• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria di Kalangan Prajurit Wilayah Medan Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria di Kalangan Prajurit Wilayah Medan Tahun 2007"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA

DI KALANGAN PRAJURIT

WILAYAH MEDAN TAHUN 2007

TESIS

OLEH :

RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK

NIM : 057012023/AKK

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007

Ricardo Suganda Simanjuntak

ABSTRACT

Family Planning program is a part of the national development program intended to improve the walfare of mothers of children. The population of Indonesia that has reached about 220 million keeps increasing day by day. The government keeps trying to minimize the population growth and targets 2.1 children per women. Beside women, man is also special target of family planning program. The percentage of man joining the family planning program is veri small, only 1.7% out of the total productive married couples. The involvement of soldiers stationed in Medan in many family planning program (vasectomy) is still very low (0.42%). Therefore, in purpose of this explanatory study is to find out the level of adoption of man family planning innovation. The population for this study is all married soldiers in Medan and 96 of item were selected as the samples or respondents for this study.

The result of data analysis through multiple/doubled regression method shows that the variables of level of knowledge (p = 0.026), condition of physical health (p = 0.042), influence of wife (p = 0.005) have a significant influence on the level of adoption of man family planning innovation (p < 0.05), while the variables of number of children owned (p = 0.359), length of first marriage (p = 0.371), and nature of innovation (p = 0.703) do not have any significant influence on the level adoption of man family planning innovation.

It can be concluded from the result of this study that the level of adoption of man family planning innovation is influence by level education, conditional of psysical health, influence of wife while number of children owned length of marriage and nature of innovation do not have any influence on level of adoption of man family planning innovation. Thus, is suggested that the use of family planning devices for man be continuously socialized and the number of information facilities be increased.

(3)

TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007

Ricardo Suganda Simanjuntak

ABSTRAK

Program Keluarga Berencana (KB), merupakan bagian program pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai sekitar 220 juta orang, makin hari makin terus meningkat. Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan menargetkan 2,1 anak per wanita. Selain wanita sebagai sasaran program KB, pria juga menjadi target khusus program KB. Angka kesetaraan pria dalam ber KB sangat kecil hanya sekitar 1,7% dari total PUS. Pemakaian KB pria di kalangan prajurit juga masih sangat rendah, kesetaraan prajurit di wilayah Medan dalam ber KB (vasektomi) hanya sebesar 0,42%. Untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi KB pria, dilakukan penelitian dengan studi explanatory research. Populasi penelitian seluruh prajurit yang ada di wilayah Medan yang sudah berkeluarga. Dari populasi diambil sebanyak 96 responden sebagai objek penelitian.

Analisa data dengan menggunakan metode regresi berganda diketahui bahwa variabel tingkat pengetahuan (p = 0,026), variabel kondisi kesehatan fisik (p = 0,042), variabel pengaruh istri (p = 0,005) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria (p < 0,05). Sedangkan variabel jumlah anak (p = 0,359), variabel lama pernikahan pertama (p = 371), variabel sifat inovasi (p = 0,703) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, kondisi kesehatan fisik, pengaruh istri sedangkan jumlah anak, lama menikah dan sifat inovasi tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan agar dilakukan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi pria secara berkesinambungan dan memperbanyak sarana informasi.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala

limpahan berkat dan kasih karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan

baik. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk

mencapai derajat S2 pada Program Studi Adminitrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari, begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan

yang diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis dari memulai penulisan tesis ini

sehingga dapat diselesaikan.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih, semoga sukses

dan bahagia selalu dalam lindunganNya kepada : Bapak Prof. dr. Sutomo Kasiman,

Sp.PD, Sp.JP dan Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku pembimbing yang telah

memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan sejak mulai hingga selesai tesis ini.

Disamping itu, penulis mengucapkan terim kasih yang sebesar–besarnya kepada :

1. Bapak Prof. dr. Chaeruddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, M.Sc, selaku Direktur Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi

Adminitrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara.

5 Mayjen TNI J. Suryo Prabowo, Pangdam I/BB, Bapak Kolonel Ckm dr.

(5)

Sri Endartini, MARS, Karumkit TK. II Putri Hijau Kesdam I/BB yang

telah memberikan ijin dan kesempatan mengikuti pendidikan.

7. Rekan – rekan penulis di Peminatan Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Angkatan 2005, atas dukungan yang diberikan selama

pendidikan.

8. Staf Administrasi Program AKK Sekolah Pasca Sarjana USU (Pak

Rosihan, Bang Saiful, Bang Husni dan Ibu Iin), yang membantu penulis

mengurus penyelesaian administrasi perkuliahan hingga penyelesaian tesis

ini.

Tesis ini saya persembahkan secara khusus dengan ucapan terima kasih yang

tulus dan rasa syukur kepada Ibunda tersayang T br Hutabarat (Ompu Rebecca) yang

telah memberikan perhatian dan doa yang tiada putus – putusnya bagi penulis, semoga

Ibunda sehat selalu dan panjang umur. Demikian juga Abanganda Drs. Bernath Djoko

Manahan Simanjuntak, Ak, Kakanda Asnah Romida br Simanjuntak yang telah

memberikan dukungan pembiayaan selama mengikuti pendidikan, terima kasih atas

kebaikan hati abang dan kakak, semoga Allah Bapa memberikan rezeki yang berlimpah.

Kakak dan adik – adikku Imping Mariasi br Simanjuntak, Nelly Junike br Simanjuntak,

Hetty Selasih br Simanjuntak, Lela Farida br Simanjuntak dan Evida Delima br

Simanjuntak, terima kasih atas semua dukungannya.

Ucapan terima kasih khusus juga saya persembahkan kepada Bapak Ir. Poltak

Simanjuntak, Bapak Saut Simanjuntak, SH (Kajari Sidikalang), Bapak dr. Saut

Simanjuntak, Sp.OG beserta seluruh keluarga atas bantuan dan dukungan yang penulis

(6)

rekan – rekan penulis dalam berdiskusi dan beristeraksi selama kuliah, Ibu Sri

Ridhayanti, SKM, M.Kes, Bapak dr. Henri Manik, M.Kes, Ibu Iing Yuli Astuti, Ibu

Fauziah dan Ibu Siti Chairiah Harahap, terima kasih yaa... bagi rekanku yang sudah

bergelar M.Kes karena duluan lulus saya ucapkan selamat dan bagi rekan yang belum

sempat lulus berusahalah untuk menyusul.

Akhirnya ucapan terimakasih kusampaikan kepada Tuhanku Yesus Kristus karena

kemurahan dan BerkatMu yang begitu mulia, sehingga saya dapat menyelesaikan semua

ini, bukan karena kekuatan dan kepintaranku ya Bapa, tetapi atas kuasa dan berkatMu lah

semua ini bisa terjadi. Amin.

Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna, oleh karenanya saran untuk

perbaikan sangat diperlukan. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi

akademik dan Kodam I/BB.

Rasa cinta yang dalam dan dengan kasih sayang yang tulus, saya persembahkan semuanya ini kepada istriku tercinta Donna br Hutabarat, SE dan ketiga anaku tersayang yang merupakan sumber motivasi dan inspirasiku : David Alexander Fernandito Simanjuntak, Albert Krisdemonanto Simanjuntak dan Gabriela Victoria br Simanjuntak, terima kasih ya ma.. atas dukungan dan pengorbananmu, semoga keluarga kita semakin berbahagia dengan selesainya sekolah ini.

Medan, Desember 2007

Penulis

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ricardo Suganda Simanjuntak

Pangkat/NRP : Mayor Ckm/34001

Tempat/tanggal lahir : Sirpang Opat, 25 Desember 1966

Agama : Kristen Protestan

Istri : Donna br Hutabarat, SE

Anak : 1. David Alexander Simanjuntak

2. Albert Krisdemonanto Simanjuntak

3. Gabriela Victoria Simanjuntak

Alamat : Jl. Gaperta G – 14 Medan. Telp. 8458870

Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan Umum

1971 – 1977 : SD Negeri 1 Hutabarat Tarutung Tapanuli Utara

1977 – 1981` : SMP Negeri 2 Tarutung Tapanuli Utara

1981 – 1984 : SMA Negeri 1 Tarutung Tapanuli Utara

1984 – 1987 : D.III Kimia Analis Universitas Sumatera Utara Medan

1998 – 2000 : STIA LAN – RI Jakarta

2005 – 2007 : Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.

2. Pendidikan Militer

1990 : Sepamilwa ABRI Gelombang Ke 2 di Magelang

1993 : Kursus Analisa Makanan dan Minuman Depkes di Jakarta.

1995 : Sekolah Peralihan Perwira Kesehatan di Jakarta

(8)

1997 : Kursus Perwira Intelijen TNI – AD di Bogor

2000 : Sekolah Perwira Lanjutan (Suslapa) di Jakarta.

Riwayat Pekerjaan

1990 – 1991 : Tugas Operasi Seroja Rotasi Kesehatan di Timor Timur

1991 – 1994 : Paur Siap Prod Labiomed Ditkesad

1994 – 1997 : Kaur Ang Bagud Ditkesad

1997 – 2000 : Kaur Pam Labiomed

2001 : Wadan Denkesyah Sibolga

2001 – 2003 : Kesubdep Gilut Rumkit Tk. II Putri Hijau Kesdam I/BB

2003 – 2005 : PLH Dandenkeslap Kesdam I/BB

2005 – Sekarang : Kasub Instal patologi Rumkit Tk. II Putri Hijau Kesdam

(9)
(10)

2.12.3.1. Fungsi Alat/Organ Bagian Luar ……....………...…….. 30

(11)

4.1.2.1 Fungsi Utama ………...…………... 52

4.1.2.2. Fungsi Organik Militer ………....…………..….. 54

4.1.2.3. Fungsi Organik Pembinaan ………....………..…… 55

4.1.3. Struktur Organisasi Kodam I/BB ………....………..…… 56

4.1.4. Identitas Responden ... 57

4.2. Karakteristik Responden ………....…………..… 58

4.2.1. Tingkat Pengetahuan Responden ………....………..…… 59

4.2.2. Jumlah Anak ………...………..….. 60

4.2.3. Tingkat Kesehatan Fisik ………...………..…… 62

4.2.4. Lama Menikah ………...…………..….. 63

4.3. Pengaruh Istri ………...…...………..…… 65

4.4. Sifat Inovasi ………...…….…...…..….. 67

4.5. Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria …………...…………...……..…… 69

4.6. Uji Statistik ………...……... 74

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. ………...…... 78

5.2. Pengaruh Jumlah Anak terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria ...… 79

5.3. Pengaruh Tingkat Kesehatan Fisik terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. ………...……..… 81

5.4. Pengaruh Lama Menikah terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria...… 82

5.5. Pengaruh Istri terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria.…………...… 84

5.6. Pengaruh Sifat Inovasi terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria…...… 85

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ………...…….……… 88

6.2. Saran ………...….……. 89

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Validity and Realibility Statistics …………...…………...……. 42

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Tingkat Pengetahuan ………..……... 45

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Jumlah Anak ...…………...….…… 46

Tabel 3.4. Aspek Pengukuran Tingkat Kesehatan Fisik ……….……... 46

Tabel 3.5. Aspek Pengukuran Lama Menikah ……….…….. 47

Tabel 3.6. Aspek Pengukuran Pengaruh Istri ………..…….. 47

Tabel 3.7. Aspek Pengukuran Sifat Inovasi ………..….….... 48

Tabel 3.8. Aspek Pengkuran Tingkat Adopsi Inovasi ………..……. 48

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kepangkatan ………...….. 57

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……...…… 57

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Suku (Etnik) ... 58

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Jenis Alat Kontrasepsi Pria …...………..…... 59

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Manfaat Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria ………..…..…. 59

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Tempat Memperoleh Alat Kontrasepsi Pria …………..……...…… 60

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan ... 60

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Menikah dan Memiliki Anak ………...…….….. 61

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak Sekarang …....…. 61

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak yang Diinginkan ………...……….……. 62

Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Gangguan Hubungan Suami Istri ………....………....… 62

Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan Istri Dan Kesediaan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria …....….…….. 63

(13)

Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Keinginan Kelahiran Anak

Pada Tahun Pertama Pernikahan …...………... 64 Tabel 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Istri yang Menggunakan

Alat Kontrasepsi Wanita …………...……… 65 Tabel 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Istri Tentang Ada

Alat Kontrasepsi untuk Pria ………...……….. 66 Tabel 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Anjuran Istri untuk

Menggunakan Alat Kontrasepsi untuk Pria ………...……… 66 Tabel 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Kontrasepsi

Pria Hal yang Sulit Dilakukan …...……… 67 Tabel 4.19. Distribusi Responden Berdasarkan Alat Kontrasepsi Pria Lebih

Sederhana Dibanding Alat Kontrasepsi Wanita ………...……….. 68 Tabel 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan Informasi Alat

Kontrasepsi Pria ………...……….. 68 Tabel 4.21. Distribusi Responden Berdasarkan Kemauan Menggunakan

Alat Kontrasepsi Pria ……...……….. 69 Tabel 4.22. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah dan Tidak Pernah

Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria ………...………... 69 Tabel 4.23. Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Menyebutkan

Alat Kontrasepsi Pria yang Digunakan …...……….….. 70 Tabel 4.24. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Penggunaan Alat

Kontrasepsi Pria yang Digunakan …...……….….. 71 Tabel 4.25. Distribusi Responden Berdasarkan Alat Kontrasepsi yang

Cocok Digunakan ……....………. 72 Tabel 4.26. Distribusi Responden Berdasarkan Kemantapan Menggunakan

Alat Kontrasepsi Pria …....………...… 73 Tabel 4.27. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan untuk Meneruskan

Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria …...………. 73 Tabel 4.28. Hasil Uji Regresi dari Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan,

Kondisi Kesehatan Fisik dan Pengaruh Istri) terhadap Variabel

(14)

Tabel 4.29. Hasil Uji Determinasi terhadap Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan, Jumlah Anak, Lama Menikah, Pengaruh Istri,

Tingkat Kesehatan Fisik dan Sifat Inovasi) …………....………….. 76 Tabel 4.30. Uji Kelinieran Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan, Jumlah

Anak, Lama Menikah, Pengaruh Istri, Tingkat Kesehatan Fisik dan Sifat Inovasi) terhadap Variabel Terikat (Tingkat Adopsi

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi menurut

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Output Hasil Uji Statistik Univariat dan Multivariat

(Regresi Berganda) ... 93 Lampiran 2 Kuiesioner Penelitian ... 111

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2004 dikatakan bahwa salah satu tujuan

Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan adalah pembangunan keluarga sejahtera

termasuk meningkatkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Pembangunan

keluarga sejahtera diarahkan kepada terwujudnya nilai-nilai luhur budaya bangsa guna

meningkatkan kesejahteraan keluarga dan membina ketahanan keluarga agar mampu

mendukung kegiatan pembangunan. Usaha mewujudkan tujuan tersebut, salah satunya

adalah melalui Keluarga Berencana (KB).

Program keluarga berencana merupakan bagian program pembangunan nasional

di Indonesia yang sudah dimulai sejak awal pembangunan lima tahun (1969) yang

bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam mewujudkan keluarga bahagia

dan sejahtera dengan cara pengaturan kelahiran dan juga pengendalian laju pertumbuhan

penduduk sehingga tidak melampaui kemampuan produksi hasil pertanian.

Pada saat ini, menurut data di BKKBN, jumlah penduduk Indonesia telah

mencapai sekitar 220 juta orang. Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48 % per tahun dan

tingkat kelahiran (TFR) sebesar 2,6. Jumlah penduduk Indonesia makin hari makin terus

meningkat, padahal pemerintah terus berupaya untuk menargetkan idealnya 2,1 anak per

wanita. Meski begitu, masih ada saja dari keluarga Indonesia yang senang mempunyai

anak banyak.

Banyak hal yang harus dilakukan dalam menekan jumlah penduduk, sekaligus

(18)

220 juta jiwa pada tahun 2005 atau menempati urutan nomor 4 terbesar di dunia, ternyata

berdasarkan penilaian UNDP (2006) kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui

indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) Indonesia mempunyai

peringkat yang memprihatinkan yaitu 108 dari 177 negara. Hal ini berarti masih

rendahnya kualitas penduduk dilihat dari segi pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan.

Apabila tidak di imbangi dengan upaya pengendalian kuantitas maka akan sulit

pemerintah meningkatkan kualitas penduduk.

Salah satu upaya pemerintah untuk menekan laju pertambahan jumlah penduduk

adalah melalui program keluarga berencana, sebab jika tidak meningkatkan peserta

keluarga berencana, jumlah penduduk Indonesia akan mengalami ledakan yang luar

biasa. Untuk itu perlu ditumbuh kembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya

Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera yang dilandasi oleh rasa tanggung jawab,

kesukarelaan, nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya dan bangsa.

Dari laporan jumlah kesertaan ber KB pertahun (BKKBN, 2005) disimpulkan

bahwa apabila angka kesertaan ber KB tetap sama sebesar 60,3 %, maka jumlah

penduduk Indonesia tahun 2015 menjadi sekitar 255,5 juta. Jika kesertaan ber KB turun

0,5 % per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 meningkat menjadi

264,4 juta jiwa. Ini berarti jumlah penduduk semakin padat. Namun apabila bisa

dinaikkan persentase kesertaan jumlah ber KB per tahun jadi 1 %, maka diprediksi

jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sekitar 237,8 juta jiwa.

Pembangunan di bidang kesehatan dan keluarga berencana yang telah

diselenggarakan secara nasional telah mencapai hasil yang menggembirakan. Program

(19)

pengetahuan dan sikap positif disertai dengan wujud praktek kehidupan di bidang

kesehatan dan Keluarga Berencana (KB) pemakaian kontrasepsi secara luas di

masyarakat (Gemari, 2006).

Menurut laporan BKKBN (2000), pencapaian target peserta baru dari tahun 1993

s/d 1997 masih berfluktuasi. Pencapaian target peserta KB baru menurut propinsi pada

tahun 1996, menunjukkan bahwa masih ada 12 propinsi yang pencapaiannya di bawah

100 % yaitu propinsi DI Aceh, Sumut, Riau, Jateng, DI Yogjakarta, Bali, Kalimantan

Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Irian

Jaya. Untuk cakupan peserta KB aktif terhadap target menurut propinsi pada tahun 1997

masih terdapat propinsi yang belum mencapai target 100 % yaitu propinsi DI Aceh,

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,

DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Timur.

Upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dan mensukseskan program

pemerintah dalam melaksanakan KB, salah satu sasarannya adalah pria. Menurut

Sumarjati (2005) kesetaraan pria dalam ber KB masih rendah, secara nasional angka

kesetaraan pria dalam ber KB sangat sedikit hanya 1,7 % dari total Pasangan Usia Subur

(PUS), sangat jauh dibandingkan dengan peran serta perempuan sebesar 98 %. Sebuah

studi yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan (2001) menunjukkan

rendahnya tingkat kesetaraan pria dalam ber KB disebabkan terbatasnya pilihan KB dan

hanya satu dari tiga pria yang setuju dengan Metode Operasi Pria (MOP-Vasektomi),

sedangkan 41 % pria mengatakan bahwa kondom tidak disukai karena mengurangi

(20)

Hasil penelitian lain yang disarikan dalam buku UNFPA-BKKBN (2001)

menunjukkan tiga dari empat istri atau lebih dari 70 % tidak mendukung suami ber KB.

Laporan BKKBN (2005) juga menunjukkan bahwa secara nasional KB pria kurang

diminati. Para pria memberikan alasan secara psikologis mengikuti program KB dinilai

sebagai tindakan aneh dan asing. Ada juga yang beranggapan KB pria adalah hal yang

lucu karena pria tidak akan pernah hamil, selain itu pilihan alat kontrasepsi pria terbatas

karena alat kontrasepsi yang tersedia kebanyakan untuk perempuan. Kurangnya

partisipasi pria ber KB juga dipicu oleh banyak sebab antara lain rumor medis, agama,

budaya dan biaya. Namun dari keseluruhan alasan tersebut yang paling utama adalah

minimnya kampanye dan sosialisasi.

Namun laporan ini belum cukup mewakili wajah KB pria sesungguhnya di

Indonesia. Di beberapa daerah niat pria untuk mengikuti program KB tak terbendung

lagi. Untuk daerah DKI Jakarta kesadaran kaum pria untuk menjadi akseptor KB dalam

dua tahun terakhir ini menujukkan peningkatan cukup besar, dari sebelumnya 2,62 %

menjadi 4 %. Menurut Hajar (2005), pada tahun 2003 pria yang mengikuti program

vasektomi yang dilaksanakan oleh Pemda Jakarta Selatan diikuti oleh 37 orang, dan pada

tahun 2004 jumlah pria yang mengikuti program vasektomi bertambah menjadi 45 orang.

Dari berbagai hasil penelitian dan laporan tersebut dapat diperoleh suatu

gambaran kurangnya peran pria dalam mengikuti program KB pria sangat berhubungan

dengan daya adopsi inovasi terhadap program KB pria tersebut. Menurut Akhmad dkk

(2005), pada tararan normatif, indikator keberhasilan suatu program dalam mengemban

misi pencapaian tujuan program adalah dengan memanfaatkan inovasi tepat guna dan

(21)

nasional. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila semua stake holder mampu mengadopsi

inovasi tersebut dari hulu sampai hilir. Program KB pria yang memiliki stake holder

antara lain pria itu sendiri, istri, keluarga, petugas kesehatan maupun instansi terkait

lainnya harus mampu bersinergi untuk mewujudkan keberhasilan program.

Salah satu faktor yang mempengaruhi upaya mensukseskan program KB pria

adalah sifat dan metodenya. Inovasi yang akan di adopsi dalam KB pria harus

mempunyai banyak kesesuaian (daya adopsi) terhadap kondisi fisik, psikis, sosial,

ekonomi dan budaya. Menurut Mundy (2000), kecepatan adopsi suatu inovasi tergantung

pada beberapa hal, yaitu sifat inovasi, sifat adopter dan perilaku pengantar perubahan.

Rancangan terbaik di dunia pun tidak akan berhasil kalau petugasnya tidak mampu untuk

menjadikannya berhasil. Seringkali kompetensi dan motivasi petugas menjadi faktor

pembatas efektivitas suatu program dan yang paling sering terjadi masalah adalah

kurangnya motivasi (Bunch, 2001). Masalah kompetensi dan motivasi petugas kesehatan

sangat berhubungan dengan kondisi keberhasilan KB pria. seperti yang disarikan dalam

buku UNFPA-BKKBN (2001) menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pria pernah

mendengar dan mengetahui istilah kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan rendahnya

tingkat promosi, penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan.

Selain hal tersebut laporan juga menunjukkan informasi yang diterima oleh para pria

pada saat konseling untuk KB pria oleh provider umumnya sangat rendah.

Sejauh ini diketahui bahwa pengelola KB di lapangan lebih memperhatikan

kuantitas pencapaian ketimbang kualitas pelayanan. Akibatnya pelayanan yang diberikan

tidak sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP). Sebagai bukti, hasil penelitian

(22)

vasektomi, sebanyak 16,8 % mengatakan adanya gangguan kesehatan. Dari jumlah itu

39,1 % mengatakan timbul rasa nyeri, sedangkan yang mengatakan abses 13 %.

Ketidakpuasan keserta KB pria akibat kualitas pelayanan yang diterima menimbulkan

rumor baru di masyarakat yang menyatakan bahwa operasi steril pria menyebabkan

tenaga berkurang 40 % dibandingkan sebelum operasi.

Tentara Nasional Indonesia yang merupakan salah satu alat pemerintah dalam

melaksanakan pembangunan nasional, juga turut berperan aktif dalam mensukseskan

program KB. Dalam pelayanan kesehatan sejak awal Operasi Bhakti TNI Manunggal

KB-Kesehatan (TMKK) telah mendapat perhatian besar tanpa mengabaikan kuantitas.

Laporan pelaksanaan Operasi Bhakti Manunggal KB Kesehatan yang masuk sampai

dengan akhir Desember 2006 menunjukkan bahwa di wilayah Kodam I/BB hasil

pencapaian peserta KB baru berjumlah 39.341 dengan perincian : Intra Uterine Devices

(IUD) : 4598, Metode Operasi Pria (MOP) : 167, Metode Operasi Wanita (MOW) : 224 :

Implant (IMP) : 5569 : Suntikan : 2288, Pil : 7624 dan Kondom : 1971. Dari laporan

tersebut terlihat bahwa partisipasi pria dalam mengikuti program KB di kalangan TNI

masih sangat rendah dengan jumlah hanya 167 (0,42 %), masih sangat kecil dibanding

angka nasional yaitu 1,3 %. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan peran

serta pria di kalangan TNI antara lain dengan melakukan pelatihan Vasektomi Tanpa

Pisau (VTP) bagi anggota TNI yang berkualifikasi medis maupun non medis. Tahun

2004 telah dididik 15 tim yang terdiri dari : Kodam Jaya, Kodam III/SLW, Kodam

IV/DIP dan Kodam V/BRW. Tahun 2005 telah dididik juga 15 tim terdiri dari : Kodam

Jaya, Kodam IM, Kodam I/BB, Kodam II/SWJ dan Kodam III/SLW.

(23)

1.2. Permasalahan.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka muncul permasalahan yaitu

Sejauh mana karakteristik individu antara lain : tingkat pendidikan, jumlah anak, tingkat

kesehatan fisik, persepsi, lama menikah, pengaruh isteri dan sifat inovasi mempengaruhi

tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit TNI-AD.

1.3. Tujuan Penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu antara

lain : tingkat pendidikan, jumlah anak, tingkat kesehatan fisik, persepsi, lama menikah,

pengaruh isteri dan sifat inovasi terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan

prajurit TNI-AD.

1.4. Hipotesis.

1. Ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap tingkat adopsi inovasi KB

pria di kalangan prajurit TNI-AD.

2. Ada pengaruh jumlah anak terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di

kalangan prajurit TNI-AD.

3. Ada pengaruh kondisi kesehatan fisik terhadap tingkat adopsi inovasi

KB pria di kalangan prajurit TNI-AD.

4. Ada pengaruh lama menikah terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di

kalangan prajurit TNI-AD.

5. Ada pengaruh pengaruh istri terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di

(24)

6. Ada pengaruh sifat inovasi terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di

kalangan prajurit TNI-AD.

1.5. Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini secara teoritis dan praktis diharapkan bermanfaat sebagai

bahan masukan dan evaluasi kepada semua pihak terkait untuk menetapkan kebijakan

upaya peningkatan kesadaran prajurit menggunakan alat kontrasepsi pria di lingkungan

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Inovasi.

Menurut Drucker (1996), inovasi adalah tindakan yang memberikan sumberdaya

kekuatan, kemampuan baru untuk menciptakan kesejahteraan, sedangkan menurut Rogers

(1983) inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.

Salah satu bekal yang berguna bagi usaha memasyarakatkan ide-ide baru itu

adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana ide-ide itu tersebar ke dalam

suatu sistem sosial dan mempengaruhinya. Masyarakat yang sedang membangun

berkepentingan dengan inovasi, dengan penemuan-penemuan baru baik itu berupa

gagasan, tindakan atau barang-barang baru. Inovasi merupakan pangkal terjadinya

perubahan sosial, yang merupakan inti dari pembangunan masyarakat (Drucker, 1985).

Upaya memperkenalkan ide baru KB pria ke masyarakat akan menjadikan

perubahan-perubahan pada sistem sosial, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat secara

keseluruhan, baik bagi yang menerima maupun yang menolak ide tersebut, yang

menerima barangkali akan lebih sejahtera kehidupannya sedangkan yang menolak

barangkali akan menimbulkan masalah-masalah baru dalam kehidupannya (Gema, 2006).

2.2. Difusi dan Perubahan Sosial.

Menurut Hanafi (1987), difusi adalah tipe khusus komunikasi. Difusi merupakan

proses di mana inovasi tersebar ke anggota suatu sistem sosial. Pengkajian difusi adalah

telaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi

telah meliputi terhadap semua bentuk pesan. Dalam kasus difusi, karena pesan-pesan

(26)

perbedaan tingkah laku dalam kasus penerimaan inovasi jika dibandingkan dengan

penerimaan pesan biasa. Dalam difusi biasanya memusatkan perhatian pada terjadinya

perubahan tingkah laku (overt behavior) yaitu menerima atau menolak ide-ide baru

daripada hanya sekadar perubahan dalam pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap

sebagai langkah perantara dalam proses pengambilan keputusan oleh seseorang yang

akhirnya membawa perubahan pada tingkah laku.

Unsur-unsur difusi yaitu : inovasi, komunikasi, jangka waktu dan sistem sosial.

2.2.1. Inovasi.

Inovasi tidak akan menjadi soal sejauh dihubungkan dengan tingkah laku

manusia, apakah ide itu betul-betul baru atau tidak jika diukur dengan selang waktu sejak

digunakannya atau ditemukan pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif,

menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh

seseorang maka itu adalah inovasi (bagi orang itu). Baru dalam ide inovatif tidak berarti

harus baru sama sekali. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui oleh seseorang tetapi

ia belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadapnya, apakah ia menolak

atau menerima (Hanafi, 1987).

Menurut Drucker (1985), setiap ide/gagasan baru pernah menjadi inovasi. Setiap

inovasi pasti berubah seiring berlalunya waktu. Komputer, alat kontrasepsi KB, micro

teaching dan lain-lain, barangkali dianggap sebagai inovasi di beberapa negara tetapi di

Amerika Serikat (USA) mungkin telah berlalu atau telah usang. Semua inovasi pasti

punya komponen ide, tetapi banyak inovasi yang tidak punya wujud fisik misalnya

ideologi. Adapun inovasi yang mempunyai komponen ide dan komponen obyek (fisik)

(27)

ide tidak dapat diadopsi secara fisik, pengadopsiannya hanya berupa keputusan simbolis.

Sebaliknya inovasi yang mempunyai komponen ide dan komponen obyek,

pengadopsiannya diikuti dengan keputusan tindakan (tingkah laku nyata).

2.2.2. Saluran Komunikasi.

Komunikasi adalah proses di mana pesan-pesan dioperkan kepada penerima,

dengan kata lain komunikasi adalah pemindahan ide-ide dari sumber dengan harapan

mengubah tingkah laku penerima. Saluran komunikasi adalah alat di mana pesan-pesan

sampai kepada penerima (Hanafi, 1987).

Sumber difusi harus memilih antara media massa atau interpersonal berdasarkan

tahap di mana penerima berada dalam proses pengambilan keputusan inovasi, apakah

dalam tahap pengenalan ataukah dalam tahap persuasi.

2.2.3. Jangka Waktu.

Waktu merupakan pertimbangan yang penting dalam proses difusi. Dimensi

waktu ada/tampak dalam :

1. Proses pengambilan keputusan inovasi.

2. Keinovatifan seseorang relatif lebih awal atau lambatnya seseorang dalam

menerima inovasi.

3. Kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

Pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental sejak seseorang mulai

mengenal suatu inovasi sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya

(28)

Cara lain untuk mengukur dimensi waktu dalam difusi inovasi adalah tempo

kecepatan adopsi, yaitu kecepatan adopsi biasanya diukur dengan berapa lama jangka

waktu yang diperlukan oleh sekian persen anggota masyarakat untuk mengadopsi inovasi

(Hanafi, 1987).

Ukuran keinovatifan dalam penggolongan anggota sistem sosial ke dalam

kategori adopter adalah berdasarkan jangka waktu relatif yang diperlukan dalam proses

pengadopsian inovasi. Menurut Rogers (1983), penggolongan anggota sistem sosial

berdasarkan ke inovatifannya terdiri dari : inovator, adopter pemula, mayoritas awal,

mayoritas akhir dan paling lambat (laggard).

2.2.4. Anggota Sistem Sosial.

Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit yang berbeda

secara fungsional dan terikat dalam kerja sama untuk memecahkan masalah dalam rangka

mencapai tujuan bersama. Anggota atau unit-unit sistem sosial itu bisa berupa per

orangan (individu), kelompok informal, organisasi modern atau subsistem.

Di antara anggota sistem sosial, ada yang memegang peranan penting dalam

proses difusi, yakni mereka yang disebut pemuka pendapat dan agen pembaru. Pemuka

pendapat adalah seseorang yang relatif sering dapat mempengaruhi sikap dan tingkah

laku orang lain untuk bertindak dalam cara tertentu secara informal. Para pemuka

pendapat ini mempunyai pengaruh terhadap proses penyebaran inovasi, mereka bisa

mempercepat diterimanya inovasi oleh anggota masyarakat tetapi dapat juga

menghambat tersebarnya suatu inovasi ke dalam sistem.

Agen pembaru adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam

(29)

pembaruan yakni instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan

masyarakat dengan jalan menyebarkan ide baru. Seorang agen pembaru adalah petugas

yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial dalam rangka

melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh instansi atau lembaga di mana mereka

bekerja.

Dalam usaha menyebarkan inovasi agen pembaru seringkali bekerja sama dengan

pemuka pendapat di dalam sistem sosial. Pemuka pendapat sering menjadi pembantu

yang bekerja sama bagi agen pembaru.

2.3. Proses Keputusan Inovasi.

Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh

seseorang. Jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, dia mulai menggunakan ide baru,

praktek baru atau barang baru itu dan menghentikan penggunaan ide-ide yang digantikan

oleh inovasi itu. Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahui

adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolak dan

kemudian mengukuhkannya. Keputusan inovasi merupakan suatu tipe pengambilan

keputusan yang khas, keputusan ini mempunyai ciri-ciri tersendiri yang tidak

dikemukakan dalam situasi pembuatan keputusan lainnya.

Tipe keputusan inovasi (Hanafi, 1987) :

1. Keputusan otoritas yaitu keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh

individu yang berada dalam posisi atasan.

2. Keputusan individual yaitu keputusan di mana individu yang bersangkutan

mengambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual ada dua macam

(30)

a. Keputusan opsional yakni keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas

dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.

b. Keputusan kolektif yaitu keputusan yang dibuat oleh individu yang ada

dalam sistem sosial melalui konsensus.

3. Keputusan kontigen yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi setelah ada

keputusan inovasi yang mendahuluinya.

Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak

inovasi. Menurut Rogers (1983), perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hanafi (1987)

mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru)

dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap

subjek mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

4. Trial, di mana subyek mulai mencoba melakukan suatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

(31)

2.4. Pengetahuan.

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

proses panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan

indera peraba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif (Notoatmojo, 1993).

1. Tahu (know).

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

2. Memahami (comprehension).

Memahami diartikan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

obyek yang dilakukan dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Seseorang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap yang

dipelajari.

3. Aplikasi (aplication).

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

(32)

sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya

dalam konteks situasi lain.

4. Analisa (analysis).

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih

ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Evaluasi (evaluation).

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau obyek, penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.5. Sikap (attitude).

Menurut Notoatmojo (1993), Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Menurut Newcomb,

menyatakan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

merupakan pelaksana motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap stimulus

(33)

2.5.1. Komponen Pokok Sikap.

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (1993), sikap itu mempunyai tiga

komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek,

kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek dan kecenderungan untuk

bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh (total attitude).

2.5.2. Berbagai Tingkatan Sikap.

1. Menerima (receving).

Menerima diartikan bahwa subyek (orang) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (obyek). Misalnya sikap seseorang terhadap gizi dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian orang tersebut trhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (responding).

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah indikasi dari suatu sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan

itu benar atau salah, berarti bahwa orang tersebut menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing).

Mengajak seseorang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu

lain untuk pergi menimbang anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang

gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positip

terhadap gizi anak.

(34)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

adalah merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang ibu mau menjadi

akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau pihak keluarga.

2.6. Tindakan (practice).

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang meemungkinkan antara lain adalah fasilitas.

Tingkat-tingkat tindakan dalam praktek yaitu :

1. Persepsi (perception).

Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat

memilih makan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2. Respon terpimpin (guided response).

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh

adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat

memasak sayuran dengan benar, mulai cara mencuci dan memotongnya, lamanya

memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

3. Mekanisme (mechanism).

Apabila telah dapat melakukan dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu

merupakan kebiasaan, maka mencapai praktek tingkat tiga.

(35)

Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik,

artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

2.7. Paradigma Proses Keputusan Inovasi.

Model paradigma proses keputusan pada gambar diatas terdiri dari 4 tahap yaitu (

Hanafi, 1987) :

1. Tahap pertama yaitu pengenalan, di mana seseorang mengetahui adanya inovasi

dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu berfungsi.

Pada tahap ini jarang sekali seseorang membuka diri terhadap pesan-pesan inovasi

jika merasa belum membutuhkan inovasi tersebut. Jika pesan-pesan inovasi

disodorkan, pengaruh penyodoran itu akan sangat kecil jika inovasi belum selaras

dengan kebutuhan dan tidak selaras dengan sikap dan kepercayaan (selective

perception). Selective perception ini bertindak sebagai kunci jendela hati terhadap

pesan-pesan inovasi karena ide-ide tersebut masih baru.

2. Tahap kedua yaitu persuasi, di mana seseorang membentuk sikap berkenan atau

tidak berkenan terhadap inovasi.

Pada tahap ini seseorang lebih terlihat secara psikologis dengan inovasi.

Seseorang akan dengan giat mencari keterangan mengenai ide baru tersebut.

Kepribadiannya begitu pula norma-norma dalam sistem sosialnya mempengaruhi

di mana dia harus mencari informasi, pesan apa saja yang tidak di terima dan

bagaimana menafsir keterangan yang diperoleh. Selective perception penting

(36)

inovasi di bentuk. Ciri-ciri inovasi yang tampak misalnya keuntungan,

kompabilitas dan kerumitan atau kesederhanaannya sangat penting pada tahap ini.

3. Tahap ketiga yaitu tahap keputusan, di mana sesorang terlibat dalam kegiatan

yang membawanya pada pemilihan untuk menolak atau menerima inovasi.

Pada tahap ini keputusan memegang peranan penting apakan menerima atau

menolak inovasi. Keputusan ini meliputi petimbangan lebih lanjut apakah inovasi

dicoba atau tidak. Percobaan dalam skala kecil sering kali menjadi bagian dari

keputusan untuk menerima dan yang paling penting adalah sebagai jalan

mengurangi resiko.

4. Tahap keempat yaitu konfirmasi, di mana seseorang mencari penguat bagi

keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pada tahap ini mungkin terjadi perubahan

keputusan jika diperoleh informasi yang bertentangan dengan inovasi. Tahap

konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan untuk menerima atau menolak

inovasi selama jangka waktu yang tidak terbatas.

2.8. Proses Difusi.

Difusi adalah proses di mana inovasi tersebar ke dalam sistem sosial. Saluran

komunikasi memegang peranan penting dalam proses difusi, karena melalui saluran

itulah ide-ide baru menular dari sumber kepada anggota sistem sosial lainnya (West, dkk,

1990).

Pada intinya proses difusi adalah proses menerima atau menolak inovasi. Adanya

ide baru biasanya dikenal dan diketahui melalui media massa atau dari pembicaraan

antar individu maupun dalam kelompok sosial. Menurut West MA, dkk (1990), dalam

(37)

media massa lebih banyak digunakan dalam tahap pengenalan inovasi, sedangkan saluran

komunikasi interpersonal pada tahap persuasi.

Saluran media massa memiliki ciri yang sangat efektif dalam menciptakan

pengetahuan dan relatif dapat menjangkau sasaran yang luas dalam waktu singkat. Hal ini

memungkinkan media massa berperan lebih penting pada tahap pengenalan inovasi ke

masyarakat. Sedangkan saluran interpersonal, karena kontak-kontak antara sumber dan

penerima lebih banyak bersifat pribadi, akibat yang timbul banyak berupa pembentukan

dan perubahan sikap sehingga saluran interpersonal memainkan peranan penting pada

tahap persuasi.

2.9. Penelitian Inovasi Kontrasepsi Pria.

Kepuasan terhadap metode kontrasepsi wanita saat ini sangat menyedihkan

(Gema, 2006). Survey yang dilakukan oleh Rosenfeld (1993), mengenai kepuasan

menunjukkan tingkat kepuasan wanita kurang dari 60 % untuk setiap metode kontrasepsi

wanita kecuali Metode Operasi Wanita (MOW), rata-rata wanita telah mencoba 3 atau 4

kontrasepsi yang berbeda. Metode kontrasepsi harus efektif, aman dan reversibel dalam

jangka waktu yang lama. Menurut Gema (2006), beberapa kontrasepsi tidak cukup efektif

untuk pemakaian jangka panjang, sebagai contoh : kondom memiliki tingkat kegagalan

sebesar 13 %, spons, kapsul, diafragma dan spermisida memiliki tingkat kegagalan yang

lebih besar. Metode kontrasepsi lainnya yang mempunyai efektifitas hingga 99 %, seperti

pil, MOW dan IUD memberikan efek signifikan terhadap kesehatan wanita. Hampir

semua wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi akibat adanya gangguan hormonal

dan mengalami efek samping yang tidak diharapkan, seperti : mual, sakit kepala,

(38)

menstruasi. IUD aman dan efektif tetapi terdapat stigma yang diasosiasikan dengan kasus

Dalkon Shied.

Survey pada 450 wanita Skotlandia menyatakan “kontrasepsi hormonal pria akan

menjadi gagasan yang baik” (Martin, 2000). Suatu penelitian pada pasangan-pasangan di

Australia menunjukkan perilaku positif wanita terhadap pil pria berpotensi membuat

pasangannya untuk mencoba (Weston, 2000). Pendapat bahwa pria tidak akan memilih

alat kontrasepsi atau menjalani prosedur-prosedur medis bertentangan dengan fakta yang

tersedia. Pria siap menjalani prosedur medis untuk vasektomi. Penelitian juga

menunjukkan mengenai pemilihan kontrasepsi memperlihatkan antusiasme pria pada

kontrasepsi hormonal.

Pengalaman para peneliti membuktikan bahwa pria akan berusaha untuk

mendapatkan akses menuju kontrasepsi baru. Peneliti kadang kebanjiran para

sukarelawan yaitu para pria yang menginginkan informasi lebih banyak. Kesimpulan dari

suatu penelitian mengenai metode hormonal yang dilakukan WHO menunjukkan 85 %

dari sukarelawan memilih untuk melanjutkan daripada kembali kepada kontrasepsi yang

mereka gunakan sebelumnya (Ringhem, 1995).

Penelitian Heinemann (2005), memperlihatkan bahwa ketika dihadapkan pada

kontrasepsi yang aman dan terpercaya, pria tidak akan menolak walaupun menggunakan

obat atau prosedur medis. Seperti pada kontrasepsi wanita, metode kontrasepsi yang

berbeda-beda pada kontrasepsi pria akan diterima oleh kebudayaan yang berbeda-beda

pula namun demikian mustahil satu jenis kontrasepsi pria akan diterima oleh pria di

(39)

2.10. Sejarah Keluarga Berencana.

Sesungguhnya keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut

catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir kuno, Yunani kuno, Tiongkok kuno

dan India, hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada

waktu itu cara-cara yang dikaji masih kuno dan primitif. Juga pada zaman Nabi-Nabi dan

pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran, namun

dengan cara-cara sederhana (Mochtar, 1998).

Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu

bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan antara persetubuhan suami dan

isteri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali, kehamilan disangka disebabkan oleh

sesuatu yang masuk atau termakan oleh wanita atau disebabkan pengaruh matahari dan

bulan atau hal-hal lainnya (Mochtar, 1998).

Maka dengan sendirinya cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah

dengan jalan berdoa dan memakai jimat anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya

wanita itu jangan hamil dan anaknya tidak bersusun paku.

Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmiah

tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan semen (air

mani) dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak. Ada pula yang memakai

alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim, umpamanya dengan

memasukkan rumput, daun-daunan atau sepotong kain perca ke dalam vagina

(Prawiroharjo, 1997).

Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip

(40)

kelahiran. Menurut ahli sejarah Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dan filsuf Arab zaman

Persia telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kelahiran (Prawiroharjo, 1997).

Di Indonesia, sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya

untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama mereka kenal ramuan dari

daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat Hindu Bali sejak

dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan

supaya pasangan suami isteri mengatur kelahiran anaknya hanya sampai empat (Mochtar,

1998).

Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada

waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai

membantu masyarakat, namun dengan sesedikit mungkin publisitas, dengan obat yang

ada tentang keluarga berencana (BKKBN, 2004).

Pada tanggal 23 Desember 1957 mereka mendirikan wadah dengan nama

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah pelopor pergerakan keluarga

berencana dan sampai sekarang masih aktif membantu program keluarga berencana

nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN).

Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang

bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN

antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijaksanaan, pengawas

pelaksanaan dan evaluasi.

Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk

(41)

kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi,

kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan

mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat,

komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung

jawab pria dalam praktek KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk

penjarangan kehamilan. (BKKBN, 2006).

2.11. Amanat Internasional.

Sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan

(International Confrency Populations Development/ICDP) di Kairo tahun 1994, program

KB nasional mengalami perubahan paradigma dari nuansa demografis ke nuansa

kesehatan reproduksi yang didalamnya terkandung pengertian bahwa Keluarga

Berencana (KB) adalah suatu program yang dimaksud untuk membantu pasangan

mencapai tujuan reproduksinya. Amanat internasional ini tertuang dalam Program Aksi

tentang Hak-Hak Reproduksi dan Kesehatan Reproduksi pragraf 7.2. yang menyatakan

bahwa hak-hak reproduksi adalah bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) yang bersifat

universal yang meliputi hak perorangan dan suami istri untuk menentukan secara bebas

dan bertanggung jawab tanpa adanya unsur diskriminasi, paksaan dan kekerasan dalam

menentukan jumlah, jarak dan waktu melahirkan, mendapatkan derajat kesehatan

reproduksi dan kesehatan seksual yang terbaik bagi dirinya dan atau pasangannya,

memperoleh informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk mewujudkan hak-hak

tersebut, yang tidak bertentangan dengan agama, norma budaya dan adat istiadat, hukum

(42)

Secara khusus ICDP pragraf 7.8 menyatakan bahwa perlu dikembangkan program

yang inovatif untuk informasi, konseling dan pelayanan kesehatan yang dapat diakses

oleh remaja dan pria dewasa. Program-program tersebut seharusnya dapat mendidik dan

menyadarkan para laki-laki untuk lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas

keluarga berencana, tugas-tugas rumah tangga, pengasuhan anak dan juga lebih

bertanggung jawab dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS).

Dalam BKKBN (2006), dikatakan bahwa amanat internasional ini telah

diimplementasikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

yang tertuang dalam Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004 – 2009

yang menetapkan keberhasilan program KB Nasional dalam pemerintahannya yang

dibebankan kepada BKKBN yaitu :

1. Laju pertumbuhan penduduk 1,14 % per tahun.

2. Total Fertility Rate (TFR) 2,2.

3. Peserta aktif KB pria 4,5 %.

4. Unmed Need 6 %.

5. Usia kawin pertama perempuan 21 tahun.

Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi didasarkan bahwa :

1. Pria adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria

dan wanita berbagi tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai

kepuasan kehidupan seksual dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta

(43)

2. Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya,

sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksi akan membentuk ikatan

yang lebih kuat di antara mereka dan keturunannya.

3. Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peranan yang

penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan dipakainya atau digunakan

istrinya, serta dukungan kepada pasangannya terhadap kehidupan reproduksinya

seperti saat melahirkan.

2.12. Sistem dan Alat Reproduksi Pria.

Alat/organ reproduksi pria terdiri dari dua bagian yaitu : bagian luar dan bagian

dalam (Manuaba, 1998).

2.12.1. Bagian luar meliputi :

1. Zakar (penis) adalah suatu alat yang bebentuk silindris yang dalam keadaan tidak

tegang/normal panjangnya 6 – 8 cm, dimana didalamnya terdapat saluran kencing.

2. Kantong zakar (scrotum) adalah kantong yang terdiri dari jaringan ikat jarang,

terletak dibelakang zakar, diantara kedua paha dan berisi dua buah testis (buah

zakar).

2.12.2. Bagian dalam meliputi :

1. Buah zakar atau testis berjumlah dua buah, yang terletak dalam scrotum,

berbentuk bulat telur/avoid yang merupakan kelenjar seks utama pria.

2. Epididimis, merupakan saluran berkelok-kelok seperti spiral yang terletak

disamping belakang testis. Epididimis dihubungkan dengan testis oleh

(44)

3. Saluran mani (vas deverens), ada dua buah (kiri dan kanan), berasal dari testis,

masuk kedalam tali mani.

4. Saluran kantung air mani, adalah kelenjar tubuler, terletak di sebelah kanan dan

kiri di belakang leher kandung kencing. Saluran dari vesica seminalis (saluran

kantong air mani) bergabung dengan ductus defferens untuk membentuk saluran

enjakulator.

5. Kelenjar prostat (glandula prostate), terletak di bawah kandung kencing dan

mengelilingi saluran kencing. Kelenjar ini terdiri dari kelenjar majemuk,

saluran-saluran dan otot polos. Bentuknya seperti buah kenari, beratnya kurang lebih 20

gram. Pada orang tua biasanya kelenjar ini membesar dan hal ini akan

membendung saluran kencing sehingga menyebabkan gangguan waktu kencing.

6. Kelenjar cowperi adalah kelenjar yang menghasilkan cairan mukus, bening dan

bersifat basa.

2.12.3. Fungsi alat/organ reproduksi pria.

Fungsi alat/organ reproduksi pria terdiri dari dua bagian yaitu :

2.12.3.1. Fungsi alat/organ bagian luar adalah sebagai berikut :

1. Penis berfungsi sebagai penyalur sperma melalui proses senggama.

2. Testis berfungsi untuk memproduksi hormon testosteron dan bersama kelenjar

adrenal dalam pembentuka sperma. Testosteron mempengaruhi metabolisme

dalam tubuh, seperti produksi sel dalam darah, pembentukan masa tulang dan

(45)

2.12.3.2. Fungsi alat/organ bagian dalam sebagai berikut :

1. Buah zakar mempunyai dua fungsi yaitu :

a. Memproduksi spermatozoa (sel mani) yang merupakan sel repoduksi pria.

b. Memproduksi hormon androgenik, khususnya testosteron yang dialirkan

ke dalam darah. Hormon ini memberi sifat kejantanan (sifat seks

sekunder) kepada pria dewasa, misalnya suara yang besar, pertumbuhan

rambut pada dada, ketiak dan kemaluan.

2. Epididimis berfungsi :

a. Sebagai saluran penghubung antara testis dengan vas deferens.

b. Sebagai lumbung pertama sperma.

c. Mengeluarkan getah/cairan yang berguna untuk perkembangan dan proses

pematangan spermatozoa.

d. Mengabsorbsi cairan testis yang mengandung sperma.

3. Saluran mani (vas deferens), berfungsi sebagai tempat penyimpanan air mani

sebelum disemprotkan.

4. Saluran kantong air mani, berfungsi untuk menyimpan sperma dan menghasilkan

cairan yang kaya dengan zat gula (mungkin untuk makanan sperma).

5. Kelenjar prostat (glandula prostate), berfungsi untuk menghasilkan cairan yang

bersifat basa dan berfungsi untuk mempertahankan hidupnya sperma.

6. Kelenjar cowperi, berfungsi menghasilkan cairan mukus, bening dan bersifat basa

yang berguna sebagai pelicin pada waktu senggama berlangsung.

7. Saluran kencing (uretra), berfungsi untuk menyalurkan air mani dan air kencing.

(46)

refleks diatur oleh sebuah klep yang terletak pada muara pertemuan antara saluran

kencing dan saluran air mani.

2.13. Proses Reproduksi Pria.

Menurut Manuaba (1998), sperma normal masuk ke dalam rahim wanita pada

masa subur kemungkinan besar akan bertemu dan berhasil membuahi sel telur. Hasil

pembuahan ini akan berkembang menjadi embrio. Embrio akan berkembang lebih lanjut

menjadi janin yang siap dilahirkan.

Produk alat/organ reproduksi pria antara lain :

1. Air mani (semen) terdiri atas getah/cairan berwarna keputih-putihan, agak kental.

Pada setiap enjakulasi dipancarkan 2 – 5 mililiter air mani yang setiap mililiternya

mengandung 20 – 120 juta sel mani (spermatozoa). Air mani bersifat basa dan

dalam lingkungan ini sperma dapat hidup untuk kurang lebih 3 hari.

2. Sel mani (spermatozoa), dibuat di dalam testis melalui proses spermatogenesis.

Terdiri dari bagian kepala, leher, badan dan ekor yang panjangnya antara 50 – 60

mikron (1/20 mm). Pada bagian kepala terdapat suatu “selubung” yang menutupi

2/3 bagian daerah kepala dan disebut akrosom. Selubung ini mengandung enzim

yang dipergunakan untuk penetrasi sel telur pada proses pembuahan. Spermatozoa

bergerak dengan ekornya seperti berenang dengan kecepatan 2 – 4 mm/menit

sehingga waktu yang dipergunakan untuk bergerak dari mulut rahim sampai ke

ujung rahim dari saluran telur adalah 1 – 2 jam. Di dalam vagina spermatozoa

tidak dapat hidup lebih dari 8 jam, tetapi dalam uterus untuk sampai pada tuba

(47)

2.14. Cara Kontrasepsi Pria.

Menurut Manuaba (1998), cara kontrasepsi (KB) pria yang dikenal pada saat ini

adalah Kondom dan Vasektomi, serta cara KB alamiah seperti senggama terputus (coitus

interuptus), pantang barkala (sistem kalender), pengamatan lendir vagina (metode

Billing) serta pengukuran suhu badan. Selain cara KB yang masih dalam taraf penelitian,

seperti vas-oklusi, metode hormonal dan vaksin kontrasepsi.

2.14.1. Kondom.

Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah dipakai

dan diperoleh, baik melalui apotik maupun toko obat dengan berbagai merek dagang.

Kondom terbuat dari karet/lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan, dimana salah

satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma.

Kondom disamping sebagai alat KB juga berfungsi untuk mencegah Infeksi

Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, tetapi infertilitas pada pasangan yang

mengalami gangguan antibody terhadap sperma, kontrasepsi sela, membantu suami yang

mengalami gangguan enjakulasi dini dan membantu pasangan yang sudah mengalami

monopause.

2.14.2. Vasektomi.

Vasektomi merupakan tindakan penutupan (pemotongan, pengikatan,

penyumbatan), kedua saluran mani pria sebelah kanan dan kiri, yang terdapat dalam

kantong buah zakar, sehingga pada waktu enjakulasi, cairan mani yang keluar tidak

(48)

Tindakan yang dilakukan adalah lebih ringan daripada sunat atau khitan, pada

umumnya dilakukan sekitar 10 – 15 menit.

Vasektomi tidak menyebabkan impoten, karena vasktomi tidak mengganggu

syaraf dan pembuluh darah yang berperan dalam proses terjadinya ereksi. Enjakulasipun

tidak berbeda dengan sebelumnya, cairan sperma (air mani) tetap dikeluarkan, karena

pembentuk air mani (vesikula seminalis) tetap berfungsi, vasektomi juga tidak

mempengaruhi fungsi libido (nafsu seksual) karena hormon kejantanan (testosteron) tetap

diproduksi.

2.14.3. KB Alamiah.

KB alamiah terdiri dari empat macam yaitu : senggama terputus (coitus

interuptus), pantang berkala/sistem kelender, pengamatan lendir vagina/metode Billing

dan pengukuran suhu badan.

2.14.3.1. Senggama Terputus (coitus interuptus).

Senggama terputus merupakan metode pencegahan terjadinya kehamilan yang

dilakukan dengan cara menarik penis dari liang senggama sebelum ejakulasi, sehingga

sperma dikeluarkan diluar liang senggama. Cara senggama terputus memerlukan

kesiapan mental suami isteri.

2.14.3.2. Pantang Berkala/Sistem Kelender.

Merupakan salah satu cara kontrasepsi alamiah yang dapat dikerjakan sendiri oleh

pasangan suami isteri tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu, dengan memperhatikan

(49)

Masa berpantang dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan masa subur,

dimana saat mulainya dan berakhirnya masa subur bisa ditentukan dengan perhitungan

kelender.

2.14.3.3. Pengamatan Lendir Vagina (Metode Billing).

Metode ini merupakan metode pantang senggama pada masa subur. Untuk

mengetahui masa subur dilakukan melalui pengamatan lendir vagina yang diambil pada

pagi hari. Metode ini dikenal dengan sebagai metode ovulasi Billing. Metode ini sangat

efektif jika pasangan suami isteri menerapkan dengan baik (Hayes, 1995).

2.14.3.4. Pengukuran Suhu Badan.

Metode ini merupakan metode pantang senggama pada saat masa subur.

Pengukuran dilakukan pada pagi hari, saat bangun tidur dan belum melakukan kegiatan

apapun. Cara ini akan efektif jika dilakukan dengan baik dan benar.

2.15. Landasan Teori.

Penelitian Rogers (1983) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini

sikap subjek mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

(50)

4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan suatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Dalam proses pengambilan keputusan inovasi dalam sistem sosial ada tiga hal :

1. Keputusan inovasi perorangan (optional inovation-decisions), yang

menunjuk pada kebebasan perorangan untuk memutuskan adopsi atau

menolak terhadap inovasi, tanpa harus bergantung pada keputusan inovasi

anggota sistem sosial yang lain.

2. Keputusan inovasi kolektif, yang merujuk pada keputusan adopsi maupun

penolakan inovasi berdasarkan konsensus antar anggota sistem sosial.

3. Keputusan inovasi otoriter (authority inovation-decisions), di mana

keputusan inovasi dilakukan hanya oleh beberapa individu di dalam sistem

sosial yang memiliki kekuasaan, status, maupun kemampuan untuk

mengambil keputusan tersebut.

Berdasarkan sifat inovasi yang akan didifusikan, dapat dipilih pendekatan

pengambilan keputusan yang sesuai. Tidak tertutup pula kemungkinan bahwa diperlukan

dua atau lebih pendekatan keputusan secara berurutan sesuai dengan perkembangan

(51)

2.16. Kerangka Konsep Penelitian. KONDISI AWAL

1. Situasi awal dari masyarakat. 3. Perilaku Komunikasi.

Karakteristik dari Inovasi.

Gambar 1 : Model proses pengambilan keputusan inovasi menurut Rogers (1983).

Karakteristik Prajurit - Tingkat Pengetahuan - Jumlah Anak

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian adalah studi explanatory research. Penelitian explanatory

(penjelasan) adalah suatu penelitian untuk menjelaskan hubungan kausal antara

variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989). Penelitian ini menekankan

variabel karakteristik prajurit, sifat inovasi terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di

kalangan prajurit.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian dilakukan di wilayah Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini

karena rendahnya tingkat kesetaran peserta KB pria di kalangan prajurit yang berada di

wilayah Medan, waktu penelitian bulan Agustus s/d September 2007.

3.3. Populasi dan Sampel.

3.3.1. Populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh prajurit TNI-AD yang berada di

wilayah Medan dengan jumlah prajurit yang tercatat sebanyak 2.500 orang.

3.3.2. Sampel.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Sugiyono, 2005).

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah probability sampling yaitu teknik

Gambar

Gambar 2 : Kerangka Konsep Penelitian.
Tabel 3.1. Validity and Reliability Statistics
Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Jumlah Anak
Tabel 3.5. Aspek Pengukuran Lama Menikah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proposal Tesis Berjudul : PENGARUH KARAKTERISTIK INOVASI DAN TERPAAN MEDIA TERHADAP KEPUTUSAN ADOPSI AUDIOBOOK(Studi Survey Pada Pengaruh Karakteristik Inovasi dan Terpaan

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Khairurahmi (2005), yang menyatakan bahwa jumlah anak tidak memiliki pengaruh terhadap partisipasi pria dalam ber-KB di Kecamatan Medan.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KONTRASEPSI PRIA TERHADAP MOTIVASI PRIA PUS MENJADI AKSEPTOR.. KB: VASEKTOMI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH PADANG

terlihat bahwa untuk jumlah tanggungan keluarga tidak memiliki hubungan nyata dengan tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler dimana t hitung (0,782) lebih

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan partisipasi pria dalam KB kondom di desa Bangsalan Kecamatan

Ketersediaan saprodi, kredit usahatani, dan pasar hasil usahatani. Tinggi rendahnya tingkat adopsi inovasi teknologi oleh petani ini akan menentukan tingkat produksi

Nilai Significancy menunjukkan luas lahan, pendapatan, dan tingkat kosmopolitan memiliki hubungan sangat nyata terhadap tingkat adopsi inovasi budidaya padi (Oryza

Lama pendidikan, dan tingkat kekosmopolitan tidak berhubungan erat dengan tingkat adopsi inovasi ikan lele sangkuriang.Peranan penyuluh perikanan sangat berhubungan erat sampai