• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai Willingness to Pay dan Identifikasi Perilaku Ekonomi Petani Ikan Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai Willingness to Pay dan Identifikasi Perilaku Ekonomi Petani Ikan Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU EKONOMI PETANI IKAN KERAMBA JARING

APUNG DI WADUK CIRATA

DHEA RAHMANIAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai

Willingness to Pay dan Identifikasi Perilaku Ekonomi Petani Ikan Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2014

Dhea Rahmaniah

(4)

Perilaku Ekonomi Petani Ikan Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT dan NUVA.

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk besar di Jawa Barat dan merupakan waduk yang berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Pemanfaatan waduk oleh warga sekitar membawa dampak baik bagi perekonomian warga maupun lingkungan waduk. Meningkatnya kegiatan pemanfaatan waduk berdampak pada penurunan kualitas air di Waduk Cirata. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi nilai Willingness to Pay (WTP) petani ikan Keramba Jaring Apung (KJA) dengan metode CVM, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar petani ikan KJA dengan metode regresi logistik, dan menganalisis perilaku ekonomi petani ikan dengan pendekatan persepsi dan Motif kesediaan membayar petani KJA Waduk Cirata melalui metode analisis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, persepsi petani mengenai kondisi lingkungan di Waduk Cirata Zona Cianjur merasakan terjadinya pencemaran dan menyadari bahwa pencemaran yang terjadi merupakan kontribusi dari keberadaan KJA itu sendiri. Selain itu, petani juga merasakan terjadi perubahan produktivitas ikan, dengan hasil panen menurun, waktu produksi lebih lama, tingkat kematian ikan meningkat, kulitas hasil panen menurun, dan kecenderungan pemberian pakan tetap. Nilai EWTP petani KJA Waduk Cirata sebesar Rp30.321,22. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi kesediaan membayar petani untuk perbaikan kualitas air di Waduk Cirata dipengaruhi oleh tingkat usia, jumlah tanggungan, lama berprofesi, pendapatan, jumlah KJA yang dimiliki, dan nilai bid yang ditawarkan. Motif yang mendasari petani bersedia membayar yaitu untuk perbaikan kualitas air waduk, dan agar produktivitas ikan KJA petani ikan meningkat.

Kata kunci: Keramba Jaring Apung (KJA), Perilaku Ekonomi, Waduk Cirata,

(5)

Economics of Floating Cage Fish Farmers at Cirata Reservior. Supervised by Aceng Hidayat and Nuva.

Cirata Reservoir is one of the major water reservoir in West Java and also function as a hydro power plants. The exploitation of the reservoir brings its own effect for the local economy and also its environment. This research aim for the estimation of the willingness-to-pay value of the floating cage fish-farmer was carried using CVM method, identifies the factors that determine the fish-farmer willingness to pay using logistic regression method, and analyze the economic behavior of the reservoir’s fish-farmer with perception and motive approach method for the willingness-to-pay by the floating cage fish-farmer of the Cirata Reservoir using descriptical analytic method. Based on the research, for the environment condition of the Cirata Reservoir in Cianjur Zone, the farmers also feel its pollution result and realize that the pollution was contributed by the establishment of the floating cage itself. The fish-farmers also experience changes in its fish productivity, resulting in harvest decrease, longer production period, increase of fish death rate, decrease in harvest quality, with the tendency of static diet. The EWTP value of the Cirata Reservoir result is Rp30.321,22. The significant factor that determine the willingness to pay of the farmer for the water quality improvement of the Cirata Reservoir was influenced based on the age, family members, profession duration, income, number of floating cage unit owned, and the bid value offered. The motive that derives the farmer’s willingness to pay is to increase the reservoir’s water quality, and also to increase the fish productivity of the floating cage Fish-Farmers.

(6)
(7)

APUNG DI WADUK CIRATA

DHEA RAHMANIAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Nama : Dhea Rahmaniah NIM : H44100118

Disetujui oleh

Dr Ir Aceng Hidayat, MT Pembimbing I

Nuva, SP M Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(10)
(11)

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah penilaian, dengan judul Estimasi Nilai Willingness to Pay dan Identifikasi Perilaku Ekonomi Petani Ikan Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga besar tercinta untuk semua dukungan dan cintanya. Mamah (Hj. Sri Mulyasih,AMd) dan Papah (Daden Kafrawi (Alm)), serta kakak-kakak (Dessy, Dany, Derry, Romli, Indiah, Nita) dan keponakan-keponakan tersayang;

2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT dan Ibu Nuva, SP. M. Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas segala arahan, bimbingan, kesabaran, ilmu, dan waktu yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini;

3. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Bapak Kastana Sapanli, SP. MSi selaku dosen penguji utama dan dosen penguji departemen yang telah memberi ilmu, saran, dan kritik dalam perbaikan skripsi ini;

4. Bapak Adi Hadiyanto, SP. MSi selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan waktu yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di Deparemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan;

5. Seluruh pihak yang terkait dengan penelitian ini Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Waduk Cirata, Pembangkit Jawa-Bali (PJB), dan keluarga Bapak Ade Jangari, Cianjur atas bantuan dan dukungannya;

6. Seluruh dosen dan staff Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor atas semua bantuannya;

7. Teman-teman satu bimbingan Kartika, Shella, Denadia, Bintang, Fauzan, Nabila, dan teman seperjuangan skripsi Fibri;

8. Teman-teman (Dwi, Nana, Lina, Donna, Mamal, Melin, Insan, Rifal, Gita, Aldi, Rizaldi, Bayu, Satria) dan seluruh keluarga ESL 47 untuk semua senyum, semangat dan dukungannya;

9. Teman-teman pengurus Resources and Environmental Economics Student Assossiation (REESA) periode 2011-2013 atas semua pengalaman dan pelajarannya;

10. Teman-teman Tingkat Persiapan Bersama (TPB) kelas B-19 dan teman-teman asrama putri A1, lorong 8, khususnya kamar 100 untuk dukungannya; 11. Teman-teman Kuliah Kerja Profesi, Fakultas, teman-teman organisasi

School With Entrepreneurship Education of TPB (SWEET) dan Forum For Indonesia (FFI) chapter Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

2.2 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan... 9

2.3 Contingent Valuation Method (CVM) ... 9

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 22

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

4.2 Metode Pengambilan Contoh ... 22

4.3 Jenis dan Sumber Data ... 22

4.4 Metode Pengolahan dan Ananlisis Data ... 23

4.4.1 Contingent Valuation Method (CVM) ... 23

4.4.2 Analisis Regresi Logistik ... 25

4.4.3 Analisis Deskriptif ... 27

BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 29

5.1 Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Cianjur ... 29

5.2 Gambaran Umum Waduk Cirata ... 29

(14)

5.4 Petani Ikan KJA ... 32

5.4.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Ikan KJA Waduk Cirata 33 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

6.1 Persepsi Petani Ikan KJA Waduk Cirata ... 36

6.1.1 Persepsi Petani Ikan KJA Waduk terhadap Jumlah KJA ... 36

6.1.2 Persepsi Petani Ikan KJA terhadap Produktivitas KJA ... 37

6.2 Willingness to Pay Petani Ikan KJA Cirata Zona Cianjur ... 40

6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP ... 42

6.4 Motif Kesediaan Membayar Petani Ikan KJA ... 46

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 48

7.1 Simpulan ... 48

7.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Data Petani Ikan KJA Zona Cianjur Tahun 2012 Berdasarkan

Petak Kepemilikan ... 2

2. Batasan dan Keterkaitan Behavioral Economics vs Environmental Economics ... 16

3. Matriks Metode Analisis Data ... 28

4. Luas Wilayah Waduk Cirata ... 30

5. Daerah Pembersihan Sampah Waduk Cirata ... 32

6. Karakteristik Petani Ikan KJA Waduk Cirata ... 33

7. Persepsi Petani Ikan terhadap Jumlah KJA dan Pencemaran Air Waduk ... 36

8. Persepsi Petani Ikan terhadap Produktivitas KJA ... 39

9. Pandangan Petani Ikan KJA Mengenai Peraturan Keberadaan KJA Waduk Cirata ... 41

10.Tabel Kumulatif Permintaan WTP... 42

11.Analisis Regresi Logistik Petani Ikan KJA ... 43

12.Motif Petani Ikan KJA untuk Melakukan Pembayaran ... 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Peta Waduk Cirata ... 2

2. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Ikan KJA Waduk Cirata Tahun 2001-2012 ... 4

3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 21

4. Kondisi KJA di Waduk Cirata ... 24

5. Laju Sedimentasi Waduk Cirata... 31

6. Struktur Elisitas Model Single Bounded DC-CVM ... 40

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rekapitulasi Data Sensus Waduk Cirata ... 54

2. Hasil Olah Data Primer ... 55

3. Perhitungan WTP ... 56

4. Kuesioner ... 57

(17)

1.1 Latar Belakang

Waduk merupakan danau buatan yang berfungsi sebagai penyedia air untuk berbagai tujuan, seperti keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, dan pembangkit energi. Secara alami, waduk merupakan tempat hidup bagi biota perairan, penjaga keseimbangan alam, media sosial dan budaya, dan penggerak perekonomian. Keberadaan waduk secara berkelanjutan sangat diperlukan sebagai penopang keberlanjutan kehidupan manusia. Manfaat badan waduk atau danau secara ekologis adalah sebagai sistem penyerapan air dan tendon air serta keberlangsungan proses ekologis di dalamnya. Manfaat sosio-ekonomis waduk, antara lain sebagai cadangan sumber air bersih, pengendali banjir, irigasi, sumber penyedia protein dari sektor perikanan air tawar, dan sebagai sarana rekreasi (Odum 1996; KLH 2007).

Salah satu waduk yang penting di Jawa Barat adalah Waduk Cirata. Waduk Cirata merupakan waduk yang terbentuk dari bendungan Sungai Citarum. Secara administratif, Waduk Cirata terletak di Kabupaten Cianjur, Purwakarta, dan Bandung Barat. Menurut Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) yang merupakan lembaga untuk mengontrol dan mengelola kegiatan yang berada di Waduk Cirata, Waduk Cirata terletak di ketinggian 221 m dari permukaan laut dengan luas wilayah air 6.200 Ha dan rata-rata kedalaman mencapai 34,9 m. Berdasarkan luas dan kedalaman tersebut, Waduk Cirata dapat menampung air sebanyak 2.165 juta m3.

(18)

genangan sehingga usaha yang dimilikinya harus ditutup dan pindah ke daerah lain (BPWC 2011).

Sumber : BPWC 2011

Gambar 1 Peta Waduk Cirata

Waduk Cirata juga merupakan salah satu sentra kegiatan budidaya ikan air tawar di Jawa Barat yang menggunakan sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Beberapa jenis ikan air tawar utama yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan mas (Cyprinus caprio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus) (UPTD 2013). KJA di Waduk Cirata dimiliki oleh petani ikan KJA yang merupakan masyarakat yang terkena dampak genangan waduk. Jumlah petani ikan KJA Waduk Cirata Zona Cianjur disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data Petani Ikan Keramba Jaring Apung Zona Cianjur Tahun 2012 Berdasarkan Petak Kepemilikan

NO DESA

PETANI JUMLAH PETANI IKAN KERAMBA (orang) TOTAL < 4

(19)

usaha KJA ini hanya diperuntukkan bagi masyarakat korban genangan. Namun, sejalan dengan waktu, pemanfaatan fungsi waduk sebagai penyedia air tawar untuk budidaya perikanan ini terus berkembang. Petani ikan KJA yang terlibat pun tidak hanya penduduk setempat, tetapi juga banyak yang berasal dari daerah lain. Hal ini membuat terjadi peningkatan jumlah KJA setiap tahunnya. Budidaya ikan air tawar dengan sistem KJA di Waduk Cirata merupakan usaha yang menguntungkan, hasil produksi ikan di Waduk Cirata mensuplai 30% pasar ikan air tawar di Jawa Barat. Perkembangan pemanfaatan waduk untuk budidaya perikanan juga memberikan dampak langsung dan tidak langsung bagi masyarakat lainnya, seperti peluang pekerjaan dan pengembangan usaha-usaha pendukung kegiatan budidaya perikanan air tawar. Usaha budidaya ikan tawar dengan sistem KJA ini sangat menguntungkan, namun beberapa tahun terakhir para petani ikan KJA mengalami kerugian dan peningkatan waktu panen yang awalnya petani dapat panen 3 bulan sekali, sekarang panen 4 bulan sekali. Hal ini disebabkan oleh keadaan lingkungan waduk khususnya kualitas air yang semakin menurun. Menurut Beveridge (1984), kegiatan keramba jaring apung akan berdampak terhadap 4 (empat) hal yaitu: (1) membutuhkan banyak tempat atau permukaan perairan danau; (2) menghambat aliran air dan arus untuk transportasi oksigen, sedimen, plankton serta larva ikan; (3) menurunkan kualitas estetika perairan danau; dan (4) menurunkan kualitas lingkungan hidup danau. Penurunan kualitas air waduk ini disebabkan oleh berbagai faktor, selain dari faktor biologis waduk, penurunan kualitas air juga disebabkan oleh kegiatan dan perilaku pemanfaat waduk itu sendiri khususnya para petani ikan KJA.

1.2 Perumusan Masalah

Waduk Cirata Zona Cianjur menggenangi beberapa area di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Cikalong Kulon, Kecamatan Mande, Kecamatan Sukaluyu, dan Kecamatan Ciranjang. Waduk Cirata Zona Cianjur merupakan daerah genangan terluas dibandingkan dengan dua zona lainnya, yaitu Zona Bandung Barat dan Zona Purwakarta. Waduk Cirata selain memiliki fungsi utama sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air juga mempunya fungsi sekunder yaitu

(20)

budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) telah melebihi ketentuan batas maksimal

yang diperbolehkan yakni hanya 12.000 petak sesuai SK Gubernur Jawa Barat No

41 Tahun 2002. Saat ini terdapat 51.81 petak KJA yang terdapat di Waduk Cirata.

Keramba jaring apung yang telah melebihi kuota di Waduk Cirata menyebabkan

semakin menurunnya kualitas air, ditambah dengan beban pencemaran dari hulu

Sungai Citarum. Pencemaran dari sungai, KJA, rumah tangga, dan pola hidup

yang tidak ramah lingkungan seperti membuang sampah langsung ke waduk dari

masyarakat sekitar merupakan penyebab kerusakan di Waduk Cirata. Sebagai

akibatnya, keseimbangan ekosistem di dalam Waduk Cirata menjadi terganggu

(BPWC 2011).

Sumber : UPTD Waduk Cirata 2012

Gambar 2. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Ikan Keramba Jaring Apung (KJA) Waduk CirataTahun 2001 – 2012

Perkembangan luas areal dan produksi ikan KJA terus meningkat setiap tahunnya dilihat dari luas areal petak/unit yang terus meningkat. Pada tahun 2001, jumlah KJA yang terdapat di Waduk Cirata sebanyak 10.926 petak dan terus mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah KJA yang terbesar terjadi pada tahun 2009 yang mencapai 22.800 petak. Pada tahun 2012 jumlah KJA sebanyak 21.500 petak yang terdapat di Waduk Cirata, penurunan jumlah KJA dari tahun 2009 ini dikarenakan terdapat beberapa KJA yang tidak terpakai lagi oleh petani yang terkendala modal sehingga keluar dari usaha budidaya perikanan air tawar dengan sistem KJA ini. Pemanfaatan Waduk Cirata Zona Cianjur meluas menjadi kegiatan budidaya ikan oleh petani ikan KJA, wisata, dan perikanan tangkap.

0

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(21)

Kegiatan perekonomian di Waduk Cirata terus berkembang setiap tahunnya tanpa adanya mengontrol perkembangan jumlah KJA di Waduk Cirata oleh pikah pengelola waduk. Meningkatnya kegiatan perikanan budidaya yang ada di wilayah Waduk Cirata juga berdampak pada kualitas lingkungan dan penurunan kualitas air yang selanjutnya akan mempengaruhi produktivitas petani ikan KJA. Pemberian pakan oleh petani ikan dapat menyebabkan perubahan kualitas air di Waduk Cirata. Persentase sisa pakan yang diberikan oleh petani ikan KJA setiap harinya sebanyak 60% dimakan ikan mas, 35% dimakan ikan nila, dan sisanya yaitu 5% berpeluang dimakan ikan di luar KJA, terlarut, terdekomposisi, dan tersedimentasi. Sisa pakan ini dapat meningkatkan kesuburan air waduk yang dapat menyebabkan blooming algae, plankton, virus, dan penurunan kandungan oksigen dalam air. Dampak yang secara khusus dirasakan petani ikan KJA ialah penurunan tingkat keuntungan karena banyaknya ikan yang mengalami upwelling atau peningkatan massa kandungan yang terdapat di air waduk yang dapat menyebabkan kematian massal maupun penyakit yang mengakibatkan kematian pada ikan. Berdasarkan persoalan tersebut, penelitian ini akan mengkaji :

1. Bagaimana persepsi petani ikan mengenai keadaan lingkungan dan dampaknya terhadap produktivitas ikan di Waduk Cirata?

2. Berapa nilai Willingness to Pay (WTP) petani ikan KJA untuk menjaga kualitas air Waduk Cirata?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan petani ikan KJA membayar untuk menjaga kualitas air Waduk Cirata?

4. Apa motif yang mendasari kesediaan membayar petani ikan Waduk Cirata?

1.3 Tujuan

(22)

1. Mengidentifikasi persepsi petani ikan mengenai keadaan lingkungan Waduk Cirata Zona Cianjur.

2. Mengestimasi nilai Willingness to Pay (WTP) petani ikan untuk menjaga lingkungan khususnya kualitas air di Waduk Cirata Zona Cianjur.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar petani ikan Waduk Cirata Zona Cianjur.

4. Mengidentifikasi motif yang mendasari kesediaan membayar petani ikan Waduk Cirata Zona Cianjur.

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian dan tujuan yang dipaparkan diatas, maka hipotesis atau dugaan hasil dari pertanyaan penelitian tersebut ialah, nilai WTP didapatkan dengan metode single bounded dichotomous choice, akan lebih banyak petani ikan KJA yang bersedia membayar pada nilai bid yang lebih rendah. Nilai WTP yang didapat dari empat kelas bid kemungkinan akan menghasilkan nilai antara bid dikelas 1 dan 2 dari empat kelas bid. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP petani ikan KJA sesuai karakteristiknya ialah usia, pendidikan, jumlah tanggungan, lama berprofesi, pendapatan, jumlah KJA yang dimiliki, dan nilai bid yang ditawarkan. Persepsi mengenai kualitas Waduk Cirata kemungkinannya petani ikan KJA merasakan terjadinya penurunan produktifitas dikarenakan kondisi lingkungan yang semakin tercemar dan motif yang mungkin mendasari kesediaan membayar petani ikan KJA ialah untuk peningkatan produktifitas KJA yang dimiliki petani di Waduk Cirata Zona Cianjur.

1.5 Manfaat Penelitian

(23)

ketersediaan menjaga lingkungan pemanfaat Waduk Cirata agar dapat membuat kebijakan yang tepat untuk keberlanjutannya yang dapat diterima oleh pemanfaat waduk.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungsi dan Pemanfaatan Waduk

Waduk merupakan danau buatan yang besar. Menurut komisi dam dunia,

waduk yang besar yaitu bila tinggi bendungan lebih dari 15 m. Pembangunan waduk besar di Indonesia sebanyak 80% terdapat di Pulau Jawa, salah satunya ialah Waduk Cirata. Waduk Cirata adalah bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan tipe Concerete Faced Rockfill Dam (CFRD), yaitu bendungan dengan muka beton. Waduk adalah salah satu sumber air tawar yang menunjang kehidupan semua makhluk hidup dan kegiatan sosial ekonomi manusia (Ariestamaya 2012).

Waduk memiliki fungsi ekonomi dan ekologi baik bagi masyarakat

maupun lingkungan waduk itu sendiri. Fungsi ekologi waduk menyangkut

ekosistem yang berada di waduk baik yang biotik maupun abiotik. Namun,

terdapat permasalahan ekologis waduk seperti menurunnya kualitas air akibat masuknya bahan pencemar yang berasal dari perikanan, sampah pemukiman, sedimentasi, industri, pertanian dan perikanan

.

Fungsi ekonomi waduk berupa pemanfaatan waduk oleh masyarakat sekitar waduk maupun masyarakat diluar wilayah waduk yang mendapatkan manfaat ekonomi dari keberadaan waduk. Waduk Cirata termasuk waduk yang pemanfaatannya tinggi sebagai upaya memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat sekitar waduk. Pemanfaatan waduk untuk kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) lebih terlihat dibandingkan dengan kegiatan lain yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam waduk (KLH 2003).

(25)

2.2 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menurut Fauzi (2004), konsep nilai ekonomi bukan hanya menyangkut nilai pemanfaatan langsung dan tidak langsung, tetapi lebih luas dari itu. Dari sisi ekonomi, konsep nilai akan berhubungan dengan kesejahteraan manusia. Dengan demikian nilai ekonomi dari sumberdaya alam dan lingkungan adalah jasa dan fungsi sumberdaya yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan manusia, dimana kesejahteraan ini diukur berdasarkan setiap individual assessment

terhadap dirinya sendiri. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama antara berbagai disiplin ilmu tersebut adalah dengan memberikan harga terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya dan lingkungan.

Pengertian nilai khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan bisa saja berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem dapat terlihat dengan mengukur nilai moneter dari barang dan jasa (Anna 2007).

2.3 Contingent Valuation Method (CVM)

(26)

Menurut Hanley dan Spash (1993), CVM memungkinkan untuk mengestimasi nilai yang tidak diperdagangkan di pasar. Teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan sampel mengenai Willingness to Pay (WTP) atau

Willingness to Accept (WTA) dari perubahan level jasa lingkungan dalam suatu pasar hipotetik. Nilai WTP merupakan estimasi nilai ganti rugi untuk perbaikan kesejahteraan.

Literatur ekonomi menunjukkan pertanyaan CVM yang valid dari WTP harus mencakup tiga komponen: (1) penjelasan rinci tentang sumber daya untuk dihargai, termasuk kondisi awal dan kondisi alternatif skenario hipotetis; (2) pilihan bentuk dan frekuensi pembayaran seperti pajak; dan (3) bagaimana responden ditanyakan nilai WTP mereka, seperti pertanyaan terbuka, pembayaran kartu, atau referendum pada jumlah tertentu (Mitchell dan Carson 1989).

2.3.1 Willingness to Pay (WTP)

Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar adalah kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan. WTP menghitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa lingkungan (Hanley dan Spash 1993). Menurut Fauzi (2014), penilaian yang didasarkan pada substitutability dapat diindikasikan melalui willingness to pay

atau willingness to accept. WTP diartikan sebagai sejumlah maksimum uang yang sanggup dibayar oleh seseorang. Nilai WTP dapat menggambarkan manfaat dari suatu kebijakan yang akan diajukan seperti perbaikan lingkungan. Metode Elisitasi adalah teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar dari responden dengan menanyakan besarnya pembayaran melalui format tertentu (Fauzi 2014). Terdapat empat metode untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP/WTA responden, yaitu:

1 Metode Tawar Menawar (Bidding Game)

(27)

titik awal (starting point). Jika “ya” maka besarnya nilai uang diturunkan atau dinaikkan sampai ke tingkat yang disepakati.

2 Metode Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question)

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai yang diberikan dan metode ini tidak menggunakan nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan timbul bias titik awal. Sementara kelemahan metode ini adalah kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan variasi yang terlalu besar.

3 Metode Kartu Pembayaran (Payment Card)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya. Pada awalnya, metode ini dikembangkan untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Untuk meningkatkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh orang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik.

4 Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum)

Metode ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh kualitas lingkungan tertentu, apakah responden mau menerima atau tidak sejumlah uang tersebut sebagai kompensasi atau diterimanya penurunan nilai kualitas lingkungan.

2.3.2 Dichotomous Choice CVM

Nilai sumberdaya yang tidak dipasarkan dihitung berdasarkan nilai

(28)

disebut Dichotomous Choice karena hanya akan terdapat dua kemungkinan

jawaban, yaitu “ya” atau “tidak” (Fauzi 2014). Menurut Whitehead (2006) ciri khusus dichotomous choice ialah nilai awal akan berbeda untuk setiap kelompok responden dan nilai awal penawaran juga merupakan nilai akhir penawaran.

Keunggulan dari metode dichotomous choice CVM ini adalah setiap responden hanya diberikan satu pertanyaan yang relatif mudah dijawab dan metode ini lebih mendekati perilaku pasar dari konsumen yang mengambil keputusan untuk membeli atau tidak terhadap harga yang ditawarkan. Metode ini dianggap sesuai dengan mekanisme insentif yang ditawarkan jika konsumen mendapatkan informasi yang mencukupi serta mengurangi beban konsumen jika harus memilih secara terbuka maupun jamak (Alberini et al. 2005 dalam Fauzi 2014).

Model dichotomous choice CVM juga menunjukkan bagaimana sikap lingkungan yang signifikan yang menentukan seseorang setuju atau tidak untuk terjadinya perbaikan. Sikap yang peduli lingkungan menghasilkan peluang yang lebih tinggi untuk seseorang menjawab “ya”, sehingga ukuran rata-rata nilai WTP sensitif terhadap perubahan sikap lingkungan (Kotchen 1999).

2.4 Regresi Logistik

Regresi logistik adalah bagian dari analisis regresi yang digunakan ketika variabel tak bebas (respon) merupakan variabel dikotomi. Variabel dikotomi biasanya hanya terdiri atas dua nilai yang mewakili kemunculan atau tidak adanya suatu kejadian yang biasanya diberi angka 0 atau 1. Menurut Argesti (2002), regresi logistik (model logistik atau model logit) dalam statistika digunakan untuk memprediksi probabilitas kejadian suatu peristiwa dengan mencocokkan data pada fungsi logit kurva logistik. Metode ini merupakan model linier umum yang digunakan untuk regresi binomial. Model yang digunakan dalam regresi logistik, Log (P / 1 –p) = β0+ β1X1+ β2X2+ …. + βkXk….………..(1) Dimana :

P : Kemungkinan bahwa Y = 1 X1, X2, X3 : Variabel bebas

(29)

Regresi logistik akan membentuk variabel prediktor atau respon (log (p/(1-p)) yang merupakan kombinasi linier dari variabel bebas. Nilai variabel prediktor ini kemudian ditransformasikan menjadi probabilitas dengan fungsi logit (Ariyoso 2009). Regresi logistik menghasilkan rasio peluang (odds ratios) terkait dengan nilai setiap prediktor. Peluang (odds) dari suatu kejadian diartikan sebagai probabilitas hasil yang muncul yang dibagi dengan probabilitas suatu kejadian tidak terjadi. Secara umum, rasio peluang (odds ratios) merupakan sekumpulan peluang yang dibagi oleh peluang lainnya. Rasio peluang bagi prediktor diartikan sebagai jumlah relatif dimana peluang hasil meningkat atau turun ketika nilai variabel prediktor meningkat sebesar 1 unit.

Uji yang digunakan pada analisis logistik diantaranya ialah uji wald dan uji G. Uji Wald menurut Rosadi (2011) merupakan uji terhadap masing-masing koefisien pada regresi logistik yang disebut juga partially test. Hipotesis pada uji wald ini sebagai berikut :

H0 : prediktor secara univariat tidak berpengaruh signifikan terhadap respons (βi = 0; = 0,1,2,3,…,p)

H1 : prediktor secara univariat berpengaruh signifikan terhadap respons (βi≠0; = 0,1,2,3,…,p)

Pada tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar α.

Uji yang digunakan untuk melihat signifikansi regresi secara simultan ialah Uji G. Menurut Hosmer (2000), Uji G merupakan uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) untuk peranan variabel bebas. Uji ini mengikuti sebaran chi-square (X2) dengan derajat bebas p.

(30)

Kaidah keputusan yang diambil yaitu menolak H0 juga G > X2.

2.5 Perilaku Ekonomi

Perilaku ekonomi atau behavioral economics merupakan sebuah ilmu yang berkonsentrasi pada menjelaskan keputusan ekonomi yang dibuat seseorang dalam suatu kegiatan, terutama ketika berhubungan dengan teori ekonomi konvensional mereka akan memprediksi apa yang akan dilakukan. Behavioris

mencoba untuk menambah atau mengganti ide-ide tradisional dari rasionalitas ekonomi (homo economicus) dengan model pengambilan keputusan yang dipinjam dari psikologi. Perilaku ekonomi menurut Fariyanti (2008) merupakan perilaku yang menunjukkan respon individu sebagai konsumen maupun produsen terhadap perubahan pasar yang terjadi, yang bertujuan memaksimumkan utilitas. Dalam pemanfaatan sumberdaya terdapat basis cara pandang yang berbeda. Terdapat mahzab ecocentrisme, yaitu ekonomi setara dengan ekologi. Pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan secara ramah lingkungan dan kesejahteraan manusia ditentukan oleh perilaku manusia terhadap alam termasuk dalam hal konsumsi, produksi, dan distribusi (Samin 2003).

Menurut Suparmoko (1989), dengan menggunakan model matematis menunjukkan saling ketergantungan antar lima faktor utama yang menunjukkan laju pertumbuhan dan batas pertumbuhan ekonomi di dunia. Faktor-faktor tersebut adalah penduduk, produksi pertanian, sumberdaya alam, produksi industri pengolahan, dan pencemaran lingkungan. Dari lima faktor tersebut, penduduk merupakan faktor yang justru lebih serius di sektor pertanian dibanding sektor luar pertanian. Pertumbuhan jumlah penduduk justru mendorong usaha pertumbuhan ekonomi, sebab jika tidak ada pertumbuhan ekonomi maka standar hidup manusia semakin merosot. Demikian pula dengan pencemaran lingkungan bukan saja merupakan hasil dari limbah industri, tetapi juga merupakan akibat dari keberadaan penduduk. Oleh karena itu, keberadaan penduduk dan perilakunya merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam melihat pertumbuhan ekonomi dan perubahan lingkungan.

(31)

mereka (Costanzo et al. 1986). Karakteristik responden dapat memberikan uji internal untuk respon yang masuk akal. Hubungan antara sikap dan perilaku telah menimbulkan sikap yang peduli lingkungan sebagai prediktor tindakan berbasis lingkungan (Kotchen 1999).

Spash (1997) menemukan bahwa sikap individu terhadap lingkungan berkorelasi dengan keadaan lingkungan, sehingga metode contingentt valuation

dapat digunakan untuk menjelaskan tanggapan penilaian dan motivasi yang mendasari penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan. Beberapa penelitian dalam literatur sosial-psikologi telah meneliti korelasi antara ukuran sikap lingkungan dan kesediaan untuk membayar (WTP) barang atau jasa lingkungan. Didapatkan bahwa probabilitas seseorang melakukan suatu tindakan akan tinggi jika berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih besar (Stern et al. 1993).

McFadden (1999) mengidentifikasi perilaku ekonomi dan rasionalitas dalam melakukan sebuah pilihan yang berkaitan dengan kegagalan perilaku yang berarti seseorang gagal dalam berperilaku seperti yang diperkirakan oleh teori pilihan rasional (disebut juga sebagai anomali, paradox, bias, persepsi, ilusi, dan paradigma). Terdapat banyak contoh kategori anomali behavioral economics

diantaranya bias status quo dan efek endowment, loss aversion, preferensi, dan selisih antara kesediaan untuk menerima (WTA) dan kesediaan untuk membayar (WTP).

Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga seseorang itu melakukan tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dalam dua aspek (Ekonomikro 2011):

a. Motif Intrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas kemauan sendiri.

b. Motif ekstrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas dorongan orang lain.

(32)

pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek, yaitu :

a. Tindakan ekonomi rasional, yaitu setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan dan kenyataannya demikian. b. Tindakan ekonomi irrasional, yaitu setiap usaha manusia yang dilandasi

oleh pilihan yang paling menguntungkan namun kenyataannya tidak demikian.

Terdapat hubungan dalam perilaku ekonomi dengan ekonomi lingkungan. Hubungan antara perilaku ekonomi dan ekonomi lingkungan ini mendatangkan beberapa pertanyaan yang diantaranya mengenai pengukuran nilai dan kemampuan meningkatkan kemakmuran. Hal ini berkaitan dengan teori pilihan rasional dan memiliki batasan-batasan yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Batasan dan Keterkaitan Behavioral Economics vs Environmental Economics

(33)

batasan-batasan tertentu, diantaranya: batasan-batasan rasionalitas, batasan-batasan self-interest, dan batasan kekuatan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu terkait dengan Waduk Cirata dilakukan oleh Widiastuti pada tahun 2013 yang mengestimasi kerugian ekonomi PLTA dan analisis kelembagaan. Hasil penelitiannya dengan metode cost benefit analysis

dan pendekatan Dolsak dan Ostrom menunjukkan bahwa kerugian yang ditanggung PLTA sebesar 11 milyar rupiah yang berasal dari profit yang berkurang karena hilangnya masa layanan waduk selama 8 tahun. Pengelolaan waduk belum maksimal karena tidak ada kekuatan yang lebih besar untuk menekan free rider dan menegakkan peraturan.

Trisnani pada tahun 2013 menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani budidaya pembesaran ikan keramba jaring apung di Waduk Cirata. Hasil yang diperoleh dengan metode benefit cost ratio ialah produksi perikanan pada usahatani budidaya KJA di Desa Bobojong belum optimal sehingga produksi dan penggunaan input produksi perlu dioptimalkan agar keuntungan maksimal (produksi optimal ikan mas sebesar 10.798 kg, sedangkan produksi awal sebesar 10.087 kg. Produksi optimal sebesar 1.404 kg, sedangkan produksi awal sebesar 1.311 kg).

Radityo meneliti dampak ekonomi pencemaran air terhadap perikanan budadaya sistem keramba jaring apung di Waduk Cirata Cianjur pada tahun 2012. Metode yang digunakan ialah pendekata produksi dan metode AHP. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dampak dari pencemaran adalah penurunan hasil panen, peningkatan tingkat kematian ikan, dan peningkatan waktu yang dibutuhkan untuk budidaya ikan. Nilai kerugian yang didapat berdasarkan pendekatan produktivitas sebesar Rp 985.485.382.718 pada tahun 2011. Hasil perhitungan Economic Loss dalam 5 tahun terakhir sebesar Rp 4.219.702.945.280

Novianty melakukan penelitian dengan judul Estimasi Willingness to Pay

(34)

Hasil dalam penelitian ini didaptkan bahwa nilai WTP air tanah sebesar Rp 414/m3 tiap kepala keluarga per bulan, sedangkan nilai WTP pada pipa air tanah sebesar Rp 575/m3. Uji yang dilakukan dengan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach mendapatkan nilai sebesar 0.640 yang berarti reliabel.

Penelitian mengenai estimasi nilai WTP dilakukan juga oleh Perkasa pada tahun 2010 dengan judul Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Pay Masyarakat Akibat Pencemaran air Tanah. Penelitian ini bertujuan mengestimasi nilai kerugian ekonomi dengan metode prefentive expenditure dan mengestimasi nilai WTP dengan metode CVM. Total kerugian yang dihasilkan dari pencemaran air tanah pada penelitian ini didapatkan sebesar Rp 9.926.489.524 per tahun dan nilai WTP sebesar Rp 62.958.646 untuk setiap pelaksanaan program perbaikan pencemaran air tanah di Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara.

Widiyati pada tahun 2003 melakukan penelitian mengenai keragaman fenotipe dan genotipe ikan nila dibeberapa sentra produksi di Jawa Barat. Penelitian mengenai keragaman ini menggunakan metode deskriptif dari berbagai peubah secara umum yang dikelompokkan sebagai karakter morfologi dan karakter biokimia. Hasil yang diperoleh yaitu karakter yang paling menentukan untuk membedakan morfologi ikan nila adalah jarak antara titik awal sirip lunak punggung dengan titik akhir sirip lunak punggung.

Amien H (2008) mengkaji kandungan logam berat timbale dan zeng pada air, sedimen, dan makrozoonbetas di perairan Waduk Cirata, Provinsi Jawa Barat. Analisis data yang digunakan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan analisis regresi dan korelasi untuk mengetahui keeratan hubungan antar parameter yang diukur. Metode yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer

(AAS). Hasil yang diperoleh adalah rata-rata kandungan logam timbal di air sebesar 0,01-0,0213 mg/l, zeng 0,036-0.06 mg/l. Hasil analisis komposisi relatif makrozoonbetos, yaitu; kelas Gastropoda 38%, Oligochaeta, Diftera, dan

(35)

Lukman (2001) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Antara Kecepatan Aliran dan Karakteristik Organik Sedimen dengan Populasi

Tubificadae di Inlet Waduk Cirata. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola hubungan kecepatan aliran, karakteristik organi sedimen, dan kelimpahan serta biomassa tubificadae dengan metode regresi. Hasil yang diperoleh ialah kecepatan aliran dan bahan organic sedimen membentuk hubungan pola kuadratik dengan kelimpahan dan biomassa tubicidae (r2 ≥ 0,78).

(36)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Waduk Cirata merupakan bendungan yang memiliki fungsi utama sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Waduk Cirata memiliki fungsi baik secara ekologi maupun ekonomi bagi masyarakat pemanfaat Waduk Cirata. Fungsi ekologi Waduk Cirata seperti pengendali banjir, irigasi, dan penyedia air baku, sedangkan fungsi ekonomi Waduk Cirata dapat terlihat dengan adanya berbagai kegiatan ekonomi yang ada di Waduk Cirata, antara lain: kegiatan budidaya ikan air tawar di Keramba Jaring Apung (KJA) oleh petani ikan, kegiatan perikanan nelayan tangkap, kegiatan wisata berupa kuliner dan sewa perahu, dan PLTA itu sendiri. Pemanfaatan Waduk Cirata oleh masyarakat sekitar maupun pendatang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pemanfaatan Waduk Cirata yang sangat terlihat adalah kegiatan budidaya ikan tawar dengan sistem keramba jaring apung. Berkembangnya usaha budidaya ikan air tawar dengan sistem KJA mengakibatkan terjadinya peningkatan pada jumlah KJA yang terdapat di waduk. Hal ini memicu terjadinya pencemaran air waduk dikarenakan banyaknya jumlah KJA yang ada berkorelasi positif terhadap jumlah pakan yang dibutuhkan. Sisa pakan yang mengendap didasar waduk membuat pencemaran waduk semakin meningkat setiap tahunnya sehingga memicu timbulnya penyakit dan pada pergantian musim menyebabkan upwelling. Kegiatan KJA juga menyumbangkan limbah organik pada perairan Waduk Cirata dari kegiatan rumah tangga dan pemberian pakan oleh petani ikan KJA (Widiastuti 2013).

(37)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan : Ruang Lingkup Penelitian

Faktor yang Pengaruhi WTP

Persepsi dan Motif

Preferensi Pembayaran Jasa Lingkungan untuk Perbaikan Waduk Cirata oleh Petani

Ikan KJA

Analisis Deskriptif Keinginan

Membayar

CVM

Petani Ikan KJA Peningkatan Perekonomian

Masyarakat

Waduk Cirata Cianjur

Fungsi Ekologi Fungsi Ekonomi

PLTA KJA

Wisata Perikanan Tangkap

Peningkatan Jumlah KJA

Pencemaran Air Waduk

(38)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Waduk Cirata Zona Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena Waduk Cirata di daerah Cianjur merupakan waduk dengan daerah terluas Waduk Cirata dengan jumlah KJA 21.500 petak KJA dan dapat mewakili keadaan KJA yang terdapat di Waduk Cirata secara keseluruhan karena kondisi KJA yang berada di Waduk Cirata cenderung homogen. Proses pengumpulan data baik data primer maupun sekunder dilakukan selama 3 bulan, yaitu dari bulan Oktober sampai Desember tahun 2013. 4.2 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan metode non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Pertimbangan dalam penentuan contoh adalah petani ikan KJA yang benar-benar melakukan aktifitas dan memanfaatkan Waduk Cirata di Zona Cianjur dikarenakan daerah tersebut juga terdapat banyak KJA yang dapat mewakili keadaan setiap unit KJA baik jumlah maupun keadaan fisik KJA serta terdapat KJA yang sudah tidak terpakai. Jumlah responden untuk penelitian yang bertujuan mengestimasi nilai WTP sebanyak ≥ 30 responden (Whitehead 2006). Pada penelitian ini responden yang digunakan sebanyak 60 petani ikan KJA yang melakukan kegiatan budidaya ikan air tawar dan mengetahui kondisi KJA miliknya di Waduk Cirata. Petani ikan KJA tersebut yang mewakili karakteristik yang diperlukan yaitu tingkat usia, pendidikan, jumlah tanggungan, lama profesi, status keanggotaan organisasi, pendapatan, jumlah KJA yang dimiliki, dan persepsi petani ikan KJA mengenai keadaan lingkungan serta motif yang mendasari petani bersedia membayar di Waduk Cirata.

4.3 Jenis dan Sumber Data

(39)

di Waduk Cirata Zona Cianjur. Data yang dibutuhkan meliputi karakteristik responden, persepsi responden terhadap kondisi lingkungan, dan data perekonomian responden. Alat survei yang digunakan dalam penelitian merupakan kuesioner yang memberikan deskripsi mengapa responden seharusnya membayar untuk pengelolaan perbaikan kualitas perairan Waduk Cirata, motif yang mendasari pembayaran dari responden, karakteristik dan persepsi responden mengenai keadaan Waduk Cirata. Data sekunder diperoleh dari buku referensi, internet, dan pihak-pihak yang berkaitan seperti Badan Pengawas Waduk Cirata (BPWC), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Waduk Cirata, dan PT. Pembangkit Jawa-Bali (PJB) Unit Pelayanan Cirata.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mengestimasi besarnya WTP petani ikan KJA, faktor-faktor yang mempengaruhi WTP, perilaku petani ikan KJA dilihat dari persepsi terhadap kondisi lingkungan, produktifitas KJA, dan motif yang mendasari pembayaran. Besarnya nilai WTP diestimasi dengan metode CVM, faktor-faktor yang mempengaruhi WTP dianalisis melalui regresi logistik, motif pembayaran oleh petani ikan KJA, dan persepsi petani mengenai keadaan lingkungan Waduk Cirata diidentifikasi dengan analisis deskriptif.

4.4.1 Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode langsung penilaian ekonomi melalui pertanyaan kemauan membayar seseorang (Willingness to Pay = WTP). Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai ekonomi non guna, nilai yang hilang akibat kerusakan lingkungan, maupun penentuan nilai ekonomi dalam rangka perlindungan keanekaragaman hayati (Fauzi 2014).

(40)

Menurut Hanley dan Spash (1993) tahapan dalam menentukan nilai WTP adalah sebagai berikut :

1 Membuat Pasar Hipotetik

Pasar hipotetik dibuat atas dasar menurunnya kualitas air waduk sebagai media hidup ikan Waduk Cirata Zona Cianjur. Kualitas air di Waduk Cirata telah tercemar baik karena limbah bawaan dari hulu, sampah, maupun sisa pakan ikan dari kegiatan petani KJA Waduk Cirata. Dalam melihat nilai yang diberikan pemanfaat waduk untuk perbaikan kualitas air, maka dibuatlah suatu pasar hipotetik yang dibuat berdasarkan skenario berikut :

Pasar hipotetik :

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk besar di Jawa Barat dengan total luas 6.200 Ha. Waduk Cirata memiliki fungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), budidaya perikanan, pariwisata dan penampung air. Saat ini, kondisi lingkungan Waduk Cirata telah mengalami pencemaran air yang cukup serius yang diakibatkan oleh pencemaran Sungai Citarum dan kegiatan budidaya perikanan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Pencemaran ini telah menyebabkan banyak kerugian, antara lain : penurunan kualitas air dan penurunan produktivitas sektor perikanan yang mengakibatkan kerugian pada petani ikan KJA. Kerugian tersebut dapat diatasi dengan melakukan tindakan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan tersebut menimbulkan biaya tersendiri bagi pengelola Waduk Cirata. Namun, hal tersebut sangat perlu dilakukan agar tercipta kegiatan budidaya perikanan yang berkelanjutan bagi petani KJA di Waduk Cirata. Berdasarkan pasar hipotetik yang telah dipaparkan, apakah responden bersedia melakukan pembayaran untuk perbaikan kualitas air di Waduk Cirata?

(41)

2 Mendapatkan Penawaran Besarnya WTP

Survei dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden. Teknik yang digunakan dengan metode single bounded dichotomous choice yaitu menawarkan nilai tertentu pada petani ikan KJA. Nilai yang ditawarkan hanya satu untuk setiap petani ikan KJA, kemungkinan pilihannya hanya dua yaitu “ya”

atau “tidak”. Penentuan nilai penawaran berdasarkan survei yang telah dilakukan

terlebih dahulu dan didapatkan empat tipe nilai bidding, yaitu Rp 15.000, Rp 25.000, Rp 50.000, dan Rp 100.000 yang ditawarkan pada 60 petani ikan KJA berbeda dengan kelas bid berbeda. Terdapat 15 responden untuk masing-masing kelas bid yang ditentukan secara acak.

3 Mengestimasi Nilai Rata-rata WTP (EWTP)

EWTP dapat diduga dengan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi jumlah responden dengan rumus :

EWTP = - �

� ...(1)

Dimana :

EWTP : Nilai rata-rata WTP

α : Konstanta

δ : Koefisien Bid

4 Mengagregatkan Data

Data dijumlahkan dimana nilai rata-rata permintaan dikonversikan terhadap populasi yang ditunjuk. Maka nilai total WTP adalah :

TWTP = EWTP.Ni……… (2)

Dimana :

TWTP : Total WTP

EWTP : Nilai rata-rata WTP

Ni : Populasi

4.4.2 Analisis Regresi Logistik

(42)

memerlukan pengujian tersebut. Uji multikolinearitas yang melibatkan variabel bebas dapat digunakan uji G (goodness of fit test) (Hosmer 2000).

Analisis faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar dilakukan dengan analisis logistik, dimana variabel Y merupakan kesediaan membayar, dan variabel X yang menjelaskan adalah faktor-faktor yang mempengaruhinya dilihat dari karakteristik responden. Usia, lama bekerja, pendidikan, tingkat pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap kesediaan membayar dari pemanfaat untuk kelestarian kualitas air waduk, sedangkan jumlah KJA yang dimiliki petani dan nilai bid diduga berpengaruh negatif terhadap kesediaan membayar. Usia berpengaruh positif karena diduga semakin tingginya tingkat usia petani ikan KJA, maka pengetahuan akan kondisi Waduk Cirata lebih banyak dan baik. Lama bekerja berpengaruh positif terhadap kesediaan menjaga kualitas air karena semakin tercemar perairan waduk, maka membawa dampak buruk yang lebih besar pada keberlanjutan pekerjaannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka masyarakat semakin paham akan dampak yang akan terjadi pada pekerjaaannya dan pemahamannya mengenai pencemaran lingkungan. selanjutnya tingkat pendapatan yang tinggi membuat petani ikan KJA lebih bersedia membayar untuk perbaikan kualitas air waduk yang akan membawa dampak baik pada pekerjaannya. Jumlah KJA yang dimiliki petani ikan berpengaruh negatif terhadap kesediaan membayar, karena semakin banyak KJA yang dimiliki maka pembayaran akan semakin besar pula sehingga diduga petani lebih keberatan untuk membayar lebih mahal. Nilai bid diduga bernilai negatif karena semakin sedikit atau kecil nilai pembayaran maka petani lebih sanggup membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan.

Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi WTP responden petani ikan KJA. Model yang digunakan adalah persamaan regresi logistik. Persamaan regresi logistik nilai WTP dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(43)

dimana :

WTPi = Nilai WTP responden ke i (Rp/unit KJA/tahun)

β0 = Intercept

β0…β7 = Koefisien Regresi

U = Usia (tahun)

P = Pendidikan (tahun)

T = Jumlah Tanggungan (orang) L = Lama Berprofesi (tahun)

K = Jumlah KJA (Unit)

I = Pendapatan (Rp)

B = Nilai Bid (Rp)

i = Responden ke i (i = 1,2,3,…..,n) n untuk data sampel atau contoh, sedangkan N untuk data populasi

Ɛ = Galat atau error

Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan uji wald untuk menguji kecocokan koefisien yang merupakan uji univariat terhadap setiap koefisien regresi logistik (Rosadi 2011) dan uji G untuk melihat peran variabel bebas secara bersamaan (Hosmer 2000).

4.4.3 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi petani ikan KJA terhadap perubahan lingkungan yang terjadi dan perubahan produktifitas ikan serta motif yang mendasari pembayaran oleh petani ikan KJA. Analisis terhadap suatu nilai variabel mandiri, baik satu atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel satu dengan variabel lainnya (Sugiono 2004). Penelitian deskriptif bermaksud mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada, sehingga tujuan analisis deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan aktual mengenai sifat populasi atau daerah tertentu (Arikunto 2005). Variabel yang digunakan dalam analisis deskriptif dapat dibedakan atas kualitatif dan kuantitatif. Data dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu data nominal, ordinal, interval, dan ratio.

(44)

mengetahui pandangan petani mengenai lingkungan dan keadaan waduk serta motif apa yang melatarbelakangi kesediaan petani ikan KJA membayar kaitannya dengan perbaikan lingkungan khususnya kualitas air Waduk Cirata. Matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Parameter Metode

(45)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Cianjur

Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 350.148 Ha. Pemanfaatan wilayah meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa hutan produktif dan konservasi, 58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha (27,76 %) berupa lahan pertanian kering, 57.735 Ha (16,49 %) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan penggembalaan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak atau kolam, 25.261 Ha (7,20 %) berupa pemukiman, dan 22.483 Ha (6,42 %) berupa penggunaan lain-lain. Kabupaten Cianjur terdiri atas 32 Kecamatan, 342 Desa dan 6 Kelurahan.

Secara administratif batas wilayah Kabupaten Cianjur adalah : Sebelah utara : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta. Sebelah barat : Kabupaten Sukabumi.

Sebelah selatan : Samudra Hindia.

Sebelah timur : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.

Pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62,99 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sekitar 42,80 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa sebesar 14,60%, dan lainnya sebesar 30%.

5.2 Gambaran Umum Waduk Cirata

(46)

Bandung, Zona 2 berada di Kabupaten Purwakarta, dan Zona 3 di Kabupaten Cianjur.

Tabel 4 Luas Wilayah Waduk Cirata

Area Kab. Bandung Kab. Purwakarta Kab. Cianjur

Waduk (m2) 27.556.890 9.154.094 29.603.299

Non Waduk (m2) 1.678.982 3.119.559 282.817

Jumlah (m2) 29.235.872 12.273.653 29.886.116

Sumber : BPWC 2012

Pembangunan fisik Waduk Cirata yang dimulai pada tahun 1984 – 1987 dimaksudkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas 1008 MW yang menghasilkan energi sebesar 1426 GWH/tahun. Selain sebagai PLTA, Waduk Cirata juga memiliki fungsi tambahan lain, yaitu perikanan, lalu lintas, pertanian, pariwisata, dan kegiatan ekonomi lainnya. Selain oleh BPWC, Waduk Cirata juga dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Jawa Barat, dan dinas terkait di Kabupaten Cianjur, Bandung Barat dan Purwakarta. Kawasan Waduk mencapai luas 71.395.641 m2 yang terdiri atas 5.081.358 m2 wilayah daratan dan 66.314.283 m2 wilayah perairan.

5.3 Kondisi Lingkungan Waduk Cirata Zona Cianjur

(47)

Sumber : PJB 2007

Gambar 5 Laju Sedimentasi Waduk Cirata

Waduk Cirata dirancang untuk masa layan 100 tahun sejak 1987. Dengan laju sedimentasi yang sudah diatas kriteria (pengukuran tahun 2007), maka usia layan waduk telah hilang 20 tahun yang seharusnya 80 tahun lagi pada tahun 2007 menjadi tinggal 60 tahun lagi. Volume sedimen pada waduk pada tahun 2007 sebanyak Rp 143.000.000 m3, dan rataan laju sedimen selama 20 tahun 3,96 mm/tahun (desain 1,2 mm/tahun) (PJB 2007).

Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No.39 Tahun 2000 mengenai baku mutu peruntukan air (Golongan B, C, dan D), status mutu air Waduk Cirata selama pemantauan pada triwulan II 2013 adalah sebagai berikut : (1) kategori buruk untuk bahan baku air minum (golongan B); (2) kategori sedang untuk perikanan (golongan C); (3) kategori baik sekali untuk operasional PLTA (golongan D). Parameter yang umumnya tidak memenuhi syarat untuk golongan B adalah H2S, DO, COD, BOD, minyak dan lemak, E.Coli, dan Coliform, sedangkan untuk golongan C adalah H2S, Cl2, Zn, DO, dan N02-N.

(48)

kotoran ikan yang masuk ke perairan Waduk Cirata. Pakan yang diberikan sebanyak 60% akan dikonsumsi oleh ikan mas, 35% dikonsumsi oleh ikan nila, dan sisa 5% pakan akan terbuang ke perairan waduk. Probabilitas perlakuan sisa pakan ikan tersebut di perairan: dimakan oleh ikan di luar KJA, terlarut, terdekomposisi, dan tersedimentasi (BPWC, 2013).

Berdasarkan pemantauan di Waduk Cirata, terlihat banyak sekali sampah yang terdapat di daerah waduk baik yang terbawa dari hulu sungai maupun yang dihasilkan oleh pemanfaat di Waduk Cirata sendiri. Terdapat daerah pembersihan sampah yang dikelola oleh Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Daerah Pembersihan Sampah Waduk Cirata

Sub DAS Luas (m2)

Intake - Bendungan 840.000

Cicendo 300.500

Citarum & Cimeta 681.250

Cisokan & Cibiuk 1.127.500

Cibalagung - Ciangsana 487.500

Cikundul - Cigede 255.000

Sumber : BPWC 2011

Tidak hanya limbah sampah yang banyak tergenang di Waduk Cirata, tetapi juga terdapat limbah sisa pakan dari petani KJA dalam jumlah besar yang mengakibatkan air waduk menjadi sangat subur sehingga menimbulkan tumbuhnya gulma eceng gondok yang berlebih. Berdasarkan pemantauan oleh BPWC tahun 2011 didapatkan hasil yang menunjukkan kualitas air bagi peruntukan air baku air minum tergolong buruk, bagi peruntukan perikanan juga tergolong buruk, sedangkan bagi peruntukan PLTA masih tergolong baik dengan menggunakan parameter tertentu berdasarkan tiap golongan.

5.4 Petani Ikan KJA

(49)

pada Lampiran1. Terdapat sebanyak 51.481 petak jumlah KJA di Waduk Cirata untuk semua zona yaitu Purwakarta, Bandung Barat, dan Cianjur. Cianjur merupakan zona dengan jumlah KJA terbanyak yang mencapai 22.800 petak KJA pada tahun 2000 dan pada tahun 2012 sebanyak 21.500 petak KJA.

5.4.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Ikan Waduk Cirata

Karakteristik umum responden di daerah Waduk Cirata diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden yang merupakan petani ikan yang memiliki usaha budidaya KJA di Waduk Cirata. Karakteristik umum responden ini dijelaskan dari beberapa variabel yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, daerah asal, jumlah tanggungan keluarga, lama berprofesi petani ikan KJA, status keterlibatan dalam organisasi setempat, dan tingkat pendapatan petani ikan KJA. Karakteristik petani ikan Waduk Cirata Zona Cianjur disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik Petani Ikan KJA Waduk Cirata

Karakteristik Jumlah (Orang) Persentase (%)

(50)

Tabel 6 Lanjutan

Karakteristik Jumlah (Orang) Persentase (%)

Penduduk :

7.500.001 ≥ 10.000.000 11 18,33

> 10.000.000 2 3,33

Total 60 100,00

(51)
(52)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Petani Ikan KJA Waduk Cirata

Masyarakat pemanfaat Waduk Cirata sangat bergantung pada keadaan lingkungan waduk untuk keberlanjutan usahanya. Kegiatan pemanfaatan Waduk Cirata oleh petani KJA merupakan pemanfaatan yang membawa dampak lebih banyak terhadap perubahan lingkungan waduk dibandingkan pemanfaatan lainnya. Pandangan mengenai keadaan lingkungan waduk yang dipengaruhi oleh jumlah KJA yang berlebihan perlu diketahui untuk mengetahui sejauh mana masyarakat mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan akibat jumlah KJA yang berlebihan.

6.1.1 Persepsi Petani Ikan KJA Waduk terhadap Jumlah KJA

Jumlah KJA yang berlebihan berkontribusi terhadap penurunan kualitas lingkungan Waduk Cirata khususnya kualitas air waduk akibat sisa pakan ikan yang mengendap di dasar waduk. Hal ini juga membuat meningkatnya kesuburan air sehingga menyebabkan banyak gulma berupa pesatnya pertumbuhan eceng gondok. Petani ikan KJA di Waduk Cirata Zona Cianjur memiliki pandangan terhadap perubahan kualitas lingkungan waduk, pencemaran, dan produktivitas KJA itu sendiri. Persepsi petani terhadap jumlah KJA disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Persepsi Petani Ikan terhadap Jumlah KJA dan Pencemaran Air Waduk

Persepsi Jumlah (Orang) Persentase (%)

Mengetahui Pencemaran Air Waduk:

Ya 54 90,00

Tidak 6 10,00

Total 60 100,00

Jumlah KJA di Waduk Berlebihan :

Ya 45 75,00

Tidak 15 25,00

Total 60 100,00

KJA Menyebabkan Pencemaran Air Waduk:

Ya 43 71,67

Tidak 17 28,33

(53)

Persepsi petani ikan Waduk Cirata terhadap jumlah KJA yang terdapat di Waduk Cirata berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebanyak 90% petani ikan KJA mengetahui bahwa terjadi pencemaran di Waduk Cirata dan 10% lainnya tidak menyadari hal tersebut. Terdapatnya petani yang tidak menyadari pencemaran dikarenakan kurangnya kepedulian beberapa petani pada keadaan lingkungan waduk, tetapi tidak sedikit yang menyadari perubahan lingkungan meskipun terdapat petani yang baru memiliki KJA di Waduk Cirata.

Dilihat dari banyaknya jumlah KJA yang terdapat di Waduk Cirata, sebanyak 75% menyatakan bahwa jumlah KJA di waduk sudah berlebihan dan 25% berpendapat bahwa jumlah KJA di Waduk Cirata belum berlebihan. Meskipun kebanyakan petani berpendapat bahwa jumlah KJA sudah berlebihan, akan tetapi mayoritas petani ikan KJA tidak dapat berbuat banyak karena para petani itu sendiri yang berkontribusi pada terjadinya peningkatan jumlah KJA di Waduk Cirata. Persepsi pemanfaat waduk terhadap jumlah KJA yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran. Didapatkan sebanyak 71,67% yang berpendapat bahwa banyaknya KJA berkontribusi terhadap pencemaran, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 28,33% berpendapat bahwa banyaknya KJA tidak menyebabkan pencemaran atau tidak berpengaruh terhadap pencemaran yang terjadi di Waduk Cirata. Sebanyak 71,67% petani ini yang mengetahui dampak dari banyaknya pakan yang dikeluarkan oleh para petani KJA yang mengakibatkan pada penurunan kualitas lingkungan khususnya kualitas air Waduk Cirata.

6.1.2 Persepsi Petani Ikan terhadap Produktivitas Ikan KJA

(54)

Tabel 8 Persepsi Petani Ikan terhadap Produktivitas KJA

Persepsi Jumlah (Orang) Persentase (%)

(55)

semakin meningkat oleh petani sebanyak 76,66%. Produktivitas panen yang menurun dan kematian ikan yang dirasakan meningkat oleh petani ini mempengaruhi pemberian pakan ikan oleh petani. Sebanyak 21,67% menambahkan pemberian pakannya dengan tujuan agar ikan lebih cepat besar dan dapat dipanen lebih cepat. Sebanyak 46,67% petani memberikan pakan dengan jumlah yang tetap tanpa penyesuaian berdasarkan tingginya tingkat kematian ikan dan sebanyak 30% petani mengurangi pakan yang diberikannya. Pengurangan pakan yang diberikan oleh petani dikarenakan para petani mengetahui akibat yang mungkin ditimbulkan dengan banyaknya jumlah pakan yang berada di waduk. Akibat yang terjadi, seperti kurangnya oksigen untuk ikan yang dapat menyebabkan kematian pada ikan. Kematian ikan yang meningkat ini juga disiasati oleh beberapa petani ikan KJA dengan memberikan tambahan oksigen pada keramba jaring apungnya. Petani ikan KJA merasakan dampak yang terjadi tidak hanya dari produktifitas hasil panennya saja, melainkan juga terhadap kualitas hasil panen yang dirasa menurun oleh sebanyak 65% petani.

Pengelolaan di Waduk Cirata dianggap perlu dipertegas oleh beberapa petani. Peraturan dalam hal pembatasan pendirian KJA, pembayaran retribusi baik formal maupun tidak formal yang dibayarkan oleh petani maupun dalam perbaikan jalur tata ruang Waduk Cirata. Sebanyak 80% petani ikan KJA menyatakan perlu adanya peraturan yang tegas dikarenakan peraturan yang ada selama ini dirasakan kurang efektif dan tidak berjalan. Sebanyak 20% petani lainnya berpendapat bahwa tidak perlu dilakukan peraturan yang tegas. Hal ini dikarenakan petani merasa lebih mudah untuk masuk atau keluar dari usaha budidaya ikan tawar di Waduk Cirata. Pandangan petani ikan KJA mengenai peraturan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Pandangan Petani Ikan Mengenai Peraturan Keberadaan KJA Waduk Cirata

Peraturan Pendirian KJA Perlu Dipertegas : Jumlah (Orang) Persentase (%)

Ya 48 80,00

Tidak 12 20,00

(56)

6.2 Willingness to Pay Petani Ikan KJA Cirata Zona Cianjur

Estimasi nilai Willingness to Pay (WTP) petani ikan KJA Waduk Cirata menggunakan metode dichotomous choice CVM dengan elisitasi single bounded

untuk mengetahui berapa besar kemauan petani ikan KJA untuk pembayaran perbaikan kualitas lingkungan. Nilai yang ditawarkan (bid) kepada responden petani ikan KJA dibedakan atas empat tipe, yaitu sebesar Rp 15.000, Rp 25.000, Rp 50.000, dan Rp 100.000. Penentuan nilai dasar bid berdasarkan survei awal yang telah dilakukan kepada petani ikan KJA Waduk Cirata. Sebanyak 60 responden petani ikan KJA dalam penelitian ini yang ditanyakan bersedia atau tidak membayar untuk perbaikan kualitas air. Setiap satu tipe bid ditanyakan kepada 15 responden berbeda. Struktur elisitas untuk single boundeddichotomous choice CVM dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 6.

Apakah anda sanggup membayar?

Gambar 6 Struktur Elisitas Model Single Bounded DC-CVM

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 60 petani ikan KJA, didapatkan hasil responden yang bersedia membayar dengan nilai bid Rp 15.000 sebanyak 14 orang petani dan yang tidak bersedia hanya 1 orang. Pada nilai bid

Rp 25.000 terdapat 9 petani yang setuju dan 6 petani tidak setuju. Distribusi responden dengan bid Rp 50.000 didapatkan 6 orang yang setuju dan 9 lainnya tidak setuju, sementara untuk nilai bid Rp 100.000 petani yang bersedia membayar dan tidak masing-masing sebanyak 4 dan 11 orang.

Ya Tidak

Gambar

Gambar 1 Peta Waduk Cirata
Gambar 2. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Ikan Keramba Jaring Apung
Tabel 2 Batasan dan Keterkaitan Behavioral Economics vs Environmental
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran mengenai teknik deteksi obyek pejalan kaki pada lingkungan statis dengan menggunakan metode pengurangan citra

Ada berbagai golongan obat yang digunakan dalam pengobatan gagal jantung diantaranya adalah golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin Receptor

5 Konsep tauhid yang pada awalnya berarti mengesakan Allah, pada tahap selanjutnya dapat juga digunakan sebagai konsep manusia baik dalam sosial, budaya,

Penelitian tentang ”Pengembangan Model Pembelajaran Biologi Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan berpikir kritis, dan pemahaman konsep Siswa SMA”, merupakan bagian dari

Di dalam instrument sertifikasi dosen ada instrument deskripsi diri. Deskripsi diri ini ditulis oleh dosen yang disertifikasi, yang menjelaskan atau mendeskripsikan kegiatan,

KARANGANYAR. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) strategi pemasaran yang

Nilai rata-rata dari kemampuan menentukan kalimat fakta melalui kegiatan membaca intensif untuk deskripsi indikator 1 adalah kualifikasi lebih dari cukup (LDC)