ABSTRAK
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACAKAN TEKS BERITA MELALUI PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN
SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 1 PARDASUKA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh SRI HAYATI
Rendahnya kemampuan siswa dalam membacakan teks berita merupakan masalah dalam penelitian ini. Hal ini didasarkan pada nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 62,73%. Artinya nilai rata-rata tersebut belum mencapai KKM yang di- persyaratkan yaitu sebesar 65. Berdasarkan hasil tersebut, perlu diadakan peneliti-an tindakan dengan tujuan memperbaiki proses dan hasil pembelajaran membaca-kan teks berita sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) karena penelitian ini dilakukan oleh guru di dalam kelas. Proses pembelajaran membacakan teks berita menerapakan teknik pemodelan. Adapun alasan pemilihan teknik pemodelan dalam proses pembelajaran membacakan teks berita adalah untuk mengubah perilaku baru siswa melalui pengamatan guru (model), sehingga siswa dapat meniru perilaku yang dimodelkan atau terampil melakukan kegiatan seperti yang dimodelkan dan memotivasi siswa tentang apa yang dipelajari.
Subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII D semester genap SMP Negeri 1 Pardasuka tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah 26 siswa. Dalam penelitian ini penulis dibantu oleh seorang kolaborator bernama Dra. Dwi Ratna yang membantu selama proses pembelajaran untuk memperoleh data sebagai bahan laporan. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan hasil tes.
iii Sri Hayati
siswa dengan persentase 38,4%. Selanjutnya pada siklus satu pembelajaran membacakan teks berita dengan menerapkan teknik pemodelan secara berpasangan siswa yang tuntas 18 orang dengan persentase 69,2% dan yang belum tuntas 8 orang dengan persentase 30,7%. Berdasarkan hasil siklus satu perlu dilanjutkan siklus dua dalam membacakan teks berita dengan menerapkan membacakan teks berita secara individu. Hasil yang diperoleh mengalami peningkatan sebesar 15,4% dari siklus satu. Siswa yang tuntas 22 orang dengan persentase 84,6% dan yang tidak tuntas 4 orang dengan persentase 15,3%.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACAKAN TEKS BERITA
MELALUI PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN
SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 1 PARDASUKA
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh
SRI HAYATI
Penelitian Tindakan Kelas
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACAKAN TEKS BERITA
MELALUI PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN
SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 1 PARDASUKA
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
(Penelitian Tindakan Kelas)
Oleh SRI HAYATI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
III. PROSEDUR PENELITIAN
4.2.2 Proses Pelaksanaan Observasi Siswa dan Guru ...……… 67
.2.1 Untuk Guru ………. 74
5.2.2 Untuk Siswa ………... 75
5.2.3 Untuk Sekolah ……… 75
DAFTAR PUSTAKA ……… 76
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Membacakan Teks Berita …………... 32 3.2 Indikator Penilaian Kemampuan Membacakan Teks Berita ………... 32 3.3 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Membacakan Teks Berita ………... 37 4.1 Data Proses Pembelajaran Membacakan Teks Berita Siswa Kelas VIII D Siklus Satu ……… 42 4.2 Hasil Tes Kemampuan Membacakan Teks Berita dengan Penerapan Teknik Pemo- delan ……….. 44 4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Membacakan Teks Berita Siswa Kelas VIII D
Siklus Satu ……… 45 4.4 Data Kemampuan Membacakan Teks Berita Siswa Kelas VIII D Secara Menyelu- ruh pada Siklus Satu ……….. 46 4.5 Rata-Rata Skor Membacakan Teks Berita Siswa Kelas VIII D Siklus Satu ………. 47 4.6 Hasil Persentase Membacakan Teks Berita pada Siswa Kelas VIII D Siklus Satu ... 48 4.7 Data Proses Pembelajaran Membacakan Teks Berita Siswa Kelas VIII D Siklus
Dua ……….. 56 4.8 Hasil Tes Kemampuan Membacakan Teks Berita dengan Penerapan Teknik Pemo- delan ………. 57 4.9 Distribusi Frekuensi Kemampuan Membacakan Teks Berita Siswa Kelas VIII D
MOTTO
“Pendidikan itu adalah perhiasan di waktu senang dan tempat berlindung di waktu susah.“
“Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, kita harus melakukannya.“
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua
:
Drs. Iqbal Hilal, M.Pd.Penguji
:
Dr. Edi Suyanto, S.Pd., M.Pd.Penguji
Bukan Pembimbing:
Drs. Imam Rejana, M.Si.2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang memiliki segala
keindahan dan kesempurnaan hakiki yang telah menghantarkan cinta dan kasih
sayang kepada kita. Dengan kerendahan hati, kupersembahkan karya ini kepada
orang-orang tercinta dan terdekatku.
1. Kedua orang tuaku dan mertuaku yang telah memberikan doa restu dan dorongan
semangat untuk keberhasilan anaknya.
2. Suami dan kedua permata hatiku Kiki Prayoga dan Ulfa Azizah yang selalu
memberi semangat dan motivasi serta kebersamaan sehingga memberikan
kedamaian dan keberhasilan.
3. Teman sejawat di SMP Negeri 1 Pardasuka yang telah membantuku dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
4. Teman-teman seperjuangan mahasiswa S-1 dalam Jabatan Angkatan 2010 yang
telah seiring sejalan dalam menyelesaikan kuliah ini.
5. Dosen-dosenku yang telah membantu menyelesaikan kuliahku.
Semoga Allah Swt, senantiasa melindungi kita dalam cinta dan kasih-Nya sehingga
Judul PTK : PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACAKAN TEKS BERITA MELALUI PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 1 PARDASUKA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Nama Mahasiswa : Sri Hayati
NPM : 1013116018
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Drs. Iqbal Hilal, M.Pd. Dr. Edi Suyanto, S.Pd., M.Pd. NIP 196001211988101001 NIP 196307131993111001
Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni
RIWAYATHIDUP
Penulis dilahirkan di sebuah desa yang bernama Saribumi, Kelurahan Wates,
Keca-matan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, pada tanggal 16 Juli 1968, anak keempat
dari enam bersaudara, buah cinta dari pasangan Bapak Sariman dan Ibu Mardiah.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 1 Wates Gadingrejo lulus tahun
1981, SMP Negeri 2 Pringsewu lulus tahun 1984, SMA Negeri 1 Pringsewu lulus
tahun 1987, Diploma III Akta III Unila Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni lulus
tahun 1990.
Tanggal 1 Maret 1993 penulis mulai tugas di SMP Negeri 3 Padang Cermin Way Ra-
te, mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada tanggal 1 Maret 1997 penulis
pindah tugas di SMP Negeri 1 Pardasuka, mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia
hingga sekarang.
Tahun 2010 penulis mengikuti program pendidikan S-1 dalam Jabatan dari Dinas
Pendidikan di FKIP Unila. Penulis sudah melaksanakan program Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL) atau Program Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM) dan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMP Negeri 1 Pardasuka tempat penulis
mengajar, beralamat di Jalan Kompleks Lapangan Garuda Pardasuka, Kabupaten
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PTK dengan judul
“Peningkatan Kemampuan Membacakan Teks Berita Melalui Penerapan Teknik
Pemodelan Siswa Kelas VIII D SMP Negeri 1 Pardasuka Tahun Pelajaran
2010/2011”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga, dan pengikutnya yang
setia sampai akhir zaman. Amin.
Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai
pihak dalam proses penyelesaian PTK ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati sebagai wujud rasa hormat dan penghargaan atas segala bantuan, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Drs. Iqbal Hilal, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan saran-saran mulai dari pembuatan laporan proposal hingga
penyelesaian PTK ini dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
2. Dr. Edi Suyanto, S.Pd., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia dan Daerah dan pembimbing kedua yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada mahasiswa S-1 dalam Jabatan dengan penuh
ix
PTK ini.
3. Drs. Imam Rejana, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni dan
dosen pembahas yang telah memberikan arahan, masukan, kritik, dan saran demi
kesempurnaan penulisan PTK ini.
4. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Unila beserta stafnya.
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Unila yang telah
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan.
6. Seluruh staf administrasi dan karyawan Tata Usaha Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni FKIP Unila yang telah membantu dan melayani dalam menyelesaikan
segala administrasi yang penulis butuhkan.
7. Drs. M. Husen selaku Kepala SMP Negeri 1 Pardasuka yang selalu memotivasi
dan membantu kelancaran dalam penelitian dan penyusunan PTK ini.
8. Teman sejawat, Dra. Dwi Ratna yang telah membantu dalam proses pelaksanaan
penelitian.
9. Orang tua, mertua, dan keluarga tercinta yang selalu memberikan doa, semangat,
dan dukungan.
10.Teman-teman seperjuangan mahasiswa S-1 dalam Jabatan Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Angkatan 2010/2011 yang
telah memotivasi dan berpartisipasi dalam penyelesaian PTK ini.
Semoga Allah Swt membalas kebaikan dan pengorbanan Bapak, Ibu, dan
teman-teman. Penulis menyadari dalam penulisan PTK ini masih banyak kekurangan dan
x
kesempurnaan PTK ini. Harapan penulis, semoga karya ini bisa bermanfaat bagi
semua, khususnya dalam meningkatkan mutu pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di sekolah.
Bandarlampung, September 2011 Penulis
1. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keterampilan berbahasa dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP,
2006: 458) mencakup empat segi, yaitu (a) keterampilan menyimak, (b) berbicara,
(c) membaca, dan (d) menulis. Setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan
dengan proses-proses yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan
pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan
pikirannya (Tarigan, 2008: 1).
Salah satu keterampilan berbahasa yang penting diajarkan kepada siswa adalah
Keterampilan membaca. Membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks,
rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian ketrampilan-keterampilan yang
lebih kecil Broughton (dalam Tarigan, 2008: 11).
Keterampilan membaca dengan Standar Kompetensi (SK) memahami ragam
wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca
nyaring. Kompetensi Dasar (KD) membacakan teks berita dengan intonasi yang
tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas, dengan indikator mampu
memberi tanda penjedaan dalam teks berita, mampu membacakan teks berita
dengan intonasi yang tepat, artikulasi dan volume suara yang jelas, serta ekspresi
2
Membacakan teks berita adalah membaca teks berita dengan bersuara nyaring,
pelafalan jelas, dan intonasi yang jelas agar dapat didengar oleh orang lain. Dalam
membacakan teks berita, pembaca dituntut mampu melafalkan kata secara benar
dan menggunakan intonasi dengan tepat maupun volume suara jelas.
Keterampilan membacakan teks berita diajarkan dengan tujuan siswa dapat
membacakan teks berita dengan intonasi yang tepat, artikulasi dan volume suara
yang jelas, serta ekspresi yang sesuai dengan konteks.
Berdasarkan pengamatan terhadap proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP
Negeri 1 Pardasuka kelas VIII D semester genap tahun pelajaran 2010/2011,
pembelajaran kemampuan membacakan teks berita siswa belum mencapai KKM
yang ditetapkan di SMP Negeri 1 Pardasuka yaitu 65. Dalam kegiatan
pembelajaran membacakan teks berita, dari jumlah 26 siswa kelas VIII D, siswa
yang mencapai KKM hanya 16 orang (61,5%). Siswa yang belum mencapai KKM
10 orang (38,4%).
Dalam proses pembelajaran siswa kurang aktif, kurang motivasi, siswa kurang
lancar dalam membaca, kurang menguasai intonasi, sering salah dalam melafalkan
kata-kata, volume suara terlalu pelan. Hal ini disebabkan siswa kurang terbiasa
untuk maju di depan kelas dalam kegiatan membaca khususnya membacakan teks
berita, sehingga mereka tidak punya keberanian dan merasa kurang percaya diri.
Selain kurang menguasai hal-hal tersebut, sebagian siswa kurang kreatif dan
kurang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berusaha mengatasi masalah tersebut dengan
3
dibaca dari berbagai buku penunjang, yaitu teknik pemodelan. Ada dua alasan
yang mendasari mengapa diterapkan teknik pemodelan dalam pembelajaran
membacakan teks berita. Alasan yang pertama adalah untuk mengubah perilaku
baru siswa melalui pengamatan model pembelajaran yang dilatihkan adalah perlu.
Dengan pengamatan guru (model) yang melakukan kegiatan membacakan teks
berita, maka siswa dapat meniru perilaku (langkah-langkah) yang dimodelkan
atau terampil melakukan kegiatan membacakan teks berita seperti yang
dimodelkan. Alasan yang kedua adalah untuk mendorong perilaku siswa tentang
membacakan teks berita.
Dengan teknik pemodelan, peneliti berharap pembelajaran membacakan teks
berita akan dapat memperbaiki kekurangan siswa dalam memahami intonasi,
artikulasi, volume suara, dan ekspresi dalam membacakan teks berita, sehingga
dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan KKM yang ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian
tentang peningkatan kemampuan membacakan teks berita melalui penerapan
teknik pemodelan secara kelompok maupun secara individu pada pembelajaran
bahasa Indonesia kelas VIII D di SMP Negeri 1 Pardasuka.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut “bagaimanakah peningkatkan kemampuan membacakan teks berita
melalui penerapan teknik pemodelan siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Pardasuka
4
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai
berikut.
a. Memperbaiki proses pembelajaran membacakan teks berita dengan penerapan
teknik pemodelan.
b. Meningkatkan hasil pembelajaran membacakan teks berita dengan
menerapkan teknik pemodelan agar siswa mencapai KKM yang ditentukan,
yakni 65.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan
siswa, dengan penerapan teknik pemodelan dalam meningkatkan kemampuan
membacakan teks berita.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis meliputi tiga komponen, sebagai berikut.
a. Bagi Siswa
1. Meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam membacakan teks berita baik secara berpasangan maupun individu.
2. Meningkatkan keberanian siswa membacakan teks berita di depan kelas.
5
b. Bagi Guru
1. Memperbaiki proses pembelajaran membacakan teks berita agar tidak lagi
monoton.
2. Memotivasi guru untuk meningkatkan kualitas dan kreativitas dalam proses
pembelajaran di kelas.
3. Menemukan strategi pembelajaran yang tepat yang bersifat variatif.
c. Bagi Sekolah
1. Meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan sekolah.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Membaca
Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Keterampilan
berbahasa mempunyai empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Setiap keterampilan tersebut erat sekali berhubungan dengan tiga
keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka rona (Tarigan, 2008: 1).
Sebagai suatu keterampilan, keterampilan membaca hanya akan dapat dicapai
dengan baik jika disertai dengan upaya latihan yang sungguh-sungguh. Bentuk
latihan dapat dilakukan per aspek atau per komponen keterampilan tertentu atau
dapat pula secara sekaligus langsung mempraktikkannya Tarigan (dalam Kholid
dan Lilis, 1998: 11).
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media
kata-kata atau bahasa tulis Hodgson (dalam Tarigan, 2008: 7). Pendapat tersebut
juga dijelaskan oleh Soedarsono (2001: 4) bahwa membaca adalah aktivitas yang
kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah,
meliputi pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat. Menurut
Edward L. Thorndike membaca pada hakikatnya adalah proses berpikir dan
7
bedakan, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasi, dan
menerapkan apa-apa yang terkandung dalam bacaan (dalam Nurhadi, 1987: 13).
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat di atas adalah bahwa membaca
adalah memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya Lado (dalam
Tarigan, 2008: 9).
Kegiatan membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang dituturkan
pihak lain melalui sarana tulisan. Dalam kegiatan membaca diperlukan
pengetahuan tentang sistem penulisan, khususnya yang menyangkut huruf dan
ejaan. Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca kita harus mengenali lambang
tulis tertentu itu mewakili (melambangkan atau menyarankan) bunyi tetentu yang
mengandung makna tertentu pula. Dalam dunia pendidikan aktivitas dan tugas
membaca merupakan suatu hal yang sangat penting. Sebagian besar perolehan
ilmu dilakukan siswa melalui aktivitas membaca.
2.2 Membaca Nyaring
Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi
guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar
untuk menangkap serta memahami, informasi, pikiran, dan perasaan seseorang
pengarang. Pada membaca nyaring, selain penglihatan dan ingatan, juga turut aktif
ingatan pendengaran dan ingatan yang bersangkut paut dengan otot-otot kita
seperti alat-alat ucap kita Moultan (dalam Tarigan, 2008: 23). Membaca nyaring
merupakan proses mengkomunikasikan isi bacaan (dengan nyaring) kepada orang
8
Tujuan utama membaca nyaring yaitu pengkomunikasian isi bacaan. Pembaca
dituntut harus mampu melafalkan dengan suara nyaring lambang-lambang bunyi
bahasa dan dituntut untuk mampu melakukan ‘proses pengolahan’ agar
pesan-pesan atau muatan makna yang terkandung dalam lambang-lambang bunyi bahasa
tersebut dapat tersampaikan secara jelas dan tepat oleh pendengarnya (dalam
Kholid dan Lilis, 1998: 23).
Tujuan akhir yang diharapkan dari membaca nyaring adalah kefasihan atau
mampu mempergunakan ucapan yang tepat, membaca dengan jelas dan tidak
terbata-bata, membaca dengan tidak terus menerus melihat pada bahan bacaan,
membaca dengan menggunakan intonasi dan lagu yang tepat dan jelas (dalam
Kholid dan Lilis, 1998: 24).
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pembaca nyaring secara umum
antara lain
a. harus mengerti makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan bacaan;
b. harus mempelajari keterampilan menafsirkan lambang-lambang tertulis, seperti
tanda pungtuasi serta tanda-tanda baca lainnya, misalnya tanda titik, koma,
tanya, seru dan sejenisnya agar dirinya dapat menyusun kata-kata dengan
intonasi yang sesuai dengan maksud si penulis serta ucapan-ucapan yang
disampaikannya terasa hidup;
c. harus memiliki kecepatan penglihatan mata yang tinggi serta pandangan mata
yang jauh, karena dia harus melihat pada bacaan untuk memelihara kontak
dengan pendengar; dan
9
nanya bagi para pendengar.
Selain keempat hal tersebut, untuk mendapatkan kefasihan dalam membaca
nyaring maka seorang pembaca dituntut untuk memiliki tingkat kepercayaan diri
yang baik. Masalah kepercayaan diri ini merupakan hal yang penting untuk
dicermati dalam membaca nyaring karena seperti yang telah dijelaskan bahwa
pada hakekatnya kegiatan membaca nyaring ini diperuntukan bagi orang lain
(pendengar). Dengan demikian sang pembaca, baik langsung maupun tidak
langsung saat dia melakukan kegiatan membaca harus berhadapan dengan orang
lain (pendengarnya). Kalau tingkat kepercayaan dirinya rapuh maka boleh jadi
saat dia melakukan kegiatan membaca nyaring, dirinya akan banyak mendapat
kesulitan, seperti dilanda rasa gugup.
Menurut E. Kosasih (2010: 82) teknik membaca nyaring cocok diterapkan untuk
KD membacakan pengumuman, berita, naskah/teks upacara, dan membacakan
puisi. Aspek yang dikembangkan dari ini adalah
a. Kejelasan suara, pemahaman atas isi naskah.
b. Penggunaan intonasi, lafal, dan tekanan.
Kegiatanya dapat dilakukan sebagai berikut
a. Guru menyajikan model membacakan naskah (misalnya berita).
b. Guru membahas isi dari berita itu, termasuk cara-cara membacakannya.
c. Para siswa diminta untuk membacakan teks berita di depan kelas secara
bergiliran.
10
2.3 Kemampuan Membacakan Teks Berita
Kemampuan Membacakan Teks Berita sesuai dengan Standar Kompetensi (SK)
memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan
membaca nyaring. Kompetensi Dasar (KD) membacakan teks berita dengan
intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas. Dengan Indikator
mampu membacakan teks berita dengan intonasi yang tepat, artikulasi dan volume
suara yang jelas, serta ekspresi yang sesuai dengan konteks.
Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang
hangat; kabar (KBBI, 2002: 140). Menurut Wahono (2007: 106) berita merupakan
kabar atau informasi yang disampaikan kepada orang lain. Berita dapat berarti
kabar atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Berita dapat
juga bermakna informasi yang disampaikan kepada khalayak ramai tentang suatu
peristiwa (Wahono: 142). Berita adalah laporan mengenai kejadian atau peristiwa
yang hangat (Depdiknas, 2004: 8).
Membacakan adalah membaca nyaring (melisankan tulisan) untuk orang lain
(KBBI, 2002: 83). Membacakan teks berita adalah membaca teks berita dengan
bersuara nyaring, pelafalan jelas, dan intonasi yang tepat agar dapat didengar oleh
orang lain (Wahono, 2007: 158). Menurut Simpati, (2010: 47) membacakan teks
berita berarti membacakan teks mengenai berita kepada orang lain atau pendengar
dengan melafalkan kata secara benar dan menggunakan intonasi dengan tepat
maupun volume suara secara jelas.
Kemampuan artinya kesanggupan; kecakapan; kekuatan (KBBI, 2002: 707).
11
membaca teks berita dengan bersuara nyaring, pelafalan jelas, dan intonasi yang
tepat agar dapat didengar oleh orang lain (Nurgiantoro, 2009: 249). Kemampuan
membacakan teks berita adalah kemampuan menyampaikan berita kepada orang
lain (Agus Suprianto, 2007: 164).
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat di atas adalah seorang siswa
dikatakan mampu membacakan teks berita jika siswa tersebut memiliki
kemampuan/kesanggupan untuk membacakan teks berita dengan intonasi yang
tepat, pelafalan yang jelas, ekspresi yang sesuai dengan isi berita, dan volume
suara yang nyaring agar dapat di dengar oleh orang lain (Indikator Konsep KTSP).
Tujuan pengajaran membacakan teks berita biasanya dikaitkan dengan ketiga
taksonomi Bloom: aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, maka tugas yang
diberikan kepada siswa pun hendaknya juga mencakup ketiga aspek tersebut.
Tugas kognitif berupa kemampuan membacakan teks berita dengan intonasi tepat,
pelafalan jelas, ekspresi yang sesuai dengan isi berita, volume suara yang nyaring
agar dapat didengar oleh orang lain. Tugas afektif berhubungan dengan sikap dan
kemauan siswa untuk membacakan teks berita. Siswa harus berani dan percaya
diri untuk membacakan teks berita di depan kelas, melalui mengamatan model
dan latihan. Tugas psikomotor berupa aktivitas fisik siswa sewaktu membacakan
teks berita. Pada waktu membacakan teks berita di depan kelas, siswa kreatif,
pandangan mata tidak selalu tertuju pada teks, gerakan anggota badan mendukung
isi berita yang dibacakan sehingga tidak terkesan kaku. Ketiga aspek tersebut
12
Tips membacakan teks berita menurut Pardjimin (2005: 121).
sebelum kita membacakan teks berita, terlebih dahulu kita harus membaca dengan
teliti sampai kita benar-benar memahaminya. Setelah itu tentukan jeda yang tepat,
kapan kita berhenti sejenak membacakannya, dan kata-kata mana yang harus
dibacakan dengan penekanan khusus.
Seorang pembaca berita di TV atau radio tidak langsung membacakan teks berita,
tetapi ia membaca berulang-ulang dan memahami isi berita tersebut terlebih
dahulu. Hal ini bertujuan agar pembaca berita mampu membacakannya secara
tepat. Sebelum membacakan teks berita, pembaca berita perlu memberi penanda
tertentu pada teks berita agar mampu membacakan secara tepat (Wahono, 2007:
158).
Dalam membacakan teks berita, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
a. Intonasi, yaitu lagu kalimat atau ketetapan naik turunnya nada dalam kalimat.
Misalnya tanda koma, titik dua, titik koma digunakan untuk intonasi naik atau
tinggi. Tanda titik digunakan untuk menandai intonasi turun atau berhenti.
Tanda tanya digunakan untuk menandai intonasi naik.
b. Ekspresi atau mimik, yaitu perubahan raut muka ketika membacakan teks
berita. Usahakanlah raut muka bersahabat.
c. Volume suara, yaitu keras lirihnya suara. Suara harus jelas dan dengan volume
suara yang cukup. Suara harus dapat di dengar dengan jelas oleh pendengar.
Jika menggunakan mikrofon, suara harus disesuaikan dengan situasi.
d. Jeda, yaitu pemberhentian sementara atau pemenggalan kalimat.
13
f. Gerak atau gestur, yaitu gerakan anggota badan terutama kepala. Seorang
pembaca berita tidak kaku menghadap ke depan atau ke arah teks terus. Ada
kalanya menatap ke depan. Kadang sedikit anggukan kepala, tatapan mata,
yang tujuannya berkomunikasi dengan pendengar (Wahono, 2007: 158).
Agar dapat membacakan berita dengan baik, seseorang tidak langsung
membacakan teks, tetapi perlu membaca berulang-ulang terlebih dahulu dan
memahami isi berita tersebut sebelum teks berita dibacakan. Hal ini bertujuan
agar pembaca berita mampu membacakannya secara tepat. Sebelum dibacakan,
teks berita tersebut perlu diberi penanda tertentu agar tepat membacakannya.
Contoh Teks Berita
Selamat pagi, selamat bertemu kembali dalam siaran berita pagi.
Pesawat Mandala Boeing 737–200 jatuh lalu meledak saat lepas landas dari
Bandara Polonia, Medan menuju Jakarta, Senin (5–9) sekitar pukul 9.40 WIB.
Peristiwa tersebut menewaskan 149 orang.
Sebelum jatuh dan meledak di permukiman Padang Bulan atau berjarak 500 meter
dari bandara, pesawat diperkirakan mengalami gangguan mesin sehingga tidak
sempurna saat tinggal landas dari ujung landasan. Pesawat yang dikemudikan
Kapten Pilot, Askar Timur masih dinyatakan laik terbang hingga 2016.
Sekian perjumpaan kita untuk pagi hari ini, saya Elly Shintia dan Dita Paramita
segera undur diri dari hadapan Anda. Selamat berpisah sampai jumpa lagi pada
14
Agar berita yang akan dibacakan tersebut mudah dibaca dan dapat dipahami oleh
pendengar secara baik, berita tersebut perlu diberi penanda atau penjedaan. Tanda
penjedaan yang digunakan adalah sebagai berikut.
a. Tanda satu garis miring (/) digunakan untuk jarak satu hembusan nafas atau
satu ketukan, antarkata dalam frase. Dilagukan dengan intonasi naik.
b. Tanda dua garis miring (//) digunakan untuk tempo ucap dua ketukan,
antarfrase dalam klausa. Pembacaanya dengan intonasi naik atau meninggi.
c. Tanda silang ganda atau kres (#) digunakan antarkalimat dalam wacana.
Pembacaanya dengan intonasi turun atau titik.
Contoh :
Selamat pagi/ selamat bertemu kembali// dalam siaran berita pagi#
Pesawat Mandala Boeing 737–200/ jatuh lalu meledak saat lepas landas/ dari
Bandara Polonia Medan/ menuju Jakarta// Senin (5–9) sekitar pukul 9.40 WIB#
Peristiwa tersebut// menewaskan 149 orang#
Sebelum jatuh dan meledak di permukiman Padang Bulan/ atau berjarak 500
meter dari bandara/ pesawat diperkirakan mengalami gangguan mesin// sehingga
tidak sempurna saat tinggal landas dari ujung landasan# Pesawat yang
dikemudikan Kapten Pilot Askar Timur/ masih dinyatakan laik terbang hingga
2016#
Sekian/ perjumpaan kita untuk pagi hari ini# Saya Shintia dan Dita Paramita//
15
hari pada pukul 07.30 WIB#
Berdasarkan contoh teks berita di atas tampak bahwa pemenggalan dalam
melisankan berita tidak per kata, tetapi per makna. Hal ini bertujuan agar berita
tersebut dengan mudah dibaca oleh pembaca berita dan dapat dipahami secara
baik oleh pendengar.
Teks berita yang telah ditandai pemenggalannya di atas, dibaca dengan intonasi,
ekspresi, volume suara, dan pelafalan yang tepat.
2.4 Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual,
yaitu: kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian
autentik (authentic assessment).
Materi pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran
yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti di dalam
proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan
menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran,
mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk
16
pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu dalam berbagai konteks di luar
sekolah untuk menyelesaikan masalah dunia nyata yang kompleks, baik secara
mandiri maupun dengan berbagai kombinasi dan struktur kelompok.
Jadi jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan
ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya
pengamat yang pasif dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan
pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru untuk menghubungkan
materi pembelajaran dengan situasi duina nyata dan memotivasi siswa untuk
membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja.
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh
prinsip tersebut dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen utama pendekatan
CTL, yaitu
a. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme adalah pendekatan yang pada dasarnya menekankan
pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan
aktif proses belajar mengajar. Sebagian besar waktu PBM berlangsung dengan
berbasis pada aktivitas siswa.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam PBM siswa menjadi
pusat kegiatan, bukan guru. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses
17
memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
b. Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, hasil dari menemukan sendiri.
Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan
menemukan.
Langkah-langkah kegiatan inquiri adalah
1. Merumuskan masalah;
2. Mengamati atau melakukan observasi;
3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya; dan
4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, guru, atau audiensi yang lain.
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya (Questioning) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada
18
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
1. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis;
2. Mengecek pemahaman siswa;
3. Membangkitkan respons kepada siswa;
4. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa;
6. Menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
7. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan
8. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar yang diperoleh dari sharing
antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang
ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua
adalah anggota masyarakat belajar.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam
kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang
anggotanya hiterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi
tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang
lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya.
Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah,
bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi
19
apabila ada proses komunikasi dua arah.
e. Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru oleh siswanya. Dalam pembelajaran konstektual, guru
bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan
siswa. Seseorang bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan
pengalaman yang diketahuinya. Model dapat juga didatangkan dari luar yang
ahli dibidangnya.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang
baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan
yang baru diterima.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisihkan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi. Realisasinya berupa
1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu;
2. Catatan atau jurnal di buku siswa;
3. Kesan atau saran siswa mengenai pembelajaran hari itu;
4. Diskusi; dan
20
g. Penilaian Autentik (Autentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa
perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka
guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari
kemacetan belajar.
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa.
Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.
Karakteristik penilaian autentik.
1. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung;
2. Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif;
3. Yang diukur keterampilan dan performasi;
4. Berkesinambungan;
5. Terintegrasi; dan
6. Dapat digunakan sebagai feedback.
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai
berikut
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
21
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
2.3.1 Teknik Pemodelan
Penulis memilih teknik pemodelan yang merupakan salah satu komponen dari
pendekatan CTL dalam pembelajaran membacakan teks berita. Penulis memilih
teknik pemodelan dalam penelitian ini karena dapat memperbaiki proses dan hasil
pembelajaran membacakan teks berita.
Teknik pemodelan (modeling) adalah cara penyajian pelajaran di mana guru
menampilkan model yang bisa ditiru oleh siswanya. Siswa mengamati guru
(model) yang melakukan kegiatan membacakan teks berita, kemudian siswa
meniru perilaku (langkah-langkah) yang dimodelkan atau terampil melakukan
kegiatan membacakan teks berita seperti yang dimodelkan (Trianto, 2010: 53).
2.3.2 Tujuan Teknik Pemodelan
Teknik pemodelan mempunyai tujuan sebagai berikut.
a. Untuk mengubah perilaku baru siswa melalui pengamatan model pembelajaran
yang dilatihkan.
b. Untuk memotivasi atau mendorong siswa tentang kegiatan membacakan teks
berita.
c. Agar siswa dapat meniru perilaku yang dimodelkan atau terampil melakukan
22
2.3.3 Penerapan Teknik Pemodelan pada Pembelajaran Membacakan Teks
Berita
Menurut Bandura (dalam Trianto, 2010: 53–54) teknik pemodelan (modeling)
terdiri atas empat fase, yaitu fase atensi, fase retensi, fase produksi, dan fase
motivasi. Sebuah kelas dikatakan menggunakan teknik pemodelan jika
menerapkan keempat fase tersebut dalam pembelajarannya.
Fase Atensi : (1) Guru (model) memberi contoh kegiatan membacakan teks berita
(demonstrasi) di depan siswa. Siswa melakukan observasi terhadap keterampilan
guru dalam melakukan kegiatan membacakan teks berita menggunakan lembar
observasi yang telah disediakan; (2) Guru bersama-sama siswa mendiskusikan
hasil pengamatan yang dilakukan. Tujuan diskusi ini adalah untuk mencari
kekurangan dan kesulitan siswa dalam mengamati langkah-langkah kegiatan
membacakan teks berita yang disampaikan oleh guru dan untuk melatih siswa
dalam menggunakan lembar observasi.
Fase Retensi diisi dengan kegiatan guru menjelaskan struktur langkah-langkah
kegiatan membacakan teks berita (demonstrasi) yang telah diamati oleh siswa.
Fase Produksi, pada fase ini siswa ditugasi untuk menyiapkan langkah-langkah
kegiatan membacakan teks berita (demonstrasi) sendiri sesuai dengan
langkah-langkah yang telah dicontohkan, hanya dari sudut yang berbeda. Guru dan siswa
memberikan refleksi sesudah KBM berlangsung.
Fase Motivasi berupa presentasi hasil kegiatan (simulasi) dan kegiatan diskusi.
Pada saat siswa membacakan teks berita siswa lain diberi kesempatan untuk
23
Akhirnya guru dan siswa menyimpulkan hasil kegiatan membacakan teks berita
yang telah dilakukan.
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Pemodelan
Teknik pemodelan mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
a. Kelebihan Teknik Pemodelan
1. Dapat membuat pengajaran lebih jelas dan lebih konkret.
2. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari.
3. Proses pengajaran lebih menarik.
4. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara yang
diamati dengan yang ditiru, dan mencoba melakukan sendiri.
b. Kekurangan Teknik Pemodelan
1. Teknik ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa
ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan pemodelan (demonstrasi) akan tidak
efektif.
2. Fasilitas seperti peralatan dan tempat tidak selalu tersedia dengan baik.
3. Pemodelan memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang disamping
memerlukan waktu yang cukup panjang.
Pembelajaran keterampilan membaca dengan menerapkan teknik pemodelan
dalam kegiatan membacakan teks berita sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dalam kegiatan membacakan teks berita siswa dituntut untuk terampil atau
mampu membacakan teks berita dengan intonasi yang tepat, artikulasi dan
24
siswa perlu belajar untuk membacakan teks berita sampai mencapai
25
III. PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), ruang lingkupnya adalah pembelajaran di dalam kelas
yang dilaksanakan oleh guru dan siswa untuk melakukan perbaikan dan
berdampak pada peningkatan hasil belajar peserta didik (Kusuma, 2009: 141).
Dalam konsep PTK terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan,
observasi dan refleksi. Hubungan keempatnya dipandang sebagai siklus. Untuk
jelasnya siklus kegiatan dengan rancangan PTK model Kusuma adalah sebagai
berikut.
Bagan 3.1 Hubungan Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, dan Refleksi Tindakan
(Acting)
Perencanaan
(Planning) (Pengamatan Observating)
26
Penelitian tindakan kelas ini bercirikan adanya perubahan yang secara terus
menerus. Bila pembelajaran membacakan teks berita dengan teknik pemodelan
belum dapat meningkatkan kemampuan membacakan teks berita pada siklus
pertama, penulis merencanakan tindakan siklus kedua, dan seterusnya sampai
mencapai hasil yang diharapkan. Dengan demikian, jumlah siklus tidak terikat dan
tidak ditentukan sampai siklus tertentu.
Siklus disesuaikan dengan kebutuhan dalam peningkatan hasil pembelajaran. Jika
ada peningkatan sesuai dengan indikator yang diharapkan, maka siklus dapat
diberhentikan meskipun masih dalam siklus kedua. Siklus juga dapat dihentikan
apabila dirasa tidak ada peningkatan hasil belajar dalam setiap tahapan yang telah
dilalui sehingga mencapai tingkat kejenuhan.
3.2 Setting Penelitian
Setting adalah tempat dan waktu pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran.
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pardasuka Pringsewu, beralamat di
Jalan Kompleks Lapangan Garuda Pardasuka. SMP Negeri 1 Pardasuka memiliki
20 rombongan belajar yang terdiri atas kelas IX 6 ruang, kelas VIII 7 ruang, kelas
VII 7 ruang.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011.
27
sampai mencapai indikator yang telah ditentukan.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII D SMP Negeri 1
Pardasuka dengan jumlah siswa 26 orang, terdiri atas laki-laki 12 orang dan
perempuan 14 orang.
3.4 Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan PTK ini ditentukan pada aspek proses dan hasil pelaksana-
an tindakan sampai pada perubahan yang dialami siswa. Dari segi proses 80%
siswa aktif dalam pembelajaran. Sementara itu, dari segi hasil penelitian tindakan
kelas dapat berhasil, jika siswa mendapat nilai 65 atau lebih sebanyak 75%.
3.5 Rencana PTK
Dalam PTK ini, peneliti merencanakan dalam beberapa siklus dan setiap siklusnya
terdiri atas a) rencana tindakan, b) pelaksanaan tindakan, c) observasi,
d) refleksi. Siklus kedua dan ketiga akan dilakukan apabila berdasarkan hasil
refleksi pada siklus satu dengan menerapkan teknik pemodelan untuk
meningkatkan keterampilan membaca teks berita tidak berhasil atau tidak
mencapai KKM. Dalam tindak lanjut, peneliti menganalisis hasil setiap siklus
dengan berdiskusi dengan teman sejawat atau kolaborator.
3.6 Prosedur Tindakan
Pelaksanaan PTK ini dibuat dalam bentuk siklus. Secara leb1ih rinci prosedur
28
3.6.1 Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah
a) Menyusun RPP sesuai dengan materi yang direncanakan.
b) Menyusun lembar pengamatan untuk pembelajaran keterampilan membacakan
teks berita dengan menerapkan teknik pemodelan dan lembar pengamatan
aktivitas siswa dan guru di dalam kelas.
c) Menyiapkan lembar wawancara dengan siswa.
3.6.2 Pelaksanaan Tindakan
Proses tindakan berlangsung di kelas pada jam pelajaran bahasa Indonesia selama
2 kali pertemuan (4 x 40 menit) dengan menggunakan langkah–langkah sebagai
berikut.
3) Guru mengadakan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa yang
berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
b. Kegiatan Inti
1) Guru menampilkan model membacakan teks berita.
2) Siswa mengamati model membacakan teks berita.
3) Guru dan siswa mendiskusikan hasil pengamatan yang dilakukan.
29
an teks berita.
c. Kegiatan Akhir
Guru dan siswa melakukan refleksi
B.Pertemuan Kedua
a. Kegiatan Awal
1) Guru mengondisikan kelas.
2) Guru mengingatkan kembali pelajaran sebelumnya dan menyampaikan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa hal-hal
yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
b. Kegiatan Inti
1) Guru menjelaskan struktur atau langkah-langkah membacakan teks
berita yang telah diamati siswa.
2) Siswa menyiapkan langkah-langkah kegiatan membacakan teks berita
sendiri sesuai dengan langkah-langkah yang dicontohkan hanya dari
sudut yang berbeda.
3) Siswa membacakan teks berita secara individu.
4) Siswa bergantian menilai temannya dan memberi komentar.
c. Kegiatan Akhir
Guru dan siswa mengadakan refleksi hasil pembelajaran pertemuan kedua
30
3.6.3 Observasi
Oberservasi ini berjalan bersamaan dengan tahap pelaksanaan tindakan, baik
terhadap siswa maupun guru dengan menggunakan instrumen yang telah
disiapkan.
Observasi dilakukan secara kolaborasi bersama teman sejawat dengan
menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Pengamatan difokuskan
pada proses pembelajaran menggunakan teknik pemodelan yang dilakukan oleh
guru dan melihat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
3.6.4 Refleksi
Merefleksi berarti menuangkan secara intensif apa yang telah terjadi dan belum
terjadi atau kekeliruan dan kekurangan dalam pembelajaran, sehingga tampak
hasil penelitian tindakan pada siklus tersebut. Dengan begitu dapat dicermati
hasilnya secara positif maupun negatif. Refleksi berarti mengingat dan
merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam
observasi. Dengan refleksi dapat melakukan perbaikan baru, menyusun rencana
baru, dan melakukan tindakan baru. Hasil analisis refleksi digunakan untuk
melaksanakan siklus berikutnya.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, wawancara,
dan diskusi.
3.7.1 Tes
31
yang digunakan adalah melakukan tes lisan yang berbentuk kegiatan membacakan
teks berita dengan intonasi yang tepat, artikulasi dan volume suara yang jelas serta
ekspresi yang sesuai dengan konteks.
3.7.1 Observasi
Observasi dilakukan oleh peneliti pada saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang
partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dengan penerapan teknik pemodelan.
Pedoman observasi atau pengamatan ini diisi selama pembelajaran berlangsung
dengan cara memberi tanda cek () pada setiap aspek yang diamati sesuai dengan
kategori (keadaan di kelas), apakah termasuk kurang, cukup, baik, dan baik sekali.
3.7.2 Wawancara
Wawancara dilakukan setiap akhir siklus di luar jam pelajaran. Siswa diminta
menuliskan jawaban hasil wawancara tersebut dilembar jawaban yang peneliti
sediakan. Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang tingkat
keberhasilan penerapan teknik pemodelan dalam pembelajaran membacakan teks
berita dan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa ketika mengikuti pembelajaran
membacakan teks berita.
3.8 Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan pada kegiatan observasi dari pelaksanaan siklus
penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat
kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran.
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.
32
han akan di ikuti dengan penilaian secara bervariasi. Penilaian dilakukan
dengan berpedoman pada rubrik atau pedoman penilaian yang telah disiapkan.
Penilaian selama kegiatan latihan ini dikategorikan sebagai penilaian proses,
pada akhir kegiatan pelatihan akan dilakukan penilaian hasil.
Penilaian proses
Selama pelatihan membacakan teks berita ini berlangsung, guru melakukan
penilaian proses. Aspek yang dinilai dalam penilaian proses adalah sebagai
berikut
Tabel 3.1 Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Membacakan Teks Berita
yang dinilai dalam penilaian hasil adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2 Indikator Penilaian Kemampuan Membacakan Teks Berita
No Indikator Deskriptor Skor
1. Kelancaran Pembacaanya lancar, tidak tersendat-sendat, dan pandangan mata tidak terpaku pada teks berita
Pembacaanya lancar, tidak tersendat-sendat, tetapi pandangan mata sering tertuju pada teks berita
Pembacaanya kurang lancar, agak tersendat-sendat, pandangan mata sering tertuju pada teks
3
2
33
No Indikator Deskriptor Skor
2 Intonasi Intonasinya tepat dan jelas, pemenggalan kalimatnya sangat sesuai
Terdapat beberapa intonasi yang kurang tepat
Intonasinya banyak yang tidak tepat
3
2 1 3 Pelafalan Ucapannya sangat jelas, sesuai dengan artikulasi
yang benar, dan tidak terdengar dialek kedaerahan
Ucapannya jelas, sesuai dengan artikulasi yang benar, tetapi masih terdengar dialek kedaerahan
Ucapannya kurang jelas, tidak sesuai dengan artikulasi yang benar, dan sering terdengar dialek kedaerahan
3
2
1
4 Ekspres/ mi-
mik Ekspresi wajar dan sesuai dengan isi dan ragam berita yang dibacakan
Ekspresi kurang wajar dan kurang sesuai dengan isi dan ragam berita yang dibacakan
Ekspresi tidak wajar dan tidak sesuai dengan isi dan ragam berita yang dibacakan.
3
2
1
5 Volume
suara Volume suara terdengar jelas Volume suara kurang terdengar jelas
Volume suara tidak terdengar jelas
3 2 1 6 Gerak/
Ges-tur Gerakan anggota badan terutama kepala selaras dengan ucapan
Gerakan anggota badan terutama kepala kurang selaras dengan ucapan
Gerakan kepala tidak ada atau terlihat kaku
3
Kelancaran seseorang dalam membacakan teks berita akan lebih
memudahkan pendengar dalam menangkap isi berita yang dibacakan.
Apabila siswa dalam membacakan teks berita lancar, tidak tersendat-sendat,
dan pandangan mata tidak terpaku pada teks berita, maka siswa memperoleh
skor 3. Apabila siswa dalam membacakan berita lancar, tidak
tersendat-sendat, tetapi pandangan mata sering tertuju pada teks berita, maka siswa
34
lancar, agak tersendat-sendat, pandangan mata sering tertuju pada teks,
maka siswa memperoleh skor 1.
2. Indikator Intonasi
Setiap pembaca seharusnya berusaha agar suara terdengar merdu, enak
didengar, dan mudah dipahami. Kemerduan suara ini terkait dengan
intonasi, yaitu keras lembutnya suara, tinggi rendahnya nada, dan cepat
lambatnya pembacaan. Ketepatan penggunaan intonasi mempunyai daya
tarik tersendiri dalam membaca. Dengan tinggi rendahnya dan keras
lembutnya suara, tidak akan menimbulkan suatu kejenuhan pendengar.
Apabila dalam membacakan berita, siswa membacakan dengan intonasi
yang tepat dan jelas, pemenggalan kalimatnya sangat sesuai, maka siswa
memperoleh skor 3. Apabila dalam membacakan berita, terdapat beberapa
intonasi yang kurang tepat, maka siswa memperoleh skor 2. Apabila dalam
membacakan berita, terdapat banyak intonasi yang tidak tepat, maka siswa
memperoleh skor 1.
3. Indikator Pelafalan
Pelafalan atau pengucapan yang tepat akan menentukan kualitas suara yang
dihasilkan dalam pembacaan teks. Pelafalan dan pengucapan yang tepat
akan membuat pendengar “berada” dalam teks yang Anda bacakan.
Pendengar akan senang menyimak apa yang Anda bacakan. Sebaliknya
pelafalan yang tidak tepat akan membuat pendengar tidak senang, jemu,
bahkan ada kemungkinan pendengar akan meninggalkan Anda.
35
artikulasi yang benar, dan tidak terdengar dialek kedaerahan, maka siswa
memperoleh skor 3. Apabila dalam membacakan berita ucapannya jelas,
sesuai dengan artikulasi yang benar, tetapi masih terdengar dialek
kedaerahan, maka siswa memperoleh skor 2. Apabila dalam membacakan
berita ucapannya kurang jelas, tidak sesuai dengan artikulasi yang benar,
dan sering terdengar dialek kedaerahan, maka siswa memperoleh skor 1.
4. Indikator Ekspresi/ Mimik
Perubahan raut muka juga diperlukan pada wanita kita membacakan teks
berita. Usahakan raut muka bersahabat. Ketetapan ekspresi atau mimik
dapat menunjang keefektifan berita yang dibacakan dan dapat
menghindupkan komunikasi. Berita yang dibacakan harus diekspresikan
sesuai dengan konteks.
Apabila siswa membacakan berita dengan ekspresi yang wajar dan sesuai
dengan isi dan ragam berita yang dibacakan, maka siswa memperoleh skor
3. Apabila siswa membacakan berita dengan ekspresi yang kurang wajar
dan kurang sesuai dengan isi dan ragam berita yang dibacakan, maka siswa
memperoleh skor 2. Apabila siswa membacakan berita dengan ekspresi
yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan isi dan ragam berita yang dibaca-
kan, maka siswa memperoleh skor 1.
5. Indikator Volume Suara
Volume suara yaitu keras pelannya suara. Pada waktu membacakan berita
suara harus jelas dan dengan volume yang cukup. Jangan terlalu keras dan
36
Apabila siswa membacakan berita dengan volume suara yang jelas, maka
siswa memproleh skor 3. Apabila siswa membacakan berita dengan volume
suara yang kurang jelas, maka siswa memperoleh skor 2. Apabila siswa
membacakan berita dengan volume suara yang tidak jelas, maka siswa
memperoleh skor 1.
6. Indikator Gerak/ Gestur
Gerak yang dimaksud di sini yaitu gerak anggota badan terutama kepala.
Pembacaan teks berita dapat diiringi dengan gerak-gerak yang selaras
dengan ucapan. Pengucapan dan gerak adalah dua hal yang saling
mendukung. Ucapan yang mantap dibantu dengan gerak yang tepat akan
memberikan tekanan dan penonjolan. Intensitas ucapan akan semakin baik
apabila di iringi dengan gerakan yang sesuai dengan maksud ucapan. Semua
gerak yang mengiringi pengucapan harus dilakukan secara wajar tidak
dibuat-buat dan spontan. Hal ini berarti bahwa gerak yang dilakukan tidak
melebihi dan mengurangi intensitas ucapan.
Apabila siswa membacakan berita dengan gerakan yang selaras dengan
ucapan, maka siswa memperoleh skor 3. Apabila siswa membacakan berita
dengan gerakan yang kurang selaras dengan ucapan, maka siswa
memperoleh skor 2. Apabila siswa membacakan berita tidak dengan gerakan
terlihat tegang dan kaku, maka siswa memperoleh skor 1.
b. Guru menjumlah skor keseluruhan hasil pekerjaan siswa.
37
ℎ = ℎ 100
d. Menentukan tingkat kemampuan siswa membacakan teks berita dengan
penghitungan persentase berdasarkan tolok ukur dibawah ini.
Tabel 3.3 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Membacakan Teks Berita
Interval Persentase Tingkat Kemampuan Keterangan
85% - 100% 75% - 84% 60% - 74% 40% - 59% 0% - 39%
Baik sekali Baik Cukup Kurang Gagal
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian tindakan di kelas VIII D SMP Negeri 1
Pardasu-ka dapat disimpulPardasu-kan sebagai berikut.
1.Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun dengan menggunakan teknik
pemodelan. Proses pembelajaran membacakan teks berita pada siklus satu
menerapkan teknik pemodelan secara berpasangan, sedangkan pada siklus dua
menerapkan pemodelan secara individu. Ternyata penerapan teknik pemodelan
secara individu dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membacakan teks
berita.
2. Peroses pembelajaran membacakan teks berita terlihat berhasil setelah
menerapkan teknik pemodelan secara individu. Terbukti pada siklus dua teknik
pemodelan secara individu dapat memotivasi siswa untuk lebih kreatif, berani,
serius, percaya diri, dan tidak gugup dalam membacakan teks berita di depan
kelas.
3. Hasil pembelajaran membacakan teks berita dengan menerapkan teknik
pemodelan mengalami peningkatan.
Hal ini terbukti pada prasiklus, nilai rata-rata siswa 62,73, siswa yang mencapai
74
mencapai KKM 18 orang (69,2%). Dengan demikian hasil pembelajaran prasiklus ke
siklus satu mengalami peningkatan 7,7%. Pada siklus dua nilai rata-rata siswa 71,53,
siswa yang mencapai KKM 22 orang (84,6%). Dengan demikian hasil pembelajaran
siklus satu ke siklus dua mengalami peningkatan 15,4%. Jika nilai rata-rata siswa
62,73%, dan jumlah siswa yang mencapai KKM 16 orang sebelum tindakan,
dibandingkan dengan siklus terakhir pada penelitian tindakan kelas ini, tampak bahwa
terjadi peningkatan. Nilai rata-rata siswa yang mencapai KKM pada prasiklus ke
siklus dua 23%.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat
peneliti sampaikan.
5.2.1 Untuk Guru
a. Guru sebaiknya menerapkan teknik pemodelan secara individu dalam
sanakan proses pembelajaran membacakan teks berita agar hasilnya baik se-
suai dengan tujuan yang diharapkan.
b. Guru sebaiknya lebih sabar membimbing siswa dalam proses pembelajaran
dengan menerapkan teknik pemodelan.
c. Guru harus lebih cepat tanggap terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi
siswa pada waktu belajar.
d. Dalam proses evaluasi sebaiknya guru menentukan indikator penilaian yang
75
5.2.2 Untuk Siswa
a. Dalam proses pembelajaran membacakan teks berita dengan penerapan teknik
pemodelan sebaiknya terjalin kerja sama yang baik, siswa lebih kreatif, lebih
berani, lebih serius, dan lebih percaya diri dalam membacakan teks berita di
depan kelas.
b. Siswa harus lebih banyak berlatih untuk mengatasi kekurangan-kekurangan
yang dimiliki.
c. Siswa harus banyak berlatih untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
5.2.3 Untuk Sekolah
Sekolah hendaknya mengadakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kiner-
ja prestasi guru sehingga memiliki keterampilan dalam pengelolaan pembelaja-
ran di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
A. Harras, Kholid dan Sulistianingsih, Lilis. 1998. Membaca 1. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Aryad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo
Brown, Douglas. 2001. Teaching by Principles. San Francisco State University:
Prentice Hall Regents.
BSNP. 2006. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Model Silabus Mata
Pelajaran SMP/MTs. Jakarta: BP. Cipta Jaya.
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Depdiknas. 2009. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Pers.
Kusuma, Wijaya. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Indeks.
Lampung, Universitas. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung:
Universitas Lampung.
Nurgiantoro, Burhan. 2009. Penelitian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE.
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/
CTL). Malang: Universitas Negeri Malang.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Bandung: Yrama Widya.
Roestiyah, N. K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedarso. 2001. Speed Reading Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
77
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Ken-
cana.
Wahono dan Hanif Abdul. 2006. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandarlampung: