PERBANDINGAN EFEKTIFITAS JARAK FOTOTERAPI PADA NEONATUS DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK
TESIS
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS JARAK FOTOTERAPI PADA NEONATUS DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
WINRA PRATITA 087103007 / IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – KONSENTRASI ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia Indirek
Nama Mahasiswa : Winra Pratita
NIM : 087103007
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Anak
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) Ketua
dr. Supriatmo, Sp.A(K) Anggota
Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS
PERNYATAAN
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS JARAK FOTOTERAPI PADA NEONATUS DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Juni 2010
Telah diuji pada
Tanggal: 25 Juni 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) ...
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) dan Dr. Supriatmo, Sp.A(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta
saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini
3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, Sp.A(K),
sebagai Sekretaris Program yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. H. Ridwan M Daulay, Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan
penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik dan RS Dr. Pirngadi Medan yang telah
memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini
6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K)
dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU
7. Seluruh perawat di bagian Perinatologi RSUP H. Adam Malik dan RS Dr. Pirngadi Medan yang ikut membantu penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik
yang telah bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS Departemen Ilmu Kesehatan Anak terutama Ari Kurniasih,
Nanda Susanti, Widyastuti, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk suami tercinta Faisal Abrany Siregar, ST, terima
kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan tanpa kenal lelah yang telah diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan,
mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan rahmat, rezeki, dan karuniaNya buat kita semua.
Kepada yang tercinta orangtua, Kolonel (Purn.) Dr. H. Wilmar Y.
Lukman, SpB.KBD dan Dr. Hj. Nuryetty Raid, mertua Ir. H. A. Rahim Siregar, dan Ir. Hj. Ruslaini Rinup beserta adik, dr.Dona Wirniaty dan Muhammad
Andri, S.Ked, yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini,
semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
DAFTAR ISI
3.10 Definisi Operasional 20
3.11 Analisis Data 21
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 32
6.2 Saran 32
BAB 7. RINGKASAN 33
Daftar Pustaka 37
Lampiran
1. Lembar Penjelasan Mengikuti Penelitian
2. Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian
3. Lembar Kuesioner Penelitian
4. Lembar Persetujuan Komite Etik
5. Data Pengamatan Fototerapi
6. Radiometer merk Dale 40
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia 11
pada neonatus sehat dan cukup bulan
Tabel 2.2. Rekomendasi AAP untuk penanganan 11
hiperbilirubinemia pada neonatus prematur sehat dan sakit
Tabel 4.1. Karakteristik sampel 23
Tabel 4.2. Perbedaan kadar bilirubin setelah fototerapi berjarak 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Metabolisme bilirubin pada neonatus 6
Gambar 2.2. Mekanisme fototerapi 10
Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian 14
Gambar 3.1. Alur Penelitian 19
Gambar 4.1. CONSORT diagram 22
Radiometer merk Dale 40 Lampiran 6
DAFTAR SINGKATAN
AAP : American Academy of Pediatrics ASI : Air Susu Ibu
Cm : sentimeter
cm2 : sentimeter bujur sangkar dL : desiliter
dkk : dan kawan-kawan nm : nanometer
mg : milligram L : liter % : persen
DAFTAR LAMBANG
: Kesalahan tipe I
: Kesalahan tipe II
n : Jumlah subjek / sampel
n1 : Jumlah sampel kelompok A
n2 : Jumlah sampel kelompok B
X1-X2 : Perbedaan kadar bilirubin yang diinginkan
z : Deviat baku normal untuk
z : Deviat baku normal untuk
Sd : Standard deviasi
> : Lebih besar dari
≥ : Lebih besar sama dengan
< : Lebih kecil dari
ABSTRAK
Latar belakang : Hiperbilirubinemia merupakan salah satu dari banyak permasalahan pada bayi cukup bulan dan fototerapi merupakan terapi yang banyak digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin pada bayi. Fototerapi dengan jarak yang lebih dekat dari bayi dapat meningkatkan efektivitas fototerapi.
Tujuan : Untuk membandingkan efektivitas fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm dalam menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan intensitas sinar
Metode : Uji klinis acak terbuka, dilakukan di 2 RS, RS.H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai bulan Agustus 2009 sampai Maret 2010, sampel dibagi 2 kelompok. Kelompok A dengan menggunakan fototerapi berjarak 20 cm (n=30) dan kelompok B menggunakan fototerapi berjarak 40 cm (n=30). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah bayi yang secara klinis dijumpai ikterus atau kuning pada minggu pertama kehidupan. Serum bilirubin diukur pada awal, 12 jam dan setelah 24 jam fototerapi.
Hasil : Rerata kadar bilirubin awal pada ke dua grup yang menggunakan fototerapi berjarak 20 cm dan berjarak 40 cm saat dimulai fototerapi yaitu 17 sampai 18 mg/dL, tidak ada perbedaan yang signifikan antara ke 2 grup. Setelah 24 jam fototerapi terjadi penurunan kadar bilirubin pada grup fototerapi berjarak 20 cm yaitu 7.62 ( SD 1.01) mg/dL dan grup fototerapi berjarak 40 cm yaitu 1.94 (SD 0.83) mg/dL. Penurunan rerata kadar serum bilirubin berbeda signifikan antara ke 2 grup (p< 0.05). Selama penelitian , intensitas sinar secara signifikan lebih tinggi pada grup fototerapi berjarak 20 cm dibandingkan fototerapi berjarak 40 cm.
Kesimpulan : Pada penelitinan kami didapati bahwa fototerapi dengan jarak sinar lebih dekat ke neonatus lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia.
ABSTRACT
Background: Hyperbilirubinemia is one of the most common problems in newborns and the phototherapy is the most widespread treatment for lowering bilirubin concentration in neonates. The phototherapy with near distance to neonates could increase effectiveness of phototherapy.
Objective: To compare the effectiveness of phototherapy with 20 cm distance between light source and neonates and phototherapy with 40 cm distance in decreasing serum bilirubin and increasing spectral irradiance
Methods: An open, randomized controlled trial was conducted at both H. Adam Malik Hospital Medan and Pirngadi Hospital Medan since August 2009 to March 2010. Subject divided into 2 group, one group received 20cm distance phototherapy (n=30) and the other received 40 cm distance phototherapy (n=30). The criteria for inclusion in the study were newborns with neonatal jaundice presenting in the first week of life. Serum bilirubin level and average spectral irradiation level measured at baseline and after 12 h, 24 h of phototherapy.
Results: The mean total bilirubin level of 20 cm distance phototherapy and 40 cm distance phototherapy groups at the beginning of therapy were 18.79 (SD 1.01) and 17.68 (SD 0.83) mg/dl respectively, there was no significant difference between the values. After 24 hours of therapy the mean decrease in total serum bilirubin levels of 20 cm distance and 40 cm distance between light source and neonates is more effective in reduction of bilirubin in newborns with hyperbilirubinemia.
Key words: neonatal jaundice, iradiation spectrum, distance phototherapy, billirubin
ABSTRAK
Latar belakang : Hiperbilirubinemia merupakan salah satu dari banyak permasalahan pada bayi cukup bulan dan fototerapi merupakan terapi yang banyak digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin pada bayi. Fototerapi dengan jarak yang lebih dekat dari bayi dapat meningkatkan efektivitas fototerapi.
Tujuan : Untuk membandingkan efektivitas fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm dalam menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan intensitas sinar
Metode : Uji klinis acak terbuka, dilakukan di 2 RS, RS.H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai bulan Agustus 2009 sampai Maret 2010, sampel dibagi 2 kelompok. Kelompok A dengan menggunakan fototerapi berjarak 20 cm (n=30) dan kelompok B menggunakan fototerapi berjarak 40 cm (n=30). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah bayi yang secara klinis dijumpai ikterus atau kuning pada minggu pertama kehidupan. Serum bilirubin diukur pada awal, 12 jam dan setelah 24 jam fototerapi.
Hasil : Rerata kadar bilirubin awal pada ke dua grup yang menggunakan fototerapi berjarak 20 cm dan berjarak 40 cm saat dimulai fototerapi yaitu 17 sampai 18 mg/dL, tidak ada perbedaan yang signifikan antara ke 2 grup. Setelah 24 jam fototerapi terjadi penurunan kadar bilirubin pada grup fototerapi berjarak 20 cm yaitu 7.62 ( SD 1.01) mg/dL dan grup fototerapi berjarak 40 cm yaitu 1.94 (SD 0.83) mg/dL. Penurunan rerata kadar serum bilirubin berbeda signifikan antara ke 2 grup (p< 0.05). Selama penelitian , intensitas sinar secara signifikan lebih tinggi pada grup fototerapi berjarak 20 cm dibandingkan fototerapi berjarak 40 cm.
Kesimpulan : Pada penelitinan kami didapati bahwa fototerapi dengan jarak sinar lebih dekat ke neonatus lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia.
ABSTRACT
Background: Hyperbilirubinemia is one of the most common problems in newborns and the phototherapy is the most widespread treatment for lowering bilirubin concentration in neonates. The phototherapy with near distance to neonates could increase effectiveness of phototherapy.
Objective: To compare the effectiveness of phototherapy with 20 cm distance between light source and neonates and phototherapy with 40 cm distance in decreasing serum bilirubin and increasing spectral irradiance
Methods: An open, randomized controlled trial was conducted at both H. Adam Malik Hospital Medan and Pirngadi Hospital Medan since August 2009 to March 2010. Subject divided into 2 group, one group received 20cm distance phototherapy (n=30) and the other received 40 cm distance phototherapy (n=30). The criteria for inclusion in the study were newborns with neonatal jaundice presenting in the first week of life. Serum bilirubin level and average spectral irradiation level measured at baseline and after 12 h, 24 h of phototherapy.
Results: The mean total bilirubin level of 20 cm distance phototherapy and 40 cm distance phototherapy groups at the beginning of therapy were 18.79 (SD 1.01) and 17.68 (SD 0.83) mg/dl respectively, there was no significant difference between the values. After 24 hours of therapy the mean decrease in total serum bilirubin levels of 20 cm distance and 40 cm distance between light source and neonates is more effective in reduction of bilirubin in newborns with hyperbilirubinemia.
Key words: neonatal jaundice, iradiation spectrum, distance phototherapy, billirubin
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.1-4 Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir menderita
ikterus pada minggu pertama.5,6 Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan, dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan dan
pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 80%.1,7-10
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau
lebih dari persentil 90.1 Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang
berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin.9
Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus, yang didefinisikan
sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning.4,8-10 Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat
akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 5Z) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit.1 Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5–7 mg/dl.1,4,5,8-12 Ikterus pada sebagian penderita dapat
kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dari ikterus fisiologis.2
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.11,13 Terapi ini merupakan terapi yang digunakan pada neonatus yang mengalami
hiperbilirubinemia indirek.7 Di Amerika Serikat sekitar 10% neonatus memerlukan fototerapi.14 Tujuan dari fototerapi adalah untuk membatasi
peningkatan bilirubin serum dan mencegah akumulasi toksiknya di dalam otak yang dapat menyebabkan komplikasi neurologis permanen yang serius yang dikenal sebagai kern ikterus.2,3,6,15,16
Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar.17 Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar,
panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar.3,7,17-19 Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk
menyerap bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425 – 475 nm (nanometer) yang mempunyai intensitas sinar yang tinggi.20 Menggeser
Penelitian Pishva dkk menyatakan bahwa jarak sinar fototerapi 20 cm ke permukaan tubuh neonatus lebih efektif dan cepat dalam menurunkan
kadar bilirubin dibandingkan dengan jarak 40 cm karena intensitas yang lebih tinggi.24
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bagaimana
perbandingan kecepatan penurunan kadar bilirubin pada neonatus dengan hiperbilirubinemia indirek setelah mendapat fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm.
1.3. Hipotesis
Terdapat perbedaan kecepatan penurunan kadar bilirubin antara fototerapi berjarak 20 cm dibandingkan fototerapi berjarak 40 cm pada neonatus dengan hiperbilirubinemia indirek.
1.4. Tujuan Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
1.5. 1. Di bidang akademik/ ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang
perinatologi, khususnya dalam tatalaksana fototerapi
1.5. 2. Di bidang pelayanan masyarakat : memberikan alternatif pengobatan yang lebih murah, efektif dan aman
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari
penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.3,4,11,14,16,25 Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan
bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,9
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.3,4,9 Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.3,9
Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 9,18
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.3,11,16 Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel.9 Kemudian
bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.4,9 Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.1,4,9,25 Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum
endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.3,9,18
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke
dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces.1,9,25 Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan
kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan
kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.1,3
2.2. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang
mendapat ASI, bayi kurang bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur.1
bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat.1
Pada hiperbilirubinemia fisiologis bayi baru lahir, terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi >2 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dl
pada umur 3 hari dan akan mengalami penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai 12 mg/dl
pada umur 5 hari.9
Dikatakan hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl setiap jam,
ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang bulan, dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, letargi,
penurunan berat badan yang berlebihan, apnu, asupan kurang).9
2.3 Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat
tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.6
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati.6,8,19
Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan.3 Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton
diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.3,13
Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi,
dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan.2,3,6,7,13,26
Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami
konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.18 Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam mengurangi
Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin.2,3,7,23,27,28 Lumirubin bersifat larut dalam air.29
Gambar 2.2. Mekanisme fototerapi. 30
Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan
dan membutuhkan fototerapi.31 Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau
Tabel 2.1. Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus
Tabel 2.2 Rekomendasi AAP untuk penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus prematur (sehat dan sakit).1
2.4. Sinar Fototerapi
Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang
merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang
elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini
terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda.33,34
Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.19,20,35 Sinar biru lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan sinar hijau.35
Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum.13,23 Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai W/cm2/nm.13,19
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.3,7,17,18,19,23
2.5 Jarak Sinar Fototerapi
Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada bayi.13
Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan menggunakan sinar halogen.26 Sinar halogen dapat
menyebabkan luka bakar bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi.19 Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus
diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi.27
2.6 Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi
Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain
spektrum sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30
akan mengalami penurunan sekitar 10 mg/dL (171 µmol/L) dapat terjadi dalam beberapa jam.37,38
Garg AK dkk menyatakan fototerapi ganda lebih cepat menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan menggunakan fototerapi tunggal, selain
mudah dilakukan dan lebih efektif.36 Dengan menggunakan sinar biru jarak yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan uji klinis acak terbuka untuk membandingkan
kecepatan penurunan kadar bilirubin indirek neonatus setelah mendapat fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Perinatologi RS. H.Adam Malik Medan dan
RS. Pirngadi Medan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 8 bulan mulai Agustus 2009 – Maret 2010.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah bayi kurang bulan dan cukup bulan yang mengalami hiperbilirubinemia indirek. Populasi terjangkau adalah populasi target yang dirawat inap di Unit Perinatologi RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan selama bulan Agustus 2009 sampai Maret 2010. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.
3.4. Besar Sampel
2 ( Z + Z )S) n1 = n2 = 2 ( X 1 – X2 ) n = sampel
Zα = nilai baku normal dari tabel z yang besarnya tergantung pada nilai
α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 Zα = 1,96
Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β
yang ditentukan. Untuk β = 0,10 Zβ = 1,282
Sd = simpangan baku bilirubin pada kel. Intervensi =18,8 16 X1 –X2 = perbedaan kadar bilirubin yang diinginkan = 15,7
2 ( 1,96 + 1,282)18,8 n1 = n2 = 2
15,7 2
n1 = n2 = 2 3,242 x 18,8 = 30
15,7
Maka diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing kelompok adalah 30
bayi dengan cara consecutive sampling.
- Neonatus yang menderita hiperbilirubinemia indirek, dimana kadar plasma bilirubin indirek > 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan dan > 12
mg/dl pada neonatus cukup bulan - Mendapat izin orang tua secara tertulis
Kriteria eksklusi :
- Neonatus dengan Anomali kongenital multipel
- Neonatus yang menderita penyakit hemolitik - Neonatus Berat Badan Lahir < 1000 gram
- Neonatus dengan kadar bilirubin indikasi dilakukan transfusi tukar
yaitu kadar bilirubin direk ≥ 17 mg/dl pada neonatus kurang bulan dan
kadar bilirubin direk ≥ 25 mg/dl pada neonatus cukup bulan
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua sampel penelitian diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemberian fototerapi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia. Formulir penjelasan terlampir dalam
hasil penelitian ini.
3.7. Etika Penelitian
3.8. Cara Kerja
- Sampel secara klinis terlihat ikterik dan sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi, dilakukan pemeriksaan darah rutin, bilirubin total, direk, indirek yang diambil dari darah kapiler
- Sampel dibagi 2 kelompok dengan cara random sederhana dengan
menggunakan 2 amplop tertutup
- Fototerapi dilakukan apabila kadar bilirubin indirek pada neonatus
kurang bulan > 10 mg/dl dan neonatus cukup bulan ≥ 12 mg/dl, yang sesuai dengan kriteria AAP
- Kelompok A adalah sampel yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm
dengan menggunakan unit fototerapi standar merk Tessna berisi 5 buah lampu sinar biru merk Toshiba posisi paralel, panjang
gelombang 452-475 nm
- Kelompok B adalah sampel yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm dimana unit fototerapi dan panjang gelombang sama dengan
kelompok A
- Sampel di letakkan dalam basinet (keranjang tempat tidur bayi)
- Sampel pada kelompok A dan kelompok B diberi penambahan
dari fototerapi seperti dehidrasi, hipertermia, letargi, dan iritabilitas
3.9. Identifikasi Variabel.
Variabel bebas Skala Fototerapi berjarak 20 cm nominal
Fototerapi berjarak 40 cm nominal
Variabel tergantung Skala
Kadar bilirubin numerik
3.10. Definisi Operasional.
3.10.1 Hiperbilirubinemia indirek adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin indirek > 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan dan > 12
mg/dl pada neonatus yang cukup
3.10.2 Fototerapi berjarak 20 cm adalah terapi sinar pada neonatus
hiperbilirubinemia indirek dengan sumber sinar fototerapi yang diletakkan 20 cm dari bayi
3.10.3 Fototerapi berjarak 40 cm adalah terapi sinar pada neonatus
hiperbilirubinemia indirek dengan sumber sinar fototerapi yang diletakkan 40 cm dari bayi
3.10.4 Neonatus adalah bayi yang berusia 0 hari sampai 28 hari
3.11. Analisis Data
- Data yang terkumpul diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan program komputer SPSS for Windows 14.0
- Untuk melihat perbedaan kadar bilirubin pada fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm digunakan uji ANOVA
BAB 4. HASIL PENELITIAN
Selama penelitian, neonatus yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 67 neonatus. Dimana dari 67 sampel, dibagi menjadi dua kelompok.
neonatus yang hilang dari pemantauan dan yang tidak setuju mengikuti penelitian sebanyak 7 orang, masing-masing 4 neonatus dari kelompok yang
mendapat fototerapi berjarak 20 cm dan 3 neonatus dari dari kelompok yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm (Gambar 4.1)
Gambar 4. 1. CONSORT diagram
Neonatus hiperbilirubinemia memenuhi kriteria inklusi (n=67)
Randomisasi
Fototerapi berjarak 20 cm (n=34) Fototerapi berjarak 40 cm (n=33)
Hilang dari pemantauan (n=1) Tidak setuju (n=3)
Hilang dari pemantauan (n=2) Tidak setuju (n=1)
Tabel 4.1. Karakteristik Sampel
Karakteristik Fototerapi
Jarak 20 cm* (n=30)
Fototerapi
Jarak 40 cm* (n=30)
Jenis Kelamin (Rasio laki-laki/perempuan) 13/17 17/13 Usia saat difototerapi (hari) 4.90 (1.16) 4.90 (1.35)
Berat Badan (gram) 2841.67 (190.77) 2720 (180.80)
Temperatur (ºC) 37.04 (0.27) 36.80 (0.28)
Albumin (g/dL) 2.98 (0.24) 2.77 (0.17)
Hemoglobin (g/dL) 14.17 (0.91) 14.03 (1.03)
* nilai berupa mean (SD)
Neonatus yang memperoleh fototerapi berjarak 20 cm sebagian besar berjenis kelamin perempuan (17 orang) sedangkan pada neonatus yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm kebanyakan berjenis kelamin laki-laki (17
orang). Neonatus pada kedua kelompok rata-rata berusia 4.9 hari dengan berat badan masing-masing 2841.67 gram untuk neonatus yang mendapat
fototerapi berjarak 20 cm dan 2720 gram untuk neonatus dengan fototerapi berjarak 40 cm. (tabel 4.1.)
Tabel 4.2. Perbedaan Kadar Bilirubin Setelah Fototerapi Berjarak 20 cm dan
Pada fototerapi berjarak 20 cm, kadar bilirubin menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna dari seluruh pengamatan dan terlihat adanya kecenderungan penurunan kadar bilirubin sebelum pemberian fototerapi
sampai 24 jam fototerapi. Besar penurunan setelah 12 jam pemberian fototerapi adalah sebesar 3.82 mg/dL. Nilai penurunannya tidak jauh berbeda pada pengamatan 12 sampai 24 jam pemberian fototerapi yakni 3.80 mg/dL.
seluruh pengamatan. Besar penurunan kadar bilirubin pada kelompok ini tidak sebesar penurunan pada kelompok yang memperoleh fototerapi
berjarak 20 cm. Besar penurunan billirubin setelah 12 jam pemberian fototerapi hanya sebesar 0.06 mg/dL. Dan penurunan pada pengamatan 12 jam sampai 24 jam sebesar 1.88 mg/dL. Secara kumulatif besar penurunan
kadar bilirubin dari sejak awal pemberian fototerapi sampai 24 jam fototerapi berjarak 40 cm hanya sebesar 1.94 mg/dL.
Sebelum pemberian fototerapi, kadar bilirubin awal pada kelompok neonatus yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm sedikit lebih tinggi yaitu 18.79 mg/dL dibandingkan kelompok dengan fototerapi berjarak 40 cm yaitu
17.68 mg/dL. Kadar bilirubin pada pengamatan 12 jam fototerapi menunjukkan perbedaan yang signifikan antara fototerapi berjarak 20 cm
dengan berjarak 40 cm, dengan nilai bilirubin dengan fototerapi berjarak 20 cm lebih rendah daripada kadar bilirubin dengan fototerapi berjarak 40 cm (14.97 dengan 17.62) mg/dL. Begitu pula dengan kadar bilirubin pada pada
pengamatan 24 jam fototerapi, kadar bilirubin pada fototerapi berjarak 20 cm lebih rendah dibandingkan dengan fototerapi berjarak 40 cm (11.17 dengan
15.74) mg/dL . Penurunan kadar bilirubin secara kumulatif menunjukkan pada fototerapi berjarak 20 cm jauh lebih besar daripada fototerapi berjarak 40 cm yaitu masing-masing sebesar 7.62 mg/dL dan 1.94 mg/dL, dan terdapat
Intensitas sinar yang diperiksakan dengan menggunakan radiometer merk Dale 40 lebih tinggi pada fototerapi berjarak 20 cm dari neonatus.
BAB. 5. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini data karakteristik sampel di kedua kelompok tidak jauh berbeda. Rata – rata usia neonatus yang mengalami hiperbilirubinemia dan mulai difototerapi adalah pada minggu pertama kelahiran. 1,4 Hal ini berkaitan
dengan ikterus fisiologis yang merupakan masalah yang sering pada neonatus, dimana terjadi 60% pada neonatus cukup bulan dan 80% pada
neonatus kurang bulan.1,7-10 Pada penelitian ini, usia neonatus pada saat dilakukan fototerapi yaitu pada minggu pertama kelahiran.
Data karakteristik sampel memperlihatkan bahwa rata – rata albumin
neonatus pada kedua kelompok adalah <3 mg/dL. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi albumin adalah sebagai pengangkut bilirubin indirek menuju
ke hati untuk dikonjugasi.1,28,31 Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan yang kurang.1
Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan
tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai.37,39
Terapi sinar atau fototerapi merupakan terapi utama dengan
superfisialis dan usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekskresikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati.13
Dari dua kelompok neonatus yang mendapat fototerapi menunjukkan adanya kecenderungan kadar bilirubin yang semakin menurun dibandingkan kadar bilirubin awal sebelum fototerapi. Dijumpai perbedaan bermakna pada
penurunan kadar bilirubin 12 jam fototerapi dan 24 jam fototerapi pada dua kelompok studi. Dimana penurunan kadar bilirubin lebih besar pada kelompok
neonatus yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm dari pada neonates yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm.
Pada penelitian ini, penurunan kadar bilrubin pada fototerapi berjarak
20 cm adalah sebesar 40%, sedangkan pada fototerapi berjarak 40 cm hanya sebesar 11%. Pada penelitian Vreman dkk menunjukkan jarak sinar biru
yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan
kadar bilirubin sekitar 13%.20
Hart G dan Cameron R mendapatkan bahwa fototerapi dengan
menurunkan kadar bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425 – 475 nm. 19,20 Vreman menyatakan panjang gelombang sinar yang
paling baik dalam mengubah bilirubin pada kulit dan sirkulasi adalah 450 – 470nm.29 Penelitian Seidman dkk mengemukakan bahwa sinar biru dengan panjang gelombang 450 nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar
bilirubin.42 Penelitian yang dilakukan oleh Amato dkk membandingkan antara sinar biru dan sinar hijau untuk fototerapi, memberikan hasil bahwa sinar
hijau berguna dapat menurunkan bilirubin tetapi tidak sebaik sinar biru dalam menurunkan kadar bilirubin.43 Meisels mengemukakan bahwa bilirubin paling baik diserap oleh sinar biru dengan panjang gelombang 460 nm.30
Penelitian ini menggunakan unit fototerapi standard merk Tessna dengan lampu sinar biru yang cukup efektif dalam menurunkan kadar bilirubin
dengan panjang gelombang 425 – 475 nm.
Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar, ditentukan sebagai µW/cm2/nm.
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar
bilirubin serum. Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat radiometer fototerapi.13,35,44 Pada penelitian ini dengan intensitas sinar 425 – 475 nm yang diukur dengan menggunakan radiometer merk Dale 40 dan
Penelitian yang dilakukan oleh Maisels menghasilkan bahwa dengan intensitas sinar 8 – 10 µW/cm2/nm untuk standard fototerapi sementara untuk
intensif fototerapi digunakan intensitas sinar ≥30 µW/cm2/nm cukup signifikan
dalam menurunkan kadar bilirubin.32 AAP mendefinisikan fototerapi intensif sebagai fototerapi yang menggunakan intensitas sinar sedikitnya 30
µW/cm2/nm dan panjang gelombang yang dapat mencakup seluruh permukaan tubuh neonatus.27 Pada penelitian ini intensitas sinar lebih tinggi
pada fototerapi berjarak 20 cm dari neonatus. Dimana intensitas sinar pada fototerapi berjarak 20 cm dijumpai 13 – 14 µW/cm2/nm, sementara pada fototerapi berjarak 40 cm dijumpai hanya 6 – 7 µW/cm2/nm.
Maisels menyatakan bahwa apabila sinar fototerapi diletakkan dengan jarak 20 cm dari bayi dengan menggunakan sinar biru dengan panjang
gelombang 430 sampai 490 nm, maka akan menghasilkan intensitas sinar 30 sampai 40 µW/cm2/nm.A Pada penelitian ini, intensitas sinar pada fototerapi berjarak 20 cm yang diukur yaitu 13 sampai 14 µW/cm2/nm.
Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Untuk meningkatkan intensitas sinar, maka harus
penurunan bilirubin setelah mendapat fototerapi berjarak 20 cm dengan fototerapi berjarak 40 cm. Dimana intensitas sinar lebih tinggi pada fototerapi
berjarak 20 cm dari pada fototerapi berjarak 40 cm, karena jarak sinar yang lebih dekat pada bayi.
BAB. 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Di kedua kelompok, terjadi penurunan kadar bilirubin yang signifikan
pada 12 jam dan 24 jam pertama fototerapi.
Penurunan kadar bilirubin lebih besar dijumpai pada kelompok bayi
yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm dari pada kelompok bayi
yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm.
Fototerapi dengan sumber sinar berjarak 20 cm dari neonatus lebih
efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia.
6.2. Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang
lebih besar untuk membandingkan efektivitas fototerapi.
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan fototerapi
berjarak 10 cm dari bayi dalam menurunkan kadar bilirubin sesuai
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008. h.147-69
2. Stoll BJ, Kliegman RM. Jaundice and hyperbilirubinemia in the newborn. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2006. h.592-98
3. Maisels M. Neonatal hiperbilirubinemia.Dalam: Polin A, Yodes MC, penyunting. Workbook in practical neonatology. Edisi ke-4.Philadelphia:Saunders, 2007. h.53-70
4. Martiza I. Ikterus. Dalam: Juffrie M, Soenarto S, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani N, penyunting. Buku ajar gastroenterology-hepatologi. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.263-83
5. Indriyani S, Retayasa I.W., Surjono A, Suryantoro P. Percentage birth weight loss and hyperbilirubinemia during the first week of life in term newborns. Paediatr Indones. 2009; 49(3):149-54
6. Aminullah A. Terapi sinar pada ikterus neonatal. Dalam: Ikterus pada neonates. Jakarta: Penerbit FK UI, 1983. h.23-35
7. Madan A, MacMahon JR, Stevenson DK, penyunting. Neonatal hiperbilirubinemia. Dalam: Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders, 2005. h.1226-53
8. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK, penyunting. Protokol asuhan neonatal, 2008. h.183-96
10. Gomella TC, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology: management, procedures, on call problems, diseases, and drugs. Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill; 2004. h.247-50
11. Dewanto N.E., Rohsiswatmo R. Management of hyperbilirubinemia in near-term newborns according to American Academy of Pediatrics Guidelines: Report three cases . Paediatr Indones. 2009; 49(2):125-30
12. Boedjang R. Penatalaksanaan ikterus neonatal. Dalam: Ikterus pada neonates. Jakarta: Penerbit FK UI. 1983. h.80-7
13. Laura AS, Mary S, Cattherine LW. Fundamentals of phototherapy for neonatal jaundice. Diunduh dari:
http://www.emedicine.com/viewarticle/551363/2. Diakses Agustus 2007
14. Frank GC, Cooper SC, Merenstein GB. Jaundice. Dalam: Merenstein GB, Gardner SL, penyunting. Handbook of neonatal intensive care. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2002. h.443-59
15. Dennery AP, Seidman DM, Stevenson KD. Neonatal
hyperbilirubinemia. N Engl J Med. 2001; 8:581-90
16. Brodsky D, Martin C. Neonatology review. Philadelphia: Hanley & Belfus, 2003. h.301-04
17. Al-Alaiyan S. Fiberoptic,conventional and combination phototherapy for treatment of nonhemolytic hyperbilirubinemia in neonates. Ann Saudi Med. 1996; 16:633-6
18. Hansen WR. Jaundice,Neonatal. Diunduh dari : http://www.emedicine.com/18. Diakses Oktober 2007
21. Pritchard MA, Beller EM, Norton B. Skin exposure during conventional phototherapy in preterm infants: A randomized controlled trial. J. Paediatr Child Health. 2004; 40:270-4
22. Boonyarittipong P. Effectiveness of double-surface intensive phototherapy versus single-surface intensive phototherapy for neonatal hyperbilirubinemia.. J Med Assoc Thai. 2008; 91:50-5
23. Djokomulyanto S, Quah BS, Surini Y, Noraida R, Ismail NZN, Hansen TWR , dkk. Efficacy of phototherapy for neonatal jaundice is increased by the use of low-cost white reflecting curtains. Arch dis child fetal Ikterus pada neonates. Jakarta: Penerbit FK UI, 1983. h.1-10
26. Ives NK. Neonatal jaundice. Dalam : Rennie JM, penyunting.
Roberton’s textbook of neonatology. Edisi ke-4. USA: Elseveir Churchill Livingstone, 2005. h.661-78
27. Subcommitee on hyperbilirubinemia. American Academy of Pediatrics. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics. 2004; 114:297-316
28. Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik M.S. Hiperbilirubinemia pada neonatus. Diunduh dari : www.pediatrik.com/pkb/20060220-js9. Diakses tgl 20 November 2008
29. Vreman HJ, Wong RJ, Stevenson DK. Phototherapy: current methods and future directions. Semin Perinatol. 2004; 28:326-33
31. Sarici SU, Serdar MA, Korkmaz A, Erdem G, Oran. Incidence, course and prediction of hyperbilirubinemia in nera term and term newborn. Pediatrics. 2004; 113:775-80
32. Maisels MJ. Phototherapy-traditional and non traditional. J of Perinatol. 2001; 21: S93-7
33. Bresnick SD. Cahaya dan optika. Dalam: Saputra V, Hartanto H, penyunting. Intisari Físika. Edisi ke-1. Philadelphia: Williams & Wilkins;1996. h.141-5
34. Holtrop PC, Ruedisueli K, Maisels MJ. Double Versus Single Phototherapy in Low Birth Weight Newborns. Pediatrics.1992;90;674-7
35. Hobbie R, Roth B. Atoms and Light. Diunduh dari URL:
http://www.springerlink.com
36. Garg A.K, Prasad R.S, Al- Hifzi I. A controlled trial of high-intensity double-surface phototherapy on fluid bed versus conventional phototherapy in neonatal joundice. Pediatrics. 1995; 95:914-16
42. Seidman DS, Moise J. A new blue light emitting phototherapy device: A prospective randomized controlled study. J Pediatr. 2000; 136:771-4
43. Amato M, Inaebnitb D. Clinical usefulness of high intensity green light phototherapy in the treatment of neonatal jaundice. Eur J Pediatr. 1991; 150:274-6
44. Newman TB, Liljestrand P, Escobar GJ. Infants with bilirubin levels of 30 mg/dL or more in a large managed care organization. Pediatrics. 2003; 111 :1303–11
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN
Yth. Bapak / Ibu……….
Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, saya dokter ………
bertugas di Divisi Perinatologi Departemen Iimu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H. ADAM MALIK Medan. Saat ini direkomendasikan pelaksanaan fototerapi intensif pada bayi yang mengalami hiperbilirubinemi indirek, karena akan lebih cepat turun kadar bilirubin indireknya dengan menggunakan fototerapi berjarak 20 cm dan kemudian akan mengambil sampel darah sebanyak 2 cc pada saat 12 jam dan 24 jam selama fototerapi dilakukan. Adapun efek samping dari fototerapi yaitu hipertermi, dehidrasi, mencret dan muntah, tetapi hal itu jarang terjadi.
Jika bapak/ibu bersedia maka kami mengharapkan bapak / ibu menanda tangani lembar persetujuan setelah penjelasan tersebut diatas.
Lampiran 2
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai :” Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia Indirek”.
Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya adanya risiko yang mungkin terjadi pada saat fototerapi dilakukan, sehingga saya sebagai orang tua menyatakan setuju pelaksanaan fototerapi tersebut dilakukan pada anak saya
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Lampiran 3 Hari pertama haid terakhir (HPHT) : ...-...-...
Usia kehamilan : ………minggu
Riwayat ibu mendapat obat selama kehamilan : ………
Lampiran 4
Lampiran 6
Lampiran 7
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Winra Pratita
Tanggal lahir : 08 Oktober 1983
Tempat lahir : Medan
NIP : 19831008.200812.2.002
Alamat : Jl. Monginsidi II no 7- Medan
Nama Suami : Faisal Abrany Siregar, ST
Pendidikan
1. Taman Kanak – kanak di TK Harapan, tamat tahun 1989 2. Sekolah Dasar di SD Harapan 1 Medan, tamat tahun 1995.
3. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Medan , tamat tahun 1998.
4. Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Medan, tamat tahun 2001.
Riwayat Pekerjaan :
Staf Pengajar Dept. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, 2009 -
Pendidikan Spesialis
1. Pendidikan Tahap I :02-01-2008 s/d 31-12-2008
2. Pendidikan Tahap II :01-01-2009 s/d 31-12-2009
3. Pendidikan Tahap III :01-01-2010 s/d sekarang