EFEKTIVITAS FOTOTERAPI TUNGGAL DIBANDINGKAN FOTOTERAPI GANDA PADA NEONATUS DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK
TESIS
NANDA SUSANTI MILYANA 067103013/ IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEKTIVITAS FOTOTERAPI TUNGGAL DIBANDINGKAN FOTOTERAPI GANDA PADA NEONATUS DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak)
dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
NANDA SUSANTI MILYANA 067103013
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Efektivitas fototerapi ganda dibandingkan
fototerapi tunggal pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia indirek
Nama : Nanda Susanti Milyana
Nomor Induk Mahasiswa : 067103013
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K)
Anggota
Dr. Muhammad Ali, SpA(K)
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)
Telah diuji pada
Tanggal: 15 Juli 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) ...
Anggota : 1. Dr. Muhammad Ali, SpA(K) ...
2. Prof. Dr. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) ...
3. Dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ...
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir
pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di FK-USU/
RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak
di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan
dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) dan Dr.
Muhammad Ali, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta
saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan
penyelesaian tesis ini.
2. Dr. Emil Azlin, SpA, Dr. Pertin Sianturi, SpA dan Dr.Bugis Mardina Lubis, SpA
yang telah sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam
menyelesaikan penelitian serta tesis ini.
3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter
sekretaris program yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
tesis ini.
4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan
periode 2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam
Malik Medan periode 2006-2009, yang telah memberikan bantuan dalam
penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP
H. Adam Malik dan RS Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan
pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H,
SpA(K), dan Prof. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTMH,MSc (CTM),SpA(K) serta
Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program
pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU
7. Seluruh kakak perawat di bagian Perinatologi RSUP H. Adam Malik dan RS
Dr. Pirngadi Medan yang ikut membantu penelitian ini sehingga dapat
terlaksana dengan baik
8. Juliana, Magda Bouhairet, Dina Olivia, Ade Saifan Surya, Wagito,
Muhammad Hatta dan Bang Samsir Alam yang selama empat tahun
bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS
Departemen Ilmu Kesehatan Anak terutama Ari Kurniasih, Widyastuti,
Winra Pratita dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam
Teristimewa untuk suami tercinta Dolly Sojuangon Siregar, SP. kedua
ananda tersayang Siti Alya Fahira dan Muhammad Arif Muzhaffar Siregar, terima
kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan tanpa kenal lelah yang
telah diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan,
mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan rahmat, rezeki, dan karuniaNya buat kita
semua.
Kepada yang tercinta orangtua, Alm. H. Djamaluddin Amin, dan Hj.
Aida Rosmani, mertua H. Ahmad Zuchri Siregar, dan Hj. Nuraida Simatupang
serta adik-adikku Dara, Romi, Dwi, Nora yang selalu mendoakan, memberikan
dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini.
Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan
pendidikan ini, semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari
Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, Juni 2010
DAFTAR ISI
2.2. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin 6 2.3. Penggunaan Fototerapi Ganda 10
2.4. Kerangka Konseptual 14
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 17
3.6. Persetujuan / Inforned Consent 17
3.7. Etika Penelitian 17
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 18
3.9. Identifikasi Variabel 19
3.10. Definisi Operasional 20
Ringkasan 34 Daftar Pustaka 38 Lampiran
1. Surat Pernyataan Kesediaan 2. Lembar Penjelasan
3. Lembar Kuesioner
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 23
Tabel 4.2. Hubungan penurunana kadar bilirubin pada 24
awal, 12 jam dan 24 jam fototerapi ganda
Tabel 4.3. Hubungan penurunan kadar bilirubin pada 24
awal,12 jam dan 24 jamfototerapi tunggal
Tabel 4.4. Hubungan jenis fototerapi dengan penurunan 25
kadar bilirubin pada masing-masing waktu
pemeriksaan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Mekanisme fototerapi 8
Gambar 2.2. Kerangka konseptual 14
Gambar 3.1. Alur penelitian 19
Gambar 4.1. Profil penelitian 22
Gambar 4.2. Perbandingan intensitas awal,12 jam 25
dan 24 jam fototerapi pada kelompok fototerapi ganda Gambar 4.3. Perbandingan intensitas awal, 12 jam 26
dan 24 jam fototerapi pada kelompok fototerapi tunggal Gambar 4.4. Perbandingan intensitas fototerapi tunggal 27
dan ganda pada awal, 12 jam dan 24 jam
DAFTAR SINGKATAN
AAP : American Academy of Pediatrics ASI : Air Susu Ibu
cm : centimeter
cm2 : centimeter bujur sangkar dL : desiliter
dkk : dan kawan-kawan nm : nanometer
mg : milligram L : liter % : persen
RSU : Rumah Sakit Umum
RSAB : Rumah Sakit Anak dan Bunda µmol : mikromol
DAFTAR LAMBANG
α : Kesalahan tipe I
β : Kesalahan tipe II
n : Jumlah subjek / sampel
n1 : Jumlah subjek di kelompok kontrol n2 : Jumlah subjek di kelompok intervensi
S : Simpangan baku bilirubin pada kelompok intervensi X1 : Kadar bilirubin pada kelompok kontrol
X2 : Kadar bilirubin pada kelompok intervensi zα : Deviat baku normal untuk α
zβ : Deviat baku normal untuk β > : Lebih besar dari
ABSTRAK
Latar belakang: Hiperbilirubinemia merupakan salah satu dari banyak permasalahan pada bayi cukup bulan dan fototerapi merupakan terapi yang banyak digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin pada bayi. Fototerapi ganda dapat meningkatkan efektivitas fototerapi.
Tujuan: Untuk membandingkan efektivitas fototerapi tunggal dan fototerapi ganda dalam menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan spektrum iradiansi
Metode: Uji klinis terbuka, dilakukan di 2 RS, RS.H.Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai bulan Juni 2009 sampai Desember 2009., Sampel dibagi 2 grup secara acak sederhana. Satu grup dengan menggunakan fototerapi tunggal (n=30) dan drup yang ke 2 menggunakan fototerapi ganda (n=30). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah cukup bulan sesuai masa kehamilan yang secara klinis dijumpai ikterus atau kuning pada minggu pertama kehidupan. Serum bilirubin dan tingkat spektrum iradiansi diukur pada awal, 12 jam dan setelah 24 jam fototerapi.
Hasil: Rerata kadar bilirubin awal pada ke dua grup yang menggunakan fototerapi ganda dan tunggal saat dimulai fototerapi adalah 17 mg/ dL, tidak ada perbedaan yang signikan antara ke 2 grup. Setelah 12 jam fototerapi terjadi penurunan kadar bilirubin pada grup fototerapi tunggal 0.1 (SD 0.167) dan grup fototerapi ganda 6.5 (SD 0.62) mg/dL. Penurunan rerata kadar serum bilirubin berbeda signifikan antara ke 2 grup (P<0.05). Selama penelitian spektrum iradiansi secara signifikan lebih tinggi pada grup fototerapi ganda dibandingkan fototerapi tunggal (P<0.05).
Kesimpulan: Penelitian kami dapat bahwa fototerapi ganda lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia dengan peningkatan spectrum iradiansi.
ABSTRACT
Background: Hyperbilirubinemia is one of the most common problems in term newborns and the phototherapy is the most widespread treatment for lowering bilirubin concentration in neonates. The double phototherapy unit could increase effectiveness of phototherapy.
Objective: To compare the effectiveness of single phototherapy and double phototherapy in decreasing serum bilirubin and increasing spectral irradiance
Methods: An open, randomized controlled trial was conducted at both H. Adam Malik Hospital Medan and Pirngadi Hospital Medan since June to December 2009. Subject divided into 2 group, one group received single phototherapy (n=30) and the other received double phototherapy (n=30). The criteria for inclusion in the study were term newborns with neonatal jaundice presenting in the first week of life. Serum bilirubin level and average spectral irradiation level measured at baseline and after12 h, 24 h of phototherapy.
Results: The mean total bilirubin level of single and double phototherapy groups at the beginning of therapy were 17.7(SD1,45) and 17.5(SD1.34) mg/dL respectively, there was no significant difference between the values. After 12 hours of therapy the mean decrease in total serum bilirubin levels of single and double phototherapy group were 0.1 (SD 0.167) and 6.52 (SD 0.62) mg/dL respectively. The mean decreased in total serum bilirubin levels were significant differences between two groups (P<0.05). During the study period the sum of average spectral irradiance by double phototherapy was significantly higher than of the single phototherapy (P< 0.05).
Conclusion: Our study showed that double phototherapy is more effective than single phototherapy in reduction of bilirubin in jaundiced newborns.
ABSTRAK
Latar belakang: Hiperbilirubinemia merupakan salah satu dari banyak permasalahan pada bayi cukup bulan dan fototerapi merupakan terapi yang banyak digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin pada bayi. Fototerapi ganda dapat meningkatkan efektivitas fototerapi.
Tujuan: Untuk membandingkan efektivitas fototerapi tunggal dan fototerapi ganda dalam menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan spektrum iradiansi
Metode: Uji klinis terbuka, dilakukan di 2 RS, RS.H.Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai bulan Juni 2009 sampai Desember 2009., Sampel dibagi 2 grup secara acak sederhana. Satu grup dengan menggunakan fototerapi tunggal (n=30) dan drup yang ke 2 menggunakan fototerapi ganda (n=30). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah cukup bulan sesuai masa kehamilan yang secara klinis dijumpai ikterus atau kuning pada minggu pertama kehidupan. Serum bilirubin dan tingkat spektrum iradiansi diukur pada awal, 12 jam dan setelah 24 jam fototerapi.
Hasil: Rerata kadar bilirubin awal pada ke dua grup yang menggunakan fototerapi ganda dan tunggal saat dimulai fototerapi adalah 17 mg/ dL, tidak ada perbedaan yang signikan antara ke 2 grup. Setelah 12 jam fototerapi terjadi penurunan kadar bilirubin pada grup fototerapi tunggal 0.1 (SD 0.167) dan grup fototerapi ganda 6.5 (SD 0.62) mg/dL. Penurunan rerata kadar serum bilirubin berbeda signifikan antara ke 2 grup (P<0.05). Selama penelitian spektrum iradiansi secara signifikan lebih tinggi pada grup fototerapi ganda dibandingkan fototerapi tunggal (P<0.05).
Kesimpulan: Penelitian kami dapat bahwa fototerapi ganda lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia dengan peningkatan spectrum iradiansi.
ABSTRACT
Background: Hyperbilirubinemia is one of the most common problems in term newborns and the phototherapy is the most widespread treatment for lowering bilirubin concentration in neonates. The double phototherapy unit could increase effectiveness of phototherapy.
Objective: To compare the effectiveness of single phototherapy and double phototherapy in decreasing serum bilirubin and increasing spectral irradiance
Methods: An open, randomized controlled trial was conducted at both H. Adam Malik Hospital Medan and Pirngadi Hospital Medan since June to December 2009. Subject divided into 2 group, one group received single phototherapy (n=30) and the other received double phototherapy (n=30). The criteria for inclusion in the study were term newborns with neonatal jaundice presenting in the first week of life. Serum bilirubin level and average spectral irradiation level measured at baseline and after12 h, 24 h of phototherapy.
Results: The mean total bilirubin level of single and double phototherapy groups at the beginning of therapy were 17.7(SD1,45) and 17.5(SD1.34) mg/dL respectively, there was no significant difference between the values. After 12 hours of therapy the mean decrease in total serum bilirubin levels of single and double phototherapy group were 0.1 (SD 0.167) and 6.52 (SD 0.62) mg/dL respectively. The mean decreased in total serum bilirubin levels were significant differences between two groups (P<0.05). During the study period the sum of average spectral irradiance by double phototherapy was significantly higher than of the single phototherapy (P< 0.05).
Conclusion: Our study showed that double phototherapy is more effective than single phototherapy in reduction of bilirubin in jaundiced newborns.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar
deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan usia bayi atau lebih dari
persentil 90.1 Hiperbilirubinemia terbagi dua yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek.
Peningkatan bilirubin indirek (lebih dominan dibandingkan bilirubin direk) terjadi
akibat produksi bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati,
atau kelainan konjugasi bilirubin.2 Manifestasi klinis sering temukan dan tergantung
pada keadaan yang menyebabkannya, apakah yang meningkat bilirubin direk atau
indirek.3
Hiperbilirubinemia pada sebagian besar neonatus ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya (60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang
bulan).3,4 Bayi yang mendapat ASI lebih sering menderita hiperbilirubinemia
dibandingkan bayi yang mendapat susu formula, tetapi secara klinis hal ini masih
kontroversi.5 Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan
sebagian lagi mungkin bersifat patologis. Hiperbilirubinemia dianggap patologis
bila waktu pemunculannya, lamanya, atau kadar bilirubin serum yang ditentukan
berbeda secara bermakna dari ikterus fisiologis.6
Meskipun transfusi tukar sudah lama digunakan dan merupakan metode
yang cukup efektif dalam pengobatan hiperbilirubunemia. Kematian yang
berhubungan dengan terapi ini dilaporkan sekitar 0.3% sampai 1,2% pada bayi
yang disebabkan oleh transfusi tukar termasuk anemia, apnea, bradikardi,
hipotermi, sepsis dan trombositopenia, karena itu alangkah baiknya dilakukan
evaluasi terhadap terapi modalitas yang lain untuk terapi hiperbilirubinemia yang
sama efektifnya dengan transfusi tukar, tetapi mempunyai efek samping yang
ringan.5
Fototerapi merupakan modalitas terapi dengan menggunakan sinar biru
yang digunakan untuk pengobatan hiperbilirubinemia (unconjugated) atau ikterus
pada bayi baru lahir.7 Tujuan dari fototerapi adalah untuk mengendalikan kadar
bilirubin serum agar tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan ensefalopati
bilirubin atau kernikterus.3,4
Penelitian di Turki mendapatkan fototerapi ganda menghasilkan
penurunan bilirubin yang lebih cepat dan efektif daripada fototerapi tunggal, hal
ini disebabkan iradiansi spektrum yang lebih tinggi dan lebih besarnya luas
permukaan tubuh yang terpapar pada fototerapi ganda.8 Suatu penelitian uji
acak sederhana di Amerika menyatakan fototerapi ganda lebih efektif daripada
fototerapi tunggal pada bayi dengan berat lahir rendah, fototerapi ganda lebih
berguna untuk menurunkan kadar bilirubin serum yang meningkat cepat jika
dibandingkan dengan fototerapi tunggal.9 Penelitian yang dilakukan terhadap
171 bayi yang menderita hiperbilirubinemia nonhemolitik yang terbagi 2
kelompok dengan menggunakan fototerapi tunggal dan ganda di Singapura
dengan menggunakan fototerapi ganda didapati penurunan kadar serum bilirubin
dan durasi fototerapi yang cukup signifikan serta rawatan yang lebih singkat
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya insiden ikterus patologis sekitar 9,8% (tahun
2002) dan 15,66% (tahun 2003) sementara RSAB Harapan Kita Jakarta melakukan
tranfusi tukar 14 kali perbulan (tahun 2002). Rumah Sakit Bersalin Kuala Lumpur
dengan menggunakan tiga fototerapi (tahun 2004) serta di Belanda dengan fototerapi
ganda (tahun 2003) tidak ada lagi kasus yang memerlukan tindakan transfusi tukar.11
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan:
- Bagaimana perbandingan kecepatan penurunan kadar bilirubin pada
neonatus dengan hiperbilirubinemia indirek setelah mendapat
fototerapi ganda dan fototerapi tungal ?
- Bagaimana perbandingan intensitas sinar pada fototerapi ganda
dibanding fototerapi tunggal pada neonatus dengan hiperbilirubinemia ?
1.3. Hipotesis
- Terdapat perbedaan kecepatan penurunan kadar bilirubin antara
fototerapi ganda dibandingkan fototerapi tunggal pada neonatus
hiperbilirubinemia.
- Terdapat perbedaan intensitas sinar pada fototerapi ganda dibandingkan
1.4. Tujuan Penelitian
- Untuk membandingkan kecepatan penurunan kadar bilirubin pada
neonatus setelah mendapat fototerapi ganda dan fototerapi tunggal.
- Untuk membandingkan intensitas sinar pada fototerapi ganda dibanding
fototerapi tunggal.
1.5. Manfaat Penelitian
- Di bidang akademik/ilmiah:meningkatkan pengetahuan peneliti di
bidang perinatologi, khususnya dalam tatalaksana fototerapi.
- Di bidang pelayanan masyarakat:memberikan alternatif pengobatan yang
lebih murah dan efektif.
- Di bidang pengembangan peneliti:memberikan masukan terhadap bidang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin
darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak
efektif. Pembentukan bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang
menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin mengalami reduksi
dan menjadi bilirubin bebas. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak,
karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui
membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.3,9,10,12
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan
dibawa ke hati. Mekanisme pengambilan terjadi di dalam hati, sehingga bilirubin
terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam hati. Segera setelah
ada dalam sel hati terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan
glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat
terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil
transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini
dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal.
Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus
hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen
diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi
enterohepatik.3,10,12. 13
Pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit
lebih lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan, tetapi jangka
waktunya lebih lama yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi.
Puncaknya dicapai antara hari ke-4 dan ke-7, gambarannya bergantung pada
waktu yang diperlukan bayi kurang bulan untuk mencapai mekanisme matur
dalam metabolisme dan eksresi bilirubin.6
Salah satu hipotesis menyatakan warna kuning pada kulit merupakan
prediktor penilaian yang baik untuk menilai kerusakan otak dibandingkan
konsentrasi bilirubin. Penilaian warna kuning pada kulit ini , masih kontroversi.14
2.2. Pengaruh Sinar Fototerapi terhadap Bilirubin
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperkenalkan oleh Cremer, sejak
tahun 1958.2-6 Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan
mengalami reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi,
dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah
struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E
yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini
mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa
diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau
mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.Eliminasi melalui urin dan saluran
cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin.
Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang
cepat. Produk fotooksidasi ini lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan
pembentukan isomer konfigurasi (4Z,15E). Fototerapi juga menghasilkan
lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin
serum.Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin.4,5,9,10 (Gambar 2.1)
Penelitian di Turki mendapatkan 10,5% bayi cukup bulan dan 25,3% bayi
hampir cukup bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan memerlukan
terapi sinar.12 Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat
sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan
pada neonatus prematur (sesuai dengan American Academy of Pediatrics).15
Rekomendasi ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Rekomendasi “American Academy of Pediatrics” (AAP) untuk penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan cukup bulan 1,15
Tabel 2.2. Rekomendasi “American Academy of Pediatrcs” (AAP) untuk penanganan hiperbilirubinemi pada neonatus prematur (sehat dan sakit) 1,15
Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar
bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.12
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi,
semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin
serum. Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer
fototerapi.3,10,14 Penelitian di San Francisco dengan intensitas sinar 8-10
µW/cm2/nm untuk standar fototerapi sementara untuk intensif fototerapi
digunakan intensitas ≥ 30 µW/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar
bilirubin.16
Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menyerap bilirubin adalah
sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm (nanometer).3,15,16 AAP
menganjurkan jarak fototerapi dengan bayi yang akan dilakukan fototerapi adalah 10
cm, kecuali dengan menggunakan sumber sinar halogen. Luas permukaan terbesar
dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana
irradiansi paling tinggi.12,16,17
2.3. Penggunaan Fototerapi Ganda
Fototerapi tunggal merupakan terapi sinar dengan menggunakan satu alat
fototerapi sedangkan fototerapi ganda merupakan terapi sinar dengan
menggunakan dua alat fototerapi. Kadar bilirubin yang tinggi pada bayi harus
segera diturunkan, untuk mencegah terjadinya toksisitas. AAP
merekomendasikan fototerapi ganda dalam menurunkan kadar bilirubin yang
tinggi untuk mencapai efesiensi yang maksimal. Sinar biru lebih efektif dalam
dapat diabsorbsi secara maksimal oleh bilirubin.9 Intensitas sinar dapat
ditingkatkan dengan pemberian fototerapi ganda.15,18,19
Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain
spektrum sinar yang dihasilkan, besar irradiasi, luasnya permukaan tubuh yang
terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi
dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30 mg/dL) dengan
menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin akan mengalami penurunan
sekitar 10 mg/dL dapat terjadi dalam beberapa jam. 20,21 Penurunan kurang dari 0,5
sampai 1 mg/dL perjam dapat terjadi pada 4 sampai 8 jam pertama.22 Bayi
dengan usia gestasi 35 minggu yang kembali dirawat untuk dilakukan fototerapi,
dengan menggunakan fototerapi ganda dapat menurunkan 30% sampai 40%
dari kadar bilirubin awal dalam 24 jam setelah fototerapi pertama dilakukan.9
Penurunan yang lebih signifikan akan terjadi dalam 4 sampai 6 jam pertama.
Dengan standar fototerapi, penurunan kadar serum bilirubin 6% sampai 20%
dari kadar awal dapat terjadi dalam 24 jam pertama.22
Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan
permukaan tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan irradiansi adalah menggeser
sinar lebih dekat pada bayi.21,23 Penelitian uji acak sederhana di India dengan
menggunakan sinar biru jarak yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin
adalah jarak 10 cm. Penurunan kadar bilirubin dengan jarak ini terjadi sekitar
58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar
Penelitian di Saudi Arabia menyatakan fototerapi ganda lebih cepat
menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan menggunakan fototerapi
tunggal, selain mudah dilakukan dan lebih efektif.25 Suatu studi di Thailand
ternyata fototerapi ganda lebih efektif menurunkan kadar bilirubin dalam 24
jam pertama, dibandingkan dengan fototerapi tunggal.26 Beberapa efek samping
yang terjadi selama penyinaran perlu diperhatikan, antara lain:hipertermia,
dehidrasi, kelainan kulit dan iritabilitas. Efek samping ini hanya bersifat
sementara.12,17,19,26
Suatu uji klinis yang membandingkan pemberian fototerapi ganda dengan
tunggal ternyata didapati hasil, pemberian fototerapi ganda tidak signifikan
menurunkan angka kematian ataupun gangguan neurologis. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan kadar bilirubin di otak, baik pada bayi kurang bulan ataupun
cukup bulan.27 Fototerapi ganda lebih efektif daripada fototerapi tunggal. Neonatus
yang mendapat fototerapi ganda permukaan tubuh yang terpapar oleh sinar lebih
luas, dan kekuatan sinar yang dipancarkan lebih besar. Hal ini dapat menyebabkan
peningkatan produksi lumirubin.28,29
Pemberian cairan berlebih tidak terbukti dapat mempengaruhi konsentrasi
serum bilirubin. Bayi yang dirawat dengan kadar bilirubin yang tinggi juga
mengalami dehidrasi ringan dan mungkin membutuhkan tambahan asupan cairan
untuk memperbaiki keadaan dehidrasi. Cairan terbaik yang digunakan untuk ini
adalah susu formula karena dapat menghambat sirkulasi enterohepatik dan
menurunkan kadar serum bilirubin. Hasil dari fototerapi dapat menurunkan kadar
cairan tubuh dan urin output yang adekuat sehingga dapat membantu efikasi dari
fototerapi. Pemberian cairan secara intravena atau jenis cairan yang lain
(dextrose) pada bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan pada saat
fototerapi tidak begitu penting, kecuali jika terbukti dehidrasi.28
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Penelitian ini merupakan uji klinis acak secara terbuka untuk membandingkan
penurunan kadar bilirubin pada fototerapi ganda dengan fototerapi tunggal
dan untuk membandingkan intensitas sinar pada fototerapi ganda
dengan tunggal.
3.2. Tempat dan waktu
Penelitian ini dilakukan di Unit Perinatologi RS. H.Adam Malik Medan dan RS.
Pirngadi Medan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan di mulai
bulan Juni 2009 – Desember 2009.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah bayi cukup bulan yang mengalami hiperbilirubinemia
indirek. Populasi terjangkau adalah populasi target yang dirawat inap di Unit
Perinatologi RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan selama
bulan Juni 2009 sampai Desember 2009. Sampel adalah populasi terjangkau
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus data numerik untuk 2 proporsi yang
berbeda
dengan cara consecutive sampling n = sampel
Zα = nilai baku normal dari tabel z yang besarnya tergantung pada
nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 Zα = 1,96
Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada
Sd = simpangan baku bilirubin pada kelompok intervensi =18,8 7
X1 –X2 = perbedaan kadar bilirubin yang diinginkan = 15,7
2
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
- Bayi baru lahir usia > 24 jam tetapi < 28 hari
- Neonatus yang menderita hiperbilirubinemia indirek sesuai kriteria AAP
- Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan
- Mendapat izin orang tua secara tertulis
Kriteria eksklusi :
- Neonatus yang menderita hiperbilirubinemia direk
- Neonatus dengan kadar bilirubin indikasi dilakukan transfusi tukar
- Neonatus yang menderita penyakit hemolitik
- Neonatus menderita kelainan kongenital
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua sampel penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemberian fototerapi pada neonatus
dengan hiperbilirubinemia.
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian dari Fakultas Kedokteran
3.8. Cara Kerja
- Neonatus yang secara klinis terlihat ikterik dan sesuai dengan kriteria inklusi
dan eksklusi sesuai kriteria AAP, dilakukan pemeriksaan darah rutin, bilirubin
total, direk, indirek kultur darah, comb test yang diambil dari darah kapiler.
- Dilakukan randomisasi sederhana dengan menggunakan amplop tertutup dan
membagi sampel menjadi dua kelompok. Kelompok A adalah neonatus yang
mendapat fototerapi tunggal dengan jarak 40 cm dari neonatus. Fototerapi
yang digunakan adalah unit fototerapi standar merk Tessna berisikan 5 lampu
sinar biru merk Toshiba dengan panjang gelombang : 425 – 475 nm dengan
posisi paralel.
- Kelompok B adalah neonatus yang mendapat fototerapi ganda, dimana unit
fototerapi dan panjang gelombang sama dengan kel A, fototerapi diletakkan di
atas basinet dengan jarak 40 cm dan jarak lampu 10 cm di bawah basinet.
Neonatus diperiksa kadar bilirubin total, direk, indirek dan intensitas sinar
dilakukan setelah 12 jam dan 24 jam. Intensitas sinar diukur dengan
menggunakan radiometer merk Dale 40 dilakukan pada awal fototerapi, 12 jam
fototerapi dan 24 jam fototerapi.
- Neonatus pada kelompok A dan kelompok B diberi penambahan cairan 10%
sampai 20% dari total kebutuhan cairannya secara oral atau intravena.
Neonatus diberi penutup mata dan diperiksa temperatur, berat badan serta
tanda dehidrasi secara berkala. Fototerapi dihentikan bila kadar bilirubin
sudah mencapai kadar normal atau apabila ditemukan gejala efek samping
dari fototerapi seperti hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, letargi dan
Alur Penelitian
Fototerapi ganda dan tunggal nominal dikotomi
Variabel tergantung Skala
Kadar bilirubin numerik
3.10. Definisi Operasional
3.10.1. Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma
bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan
berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.1
3.10.2. Neonatus adalah bayi baru lahir sampai 28 hari.1
3.10.3. Fototerapi ganda adalah modalitas terapi sinar dengan menggunakan dua
alat fototerapi.18,19
3.10.4. Fototerapi tunggal adalah modalitas terapi sinar dengan menggunakan
satu alat fototerapi.18,19
3.10.5. Efektivitas adalah kecepatan fototerapi dan peningkatan intensitas
sinar.
3.10.6. Kelainan kongenital adalah kelainan yang ada sejak sebelum
kelahiran dan biasanya terlihat setelah lahir.30 Kelainan kongenital
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh kelainan kongenital
tanpa kecuali.
3.10.7. Penyakit hemolitik adalah kelainan yang menyebabkan terjadinya
pemisahan hemoglobin dari sel darah merah sehingga keluar dan
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan program komputer SPSS for Windows 15.0 dan
untuk melihat perbedaan kadar bilirubin dan intensitas sinar
sebelum fototerapi, 12 jam fototerapi dan 24 jam fototerapi digunakan
uji t berpasangan untuk masing - masing kelompok . Untuk data
nonparametrik digunakan uji Mann-Whitney. Dikatakan bermakna
apabila P< 0.05 dengan interval konfiden 95%.
BAB 4. HASIL
Dari kedua lokasi penelitian, diperoleh 66 neonatus yang menderita
hiperbilirubinemia. Terdapat 60 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi untuk ikut penelitian, 5 dieksklusikan karena menderita
hiperbilirubinemia direk dan 1 neonatus drop out dari penelitian karena sampel
darah mengalami kerusakan. Kemudian secara random sederhana dibagi
menjadi dua kelompok yaitu masing-masing terdiri dari 31 neonatus mendapat
fototerapi ganda dan 30 lainnya mendapat fototerapi tunggal.
66 neonatus dengan sinar dilakukan awal,12 jam dan 24 jam fototerapi
Mengikuti penelitian dan pemantauan penurunan kadar bilirubin & intensitas sinar dilakukan awal, 12 jam dan 24 jam fototerapi
Besar sampel pada kedua kelompok sama masing-masing 30 neonatus
mendapat fototerapi ganda dan 30 mendapat fototerapi tunggal dan data
karakteristik bayi seperti jenis kelamin, usia saat pertama sekali difototerapi,
kadar bilirubin awal sebelum fototerapi, kadar albumin serta hemoglobin terdapat
pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Fototerapi ganda (n= 30)
Fototerapi tunggal (n= 30) Jenis kelamin ( laki-laki/perempuan) 16/14 17/13 Usia saat difototerapi (hari) 5.0 (1.35) 4.9 (1.34) Berat badan (gram) 2673 (149.5) 2720 (180.8) Temperatur (ºc) 36.8 (0.30) 36.8 (0.27) Kadar bilirubin awal (mg/dL) 17.5 (1.34) 17.7 (1.45)
Albumin (g/dL) 2.6 (0.18) 2.7 (0.17)
Hemoglobin (g/dL) 14.0 (1.49) 14.0 (1.03) Nilai dalam mean (SD)
Tabel 4.1 memperlihatkan kadar bilirubin awal pada kelompok fototerapi
tunggal 17.7 mg/dL sedangkan pada fototerapi ganda 17.5 mg/dL. Kadar albumin
Tabel 4.2. Hubungan penurunan kadar bilirubin pada awal, 12 jam dan 24 jam fototerapi ganda dan fototerapi tunggal
Fototerapi ganda Mean (SD) IK 95% P
Bilirubin awal dengan 6.5 (0.62) 6.29; 6.75 0.001 bilirubin 12 jam (mg/dL)
Bilirubin awal dengan 10.0 (1.02) 9.67; 10.44 0.001 bilirubin 24 jam (mg/dL)
Fototerapi tunggal
Bilirubin awal dengan 0.1 (0.16) -0.00;0.12 0.059 bilirubin 12 jam (mg/dL)
Bilirubin awal dengan 4.0 (1.35) 3.54; 4.55 0.001 bilirubin 24 jam (mg/dL)
Pada Tabel 4.2 dengan menggunakan uji t - berpasangan memperlihatkan
hasil yaitu terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar
bilirubin awal dengan kadar bilirubin setelah 12 jam fototerapi pada kelompok
fototerapi ganda dengan rata-rata penurunan bilirubin 6.5 mg/dL (P = 0.001).
Sedangkan pada fototerapi tunggal tidak terdapat penurunan kadar bilirubin
pada kelompok fototerapi tunggal dengan rata-rata penurunan bilirubin 0.1
Tabel 4.3. Hubungan jenis fototerapi dengan penurunan kadar bilirubin pada masing-masing waktu pemeriksaan
Fototerapi ganda Fototerapi tunggal IK 95% P Mean (SD) Mean (SD)
Bilirubin awal 17.5 (1.34) 17.6 (1.45) - 5.82; 0.86 0.694
Bilirubin 12 jam 11.0 (1.39) 17.6 (1.44) 5.87; 7.34 0.001
Bilirubin 24 jam 7.4 (1.58) 13.8 (1.85) 7.45; 9.05 0.001
Pada tabel 4.4. Pada kelompok fototerapi tunggal kadar bilirubin 12 jam
fototerapi 17.6 mg/dL, sedangkan pada kelompok fototerapi ganda kadar bilirubin
12 jam adalah 11 mg/dL. Terdapat penurunan kadar bilirubin yang cukup
bermakna pada kelompok fototerapi ganda pada awal, 12 jam dan 24 jam
fototerapi dibandingkan fototerapi tunggal (P = 0.01).
Ga
mbar 4.2. Perbandingan intensitas awal dengan 12 jam dan 24 jam
P : 0.376
(P > 0.05) P : 0.936 (P > 0.05)
Pada gambar 4.2 menunjukkan hasil, tidak terdapat perbedaan yang bermakna
intensitas awal dengan 12 jam dan awal dengan 24 jam dimana dengan menggunakan
analisis uji Mann Whitney didapatkan nilai (P = 0.376).
P : 0.795 P : 1.000
(P>0,05) P
( >0,05)
Gambar 4.3. Perbandingan intensitas awal dengan 12 jam dan 24 jam
fototerapi pada kelompok fototerapi tunggal
Pada gambar 4.3 dengan menggunakan uji Mann Whitney didapatkan
hasil tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P = 0.795) intensitas sinar awal
Gambar 4.4. Perbandingan intensitas fototerapi tunggal dan ganda pada awal, 12 jam dan 24 jam fototerapi
Pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna
intensitas sinar menggunakan fototerapi ganda dengan fototerapi tunggal dengan nilai
(P< 0.05) di awal, 12 jam dan 24 jam fototerapi.
Pemantauan efek samping terhadap subyek penelitian, terdapat 5 subyek
(0.1%) yang mengalami hipertermi (T>37.5ºC) pada kelompok fototerapi ganda dan
terdapat 3 subyek (0.1%) yang mengalami hipertermi pada kelompok fototerapi
tunggal. Efek samping yang lain berupa diare dan dehidrasi tidak ditemukan sepanjang
BAB 5. PEMBAHASAN
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering dijumpai pada minggu pertama
kehidupan. Keadaan ini dapat merupakan kejadian sesaat yang dapat hilang.
Sebaliknya , hiperbilirubinemia dapat juga merupakan hal yang serius, bahkan
mengancam jiwa. Sebagian besar neonatus cukup bulan yang kembali ke rumah
sakit dalam minggu pertama kehidupan berhubungan dengan keadaan
hiperbilirubinemia.2 Penelitian uji klinis pemberian fototerapi tunggal dan ganda yang
dilakukan di Santiago, rata-rata usia neonatus mulai dilakukan fototerapi adalah usia 3
sampai 4 hari.31 Hal ini berkaitan dengan kadar puncak peningkatan bilirubin pada usia 3
sampai 4 hari.6
Fototerapi ganda dengan menggunakan sinar biru (panjang gelombang
430-490 nm) dengan intensitas ≥ 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radiometer, atau
diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung dibawah sumber sinar dan
kulit bayi yang terpajan lebih luas) sangat efektif menurunkan kadar bilirubin.2,3
Hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi lumirubin dan intensitas
sinar.32,33 Suatu penelitian uji klinis acak di Thailand mendapatkan fototerapi ganda
lebih aman dan efektif menurunkan kadar bilirubin dibandingkan fototerapi
tunggal. Fototerapi ganda merupakan model alternatif untuk fototerapi intensif
yang sangat efektif, ekonomis dan mudah di gunakan.34 Hasil yang sama
dijumpai pada penelitian yang dilakukan di Amerika dengan menggunakan
bilirubin dibandingkan fototerapi tunggal dan selama penelitian tidak dijumpai efek
samping.35
Penelitian di Brazil dengan membandingkan efektivitas fototerapi ganda
dengan total iradiansi 75.6 µW/cm2 /nm dan terapi farmakologi, didapati hasil
fototerapi ganda lebih unggul dan aman dalam menurunkan kadar bilirubin dengan
efek samping yang minimal.36 Sama halnya dengan penelitian di Saudi Arabia
fototerapi ganda dengan sinar biru lebih efektif daripada fototerapi tunggal dan
efek samping yang minimal.37 Pada penelitian ini dengan menggunakan lampu
sinar biru (merk Toshiba 20WT52), iradiansi sinar diatas permukaan tubuh neonatus
dengan jarak 40 cm diukur dengan radiometer (merk Dale) adalah 6.6 µW/cm2 /nm
sedangkan total iradiansi sinar diatas dan dibawah permukaan tubuh neonatus
dengan jarak 40 cm dan 10 cm adalah 29.2 µW/cm2 /nm. Penurunan kadar
bilirubin yang bermakna dijumpai pada awal, setelah 12 jam dan 24 jam fototerapi
pada kelompok fototerapi ganda dengan rata-rata penurunan bilirubin 6.5
mg/dL (P = 0.001) dibandingkan pada kelompok fototerapi tunggal 0.1 mg/dL (P =
0.059). Ternyata fototerapi ganda lebih efektif daripada fototerapi tunggal dalam
menurunkan kadar bilirubin pada neonatus.
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi,
semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin.
Jarak neonatus terdekat dengan sumber sinar 10 cm. Pada saat fototerapi
berlangsung mata dan genitalia neonatus di tutup dengan penutup mata untuk
menghindari kerusakan retina akibat dari paparan sinar dengan intensitas yang
yang maksimal dan paparan sinar yang luas, maka waktu yang diperlukan untuk
fototerapi lebih singkat.38
Jenis sinar yang terbaik dalam menurunkan kadar bilirubin indirek adalah
sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.Terdapat beberapa penelitian
uji klinis yang membuktikan bahwa sinar biru lebih baik dalam menurunkan kadar
bilirubin dibandingkan dengan jenis sinar lainnya.33,39 Alasan mengapa sinar biru
sangat baik dalam menurunkan kadar biliirubin adalah karena sinar biru memiliki
panjang gelombang yang lebih pendek dibandingkan dengan sinar tampak
(visible light) lainnya kecuali sinar ungu. Panjang gelombang berbanding terbalik
dengan energi sehingga semakin pendek panjang gelombang maka akan
menghasilkan energi yang lebih besar.23 Penelitian ini menggunakan sinar biru
dan intensitas sinar di ukur pada awal, 12 jam dan 24 jam fototerapi pada kedua
kelompok dijumpai adanya perbedaan yang bermakna (P = 0.00).
Bilirubin yang terikat dengan albumin merupakan bentuk dianion dimana
setiap 1 gram albumin dapat mengikat bilirubin sebanyak 8.3 mg kadar albumin
serum. Penelitian yang dilakukan di Jepang dengan pemberian albumin 20% 1 gr/kg
pada bayi dengan fototerapi intensive, ternyata tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna antara kelompok yang diberi albumin dan yang tidak diberi albumin.40
Sementara penelitian uji klinis di Iran pemberian infus albumin 20% sebanyak 1
g/kg sekaligus dilakukan transfusi tukar ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin
indirek secara bermakna dibandingkan dengan kelompok yang hanya dilakukan
Studi uji klinis yang dilakukan di Israel membandingkan 14 neonatus dengan
posisi yang berubah-ubah dan 16 neonatus dengan posisi terlentang dengan
menggunakan fototerapi tunggal, dilakukan pemeriksaan kadar serum bilirubin pada
awal fototerapi, 15 menit dan 30 menit saat fototerapi, ternyata tidak terdapat
perbedaan yang bermakna terhadap penurunan kadar bilirubin dengan posisi yang
berubah-ubah dan posisi terlentang.42 Sementara pada penelitian ini di kedua
kelompok untuk meningkatkan intensitas sinar fototerapi, posisi neonatus terlentang
dan ubah setiap 3 jam saat fototerapi.
Neonatus yang dirawat dengan kadar bilirubin yang tinggi juga mengalami
dehidrasi ringan dan mungkin membutuhkan tambahan asupan cairan untuk
memperbaiki keadaan dehidrasi.25 Peningkatan suhu tubuh, lingkungan,
insensible water loss, peningkatan laju respirasi dan peningkatan aliran darah ke
kulit dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori yang adekuat atau tidak adanya
penyesuaian terhadap suhu pada unit fototerapi, jarak fototerapi ke bayi dan
inkubator (berkaitan dengan kehilangan udara pada radiant warmer).Peningkatan
aliran darah ke perifer dapat meningkatkan kehilangan cairan dan dapat
mengubah keperluan pemakaian cairan melalui intravena.1,43 Perubahan pada
kulit seperti rash, kulit kehitaman, terbakar dapat disebabkan oleh pemaparan
yang berlebihan dari emisi gelombang sinar fluorescent.25 Suatu studi di Belanda
mendapatkan selama fototerapi intensive, peningkatan cairan sebanyak 20% dari
kebutuhan total cairan dapat mencegah terjadinya peningkatan suhu tubuh.44
Pemantauan terhadap suhu tubuh dan pemberian cairan dilakukan secara
10 sampai 20% dari kebutuhan total cairan. Jika neonatus mendapat ASI,
fototerapi dihentikan sementara waktu sampai neonatus selesai disusui oleh
ibunya.32,42 Selama penelitian semua efek seperti yang tersebut di atas tidak
dijumpai, tetapi efek samping berupa hipertermi (T>37.5ºC) kami dapati
sebanyak 3 (0.1%) neonatus pada fototerapi tunggal dan 5 (0.1%) neonatus pada
fototerapi ganda.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak mencantumkan data
karakteristik dari ibu yang mempunyai hubungan dengan kejadian
hiperbilirubinemia pada neonatus serta tidak dibedakan neonatus yang
BAB 5. PEMBAHASAN
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering dijumpai pada minggu pertama
kehidupan. Keadaan ini dapat merupakan kejadian sesaat yang dapat hilang.
Sebaliknya , hiperbilirubinemia dapat juga merupakan hal yang serius, bahkan
mengancam jiwa. Sebagian besar neonatus cukup bulan yang kembali ke rumah
sakit dalam minggu pertama kehidupan berhubungan dengan keadaan
hiperbilirubinemia.2 Penelitian uji klinis pemberian fototerapi tunggal dan ganda yang
dilakukan di Santiago, rata-rata usia neonatus mulai dilakukan fototerapi adalah usia 3
sampai 4 hari.31 Hal ini berkaitan dengan kadar puncak peningkatan bilirubin pada usia 3
sampai 4 hari.6
Fototerapi ganda dengan menggunakan sinar biru (panjang gelombang
430-490 nm) dengan intensitas ≥ 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radiometer, atau
diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung dibawah sumber sinar dan
kulit bayi yang terpajan lebih luas) sangat efektif menurunkan kadar bilirubin.2,3
Hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi lumirubin dan intensitas
sinar.32,33 Suatu penelitian uji klinis acak di Thailand mendapatkan fototerapi ganda
lebih aman dan efektif menurunkan kadar bilirubin dibandingkan fototerapi
tunggal. Fototerapi ganda merupakan model alternatif untuk fototerapi intensif
yang sangat efektif, ekonomis dan mudah di gunakan.34 Hasil yang sama
dijumpai pada penelitian yang dilakukan di Amerika dengan menggunakan
bilirubin dibandingkan fototerapi tunggal dan selama penelitian tidak dijumpai efek
samping.35
Penelitian di Brazil dengan membandingkan efektivitas fototerapi ganda
dengan total iradiansi 75.6 µW/cm2 /nm dan terapi farmakologi, didapati hasil
fototerapi ganda lebih unggul dan aman dalam menurunkan kadar bilirubin dengan
efek samping yang minimal.36 Sama halnya dengan penelitian di Saudi Arabia
fototerapi ganda dengan sinar biru lebih efektif daripada fototerapi tunggal dan
efek samping yang minimal.37 Pada penelitian ini dengan menggunakan lampu
sinar biru (merk Toshiba 20WT52), iradiansi sinar diatas permukaan tubuh neonatus
dengan jarak 40 cm diukur dengan radiometer (merk Dale) adalah 6.6 µW/cm2 /nm
sedangkan total iradiansi sinar diatas dan dibawah permukaan tubuh neonatus
dengan jarak 40 cm dan 10 cm adalah 29.2 µW/cm2 /nm. Penurunan kadar
bilirubin yang bermakna dijumpai pada awal, setelah 12 jam dan 24 jam fototerapi
pada kelompok fototerapi ganda dengan rata-rata penurunan bilirubin 6.5
mg/dL (P = 0.001) dibandingkan pada kelompok fototerapi tunggal 0.1 mg/dL (P =
0.059). Ternyata fototerapi ganda lebih efektif daripada fototerapi tunggal dalam
menurunkan kadar bilirubin pada neonatus.
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi,
semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin.
Jarak neonatus terdekat dengan sumber sinar 10 cm. Pada saat fototerapi
berlangsung mata dan genitalia neonatus di tutup dengan penutup mata untuk
menghindari kerusakan retina akibat dari paparan sinar dengan intensitas yang
yang maksimal dan paparan sinar yang luas, maka waktu yang diperlukan untuk
fototerapi lebih singkat.38
Jenis sinar yang terbaik dalam menurunkan kadar bilirubin indirek adalah
sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.Terdapat beberapa penelitian
uji klinis yang membuktikan bahwa sinar biru lebih baik dalam menurunkan kadar
bilirubin dibandingkan dengan jenis sinar lainnya.33,39 Alasan mengapa sinar biru
sangat baik dalam menurunkan kadar biliirubin adalah karena sinar biru memiliki
panjang gelombang yang lebih pendek dibandingkan dengan sinar tampak
(visible light) lainnya kecuali sinar ungu. Panjang gelombang berbanding terbalik
dengan energi sehingga semakin pendek panjang gelombang maka akan
menghasilkan energi yang lebih besar.23 Penelitian ini menggunakan sinar biru
dan intensitas sinar di ukur pada awal, 12 jam dan 24 jam fototerapi pada kedua
kelompok dijumpai adanya perbedaan yang bermakna (P = 0.00).
Bilirubin yang terikat dengan albumin merupakan bentuk dianion dimana
setiap 1 gram albumin dapat mengikat bilirubin sebanyak 8.3 mg kadar albumin
serum. Penelitian yang dilakukan di Jepang dengan pemberian albumin 20% 1 gr/kg
pada bayi dengan fototerapi intensive, ternyata tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna antara kelompok yang diberi albumin dan yang tidak diberi albumin.40
Sementara penelitian uji klinis di Iran pemberian infus albumin 20% sebanyak 1
g/kg sekaligus dilakukan transfusi tukar ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin
indirek secara bermakna dibandingkan dengan kelompok yang hanya dilakukan
Studi uji klinis yang dilakukan di Israel membandingkan 14 neonatus dengan
posisi yang berubah-ubah dan 16 neonatus dengan posisi terlentang dengan
menggunakan fototerapi tunggal, dilakukan pemeriksaan kadar serum bilirubin pada
awal fototerapi, 15 menit dan 30 menit saat fototerapi, ternyata tidak terdapat
perbedaan yang bermakna terhadap penurunan kadar bilirubin dengan posisi yang
berubah-ubah dan posisi terlentang.42 Sementara pada penelitian ini di kedua
kelompok untuk meningkatkan intensitas sinar fototerapi, posisi neonatus terlentang
dan ubah setiap 3 jam saat fototerapi.
Neonatus yang dirawat dengan kadar bilirubin yang tinggi juga mengalami
dehidrasi ringan dan mungkin membutuhkan tambahan asupan cairan untuk
memperbaiki keadaan dehidrasi.25 Peningkatan suhu tubuh, lingkungan,
insensible water loss, peningkatan laju respirasi dan peningkatan aliran darah ke
kulit dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori yang adekuat atau tidak adanya
penyesuaian terhadap suhu pada unit fototerapi, jarak fototerapi ke bayi dan
inkubator (berkaitan dengan kehilangan udara pada radiant warmer).Peningkatan
aliran darah ke perifer dapat meningkatkan kehilangan cairan dan dapat
mengubah keperluan pemakaian cairan melalui intravena.1,43 Perubahan pada
kulit seperti rash, kulit kehitaman, terbakar dapat disebabkan oleh pemaparan
yang berlebihan dari emisi gelombang sinar fluorescent.25 Suatu studi di Belanda
mendapatkan selama fototerapi intensive, peningkatan cairan sebanyak 20% dari
kebutuhan total cairan dapat mencegah terjadinya peningkatan suhu tubuh.44
Pemantauan terhadap suhu tubuh dan pemberian cairan dilakukan secara
10 sampai 20% dari kebutuhan total cairan. Jika neonatus mendapat ASI,
fototerapi dihentikan sementara waktu sampai neonatus selesai disusui oleh
ibunya.32,42 Selama penelitian semua efek seperti yang tersebut di atas tidak
dijumpai, tetapi efek samping berupa hipertermi (T>37.5ºC) kami dapati
sebanyak 3 (0.1%) neonatus pada fototerapi tunggal dan 5 (0.1%) neonatus pada
fototerapi ganda.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak mencantumkan data
karakteristik dari ibu yang mempunyai hubungan dengan kejadian
hiperbilirubinemia pada neonatus serta tidak dibedakan neonatus yang
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Fototerapi tunggal tidak efektif dalam menurunkan kadar bilirubin.
Fototerapi ganda lebih efektif menurunkan kadar bilirubin dengan intensitas sinar
yang tinggi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia.
6.2. Saran
Untuk pasien-pasien dengan hiperbilirubinemia indirek, dianjurkan untuk
menggunakan fototerapi ganda. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan
melakukan penelitian uji klinis acak tersamar ganda, dimana si peneliti tidak
memeriksa secara langsung intensitas sinar dan tidak mengetahui jenis
RINGKASAN
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu permasalahan pada neonatus yang
dijumpai pada minggu pertama kehidupan. Fototerapi merupakan modalitas terapi
dengan menggunakan sinar biru yang digunakan untuk pengobatan
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Tujuan dari fototerapi adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan ensefalopati bilirubin. Fototerapi ganda merupakan pilihan terapi
yang lebih efektif .
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penurunan kadar bilirubin
indirek dan intensitas sinar pada neonatus setelah mendapat fototerapi tunggal
dan ganda.
Uji klinis acak sederhana dilakukan di unit Perinatologi RS.H. Adam Malik
Medan dan RS. Dr. Pirngadi Medan yang dilakukan pada bulan Juni sampai
Desember 2009. Sampel penelitian adalah neonatus cukup bulan yang
mengalami hiperbilirubinemia indirek sesuai kriteria AAP dan sesuai dengan
kriteria inklusi. Sampel penelitian ditentukan secara randomisasi dengan
menggunakan amplop tertutup. Neonatus dimasukkan ke dalam satu kelompok
dari dua kelompok perlakuan yaitu kelompok fototerapi ganda dan kelompok
fototerapi tunggal.
Selama periode penelitian terdapat 63 neonatus, 3 neonatus dieksklusikan
karena menderita hiperbilirubinemia direk. Neonatus dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu 30 neonatus pada kelompok fototerapi ganda dan tunggal.
indirek dan intensitas sinar saat awal , setelah 12 jam dan 24 jam fototerapi serta
pemantauan efek samping. Hasil pada penelitian didapati perbedaan penurunan
kadar bilirubin yang bermakna pada kelompok fototerapi ganda dimana bilirubin
awal dengan kadar bilirubin setelah 12 jam fototerapi rata-rata penurunan bilirubin
6.52 mg/dL (P = 0.001) sedangkan pada fototerapi tunggal tidak terdapat penurunan
kadar bilirubin dengan rata-rata penurunan bilirubin 0.1 mg/dL (P = 0.059) serta
tidak terdapat perbedaan intensitas sinar pada awal,12 jam dan 24 jam
fototerapi pada fototerapi tunggal (P = 0.69)
Efek samping yang terjadi selama penelitian dijumpai 5 neonatus yang
mengalami hipertermi (T> 37.5ºC) pada kelompok fototerapi ganda dan 3
neonatus mengalami hipertermi (37.5ºC) pada kelompok fototerapi tunggal.
Dapat disimpulkan bahwa fototerapi ganda bermanfaat sebagai alternatif
terapi dalam pengobatan hiperbilirubinemia pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia indirek, namun harus tetap dilakukan pemantauan terhadap
SUMMARY
Hyperbilirubinemia is one of the problem encountered in the first week of life of
neonate. Phototherapy is a treatment modality using a blue light for
hyperbilirubinemia in newborns. The purpose of phototherapy is to control serum
bilirubin level so that it does not reach the level that can cause bilirubin
encephalopathy. Double phototherapy is an effective treatment option.
This study aimed to compare the light intensity and the rate of decrement
of the indirect bilirubin levels in neonates with single and double phototherapy.
An open randomized clinical trial was conducted in RS.H. Adam Malik
and the RS. Dr.Medan Pirngadi Perinatology unitsfromJune until December
2009.
The study samples were term infants with indirect hyperbilirubinemia
fulfilling AAP and inclusion criteria. The research sample was randomized.
Neonates were divided into two groups, namely the double phototherapy group
and single phototherapy group.
There were 63 neonates during the study period. 3 neonates with direct
hyperbilirubinemia were excluded. 60 neonates were divided into two groups: 30
neonates in double phototherapy group and 30 in single phototherapy group.
Total, direct and ndirect bilirubin level and light intensity were examined at the
beginning, at 12 hours and 24 hours of phototherapy. Any side effects were
monitored. We found a significant differences of the decreased hemoglobine
level in double phototherapy group. There was approximately 6.52 mg/dL
that treated with a single phototherapy, there was no decreased of bilirubin level,
the approximately decresed of bilirubin level was 0.1 mg/dL (P = 0.059). There
were no differences of light intensity at the first, 12 hours, and 24 hours duration
of phototherapy in single phototherapy groups (P = 0.69).
There were significant differences in decrement of bilirubin levels and
increment of light intensity in the double phototherapy group compare to single
phototherapy group. Five neonates had hyperthermia (T>37.5oC) in double
phototherapy group and 3 hyperthermia in single phototherapy group.
We can conclude that the double phototherapy is useful to prevent
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI. 2008.h.147-69
2. Martiza L. Ikterus. Dalam: Juffrie M, Oswari H, Arief S, Rosalina I,, penyunting. Buku ajar gastroenterologi- hepatologi. Jilid ke-I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. 2010.h. 263 – 84
3. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincot, Williams & Wilkins. 2004.h.185-219
4. Dennery AP, Seidman DM, Stevenson KD. Neonatal hyperbilirubinemia. N Engl J Med. 2001;8:581-90
5. Hammerman C,Kaplan M. Recent developments in the management of neonatal hyperbilirubinemia. NeoReviews.2000;1:19
6. Stoll BJ, Kliegman RM. Jaundice and hyperbilirubinemia in the newborn. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2006.h. 592-98
7. Madan A, Macmahon JR, Stevenson DK. Neonatal hiperbilirubinemia. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery’s disease of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saundersr. 2005.h.1226-53 8. Sarici SU, Alpay F, Unay B, Ozcan O, Gokcay E. Double versus single
phototherapy in term newborn with significant hyperbilirubinemia. J Trop Pediatrics. 2000;46:36-39
9. Holtrop PC, Ruedisueli K, Maisels MJ. Double versus single phototherapy in low birth weight newborns. Pediatrics. 2008;90:674-77
10. Tan KL. Efficacy of bilirectional fiber-optic phototherapy for neonatal hyperbilirubinemia. Pediatrics.1997;99:13
11. Erika R, Harianto A, Indarso F, Damanik M.S. Hiperbilirubinemia pada neonatus. Diunduh dari : www.pediatrik.com/pkb/20060220-js9. Diakses tgl 20 November 2008
12. Sarici SU, Serdar MA, Korkmaz A, Erdem G, Oran. Incidence, course and prediction of hyperbilirubinemia in near-term and term newborn. Pediatrics. 2004; 113:775-80
13. Kaplan M,Muraca M, Hammerman C, Rubaltelli FF, T Maria. Imbalance between production and conjugation of bilirubin: A fundamental concept in the mechanism of neonatal jaundice. 2002;13:110
14. Knudsen A, Brodersen R. Skin colour and bilirubin in neonates. Arch Dis Child. 1998;64:605-09
16. Maisels MJ, Donagh FA. Phototherapy for neonatal jaundice. N Engl J M. 2008;358:920-8
17. Bagchi A. Phototherapy. Dalam: MacDonald MG, Ramasethu, penyunting Procedures in neonatology. Edisi ke-3. Philadelphia. William Wilkins. 2002.h. 373-8
18. Eggert P, Stick C, Schroder H. On the distribution of irradiation intensity in phototherapy. Measurements of effective irradiance in an incubator. Eur J Pediatr. 1984;142:58–61
19. Dicken P, Grant LJ, Jonest S. An evaluation of the characteristics and performance of neonatal phototherapy equipment. Physiol Meas. 2000; 21: 493-503
20. Hansen TW. Acute management of extreme neonatal jaundice the potential benefits of intensified phototherapy and interruption of enterohepatic bilirubin circulation. Acta Paediatr. 1997;86:843–846
21. Newman TB, Liljestrand P, Escobar GJ. Infants with bilirubin levels of 30 mg/dL or more in a large managed care organization. Pediatrics.. 2003; 111 :1303–1311
22. Laura AS, Mary S, Cattherine LW. Fundamentals of phototherapy for neonatal jaundice. Diunduh dari URL:
http://www.emedicine.com/viewarticle/551363/2 Agustus 2007
23. Hobbie R, Roth B. Atoms and light. Diunduh dari URL :
http://www.springerlink.com
24. Sarin M, Dutta S, Narang A. Randomized controlled trial of compact fluorescent lamp versus standard phototherapy for the treatment of neonatal hyperbilirubinemia. Indian Pediatr. 2006;43:583-90
25. Garg A.K, Prasad R.S, Al- Hifzi I. A controlled trial of high-intensity double-surface phototherapy on fluid bed versus conventional phototherapy in neonatal joundice. Pediatrics. 1995;95:914-16
26. Boonyarittipong P, Kriangburapa W, Booranavanich K. Effectiveness of double- surface intensive phototherapy versus single-surface intensive phototherapy for neonatal hyperbilirubinemia.J Assoc Thai.2008;90(1):50-5
27. Morris BH, Oh W, Tyson JE, Stevenson DK, Phelps DL. Aggressive vs.conservative phototherapy for infants with extremely low birth weight. N Engl J Med. 2008;359:1885-96
28. Gomella TL, penyunting Hyperbilirubinemia indirect. Dalam: Neonatology: management, procedures, on-call problem, disease, and drugs. Edisi ke-5. New York: The McGraw-Hill companies, Inc; 2004.h.247-50
29. Al-Alaiyan S. Fiberoptic, convensional and combination phototherapy for treatment of non hemolytic hyperbilirubinemia in neonates. Ann Saud Med. 1996;16:633-6
30. Dorland. Kamus kedokteran Dorland. Edisi ke-26. Jakarta.EGC.1996.h.834
31. Silva I, Luco M, Tapia JL, Perez ME, Salinas JA, Flores J. Single vs. double phototherapy in the treatment of full-term newborns with non hemolytic hyperbilirubinemia. J Pediatr (Rio J). 2009;85(5):455-58
33. Canadian Paediatric Society. Guidelines for detection, management and prevention of hyperbilirubinemia in term and late preterm newborn infants (35 or more weeks’ gestation). Paediatr Child Health.2007;12:1-13
34. Nuntnarumit P, Naka C. Comparison of the effectiveness between the adapted double phototherapy versus conventional-single phototherapy. J Med Assoc Thai. 2002;85:1159-66
35. Kang JH, Shankaran S. Double phototherapy with high irradiance compared with single phototherapy in neonates with hyperbilirubinemia. Am J Perinat.1995;12: 178-80
36. Facchini FP, Bianchi MO, Silva BA. Intensive phototherapy treatment for severe haemolytic disease of the newborn. J Pediatr (Rio J).2000;76:387-90
37. Garg AK, Ward OC. Double surface phototherapy on a fluid bed. Ann Trop Paediatr. 1994;14:81-4
38. Hart G, Cameron R. The importance of irradiance and area in neonatal phototherapy. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2005;90:437-40
39. Tan KL, Lim GC, Boey KW. Efficiency of “high- intensity” blue light and “standard”i daylight phototherapy for non-haemolytic hyperbilirubinemia. Acta Paed
40. Hosono S, Ohno T, Kimoto H, Nagoshi R, Shimizu M, Nozawa M. Effects of albumin infusion therapy on total and unbound bilirubin values in term infants with intensive phototherapy. Pediatrics International. 2001;43:8-11
41. Shahian M, Moslehi MA. Effect of albumin administration prior to exchange transfusion in term neonates with hyperbilirubinemia a randomized controlled trial. Published Online. 2009; 47: 231-2
42. Shinwell ES, Sciaky Y, Karplus M. Effect of position changing on bilirubin levels during phototherapy. Journal of Perinatol. 2002;22:226-9
43. Bader D, Kugelman A, Blum DE, Riskin A, Tirosh E. Effect of phototherapy on cardiorespiratory activity during sleep in neonates with physiologic jaundice. IMAJ. 2005;8:12-16