ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN COMPUTER VISION SYNDROME PADA OPERATOR KOMPUTER PT.BANK
LAMPUNG, PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Siti Alvina Octavia
Penggunaan komputer dapat memberikan efek terhadap kesehatan, salah satunya yaitu gangguan mata. Kumpulan gejala kelelahan mata dinamakan computer vision syndrome (CVS). CVS adalah kumpulan gejala mata yang timbul setelah bekerja di depan layar komputer. CVS meliputi gejala - gejala kelelahan mata seperti sakit kepala, penglihatan kabur, mata kering dan iritasi, sakit pada leher dan punggung, kepekaan terhadap cahaya dan penglihatan ganda. Kami melakukan penelitian mengenai CVS dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian CVS.
Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Desember 2015 di PT. Bank Lampung, Provinsi Lampung. Desain penelitian ini adalah obsevasional-analitik dengan pendekatan cross-sectional dan melibatkan 76 responden.
ABSTRACT
FACTORS RELATED TO THE INCIDENCE OF COMPUTER VISION SYNDROME ON COMPUTER OPERATORS AT PT. BANK LAMPUNG,
LAMPUNG PROVINCE
By
Siti Alvina Octavia
Computer usage leads to various health problem including eye discomfort. The complex of eye and vision problems related to prolonged use of Visual Display Terminal (VDT) has been termed as Computer Vision Syndrome (CVS). CVS is the ocular sign collection that emerge after working in front of the computer screen. Symptoms of CVS like astenopia, hazy vision, dry eye, headache, back pain, neck strain, eye irritation, and juicy eye.We conduct research on CVS for the purpose of this study was to determine factors related to the incidence of CVS on computer operators at office PT. Bank Lampung, Lampung province.
This research was on September until December 2015. The study design was observational – analytic with cross-sectional approach and involved 76 respondents.
The results showed a significant relation to the sex factor (p = 0,010 and OR = 4,190), rest breaks frequency (p = 0,004 and OR = 0,0129), glasses user (p = 0,013 and OR = 0,105), and eye distance towards computer screen (p = <0,001 and OR = 0,003). At the age factor, long usage, and condition of
lighting does not have a significant relation in which the value of p = >0,05.
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
COMPUTER VISION SYNDROME (CVS) PADA OPERATOR KOMPUTER
PT. BANK LAMPUNG, PROVINSI LAMPUNG
Oleh
SITI ALVINA OCTAVIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 16 Oktober 1994, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Yuzar Herrysontama dan Ibu Marlina Jayasinga.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Azhar 4 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Al-Azhar 2 Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2012.
SANWACANA
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat sehingga penelitian ini dapat Saya selesaikan. Tiada kata yang pantas terucap selain selalu bershalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Keberadaannya membuat hati pengikutnya tenang walau belum pernah bertemu dengannya.
Alhamdulillah atas kehendak dan karunia Allah SWT, Saya akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) Pada Operator Komputer PT Bank Lampung, Provinsi Lampung” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Saya meyakini penelitian skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari banyak kalangan. Maka dengan ini Saya sampaikan ucapan terima kasih kepada :
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
3. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses serta penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Ahmad Fauzi, M.Epid, Sp. OT., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses serta penyelesaian skripsi ini;
5. Dr. Fitria Saftarina, M.Sc., selaku Penguji Utama atas waktu, ilmu, serta saran-saran yang telah diberikan;
6. dr. Dwita Oktaria, M.Pd.Ked., selaku Pembimbing Akademik atas nasihat dan bimbingannya selama berada di FK Unila;
7. Yuzar Herrysontama, S.E., dan Marlina Jayasinga, S.E.,M.M, orang tua
penulis, atas do’a, dukungan, motivasi, dan masukannya. Semoga hasil
penelitian ini bisa menjadi ilmu yang bermanfaat sehingga pahala bisa terus mengalir kepada mereka berdua;
8. Siti Balqish Meizarina, adik penulis atas pemberian do’a, motivasi dan dukungannya;
9. Seluruh Staff dan Karyawan PT.Bank Lampung yang telah bersedia dijadikan sampel peneliti;
11.Seluruh Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;
12.Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 13.Dr. Tunjung Dharmalia, M.PH., sepupu penulis yang telah memberikan
masukan, saran, bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini;
14.Sahabat-sahabatku di FK Unila Debby Aprilia, Zygawindi Nurhidayati, Ria Rizki Jayanti, Karina, Ria Rizki Jayanti, dan Asep Setya Rini yang selalu memberikan banyak bantuan, dukungan dan do’a kepada penulis
untuk menyelesaikan tugas skripsi ini;
15.Sahabat-sahabatku lainnya yang tak kenal jarak dan waktu Ratu, Veby, Ryna, Yunsi, Ida, Bayu, Ferdian, Rizky, Azis, teman-teman di LIPU, Madagaskar, XII IPA 5 lainnya yang selalu memberikan semangat, do’a dan bantuannya;
16.Teman-teman KKN Pulung Kencana Tulang Bawang Barat yang telah memberikan kehidupan yang baru, berbagi suka maupun duka dan kebersamaan selama 40 hari hingga saat ini;
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.
Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Mata ... 7
2.1.1 Bulbus Oculi... 7
2.1.2 Otot Ekstrinsik dan Intrinsik Mata ... 8
2.1.3 Pembuluh Darah Mata ... 10
2.1.4 Lapisan Vaskuler Bola Mata ... 10
2.1.5 Kornea ... 11
2.1.6 Lensa ... 11
2.1.7 Corpus Vitreum ... 12
2.1.8 Kelopak Mata... 12
2.1.9 Apparatus Lacrimalis... 13
2.1.10 Proses Visual Mata... 13
2.2 Computer Vision Syndrome... 16
2.2.1 Definisi... ... 16
2.2.2 Patofisiologi... 16
2.2.4 Obat Yang Mempengaruhi Sekresi Air Mata ... 24
2.2.5 Penyakit Akibat Kerja ... 25
2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ... 25
2.2.7 Pencegahan... 33
2.3 Kerangka Penelitian... 35
2.3.1 Kerangka Teori ... 35
2.3.2 Kerangka Konsep... 37
2.4 Hipotesis... 38
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 39
3.2 Tempat dan Waktu ... 39
3.2.1 Tempat Penelitian... 39
3.2.2 Waktu Penelitian... 39
3.3 Populasi dan Sampel ... 40
3.3.1 Populasi... ... 40
3.3.2 Sampel... 40
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 41
3.4.1 Kriteria Inklusi... 41
3.4.2 Kriteria Eksklusi... 41
3.5 Identifikasi Variabel ... 42
3.5.1 Variabel Independen... 42
3.5.2 Variabel Dependen... 42
3.6 Definisi Operasional ... 43
3.7 Alur Penelitian... 45
3.8 Cara Kerja Penelitian... 46
3.9 Instrumen Penelitian... 46
3.10 Pengolahan dan Analisis Data ... 48
3.11 Etika Penelitian ... 50
4.1.1 Kuesioner Mcmonnies ……….… 53
4.1.2 Analisis Univariat ………...………... 53
4.1.3 Analisis Bivariat …………... 58
4.2 Pembahasan ………... 61
4.2.1 Analisis Univariat ……….…... 61
4.2.2 Analisis Bivariat ………...………... 65
4.3 Keterbatasan Penelitian ………... 71
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……… 72
5.2 Saran ……….……….. 73 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Gambar Halaman
1. Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja ... 32
2. Definisi Operasional Variabel ... 43
3. Distribusi Frekuensi Variabel ………. 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Mata ... 8
2. Otot Penggerak Bola Mata... 9
3. Luxmeter ………..……... 33
4. Kerangka Teori ………...……... 36
5. Kerangka Konsep ………...……... 37
DAFTAR SINGKATAN
CVS = Computer Vision Syndrome
AOA = American Optometric Association
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penggunaan komputer dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan. Salah satunya yaitu gangguan mata karena penggunaan mata secara terus-menerus untuk menatap monitor komputer. Kumpulan gejala kelelahan mata tersebut oleh American Optometric Association (AOA) dinamakan Computer Vision Syndrome (CVS) (Affandi, 2005). AOA (2006) mendefinisikan CVS sebagai sekelompok gangguan okuler yang dikeluhkan oleh seseorang yang menggunakan komputer dalam waktu yang cukup lama. Gejala CVS berupa nyeri berdenyut di sekitar mata, mata kabur, mata merah, mata kering dan iritasi, sakit kepala, peka terhadap cahaya serta penglihatan ganda.
akan mengakibatkan ketegangan dan kelelahan pada mata. Kejadian CVS juga dinyatakan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Faizah, 2008).
Hasil riset yang dilakukan National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) menunjukkan, hampir 88 % dari seluruh pengguna komputer mengalami CVS, yaitu suatu kondisi yang timbul karena terlalu lama memfokuskan mata ke layar komputer. Hasil riset lain juga menyatakan bahwa insidensi dari CVS berkisar antara 64% - 90% dari pengguna komputer di dunia. Setidaknya 60 juta orang di dunia telah mengalami CVS. Survei AOA pada tahun 2004 menunjukkan lebih dari 10 juta pemeriksaan mata pertahun di Amerika Serikat dilakukan untuk masalah CVS dan sebanyak satu juta kasus baru dilaporkan tiap tahunnya (AOA, 2006; Hayes, 2007).
Menurut Andriana (2007), CVS dipengaruhi oleh karakteristik individu, karakteristik layar monitor, kondisi lingkungan kerja, dan waktu kerja. Menurut Depita (2014), sindrom ini dapat dipengaruhi oleh gangguan penglihatan, durasi penggunaan komputer, cahaya layar monitor, dan intensitas pencahayaan. Menurut Loh&Reddy (2008), faktor yang mempengaruhi CVS adalah faktor personal, faktor lingkungan, dan faktor komputer. Pada faktor personal antara lain postur duduk yang salah, usia, kelainan refraksi, jarak pandang mata ke monitor dan jenis kelamin. Faktor lingkungan antara lain pencahayaan ruangan, suhu dan kelembapan. Faktor komputer antara lain resolusi dan kontras monitor komputer yang salah.
Sebagian besar penggunaan komputer ditujukan untuk meningkatkan efektifitas kerja. Salah satu perusahaan yang memanfaatkan penggunaan komputer adalah Bank Lampung. Hampir sebagian besar karyawannya menggunakan komputer dalam bekerja. Bank Lampung (PT. Bank Pembangunan Daerah Lampung) merupakan suatu lembaga keuangan di Provinsi Lampung. Saat ini, Bank Lampung telah memiliki 62 jaringan kantor yang tersebar di Provinsi Lampung. .
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian CVS pada operator komputer di Kantor Pusat PT. Bank Lampung.
1.2Rumusan Masalah
Dengan demikian maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung?
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
1.3.2 Tujuan khusus:
1. Mengetahui hubungan usia dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
2. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
3. Mengetahui hubungan lama bekerja di depan komputer dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
4. Mengetahui hubungan frekuensi istirahat mata pada komputer dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
6. Mengetahui hubungan tingkat pencahayaan ruangan dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
7. Mengetahui hubungan jarak pandang mata ke komputer dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Menambah data dan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan CVS.
2. Dapat menjadi sumbangan informasi kepada kantor bank Lampung khususnya kepada para pegawainya untuk melakukan pengaturan waktu istirahat yang tepat guna dan mengontrol jam penggunaan komputer agar tidak menganggu kesehatan mata dan produktivitas kerja.
3. Sebagai masukan bagi kantor Bank Lampung dalam menetapkan maksimal jam kerja dan waktu istirahat untuk meningkatkan kualitas perlindungan kepada tenaga kerja.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata
Bola mata beserta otot-otot ekstrinsik mata, kelenjar air mata dan sarafnya terletak di dalam cavum orbita. Cavum orbita terbentuk oleh pars orbitalis dari os frontalis, os zygomaticus, os maxilla, os lacrimalis, dan lamina papyracea ossis ethmoidalis.
2.1.1 Bulbus Oculi
Bulbus oculi berbentuk bulat dengan diameter antero-posterior sedikit lebih kecil dari diameter lateralnya. Bagian luar bulbus oculi dibentuk oleh sclera berwarna putih dengan bagian yang bening transparan di bagian anterior.
Tempat peralihan antara kedua bagian ini dinamakan fornix conjunctivae superior dan fornix conjunctivae inferior (Wibowo, 2009). Anatomi bulbus oculi dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Anatomi Mata (Wibowo, 2009)
2.1.2 Otot Ekstrinsik dan Intrisik Mata
demikian, kontraksi musculus obliquus superior akan memutar bola mata ke inferior dan lateral.
Musculus rectus lateralis dipersarafi oleh nervus abducens, musculus obliquus superior oleh nervus trochlearis dan otot-otot lain oleh komponen motoris nervus oculomotorius. Saraf-saraf tersebut mencapai cavitas orbitalis melalui fissura orbitalis superior. Otot intrinsik mata terdiri dari (1) musculus ciliriaris, (2) musculus sphincter papillae dan (3) musculus dilator papillae. Kedua otot pertama dipersarafi komponen parasimpatis nervus oculomotorius, yang ketiga terutama oleh saraf simpatis (Wibowo, 2009). Otot penggerak bola mata dapat dilihat pada gambar 2.
2.1.3 Pembuluh Darah Mata
Pembuluh darah untuk bagian dalam bola mata, cabang arteria ophtalmica, juga menembus sclera bersama nervus opticus. Pembuluh darah yang berada di lapisan sebelah dalam bernama choroidea. Pada lapisan choroidea terdapat arteria centralis retinae, dan cabang-cabang pembuluh darah lain. Darah vena keluar dari tempat yang sama dan selanjutnya bermuara pada sinus cavernosus. Di tempat masuk bola mata, pembuluh darah dan saraf dapat ditemukan di bagian dalam bola mata yang dinamakan discus nervi optic (Wibowo, 2009).
2.1.4 Lapisan Vaskuler Bola Mata
Lapisan choroidea pada tempat peralihan sekitar ora serrata melanjutkan diri menjadi corpus ciliare. Corpus ciliare di depan berhubungan dengan iris. Corpus ciliare dibentuk oleh musculus ciliriaris dan processus ciliares. Musculus ciliaris terdiri dari dua kumpulan otot polos yang masing-masing mempunyai serabut longitudinal dan serabut yang oblique. Kontraksi otot-otot ini mengatur ketegangan zonula ciliaris, penggantung lensa, sehingga berperan pada proses akomodasi lensa.
menyebabkan gambaran warna mata yang bervariasi. Di dalamnya terdapat musculus sphincter papillae dan musculus dilatator papillae.
Dengan adanya iris ini, ruangan yang terdapat antara corpus ciliare bersama lensa mata dan kornea terbagi menjadi dua bagian. Yang di depan iris dinamakan camera anterior dan ruangan antara iris dan lensa dinamakan camera posterior. Kedua ruangan ini berisi humor aquosus (Wibowo, 2009).
2.1.5 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang avasculer, dengan diameter lebih kecil dari sclera sehingga lebih cembung. Ia menerima oksigendari humor aquosus dan dari udara luar. Kornea terdiri dari lima lapisan, yang terluar lapisan epithelium anterius, lamina limitans anterior, substansia propria, lamina limitans posterior, dan epithelium posterius (Wibowo, 2009).
2.1.6 Lensa
lunak sehingga memungkinkan terjadinya proses akomodasi lensa (Wibowo, 2009).
2.1.7 Corpus Vitreum
Corpus vitreum merupakan massa berbentuk gel yang transparan terletak antara lensa dan dinding dalam bola mata. Humor aquosus adalah cairan yang mengisi camera anterior dan camera posterior. Cairan ini dibentuk di processus ciliares, mengisi camera posterior, mengalir melalui papilla mengisi camera anterior. Cairan ini selanjutnya dialirkan melalui angulus iridocornealis mencapai canalis schlemm. Gangguan aliran pada sistem tersebut diatas meninggikan tekanan cairan di dalam camera anterior dan camera posterior pada penyakit yang dinamakan glaucoma (Wibowo, 2009).
Pupil (papilla) adalah lubang yang terbentuk oleh pinggir bebas iris. Diameternya disesuaikan dengan intensitas cahaya yang masuk bola mata dan akomodasi. Pada saat melihat dekat, pupil akan mengecil demikian pula bila menghadapi cahaya sangat terang (Wibowo, 2009).
2.1.8 Kelopak Mata
terdapat glandula ciliares yang menghasilkan keringat dan sebum (Wibowo, 2009).
2.1.9 Apparatus Lacrimalis
Di sudut media palpebra superior dan palpebra inferior dapat dijumpai pangkal ductus nasolacrimalis, yaitu punctum lacrimale atas-bawah. Setelah membasahi permukaan depan bola mata beserta conjunctiva nya air mata dialirkan ke puncta ini. Selanjutnya, air mata dialirkan melalui canaliculus lacrimalis ke saccus lacrimalis, lalu ke ductus nasolacrimalis dikeluarkan ke rongga hidung pada meatus nasi inferior (Wibowo, 2009).
2.1.10 Proses Visual Mata
intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Setelah itu cahaya melewati lensa mata, vitreus humor, fotoreseptor, dan fovea. Pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan nyata yang kecil dan terbalik. (Seeley, 2006).
Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic. Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, kiasma optikus, traktus optikus, geniculate lateral dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri (Seeley, 2006).
yang terbentuk menjadi nyata, tegak, dan sesuai aslinya (Seeley, 2006).
2.2 Computer Vision Syndrome
2.2.1 Definisi
Menurut Garg (2009), Computer Vision Syndrome (CVS) adalah sebuah kondisi yang terjadi pada orang-orang yang bekerja pada monitor komputer. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya CVS adalah posisi yang tidak pas seperti duduk terlalu dekat ke monitor komputer, pencahayaan yang kurang, dan bertambahnya tatapan ke layar dan frekuensi berkedip yang berkurang. CVS merupakan kondisi sementara yang diakibatkan oleh mata yang bekerja terlalu fokus dan menatap pada display komputer dalam suatu periode waktu yang tidak mendapat interupsi.
2.2.2 Patofisiologi
gejala-gejala astenopia dan memberi rasa lelah pada mata setelah bekerja dalam waktu yang lama (Garg, 2009).
Beberapa orang dengan umur sekitar 30-40 tahunan mengeluhkan ketidakmampuan untuk memfokuskan objek-objek dekat setelah bekerja dalam waktu yang singkat, yang berakhir pada penurunan mekanisme fokus akomodasi dari mata dan presbiopia. Tampilan pada monitor tidak sama dengan hasil tampilan piksel-piksel yang berupa titik, sehingga akan menambah nilai kontras yang rendah dan kekurang jelasan. Selain itu, huruf-huruf pada monitor komputer bervariasi dalam intensitas cahaya, sehingga akan menambah nilai kontras yang rendah. Hal ini menyebabkan mata harus tetap fokus secara spontan untuk menjaga ketajaman gambar sehingga memaksa otot siliaris pada mata untuk bekerja. Kelemahan akomodasi juga meningkatkan kerja dari otot siliaris pada mata (Garg, 2009).
2.2.3 Gejala klinis
Gejala klinis dari CVS menurut AOA antara lain mata pegal dan kabur, mata kering dan iritasi, sakit kepala, sakit pada leher dan punggung, peka terhadap cahaya serta penglihatan ganda (AOA, 2006).
1. Mata tegang
Istilah yang dipakai oleh spesialis mata untuk mata tegang adalah asthenopia. Kamus ilmiah penglihatan mendefinisikan asthenopia sebagai keluhan subjektif penglihatan berupa penglihatan yang tidak nyaman, nyeri dan kepekaannya berlebihan.
Asthenopia dapat disebabkan oleh otot mata yang bekerja berlebihan ketika memfokus, ada perbedaan penglihatan di kedua mata, astigmatisme, hipermetrop (rabun dekat), miopi (rabun jauh), cahaya berlebihan, kesulitan koordinasi mata dan lain-lain. Di dalam lingkungan pemakaian komputer, mata tegang dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan dan penglihatan yang berbeda-beda (Garg, 2009; Affandi, 2005).
2. Sakit kepala
daripada sisi yang lain dan dapat disertai berbagai gejala yang lebih umum (Garg, 2009; Affandi, 2005).
Para pengguna komputer lebih besar kemungkinannya mengalami sakit kepala jenis otot tegang. Sindrom tersebut dapat dipicu oleh berbagai bentuk, termasuk kecemasan dan depresi, dan dipicu juga oleh berbagai kondisi mata yang termasuk astigmatisme dan hipermetropi, juga oleh kondisi tempat kerja yang tidak layak, termasuk adanya silau, cahaya kurang, dan penyusunan letak komputer yang tidak layak. Jika semua faktor yang terlihat jelas telah dipertimbangkan, dibutuhkan penanganan kesehatan yang dimulai dengan melakukan pemeriksaan mata lengkap (Garg, 2009; Affandi, 2005).
3. Penglihatan kabur
Tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu. Bila pandangan diarahkan ke suatu titik yang jaraknya kurang dari 6 meter, mekanisme pemfokusan mata untuk menambah kekuatan fokus mata dan mendapatkan bayangan yang jelas di retina harus diaktifkan.
Penyebab lain mata kabur adalah kacamata koreksi yang tidak tepat kekuatan dan setelannya, kelainan pemfokusan terutama yang terkait dengan usia (presbiopi). Penyebab yang berasal dari lingkungan antara lain sudut penglihatan yang kurang baik, ada refleksi cahaya yang menyilaukan atau monitor yang dipakai ternyata berkualitas buruk atau rusak. Semua faktor tersebut harus dipertimbangkan bila keluhan mata kabur terjadi (Garg, 2009; Affandi, 2005).
4. Mata kering dan iritasi
Permukaan depan mata diliputi oleh suatu jaringan yang mengandung kelenjar yang menghasilkan air, mukus dan minyak. Ketiga lapisan itu disebut air mata yang membatasi permukaan mata dan mempertahankan kelembaban yang diperlukan agar mata dapat berfungsi dengan normal. Air mata juga membantu mempertahankan keseimbangan oksigen yang tepat pada struktur mata bagian depan dan untuk mempertahankan sifat optik sistem penglihatan.
bermakna pada saat bekerja di depan komputer dibandingkan dengan sebelum atau sesudah bekerja.
Penjelasan mengapa kecepatan berkedip tersebut berkurang antara lain karena konsentrasi pada menyelesaikan pekerjaan yang menggunakan komputer. Besarnya bukaan mata terkait dengan arah pandangan. Makin tinggi pandangan diarahkan, mata akan terbuka lebih lebar. Banyaknya penguapan ada kaitannya dengan besarnya bukaan mata. Bila memandang monitor yang lebih tinggi, bukaan mata lebih lebar dan penguapan air mata lebih banyak. Sudut pandangan yang lebih tinggi mungkin pula mengakibatkan banyak kedipan yang tidak lengkap (Garg, 2009; Affandi, 2005).
5. Sakit pada leher dan punggung
Bekerja dengan posisi yang salah akan mencederai leher dan punggung, hal tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan dalam bekerja. Pada kasus yang parah akan dapat mengakibatkan ketidakmampuan bekerja. Duduk lama dengan posisi yang salah dapat menyebabkan otot-otot punggung bawah menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya (Affandi, 2005).
lanjut memakai kacamata fokus tunggal yang dirancang untuk dipakai pada jarak penglihatan 40 cm, tubuh harus dicondongkan ke arah monitor yang mungkin berjarak 60 - 70 cm agar dapat melihat monitor dengan jelas. Bila pekerja menggunakan kacamata bifokal biasa yang dirancang untuk melihat objek yang dekat (30 cm) dengan bagian bawah kacamata, maka harus mendongak ke atas dan sedikit condong ke depan agar kacamata bagian bawah berada pada posisi yang tepat untuk melihat monitor. Situasi tersebut jelas akan menimbulkan masalah fisik dan dapat diatasi dengan memakai kacamata yang tepat (Garg, 2009; Affandi, 2005).
6. Sensitif terhadap cahaya
Mata dirancang untuk terangsang oleh cahaya dan mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata. Terdapat beberapa kondisi yang berbeda dengan lingkungan pencahayaan alami, yang dapat menimbulkan reaksi yang buruk terhadap cahaya. Faktor lingkungan kerja yang paling mengganggu adalah kesilauan. Ketidaknyamanan mata karena kesilauan terutama disebabkan perbedaan terang cahaya pada lapangan pandang. Sebaiknya sumber cahaya yang sangat terang dihilangkan dari lapangan pandang dan diusahakan mendapat pencahayaan yang relatif merata.
mengganggu merupakan masalah bagi para pemakai komputer adalah bila cahaya dari lampu neon yang ada diatas plafon berada pada sudut yang lebar sehingga cahaya langsung masuk ke dalam mata pekerja. Hal tersebut terutama merupakan masalah pada para pekerja komputer yang melihat monitor pada arah horisontal (karena monitor berada setinggi mata).
Jendela terbuka dengan cahaya matahari yang sangat terang juga memberi risiko silau yang tidak nyaman bila mereka menggunakan monitor dengan latar belakang yang gelap sehingga ada perbedaan terang cahaya antara tugas yang sedang dikerjakan dengan berbagai objek lain di dalam kamar. Sebab lain dari perbedaan besar pada terang cahaya antara lain adanya kertas putih di meja, permukaan meja yang berwarna terang, lampu meja yang diarahkan langsung ke mata atau terlalu menerangi meja tinggi (Garg, 2009; Affandi, 2005).
7. Penglihatan ganda
bayangan tersebut maka akan terjadi penglihatan ganda (Garg, 2009; Affandi, 2005).
8. Ketidakmampuan memfokuskan objek dalam jarak tertentu (pseudomyopia) (Garg, 2009; Affandi, 2005).
9. Lemas dan lelah (Garg, 2009; Affandi, 2005).
2.2.4 Obat Yang Mempengaruhi Sekresi Air Mata
benztropine, biperiden dan procyclidine berpotensi menurunkan produksi air mata (American Academy of Ophthalmology, 2011).
2.2.5 Penyakit akibat kerja
Penyakit yang diderita karyawan dalam hubungan dengan kerja baik faktor resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi. Penyakit akibat kerja muncul sebagai akibat paparan dari fisikal, kimia, biologis, ergonomik atau faktor-faktor psikososial di lingkungan kerja. Menurut ILO (2013), penyakit akibat kerja adalah kondisi patologis yang diinduksi oleh hal-hal yang berhubungan dengan kerja, seperti paparan berlebihan dari faktor-faktor yang berbahaya, materi-materi kerja ataupun lingkungan kerja. Sedangkan penyakit terkait kerja adalah penyakit yang dipicu oleh kerja, atau memiliki insidensi tinggi terhadap suatu penyakit akibat lingkungan kerja.
2.2.6 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor tersebut yaitu :
A.Faktor Intrinsik merupakan faktor yang berasal dari tubuh yang terdiri atas :
Faktor Okular yaitu kelainan mata berupa ametropia dan
heteroforia. Ametropia adalah kelainan refraksi pada mata kiri dan mata kanan tetapi tidak dikoreksi. Heteroforia adalah kelainan dimana sumbu penglihatan dua mata tidak sejajar sehingga kontraksi otot mata untuk mempertahankan koordinasi bayangan yang diterima dua mata menjadi satu bayangan lebih sulit. Apabila hal ini berlangsung lama maka akan menyebabkan kelelahan mata.
Faktor Konstitusi yaitu faktor yang disebabkan oleh
keadaan umum seperti tidak sehat atau kurang tidur.
B. Faktor Ekstrinsik terdiri atas empat hal yaitu :
Kuantitas Iluminasi ; cahaya yang berlebihan dapat
menimbukan silau, pandangan terganggu dan menurunnya sensitivitas retina.
Kualitas Iluminasi ; meliputi kontras, sifat cahaya
Ukuran obyek yang dilihat ; obyek yang berukuran kecil
memerlukan penglihatan dekat sehingga membutuhkan kemampuan akomodasi yang lebih besar. Jika hal ini terjadi terus-menerus, mata menjadi cepat lelah.
Waktu kerja ; waktu kerja yang lama untuk melihat secara
terus menerus pada suatu obyek dapat menimbulkan kelelahan.
Selain faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik tersebut, CVS juga dipengaruhi oleh faktor individual, faktor komputer, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor individual yang berperan dalam terjadinya CVS antara lain: usia, jenis kelamin, penggunaan kacamata, lamanya bekerja dengan komputer, lama bekerja di depan komputer, dan lama istirahat setelah penggunaan komputer. Faktor-faktor yang berasal dari komputer di antaranya: jarak penglihatan, posisi bagian atas monitor terhadap ketinggian horizontal mata, polaritas monitor, dan jenis komputer. Faktor dari lingkungan adalah tingkat pencahayaan, suhu dan kelembapan (Adzkadina, 2012). Berikut adalah penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi CVS, antara lain :
1. Usia
tahun lensa semakin berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Sebaliknya, semakin muda seseorang maka kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami keluhan mata lebih sedikit (Guyton,1991;Pheasant,1991).
2. Jenis Kelamin
Menurut Paramita (2014), jenis kelamin merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya kejadian CVS. Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa kejadian CVS pada perempuan lebih banyak dari pada laki-laki walaupun tidak berbeda secara bermakna. Secara fisiologis, lapisan tear film pada perempuan cenderung lebih cepat menipis seiring dengan meningkatnya usia. Penipisian tear film menyebabkan mata terasa kering, yang juga merupakan salah satu gejala CVS.
3. Istirahat mata
menit, atau 10 menit istirahat untuk 1 jam berkutat dengan komputer.
Ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer menurut Anshel (1996), yaitu :
Micro break, yaitu istirahat 10 detik setiap 10 menit
bekerja. Dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan bernafas dan mengedipkan mata dengan relaks.
Mini break, yaitu dilakukan setiap setengah jam selama
lima menit dengan cara berdiri dan meregangkan tubuh. Lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda-beda.
Maxi break, yang termasuk adalah dengan minum kopi atau
teh, makan siang, serta bangun dan jalan-jalan.
4. Durasi penggunaan komputer
tersebut mengakibatkan kelelahan, kaburnya penglihatan dan juga kesulitan untuk memfokuskan pikiran (Firdaus, 2013).
5. Pemakaian kacamata
Kacamata digunakan untuk mengoreksi kelainan refraksi. Koreksi yang buruk merupakan salah satu risiko terjadinya mata lelah. Pengguna komputer yang menderita masalah binokular mungkin tidak mengembangkan gejala mata jika mereka melakukan tugas visual yang tidak begitu berat. Namun, kerja komputer umumnya membutuhkan aktivitas visual yang berat dan ini dapat menyebabkan gejala mata terutama bagi mereka yang menggunakan kacamata (Loh, 2008).
6. Jarak mata ke monitor
Kenyamanan penglihatan dan postur yang baik tergantung pada jarak antara layar monitor dengan mata. Untuk bekerja menggunakan komputer jarak antara mata dengan layar komputer minimum 50 cm (Pheasant, 1991).
untuk melihat dari jarak yang cukup dekat dalam jangka waktu yang cukup lama, sedangkan fungsi mata sendiri sebenarnya tidak dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat (OSHA, 1997).
7. Tingkat pencahayaan ruangan
Tingkat pencahayaan yang tidak memadai pada pengguna komputer merupakan faktor yang menyebabkan keluhan kelelahan mata (Fauzia, 2004). Kelelahan mata disebabkan pekerja akan lebih mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini membuat proses akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur (Notoadmodjo, 2003).
Tabel 1. Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja
Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan
Minimal (Lux)
Keterangan
Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus
100 Ruang penyimpanan dan ruang peralatan/instalasi yang memerlukan
pekerjaan yang kontinyu.
Pekerjaan kasar dan terus menerus
200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar.
Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi,
ruang kontrol, pekerjaan mesin dan
perakitan/penyusun.
Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau
bekerja dengan mesin kantor pekerja
pemeriksaan atau
pekerjaan dengan mesin.
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna,
pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus dan perakitan halus. Pekerjaan amat halus 1500 tidak menimbulkan
bayangan
Mengukur dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus.
Pekerjaan terinci 3000 tidak menimbulkan bayangan
Pemeriksaan pekerjaan perakitan sangat halus. Sumber: KEPMENKES RI No.1405/MENKES/SK/XI/02
digunakan untuk mengukur tingkat cahaya disebut luxmeter, (Badan Standarisasi Nasional, 2004). Gambar luxmeter dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Luxmeter (Badan Standarisasi Nasional, 2004)
2.2.7 Pencegahan
Berikut ini adalah upaya pencegahan mengatasi kelelahan pada mata ketika menggunakan komputer, antara lain :
Letakkan monitor 40-60 cm dari mata, tergantung kenyamanan.
Duduk tegak santai dengan membuncitkan perut.
Monitor sebaiknya dipasang 10 - 20 cm lebih rendah dari mata,
tertutup sehingga penguapan air mata dari permukaan yang tersingkap lebih sedikit.
Tempatkan sumber cahaya pada bidang tegak lurus terhadap
komputer, sehingga cahayanya tidak menyilaukan mata dan tidak terlihat pantulannya pada layar monitor. Jika mempunyai masalah kesilauan yang disebabkan oleh pemantulan, pertimbangkan untuk memasang sebuah filter monitor atau pasang sebuah penutup bersisi tiga pada komputer.
Gunakan jenis huruf yang cukup besar. Cobalah menggunakan
berbagai jenis huruf dan warna latar belakang yang berbeda untuk menemukan kombinasi mana yang lebih mudah yang dapat dibaca. Atur monitor pada kontras yang dirasakan paling nyaman.
Berusahalah untuk berkedip lebih sering.
Seringlah mengistirahatkan mata sejenak yaitu dengan tidak
melihat ke layar monitor atau tutuplah mata secara berkala selama beberapa detik/menit. Setelah bekerja dengan komputer selama dua jam pejamkan mata atau melihat ke tak terhingga selama tiga menit.
Orang yang berusia lebih dari 40 tahun yang menggunakan
2.3 Kerangka Penelitian
2.3.1 Kerangka Teori
Gambar 4. Kerangka Teori Faktor Komputer:
Jarak pandang mata ke komputer Jenis komputer Faktor Individu: Usia Jenis Kelamin Penggunaan Kacamata
Lama Bekerja di depan komputer
Frekuensi Istirahat Mata
Lama bekerja dengan komputer Kelainan refraksi Faktor yang mempengaruhi CVS Faktor Lingkungan: Pencahayaan Suhu Kelembapan Keluhan Kelelahan Mata:
Nyeri di sekitar mata Penglihatan kabur Penglihatan ganda Sulit fokus Sakit kepala Mata perih
Pusing disertai mual
Mata merah
Mata berat
2.3.2 Kerangka Konsep
[image:54.595.142.522.196.649.2]Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 5. Kerangka Konsep Pencahayaan
Jarak pandang mata ke komputer
Usia
Computer Vision Syndrome
(CVS) Jenis kelamin
Lama kerja
Kacamata
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diturunkan suatu hipotesis bahwa :
1. H0 : Tidak terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, lama kerja, frekuensi istirahat mata, pemakaian kacamata, tingkat pencahayaan ruangan dan jarak pandang mata ke monitor komputer dengan kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Metode ini merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika hubungan antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoadmodjo, 2010).
3.2 Tempat dan Waktu
3.2.1 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Pusat PT. Bank Lampung, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
3.2.2 Waktu penelitian
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua karyawan pemakai komputer PT. Bank Lampung Pusat dan Cabang Utama dengan jumlah 76 orang.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling yang merupakan suatu teknik penentuan sampel yang setiap anggota atau unit dari populasi menjadi sampel penelitian (Notoatmodjo, 2010) dan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 76 orang.
Penghitungan sampel dapat juga dengan menggunakan rumus slovin:
Rumus slovin:
n = N / (1+Ne2)
Keterangan n = jumlah sampel
N = jumlah total populasi e = toleransi error
Akurasi 95%, toleransi error 5% n = N / (1 + Ne2)
n = 76 / (1 + 76(0,05)2) n = 64
3.4Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi sampel penelitian adalah :
a. Operator komputer Bank Lampung yang menggunakan komputer dengan posisi komputer di atas meja.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria eksklusi sampel penelitian adalah :
a. Operator komputer Bank Lampung yang sedang rutin mengonsumsi obat-obatan yang menimbulkan efek seperti keluhan CVS.
b. Operator komputer yang terkena sindrom mata kering.
c. Operator komputer Bank Lampung yang sedang menggunakan lensa kontak.
3.5Identifikasi Variabel
3.5.1 Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab (Notoatmodjo, 2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor- faktor yang mempengaruhi, yaitu :
Usia
Jenis kelamin
Lama bekerja di depan komputer
Frekuensi istirahat mata pada komputer
Pemakaian kacamata Pencahayaan ruangan
Jarak pandang mata ke komputer
3.5. 2 Variabel Dependen
3.6Definisi Operasional
Tabel 2.Definisi operasional
Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Dependen:
Computer Vision Syndrome
Sekelompok gangguan okuler yang dikeluhkan
oleh seseorang
yang
menggunakan komputer dalam
waktu cukup
lama, yaitu mata
kabur, mata
kering dan iritasi, sakit kepala, sakit pada leher dan
punggung, peka
terhadap cahaya serta penglihatan ganda.
Kuesioner 0= Tidak ada (jika tidak mengalami lebih dari satu keluhan CVS)
1 = Ada (jika mengalami lebih dari satu keluhan CVS) (AOA, 2006). Kategorik Independen: Usia Jenis kelamin
Lama waktu
responden hidup
yaitu sejak
dilahirkan sampai
ulang tahun
terakhir. Gender responden. Kuesioner dan KTP Kuesioner
0 = Berisiko : usia > 45tahun
1 = Tidak beresiko : usia ≤ 45tahun
(Guyton,1991)
0 = Laki-laki 1 = Perempuan
Kategorik
Lama bekerja
di depan
komputer Frekuensi istirahat mata Pemakaian kacamata Tingkat pencahayaan pada ruangan Jarak pandang
mata ke
monitor komputer
Lama waktu yang dibutuhkan
responden saat
menggunakan komputer secara
terus menerus
selama beberapa jam.
Kegiatan mengistirahatkan
mata responden
setelah menatap
layar monitor
komputer 5 menit selama 30 menit penggunaan.
Pengaruh
responden yang
memakai
kacamata dan
yang tidak
terhadap gejala CVS.
Jumlah cahaya
yang diterima di
area titik
dilakukannya pengukuran yakni tempat
diletakkannya monitor komputer yang dinyatakan dalam lux.
Jarak antara layar
monitor dengan
mata responden
yang biasa
dilakukan saat
bekerja menggunakan komputer. Kuesioner Kuesioner Kuesioner Lux meter Meteran
0 = Tidak Beresiko < 3 jam
1 = Beresiko ≥ 3 jam
(Firdaus,2013)
0= Tidak istirahat
1= Istirahat
(NIOSH,2000)
0 = Pakai kacamata
1 = Tidak pakai kacamata
(Dian, 2010)
0 = Beresiko, < 300 lux
1 = Tidak beresiko, ≥ 300 lux
(Kepmenkes no. 1405)
0 = Beresiko, < 50cm
3.7Alur Penelitian
Gambar 6. Alur Penelitian
Perizinan ke Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Perizinan ke Bank Lampung
Menentukan sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan
Informed consent kepada karyawan yang akan menjadi sampel
tidak ya
Pengisian kuesioner, pengukuran luxmeter, dan pengukuran jarak
pandang mata ke komputer
Pengumpulan dan pengolahan data hasil wawancara kuisioner
3.8 Cara Kerja Penelitian
Cara pengumpulan data dengan melakukan pengisian lembar kuesioner. Data yang diambil dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data primer yang diperoleh langsung dari responden dengan cara peneliti meminta responden mengisi lembar kuesioner.
b. Data sekunder
Data sekunder yang diperoleh dari perusahaan seperti profil perusahaan dan jumlah tenaga kerja. Kemudian peneliti juga melakukan pengukuran langsung ke lapangan, meliputi pengukuran pencahayaan ruangan dengan alat luxmeter dan pengukuran jarak pandang mata responden ke monitor komputer dengan meteran.
3.9Instrumen Penelitian
1. Lux meter
pencahayaan berdasarkan standar pengukuran SNI 16-7062-2004. Metode pengukurannya adalah sebagai berikut :
a. Hidupkan lux meter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor.
b. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan. Penentuan titik pengukuran setempat yang berupa objek kerja, meja kerja maupun peralatan.
c. Pada saat melakukan pengukuran pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan dilakukan dan lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.
d. Operator harus berhati-hati agar tidak menimbulkan bayangan dan pantulan cahaya yang disebabkan oleh pakaian operator.
e. Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil.
f. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas pencahayaan setempat.
g. Matikan lux meter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas pencahayaan.
2. Meteran
3. Kuesioner Mcmonnies
Kuesioner ini merupakan kuesioner berupa 12 pertanyaan dan mempunyai bobot nilai untuk mendiagnosa adanya sindrom mata kering pada operator komputer, mata kering adalah salah satu gejala dari CVS dan merupakan salah satu kriteria eksklusi sampel penelitian.
3.10 Analisis Dan Pengolahan Data
A. Pengolahan data
Tahap- tahap pengolahan data adalah sebagai berikut : a. Editing
Kegiatan editing dimaksudkan untuk meneliti kembali formulir data dan untuk memeriksa kembali data yang terkumpul apakah sudah lengkap, terbaca dengan jelas, tidak meragukan, terdapat kesalahan atau tidak, dan sebagainya.
b. Coding
c. Data entry
Menyusun data dalam bentuk tabel-tabel yaitu tabel distribusi frekuensi.
d. Tabulating
Menyusun data dengan bantuan komputer. Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diolah menggunakan komputer.
B. Analisis data
1. Analisis Univariat
Tujuan analisis univariat adalah untuk menerangkan karakteristik masing-masing variabel, baik variabel independen maupun dependen. Dengan melihat distribusi masing-masing variabel.
2. Analisis Bivariat
Tujuan analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square. Uji signifikan antara data yang diobervasi dengan data yang diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan (α<0,05) yang artinya apabila diperoleh <α, berarti ada hubungan
dependen dan jika nilai p>α, berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika uji chi square tidak memenuhi syarat dengan nilai expected count >20%, yang dianjurkan yaitu Uji Fisher.
3.10 Etika Penelitian
1. Informed consent (lembar persetujuan)
Yaitu lembar persetujuan untuk menjadi responden yang diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan pada seluruh responden yang bersedia diteliti. Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden harus mencantumkan tandatangan pada lembar persetujuan menjadi responden, dengan terlebih dahulu diberi kesempatan membaca isi persetujuan tersebut. Jika responden menolak untuk diteliti maka penulis tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Anonimity (tanpa nama)
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga oleh peneliti. Data hanya akan disajikan atau dilaporkan dalam bentuk kelompok yang berhubungan dengan penelitian ini.
4. Protection From Discomfort.
Responden mendapat perlindungan dan merasan yaman.
5. Persetujuan
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia responden dengan kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
5. Terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian kacamata dengan kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
6. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan ruangan dengan kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
7. Terdapat hubungan yang bermakna antara jarak pandang mata ke komputer dengan kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
5.2 Saran
Bagi perusahaan :
1. Diharapkan adanya Medical Check Up untuk kesehatan mata yang dapat dilakukan rutin setahun sekali dan pada saat penerimaan karyawan baru sebagai upaya pencegahan terhadap timbulnya CVS.
2. Diharapkan adanya perbaikan untuk pergantian bola lampu yang rusak/mati agar tercipta kondisi pencahayaan yang baik untuk pencegahan terhadap CVS. Untuk stasiun kerja yang kurang pencahayannya dapat dibantu dengan pencahayaan alami dan buatan.
4. Dalam ruangan kerja diupayakan diletakkan benda-benda yang memiliki kontras yang dapat menyejukkan mata seperti tanaman/pot ataupun lukisan sehingga ketika bekerja pekerja dapat merelaksasikan mata dengan memandang benda-benda tersebut.
Bagi peneliti lain:
DAFTAR PUSTAKA
Adzkadina A. 2012. Hubungan antara faktor risiko individual dan komputer terhadap kejadian computer vision syndrome. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Affandi. 2005. Sindrom penglihatan komputer. Majalah Kedokteran Indonesia. Maret. 55(3): 297-300.
Akinbinu TR. 2014. Impact of computer technology on health: computer vision syndrome. Academic Journals. 5(3): 20-30.
Amalia H, Suardana G, Artini W. 2007. Etiologi dan faktor risiko astenopia pada mahasiswa ilmu komputer. Ophthalmologica Indonesiana. 34(1):1-5.
American Academy of Ophthalmology. 2011. External eye disease and cornea. Diakses pada September 2015. Dari: http://www.aao.org/cornea-external-disease.
American Optometric Association (AOA). 2006. Computer vision syndrome (CVS). Diakses pada September 2015. Dari: http://www.aoanet.org.
Andriana ED. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian computer vision syndrome pada karyawan PT. Telkom Indonesia, Tbk Kandatel Jember [Skripsi]. Jember: Universitas Jember.
Anshel, J. 2007. Visual ergonomics in the workplace. AAOHN.J. 55 (1): 414-420.
Balci. 2003. The effect of work-rest schedules and type of task on the discomfort and performance of VDT users. Journal of Ergonomic. 46(5):455-465.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2004. Standarisasi Nasional (SNI) No. 16-7062-2004 Tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.
Bhatnagar KR, Pote S, Pujari S, Deka D. 2015. Validity of subjective assessment as screening tool for dry eye disease and its association with clinical tests. Int J Ophthalmol. 8(1):174-181
Chiemeke SC. 2007. Evaluation of vision-related problems amongst computer users: a case study of University of Benin, Nigeria. Proceedings of the World Congress on Engineering 2007 Jul 2 – 4; London.
Depita. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan subjektif kelelahan mata pada pengguna komputer di PT Bukit Asam (PERSERO), TBK UPTE tahun 2014 [Skripsi]. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Devadoss, Anand. Analysis of women computer users affected by a computer vision syndrome (CVS) using CETD matrix. International Journal of Scientific & Engineering Research.4(3):1-6.
Fadhillah S. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di accounting group PT Bank X, Jakarta tahun 2013. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Faizah I. 2008. Efektivitas penggunaan screen pada monitor komputer untuk mengurangi kelelahan mata pekerja call centre di PT Indosat tahun 2008 [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Fauzia. 2004. Upaya mengurangi kelelahan mata pada tenaga kerja yang menggunakan komputer di rumah sakit “X” Jakarta [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Firdaus F. 2013. Analisis faktor risiko ergonomi terhadap munculnya keluhan computer vision syndrome (CVS) pada pekerja pengguna komputer yang berkacamata dan pekerja yang tidak berkacamata di PT X tahun 2013. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.
Garg A. 2009. Instant clinical diagnosis in opthalmology anterior segment diseases. New Delhi : Jaypee brothers medical publishers.
Guyton AC, Hall JE. 1991. Fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC: Buku Kedokteran.
Haeny N. 2011. Analisis faktor risiko keluhan subjektif kelelahan mata pada radar controller PT. Angkasa Pura II cabang utama Bandara Soekarno-Hatta Tangerang. [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.
Hayes. 2007. Computer use, symptoms and quality of life. Optometry and Vision Journal. 84(8):738-755.
ILO. 2013. The prevention of occupational diseases. Geneva: International Labour Organization.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/K/XI. 2002. Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Keehatan Lingkungan Kerja Perkantoran.
Kurmasela GP. 2013. Hubungan waktu penggunaan laptop dengan keluhan penglihatan pada mahasiswa FK Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik (eBM). 1(1): 291-9.
Maryamah S. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian outbond call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang tahun 2011 [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 2000. Strategic rest breaks reduce VDT discomforts without impairing productivity. NIOSH study finds.
Nurmianto. 2004. Ergonomi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Guna Widya.
Notoatmodjo S. 2003. Ilmu kesehatan masyarakat, prinsip-prinsip dasar cetakan ke-2. Jakarta : Rineka Cipta.
OSHA. 1997. Working safety with video display terminal a dozen things you should know about eyestrain. http://www.osha.gov. Diakses pada September 2015.
Paramita SP. 2014. Hubungan antara jenis kelamin, usia, masa kerja dan pola kerja dengan keluhan computer vision syndrome pada pekerja pengguna komputer di PT. Anugerah Pharmindo Lestari. [Artikel Ilmiah]. Semarang. Universitas Dian Nuswantoro.
Permana MA. 2015. Faktor yang berhubungan dengan keluhan computer vision syndrome pada pekerja rental komputer di wilayah unnes. Unnes Journal of Public Health. 1(3):48-57.
Pheasant S. 1991. Ergonomics, works, and health. USA: Aspen Publisher Inc.
Putz R, Pabst R. 2007. Sobotta atlas anatomi manusia; jilid Kedua, Edisi 22. Jakarta: EGC.
Rahman Z. 2011. Computer user: demographic and computer related factors that predispose user to get computer vision syndrome. International Journal of Busine, Humanities and Technology. 1(2):25.
Rosenfield M. 2011. Computer vision syndrome: a review of ocular causes and potential treatments. The Journal of College of Optometrist. 31(5):502-15.
Seeley RR. 2006. Anatomy and physiology. New York: McGraw-Hill.
Suma’mur. 1996. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: CV
Haji Masagung.
Soeripto M. 2008. Higieni industri. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas. Surakarta: Uniba press.
Uchino M, Schaumberg D, Dogru M. 2008. Prevalence of dry eye disease among Japanese visual display terminal users. Ophthalmology. November 115(11); 1982-8.
Utami WV. 2014. Analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian computer vision syndrome pada karyawan harian sumatera Ekspres Group Palembang tahun 2014. [Skripsi]. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Wibowo. 2009. Anatomi tubuh manusia. Bandung: Graha Ilmu.
Ye Z, Abe Y, Kusano Y, Takamura N, Eida K, Takemoto T, Aoyagi K. 2007. The influence of visual display terminal use on the physical and mental conditions of administrative staff in Japan. J Physiol Anthropol. 26(1) : 69-73.