• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1.1 DEFINISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1.1 DEFINISI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

2.1.1 DEFINISI

Demam dengue (dengue fever/DF) dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorragic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai nyeri retroorbita, leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom rejatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh rejatan/syok (Suhendro et al., 2006).

2.1.2 ETIOLOGI

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus dengue merupakan virus untai tunggal positif RNA dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat dengan berat molekul 4 x 106 (Suhendro et al., 2006).

(2)

2.1.3 EPIDEMIOLOGI

[image:2.612.151.538.303.519.2]

Negara dengan iklim tropis dan subtropis merupakan tempat potensial berkembangnya virus Dengue dan di perkirakan sekitar 3,6 milliar orang berisiko untuk terjangkit penyakit DB, diperkirakan terdapat 50 hingga 200 juta infeksi dengue, dengan 500.000 merupakan DBD dan Dengue Shock Syndrome dengan lebih dari 20.000 kematian (Murray et al., 2013). Wilayah dengan penyebaran Aedes aegypti dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Wilayah Penyebaran Aedes aegypti (WHO, 2014)

Dengue ditetapkan menjadi “penyakit paling penting yang ditularkan oleh nyamuk di seluruh dunia” pada tahun 2012 oleh WHO karena penyebarannya yang sangat luas dan menyebabkan kerugian secara ekonomi (Murray et al., 2013).

(3)

tahun 2010, 187,333 kasus dilaporkan dari Negara Asia Tenggara, saat ini 8 Negara Asia Tenggara tergolong daerah hiperendemik dengan keberadaan ke- 4 seroype virus (Murray et al., 2013).

[image:3.612.150.479.369.502.2]

Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, WHO mencatat Indonesia sebagai Negara dengan kasus tertinggi DBD di Asia Tenggara dengan penyebaran dan peningkatan yang begitu pesat setiap tahunnya. Pada tahun 2009 angka kejadian kasus DBD 158.912 dimana 32 provinsi terjangkit DBD (97%) jumlah angka kejadian ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 137.469. Peningkatan tersebut mungkin disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya (Achmadi, 2010). Gambaran angka kejadian DBD di Indonesia dapat dilihat pada gambar 2.2

(4)

2.1.4 VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

2.1.4.1 KLASIFIKASI Aedes sp.

Philum : Antrophoda Kelas : Insecta

Ordo : Dipthera

Famili : Culicidae Sub Famili : Culicidae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti Aedes albopictus

2.1.4.2 MORFOLOGI Aedes sp.

(5)
[image:5.612.112.532.134.554.2]

Tabel 2.1 Perbedaan Aedes aegypti dan Aedes albopictus (CDC, 2012)

Aedes aegypti Aedes albopictus

Nama lain Yellow fever mosquito Asian tiger mosquito

Morfologi Pola perak berbentuk lira atau violin pada punggung dan garis putih pada kaki

Satu garis perak pada punggung dan garis putih pada kaki

Penyebaran Daerah urban, lebih sering dalam ruangan (indoors)

Semak-semak atau taman, lebih sering luar ruangan (outdoors)

Target Manusia, sedikit menyerang mamalia lainnya

Menyerang mamalia atau hewan bertulang belakang lainnya

Vektor Utama dari dengue Utama dengue di beberapa tempat

(6)
[image:6.612.226.455.112.335.2]

Gambar 2.3 Tempat Perindukan Aedes sp. (Mulyanto, 2005)

Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang berada di dalam rumah atau berdekatan dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan “buatan manusia”, seperti tempayan atau gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, tangki atau menara air, talang hujan, jamban atau pot bunga, kaleng, botol dan ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan juga berupa tempat perindukan alami seperti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa dan lubang pohon yang berisi hujan. Aedes aegypti dan Aedes albopictus sering ditemukan hidup bersama-sama (Mulyanto, 2005).

(7)
[image:7.612.222.500.114.263.2]

Gambar 2.4 DAUR HIDUP Aedes sp. [ CITATION Zet13 \l 1033 ]

Aedes aegypti merupakan serangga yang mengalami holometabolous (metamorphosis sempurna) yang terdiri dari siklus telur-larva-pupa-dewasa. Nyamuk dewasa betina dapat menghasilkan rata-rata 100-200 telur dalam satu siklus dan dapat bertelur hingga lima kali sepanjang hidupnya. Telur akan diletakan satu per satu pada area yang lembab baik yang alami seperti lubang pohon maupun buatan seperti kaleng bekas. Telur akan diletakan diatas permukaan air dan diletakan di banyak tempat. Telur ini berbentuk oval dengan panjang 1 mm dan memiliki permukaan yang halus. Pada cuaca hangat telur akan menetas dalam 2 hari sedangkan pada cuaca dingin akan menetas dalam 7 hari, telur tersebut dapat bertahan dalam kekeringan hingga 1 bulan lamanya dan menetas dan menjadi larva pada saat terkena air [ CITATION Zet13 \l 1033 ].

(8)

Pupa Aedes aegypti memiliki kemampuan unik untuk bergerak dan merespon terhadap stimulus, selama 2 hari akan bertahan dalam fase pupa kemudian akan berkembang jadi dewasa[ CITATION Zet13 \l 1033 ].

2.1.4.5 PENYEBARAN Aedes sp.

Penyebaran Aedes aegypti yang kosmopolit dan menjangkau daerah yang sangat luas erat kaitannya dengan perkembangan sistem transportasi. Di Indonesia, penyebaran spesies nyamuk dari kota-kota pelabuhan ke kota-kota di pedalaman termasuk di desa-desa diakibatkan oleh transportasi yang menyangkut tempat-tempat penampungan air hujan seperti drum, kaleng, ban bekas dan benda-benda lainnya yang berisi larva Aedes aegypti. Penyebaran populasi Aedes aegypti juga erat kaitannya dengan perkembangan pemukiman penduduk akibat didirikannya rumah baru yang dilengkapi dengan sarana pengadaan air untuk keperluan sehari-hari [ CITATION AMa07 \l 1033 ].

2.1.4.6 UMUR Aedes sp.

(9)

2.1.4.7 JARAK TERBANG Aedes sp.

Aedes aegypti merupakan nyamuk penerbang jarak pendek yang mampu terbang kira-kira 50 m dari tempat perindukannya. Hal ini berkaitan dengan habitatnya yang dekat dengan manusia dan banyak ditempat yang padat penduduk. Ditemukan nyamuk dewasa pada jarak 2 km dari tempat perindukannya, disebabkan oleh pengaruh angin atau transportasi yang membawa Aedes aegypti[ CITATION AMa07 \l 1033 ].

2.1.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue (Suhendro et al., 2006).

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE);

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

(10)

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a (Suhendro et al., 2006).

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi (Suhendro et al., 2006).

Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma disertai peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma (Suhendro et al., 2006).

(11)

beta-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi tromobosit (Suhendro et al., 2006).

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (Suhendro et al., 2006)

2.1.6 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (Suhendro et al., 2006).

2.1.7 DIAGNOSIS

Langkah penegakan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita infeksi dengue. Riwayat penyakit yang harus diketahui adalah riwayat demam/sakit, tipe demam, jumlah asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya gangguan kesadaran, urine output, juga adanya orang lain di lingkungan kerja/rumah yang sakit serupa[ CITATION Sud10 \l 1033 ].

(12)

hepatomegali/asites/kelainan abdomen lainnya, adanya ruam atau ptekie atau tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak ditemukan maka lakukan uji torniket. Sensitivitas uji torniket ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya mencapai 82 % [ CITATION Sud10 \l 1033 ].

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit cenderung memberikan hasil yang rendah. Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus. Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai hari ke-5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun. Ig M masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi primer, konsentrasi Ig M lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke-14 dengan titer yang rendah (<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah dapat terdeteksi pada hari ke-2 dengan titer yang tinggi (> 1 :2560) dan dapat bertahan seumur hidup [ CITATION Sud10 \l 1033 ].

Pada foto rontgen dada dapat ditemukan efusi pleura, terutama pada hemitoraks tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG (Suhendro et al., 2006).

2.1.8 PENATALAKSANAAN

(13)

harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna (Suhendro et al., 2006).

2.1.9 PENCEGAHAN

Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit DB atau DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian, sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu dengan pengendalian vektornya. Beberapa metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu manajemen lingkungan, pengendalian biologis, pengendalian kimiawi, partisipasi masyarakat dan peraturan perundang-undangan [ CITATION Sup10 \l 1033 ].

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik jika dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan. Sejarah keberhasilan manajemen lingkungan telah ditunjukan oleh Kota Purwokerto dan Negara lain seperti Kuba dan Panama [CITATION Sup10 \l 1033 ].

Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk pengendalian vektor. Beberapa agent biologis yang sudah terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri yang mengandung endotoksin seperti Bacillus thuringiensis serotype H-14 dan predator seperti Cyclops dari jenis Crustasea dan ikan pemakan jentik. Contoh predator larva di alam cukup banyak, akan tetapi yang bisa digunakan untuk mengendalikan populasi larva vektor DBD tidak banyak, salah satunya yang sudah terbukti efektif dan digunakan di Kota Palembang adalah ikan cupang [CITATION Sup10 \l 1033 ].

(14)

pada lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida dalam jangka tertentu akan menimbulkan resistensi vektor, sehingga penggunaan insektisida harus secara bijak dan merupakan senjata pamungkas [CITATION Sup10 \l 1033 ].

Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu, kelompok, masyarakat bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat yang mau dan mampu melakukan 3M plus atau PSN (pengendalian sarang nyamuk) di lingkungan mereka. Akan tetapi, karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, penyuluhan tentang vektor dan metode pengendaliannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara berkesinambungan [CITATION Sup10 \l 1033 ].

Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat dilakukan secara individu dengan menggunakan repellent dan menggunakan pakaian yang panjang demi mengurangi gigitan nyamuk, atau untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur (insecticide treated nets/ITNs) dan kasa anti nyamuk. Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan obat nyamuk bakar, vaporize mats (VP) dan repellent oles anti nyamuk bisa digunakan oleh individu [CITATION Sup10 \l 1033 ].

(15)
(16)

2.2 PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU

2.2.1 PENGETAHUAN

Notoatmodjo 2012 menyatakan, pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Untuk mengukur tingkat pengetahuan terdiri dari enam peringkat yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation) [ CITATION Soe07 \l 1033 ].

(17)

materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan ketentuan yang sudah ada sehingga mampu menyatakan alasan untuk pertimbangan tersebut [CITATION Soe07 \l 1057 ].

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, informasi, sosial budaya serta ekonomi, pengalaman dan usia. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi [CITATION Soe07 \l 1057 ].

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut [CITATION Soe07 \l 1057 ].

Sosial dan budaya diartikan sebagai kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang [CITATION Soe07 \l 1057 ].

(18)

2.2.1.1 INDIKATOR PENGETAHUAN TERHADAP KESEHATAN

1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit, meliputi penyebab penyakit, gejala penyakit, bagaimana cara pengobatan, cara penularan, dan cara pencegahannya [ CITATION Soe07 \l 1033 ].

2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi jenis makanan yang bergizi serta manfaatnya bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, bahaya merokok, minuman keras, narkoba, serta pentingnya istirahat yang cukup[ CITATION Soe07 \l 1033 ]. 3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi manfaat air bersih, cara

pembuangan limbah yang sehat, akibat polusi bagi kesehatan, dan sebagainya [ CITATION Soe07 \l 1033 ].

2.2.2 SIKAP

(19)

Sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan, ide, serta konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak.

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan berdasarkan intensitasnya, yaitu menerima (receiving), menanggapi (responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible).

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau menerima dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Menanggapi artinya memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon [ CITATION Soe07 \l 1033 ].

Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemooh atau ada risiko lain [CITATION Soe07 \l 1057 ]

2.2.2.1 INDIKATOR SIKAP TERHADAP KESEHATAN

Indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, antara lain:

1) Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit dan sebagainya [CITATION Soe07 \l 1057 ].

(20)

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat [CITATION Soe07 \l 1057 ].

3) Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan [CITATION Soe07 \l 1057 ].

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Dapat melalui wawancara atau angket [CITATION Soe07 \l 1057 ].

2.2.3 PERILAKU

Perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan, antara lain faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan dan bersifat bawaan (seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya) dan faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. [CITATION Soe07 \l 1057 ].

Perilaku ini memiliki beberapa tingkatan, yakni respons terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh; mekanisme yaitu dapat mlakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan; dan adopsi yaitu adopsi merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikanya tanpa mengurangi kebenaran [ CITATION Soe07 \l 1033 ].

2.2.3.1 PERILAKU KESEHATAN

(21)

makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintance), perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan (Health Seeking Behaviour) dan perilaku kesehatan lingkungan. Pemeliharaan kesehatan (Health Maintance) adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesahatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit yang terdiri dari tiga aspek, yaitu perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit; pemulihan kesehatan jika telah sembuh dari sakit; dan perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat, perilaku gizi (makanan dan minuman). [CITATION Soe07 \l 1057 ].

Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan (Health Seeking Behaviour) adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment). Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang mengelola lingkungannya, sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya [CITATION Soe07 \l 1057 ].

Perilaku kesehatan lingkungan antara lain mencakup :

 Perilaku sehubungan dengan air bersih.

 Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor.

 Perilaku sehubungan dengan limbah.

 Perilaku sehubungan dengan rumah sehat.

 Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk.

2.2.3.2 INDIKATOR PERILAKU TERHADAP KESEHATAN

1) Tindakan (Praktek) Sehubungan dengan Penyakit.

(22)

3) Tindakan (Praktek) Kesehatan Lingkungan.

Gambar

Gambar 2.1 Wilayah Penyebaran Aedes aegypti(WHO, 2014)
Gambar 2.2 Gambaran Angka Kejadian DBD di Indonesia                               (Achmadi, 2010)
Tabel 2.1 Perbedaan Aedes aegypti dan Aedes albopictus(CDC, 2012)
Gambar 2.3 Tempat Perindukan Aedes sp.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Click to view Web Link, click Chapter 6, Click Web Link from left navigation, then click Multifunction Peripherals below Chapter 6.. Other

Rumus statistik dihubungkan dengan jaringan-jaringan halaman ( hyperlink ) yang bersifat statis. Analisis jalur digunakan jika terdapat variabel mediasi. Dalam penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi cacat bantalan bola lintasan luar pada fan industri berbasis classifier SVM menggunakan input parameter statistik

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan, hasil hipotesis 3 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor tes akhir hasil belajar keterampilan

Ketiga, bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perdagangan orang (studi putusan Nomor 149/Pid.Sus/2015/Pn Tembilahan). Jenis penelitian yang

Jumlah mahasiswa yang dijadikan responden sebanyak 170 mahasiswa dari masing – masing program studi, tetapi hanya 102 mahasiswa yang mengembalikan kuisioner

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Setelah 4-5 jam dalam pelayarannya kapal mengalami cuaca buruk dan ombak besar, Saksi melaporkan kepada Tersangkut Nakhoda bahwa kapal bocor dan diperintahkan