutu Produk. Dibimbing oleh SITI AMANAH dan PRABOWO TJITROPRANOTO.

Kompetensi pelaku usaha mikro tentang pengolahan dan mutu produk senantiasa harus ditingkatkan. Pengolahan makanan ringan terutama gipang dan ceprek melinjo, merupakan usaha kecil dan mikro yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Banten. Daerah Banten dan sekitarnya, memiliki potensi beras ketan dan melinjo yang dapat diolah menjadi gipang dan ceprek melinjo. Produk hasil olahan ini dipasarkan kepada masyarakat setempat dan wisatawan. Kesulitan yang dihadapi oleh pelaku usaha pengolahan pangan pembuatan gipang antara lain, kurangnya modal dan pemasaran dalam menjual gipang kepada konsumen. Sampai saat ini, pengolahan Gipang dan Ceprek Melinjo di Banten dilakukan secara sederhana di rumah penduduk. Produk gipang sudah dikemas sesuai dengan kebutuhan konsumen namun ceprek melinjo belum dikemas dengan baik. Produk gipang dikemas dengan menggunakan toples plastik dan ceprek melinjo dikemas dengan menggunakan kantong plastik putih transparan. Permintaan akan makanan ringan berkualitas telah meningkat seiring dengan meningkatnya pemahaman konsumen akan makanan sehat. Permintaan konsumen tersebut memerlukan respon produsen makanan ringan untuk mengontrol kualitas produk.

Berkaitan dengan hal itu, tujuan penelitian adalah menjelaskan profil pelaku usaha mikro pengolahan pangan gipang dan ceprek melinjo di Banten dalam menjamin mutu, menganalisis faktor-faktor yang berkaitan tingkat kompetensi pelaku usaha mikro pengolahan pangan gipang dan ceprek melinjo dan merumuskan alternatif strategi pengembangan kompetensi pelaku usaha pengolahan pangan tersebut dalam menjamin mutu dan daya saing olahan pangan.

Penelitian ini didisain sebagai studi kasus, dengan kasus satu pelaku usaha

“Gipang” di Cilegon dan satu usaha “Ceprek Melinjo” di Pandeglang. Pelaku usaha gipang mempunyai lima pekerja dan pelaku usaha ceprek melinjo memiliki 50 orang pekerja sekaligus binaan untuk menjelaskan Kompetensi Pelaku Usaha Mikro Makanan Ringan Gipang dan Ceprek Melinjo dalam Penjaminan Mutu Produk di Cilegon dan Pandeglang. Wawancara mendalam, observasi, analisis korelasi dan analisis SWOT dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi tentang mutu produk. Kuesioner untuk mengumpulkan data kuantitatif, sebagai pendukung data kualitatif.

(5)

menambah atau menciptakan variasi produk, pengelolaan usaha secara online dan meningkatkan kemampuan untuk promosi dengan efektif terutama ke wisatawan luar Banten.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah usaha gipang dan ceprek melinjo memiliki kekhasan tersendiri. Usaha gipang didapat secara turun temurun sedangkan pelaku usaha ceprek meilnjo pemilik usaha mewarisi kompetensi usaha orangtuanya yang kemudian melatih dan membina 50 orang pekerjanya. Tingkat kompetensi pelaku usaha gipang diperoleh secara turun temurun dengan difasilitasi oleh pemilik usaha, sedangkan kompetensi pelaku usaha ceprek melinjo diperoleh dari pelatihan oleh pemilik usaha dan keluarganya. Strategi pengembangan yang bisa dilakukan pelaku usaha mikro makanan ringan gipang dan ceprek melinjo dengan cara: meningkatkan desain bentuk, rasa dan kemasan yang kreatif dan menarik, memperkuat ciri khas kedaerahan, menambah atau menciptakan variasi produk, pengelolaan usaha secara online dan meningkatkan kemampuan untuk promosi dengan efektif terutama ke wisatawan luar Banten.

(6)

SUMMARY

ISNIYUNISYAFNA DIAH DELIMA. Competence of Small Producers Snacks

“Gipang” and “Ceprek Melinjo” in Products Quality Assurance. Supervised by SITI AMANAH and PRABOWO TJITROPRANOTO.

Competence small producers of processing and product quality should be improved constantly. Processing snacks especially gipang and ceprek melinjo, the micro and small enterprises that developed in various regions in Indonesia, including in Banten. Banten and the surrounding area, has the potential of glutinous rice and melinjo which can be processed into of sweet rice crackers (in Bahasa Indonesia called Gipang) and of bitter nut crackers (in Bahasa Indonesia called ceprek melinjo). Processed products are marketed to local people and tourists. Difficulties faced by businesses gipang manufacture of food processing, among others, the lack of capital and marketing in selling gipang to consumers. Until now, processing Gipang and Ceprek Melinjo in Banten done simply at home resident. Gipang products already packaged in accordance with the needs of consumers but ceprek melinjo not packed properly. Gipang products packaged using a plastic jar and ceprek melinjo packed with transparent white plastic bags. The demand for quality snacks has increased along with increasing consumer awareness for healthy food. The consumer demand require a response snack manufacturers to control product quality.

In that regard, the research objectives are profiles of the micro food processing gipang and ceprek melinjo in Banten in ensuring quality, analyzes the factors related to the level of competence of the micro food processing gipang and ceprek melinjo and formulate alternative strategies competency development businesses food processing in guaranteeing the quality and competitiveness of processed food.

A case study was conducted to an owner of food processing of sweet rice crackers (in Bahasa Indonesia called gipang) having five workers in Cilegon and an owner of bitter nut crackers (in Bahasa Indonesia in ceprek melinjo) in Pandeglang. The owner of ceprek melinjo has 50 employee trained to be the partners for producing ceprek melinjo. Data from the ownres and employees were gathered through in depth interviews, discussion and observation. The data collected were social-economics profile of producers, external support, and skills in ensuring product quality. Indentification to strengths, weaknesses, opportunities, and threats (SWOT) was also done to help formulating strategy for competencies development.

(7)

and exciting, strengthen or accentuate the hallmark of regionalism, add or create a variety of products, the management of its business online and improve the ability to sale with effective mainly to tourists outside the Province.

The conclusion of this study is an attempt gipang and ceprek melinjo has its own peculiarities. small producers Gipang acquired fell while the level of competence of small producers ceprek melinjo business owners inherited the business competence parents who then train and develop employees 50 people. The level of competence acquired businesses gipang hereditary facilitated by business owners, while businesses ceprek melinjo competence gained from training by the business owner and his family. The development strategy that can do the micro snacks gipang and ceprek melinjo by: improving the design of shapes, flavors and packaging that is creative and exciting, strengthen the hallmark of regionalism, add or create a variety of products, the management of its business online and improve the ability to sale with effective mainly to tourists outside the province.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

KOMPETENSI PELAKU USAHA MIKRO MAKANAN

RINGAN “GIPANG” DAN “CEPREK MELINJO” DALAM

PENJAMINAN MUTU PRODUK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah kompetensi, dengan judul Kompetensi Pelaku Usaha Mikro Makanan Ringan

“Gipang” dan “Ceprek Melinjo” dalam Penjaminan Mutu Produk.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc dan Bapak Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pemilik usaha Gipang Lestari Ibu MHM dan 5 orang pekerja dan pemilik usaha Ceprek Melinjo Rumah Emping Sari Jaya Bapak HD dan 50 orang pekerja yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa, Mama, Kakak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(13)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Kompetensi UKM 10

Usaha Kecil dan Mikro (UKM) 11

Pengolahan Pangan 12

Mutu Pangan 13

Faktor - Faktor yang Berkaitan dengan Tingkat Kompetensi 13

Profil Sosial Ekonomi Pelaku Usaha 13

Dukungan Eksternal Pelaku Usaha 16

Tingkat Kompetensi Pelaku Usaha Mikro Makanan Ringan 21

Kerangka Berpikir 23

Proposisi Penelitian 26

3 METODE 27 Rancangan Penelitian 27 Lokasi dan Waktu Penelitian 27 Pengumpulan Data 28 Pengukuran Data Kuantitatif 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 35 Profil Sosial Ekonomi Usaha Mikro Gipang dan Ceprek Melinjo 35 Pelaku Usaha Mikro Gipang 35 Pelaku Usaha Ceprek Melinjo 36 Profil Sosial Ekonomi 37

Dukungan Eksternal Pelaku Usaha 42

Tingkat Kompetensi Pelaku Usaha 47

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi Penjaminan Mutu 54

Keterkaitan Dukungan Eksternal Terhadap Tingkat Kompetensi 56

Strategi Pengembangan dalam Meningkatkan Kompetensi Pelaku Usaha Pengolahan Pangan Makanan Ringan Gipang 58

(14)

5 SIMPULAN DAN SARAN 66

Simpulan 66

Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 72

(15)

DAFTAR TABEL

1 Profil Sosial Ekonomi Pelaku Usaha Gipang “Lestari” di Cilegon dan

Ceprek Melinjo “Rumah Emping Sari Jaya” di Pandeglang, 2015 41 2 Dukungan Eksternal Pelaku Usaha Gipang “Lestari” di Cilegon dan

Ceprek Melinjo “Rumah Emping Sari Jaya” di Pandeglang, 2015 48 3 Sebaran Tingkat Kompetensi Pelaku Usaha Gipang Lestari dan Ceprek

Melinjo Rumah Emping Sari Jaya 54

4 Hubungan antara Profil sosial Ekonomi Pelaku Usaha terhadap Tingkat

Kompetensi 56

5 Hubungan Antara Dukungan Eksternal Pelaku Terhadap Tingkat

Kompetensi 57

6 Kekuatan dan Kelemahan Pelaku Usaha Makanan Ringan "Gipang" 59 7 Peluang dan Ancaman Pelaku Usaha Makanan Ringan "Gipang" 60 8 Strategi dalam Meningkatkan Kompetensi Pelaku Usaha Pengolahan

Pangan Makanan Ringan "Gipang" 61

9 Kekuatan dan Kelemahan Pelaku Usaha Makanan Ringan "Ceprek

Melinjo" 63

10 Peluang dan Ancaman Pelaku Usaha Makanan Ringan "Ceprek

Melinjo" 63

11 Strategi dalam Meningkatkan Kompetensi Pelaku Usaha Pengolahan Pangan Makanan Ringan "Ceprek Melinjo" 64

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Berpikir 25

2 Proses Pelatihan 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Panduan wawancara pemilik usaha Gipang 73 2 Panduan wawancara pemilik usaha Ceprek Melinjo 74

3 Proses pengolahan Gipang 75

4 Proses Pengolahan Ceprek Melinjo 77

5 Dokumentasi Pengolahan Gipang 80

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kompetensi pelaku usaha mikro tentang pengolahan dan mutu produk senantiasa harus ditingkatkan. Pengolahan makanan ringan terutama gipang dan ceprek melinjo, merupakan usaha kecil dan mikro yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Banten. Daerah Banten dan sekitarnya, memiliki potensi beras ketan dan melinjo yang dapat diolah menjadi gipang dan ceprek melinjo. Produk hasil olahan ini dipasarkan kepada masyarakat setempat dan wisatawan. Kesulitan yang dihadapi oleh pelaku usaha pengolahan pangan pembuatan gipang antara lain, kurangnya modal dan pemasaran dalam menjual gipang kepada konsumen (Susilo, 2008). Sampai saat ini, pengolahan gipang dan ceprek melinjo di Banten dilakukan secara sederhana di rumah penduduk (Krisnadewara, 2007). Produk gipang sudah dikemas sesuai dengan kebutuhan konsumen namun ceprek melinjo belum dikemas dengan baik. Produk gipang dikemas dengan menggunakan toples plastik dan ceprek melinjo dikemas dengan menggunakan kantong plastik putih transparan.

Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai bentuk motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting untuk melaksanakan pekerjaan. Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi menentukan perilaku dan kinerja seseorang dalam situasi dan peran yang beragam. Sampai saat ini, kompetensi pelaku usaha makanan ringan diperoleh secara turun temurun (Irawan, 2010). Konsumen ceprek melinjo dan gipang mengharapkan mutu produk yang serupa dengan makanan ringan produksi perusahaan pangan. Di sisi lain, kompetensi pelaku usaha mikro pengolahan gipang di Cilegon dan ceprek melinjo di Pandeglang dalam hal penjaminan mutu masih terbatas, karena masih mengejar kuantitas untuk dijual di kios-kios di daerah Banten dan sekitarnya.

Penelitian Subaedi tahun 2010 terhadap kinerja UKM di Surabaya memfokuskan pada tiga hal pokok: pengetahuan (knowledge) meliputi pengetahuan manajemen bisnis, pengetahuan produk atau jasa, pengetahuan tentang konsumen, promosi dan strategi pemasaran; keterampilan (skills) meliputi keterampilan produksi, berkomunikasi, kerjasama; dan kemampuan (ability) meliputi kemampuan mengelola bisnis, mengambil keputusan, memimpin, mengendalikan, berinovasi, situasi dan perubahan lingkungan bisnis. Menurut Subaedi (2010), faktor-faktor terkait dengan tingkat kompetensi, meliputi umur, motivasi, pengalaman usaha, jumlah pendapatan dan sumber modal. Semakin tinggi seluruh faktor tersebut dalam derajat tertentu dapat mendukung kompetensi.

(18)

2

merupakan proses membantu para pekerja menguasai keterampilan khusus atau memperbaiki kesenjangan dalam melaksanakan pekerjaan.

Dalam usaha kecil mikro makanan ringan, pelaku usaha perlu memiliki kompetensi dalam hal mutu produk yang dihasilkan. Agri-Food Business Development Centre (2007) menyebutkan bahwa kualitas produk pangan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor luar adalah hal yang dapat dilihat seperti: warna, flavor, penampakan, bentuk atau ukuran. Faktor dalam merupakan hal yang tidak dapat terlihat, misalnya: rasa, kemanisan, pahit, kesan di mulut atau kandungan gizi.

Beberapa aspek diduga memiliki keterkaitan dengan tingkat kompetensi pelaku usaha mikro tersebut. Aspek tersebut meliputi faktor dari dalam diri pelaku usaha: motivasi, pengalaman usaha, jumlah pendapatan dan sumber modal. Kompetensi akan semakin berkembang apabila memperoleh dukungan eksternal. Aspek tersebut meliputi pelatihan, akses dan pemanfaatan informasi, pengawasan mutu produk dan kemitraan. Adapun kompetensi pelaku usaha pengolahan yang perlu dikuasai Nugraha (2012) meliputi pengetahuan mutu produk, daya saing, keterampilan pengolahan dan sikap dalam penjaminan mutu.

Menurut European Commission (1999) daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga dapat memelihara tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau kemampuan daerah menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan eksternal

Kualitas/mutu produk makanan yang utama terdiri atas rasa, nilai pangan, dan nilai gizi. Inovasi produk olahan lokal termasuk gipang dan ceprek melinjo dapat dilakukan apabila pelaku usaha memiliki kompetensi yang mendukung. Inovasi tersebut dapat berupa diversifikasi produk, rasa, dan kemasan. Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini difokuskan pada kompetensi pelaku usaha mikro pengolahan pangan gipang dan ceprek melinjo.

Perumusan Masalah

Permintaan akan makanan ringan tradisional khas Banten semakin meningkat. Disisi lain, pelaku usaha mikro makanan ringan di Banten belum dapat mengikuti permintaan konsumen terhadap produk yang lebih kompetitif, seperti makanan ringan yang dikemas dengan menggunakan alumunium foil.

(19)

3 1. Bagaimana tingkat kompetensi pelaku usaha mikro pengolahan pangan gipang dan ceprek melinjo di Banten dalam hal penjaminan mutu produk makanan ringan tersebut?

2. Faktor-faktor apa saja yang berkaitan tingkat kompetensi pelaku usaha mikro pengolahan pangan tersebut?

3. Bagaimana upaya meningkatkan kompetensi pelaku usaha mikro pengolahan pangan dalam penjaminan mutu dan produk olahannya?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian adalah menganalisis kompetensi yang dimiliki pelaku usaha makanan ringan Gipang dan Ceprek Melinjo; dan memberikan masukan mengenai upaya pengembangan kompetensi sehingga produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Tujuan khusus penelitian meliputi hal berikut:

1. Menjelaskan profil pelaku usaha mikro pengolahan pangan gipang dan ceprek melinjo di Banten dalam menjamin mutu produk.

2. Menganalisis faktor-faktor yang berkaitan tingkat kompetensi pelaku usaha mikro pengolahan pangan gipang dan ceprek melinjo.

3. Merumuskan alternatif strategi pengembangan kompetensi pelaku usaha pengolahan pangan tersebut dalam menjamin mutu olahan pangan.

Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi pelaku usaha mikro pengolahan pangan dalam meningkatkan mutu produk sehingga dapat menjadi rujukan dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut.

(20)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kompetensi UKM

Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai segala bentuk motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Selanjutnya Spencer dan Spencer menjelaskan bahwa ada lima tipe kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan, konsep diri, sikap, dan motif. Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Menurut Spencer dan Spencer (1993) bahwa kompetensi merupakan karakteristik mendasar seseorang, yang menentukan terhadap hasil kerja yang terbaik dan efektif sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam suatu pekerjaan atau situasi tertentu. Kompetensi menentukan perilaku dan kinerja (hasil kerja) seseorang dalam situasi dan peran yang beragam. Dengan demikian, Tingkat kompetensi seseorang dapat digunakan untuk memprediksi bahwa seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak. Dalam bidang pendidikan, Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi yang harus dikuasai oleh pelajar perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar pelajar yang mengacu pada pengalaman langsung. Dengan demikian, dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan kompetensi, penilaian tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan yang bersifat subjektif. Di bidang penyuluhan, kompetensi digunakan sebagai dasar perubahan keorganisasian dan peningkatan kinerja.

Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental sesuai dengan unjuk kerja (kinerja) yang ditetapkan. Sedangkan Gilley dan Eggland (1989) mengatakan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan perannya.

Berkaitan dengan pengembangan kapital manusia dalam konteks penyuluhan menurut Sumardjo (2010a), bahwa human capital penyuluh setidaknya meliputi kompetensi-kompetensi: personal, sosial, andragogik, dan komunikasi inovatif. Kompetensi personal adalah kesesuaian sifat bawaan dan kepribadian penyuluh yang tercermin dalam kemampuan membawakan diri, kepemimpinan, kesantunan, motif berprestasi, kepedulian, disiplin, terpercaya, tanggung jawab, dan ciri kepribadian penyuluh lainnya.

(21)

5 komunikasi inovasi menyangkut reaktualisasi diri, penguasaan teknologi informasi, kemampuan berempati, kemampuan komunikasi partisipatif atau konvergensi, menggali dan mengembangkan pembaharuan, serta kewiraswastaan (enterpreneurship). Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi dan keadaan di dalam pekerjaannya. Kompetensi seseorang dapat dilihat dari tingkat kreativitas yang dimilikinya serta inovasi-inovasi yang diciptakan dan kemampuannya dalam menyelesaikan suatu masalah. Catano (1998) menjelaskan pengertian kompetensi dari berbagai sumber. Beberapa diantaranya adalah: kompetensi adalah kombinasi dari motif, sifat, keterampilan, aspek citra diri seseorang atau peran sosial, atau suatu bagian dari pengetahuan yang relevan. Dengan kata lain, kompetensi adalah setiap karakteristik individu yang mungkin terkait dengan kesuksesan kinerja Boyatzis (1982), pola karakteristik dan terukur pengetahuan, keterampilan, perilaku, keyakinan, nilai-nilai, sifat dan motif yang mendasari, dan kemampuan kerja yang cepat dalam mengaplikasikan pekerjaan Linkage (1996), keterampilan dan sifat-sifat yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menjadi efektif dalam pekerjaan Manisfield (1996) keterampilan, pengetahuan, kemampuan dan perilaku yang diperlukan untuk terlaksananya tugas pekerjaan Mirabile (1995), perilaku yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dasar dan untuk meningkatkan prestasi kerja lebih tinggi Miyawaki (1996), kompetensi adalah karakteristik yang mendasari individu yang kausal berkaitan dengan kinerja yang efektif dan atau superior kriteria direferensikan dalam pekerjaan atau situasi Spencer and Spencer, (1993).

Dari definisi-definisi tersebut di atas, terdapat tiga hal pokok yang tercakup dalam pengertian kompetensi, yaitu: kompetensi merupakan gabungan berbagai karakteristik individu. Kompetensi tidak terdiri dari satu karakteristik saja. Kompetensi merupakan gabungan dari pengetahuan, keterampilan, sikap, dan karakteristik dasar lainnya dari individu, kompetensi selalu berkaitan dengan kinerja atau perilaku. Kompetensi tampil dalam bentuk kinerja atau perilaku yang dapat diobservasi dan diukur (measurable). Jika potensi yang belum ditampilkan dalam bentuk perilaku yang dapat observasi atau diukur tidak dapat dikategorikan sebagai kompetensi, kompetensi merupakan kriteria yang mampu membedakan mereka yang memiliki kinerja yang unggul dan yang rata-rata. Kompetensi bukan sekedar aspek-aspek yang menjadi prasyarat suatu jabatan, tetapi merupakan aspek-aspek yang menentukan optimalitas keberhasilan kinerja. Hanya karakteristik-karakteristik yang mendasari kinerja yang berhasil atau efektif yang dapat dikategorikan sebagai kompetensi. Demikian karakteristik yang mendasari kinerja yang tidak efektif juga tidak dapat dikategorikan kedalam kompetensi.

Oleh karena itu tidak semua aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja itu merupakan kompetensi. Kompetensi hanya merupakan aspek-aspek pribadi (sikap, keterampilan, motif, dan karakteristik lainnya) yang dapat diukur dan esensial untuk pencapaian kinerja yang berhasil. Kompetensi menghasilkan perilaku-perilaku kritikal dalam pekerjaan yang membedakan mereka yang menampilkan kinerja yang superior dan yang tidak.

(22)

6

dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan sesuatu. Kebiasaan berpikir dan bertindak itu didasari oleh budi pekerti luhur baik dalam kehidupan pribadi, sosial, kemasyarakatan, keber-agama-an, dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Gordon (1988) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu: Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif., Kemampuan (skills), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang, Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang dating dari luar, dan Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.

Kompetensi adalah sumber perubahan yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan perubahan sosial kemasyarakatan. Jika kondisi sosial kemasyarakatan berubah, maka kompetensi juga akan mengalami perubahan; demikian juga sebaliknya, jika kompetensi masyarakat meningkat, maka akan berdampak terhadap perubahan kondisi sosial masyarakat Ornstein dan Hunkins (1988).

Kompetensi dapat diperoleh melalui belajar. Kegiatan belajar memungkinkan individu memperoleh berbagai kognisi atau pengertian, kecakapan, keterampilan, serta sikap dan perilaku. Bagi masyarakat, belajar memainkan peranan penting, terutama dalam meneruskan kompetensi dan kebudayaan pada generasi penerus.

Lingkungan dapat menjadi sumber kompetensi yang sangat luas bagi individu selama individu tersebut mau memanfaatkan energi pikirannya terhadap hal-hal yang ditemui di lingkungan. Dengan demikian pada dasarnya kompetensi itu muncul dan berkembang melalui proses belajar (learning process) dan melibatkan tiga domain yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Kompetensi itu sendiri termasuk dalam domain kognitif (Bloom, 2003). Kognitif menurut Nasser, dapat diartikan sebagai proses melalui mana informasi yang berasal dari indera manusia ditransformasikan, direduksi, dielaborasi, dikembangkan dan digunakan. Informasi dalam hal ini berarti masukan sensoris (sensory input) yang berasal dari lingkungan yang menginformasikan tentang hal-hal yang sedang terjadi pada individu Morgan (1986).

(23)

7 komunikasi yang unik, rencana operasi, dan seperangkat hubungan-hubungan yang abstrak.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi adalah suatu kemampuan yang berhubungan dengan kegiatan mental, kegiatan berpikir dan sumber perubahan yang dilaksanakan dalam pemecahan masalah, perubahan sosial dan penggerak untuk berbuat yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas kerja.

Kompetensi SDM UKM dalam penelitian sebelumnya mengenai kompetensi SDM UKM dan pengaruhnya terhadap kinerja UKM di Surabaya memfokuskan pada tiga hal pokok yaitu: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability). Pengetahuan (knowledge) merupakan penguasaan ilmu dan teknologi yang dimiliki seseorang dan diperoleh melalui proses pembelajaran serta pengalaman selama kehidupannya. Indikator pengetahuan (knowledge) dalam hal ini adalah pengetahuan manajemen bisnis, pengetahuan produk atau jasa, pengetahuan tentang konsumen, promosi dan strategi pemasaran, keterampilan (skill) adalah kapasitas khusus untuk memanipulasi suatu objek serta fisik. Indikator keterampilan meliputi keterampilan produksi, berkomunikasi, kerjasama dan organisasi, pengawasan, keuangan, administrasi dan akuntansi dan kemampuan adalah kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Indikator kemampuan, meliputi: kemampuan mengelola bisnis, mengambil keputusan, memimpin, mengendalikan, berinovasi, situasi dan perubahan lingkungan bisnis.

Kompetensi atau kemampuan menurut oleh Mitrani (1995) adalah suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil (and underlying charactheristic: of an individual which is casually related to effective or superior performance in

job), Ketidaksamaan dalam kompetensi-kompetensi inilah yang membedakan

seseorang pelaku unggul dari perilaku yang berprestasi rata-rata. Untuk mencapai kinerja sekedar cukup atau rata-rata, diperlukan kompetensi batas (threshold competemcies) atau kompetensi essensial. Kompetensi batas atau kompetensi istimewa untuk suatu pekerjaan tertentu merupaka pola atau pedoman dalam pemilihan karyawan (personel selection), perencanaan pengalihan tugas (succestion planning), peniliaian kinerja (performance appaisal), dan pengembangan.

Menurut Spencer and Spencer (1993) kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu: “threshold competencies” dan “differentiating compentencies”. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Sedangkan

differentiating competiencies” adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya seorang dosen harus mempunyai

kemampuan utama mengajar, itu berarti pada tataran “threshold competencies”, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori “differentiating competencies”.

(24)

8

sebagian dapat terlihat namun sebagian lagi kurang teridentifikasi. Akan tetapi kompetensi tersembunyi berupa kecakapan yang mungkin lebih berharga dapat meningkatkan kinerja.

Stoner (1996) telah mengidentifikasikan tiga macam keterampilan dasar yaitu: keterampilan teknis yaitu, kemampuan manusia untuk menggunakan prosedur, teknik dan pengetahuan mengenai bidang khusus, keterampilan manusia yaitu, kemampuan untuk bekerja sama, memahami dan memotivasi orang lain sebagai individu atau kelompok, keterampilan konseptual yaitu, kemampuan untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua kepentingan dan aktivitas, termasuk melihat organisasi secara keseluruhan, memahami bagaimana bagian-bagiannya saling tergantung, dan mengantisipasi bagaimana perubahan dalam suatu bagian tersebut.

Kompetensi erat kaitannya dengan kinerja, baik kinerja individu maupun kinerja organisasi (perusahaan). Menurut Amstrong (1994) kinerja seseorang didasarkan pada pemahaman ilmu pengetahuan, keterampilan, keahlian dan perilaku yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Sedangkan kinerja didasarkan pada bagaimana manajemen perusahaan merespon kondisi eksternal dan internalnya, yang dengan tolak ukur tertentu akan dapat diketahui berapa tingkat turbelensinya dan berapa tingkat kemampuan untuk mengantisipasinya.

Analisa kompetensi SDM UKM dimaksudkan adalah untuk menghasilakan profil atau model yang digunakan untuk: manajemen kinerja individu, penerimaan atau penempatan dan pengembangan karier. Beberapa criteria yang dapat dianalisis antara lain: dorongan individu (motivasi untuk sukses), dampak dan hasil, daya analisis, berpikir strategis, berpikir kreatif (kemampuan berinovasi), ketegasan dalam mengambil keputusan, penilaian secarakomersial, tim manajemen dan kepemimpinan, hubunagan antar pribadi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan untuk beradaptasi dan mengatasi perubahan dan tekanan, dan kemampuan merencanakan dan mengendalikan proyek.

Zakiyah (2000) mendefinisikan kemandirian sebagai suatu karakteristik individu yang mengaktualisasikan dirinya, menjadi dirinya seoptimal mungkin, dan ketergantungan pada tingkat yang relatif kecil. Orang-orang yang demikian relatif bebas dari lingkungan fisik dan sosialnya. Meskipun mereka tergantung pada lingkungan untuk memuaskan kebutuhan dasar, sekali kebutuhan terpenuhi mereka bebas untuk melakukan caranya sendiri dan mengembangkan potensinya.

(25)

9 Sedangkan seseorang yang berkepribadian diri lemah mempunyai ciri-ciri yang berlawanan atau kualitas yang lebih rendah dari ciri-ciri yang tersebut diatas .

Pelaku UMK yang mandiri akan mampu meningkatkan pendapatan Marliati (2008), meraih kemajuan dan menjaga keberlanjutan usaha Utami (2007) untuk mewujudkan kesejahteraan mereka beserta keluarganya. Keberdayaan pelaku UMK merupakan kondisi perilaku (aspek kognitif, afektif dan psikomotor) yang membentuk kemampuannya untuk memilih dan mengelola usaha sesuai dengan potensi diri dan kehendaknya sendiri. Keberdayaan ini direfleksikan oleh: kemampuan proaktif, kepemimpinan personal dan kemampuan manajemen usaha Covey (1994). Faktor-faktor penentu keberdayaan terdiri dari intensitas pemberdayaan, karakteristik individu dan lingkungan pendukung Utama (2010). Selanjutnya, kemandirian pelaku UMK adalah kondisi perilaku individu (kognitif, afektif, psikomotor) yang membentuk kemampuannya untuk memilih dan mengelola usaha sesuai dengan kehendak sendiri disertai kemampuan bekerjasama dengan para pihak berdasarkan prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan dalam kesetaraan Cartwirght dan Zander (1968).

Setiap manusia mempunyai bentuk dan kualitas kepribadian yang berbeda. Schaefer (1996) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian dapat dibagi menjadi dua, yaitu hereditas (nature) dan alam sekitar (nurture). Anak yang dilahirkan sudah mempunyai hereditas tertentu, selanjutnya alam sekitar, termasuk di sini adalah orang tua dan masyarakat yang secara langsung atau tidak akan berperan mempengaruhi pembentukan kepribadian.

Hingga saat ini, perkembangan pengolahan pangan gipang dan ceprek melinjo di Cilegon masih berjalan lambat. Pengolah gipang dan ceprek melinjo ini menghadapi berbagai kendala dalam hal permodalan, minimnya informasi, dan produk kurang bervariasi. Kendala usaha ini membuat pengolah pangan gipang dan ceprek melinjo dihadapkan pada pilihan: tetap bertahan dengan kondisi usaha saat ini atau mengembangkan usaha melalui peningkatan mutu dan daya saing produk olah pangan tersebut. Melalui peningkatan mutu dan daya saing tersebut, pendapatan usaha akan meningkat. Pada gilirannya, pendapatan rumah tangga pelaku usaha juga meningkat, yang dapat mendorong anggota rumah tangga meraih kualitas hidup yang lebih baik.

(26)

10

Bahwa mutu gipang berkaitan dengan bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan gipang ini antara lain: beras ketan, gula, kacang tanah, minyak dan asam. Adapun teknik pengolahan pembuatan gipang ini pertama-tama beras ketan dicuci lalu direndam kemudian direndam setelah itu dijemur selanjutnya digoreng, dikasih gula dan asam setelah itu di cetak dan terakhir dipotong lalu dimasukkan kedalam toples. Rasa gipang ini manis dan gurih dan kemasan gipang ini dalam bentuk dimasukkan kedalam toples. Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pemilik usaha gipang Ibu MHM menyatakan bahwa mutu yang diinginkan oleh konsumen antara lain agar diberi plastik transparan pada setiap bagian gipang di dalam toples. Hal ini dikarenakan agar antara gipang tersebut tidak saling menempel. Upaya peningkatan kompetensi usaha yang telah dan perlu dilakukan oleh pelaku usaha mikro pengolahan gipang salah satunya dengan cara menerima saran dari konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan tetap mempertahan cita rasa pada produk yang dibuat. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang Kompetensi Pelaku Usaha Mikro Makanan Ringan “Gipang”

dan “Ceprek Melinjo” dalam Penjaminan Mutu Produk.

Usaha Kecil dan Mikro (UKM)

Tambunan (2009), definisi dan konsep UMKM berbeda menurut setiap negara. Oleh karena itu, memang sulit membandingkan pentingnya atau peran UMKM antar negara. Tidak ada kesepakatan umum dalam membedakan sebuah usaha mikro dan usaha kecil atau sebuah usaha kecil dari sebuah usaha menengah, dan yang terakhir ini dari sebuah usaha besar. Bahkan dibanyak negara, definisi UMKM berbeda antar sektor, misalnya di Thailand, India dan Cina, atau bahkan berbeda antar lembaga atau departemen pemerintah, misalnya; Indonesia dan Pakistan.

Selanjutnya, di Indonesia definisi UMKM di atur dalam UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam bab I (ketentuan umum) pasal I dari UU tersebut, dinyatakan bahwa Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yangmemenuhi kriteria usaha mikro sebagai mana diatur dalam UU tersebut. Sedangkan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagai mana di maksud dalam UU tersebut.Sedangkan usaha menengah adalah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang di miliki, di kuasai, atau menjadi baguian, baik langsung maupun tidak langsung, dan Usaha Mikro, usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha menengah sebagai mana dimaksud dalam UU tersebut.

(27)

11 melebihi $ 100 ribu. Program pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) yang dilakukan umumnya terbagi tiga tahap, yakni pengembangan teknis, pengembangan kemampuan, dan kemandirian. Pada tahapan teknis dilakukan peningkatan kapasitas produksi UKM melalui penyuluhan, bantuan, sarana produksi, dan teknik produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Jika produksi atau pendapatan meningkat, akan berlanjut ke tahap berikutnya yakni pengembangan kemampuan. Tahap ini menekankan pada peningkatan kapasitas dan kemampuan pelaku UKM melalui pelatihan manajemen dan kewirausahaan. Selanjutnya pada tahap kemandirian, guna untuk membantu meningkatkan daya saing produk UKM agar dapat diterima pasar seperti pengenalan merek ke pasar (branding) dan pengemasan. Permasalahan utama UKM sebenarnya sebutkan sumbernya dikarenakan oleh beberapa faktor berikut: minimnya modal, sulitnya akses pasar, SDM-nya minim akan pengetahuan, kurangnya dalam membaca peluang pasar, sistem produksi yang masih belum memenuhi standar.

Pengolahan Pangan

Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan makanan tersebuttidak dapat diterimalagi oleh konsumen. Kerusakan atau kebusukan makanan dapat terjadi akibataktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan makanan tersebut, selain itu perubahan secara fisika-kimia juga dapat memengaruhi kebusukan makanan Bell ( 2005).

Masalah tersebut menyebabkan berbagai metode pengawetan pangan dilakukan untuk memperpanjang umursimpan bahan pangan. Dewasa ini, isu mengenai keamanan pangan terkait dengan adanya bahan tambahan pangan (BTP), khususnya pengawet, menjadi semakin diperhatikan. Penggunaan bahan pengawet memiliki keuntungan dan kerugian. Di satu sisidengan adanya pengawet, bahan makanan dapat dibebaskan dari aktivitas mikrobia baik yang bersifat patogen maupun yang menyebabkan kerusakan bahan pangan.

Menurut Cahyadi (2009) bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimiayang merupakan bahan asing yang akan masuk bersama makanan. Penggunaan bahan pengawet bila dosisnya tidak diatur, akan menimbulkan kerugian bagi pemakainyabaik secara langsung maupun yang bersifat akumulatif

Pengawetan pangan umumnya bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, menghambat pembusukan dan menjaminmutu awal bahan pangan agar dapat terjaga selama mungkin Broto (2003). Beberapa zat pengawet juga dapat berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri. Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen tertarik untuk membeli Widianti (2011)

(28)

12

Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai 24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya.

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, teh, dan biji-bijian.

Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plastik. Pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa. Penggunaan bahan kimia, bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna.

Mutu Pangan

(29)

13 sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Juran (1974) dalam Hubeis (1994) menilai mutu sebagai kepuasan (kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Menurut Fardiaz (1997), mutu berdasarkan ISO/DIS 8402–1992 didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.

Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi (tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).

Kadarisman (1996) berpendapat bahwa mutu harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu gagasan konsep produk, setelah persyaratan–persyaratan konsumen diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap pengembangan dan produksi, bahkan setelah pengiriman produk kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik. Hal ini karena upaya–upaya perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih sering mengarah kepada kegiatan-kegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses produksi.

Faktor - Faktor yang Berkaitan dengan Tingkat Kompetensi

Profil Sosial Ekonomi Pelaku Usaha

(30)

14

Umur

Umur seseorang berkaitan erat dengan tingkat perkembangannya. Secara kronologi, umur memberi petunjuk tentang tingkat perkembangan individu. Salkind (1985). Menurut Padmowihardjo (1994), umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembuatan keputusan dan menjaga segala sesuatu, sebagai sesuatu yang baru. Hal tersebut disebabkan oleh umur yang berpengaruh terhadap kecepatan seseorang dalam menerima sesuatu yang baru, selain itu umur juga menggambarkan pengalaman dari diri seseorang sehingga terdapat keragaman perilaku. Seseorang yang semakin tua yaitu dengan umur di atas 50 tahun kemampuan yang di miliki akan berkurang hal ini di sebabkan oleh fungsi kerja otot dan otak yang semakin menurun dan semakin lambat dalam menerima adopsi inovasi, sehingga cenderung dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa di lakukan.

Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti "dorongan" atau rangsangan atau "daya penggerak" yang ada dalam diri seseorang. Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), Howard (1999). motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak Howard (1999) menyatakan bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya Siagian (2004).

Motivasi menjadi suatu kekuatan, tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari Makmun (2003). Motivasi seseorang dapat ditimbulkan dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri-intrinsik dan dari lingkungan-ekstrinsik. Motivasi sendiri-intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar Elliott (2000). Motivasi intrinsik akan lebih menguntungkan dan memberikan keajegan dalam belajar. Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari luar individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut Sue Howard (1999).

(31)

15 (luaran) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

Teori kaitan imbalan dengan prestasi, menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah: (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah: (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Pengalaman Usaha

Pengalaman berusaha adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik. Selain itu Pengalaman merupakan salah satu cara kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Hal-hal yang telah di alami akan ikut serta dalam membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Menurut Rakhmat (2001) pengalaman merupakan salah satu cara kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Pikiran dan perasaan bukan penyebab tindakan tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu.

Jumlah Pendapatan

Pendapatan merupakan salah satu tujuan didirikannya sebuah usaha. Dengan adanya pendapatan itu berarti sebuah usaha masih berjalan dan layak untuk dipertahankan walaupun sebenarnya masih ada beberapa hal yang lain selain pendapatan yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk meneruskan sebuah usaha. Dengan memperhatikan jumlah pendapatan, akan diketahui apakah suatu usaha mendapatkan keuntungan atau malah merugi Menurut Munandar (1996) Pendapatan suatu pertambahan assets yang mengakibatkan bertambahnya owners equity, tetapi bukan karena pertambahan modal baru dari pemiliknya dan bukan pula merupakan pertambahan assets yang disebabkan karena bertambahnya liabilities. Definisi ini menjelaskan bahwa suatu pertambahan assets dapat disebut revenue apabila pertambahan assets tersebut berasal dari kontra prestasi yang diterima perusahaan atas jasa-jasa yang diberikan kepada pihak lain. Selanjutnya, pertambahan atau peningkatan assets akan mengakibatkan bertambahnya owners equity.

(32)

16

alam, tenaga kerja dan modal) masing-masing dalam bentuk sewa, upah dan bunga, secara berurutan.

Sumber Modal

Modal usaha menjadi satu komponen yang penting di dalam memulai sebuah bisnis. Modal usaha adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah bisnis atau usaha baru. Modal usaha juga dapat digunakan untuk mengembangkan usaha yang telah dijalankan untuk membuat usaha tersebut menjadi lebih besar skalanya dibandingkan waktu sebelumnya. Selain itu, modal usaha juga bermakna sebagai sebuah keahlian atau kemampuan dari seseorang dimana keahlian ini juga akan memiliki pengaruh atau sebagai alat untuk mengembangkan usaha yang dijalankan. Menurut sumber dana, terbagi dua jenis yaitu : modal sendiri, modal yang didapatkan dari pendanaan yang dari diri sendiri dan modal dari luar, diperoleh dari pihak luar dan bukan dari diri sendiri si pemilik usaha.

Dukungan Eksternal

Frekuensi Pelatihan

Menurut Good (1973) pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skills dan pengetahuan Marzuki (1992). Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang.

Pelatihan menurut Hickerson dan Middleton (1975) adalah proses pembelajaran yang dirancang untuk merubah kinerja petugas dalam melakukan pekerjaannya. Dalam merancang suatu pelatihan agar efektif dalam mencapai tujuannya, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan, yaitu: pendekatan atau metode pembelajaran yang digunakan dan rancangan penyajian materi pelatihan. Pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan sekarang, sedangkan pendidikan lebih berorintasi kepada masa depan dan lebih menekankan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasikan pengetahuan. Pelatihan adalah suatu pendidikan jangka pendek untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, sehingga karyawan memberikan kontribusi terhadap perusahaan. Kompetensi dan keterampilan yang telah didapatnya diaplikasikan dalam pekerjaannya serta terus menerus meningkatkan kualitas kerjanya.

(33)

17

Metode Pelatihan

Metode dapat didefinisikan sebagai suatu cara tertentu untuk melaksanakan tugas dengan memberikan pertimbangan yang cukup kepada tujuan fasilitas yang tersedia dan jumlah penggunaan uang waktu dan kegiatan. Metode pelatihan dimaksudkan sebagai suatu cara sistematis yang dapat memberikan deskripsi secara luas serta dapat membuat kondisi tertentu dalam menyelenggarakan pelatihan guna mendorong peserta dapat mengembangkan aspek efektif dan psikomotorik terhadap penyelesaian tugas dan pekerjaan yang akan dibebankan kepadanya.

Sedangkan metode pelatihan menurut Panggabean (2002) adalah sebagai berikut:

1. Pelatihan (on the Job). Ada dua cara dalam latihan ini yaitu:

1) Cara formal, yaitu pelatihan yang menyuruh peserta latihan untuk memperhatikan orang lain yang sedang mengerjakan pekerjaan, kemudian disuruh untuk mengerjakan pekerjaannya.

2) Cara informal, yaitu supervisor menunjuk seorang karyawan senior untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan cara-cara yang dilakukan oleh karyawan senior.

2. Vestibule adalah metode pelatihan yang dilakukan di dalam kelas untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.

3. Demonstrasi dan contoh (Demonstration and example) adalah metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana mengerjakan suatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau pekerjaan yang didemonstrasikan.

4. Simulasi (Simulation) merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tetapi hanya merupakan tiruannya saja.

5. Metode Kelas (Classroom metode). Metode pelatihan ini terdiri dari: 1) ceramah atau kuliah (Lecture)

Metode kuliah ini diberikan kepada peserta yang banyak didalam kelas, dimana pelatih mengajarkan teori-teori sedangkan yang dilatih mencatat dan mempersiapkannya.

2) Rapat (Conference)

Pelatih memberikan makalah tertentu dan para perserta ikut serta berpartisipasi dalam memecahkan masalah tersebut.

3) Instruksi program (Programmed instruction)

Peserta dapat belajar sendiri, sebab langkah-langkah pekerjaannya sudah diprogram melalui komputer, buku, pedoman.

4) Metode studi kasus (case study method)

Peserta ditugaskan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa situasi, dan merumuskan penyelesaiannya.

5) Bermain peran (Role playing)

Metode ini untuk keahlian dalam hal pengembangan keahlian hubungan antar manusia yang berinteraksi.

(34)

18

Dilakukan untuk melatih peserta agar berani memberikan pendapat dan merumuskannya serta cara-cara bagaimana meyakinkan orang lain percaya pada pendapat itu.

7) Metode seminar (conference method)

Peserta dilatih agar dapat mengevaluasi serta memberikan saran menerima atau menolak pendapat orang lain.

Tingkat Akses Informasi

Informasi adalah data-data yang telah diolah sehingga dapat berguna bagi siapa saja yang membutuhkan. Informasi dapat direkam atau dikirim. Para ahli memiliki banyak arti lain tentang informasi. Informasi bisa dikatakan sebagai pengetahuan yang didapatkan dari belajar, pengalaman atau instruksi.

Dalam pengertian paradigmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu. Dilakukan secara lisan, tatap muka, atau melalui media. Baik media massa (surat kabar, majalah, televisi, dan lain-lain). Menurut Effendy (2004) komunikasi dalam pengertian paradigmatis bersifat intensional, mengandung tujuan dan harus dilakukan dengan perencanaan. Dalam beberapa pengertian di atas tersirat tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), dan perilaku (behavior).

Proses komunikasi tatap muka, yaitu : dikatakan komunikasi tatap muka karena ketika komunikasi berlangsung komunikator dan komunikan saling berhadapan (face to face). Komunikasi tatap muka disebut juga komunikasi langsung (direct communication), komunikator dapat mengetahui efek komunikasinya pada saat itu juga. Tanggapan atau respon komunikan langsung diterima komunikator. Dalam komunikasi tatap muka arus balik atau umpan balik (feedback) terjadi secara langsung.

Proses komunikasi bermedia, yaitu: komunikasi bermedia (mediated communication) adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya atau banyak jumlahnya. Komunikasi ini disebut juga komunikasi tidak langsung (indirect communication) dan sebagai konsekuensinya arus balik (feedback) tidak terjadi pada saat proses komunikasi berlangsung.

Tingkat Pemanfaatan Informasi yang diakses

Peran UKM sangat strategis, namun ketatnya kompetisi, terutama menghadapi perusahaan besar dan pesaing modern lainnya telah menempatkan UKM dalam posisi yang tidak menguntungkan. Di Indonesia, sebagian besar UKM menjalankanusahanya dengan cara-cara tradisional, termasuk dalam produksi dan pemasaran. Namun demikian, masalah yang dihadapi oleh UKM di negara-negaraberkembang sebenarnya bukanlah karena ukurannya, tetapi lebihkarena isolasi yang menghambat akses UKM kepada pasar, informasi, modal, keahlian, dan dukungan institusional.

(35)

19 pendampingan merupakan salah satunya. Banyak pihak dapat berperan, mulai dari pemerintah, dunia pendidikan, maupun lembaga swadaya masyarakat. Akan tetapi, hal pertama yang harus dilakukan adalah peningkatan kesadaran (awareness) pelaku UKM akan potensi strategis TI dalam pengembangan usaha. Tanpa kesadaran ini, rasanya akan sulit memotivasi pelaku UKM untuk mengadopsi TI. Menurut Angel (2001) terdapat beberapa penelitian yang menganalisis persoalan teknologi informasi. Fokus utama adalah mengenai faktor yang berkontribusi terhadap kesuksesan TIK, implementasi TIK, Sikap dan perilaku terhadap TIK, kepuasan penggunaan TIK. Namun masih sedikit yang menginvestigasi tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pada UKM.

UKM perlu memanfaatkan TIK untuk meningkatkan daya saing perusahaan, mengingat di era globalisasi ini arena persaingan menjadi sangat kompetitif, dan bersifat global/mendunia, usaha kecil dan menengah (UKM) harus mampu bersaing di tengah persaingan ini, untuk itu diperlukan strategi untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Sangat disayangkan penggunaan TIK di kalangan UKM masih sangat terbatas.Ada beberapa alasan minimnya aplikasi di bidang ini. Alasan utama adalah UKM memiliki modal terbatas sehingga kemampuan untuk membeli juga terbatas. Lainnya, beberapa UKM masih ragu berinvestasi karena belum begitu mengerti tentang teknologi tersebut, disamping juga tidak memiliki sumber daya manusia untuk mengaplikasikannya.

Tingkat Pengawasan Mutu Produk

Mutu pangan adalah merupakan karakteristik mutu pangan yang dapat diterima oleh konsumen, sehingga pangan bermutu merupakan pangan produk yang memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat sesuai dengan keinginan pelanggan. Mutu produk pangan dipengaruhi oleh a). Faktor luar yang dapat terlihat, misalnya: warna, flavor, penampakan, bentuk atau ukuran b). Faktor dalam yang tidak dapat terlihat, misalnya: rasa, kemanisan, pahit, kesan di mulut atau kandungan gizi. Menurut Agri-Food Business Development Centre (2007), pada pasar global diperlukan standar yang menggambarkan karakteristik mutu pangan dan prosesnya karena adanya sifat saling membutuhkan antara produsen dan konsumen. Mutu pangan dapat dihubungkan dengan beberapa hal, yaitu: kualitas sensori yang meliputi bentuk, rasa, tekstur, dan warna; cara mempertahankan produk; keamanan produk dan kemasan produk.

(36)

20

sosial, baik individu masyarakat maupun negara. Upaya-upaya sosialisasi tentang keamanan pangan perlu dilakukan kepada masyarakat luas mengingat persaingan yang semakin ketat baik di tingkat lokal maupun nasional.

Menurut Syarief (1997) ada dua pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik. Keaktifan bahan pengawet tersebut tidak asam. Biasanya zat pengawet organic lebih banyak dipakai dari pada pengawet anorganik. Zat kimia yang sering dipakai sebagai pengawet misalnya: asam asorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan apoksida. Sedangkan pengawet anorganik misalnya sufil, nitrat dan nitrit.

Kemitraan

Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai.

Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.

(37)

21

Tingkat Kompetensi Pelaku Usaha Mikro Makanan Ringan

Spencer dan Spencer (1993) mendefenisikan kompetensi sebagai segala bentuk motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Selanjutnya Spencer dan Spencer menjelaskan bahwa ada lima tipe kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan, konsep diri, sikap, dan motif. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan tergolong lebih mudah dikembangkan dibandingkan dengan konsep diri, sikap, dan motif yang tergolong lebih tersembunyi dan merupakan pusat bagi personal seseorang. Mengacu pada pendapat tersebut, Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Menurut Spencer dan Spencer (1993) bahwa kompetensi merupakan karakteristik mendasar seseorang, yang menentukan terhadap hasil kerja yang terbaik dan efektif sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam suatu pekerjaan atau situasi tertentu. Kompetensi menentukan perilaku dan kinerja (hasil kerja) seseorang dalam situasi dan peran yang beragam. Dengan demikian, tingkat kompetensi seseorang dapat digunakan untuk memprediksi bahwa seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak. Dalam bidang pendidikan, Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi yang harus dikuasai oleh pelajar perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar pelajar yang mengacu pada pengalaman langsung. Dengan demikian, dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan kompetensi, penilaian tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan yang bersifat subjektif. Di bidang penyuluhan, kompetensi digunakan sebagai dasar perubahan keorganisasian dan peningkatan kinerja.

Sumardjo (2010a) menyebutkan bahwa, kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental sesuai dengan unjuk kerja (kinerja) yang ditetapkan. Sedangkan Gilley dan Eggland (1989) mengatakan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan perannya.

(38)

22

Pengetahuan tentang mutu produk, dalam rangka mencapai mutu produk pengolahan pangan perlu mengenali apa yang dikerjakan, apa yang dihasikan dan apa yang diperlukan dalam proses pembuatan produk gipang dan ceprek melinjo, seperti: Pengetahuan tentang proses pengolahan gipang dan ceprek melinjo, Keterampilan mengenali ruang lingkup proses pengolahan gipang dan ceprek melinjo kegiatan awal sampai kegiatan akhir pada proses, Pengetahuan luaran pengolahan gipang dan ceprek melinjo. Luaran dari usaha pengolahan pangan salah satunya adalah produk makanan ringan tradisional khas Cilegon, contoh gipang dan ceprek melinjo, Pengetahuan mengenai harapan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan. Pelanggan bisa individu, kelompok bisa dari lokal. Pengetahuan untuk persyaratan memahami luarannya.

Keterampilan dalam pengolahan pangan sesuai standar mutu, menurut Philip Crosby (1991) mutu adalah sama dengan persyaratan-persyaratan. Mutu berarti memberikan produk, jasa atau informasi yang memenuhi persyaratan yang dimengerti bersama dengan pelanggan. Mutu adalah sesuatu yang teliti, dapat diukur dan mudah dimengerti oleh siapa saja. Keterampilan dalam mengenali apa yang dikerjakan. Agar supaya barang atau jasa yang dihasilkan berkualitas (bermutu) maka setiap bagian yang terlibat dalam proses harus ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Dalam menentukan persyaratan-persyaratan menjalin hubungan mitra usaha antara pelanggan dan pemasok dengan menekankan pada: Saling menghargai, saling percaya dan saling menguntungkan baik dari segi teknik maupun dari segi ekonomi. Dalam rangka mencapai mutu produk pengolahan pangan perlu mengenali apa yang dikerjakan, apa yang dihasikan dan apa yang diperlukan dalam proses pembuatan produk gipang dan ceprek melinjo, seperti: Keterampilan mengenali proses pengolahan gipang dan ceprek melinjo, Keterampilan mengenali ruang lingkup proses pengolahan gipang dan ceprek melinjo kegiatan awal sampai kegiatan akhir pada proses, Keterampilan mengenali luaran pengolahan gipang dan ceprek melinjo. Luaran dari usaha pengolahan pangan salah satunya adalah produk makanan ringan tradisional khas Cilegon, contoh gipang dan ceprek melinjo, Keterampilan mengenali pelanggan bisa individu, kelompok bisa dari lokal. Keterampilan untuk memahami persyaratan luarannya.

Gambar

Gambar 1.
Tabel 2. Dukungan Eksternal Pemilik dan Pekerja Usaha Gipang “Lestari” di
Tabel  7. Peluang dan Ancaman Pelaku Usaha Makanan Ringan “Gipang”
Tabel 9. Kekuatan dan Kelemahan Pelaku Usaha Makanan Ringan “Ceprek
+2

Referensi

Dokumen terkait

Without prejudice to Buyer’s other rights under this Order, if the goods and services or any part of them is required to fulfil a contract for any other country’s

Tampilan aplikasi yang muncul di form Data Barang adalah tampilan untuk menginputkan data Barang yang dibuat oleh bagian pembelian seperti terlihat pada gambar III.4 berikut

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nisbah bagi hasil Pasar Uang Antar bank Syariah (O/N)(PUAS), pertumbuhan uang yang beredar (M1), tingkat inflasi, dan nilai

Berdasarkan uji statistik dengan teknik Anava dihasilkan kesimpulan bahwa suhu reaksi dan rasio bahan (rasio ekivalen OH/COOH) pada reaksi tahap pertama atau

MÉTOD EU MIND MAPPING (PETA PIKIRAN) D INA PANGAJARAN NEPIKEUN LAPORAN LALAMPAHAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk melakukan perbandingan kecepatan dari ketiga algoritma kriptografi dalam penelitian ini maka hasil pengukuran waktu untu enkripsi dan dekripsi terhadap data

Suatu periode penyakit dimana pada suatu saat didapatkan episode depresi major, manik atau campuran yang terdapat.. bersamaan dengan adanya gejala Skizofrenia seperti Waham;

– Zat atau obat yg berasal dari tanaman a bukan tanaman, sintetis a semi sintetis yg dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi