PAKPAK SHAKAI NO MERBAYO KEKKON
Drs. Amin Sihombing. Drs. Nandi S
NIP.131 945 676 NIP.131 763 366
Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian
Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III
Dalam Bidang Studi Bahasa Jepang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
PAKPAK SHAKAI NO MERBAYO KEKKON
SHIKI NO DANKAI
KERTAS KARYA
DikerjakanO L E H
SARIFAH HELWINDA PASARIBU
NIM : 062203073
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
Disetujui Oleh :
Program Diploma Sastra dan Budaya
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Medan
Program Studi D3 Bahasa Jepang
Ketua,
Adriana Hasibuan,S.S., M,Hum.
NIP. 131 662 152
PENGESAHAN
Diterima Oleh :
Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi
salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang.
Pada :
Tanggal :
Hari :
Program Diploma Sastra Budaya
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D.
NIP. 132 098 531
Panitia :
No Nama Tanda Tangan
1. Adriana Hasibuan,S.S.,M.Hum. (...)
2. Drs. Amin Sihombing. (...)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Tiada kata yang layak Penulis ucapkan
selain segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi anugerah dan rahmat-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dan kertas karya ini untuk
melengkapi syarat mencapai gelar Ahli Madya pada Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul kertas karya ini ” PAKPAK SHAKAI NO MERBAYO
KEKKON SHIKIN NO DANKAI”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas karya ini tidak akan lepas
dari kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penyajian kalimat, penguraian
materi dan pembahasan masalah. Karenanya penulis dengan tulus hati
mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan kertas karya ini.
Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari
berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Adriana hasibuan, S.S., M.Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi
Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing yang dengan
ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis sampai kertas karya ini dapat diselesaikan.
5. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara.
6. Teristimewa kepada ayahanda dan ibunda tercinta yang selama ini
memberikan dukungan baik moral maupun materil sampai studi saya ini
selesai.
7. Buat saudara saya abang, kakak serta adik-adik saya yang selalu
memberikan dukungan kepada saya.
8. Buat Yahya terima kasih atas dukungannya selama ini.
9. Buat k’Leli terima kasih atas bantuannya.
10.Buat Agnes, Alya, Lily, Juli, Syafna serta semua teman-teman jurusan
Bahasa Jepang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas
bantuannya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih untuk semua bantuan dan
dukungannya selama ini. Mudah-mudahan kertas karya ini berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2009
Penulis,
SARIFAH HELWINDA PASARIBU
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul... 1
1.2. Tujuan Penulisan... 1
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Metode Penulisan ... 2
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK 2.1. Letak Geografis... 3
2.2. Penduduk... 3
2.3. Mata Pencaharian ... 4
2.4. Agama dan Kepercayaan ... 4
BAB III TAHAPAN UPACARA MERBAYO PERKAWINAN MASYARAKAT PAKPAK 3.1. Mangririt, Mangindangi (meminang)... 5
3.2. Mersiberen tanda burju (tukar cincin)... 6
3.3. Menglolo atau mengkata utang (menentukan mas kawin)... 6
3.4. Muat nakan peradupen (berunding) ... 8
3.5. Tangis berru pangiren (tangisan calon pengantin perempuan) ... 9
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 12
4.2. Saran... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Alasan Pemilihan Judul
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
bermacam-macam suku, seni, budaya, adat istiadat, upacara perkawinan dan bahasa daerah
yang berbeda.Suku Pakpak adalah salah satu suku yang terdapat di Indonesia.
Sama seperti suku lainnya Pakpak juga memiliki upacara perkawinan tersendiri
dan berbeda dengan upacara perkawinann suku lainnya.
Pakpak mempunyai beberapa macam bentuk upacara perkawinan yaitu
merbayo atau sitari-tari, sohom-sohom,menama, mengrampas, mencukung,
mengeke, mengalih. Penulis tertarik untuk membahas upacara perkawinan
merbayo atau sitari-tari dalam kertas karya ini dengan judul “ TAHAPAN
UPACARA MERBAYO PERKAWINAN MASYARAKAT PAKPAK”.
Karena merbayo merupakan perkawinan yang ideal bagi masyarakat Pakpak.
1.2.Tujuan Penulisan
1. Untuk memperkenalkan tentang upacara perkawinan merbayo kepada
masyarakat dan rekan-rekan mahasiswa dan untuk mengangkat nilai
kebudayaan Pakpak.
2. untuk menambah wawasan Penulis sendiri tentang upacara perkawinan
3. untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dari Program Diploma III
jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
1.3.Batasan Masalah
Dalam kertas karya ini penulis hanya membahas tentang gambaran umum
masyarakat Pakpak dan mengenai tahapan-tahapan upacara merbayo perkawinan
masyarakat Pakpak.
1.4.Metode Penulisan
Untuk penulisan kertas karya ini Penulis menggunakan metode kepustakaan.
Yaitu metode mengumpulkan data atau informasi dengan membaca dan mencari
bahan-bahan referensi yang berhubungan dengan tema kertas karya ini.
Data-data tersebut dianalisa dan diringkas ke setiap Bab dan sub Bab karya tulis
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK
2.1. Letak Geografis
Kabupaten Pakpak Dairi adalah daerah yang terdapat di kabupaten Dairi,
provinsi Sumatera Utara.Berada pada garis 20-30 LU dan 900-980 BT. Disebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi, sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Toba Samosir dan Dairi, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Aceh dan Tapanuli Tengah.
Kabupaten Pakpak berada pada ketinggian 300-1500m diatas permukaan
laut. Wilayah Pakpak tersebar di 8 kecamatan yaitu kecamatan Salak, kecamatan
Kerajaan, kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, kecamatan Sitellu Urang Julu,
kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, kecamatan Siempat rube dan kecamatan
Pagindar dengan luas lebih kurang 1.223.130 km persegi. Kabupaten Pakpak
didominasi pegunungan, memiliki panorama alam yang indah dan cocok
dikembangkan untuk pariwisata.
2.2. Penduduk
Penduduk di wilayah Pakpak hampir 90% beretnis Pakpak. Secara historis
kabupaten Dairi merupakan wilayah dominan suku Pakpak. Namun jika dilihat
dari segi perbandingan jumlah penduduk, maka Dairi lebih cenderung didominasi
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2002 jumlah penduduk
Pakpak 1.154.968 jiwa.
2.3. Mata Pencaharian
Daerah yang berjarak 110 km disebelah barat daya kota Medan ini
sebagian besar penduduknya bercocok tanam. Pada daerah subur dan tinggi
banyak yang menanam kopi dan sayur mayur. Adapun mata pencaharian
penduduk lain adalah wiraswasta, karyawan pemerintah daerah dan swasta.
2.4. Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Pakpak memeluk agama Kristen, Katolik dan Islam. Tetapi
dapat dikatakan bahwa suku Pakpak pada umumnya menganut agama Kristen.
Walaupun pada umumnya Pakpak menganut agama kristen, namun
kepercayaan roh-roh masih berlaku. Masyarakat pakpak masih percaya dengan
arwah leluhur dan makhluk-makhluk halus. Mereka percaya makhluk-makhluk
BAB III
TAHAPAN UPACARA MERBAYO PERKAWINAN
MASYARAKAT PAKPAK
Upacara adat perkawinan yang ideal bagi masyarakat Pakpak adalah
merbayo. Pada jaman dulu bentuk perkawinan seperti ini harus diiringi dengan
musik tradisional.
3.1. Mengririt, Mengindangi (meminang)
Mengririt (meminang) berasal dari kata ririt, artinya seorang pemuda dan
kerabatnya terlebih dahulu meneliti seorang gadis yang akan dinikahi.
Mengindangi berasal dari kata indang yang artinya melihat secara langsung
bagaimana watak dan kepribadian sigadis. Untuk mengetahui sifat tersebut, waktu
dulu lama mengririt cukup lama yaitu 1-5 tahun.
Perkenalan mereka biasanya dengan cara menggunakan alat atau benda
yang memiliki arti simbolis. Misalnya: laki-laki meletakkan sisir dimana gadis
yang diinginkan tersebut biasa melintas. Atau memberikan sesuatu benda melalui
seorang janda. Hal-hal seperti inilah yang sering dilakukan selama proses
mengririt.
Dalam konteks saat ini mengririt bisa diidentikkan sebagai pacaran.
Arena mengririt adalah :
1. pada saat ada upacara-upacara
biasanya pemilik ladang akan mengundang para muda-mudi untuk turut
serta, baik untuk menyediakan lauk pauk maupun pengerjaan menanam
padi.
3. Pasar, pada hari pekan setiap sekali seminggu di kota kecamatan atau di
desa-desa tertentu
4. di rumah seorang janda
3.2. Marsiberen tanda burju (tukar cincin)
Dalam tahap ini peranan pihak ketiga tetap penting. Pada saat tukar cincin
dilakukan pertukaran barang berupa cincin atau kain dan lain-lain. Disaksikan
masing-masing pihak gadis dan pihak laki-laki. Biasanya saksi dari pihak si gadis
adalah bibinya sedangkan saksi dari pihak laki-laki adalah yang satu
marga.Kadang-kadang tukar cincin diakhiri dengan membuat ikrar yang disebut
merbulaban. Selesai tukar cincin maka baik saksi laki-laki maupun saksi
perempuan langsung memberitahukan kesepakatan tersebut kepada kedua orang
tua masing-masing.
3.3. Menglolo atau mengkata utang (menentukan mas kawin)
Tahap selanjutnya adalah menglolo atau mengkata utang (menentukan mas
kawin). Perwakilan yang datang untuk mengkata utang disebut penglolo
(pengkata utang). Sebelum pengkata utang datang ke rumah calon pengantin
perempuan terlebih dahulu orang tua calon pengantin perempuan mengundang
dari calon pengantin laki-laki. Informasi ini diperoleh berdasarkan laporan dari
bibi gadis. Mereka yang diundang terdiri dari berru mbelen (kerabat penerima
gadis), sinina (kelompok semarga dan saudara sepupu) dan para pengkaing (yang
berhak menerima mas kawin ), untuk menjelaskan kepada para kerabat apa-apa
yang perlu diminta sebagai mas kawin.
Saat itu juga dipilih seorang juru bicara (persinabul) dari pihak perempuan.
Sebagai tanda keseriusan kepadanya diberikan beras dan seekor ayam. Orang
yang dipilih biasanya adalah dari kerabat semarga yang paham adat. Inilah yang
disebut dengan persinabul.
Ada 2 hal yang dilakukan seorang persinabul yaitu
1. menanyakan kepada orang tua calon pengantin laki-laki,
benda-benda apa saja yang akan diberikan sebagai mas kawin.
2. mencari informasi mengenai si gadis dalam masyarakat.
Kelompok yang akan berangkat kerumah keluarga perempuan adalah
penglolo (pengkata utang) dari pihak laki-laki. Ditambah anggota kerabat yang
bertanggung jawab membayar mas kawin kepada keluarga si gadis. Kedatangan
rombongan kerabat pemuda telah diberitahukan sebelumnya, sehingga keluarga si
gadis telah mempersiapkan makanan dengan lauk ayam untuk dimakan bersama.
Sebelum makan, maka ayam yang telah disiapkan tersebut diserahkan
kepada pihak juru bicara dari pihak laki-laki. Selesai makan, juru bicara dari
pihak gadis memulai pembicaraan sambil menanyakan tujuan atas kedatangan
Pembicaraan dilanjutkan secara lebih rinci tentang hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Ada beberapa hal yang dibicarakan dan diputuskan antara
kedua belah pihak (pihak laki-laki dan perempuan). Antara lain mengenai mas
kawin, hari pelaksaan dan masalah teknis lainnya. Sebagai akhir pembicaraan
maka semua telah diputuskan diikat dengan suatu simbol yang disebut
pengkelcing. Pengkelcing merupakan pemberian uang secara langsung dari juru
bicara pihak calon pengantin laki-laki kepada juru bicara bicar pihak calon
pengantin perempuan.
Dilanjutkan dengan pembayaran pago-pago (uang saksi) sebagai tanda
kesepakatan. Namun sebelum uang saksi dibagikan, juru bicara dari pihak
laki-laki menyerahkan sebagian mas kawin (panjar) kepada juru bicara pihak
perempuan. Mas kawin diletakkan diatas piring dan disertai sehelai kain sarung.
Kemudian diserahkan kepada orang tua sigadis. Pada waktu pihak laki-laki
pulang, maka keluarga calon pengantin perempuan mempersiapkan seekor ayam
hidup, beras dan tikar untuk dibawa kerumah keluarga laki-laki. Ayam hidup ini
mengisyaratkan bahwa utusan pihak laki-laki telah berhasil meminang calon
menantunya.
3.4. Muat nakan peradupen (berunding)
Menjelang hari pelaksanaan upacara kedua belah pihak disibukkan dengan
kegiatan masing-masing. Mempersiapkan semua yang berhubungan dengan
upacara. Pihak laki-laki misalnya mengundang kerabat terutama berru (kerabat
bersama. Mengadakan perundingan khusus yang menyangkut dana dan pihak
yang harus bertanggung jawab kepada keluarga sigadis.
Kegiatan ini dipimpin juru bicara yang ditunjuk oleh pelaksana utama
pesta. Setelah acara makan bersama juru bicara akan memimpin dengan
memberitahukan tujuan undangan tersebut. Untuk itu dituntut hak dan kewajiban
dari kerabat calon pengantin laki-laki yang diundang, supaya sama-sama
menanggulanginya. Kesediaan undangan lainnya untuk membantu secara material
dan menyumbang tenaga, serta masalah teknis lainnya.
3.5. Tangis berru pangiren (tangisan calon pengantin perempuan)
Sehari setelah utusan pihak laki-laki pulang, maka ibu calon pengantin
perempuan memberikan makanan kepada calon pengantin (anak gadisnya) secara
khusus dengan memotong seekor ayam. Pada waktu menyerahkan makanan
tersebut ibu sigadis berkata: “inilah putriku kuberikan makanan ini sebagai bukti
bahwa kami telah menerima mas kawinmu dari orang yang mencintaimu, untuk
itu makanlah”. Adakalanya pada waktu si ibu menyampaikan tujuan pemberian
makanan tersebut, si gadis langsung menangis dan mengatakan : “ telah bosan
ibuku memberi makan putrinya atau lebih berharga uang orang lain daripada
putrinya”.
Makanan tersebut sering juga disebut nakan pengendo tangis (makanan
untuk dapat menangis). Setelah pamit kepada orang tuanya, calon pengantin
perempuan didampingi seorang wanita yang disebut rading berru (pendamping
semua kerabat dekat lainnya. Kerabat yang dikunjungi wajib memberi makan dan
memberi hadiah seperti emas atau perak dan pakaian serta memberi nasehat.
Setelah tiba hari perkawinan, kerabat laki-laki berangkat kerumah
pengantin perempuan. Sampai dihalaman, pihak pengantin perempuan berdiri di
depan pintu. Keluarga pengantin perempuan berdiri paling depan sambil
menjunjung piring berisi beras. Di depan pintu rumah telah diletakkan bara api
yang harus di langkahi rombongan. Makna api tersebut adalah untuk
menghangatkan jiwa para kerabat pengantin laki-laki.
Juru bicara dari pihak pengantin perempuan memandu acara dihalaman
menjelang memasuki rumah orang tua pengantin perempuan. Setelah rombongan
memasuki rumah, maka pihak pengantin perempuan dan pihak berru mbelen
menyiramkan beras. Selanjutnya pihak kerabat pengantin laki-laki menyerahkan
oleh-oleh. Yaitu makanan yang lauknya terdiri dari ayam yang telah
dipotong-potong sesuai ketentuan. Lauk tersebut dibungkus dengan daun. Dari bentuk dan
potongan ayam tersebut dapat diketahui berapa malam nantinya pengantin tinggal
dirumah orang tua perempuan setelah selesai pesta.
Pihak pengantin perempuan kemudian menyerahkan makanan berupa
pinahpah (padi yang dipipihkan), nditak (tepung beras), pisang dan tebu. Acara
ini disebut merdohom, biasanya ditanyakan juga berapa makanan yang telah
disediakan. Setelah acara merdohom dilanjutkan adat kawin.
Kemudian ibu pengantin perempuan memberikan pengantin makan.
Kemudian penyelesaian utang adat. Pertama yang dilakukan adalah
pihak pengantin laki-laki. Maksudnya agar saat pembayaran utang adat, juru
bicara dapat berlaku adil.Biasanya sebelum menerima mas kawin, ibu pengantin
perempuan mengajukan permintaan khusus berupa emas. Besarnya tergantung
kepada kemampuan pihak orang tua laki-laki.
Pada saat menerima mas kawin ibu pengantin perempuan berdiri sambil
menyiramkan beras dari piring keatas kepala pengantin dan seluruh keluarga
laki-laki. Saat penerimaan mas kawin tersebut orang tua pengantin perempuan berdiri
bersama-sama dengan semua keluarga dekat sambil menyampaikan kata-kata
melalui pantun.
Selesai pesta, malam harinya pengantin perempuan diantar oleh bibi
pengantin laki-laki dan beberapa orang teman pengantin perempuan ketempat
pelaminannya. Sedangkan pengantin laki-laki biasanya selesai pesta berada
dirumah orang lain. Kemudian beberapa orang pemudi pergi memanggil
pengantin laki-laki, seolah-olah ada sesuatu yang penting dan diajak masuk
kekamar pengantin perempuan. Setelah suasananya akrab, tiba-tiba mereka
meninggalkan pengantin berdua di kamar dan menguncinya dari luar. Apabila
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan perkawinan masyarakat Pakpak, ada beberapa
tahapan yang harus dilakukan. Yaitu : mengririt (meminang),
marsiberen tanda burju (tukar cincin), menglolo atau mengkata utang
(menentukan mas kawin), muat nakan peradupen (berunding), dan
tangis berru pangiren (tangisan calon pengantin perempuan).
2. Perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia dan dalam pelaksanaan upacara adat memegang peranan yang
sangat penting juga bagi masyarakat Pakpak.
3. Kegiatan yang unik dalam perkawinan ini adalah mengririt yaitu
diutusnya salah seorang kerabat dari pihak laki-laki untuk
memata-matai calon pengantin perempuan.
4. Memilih juru bicara (persinabul) dalam kegiatan sebelum perkawinan
adalah kegiatan yang sangat penting.
4.2. Saran
1. penulis menyarankan upacara perkawinan masyarakat Pakpak tetap
dipertahankan dan terus dilaksanakan dalam kehidupan sosial masyarakat
2. penulis juga menyarankan kepada generasi muda Pakpak agar mengetahui
dan mencintai adat perkawinan masyarakat Pakpak, sekaligus
DAFTAR PUSTAKA
1. Berutu, Tandak dan Lister Berutu. 2002. Adat dan tata cara perkawinan
masyarakat Pakpak. Medan : Monora
2. Berutu, Lister dan Nurbani Padang. 1998. Tradisi dan perubahan konteks
masyarakat Pakpak. Medan : Monora
3. Berutu, Tandak. 1998. Upacara dalam masyarakat Pakpak. Medan :