ANALISIS USAHA AYAM BROILER DENGAN
MENGGUNAKAN PAKAN TEPUNG LIMBAH UDANG
MELALUI PENGOLAHAN FILTRAT AIR ABU SEKAM
FERMENTASI EM-4 DAN KAPANG
Trichoderma viridae
SKRIPSI
Oleh:
SUSI E SIMANULLANG 090306021
ANALISIS USAHA AYAM BROILER DENGAN
MENGGUNAKAN PAKAN TEPUNG LIMBAH UDANG
MELALUI PENGOLAHAN FILTRAT AIR ABU SEKAM
FERMENTASI EM-4 DAN KAPANG
Trichoderma viridae
SKRIPSI
Oleh:
SUSI E SIMANULLANG PETERNAKAN/ 090306021
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Analisis Usaha Ayam Broiler Dengan Menggunakan Pakan Tepung Limbah Udang Melalui Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi Em-4 Dan Kapang
Nama : Susi E Simanullang
NIM : 090306021
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
SUSI E SIMANULLANG, 2014. “Analisis Usaha Ayam Broiler Dengan Menggunakan Pakan Tepung Limbah Udang Melalui Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi Em-4 Dan Kapang” di bawah bimbingan R. EDHY MIRWANDHONO selaku ketua komisi pembimbing dan ARMYN HAKIM DAULAY selaku anggota komisi pembimbing.
Tujuan penelitian Untuk mengetahui analisis usaha ayam broiler dengan pemberian pakan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, difermentasi EM-4, dan kapang Trichodermae viridae.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, yang berlangsung pada bulan Desember sampai Januari 2014 yang menggunakan 120 ekor ayam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Penelitian tediri dari 8 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah P0a : Pakan komersil, P0b : Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 10% dan tanpa tepung limbah udang, P1 : Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang pengolahan filtrat air abu sekam, P2 : Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang fermentasi EM-4, P3 : Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viridae, P4 : Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang pengolahan filtrat air abu sekam, P5: Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang fermentasi EM-4, P6 : Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viridae.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda terhadap total biaya produksi yang tertinggi terdapat pada P0a (Rp) 111.031, dan yang terendah pada P6 (Rp) 82.296, total hasil produksi yang tertinggi pada P0a (Rp) 163.032, dan terendah pada P4 (Rp) 123.513, laba/rugi tertinggi pada P0a (Rp) 52.000,84, dan terkecil pada P4 (Rp) 40.995.01, income overfeedcost (IOFC) tertinggi pada P0a (Rp) 156.202,3, dan yang terendah pada P4 (Rp) 119.074,7 dan R/C ratio tertinggi pada P3 1.56, dan terendah pada P0a
1.47. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung
limbah udang pengolahan FAA, fermentasi EM-4 dan kapang Trichoderma viridae dapat meningkatkannilai ekonomis tepung limbah udang pada penggunaan 5% dan pada penggunaan 10% dengan fermentasi EM-4 dan kapang Trichoderma viridae pada ransum ayam broiler.
ABSTRACT
SUSI E SIMANULLANG, 2014. "Broiler Business Analysis Using Feed Wheat filtrate Shrimp Waste Water Treatment Through Fermentation Em Husk Ash-4 and Fungus" under the guidance of R. EDHY MIRWANDHONO as chairman of the committee supervising and ARMYN HAKIM DAULAY as the supervising committee members.
Objective To determine the analytical research effort broiler feeding shrimp with flour waste water treatment filtrate husk ash, fermented EM-4, and molds
Trichodermae Viridae. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology
Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, which took place in December and January 2014 using 120 chickens. The method used was a survey method. The study consists of 8 treatments and 3 replications. The treatment used is P0A: commercial feed, P0B: ration formulation with the use of 10% fish meal and shrimp waste without flour, P1: ration formulation with the use of fish meal and 5% 5% flour of shrimp processing waste water filtrate husk ash, P2: Rations formulation with the use of fish meal and 5% 5% shrimp waste fermented flour EM-4, P3: ration formulation with the use of fish meal and 5% 5% shrimp waste fermented flour fungi Trichoderma Viridae, P4: The ration formulation without the use of fish meal and 10% starch shrimp waste water treatment husk ash filtrate, P5: The ration formulation without the use of fish meal and 10% flour fermented shrimp waste EM-4, P6: ration formulation without the use of fish meal and 10% flour fermented shrimp waste fungus Trichoderma Viridae. The results showed that in each treatment gives different results to the total cost of production is highest in P0A (USD) 111 031, and the lowest on the P6 (USD) 82 296, the highest total yield on P0A (USD) 163 032, and the lowest P4 (USD) 123 513, profit / loss on P0A highest (Rs) 52000.84, and the smallest at P4 (USD) 40.995.01, income over feed cost (IOFC) at the highest P0A (USD) 156,202.3, and the lowest at P4 (USD) 119,074.7 and R / C ratio was highest at P3 1:56, and the lowest at 1:47 P0A. The conclusion of this study indicate that the use of shrimp processing waste FAA flour, fermentation EM-4 and fungus Trichoderma can Viridae meningkatkannilai economical shrimp waste powder on the use of 5% and 10% with the use of fermentation EM-4 and fungus
Trichoderma Viridae in broiler rations. Keywords: Business analysis, Flour shrimp waste, EM-4, Trichodermae Viridae,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Hutapaung, Kabupaten Humbang Hasundutan,
Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 20 September 1991 dari ayah J.
Simanullang (alm) dan ibu S br. Lumban Gaol. Penulis merupakan anak
kesembilan dari sembilan bersaudara bersaudara.
Tahun 2009 tamat dari SMA Negeri 1 Pollung dan pada tahun yang sama
masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian
Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiwa Peternakan (HMD). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi
Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP).
Pada bulan Juli sampai Agustus 2012 penulis mengikuti Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di desa situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Tanah Karo.
Pada bulan Desember 2013 sampai Januari 2014 penulis melaksanakan penelitian
di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dengan judul “Analisis Usaha Ayam Broiler Dengan Menggunakan Pakan Tepung Limbah Udang Melalui Pengolahan Filtrat Air Abu
Sekam Fermentasi Em-4 Dan Kapang”.
Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada orang tua atas doa,
semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si
selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada civitas
akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat
bagi ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan khususnya
DAFTAR ISI
Kebutuhan Nutrisi Broiler... ... 13
Tepung Limbah Udang. ... 14
Filtrat Air Abu Sekam... ... 16
Effective Mikroorganisme - 4 ... 17
Trichodermae viridae ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
Pelaksanaan Penelitian... ... 22
Random Day Old Chick ... 23
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 41
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1. Biaya Pembelian Bibit Ayam Broiler ... 27
2. Biaya Ransum ... 28
3. Biaya Obat-obatan ... 29
4. Biaya Sewa Kandang ... 30
5. Biaya Peralatan Kadang ... 30
6. Biaya Upah Tenaga Kerja ... 31
7. Penjualan Ayam Broiler ... 34
8. Penjualan Feses Ayam ... 34
9. Total Hasil Produksi……… 35
10. Analisa R/C Ratio ... 39
11. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 41
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Total Biaya Produksi ... 32
2. Total Hasil Produksi ... 35
3. Analisis Laba/ Rugi ... 37
4. Income Over Feed Cost (IOFC) ... 40
ABSTRAK
SUSI E SIMANULLANG, 2014. “Analisis Usaha Ayam Broiler Dengan Menggunakan Pakan Tepung Limbah Udang Melalui Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi Em-4 Dan Kapang” di bawah bimbingan R. EDHY MIRWANDHONO selaku ketua komisi pembimbing dan ARMYN HAKIM DAULAY selaku anggota komisi pembimbing.
Tujuan penelitian Untuk mengetahui analisis usaha ayam broiler dengan pemberian pakan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, difermentasi EM-4, dan kapang Trichodermae viridae.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, yang berlangsung pada bulan Desember sampai Januari 2014 yang menggunakan 120 ekor ayam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Penelitian tediri dari 8 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah P0a : Pakan komersil, P0b : Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 10% dan tanpa tepung limbah udang, P1 : Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang pengolahan filtrat air abu sekam, P2 : Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang fermentasi EM-4, P3 : Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viridae, P4 : Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang pengolahan filtrat air abu sekam, P5: Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang fermentasi EM-4, P6 : Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viridae.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda terhadap total biaya produksi yang tertinggi terdapat pada P0a (Rp) 111.031, dan yang terendah pada P6 (Rp) 82.296, total hasil produksi yang tertinggi pada P0a (Rp) 163.032, dan terendah pada P4 (Rp) 123.513, laba/rugi tertinggi pada P0a (Rp) 52.000,84, dan terkecil pada P4 (Rp) 40.995.01, income overfeedcost (IOFC) tertinggi pada P0a (Rp) 156.202,3, dan yang terendah pada P4 (Rp) 119.074,7 dan R/C ratio tertinggi pada P3 1.56, dan terendah pada P0a
1.47. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung
limbah udang pengolahan FAA, fermentasi EM-4 dan kapang Trichoderma viridae dapat meningkatkannilai ekonomis tepung limbah udang pada penggunaan 5% dan pada penggunaan 10% dengan fermentasi EM-4 dan kapang Trichoderma viridae pada ransum ayam broiler.
ABSTRACT
SUSI E SIMANULLANG, 2014. "Broiler Business Analysis Using Feed Wheat filtrate Shrimp Waste Water Treatment Through Fermentation Em Husk Ash-4 and Fungus" under the guidance of R. EDHY MIRWANDHONO as chairman of the committee supervising and ARMYN HAKIM DAULAY as the supervising committee members.
Objective To determine the analytical research effort broiler feeding shrimp with flour waste water treatment filtrate husk ash, fermented EM-4, and molds
Trichodermae Viridae. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Biology
Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, which took place in December and January 2014 using 120 chickens. The method used was a survey method. The study consists of 8 treatments and 3 replications. The treatment used is P0A: commercial feed, P0B: ration formulation with the use of 10% fish meal and shrimp waste without flour, P1: ration formulation with the use of fish meal and 5% 5% flour of shrimp processing waste water filtrate husk ash, P2: Rations formulation with the use of fish meal and 5% 5% shrimp waste fermented flour EM-4, P3: ration formulation with the use of fish meal and 5% 5% shrimp waste fermented flour fungi Trichoderma Viridae, P4: The ration formulation without the use of fish meal and 10% starch shrimp waste water treatment husk ash filtrate, P5: The ration formulation without the use of fish meal and 10% flour fermented shrimp waste EM-4, P6: ration formulation without the use of fish meal and 10% flour fermented shrimp waste fungus Trichoderma Viridae. The results showed that in each treatment gives different results to the total cost of production is highest in P0A (USD) 111 031, and the lowest on the P6 (USD) 82 296, the highest total yield on P0A (USD) 163 032, and the lowest P4 (USD) 123 513, profit / loss on P0A highest (Rs) 52000.84, and the smallest at P4 (USD) 40.995.01, income over feed cost (IOFC) at the highest P0A (USD) 156,202.3, and the lowest at P4 (USD) 119,074.7 and R / C ratio was highest at P3 1:56, and the lowest at 1:47 P0A. The conclusion of this study indicate that the use of shrimp processing waste FAA flour, fermentation EM-4 and fungus Trichoderma can Viridae meningkatkannilai economical shrimp waste powder on the use of 5% and 10% with the use of fermentation EM-4 and fungus
Trichoderma Viridae in broiler rations. Keywords: Business analysis, Flour shrimp waste, EM-4, Trichodermae Viridae,
PENDAHULUAN
LatarBelakang
Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan
keseluruhan yang bertujuan untuk menyediakan pangan hewani berupa daging,
susu, serta telur yang benilai gizi tinggi, meningkatkan pendapatan masyarakat
khususnya peternak, serta menambah nilai devisa negara dan memperluas
kesempatan kerja. Hal inilah yang mendorong pembangunan sektor peternakan
sehingga pada masa yang akan datang diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang nyata dalam pembangunan perekonomian bangsa. Untuk mencapai
pembangunan pertanian umumnya dan sektor peternakan khususnya, maka
sebagai penunjang kebutuhan protein hewani yang merupakan bagian dari
kebutuhan dasar manusia perlu diusahakan produktivitas yang maksimal sehingga
dapat meningkatkan pendapatan peternak.
Dalam upaya pemenuhan protein hewani dan peningkatan pendapatan
peternak, maka pemerintah dan peternak telah berupaya mendayagunakan
sebagian besar sumber komoditi ternak yang dikembangkan, diantaranya adalah
ayam pedaging (broiler). Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging yang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan ternak potong
lainnya. Keunggulan itu diantaranya, laju perputaran modal yang cepat, waktu
pemeliharaan yang singkat yaitu dalam lima minggu ayam broiler sudah dapat
dipanen dengan bobot 1,5 kg/ekor. Hal inilah yang mendorong banyak peternak
mengusahakan peternakan ayam broiler. Dan untuk meningkatkan produksi
daging yang tinggi sangatlah diperlukan pemberian ransum yang baik juga. Salah
Menurut Susana Widjaja (1993) salah satu pilihan sumber protein adalah
tepung limbah udang. Tepung limbah udang merupakan limbah industri
pengolahan udang yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Proporsi kepala dan
kulit udang diperkirakan antara 30-40% dari bobot udang segar. Faktor positif
bagi tepung limbah udang adalah karena produk ini merupakan limbah,
kesinambungan penyediaannya terjamin sehingga harganya akan cukup stabil dan
kandungan nutrisinya juga bersaing dengan bahan baku lainnya. Industri
pengolahan udang beku Indonesia berkembang sangat pesat pada beberapa tahun
terakhir ini, sejalan dengan meningkatnya produksi udang. Indonesia termasuk
negara pengekspor udang terbesar di dunia. Data Pokok Kelautan Dan Perikanan
tahun 2010 menunjukkan produksi udang Indonesia sebesar 380.972 ton dan
produksi ini meningkat sebesar 14 % per tahun. Apabila udang segar ini diolah
menjadi udang beku, maka sebesar 35% – 70% dari bobot utuh akan menjadi
limbah udang, kualitasnya bervariasi tergantung jenis udang dan proses
pengolahannya.
Analisis usaha ayam broiler merupakan kegiatan yang sangat penting bagi
suatu ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis
usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan
tersedianya dana riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari
langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga
memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan
modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal
kembali dengan tingkat keuntungan uang diperoleh. Salah satu upaya untuk
fermentasi yang kami lakukan dengan menggunakan EM-4 dan kapang
Trichoderma viridae.
Pengolahan dengan menggunakan kultur campuran EM-4 dapat
meningkatkan kandungan nilai gizi dan kualitas nutrisi tepung limbah udang.
Inokulum EM-4, yaitu bakteri fermentasi yang berisi kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pruduksi ternak,
sebagian besar terdiri dari genus Lactobacillus sp, bakteri fotosintetik, Actinomycetes sp, Sreptomyces sp, jamur pengurai selulosa dan ragi yang berfungsi menguraikan selulosa atau khitin pada limbah udang (Indriani, 2003).
Trichoderma viridae merupakan kapang yang potensial memproduksi selulase dalam jumlah relatif besar guna mendegradasi selulosa secara luas. Selain
itu, penggunaan kapang Trichoderma viridae dalam proses pengolahan bahan pakan memiliki kelebihan yaitu, protein enzim yang di hasilkan oleh kapang
tersebut kualitas yang sangat baik jika dibandingkan dengan jenis kapang lainnya.
Bahan pakan tepung limbah udang fermentasi filtrat air abu sekam, EM-4
dan kapang Trichoderma viridae tentunya membutuhkan biaya. Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana nilai
ekonomi penambahan pemakaian tepung limbah udang fermentasi filtrat air abu
sekam, EM-4 dan kapang Trichoderma viridae.
Analisa usaha sangat diperlukan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha
peternakan. Untuk itu penulis mencoba melakukan analisa usaha terhadap
penggunaan tepung limbah udang fermentasi filtrat air abu sekam, EM-4 dan
Rumusan Masalah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ayam broiler yaitu
pemilihan ransum yang sesuai, tidak bersaing dengan manusia, ransum mudah
didapatkan dan berkualitas baik. Jika hal-hal tersebut telah diperhatikan maka
ternak dapat tumbuh dengan baik dan didapatkan hasil produksi yang optimal.
Disamping itu agar didapatkan keuntungan yang maksimal maka perlu menekan
biaya ransum yaitu dengan cara memanfaatkan limbah udang.
Ransum merupakan komponen pemenuhan kebutuhan nutrisi ayam yang
penting. Khususnya ransum buatan pabrik yang harganya relatif mahal. Oleh
karena itu, untuk mencukupi kebutuhan ayam maka digunakan pakan alternatif
yang harganya murah dan ketersediaannya melimpah. Limbah yang tersedia
spesifik daerah merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan yaitu limbah udang.
Dengan ketersediaan limbah udang melimpah dan agar lebih
termanfaatkan maka diperlukan suatu teknologi. Teknologi pengolahan
pengawetan dengan cara dikeringkan dan diolah menjadi pakan berbentuk tepung,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan ransum alternatif.
Disamping itu, limbah udang masih mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi.
Dari uraian diatas maka diharapkan pemanfaatan ransum komplit berbasis
limbah udang sebagai pakan dalam bentuk tepung dapat menekan biaya ransum
ayam broiler sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak ayam.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pemanfaatan pemberian pakan tepung limbah udang
Trichodermae viridae dapat meningkatkan nilai ekonomis dan IOFC usaha pemeliharaan ternak ayam broiler.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti atau
masyarakat peternak ayam broiler dalam pengembangan usaha peternakan,
instansi terkait mengenai pemanfaatan tepung limbah udang dengan pengolahan
filtrat air abu sekam difermentasi dengan EM-4, dan kapang
Trichodermae viridae di dalam ransum ayam broiler ditinjau dari sudut analisis usaha dan memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana di Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Usaha
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan
berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik
tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat
digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha
atau memperbesar skala usaha. Berdasarkan data tersebut dapat diukur
keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya.
Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha
ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis
dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan,
penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang,
lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Analisis usaha mutlak dilakukan bila seseorang hendak memulai usaha.
Analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha tersebut
menguntungkan atau merugikan. Analisis usaha memberi gambaran kepada
peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisis usaha diperlukan
beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan perkembangan
waktu (Rasyaf, 1995).
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: skala usaha kecil
kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap
perubahan – perubahan (Cyrilla danIsmail, 1988).
Di dalam berusaha peternakan ayam, perhatian utama tidak hanya pada
kesuksesan dalam teknik berproduksi, tetapi juga harus sukses dari segi usaha.
Tidak ada gunanya hasil daging yang ribuan kilo/bulan, bila hasil itu diperoleh
dengan biaya produksi yang terlalu tinggi (Rasyaf, 1993).
Penerimaan dapat diklarifikasikan menjadi penerimaan nyata dan
penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang
diterima dari hasil penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang
diperhitungkan ialah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang
dihadiahkan. Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan
hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan
dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995). Banyak pendekatan yang dapat dipakai
untuk mengukur keuntungan ekonomis suatu perusahaan. Diantaranya adalah
analisis usaha tani parsial yang melibatkan analisis anggaran parsial. Analisis
anggaran parsial/anggaran keuntungan parsial digunakan untuk mengevaluasi
pengaruh perubahan metode berproduksi atau organisasi usaha tani terhadap
keuntungan usaha tani (Soekartawi et al., 1986).
Biaya Produksi
Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya
produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Maka dapat
dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban
yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap
dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada
atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya: gaji
pekerja bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan
lain-lain. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan
dengan jumlah produksi ayam pedaging yang diusahakan. Semakin banyak ayam
semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam produksi peternakan
secara total. Pada pemeliharaan ayam pedaging, biaya pakan mencapai 60% -
70% dari total biaya produksi (Rasyaf, 1995).
Menurut (Lipsey et al., 1995) biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang
berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya
produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap.
Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang
tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan
sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi
yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Lipsey et al.,(1995) mendefinisikan pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input
yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran
perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi, baik itu
biaya tetap maupun biaya variabel atau biaya-biaya lainnya (Kadarsan, 1995).
Biaya dalam usaha tani dapat dibedakan dengan cara yaitu biaya tetap dan
tidak tetap, biaya tunai dan tidak tunai, serta biaya tercatat dan tidak tercatat
menyatakan pembiayaan usaha tani akan menyangkut usaha tani apa, metode atau
cara yang dipakai dan tujuan usaha pengembangannya. Menurut
Kay dan Edwards (1994), serta Budiono (1990) yang termasuk biaya tetap adalah
depresiasi, asumsi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal sedangkan pakan,
pupuk, bibit dan obat obatan bahan bakar dan kesehatan ternak termasuk biaya
tidak tetap. Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output
yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan
menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al.,1995). Dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya
pakan dan biaya tenaga kerja. Biaya merupakan komposisi terbesar . Besarnya
biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya
produksi (Prawirokusumo, 1991).
Hasil Produksi(Pendapatan)
Semakin tinggi pendapatan konsumen maka akan semakin kompleks
pemasaran hasil–hasil peternakan. Konsumen yang semakin tinggi pendapatannya
dan semakin tinggi tingkat kemakmurannya menginginkan hasil–hasil peternakan
yang semakin banyak macam ragamnya (Rasyaf, 1995).
Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang di peroleh dari
penjualan produk suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan
produk lainnya merupakan komponen pendapatan (Sutama dan Budiarsana, 2009). Pendapatan usaha ialah seluruh pendapatan yang di peroleh dalam suatu
dari kegiatan usaha penggemukan domba dan pendapatan berupa hasil ikutan,
misalnya pupuk kandang (Sudarmono dan Sugeng, 2003).
Analisa Laba-Rugi
Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika
jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah
pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka
secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk
memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus
dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya agar peternak atau
pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan
masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.
Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif,
perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan
mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang
akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).
Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
Dimana
K = keuntungan
Total Revenue = total penerimaan
Total Cost = total pengeluaran
Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh
pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar
jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama
(Kasmir dan Jakfar, 2005).
Pendapatan berasal dari penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk
lainnya merupakan komponen pendapatan. Sedangkan biaya produksi di bagi dua,
yaitu biaya tetap (sewa lahan, bangunan kandang dan peralatan) dan biaya
variabel (domba bakalan, pakan, tenaga kerja dan bunga bank)
(Soerkartawi, 1994).
Analisis R/C Ratio (revenue cost ratio)
Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat kelayakan usaha tani atau
R/C ratio (Benefit Cost Ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan.
R/C Ratio =
R/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan
biaya yang dikeluarkan. Dimana R/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan
untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu
dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila
R/C Ratio > 1 : Efisien
Soekartawi et al., (1986) menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1. Semakin besar nilai R/C Ratio
maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai R/C
Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut.
Rumus untuk mencari niali R/C Ratio dapat dituliskan sebagai berikut :
R/C Ratio = Input Output
dimana :
Output : keluaran yang diperoleh dari usaha tersebut yang berupa hasil penjualan
Input : korbanan yang diberikan berupa biaya-biaya untuk proses produksi
Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep RCR
(revenue cost ratio), yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya (input). Nilai RCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan.
Semakin besar nilai RCR maka usaha dinyatakan semakin efisien
Income Over Feed Cost (IOFC)
Untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum secara ekonomis, selain
memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan dan efisiensi ransum, faktor
efisiensi biaya juga perlu diperhitungkan. Income over feed cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang diperoleh dari hasil
penjualan produksi dikurangi biaya ransum. Perhitungan IOFC ini terlepas dari
biaya lain yang belum diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang,
bibit dan lain sebagainya yang tidak termasuk ke dalam kriteria yang diamati
dalam biaya variabel.
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. Income Over Feed Cost ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC
diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi
biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau
pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual
(Prawirokusumo, 1990).
Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya
pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan
dan bobot badan yang sangat cepat, efisiensi pakan cukup tinggi, ukuran badan
besar dengan bentuk dada lebar dan padat dan berisi sehingga sangat efisien IOFC = (Bobot badan akhir ayam – bobot badan awal x harga jual
diproduksi dalam jangka waktu 5-6 minggu ayam broiler tersebut dapat mencapai
bobot hidup 1,4 – 1,6 kg. Secara umum broiler dapat memenuhi selera konsumen
atau masyarakat, selain dari pada itu broiler lebih dapat terjangkau masyarakat
karena harganya relatif murah (Rasyaf, 2000).
Usaha ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis usaha yang sangat
potensial dikembangkan. Hal ini tidak terlepas dari berbagai keunggulan yang
dimilikinya antara lain masa produksi yang relatif pendek kurang lebih 32-35 hari,
produktivitasnya tinggi, harga yang relatif murah dan permintaan yang semakin
meningkat. Beberapa faktor pendukung usaha budidaya ayam ras pedaging
sebenarnya masih dapat terus dikembangkan, antara lain karena permintaan
domestik terhadap ayam ras pedaging masih sangat besar (Anggrodi, 1995).
Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan
sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat
Indonesia, karena sifat proses produksi relatif cepat (kurang dari 5 minggu) dan
hasilnya dapat diterima masyarakat luas. Sifat produksi ayam broiler akan muncul
jika memperhatikan beberapa faktor produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi ayam broiler adalah genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik
(Sembiring, 2006).
Kebutuhan Nutrisi Broiler
Keunggulan ayam pedaging didukung oleh sifat genetik, karena ayam
pedaging ini memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat,
sehingga produksi optimal hanya dapat diwujudkan apabila ayam tersebut
mencukupi. Rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan manajemen
perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka terhadap formula pakan yang diberikan (Wahju, 2004). Seperti yang dinyatakan
oleh Amrullah (2004) bahwa pertumbuhan yang cepat dari ayam harus diimbangi
dengan ketersediaan nutrisi dalam pakan yang cukup dan keadaan lingkungan
yang meliputi temperatur lingkungan dan pemeliharaan. Menurut Direktorat Bina
Produksi (1997), persyaratan mutu ayam umur satu hari (DOC) adalah berat
minimal 37 gram, kondisi fisik sehat, kaki normal, dapat berdiri tegak, tampak
segar, aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk, tidak cacat fisik sekitar
pusar dan dubur kering serta pusar tertutup, warna bulu seragam sesuai dengan
strain dan kondisi bulu kering.
Zat makanan ayam broiler pada fase pertumbuhan broiler tergantung pada
pakan disamping tata laksana dan pencegahan penyakit. Tujuan pemberian
ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
berproduksi. Untuk produksi maksimum dilakukan dengan jumlah cukup, baik
kualitas maupun kuantitas. Ransum broiler harus seimbang antara kandungan
protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin dan
mineral juga harus diperhatikan ( Kartadisastra, 1994 ).
Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam jangka
waktu tertentu dan ransum yang dikonsumsi oleh ternak akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi yang lain. Tingkat energi menentukan
jumlah ransum yang dikonsumsi, ayam cenderung meningkatkan konsumsinya
jika kandungan energi ransum rendah dan sebaliknya konsumsi akan
Menurut Parakkasi (1999) komsumsi adalah jumlah makanan yang
terkonsumsi oleh hewan bila diberikan ad libitum. Menurut Tillman et al., (1991) konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak,
dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi
kehidupan pokok dan untuk produksi hewan tersebut.
Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan
nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan
kebutuhan nutrien yang lain hanya disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan
gejala defisiensi maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral.
Tingkat kandungan energi ransum harus disesuaikan dengan kandungan
proteinnya, karena protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan
produksi. Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju
pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan
keseimbangan antara tingkat energi dan proteinsehingga penggunaan ransum
menjadi efisien (Suprijatna et al., 2005).
Tepung Limbah Udang
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga) yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis sehingga perlu mengalami proses pengolahan. Proses pengelolaan
limbah merupakan seluruh rangkaian proses yang dilakukan untuk mengkaji
aspek kemanfaatan benda/barang dari sisa sampai tidak mungkin untuk
ternak dapat dilakukan secara kering (tanpa fermentasi) yaitu dengan
mengeringkannya, baik menggunakan alat pengering maupun dengan sinar
matahari. Kemudian dicincang, selanjutnya dijemur pada sinar matahari sampai
kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau
diremas. Setelah kering limbah ditumbuk menggunakan lesung atau alat
penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan (Anonima, 2008).
Kandungan khitin yang tinggi menyebabkan limbah udang mempunyai
kecernaan yang rendah yaitu kadar khitin 3 % dalam ransum ayam broiler yang
akan menekan konsumsi ransum dan pertumbuhan. Oleh sebab itu sebelum
digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum broiler limbah udang itu harus
mendapat penanganan dan pengolahan yang baik untuk meningkatkan nilai
gizinya. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.
Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata)
yaitu sebagai pelindung Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara
bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa
(Neely dan Wiliam, 1999).
Kualitas tepung udang sangat bergantung pada bagian tubuh udang yang
menjadi limbah, cara pengeringan dan jenis udang yang digunakan kandungan
protein kasarnya sebanyak 32% dan mineralnya 18% sehingga cukup baik
digunakan untuk bahan ransum. Penggunaan tepung udang yang terlalu banyak
juga tidak baik karena dari total 100% tepung udang sebagian besar adalah
kulitnya (Rasyaf, 1997).
Kandungan protein limbah udang yang cukup tinggi merupakan potensi
kasar yang tinggi, yaitu berupa khitin. Purwaningsih (2000), menyatakan bahwa
limbah udang terdiri dari 30% khitin dari bahan keringnya. Adanya khitin ini
mengakibatkan adanya keterbatasan atau faktor pembatas dalam penggunaan
limbah udang untuk dijadikan bahan penyusun ransum ternak unggas jika
digunakan secara langsung tanpa dilakukan pengolahan.
Filtrat Air Abu Sekam
Murtius (2006) menyatakan bahwa salah satu bentuk pengolahan kimia
untuk menurunkan serat kasar adalah menggunakan air abu sekam. Hasil
penelitian Mirzah (2007), menunjukkan perendaman limbah udang dalam larutan
filtrat air abu sekam (FAAS) 10% selama 48 jam dan dikukus selama 45 menit
dapat menurunkan serat kasar dari 21,29 menjadi 18,71%.
Penggunaan bahan kimia dapat dihindari dengan menggunakan larutan
filtrat air abu sekam (alkali) yang tidak bersifat polutan. Hasil penelitian Mirzah
(2006), menunjukkan bahwa perendaman limbah udang dalam larutan filtrat air
abu sekam (FAAS) 10% selama 48 jam dan dikukus selama 45 menit dapat
menurunkan kitin dari 15,2% menjadi 9,87% dan meningkatkan kecernaan protein
kasar dari 50% menjadi 70,50%, sedangkan kandungan zat-zat makanan lain tidak
banyak berubah yaitu bahan keringnya 86,40%, protein kasar 38,98%, lemak
4,12%, kalsium 14,63%, fosfor 1,75%, dan asam amino kritis seperti metionin
0,86%, lisin 1,15%, triptopan 0,35%, serta retensi nitrogen 66,13% dan energi
termetabolis 2204, 54 kkal/kg. TLU hasil olahan dengan FAAS 10% tersebut
lebih baik dibandingkan TLU tanpa diolah, yaitu dengan kandungan protein kasar
1984,87 kkal/kg, dan kecernaan protein 52,00%, namun kualitas TLU olahan itu
perlu dievaluasi secara biologis melalui pemberian ransum kepada ayam broiler.
Effective Mikroorganisme – 4 (EM-4)
Prebiotik EM-4 merupakan bahan cair yang mengandung kultur campuran
berbagai mikroorganisme, organisme tersebut bersifat aerob dan fakultatif
anaerob. Awalnya tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian, tapi
penggunaannya telah meluas kebidang peternakan (Winarno, 1986).
EM-4 tidak mengandung bahan kimia sehingga aman bagi ternak. EM-4
dapat diinokulasikan pada minuman ternak dan pakan ternak serta dapat
digunakan untuk membuat pakan ternak, probiotik ini juga mempunyai fungsi
yaitu menyeimbangkan mikroorganisme yang menguntungkan dalam saluran
pencernaan ternak, meningkatkan mutu daging, memperbaiki kesuburan ternak
dan juga mengurangi stress. EM-4 dapat diberikan pada ternak melalui air minum
dengan cara larutan EM-4 1-2 cc dicampur kedalam 1-1,5 liter air diberikan setiap
hari (Nwanna, 2003).
Trichoderma viridae
Trichoderma viridae merupakan salah satu kapang yang mampu mendegradasi serat. Perlakuan pendahuluan berupa amoniasi diharapkan dapat
melonggarkan ikatan lignoselulosa dan ikatan hidrogen selulosa, serta dapat
menyediakan nutisi dalam bentuk “non-protein nitrogen” (NPN) bagi
Trichoderma viridae, dengan demikian efektivitas Trichoderma viridae dalam mendegradasi komponen serat dapat meningkatkan kualitas eceng gondok,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan penyusun konsentrat
Teknologi pengolahan bahan pakan yang akan dilakukan adalah dengan
proses fermentasi padat, yang memanfaatkan kapang penghasil enzim khitinase,
sehingga diharapkan dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh yang digunakan
dapat mendegradasi dan melarutkan khitin yang terdapat dalam limbah udang dan
meningkatkan kandungan nutrisi limbah udang. Terdapat beberapa jenis kapang
yang dapat mengahasilkan enzim khitinase, salah satunya kapang
Trichoderma viridae (Yurnaliza, 2002; Volk, 2004) yang dapat mendegrasi khitin pada limbah udang. Penggunakan kapang Trichoderma viridae dalam proses pengolahan bahan pakan memiliki kelebihan antara lain, protein enzim yang
dihasilkan oleh kapang tersebut kualitas yang sangat baik jika dibandingkan
dengan jenis kapang lainnya (Volk, 2004).
Berdasarkan uraian diatas telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan
enzim khitinase yang dihasilkan Trichoderma viridae dalam proses fermentasi limbah udang untuk mendegradasi khitin sehingga dapat meningkatkan kualitas
dan daya cerna limbah udang yang akan digunakan sebagai sumber protein untuk
ternak unggas.
Menurut Winarno et al., (1993) menyatakan bahwa bahan pakan yang mengalami fermentasi mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi, karena adanya
mikrobia yang mempunyai sifat katabolik terhadap komponen organik kompleks,
sehingga akan mengubahnya menjadi komponen sederhana. Proses katabolik
tersebut timbul karena adanya aktivitas beberapa enzim yang dihasilkan oleh
mikrobia. Fermentasi dapat ditujukan untuk memecah selulosa oleh selulase yang
.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A.
Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Penelitian ini telah berlangsung selama 2 bulan yaitu bulan Desember 2013
sampai bulan Januari 2014.
Bahan dan Alat Penelitiaan Bahan
Day old chick (DOC) yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak 120 ekor strain Cobb – LH 500. Bahan penyusun ransum terdiri atas tepung jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung limbah udang, minyak
nabati dan top mix. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh
diberikan secara adlibitum. Air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi. Rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan baik tempat
pakan maupun tempat minum. Vaksin ND 5 Ma Clone®, IBD® dan ND Lasota®
untuk memberikan kekebalan tubuh broiler. Formalin 40% dan KMnO4
(kalium permanganat) untuk fumigasi kandang. Vitamin seperti vitachick®
sebagai suplemen tambahan.
Alat
Alat yang digunakan adalah kandang baterai berukuran 100cm x 100cm x
50cm, jumlah kandang sebanyak 24 unit dan tiap unit di isi 5 ekor DOC, peralatan
kandang terdiri dari 24 unit tempat minum dan 24 unit tempat pakan, timbangan
pertambahan bobot badan ayam, alat penerangan dan pemanas berupa lampu pijar
40 watt sebanyak 24 buah, Thermometer sebagai alat untuk mencatat suhu
ruangan, alat pembersih kandang (sapu, sekop, hand spayer dan lainnya), pisau,
plastik, ember, alat tulis, buku data dan kalkulator. Terpal dengan ukuran 3 x 6
sebanyak 4 buah sebagai penutup dinding ruangan.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang meneliti
tentang performans dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 8 perlakuan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 ayam
broiler. Perlakuan pada penelitian yaitu :
P0a = Pakan komersil Charoen pokphand
P0b = Ransum formulasi dengan tepung ikan 10% dan tanpa TLU
P1 = Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU FAAS 5%
P2 = Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU fermentasi EM-4
5%
P3 = Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU fermentasi
kapang Trichoderma viridae 5%
P4 = Ransum formulasi dengan 10% TLU FAAS
P5 = Ransum formulasi dengan 10% TLU fermentasi EM-4
P6 = Ransum formulasi dengan 10% TLU fermentasi Trichoderma viridae Setelah penelitian performans dianalisis, dilanjutkan penelitian analisis
usaha untuk mengetahui perlakuan mana yang dapat meningkatkan nilai
harga obat-obatan, harga sewa kandang, harga peralatan kandang, harga tenaga
kerja, harga penjualan ayam dan harga penjualan feses.
Parameter Penelitian Total Biaya Produksi
Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya – biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara
menghitung : biaya pakan, biaya bibit, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja,
biaya perlengkapan kandang dan biaya sewa kandang.
Total Hasil Produksi
Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang
dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga
jual ayam broiler dan penjualan kotoran ayam.
Laba/Rugi
Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara :
K = TR – TC
Dimana :
K = keuntungan
TR = total penerimaan
TC = total pengeluaran.
Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
R/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feef Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan
merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan
akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya ransum
adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan
ternak.
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang dipersiapkan selama 2 minggu sebelum Day old chick di kandangkan, dimana seluruh instalasi penerangan/pemanas telah dipasang.
Sebelumnya kandang didesinfektan dengan rodalon. Kandang difumigasi dengan
formalin dan KMNO4 yang dibiarkan selama 1 minggu dan seluruh ruangan
ditutupi dengan terpal untuk memastikan gas dari formalin dan KMNO4
sepenuhnya berada di dalam ruangan yang bertujuan untuk membasmi jamur dan
bakteri yang masih menempel di kandang. Seminggu setelah fumigasi, tempat
ransum dan tempat minum yang telah di cuci dengan rodalon ditempatkan pada
masing-masing plot kandang serta dialasi koran dan atal sebagai litter. Kemudian
satu hari sebelum Day old chick tiba/dikandangkan, alat penerangan sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu di dalam ruangan/kandang sesuai dengan
suhu Day old chick.
2. RandomDay Old Chick
Ditempatkan ke masing-masing unit kandang sebanyak 5 ekor per unit
satu hari dihomogenkan bobot badannya dengan menggunakan rumus ẍ ± 2 sd
untuk ditempatkan ke masing-masing unit kandang sebanyak 5 ekor per unit
kandang.
3. Penyusunan Ransum
Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari tepung jagung, dedak
padi, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung limbah udang, minyak nabati, kapur
dan top mix. Bahan penyusun ransum yang digunakan ditimbang terlebih dahulu
sesuai komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi tiap
perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara
manual dan ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya
ketengikan pada ransum.
4. Pemeliharaan Broiler
1. Sesaat Day old chick dikandangkan, langsung diberi air gula dan pada pemberian air minum selanjutnya diberikan air minum yang ditambahkan
dengan vitachick® atau sejenisnya.
2. Pemanas atau induk buatan sebagai penghangat Day old chick dihidupkn 24 jam penuh sampai Day old chick berumur 1 minggu dan setelah Day old chick berumur 2 minggu pemanas dihidupkan hanya pada malam hari saja tergantung kondisi cuaca.
3. Pemberian ransum pertama kali sesuai dengan perlakuan yang diberikan
dan setelah 48 jam semua ayam diberikan ransum secara ad libitum. Untuk pemberian air minum dilakukan secara ad libitum yakni pada pagi hari dan sore hari. Pemberian vaksin pertama kali pada umur 4 hari, yakni
vaksin yang digunakan adalah vaksin IBD® melalui air minum dan pada
umur 18 hari vaksin yang digunakan adalah ND Lasota® juga melalui air
minum. Program vaksin ini tidak baku, tergantung situasi di tempat
penelitian.
4. Obat-obatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ayam.
5. Sisa feses atau kotoran ayam dibersihkan setiap 3 hari sekali disertai
dengan penyemprotan rodalon disekitar alas kandang untuk menghindari
hinggapan lalat yang membawa bibit penyakit.
5. Pengambilan Data
1. Dilakukan pencatatan data setiap harinya untuk konsumsi ransum dan
pengambilan data untuk pertambahan bobot badan dilakukan setiap
minggu.
2. Dilakukan survey harga pakan dan harga daging ayam broiler.
3. Dilakukan analisis ekonomi pada data rata – rata bobot badan awal ayam
broiler dan data hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan
awal ayam broiler dan bobot badan akhir broiler. Rata – rata konsumsi
ransum broiler dan rata – rata konversi ransum broiler pada setiap level
perlakuan ransum untuk mengetahui nilai ekonomis keseluruhan usaha
ternak broiler.
6. Analisis Data
Data yang diperoleh dari setiap pengamatan ditabulasi kemudian dianalisa.
Analisis yang dilihat adalah analisis laba rugi, analisis IOFC dan analisis B/C
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya
pembelian bibit domba, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya peralatan kandang,
biaya sewa kandang dan biaya tenaga kerja.
A. Biaya Bibit
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old Chick (DOC) sebanyak 120 ekor dengan harga sebesar Rp. 3800/ekor. Sehingga didapat harga beli bibit DOC sebesar Rp. 456.000,-.
B. Biaya Ransum
Biaya ransum diperoleh dari total konsumsi ransum selama
penelitian dikali dengan harga per kilogram ransum setiap perlakuan sehingga
didapat biaya ransum. Dimana harga pakan perlakuan P0a (Charoen Pokphand )
Rp. 6.000/kg, P0b (tepung ikan 10%) Rp. 4.917/kg, P1 (tepung ikan 5% dan TLU
FAAS 5%) Rp. 4.737/kg, P2 (tepung ikan 5% dan TLU EM-4 5%) Rp. 4.730/kg,
P3 (tepung ikan 5% dan TLU Tricoderma viridae 5%) Rp. 4.611/kg, P4 (TLU FAAS 10%) Rp. 4.540/kg, P5 ( TLU fermentasi EM-4 10%)
Tabel 1. Biaya ransum broiler selama penelitian
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
P0a 70.462,00 69.879,20 70.005,20 210.346,40 70.115,47 P0b 47.356,21 45.386,69 46.445,27 139.188,17 46.396,06 P1 44.683,48 44.323,65 43.104,77 132.111,91 44.037,30 P2 45.630,49 46.172,61 44.700,45 136.503,55 45.501,18 P3 43.837,77 44.455,19 44.865,35 133.158,31 44.386,10 P4 42.503,88 41.137,60 41.164,41 124.805,88 41.601,96 P5 40.470,50 42.580,91 42.013,50 125.064,91 41.688,30 P6 41.809,59 40.707,50 41.621,53 124.138,62 41.379,54 Total 376.753,91 374.643,35 373.920,49 1.125.317,75 46.888,24
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa biaya ransum tertinggi terdapat pada
perlakuan P0a = Rp.70.115,47,- dan biaya ransum terendah terdapat pada
perlakuan P6 = Rp. 41.379,54,-.
C. Biaya Obat – obatan
Biaya obat – obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat – obatan
yang diberikan selama penelitian. Obat – obatan yang diberikan adalah vithachik
sebagai sumber tambahan vitamin yang dicampurkan kedalam air minum, vaksin
Gumboro dan vaksin ND. Dengan rincian harga vithacik sebanyak 4 bungkus
dengan harga perbungkus Rp 5.000, vaksin Gumboro dengan harga Rp 6.720 dan
vaksin ND dengan harga Rp 7.680. Pemberian obat – obatan diharapkan agar daya
tahan tubuh broiler dapat bertahan dari berbagai macam jenis penyakit yang dapat menyerang ternak tersebut. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan
Tabel 2. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/Plot)
D. Biaya Sewa Kandang
Biaya sewa kandang yaitu biaya yang dikenakan dalam pemakaian kandang
diperoleh dari total biaya sewa kandang selama penelitian dibagi 24 plot yaitu Rp.
250.000 selama 35 hari penelitian. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa kandang
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/plot)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
P0a 10.416,67 10.416,67 10.416,67 31.250 10416.67 P0b 10.416,67 10.416,67 10.416,67 31.250 10416.67
P1 10.416,67 10.416,67 10.416,67 31.250 10416.67
P2 10.416,67 10.416,67 10.416,67 31.250 10416.67
P3 10.416,67 10.416,67 10.416,67 31.250 10416.67
P4 10.416,67 10.416,67 10.416,67 31.250 10416.67
P5 10.416,67 10.416,67 10.416,67 31.250 10416.67
P6 10.416,67 10.416,67 10.416,67 31.250 10416.67
Total 83.333,33 83.333,33 83.333,33 250.000 10.416,67
E. Biaya Perlengkapan Kandang
Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh
perlengkapan kandang selama penelitian. Biaya perlengkapan kandang diperoleh
Perlakuan Ulangan Total Rataan
dengan cara menjumlahkan seluruh biaya perlengkapan kandang yang digunakan.
Dengan rincian harga bola lampu pijar sebanyak 24 buah dengan harga perbuah
Rp 5.500, tempat pakan sebanyak 24 buah dengan harga perbuah Rp 6.000,
tempat minum sebanyak 24 buah dengan harga perbuah Rp 5.500, thermometer
sebanyak 1 buah dengan harga perbuah Rp 18.000, sapu lidi 1 buah dengan harga
Rp 4.000 dan 1 buah timbangan dengan harga Rp 100.000. Biaya untuk seluruh
perlengkapan kandang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Biaya perlengkapan kandang untuk tiap perlakuan (Rp/Plot)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
P0a 2.713,09 2.713,09 2.713,09 8.139,27 2.713,09
P0b 2.713,09 2.713,09 2.713,09 8.139,27 2.713,09
P1 2.713,09 2.713,09 2.713,09 8.139,27 2.713,09
P2 2.713,09 2.713,09 2.713,09 8.139,27 2.713,09
P3 2.713,09 2.713,09 2.713,09 8.139,27 2.713,09
P4 2.713,09 2.713,09 2.713,09 8.139,27 2.713,09
P5 2.713,09 2.713,09 2.713,09 8.139,27 2.713,09
P6 2.713,09 2.713,09 2.713,09 8.139,27 2.713,09
Total 21.704,72 21.704,72 21.704,72 65.114,16 2.713,09
F. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja diperoleh dari Upah Minimum Regional (UMR) daerah
Medan Sumatera Utara saat ini adalah Rp. 1.600.000/bulan. Dengan asumsi
dimana 1 tenaga kerja dapat memelihara sebanyak 1088 ekor ternak domba.
Sehingga upah tenaga kerja selama 1 bulan pemeliharaan = 120/1088 x 1.600.000
Tabel 5. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan selama penelitian (Rp)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
P0a 7.352,94 7.352,94 7.352,94 22.058,82 7352.94
P0b 7.352,94 7.352,94 7.352,94 22.058,82 7352.94
P1 7.352,94 7.352,94 7.352,94 22.058,82 7352.94
P2 7.352,94 7.352,94 7.352,94 22.058,82 7352.94
P3 7.352,94 7.352,94 7.352,94 22.058,82 7352.94
P4 7.352,94 7.352,94 7.352,94 22.058,82 7352.94
P5 7.352,94 7.352,94 7.352,94 22.058,82 7352.94
P6 7.352,94 7.352,94 7.352,94 22.058,82 7352.94
Total 58.823,52 58.823,52 58.823,52 176.470,56 7.352,94
Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya
produksi seperti diatas. Maka total biaya produksi tiap level perlakuan dapat
dilihat sebagai berikut:
Total seluruh biaya produksi selama penelitian adalah :
Total biaya produksi Rupiah (Rp/Plot)
Biaya pembelian bibit Rp. 456.000
Biaya pembelian ransum Rp. 1.125.317
Biaya obat-obatan Rp. 34.400
Upah tenaga kerja Rp. 176.470
Peralatan kandang Rp. 65.114
Sewa kandang Rp. 250.000
Berdasarkan total biaya produksi maka dapat diketahui total biya produksi
untuk tiap perlakuan selama penelitian. Total jumlah biaya selama penelitian tiap
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1. Grafik rataan total biaya produksi selama penelitian
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa biaya produksi pemeliharaan ayam
broiler selama penelitian menunjukkan perbedaan yang dimana rataan biaya
produksi pemeliharaan ayam broiler selama penelitian yang
tertinggi terdapat pada P0a sebesar Rp. 111.031,-
dan yang terendah pada P6 sebesar Rp. 82.296,-.
Hal ini terjadi karena pada perlakuan P0a, rataan biaya ransum
Rp. 70.115.47,- lebih besar dibanding biaya ransum pada perlakuan P6 yaitu
rataan sebesar biaya ransum Rp. 41.379.54,- sementara biaya produksi lainnya
seperti biaya bibit, biaya obat-obatan, sewa kandang, peralatan kandang, tenaga
kerja adalah sama. Hal ini seperti diungkapkan oleh Budiono (1990) bahwa biaya 111.031
87.312 84.953 86.417 85.302
82.518 82.604 82.296
0 20 40 60 80 100 120
adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat
dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu
produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang
digunakan untuk menghasilkan output. Prawirokusumo (1991) mengatakan
bahwa besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi.
B. Total Hasil Produksi
Total hasil produksi adalah semua perolehan dari hasil penjualan yaitu
penjualan ayam broiler dan penjualan kotoran ayam broiler (feses).
1. Penjualan Ayam Broiler
Harga jual ayam broiler Rp. 17.000/kg. Maka harga jual seluruh ternak
ayam broiler adalah Rp. 3.117.281,5,-. Hasil produksi penjualan ayam broiler
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil penjualan ayam broiler tiap perlakuan ulangan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
P0a 160.446 155.890 161.823 478.159 159.386
P0b 131.988 129.846 125.613 387.447 129.149
P1 129.438 127.704 124.950 382.092 127.364
P2 132.855 126.344 123.548 382.746,5 127.582
P3 128.911 126.174 132.787 387.872 129.291
P4 120.972 123.879 114.750 359.601 119.867
P5 117.436 125.800 124.338 367.574 122.525
P6 123.012 123.029 125.749 371.790 123.930
2.Penjualan Feses Ayam
Selama pemeliharaan 120 ekor ayam = 1 hari menghasilkan 5 kg feses x 35 hari
= 175 kg
= 175 kg x Rp. 500
= Rp. 87.500
Total hasil penjualan feses ayam adalah Rp. 87.500,-. Hasil penjualan feses ayam
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil penjualan kotoran (feses) ayam tiap level perlakuan (Rp/ekor)
Perl Ulangan Total Rataan
1 2 3
P0a 3.646 3.646 3.646 10.937 3.646
P0b 3.646 3.646 3.646 10.937 3.646
P1 3.646 3.646 3.646 10.937 3.646
P2 3.646 3.646 3.646 10.937 3.646
P3 3.646 3.646 3.646 10.937 3.646
P4 3.646 3.646 3.646 10.937 3.646
P5 3.646 3.646 3.646 10.937 3.646
P6 3.646 3.646 3.646 10.937 3.646
Total 29.167 29.167 29.167 87.500 3.646
Tabel 8. Total Hasil Produksi
Total hasil produksi Rupiah (Rp)
Hasil penjualan ayam 3.117.281,5
Hasil penjualan kotoran ayam 87.500
Total 3.204.786
Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil
produksi seperti diatas. Maka hasil produksi tiap level perlakuan dapat dilihat
Gambar 2. Grafik rataan total hasil produksi selama penelitian
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa total hasil produksi pemeliharaan
ayam broiler selama penelitian yang tertinggi terdapat pada perlakuan P0a dengan
rataan yaitu sebesar Rp 163.032,- dan total hasil produksi terendah terdapat pada
perlakuan P4 yaitu sebesar Rp 123.513,-. Hal ini terjadi karena terdapat
perbedaan bobot ayam broiler sehingga nilai pendapatan dari penjualan ayam
broiler berbeda pada setiap perlakuan sedangkan harga penjualan feses ayam
broiler sama . Ini sesuai dengan pernyataan Sudarmono dan Sugeng (2003) yang
menyatakan bahwa pendapatan usaha ialah seluruh pendapatan yang di peroleh
dalam suatu usaha. Pendapatan dapat berupa pendapatan utama, seperti hasil
penjualan ayam broiler dari kegiatan usaha dan pemeliharaan ayam broiler dan
pendapatan berupa hasil ikutan, misalnya pupuk kandang begitu juga pernyataan
dari Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa penerimaan perusahaan bersumber
dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman serta hasil
olahannya serta panen dari peternakan serta hasil olahannya. 163.032
132.795 131.010 131.228 132.937
123.513 126.171 127.576
C. Laba/Rugi
Analisis Laba-Rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi
atau untung dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan atau total hasi
l produksi dan total pengeluaran atau total biaya produksi.
Keuntungan = Total Hasil Produksi – Total Biaya Produksi
= Rp 3.204.786 – Rp. 2.107.302
= Rp 1.097.483,03
Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan
total hasil produksi. Hal ini membuktikan bahwa analisis usaha ayam broiler
selama penelitian yaitu 35 hari menguntungkan. Berikut dapat dilihat keuntungan
(laba – rugi) pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik rataan laba/rugi selama penelitian
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa laba/rugi menunjukkan perbedaan
yang sangat besar pada setiap perlakuan dimana keuntungan tertinggi terdapat
pada perlakuan P0a dengan menggunakan pakan (pakan komersil 100%) dengan 52.000,84
45.482,91 46.056,67 44.810,9547.634,53
40.995,0143.566,33
45.280,43
rataan sebesar Rp. 52.000,84,- dan yang memberikan keuntungan terendah pada
perlakuan P4 dengan menggunakan pakan ( Ransum formulasi tanpa pnggunaan
tepung ikan 10% TLU pengolahan FAAS) dengan rataan sebesar Rp. 40.995,01-, sedangkan pada perlakuan yang lain ( P0b, P1, P2, P3, P5, P6) memberikan
keuntungan yang cukup baik.
Keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P0a dengan menggunakan
pakan (pakan komersil 100 %), hal ini dikarenakan pertambahan bobot ayam
broiler lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Sehingga total hasil
produksi yaitu total penjualan ternak ditambah penjualan kotoran ternak memiliki
nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya bibit, biaya
ransum, biaya obat – obatan, biaya/upah tenaga kerja, biaya perlengkapan
kandang dan biaya sewa kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Murtidjo (1995) yaitu keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat
dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar dari
pada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin
meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau
ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau
kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya
juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang
usaha.
Pada perlakuan P4 dengan menggunakan pakan ( Ransum formulasi tanpa
pnggunaan tepung ikan 10% TLU pengolahan FAAS) diperoleh keuntungan yang
lebih rendah hal ini dikarenakan total biaya produksi lebih besar dari total hasil
keuntungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hansen dan Mowen (2001) yang
menyatakan bahwa Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang
perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang
diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk banyak keputusan manejemen. Jika laba
konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika
mengalami kerugian perusahaan dapat mencari produk yang lain yang akan diolah
yang dapat mendatangkan keuntungan.
D. R/C Ratio
Analisis R/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak
atau tidak usaha itu untuk dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha
tersebut dihentikan karena kurang layak.
R/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan
total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:
R/C Ratio =
Tabel 9. Analisa R/C Ratio
Perlakuan Ulangan Total Rataan