• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus The effect of Temperature in Making Yoghurt from Various Kind of Milk, Using Lactobacillus Bulgaricus and Strep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus The effect of Temperature in Making Yoghurt from Various Kind of Milk, Using Lactobacillus Bulgaricus and Strep"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis

Susu Dengan Menggunakan

Lactobacillus Bulgaricus

dan

Streptococcus Thermophilus

The effect of Temperature in Making Yoghurt from Various Kind of

Milk, Using Lactobacillus Bulgaricus and Streptococcus Thermophilus

Nurzainah Ginting, Elsegustri Pasaribu

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Abstract: The objectives of this research were to study the colour, texture, taste and biological living of yoghurt. The yoghurt was treated with various temperature and various kinds of milk and using Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus. Factorial randomized block was used and the first factor was temperature, i.e. T1 (30°C), T2 (37°C), T3 (44°C), T4 (51°C); and the second factor was various kinds of milk, i.e. S1 (Skim Cow Milk), S2 (Fresh Cow Milk), S3 (Full Cream Cow Milk) and S4 (Fresh Buffalo Milk). The results showed that interaction of temperature, i.e. 44°C with Fresh Cow Milk had highly significantly effect on texture and colour of the yoghurt but did not effect on the taste. There were biological living in all of different temperature of yoghurt which were indicated by coagulation in the end of incubate process.

Key words: milk, yoghurt, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus.

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur dan jenis susu dalam pembuatan yoghurt dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus

dan Streprococcus thermophilus terhadap warna, tekstur, rasa, dan uji biologis dari yoghurt yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial (RAKF) 4 x 4 dengan 2 ulangan, di mana terdapat 2 faktor perlakuan yaitu faktor temperatur inkubasi (T) dengan taraf T1: 30°C, T2: 37°C, T3: 44°C, T4: 51°C . Faktor berikutnya yaitu jenis susu (S) yaitu S1: penggunaan susu skim sebagai bahan dasar, S2: susu sapi segar, S3: susu full krim, S4: susu kerbau segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara temperatur 44°C dan jenis susu sapi segar berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur, warna dari yoghurt yang dihasilkan dan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa. Pada uji biologik diperoleh hasil pengamatan bahwa pada tiap temperatur dan jenis susu yang digunakan didapati adanya aktivitas dari bakteri biakan yang ditandai dengan adanya penggumpalan pada masa akhir inkubasi.

Kata kunci: susu, yoghurt, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus.

Pendahuluan

Susu adalah substansi cair yang disekresikan oleh kelenjar mamae oleh semua mamalia. Bagian utamanya adalah air, lemak, protein, gula, dan abu. Susanto (2003) menyatakan susu merupakan sumber kalsium, fosfor, vitamin B, dan protein yang sangat baik. Mutu protein susu setara dengan protein daging dan telur. Protein susu sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh.

Susu sapi segar adalah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambah apapun. Ciri-cirinya adalah

berwarna putih kekuning-kuningan, tidak tembus cahaya. Kekuningan karena memiliki kandungan vitamin A yang tinggi (Puspardoyo, 1997). Potter (1986) menyatakan susu bubuk full krim adalah susu yang dikeringkan hingga sekitar 97% total zat padatnya. Biasanya dalam susu full

(2)

dikurangi hingga 0,5% (Potter, 1986) sehingga susu ini cocok untuk bayi. Karena susu skim mengandung lemak yang lebih sedikit maka kandungan vitamin A, D, dan E juga rendah. Vitamin yang bersifat larut dalam air, termasuk di dalamnya vitamin B kompleks dan asam askorbat (vitamin C) dapat ditemukan dalam susu skim.

Produk-produk olahan susu telah diketahui memegang peranan penting dalam makanan manusia di berbagai negara. Dengan tingkat nutrisinya yang tinggi, produk olahan susu dapat dijadikan makanan tambahan walau susu/olahannya hanya mewakili sekitar 10% konsumsi total protein. Salah satu produk olahan susu adalah yoghurt. Yoghurt adalah susu yang diasamkan melalui proses fermentasi. Hasil olahan susu ini berbentuk seperti bubur. Yoghurt dapat menurunkan kadar kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung dan mencegah penyakit kanker saluran pencernaan. Manfaat yang terakhir ini dikarenakan yoghurt mengandung bakteri hidup sebagai probiotik dari makanan yang menguntungkan bagi mikroflora dalam saluran pencernaan. Selain itu mengkonsumsi yoghurt membolehkan seseorang yang menderita kelainan lactoce intolerence seolah mampu mengkonsumsi susu (McLean, 1993). Lactoce intolerence adalah suatu kelainan dari seseorang yang akan diare setiap minum susu dikarenakan memiliki kekurangan laktosa dalam usus kecilnya. Laktosa adalah enzim yang tersebar pada laktosa disakarida di dalam glukosa dan galaktose. Jika terdapat laktosa tidak dikenal atau tidak diketahui, maka laktosa yang dicerna dalam usus tetap tinggal pada usus dan sebagai hasil dari osmosis, air bergerak ke usus dan menyebabkan diare. Pada yoghurt laktosanya telah difermentasikan ke dalam bentuk asam laktat di mana setiap orang memiliki enzim untuk mencernanya.

Pada pembuatan yoghurt dilakukan proses fermentasi dengan memanfaatkan bakteri asam laktat misalnya dari golongan

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcuc thermophilus. Streptococcus thermophilus

berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan baik asam maupun CO2. Asam dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk dapat dipakai oleh Sreptococcus

thermophilus. Mikroorganisma ini

sepenuhnya bertanggung jawab atas

pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff, 2003).

Temperatur memegang peranan penting bagi pertumbuhan bakteri. Dalam pengembangbiakannya dengan cara membelah diri, bakteri memerlukan temperatur dan keadaan lingkungan tertentu sehingga daur hidupnya dapat terus berjalan. Menurut Eckles (1980) pengaruh temperatur terhadap mikroorganisma dapat digolongkan 3 bagian yaitu temperatur rendah yaitu di bawah 10°C, biasanya pertumbuhan mikroorganisma menjadi lambat pada temperatur ini. Temperatur sedang yaitu 10 – 43°C. Diantara susu ini akan didapati suhu optimum bagi organisma secara mayoritas. Temperatur tinggi yaitu di atas 43°C. Kebanyakan mikroorganisma mati pada temperatur sekitar dan di atas 60°C. Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui suhu yang paling optimal untuk bakteri berkembang biak secara aktif.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Fakultas Pertanian USU selama dua bulan yaitu Oktober sampai November 2003. Bahan yang digunakan adalah susu sapi segar, susu kerbau, susu full krim, susu skim, dan air. Selain itu adalah bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dengan perbandingan 1:1.

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktorial 4 x 4 dengan 2 (dua) kali ulangan. Faktor yang diteliti adalah faktor Temperatur (T) yaitu T1 (30°C), T2 (37°C), T3 (44°C) dan T4 (51°C). Selain faktor temperatur adalah jenis susu (S) yaitu S1 (susu skim), S2 (susu sapi segar), S3 (susu

full krim), dan S4 (susu kerbau segar). Pengaruh perlakuan terhadap semua peubah yang diamati, dipelajari dengan sidik ragam dengan model matematik:

Yijk= µ + αi + αj + βk+ (αβ)ij + ∑ijk

(3)

peubah yang disebut di atas, peubah lainnya adalah uji biologi, yaitu untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap level temperatur yang dicobakan.

Pada pelaksanaan penelitian, susu sapi dan kerbau segar dikumpulkan dari peternak, sementara susu skim dan full krim dilarutkan sebanyak 500g dalam 462,5 ml air masak. Banyaknya susu yang digunakan adalah 500 cc untuk tiap jenis susu. Susu sapi dan kerbau dipasteurisasi selama 30 menit pada suhu 60-70°C. Kemudian bakteri biakan ditimbang sebanyak 50g untuk setiap perlakuan. Setiap susu yang sudah diberi biakan ditutup dalam wadah dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 30°C dan dibiarkan selama 20 jam. Setelah itu wadah yang berisi susu yang sudah berubah menjadi yoghurt dikeluarkan dari inkubator, dibiarkan sebentar pada suhu kamar dan dimasukkan ke refrigerator bersuhu 5°C.

Untuk perlakuan temperatur 37°C, proses awalnya sama, hanya saja wadah yang sudah berisi susu dimasukkan ke inkubator bersuhu 37°C selama 10-11 jam. Berikutnya perlakuan bersuhu 44°C, wadah berisi susu dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 44°C selama 8 jam dan terakhir perlakuan 51°C dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 51°C selama 6 jam. Sesudah susu berubah menjadi yoghurt selalu disimpan di dalam refrigerator untuk menghambat perkembangbiakan yang berlebihan agar yoghurt tidak menjadi terlalu asam.

Pengambilan data dari uji organoleptik terdiri atas:

1. uji warna

Skala Hedonik Skala Numerik

Putih 1 Putih Kekuningan 2

Kuning 3

Kuning Tua 4

2. uji tekstur

Skala Hedonik Skala Numerik

Skala Hedonik Skala Numerik

Tidak Suka 1

Agak Suka 2

Suka 3 Sangat Suka 4

Selain uji di atas, dilakukan juga uji mikrobiologik untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap perlakuan temperatur.

Hasil dan Pembahasan

Pada uji keragaman pengaruh temperatur inkubasi dan jenis susu pada warna yoghurt, ternyata faktor perlakuan suhu yang berbeda terhadap jenis susu menghasilkan perbedaan yang sangat nyata di mana T3 (44°C) menunjukkan warna yang lebih kuning Hal ini membuktikan bahwa bakteri memerlukan suhu tertentu untuk berkembang biak secara optimum dan sesuai dengan pernyataan Eckles(1980) bahwa tiap jenis bakteri memiliki suhu optimum untuk perkembangbiakan. Jenis susu S2 (susu sapi segar) dan S3 (susu full krim) memiliki skala warna yang paling tinggi, yaitu kuning tua. Hal ini disebabkan jenis susu sapi segar dan susu full krim memiliki komposisi yang tidak jauh berbeda, hanya saja susu full krim telah melalui proses pengolahan seperti pengeringan sehingga sekitar 97% zat padatnya (Potter, 1986). Bahkan beberapa produk susu full krim mendapat penambahan bahan nutrisi lain sehingga lebih lengkap.

Warna yoghurt ternyata dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Makanan hijauan adalah sumber yang baik bagi beta karoten di mana warna kuning pada karoten tersebut akan terdapat dalam lemak air susu. Hal ini yang menyebabkan mengapa yoghurt dari susu skim warnanya cenderung lebih putih karena kandungan lemaknya rendah, sementara karoten yang menyumbangkan warna kuning tersebut berasal dari lemak susu.

(4)

sebagian sudah dibuang memiliki tekstur yang lebih encer daripada susu full krim. Menurut Gilliland (1986) beberapa faktor yang mempengaruhi tekstur yoghurt adalah perlakuan pada susu sebelum diinokulasikan, ketersediaan nutrisi, bahan-bahan pendorong, produksi metabolis oleh lactobacilli, interaksi dengan bakteri biakan lainnya, penanganan bakteri sebelum digunakan dan juga ada atau tidaknya antibiotika dalam susu. Tekstur yoghurt susu kerbau adalah yang paling padat dikarenakan susu kerbau memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan jenis susu lainnya.

Rasa yoghurt yang diamati adalah melalui pemberian yoghurt polos (tanpa ditambahi perasa apapun) kepada panelis. Yoghurt biasanya memiliki citarasa asam menyegarkan yang tajam (Davies and Law, 1984) dan aroma yang khas. Dari tiap perlakuan di mana total rataan yang paling tinggi adalah pada perlakuan dengan menggunakan susu full krim dan yang terendah dihasilkan pada yoghurt berbahan susu kerbau. Hal ini berarti yoghurt berbahan susu full krim lebih disukai dari yang berbahan susu kerbau. Ini terjadi karena masyarakat Indonesia lebih mengenal dan lebih sering mengkonsumsi susu sapi dan berbagai produk hasil olahannya seperti susu skim dan full krim daripada susu kerbau.

Rasa yang dihasilkan oleh yoghurt berbahan susu kerbau cenderung lebih asam dibanding berbahan susu full krim, karena produksi asam oleh bakteri lebih cepat dikarenakan bakteri yang juga berkembang lebih cepat (Davies and Law, 1984) pada susu kerbau dibandingkan dengan jenis susu lainnya. Rasa asam pada yoghurt merupakan indikasi perkembangbiakan dari percampuran bakteri yang berjalan baik dan cepat (Driessen, 1981). Rasa asam pada yoghurt juga menunjukkan bahwa adanya asam laktat yang telah terbentuk sebagai hasil kerja dari bakteri (Eckles, 1980). Menurut Adnan (1984) keasaman yang tercapai dapat mengganggu pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki, terutama bakteri yang menyebabkan diare seperti Clostridium difficile pada orang dewasa dan Rotavirus pada anak-anak.

Lebih diminatinya yoghurt berbahan dasar susu full krim karena yoghurt terasa lebih enak, kandungan lemaknya tidak terlalu tinggi seperti susu kerbau sehingga rasanya tidak mengakibatkan cepat muak.

Pada uji mikrobiologik disimpulkan bahwa pada semua level temperatur tetap

ada aktivitas bakteri yaitu ditandakan dengan adanya penggumpalan pada tekstur yoghurt serta aromanya yang asam. Pada tekstur yang encer atau tidak padat, maka kemungkinan besar bakteri tidak berkembang optimal (suhu 30°C) atau bakteri sebagian mati (suhu 51°C).

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1.Temperatur 30°C, 37°C, 44°C, dan 51°C yang digunakan sebagai suhu inkubasi berpengaruh terhadap warna, tekstur yoghurt sedangkan pada rasa tidak berpengaruh.

2.Jenis susu sapi segar, susu kerbau segar, susu full krim, dan susu skim yang digunakan sebagai bahan dasar yoghurt berpengaruh terhadap warna, tekstur, rasa yoghurt.

3.Ada interaksi yang nyata antara temperatur °C dan jenis susu yang digunakan.

4.Hasil yang paling baik diperoleh pada temperatur 44°C dengan pemakaian susu sapi full krim sebagai bahan dasarnya.

Saran

1.Susu yang dipakai adalah susu yang baru, tidak disimpan terlalu lama sehingga merupakan media terbaik untuk bekteri berkembang biak. 2.Temperatur yang digunakan sebaiknya

tidak rendah ataupun tinggi untuk menyediakan temperatur yang optimum bagi bakteri berkembang biak.

Daftar Pustaka

Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Yogyakarta: Andi Offset.

Davies, F. L. and Law B. A. 1984. Advances in The Microbiology and Biochemistry of Cheese & Fermented Milk. London: Elsevies Applied Science.

Driessen, F. 1981. Mixed Culture Fermentations, P. Bushell & J.

Slater. London: Educations

Academic Press.

Eckles, C. H., W. B. Combs, H. Macy. 1980.

(5)

Bombay, New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing Company Ltd.

Goff, D. 2003. Yoghurt, Diary Science, and Technology. Canada: University ofguelph.

Gilliland, S.E. 1986. Bacterial Starter Cultures for Food. Florida, USA: CRC Press.

Legowo, A. M. 13 September 2002. Yoghurt untuk Kesehatan. Kompas.

McLean, V.A. 1983. Yoghurt and You: Nutritional Value of Yughurt. The National Yoghurt Association.

Puspowardoyo, H. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani–Nabati. Yogyakarta: Kanisius.

Potter, N. N. 1986. Food Science. New York: Von Nostrand Reinhold Company.

Susanto, A. 2000. Si Putih Kaya Gizi. Kompas Cyber Media, diakses 9 Mei 2003.

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terpenuhinya target penjualan ini diindikasikan oleh menurunnya loyalitas merek konsumen akan produk Suzuki Smash , dimana konsumen merasa keberatan karena mahalnya suku

Rekam Medis: kumpulan dari fakta-fakta atau bukti keadaan pasien, riwayat penyakit dan pengobatan masa lalu serta saat ini yang ditulis oleh profesi kesehatan yang

Berdasarkan matriks grand strategi tersebut, pengembangan usaha ikan sidat di Kota Palu berada pada posisi kuadran I ini merupakan situasi yang sangat

Pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa dari semua simulasi penjadwalan linier dengan menggunakan buffer yang dianggap mampu mengurangi durasi penyelesaian 50

Motivasi Intristik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap dari individu sudah ada dorongan untuk

Model penelitian yang dilakukan metode Desain Eksperimen Faktorial untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak dan lama perendaman bambu dalam proses pengawetan

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Kecerdasan Intelektual tidak berpengaruh terhadap pertimbangan Tingkat Materialitas Hasil penelitian ini konsisten dengan

Sejalan dengan keinginan pemerintah untuk mewujudkan desentralisasi kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat kepada perguruan tinggi di wilayah masing-masing,