• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI EKONOMI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005 2011"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2011

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

As’ad Asyhar Fathoni NIM 7111409084

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

(2)
(3)
(4)
(5)

v

“Ilmu lebih baik daripada kekayaan karena kekayaan harus dijaga, sedangkan

ilmu akan menjagamu” (Ali Ibn Abi Thalib).

“You are either running free or you’re running scared” (Peter Schwartz)

Karya ini dipersembahkan untuk:

Kedua orang tua dan saudara-saudaraku

(6)

vi

Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang.Pembimbing I.Dr. P. Eko Prasetyo, M.Si. Pembimbing II. Fafurida, SE., M.Sc.

KataKunci: Biaya Input, DEA, Efisiensi Ekonomi, Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Nilai Output.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu basis kegiatan ekonomi di Jawa Tengah. Permasalahan yang terjadi pada industri TPT Jawa Tengah yaitu adanya perubahan pada input industri seperti biaya energi dan biaya tenaga kerja, dan harus adanya restrukturisasi mesin memberikan kemungkinan timbulnya ketidakefisienan dari industri TPT secara keseluruhan. Tujuan penelitian adalah melakukan pengukuran tingkat efisiensi ekonomi pada sektoral dan keseluruhan industri TPT Jawa Tengah.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang telah diterbitkan oleh BPS dan sumber lainnya yang memiliki keterkaitan. Objek penelitian ini adalah 17 subsektor yang tersebar di pengolahan hulu-hilir industri Tekstil dan Produk Tekstil Jawa Tengah pada periode tahun 2005-2011. Penelitian ini berfokus pada pengukuran tingkat capaian efisiensi teknis dan alokatif yang kemudian akan dihasilkan efisiensi ekonomi pada industri TPT. Metode analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis dengan asumsi Variabel Return to Scale. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah variabel input yang terdiri dari biaya dan harga tenaga kerja, bahan baku dan penolong, dan energi; serta variabel output yang diperoleh dari nilai dan harga barang yang dihasilkan.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa secara sektoral maupun keseluruhan industri TPT belum berada pada capaian efisiensi teknik dan ekonomi optimum. Sementara capaian efisiensi alokatif pada industri ini telah mencapai tingkat optimum. Sepanjang tahun 2005-2011 terdapat 3 (tiga) subsektor dengan frekuensi terbanyak yang berada dibawah rata-rata capaian efisiensi industri TPT yaitu 17121, 17122, dan 17124.

(7)

vii

Economic Develeopment Departement. Faculty of Economics.State University of Semarang. Advisor. Dr. P. Eko Prasetyo, M.Si.Co. Advisor. Fafurida, SE., M.Sc.

Keywords: DEA, Economic Efficiency, Input Costs, Output Value, Textile and Textile Products Industry.

The Industry of textiles and textile products (TTP) is one of the bases of economic activity in Central Java. Problems that occur in the textile industry in Central Java is a change in the input industries such as energy and labor costs, and restructuring the engine that should provide the possibility of inefficiency of the textile industry. The purpose of research is to measure the level of economic efficiency in the sector and the overall textile industry in Central Java.

The data used are secondary data published by BPS and other sources that have relevance. The object of this study is the 17 sub-sectors that are scattered in the upstream-downstream processing of textile and clothing industry in Central Java in the period 2005-2011. This study focuses on measuring the level of achievement of technical and allocative efficiency which will then be generated economic efficiency in the textile industry. The analytical method used is Data Envelopment Analysis assuming Variable Return to Scale. The variables used in the study is comprised of an input variable costs and the price of labor, raw materials, and energy; and output variables derived from the value and price of goods produced.

In this study it was found that the overall and sectoral in textile industry is not currently on the achievement of optimum technical and economic efficiency. The achievement of allocative efficiency in the industry has reached its optimum level. Throughout the years 2005-2011 there were 3 (three) sub-sectors with the highest frequency that is below the average performance of the textile industry efficiency are 17121, 17122, and 17124.

(8)

viii

melimpahkan karunia dan petunjuk tak terhingga kepada makhluk-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Analisis Efisiensi Ekonomi Industri

Tekstil Dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2011”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan program S-1 Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Skripsi ini merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan tanpa terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Wahyono, M.M, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Fakultas Ekonomi.

3. Lesta Karolina Br. S., SE., M.Si. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan dorongan untuk segera meyelesaikan studi.

(9)

ix

6. Fafurida, SE., M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan penulisan skripsi ini.

7. Shanty Oktavilia, SE., M.S.i dan Karsinah, SE., M.Si. yang telah bersedia memberikan saran dan kritik yang sangat bermanfaat untuk penulisan skripsi ini.

Penulis sadari tidak ada sesuatu yang sempurna. Jika terdapat kritik yang bersifat membangun demi lebih sempurnanya skripsi ini akan penulis terima. Akhir kata semoga skripsi ini memberikan khasanah pengetahuan bagi para pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Semarang, 8Januari 2015

(10)

x

Pengesahan Kelulusan ... ii

Pernyataan iii Motto Dan Persembahan ...iv

Sari ... v

Abstract ... vi

Prakata ... vii

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel Dan Gambar ... xii

Daftar Grafik ... xiii

DaftarLampiran ... xiv

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Industri Tekstil Dan Produk Tekstil ... 10

2.2 Biaya Dalam Jangka Panjang Dan Efisiensi Produksi ... 13

2.2.1 Kurva Biaya Rata-Rata Jangka Panjang: Skala Produksi Ekonomis Dan Disekonomis ... 13

2.2.2 Efisiensi Produksi ... 14

2.3 Pengukuran Efisiensi Dengan Data Envelopment Analysis ... 17

2.3.1 Model Constant Return To Scale (CRS) ... 19

2.3.2 Model Variable Return To Scale (VRS) ... 19

(11)

xi

3.2 Variabel Penelitian ... 28

3.2.1 Variabel Pengukuran Efisiensi Teknik ... 29

3.2.1.1 Variabel Input ... 29

3.2.1.2 Variabel Output ... 30

3.2.2 Variabel Pengukuran Efisiensi Alokatif ... 30

3.2.2.1 Variabel Harga Input ... 30

3.2.2.2 Variabel Harga Output ... 31

3.3 Jenis Dan Sumber Data ... 31

3.4Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5.Metode Analisis Data ... 32

Bab IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1Gambaran Umum Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Dalam Perekonomian Provinsi Jawa Tengah. ... 36

4.1.1 Penyerapan Tenaga Kerja. ... 36

4.1.2 Tingkat Pertumbuhan Dan Profit Industri... 39

4.2 Perhitungan Efisiensi ... 43

4.2.1 Efisiensi Ekonomi Sektoral Industri TPT Provinsi Jawa Tengah .. 43

4.2.2 Efisiensi Ekonomi Industri TPT Provinsi Jawa Tengah Keseluruhan ... 47

4.2.3 Usaha Perbaikan Capian Efisiensi Industri TPT Provinsi Jawa Tengah... 50

Bab V Penutup 5.1 Kesimpulan ... 55

(12)
(13)

xiii

Tabel 1.2.Determinan Daya Saing ... 6 Tabel 2.1 Profil Industri TPT Indonesia ... 11 Tabel2.2 Banyaknya Perusahaan Industri TPT Jawa Tengah Berdasarkan

Kepemilikan Modal ... 12 Tabel 2.3 Perkembangan Subsektor Industri TPT Jawa Tengah ... 60 Tabel 3.1. Kriteria Ukuran Tingkat Efisiensi Industri TPT Jawa Tengah ... 35 Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Tiga Sektor Utama Atas Dasar Harga Konstan,

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2011 ... 40 Tabel 4.2 Ringkasan Perhitungan Efisiensi Teknis Industri Tekstil Dan

Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2011 Berdasarkan Sub Golongan Pokok ... 44 Tabel 4.3 Ringkasan Perhitungan Efisiensi Alokatif Industri Tekstil Dan

Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2011 Berdasarkan Sub Golongan Pokok ... 46 Tabel 4.4. Ringkasan Perhitungan Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi

Industri Tekstil dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2011 Berdasarkan Sub Golongan Pokok ... 65 Tabel 4.5.Tingkat Capaian Efisiensi Teknis Dan Ekonomi Subsektor

Dibawah Rata-Rata Capaian Industri Tahun 2005-2011 ... 51 Gambar 1.1 Koridor Ekonomi Jawa Dalam Masterplan Percepatan Dan

(14)

xiv

Grafik 1.2. Perkembangan Biaya per Tenaga Kerja Industri TPT Jawa Tengah Tahun 2005-2011 ... 4 Grafik 2.1. Skala Produksi Ekonomis ... 14 Grafik 2.2. Representasi Efisiensi ... 16 Grafik 2.3. Model Analisis Organisasi Industri Pendekatan Hubungan

Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar ... 23 Grafik 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 25 Grafik 3.1. Rasio Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja, Biaya Input Produksi

Dan Nilai Hasil Produksi Industri TPT Dan 17 Subsektor Objek Penelitian ... 27 Grafik 4.1.Total Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2011 ... 37 Grafik 4.2.Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Provinsi

Jawa Tengah 2005-2011 ... 38 Grafik 4.3. Perkembangan Tingkat Perolehan Keuntungan Industri TPT Jawa

Tengah Tahun 2005-2011 ... 42 Grafik 4.4 Capaian Rata-rata Efisiensi Teknikdan Ekonomis Industri TPT

Provinsi Jawa Tengah 2005-2011... 48 Grafik 4.5 Perkembangan Tingkat Efisiensi Teknis Industri TPT Provinsi

(15)

xv

3. Lampiran 3.Tingkat Keuntungan Sektor Industri Tpt Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2005 – 2011 ... 63

4. Lampiran 4.Ringkasan Perhitungan Efisiensi Teknis, Alokatif Dan Ekonomi Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2011 Berdasarkan Sektoral. ... 64

5. Lampiran 5. Ringkasan Perhitungan Efisiensi Teknis, Alokatif Dan Ekonomi Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2011 ... 65

6. Lampiran 76hasil Perhitungan Efisiensi Teknis Menggunakan Dea ... 66

Lampiran 6.1 Tahun 2005... 66

Lampiran 6.2 Tahun 2006... 68

Lampiran 6.3 Tahun 2007... 70

Lampiran 6.4 Tahun 2008... 71

Lampiran 6.5 Tahun 2009... 73

Lampiran 6.6 Tahun 2010... 75

Lampiran 6.7 Tahun 2011... 77

7. Lampiran 7. Hasil Perhitungan Efisiensi Alokatif Menggunakan Dea ... 78

Lampiran 7.1 Tahun 2005... 78

Lampiran 7.2 Tahun 2006... 82

Lampiran 7.3 Tahun 2007... 86

Lampiran 7.4 Tahun 2008... 90

Lampiran 7.5 Tahun 2009... 95

Lampiran 7.6 Tahun 2010... 100

Lampiran 7.7 Tahun 2011... 105

8. Lampiran 8. Data Variabel Input Dan Output Pengukuran Efisiensi Teknis ... 110

9. Lampiran 9. Data Variabel Input Dan Output Pengukuran Efisiensi Alokatif ... 114

Lampiran 9.1 Tahun 2005... 114

(16)

xvi

(17)

1

1.1. Latar Belakang Masalah

Perencanaan pembangunan daerah Provinsi Jawa Tengahmelalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025, meletakkan sektor industri pengolahan sebagai salah satu penopang perekonomian daerah dengan cara menjadikan basis aktivitas ekonomi sehingga memiliki daya saing global, menjadi motor penggerak perekonomian sekaligus mendorong peningkatan sumber-sumber pembiayaan pembangunan.

Sedangkan dalam Peraturan Daearah Provinsi Jawa Tengah No. 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013dijelaskan bahwa pembangunan industri di Jawa Tengah yang berlandaskan pada kebijakan industri nasional maka terdapat kebijakan mengenai penguatan klaster industri dengan pendekatan “Kompetensi Inti Industri Daerah”. Apabila melihat dari pendekatan tersebut, maka terdapat beberapa kelompok industri yang menjadi kompetensi inti daerah di Jawa Tengah, antara lain: industri tekstil dan produk teksil, industri mebel, industri makanan ringan, industri perlogaman, industri komponen otomotif, serta industri hasil tembakau (rokok).

(18)

1.1). Provinsi ini ditunjuk sebagai penggerak industri makanan dan minuman serta tekstil dan produk tekstil. Diharapkan pada provinsi akan mampu mencapai tiga tujuan besar MP3EI yaitu peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai produksi dan distribusi dari pengelolaan setiap potensi yang ada; mendorong agar terwujudnya efisiensi produksi dan pemasaran serta adanya integrasi pasar domestik; dan penguatan sistem inovasi nasional agar mendorong daya saing sehingga terwujudnya innovation-driven economy.

Gambar 1.1. Koridor Ekonomi Jawa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Sumber: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (2011:74).

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi penting karena industri ini

(19)

sandang.Industri TPT dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah mempunyai kinerja yang cukup baik, hal ini telihat dari konsentrasi ekspor provinsi ini yang meletakkan industri TPT sebagai konsentrasi ekspor utama (Rejekiningsih, 2012:117).

Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh industri TPT Jawa Tengah. Dalam persaingan global, adanya pencabutan sistem kuota ekspor dan terdapat penyesuaian terhadap General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan

mengahasilkan Agreement on Textile and Clothing (ATC) yang mulai dilaksanakan

pada tanggal 1 Januari 2005. Permasalahan ini apabila dapat ditangani dengan baik

menurut Hermawan (2011), akan berdampak positif bagi perkembangan industri TPT

melalui perdagangan yang lebih adil dan menandai era baru perdagangan TPT dunia.

Sistem kuota TPT yang bersifat diskriminasi dihapuskan dan market share TPT

semakin besar melalui persaingan global, serta peluang pengembangan industri TPT

akan semakin besar.

Grafik 1.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri TPT Jawa Tengah Tahun 2005-2011

Sumber: BPS, Statistika Industri Besar dan Sedang Jawa Tengah, berbagai tahun terbitan, diolah.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Industri Tekstil 441 822 682 554 645 641 585 Industri Pakaian Jadi 428 961 811 815 608 502 515

(20)

Permasalahan lainnya adalah pada persaingan antar perusahaan dalam industri TPT di Provinsi Jawa Tengah sendiri. Terlihat dalam grafik 1.1 yang menggambarkan perkembangan jumlah perusahaan yang ikut dalam persaingan di industri ini cenderung menurun. Jumlah perusahaan pada Industri TPT yang terus menerus mengalami penurunan terdapat pada subsektor industri pakaian jadi. Dengan tren penurunan ini dikhawatirkan akan menggangu tingkat capaian efisiensi produksi yang dibutuhkan dalam persaingan global.

Grafik 1.2. Perkembangan Biaya per Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil Jawa Tengah Tahun 2005-2011 (Rupiah per Tenaga Kerja)

Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun, diolah.

Selain itu terdapat masalah lainnya yang mengganggu jalannya produksi di industri TPT yaitu adanya perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi khusus industri sejak tahun 2005 hingga 2011 (lihat tabel 1.1), serta adanya peningkatan biaya per tenaga kerja (lihat grafik 1.2). Perkembangan biaya per tenaga kerja dalam industri TPT Jawa Tengah dalam periode 2005 – 2011 mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat, ditambah fluktuatifnya harga bahan bakar minyak untuk jenis solar non-subsidi. Kenaikan harga tenaga kerja dan

7,580,582 11,127,709 12,420,845 8,656,942

24,112,809

7,332,115

10,066,684 10,780,705

8,801,986

16,455,373

7,495,742

10,704,272 11,843,268

7,661,700

19,376,177

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(21)

BBM akan memberikan dampak pada semakin besar biaya produksi pada industrti ini.

Tabel 1.1.

Perkembangan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis Minyak Solar Nonsubsidi Dalam Negeri 2005-2010

No Tahun M.Solar/Bio

Solar(Rp. /Liter)

1 2005 3.979

2 2006 5.566

3 2007 5.917

4 2008 8.622

5 2009 4.383

6 2010 5.800

7 2011 8.675

Sumber: http://www.esdm.go.id dan Milis Yahoo Group Forum Komunika Pekerja Tambang Indonesia, 2011.

Catatan:Harga yang dicantumkan merupakan perkembangan harga BBM non subsidi industri di Unit Operasional Pemasaran (UPms) Wilayah IV ex. Instalasi Semarang.

Peluang untuk memperkuat posisi industrti TPT agar dapat bersaing secara global dan mencapai tujuan besar MP3EI terletak pada memperbaiki daya saingnya. Tetapi melihat permasalahan lainnya berupa terdapat peningkatan biaya produksi akan menjadi faktor penghambat perbaikan daya saing dari industrti ini.

Terkait perbaikan daya saing kita dapat melihat determinan daya saing. Menurut Kadosca dalam Nur Efendi (2012) secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi dari daya saing yaitu faktor internal dan faktor eksternal (tabel 1.2). Dalam pembentuk daya saing dari dalam industri (internal) terdapat efisiensi biaya (cost-efficiency) yang harus terpenuhi oleh setiap perusahaan dalam

industri. Perhatian pada efisiensi dikarenakan pencapaian efisiensi menjadi salah satu

tujuan dari MP3EI dan dapat menjadi celah keluar dari permasalahan tren

(22)

Kondisi efisien merupakan cara bagi industri, perusahaan dalam lingkup mikro,

untuk bertahan dalam struktur persaingan bisnis. Kondisi efisien adalah kondisi

dimana perusahaan mampu mengendalikan biaya inputnya untuk menghasilkan

output yang optimal dan maksimisasi keuntungan. Tujuan perusahaan yang baik

dalam mencari keuntungan adalah melalui efisiensi (Prasetyo, 2010:23).

Tabel 1.2. Determinan Daya Saing

Faktor Esternal Faktor Internal

Employment

Sumber: Kadosca (2006) dalam Nur Efendi (2012)

(23)

Peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai salah satu determinan penentu daya saing industri yaitu tercapainya efisiensi industri. Selain itu, penelitian mengenai efisiensi dilakukan karena masalah pokok dan penting dalam ekonomi industri adalah masalah efisiensi industri (dalam hal penilaian dan pengukuran kinerja) (Prasetyo, 2010:66).

Periode observasi dalam penelitian ini dilakukan sepanjang tahun 2005 hingga 2011 karena telah dimulainya penerapan Agreement on Textile and Clothing (ATC) dan sepanjang tahun ini terjadi perubahan biaya perolehan input industri TPT seperti harga bahan bakar minyak (BBM) dan biaya tenaga kerja yang mengakibatkan beberapa perusahaan yang ada melakukan penyesuaian faktor produksi lainnya. Dengan demikian, penelitian ini diberikan judul “Analisis Efisiensi Ekonomi Industri Tekstil dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2011”.

1.2. Rumusan Masalah

Uraian pada subbab latar belakang masalah telah menjelaskan bagaimana pentingnya peranan dari sektor industri TPT dalam rantai perekonomian Indonesia pada umumnya dan Jawa Tengah khsusunya serta bagaimana dukungan perencanaan pembangunan terhadap sektor industri ini.

(24)

mengurangi tingkat daya saing industri TPT. Apabila tetap dibiarkan akan menenggelamkan industri TPT Jawa Tengah dan Indonesia secara lebih luas.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini berangkat dari uraian pada subbab Latar Belakang Masalah, antara lain:

a. Bagaimana capaian efisiensi teknik, alokatif dan ekonomi sektoral industri Tekstil dan Produk Tekstil dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah? b. Bagaimana capaian efisiensi teknik, alokatif dan ekonomi industri Tekstil

dan Produk Tekstil di Jawa Tengah?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Menganalisa capaian efisiensi teknik, alokatif dan ekonomi sektoral industri Tekstil dan Produk Tekstil dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah.

b. Menganalisa capaian efisiensi teknik, alokatif dan ekonomi industri Tekstil dan Produk Tekstil di Jawa Tengah.

1.4. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka, penelitian ini memiliki kegunaan secara praktis dan teoritis, yaitu:

a. Kegunaan Teoritis:

(25)

b. Kegunaan Praktis:

1) Memberikan saran kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah khususnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam perumusan kebijakan pengembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil terutama dalam mendukung peningkatan efisiensi.

(26)

10

2.1. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)

Secara garis besar, industri TPT terbagi dalam 3 bagian (gambar 2.1), yaitu sektor hulu, sektor antara (intermediate), dan sektor hilir.

1. Sektor Hulu: industri persiapan serat (17111), industri pemintalan benang (17112).

2. Sektor Antara: Industri kain rajut (17301), industri pertenunan (17114), industri pencetakan kain (17123)

3. Sektor Hilir: Industri pakaian jadi rajutan (17302), industri pakaian jadi (18101 dan 18102).

(27)

Gambar 2.1. Pohon Industri TPT

Sumber: Asosiasi Pertekstilan Indonesia dalam Tim Kajian Pengembangan Industri Tektil dan Produk Tekstil (2011: 44)

Subsektor industri TPT memiliki karakteristik yang berbeda-beda terlihat dalam tabel 2.1 mengenai profil dari industri TPT di Indonesia dan tabel 2.2 mengenai kepemilikan modal industri TPT di Jawa Tengah. Dimana beberapa subsektor menggunakan teknologi yang tinggi dan sebagian lainnya menggunakan teknologi rendah. Pemasaran produk dari industri TPT masih dikonsentrasikan pada ekspor dan investasi dari swasta nasional.

Tabel 2.1. Profil Industri TPT Indonesia

Sektor Jenis Produk Teknologi Pasar Produk Investasi Serat Serat alam, serat

buatan (sintetis) Tinggi Domestik

PMA: Jepang, India, dan Austria

Pemintalan Benang Tinggi Domestik

dan Ekspor

PMA: Jepang dan India; PMDN

Pertenunan Kain Rendah Domestik

dan Ekspor PMDN

Garmen Pakaian Jadi Rendah Ekspor

PMDN dan PMA: Korea Selatan dan

(28)

Tabel 2.2. Banyaknya Perusahaan Industri TPT Jawa Tengah

Sumber: Statistik Industri Besar dan Menengah Jawa Tengah Volume I (2011: 23)

Industri TPT di Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 27 subsektor pengolahan hulu-antara dan 9 (sembilan) subsektor pengolahan hilir. Selama tahun 2005-2011 terjadi fluktuasi jumlah subsektor yang disebabkan adanya perubahan secara struktural industri. Penyesuaian pada golongan pokok KBLI pada tahun 2010 yang menyebabkan terjadi perluasan subsektor menjadi 27 subsektor pengolahan hulu-antara dan 9 (sembilan) subsektor pengolahan hilir. Lebih lanjut jumlah perkembangan subsektor industri TPT Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 2.3 (Lampiran 1).

Tim Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tektil (2011:46)

(29)

pengalaman yang cukup di industri. Ketika terjadi goncangan, subsektor garmen menjadi sangat rentan.

2.2. Biaya Dalam Jangka Panjang dan Efisiensi Produksi

Input perusahaan dalam jangka panjang dapat diubah sehingga tidak terdapat biaya tetap. Jangka panjang tidak hanya diartikan sebagai himpunan beberapa jangka pendek. Jangka panjang sebaiknya diartikan sebagai masa perencanaan (McEachern, 2001:77), hal ini karena pemilihan kombinasi input yang fleksibel. Biaya yang relevan dalam jangka panjang adalah biaya variabel, biaya rata-rata, dan biaya marginal. Biaya total jangka panjang adalah biaya yang dikeluarkan untuk produksi seluruh output dan semuanya bersifat variabel (Ariyanti, 2008:76).

LTC = LVC ... (2.6)

2.2.1. Kurva Biaya Rata-Rata Jangka Panjang: Skala Produksi

Ekonomis dan Disekonomis

(30)

Biaya LMC

Q* Produksi

Grafik 2.1. Skala Produksi Ekonomis (Ariyanti, 2008:78; Case dan Fair, 2007:227)

Grafik 2.1 menggambarkan biaya rata-rata dan biaya marjinal jangka pendek dan jangka panjangyang membentuk skala ekonomis pada kuantitas produksi tertentu. Kurva tersebut juga menggambarkan biaya rata-rata minimum yang dapat diperoleh oleh suatu perusahaan atau industri di beberapa periode jangka pendek.

Perusahaan akan berada pada titik efisiensi skala ekonomi pada saat LAC berada pada tiitk terendah yaitu pada produksi Q*. Pada titik ini, biaya marjinal jangka panjang atau LMC akan berpotongan dengan LAC sehingga akan baik bagi perusahaan atau industri berproduksi pada saat tersebut. Produksi Q* pun menjadi titik batas skala ekonomis, karena setelah melewati titik ini, perusahaan atau industri akan mengalami peningkatan biaya rata-rata produksi atas setiap pertambahan kuantitas produksi.

2.2.2. Efisiensi Produksi

Efisiensi merupakan penggunaan sumber daya ekonomi seefektif mungkin sehingga akan menimbulkan rasa puas. Salah satu aspek terpenting

LAC

SAC1 SAC2 SAC3

SAC5

SAC4 SMC1 SMC2 SMC3 SMC4

SMC5

(31)

dalam efisiensi secara ekonomi adalah efisiensi produksi. Efisiensi ini terjadi pada saat sebuah perekonomian tidak dapat melakukan kegiatan produksi lebih dari satu barang (output) dengan tidak mengurangi barang lainnya (Samuelson dan Nordhaus, 2005:13).

Menurut Al-Delaimi dan Al-Ani efisiensi (2006:136), dalam hal ini efisiensi teknis, memiliki arti bahwa adanya kegiatan pemindahan input yang berbentuk fisik seperti tenaga kerja dan modal menjadi hasil (output) pada tingkat kinerja terbaik dimana tidak terdapat input yang terbuang dalam kegiatan memproduksi sejumlah output. Technical Efficiency (TE) merupakan representasi dari kombinasi minimum dari input yang dibutuhkan untuk memproduksi output dalam jumlah tertentu, dan itu menjadi ukuran keberhasilan kinerja sebuah perusahaan dalam memproduksi jumlah maksimum output dari input yang ada.

(32)

memproduksi output pada saat biaya rendah. Efisiensi ekonomis ini adalah gabungan antara efisiensi teknikal dan alokatif.

X2

E

X1

Grafik 2.2. Representasi Grafik Efisiensi (Al-Delaimi dan Al-Ani, 2006:137)

Grafik 2.2 mengilustrasikan bahwa terdapat dua faktor produksi X1 dan X2 untuk memproduksi Y output yang dipresentasikan oleh kurva isoquant (I), yang juga mempresentasikan seluruh kombinasi efisiensi teknis antara dua faktor produksi untuk memproduksi output ditingkat yang sama. AA’ merupakan kurva isocost. Titik singgung E merupakan titik produksi yang optimum dan juga titik equilibrium dari perusahaan, dimana Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS) antara X1 dan X2 sama dalam rasio harga, dan perusahaan yang beroperasi pada kondisi tersebut akan memperoleh efisiensi teknis dan ekonomis.

Perusahaan yang berada pada titik M memperoleh efisiensi teknis karena ia berada pada perpotongan dengan kurva isoquant (I), tetapi perusahaan ini tidak memperoleh efisiensi secara ekonomi. Sedangkan perusahaan yang berada pada titik N tidak dalam keadaan efisien. Efisiensi teknis dari perusahaan adalah OM/ON, sedangkan efisiensi alokatifnya berada saat OL/OM. Sedangkan efisiensi ekonomis yang dapat diperoleh

0

I A

L

N

M

(33)

oleh perusahaan adalah hasil kalkulasi dari OL/ON, yang dapat ditulis: (OM/ON)*(OL/ON) (Al-Delaimi dan Al-Ani, 2006:138).

Rubedo (2011:19-20) menyatakan bahwa terdapat perbedaan dalam penekanan orientasi pada setiap jenis efisiensi. Efisiensi teknis menekankan orientasi pada output, efisiensi alokatif tujuan atau orientasi pada input, sedangkan efisiensi ekonomi orientasi pada maksimisasi keuntungan.

Dalam penelitian ini, konsep efisiensi diklasifikasikan menjadi tiga yaitu Efisiensi Teknik (ET), Efisiensi Alokatif (EA) dan Efisiensi Ekonomi (EE). Hal ini sebagaimana tercantum pada penelitian Dipeolu dan Akinbode (2008:25) dan Johansson (2005:2) yang mengadopsi konsep dari Farrel (1957) tentang metodologi pengukuran efisiensi. Efisiensi Teknik (ET) didefinisikan sebagai kemampuan untuk memproduksi pada batasan isokuan atau biaya input terkecil, sedangkan Efisiensi Alokatif (EA) adalah suatu kemampuan memproduksi pada output tingkatan tertentu dengan menggunakan cara minimisasi rasio biaya input. Efisiensi Ekonomi (EE) didefinisikan sebagai kapasitas sebuah perusahaan untuk memproduksi sejumlah kuantitas output yang telah ditentukan pada saat biaya minimum dengan tingkatan penggunaan teknologi tertentu.

2.3. Pengukuran Efisiensi dengan Data Envelopment Analysis

(34)

artinya bahwa unit tersebut merupakan unit yang terefisien dalam set data tertentu dan waktu tertentu (Hadad, dkk, 2003:14).

Terdapat beberapa manfaat dan keterbatasanpada pengukuran efisiensi dengan DEA (Susilowati, dkk, 2004:2-3 dan Hadad, 2003:14):

1.Sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk mempermudah perbandingan antara unit ekonomi yang sama.

2.Kedua mengukur berbagai informasi efisiensi antar unit kegiatan ekonomi untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya.

3.Menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan tingkat efisiensinya.

Keterbatasan DEA:

1. Mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat diukur 2. DEA berasumsi bahwa setiap unit input atau output identik dengan unit lain

dalam tipe yang sama.

3. sangat rentan dengan adanya angka nol, negatif dan angka kecil yang mendekati nol

4. Dalam bentuk dasarnya DEA berasumsi adanya CRS (Constant Return to Scale).

5. Bobot input dan output yang dihasilkan DEA sulit untuk ditafsirkan dalam nilai ekonomi.

(35)

2.3.1. Model Constant Return to Scale (CRS)

Model ini di kembangkan pertama kali oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes (CCR) pada tahun 1978 (Fadholi, 2011:32; Safeedparri, dkk, 2013:3). Model ini menggunakan pendekatan input dengan asumsi rasio antara pertambahan input dan output adalah sama sehingga jika input ditambah sebesar n kali, maka ouput akan bertamabah sebesar n kali. Dengan tambahan asumsi setiap unit kegiatan ekonomi telah beroperasi pada skala yang optimal (Yulianto (2005) dalam Fadholi, 2011:33).

2.3.2. Model Variable Return to Scale (VRS)

Model VRS dikembangkan oleh R.D.Banker, A. Charnes, dan E. Rhodes pada tahun 1984 yang tercantum pada jurnal Managemenet Science Vol. 30. Model ini memperbolehkan setiap unit yang memiliki input rendah dalam kondisi increasing return to scale sementara unit lain yang memiliki input lebih tinggi terjadi decreasing return to scale (Safeedparri, dkk., 2013:3). Dengan kata lain kondisi unit dalam model tidak terdapat rasio yang sama antara input dan outputnya. Sehingga setiap pertambahan input sebesar n kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar n kali bahkan bisa lebih kecil atau lebih besar dari n kali (Fadholi, 2011:33).

2.4. Penelitian Terdahulu

(36)

profitabilitasnya. Penelitian ini dilakukan terhadap 15 perusahaan yang termasuk dalam industri pemisahan kapas dan berada pada wilayah Aegean dan pemilihan perusahaan ini didasarkan pada intensitas kapasitas dan kerja. Analisis dilakukan menggunakan DEA dengan asumsi Constant Return to Scale dan Variable Return to Scale, dan variabel input terdiri dari biaya bahan baku, tenga kerja, dan biaya lainnya. Sedangkan pada variabel output, penelitian ini menggunakan variabel nilai produksi.

Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu, belum optimalnya penggunaan kapasitas produksi yang menjadi penyebab utama turunnya produksi kapas Turki beberapa tahun sebelumnya, selain itu, kombinasi biaya input mempengaruhi pada industri ini dan perlunya restrukturisasi mesin dan pembaharuan teknologi. Kemudian, penghambat dari efisiensi pada industri ini adalah peningkatan terhadap pengenaan VAT (Value Added Tax) yang dilakukan oleh pemerintah Turki. Penelitian ini menyebutkan bahwa pendidikan sangat penting untuk membentuk efisiensi secara teknis dan ekonomi pada industri ini.

(37)

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel output (value added, nilai barang yang dihasilkan, jasa industri untuk output, keuntungan penjualan barang, penerimaan lainnya) dan input (bahan baku, tenaga kerja, bahan bakar dan listrik yang digunakan, barang lainnya di luar bahan baku, jasa industri untuk input, sewa gedung dan alat-alat, jasa non industri). Analisis efisiensi menggunakan DEA dengan asumsi Constant Return to Scale dihasilkan bahwa seluruh industri manufaktur yang menjadi objek penelitian dalam kondisi efisien, dan beberapa industri (KLUI 31, KLUI 32, KLUI 35, serta KLUI 39) menjadi keunggulan kompetitif Provinsi Jawa Tengah.

Hasil penelitian yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Tri Wahyu R. (2006) terhadap sektor industri manufaktur di Jawa Tengah periode tahun 2000-2005, sektor industri manufaktur Jawa Tengah belum dapat dikatakan dalam kondisi efisien dan industri Pakaian Jadi (KBLI 18), yang menjadi bagian dari industri TPT, dalam kurun waktu tahun 2000-2005 tidak pernah berada pada kondisi efisien. Penelitian ini menggunakan asumsi Variable Return to Scale dan alat analisis DEA versi Warwick.

(38)

Fadholi (2011) melakukan penelitian pada efisiensi industri TPT di Indonesia pada periode 2001-2005. Dengan menggunakan metode DEA dan model Variable Return to Scale (VRS) dan orientasi input. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel input (biaya bahan bakar, tenaga kerja, tenaga listrik, bahan baku, dan modal) dan Variabel output (nilai output dan value added). Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar dari subsektor industri TPT telah efisien, namun terdapat beberapa subsektor yang masih dalam kondisi inefsiensi pada variabel input bahan bakar, tenaga listrik, dan modal.

Penelitian lainnya yang menjadi acuan pada penelitian ini adalah metode penelitian yang dilakukan oleh Al-Delaimi dan Al-Ani (2006) yaitu menekankan pada analisis efisiensi biaya (ekonomi). Penelitian yang dilakukan terhadap 24 Bank Syariah ini menghasilkan bahwa sebagian besar bank dalam keadaan efisien dan selalu meningkatkan efisiensinya. Menggunakan variabel input (modal, cadangan modal, dan simpanan dana pihak ketiga) dan variabel output (pengambilan produk investasi dan aset bank) dengan model penelitian Constant Return to Scale yang diadopsi dari Charnes, Cooper, dan Rhodes.

(39)

to Scalesehingga semua unit kegiatan ekonomi yang akan diukur akan menghasilkan perubahan pada berbagai tingkat output.

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis

Industri TPT menjadi salah satu sektor penting dalam struktur perekonomian di Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi kunci sebagai basis percepatan pembangunan industri TPT yang tercantum dalam perencanaan pembangunan Indonesia melalui MP3EI. Dengan tujuan persaingan global, daya saing industri terus menerus ditingkatkan, salah satunya dengan menjadikan kondisi efisien di setiap subsektor industri ini.

Grafik 2.3. Model Analisis Organisasi Industri Pendekatan Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar

Sumber: Scherer (1973) dalam Nurimansjah Hasibuan (1993:8) dan William G. Shepherd (1990) dalam P. Eko Prasetyo (2010: 27).

Kondisi Dasar

Sisi Permintaan Sisi

Penawaran

Elastisitas Bahan baku

Pertumbuhan industrti Teknologi

Struktur Pasar

Ukuran perusahaan integrasi horizontal dan vertikal Kondisi biaya konglomerasi

Entry barier organisasi buruh

Perilaku Pasar

Strategi harga Advertasi

Kolusi Penelitian dan inovasi

Kinerja Pasar

Pola harga dan keuntungan Perkembangan Teknologi

(40)

Model analisis organisasi industri yang tergambar pada grafik2.3menyatakan bahwa kondisi dasar bagi industri baik dari sisi penawaran dan permintaan akan mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja dari suatu industri. Setiap perubahan pada kondisi dasar akan mempengaruhi struktur industri yaitu kondisi biaya produksi dan jumlah perusahaan yang bersaing. Hal ini di sebabkan kondisi faktor produksi yang akan digunakan dalam kegiatan produksi, apabila langka dan terjadi kenaikan harga akan berpengaruh pada kondisi biaya input (faktor produksi) yang tinggi, dan tidak setiap perusahaan dalam suatu industri mampu memenuhi input dengan kondisi biaya produksi tinggi, selanjutnya akan menjatuhkan perusahaan-perusahaan yang kurang dalam faktor produksi lainnya yaitu modal.

Berkurangnya perusahaan dalam suatu industri dapat diindikasikan semakin terkonsentrasinya persaingan dalam industri, yang menyebabkan persaingan kurang sehat. Sedangkan pengaruh bagi kinerja industri sendiri adalah bila industri semakin terkonsentrasi, maka menimbulkan inefisiensi perusahaan dalam industri (Prasetyo, 2010:23).

(41)

Grafik 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian

Perubahan kondisi dasar industri TPT dalam hal ketersediaan energi mengakibatkan adanya perubahan struktur industri TPT dimana biaya produksi mengalami penyesusaian, dan jumlah perusahaan dalam industri ini cenderung mengalami penurunan dan berdampak pada persaingan dalam industri TPT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi efisiensi ekonomi dari setiap subsektor pada industri TPT di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil dari perhitungan efisiensi teknis dan alokatifnya (grafik 2.4).

Kinerja Industri TPT

Efisiens i Teknis

Provinsi Jawa Tengah Sebagai Salah Satu Pusat Percepatan Industri TPT Indonesia dalam

MP3EI

Perubahan Struktur Industri TPT pada sisi Biaya Energi, Biaya Tenaga Kerja, Perubahan

Jumlah Perusahaan Dalam Industri.

Efisien si Efisiensi

Ekonomi

Perkembangan Tingkat Keuntungan Industri; dan Tingkat

(42)

26

3.1. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dimana penelitian yang didasar pada analisis data numerikal yang diolah dengan metode tertentu. Penelitian ini bertujuan mengukur tingkat efisiensi dari industri TPT dan subsektornya (KBLI 2005 17 dan 18; KBLI 2010 13 dan 14) di provinsi Jawa Tengah periode 2005-2011.

(43)

i) Grafik perbandingan jumlah tenaga kerja pada 17 Subsektor Objek Penelitian terhadap industri TPT

ii)Grafik rasio perbandingan biaya input dan nilai hasil produksipada 17 Subsektor Objek Penelitian terhadap industri TPT (persen)

Grafik 3.1. Rasio perbandingan jumlah tenaga kerja, biaya input produksi dan nilai hasil produksi industri TPT dan 17 subsektor objek penelitian.

Sumber: Statistik indutstri Besar dan Sedang Jawa Tengah 2005-2011 Volumte I, diolah.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Data Envelopment Analysis untuk mengukur dan mengidentifikasi tingkat efisiensi di setiap subsektor industri TPT Jawa Tengah. Penelitian akan menggunakan alat bantu perangkat lunak Aplikasi Data Envelopment Analysis yang dikembangkan oleh University of Warwick versi 1.03.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Industri TPT 191,581 438,456 236,013 231,293 223,211 222,245 235,583 17 Subsektor Penelitian 182,288 423,652 219,887 225,114 215,542 215,513 210,364

(44)

Pengukuran tingkat efisiensi akan dimulai dengan pengukuran terhadap kondisi tingkat efisiensi teknik dengan menggunakan variabel input dan output. Langkah selanjutnya akan dilakukan pengukuran tingkat efisiensi alokatif dengan menggunakan variabel harga dari input dan output. Tahap terakhir adalah melakukan perhitungan nilai efisiensi teknik dan efisiensi alokatif dengan cara mengkalikan nilai keduanya disetiap objek penelitian sehingga di dapat nilai efisiensi ekonomi untuk objek penelitian.

Pada tahap pembahasan dan analisis, akan dilakukan analisis secara makroekonomi dalam gambaran umum industri TPT dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah atas implementasi perencanaan pembangunan nasional dan daerah yang meliputi analisis terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil dan analisis mengenai perkembangan tingkat keuntungan pertumbuhan industri TPT. Kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan terhadap hasil pengolahan data yang menunjukkan tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi objek penelitian.

3.2. Variabel Penelitian

(45)

Sedangkan variabel output yang digunakan adalah nilai dari barang yang dihasilkan. Pengukuran efisiensi alokatif digunakan variabel harga input (harga tenaga kerja, harga bahan baku dan penolong, dan harga energi) dan variabel harga output (harga barang yang dihasilkan).

3.2.1. Variabel Pengukuran Efisiensi Teknik

3.2.1.1. Variabel Input

a) Biaya Tenaga Kerja

Berdasarkan Statistik Industri Besar dan Sedang yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah biaya tenaga kerja adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh suatu industri kepada seluruh tenaga kerja yang terdiri dari biaya gaji atau upah, upah lembur, hadiah atau bonus, iuran dana pensiun, tunjangan sosial, dan asuransi kecelakaan dalam nilai satuan Rupiah.

b) Biaya Bahan Baku dan Penolong

(46)

c) Biaya Energi

Biaya energi pada penelitian ini adalah jumlah pengeluaran seluruh perusahaan yang terdapat pada subsektor industri TPT untuk mendapatkan bahan bakar dan tenaga listrik dalam satuan Rupiah.

3.2.1.2. Variabel Output

Variabel output dalam penelitian ini adalah nilai barang yang dihasilkan, yaitu jumlah barang yang diproduksi oleh seluruh perusahaan dalam subsektor industri TPT dalam satuan Rupiah.

3.2.2. Variabel Pengukuran Efisiensi Alokatif

3.2.2.1. Variabel Harga Input

a) Harga Tenaga Kerja

Penentuan harga tenaga kerja berdasarkan jumlah pengeluaran untuk tenga kerja dibagi jumlah tenaga kerja yang terdapat disetiap subsektor industri TPT dalam satuan Rupiah.

b) Harga Bahan Baku dan Penolong

Penentuan harga bahan baku dan penolong didasarkan pada jumlah pengeluaran untuk bahan baku dan penolong kemudian dibagi dengan kuantitas setiap bahan baku dan penolong yang digunakan di tiap subsektor industri TPT dalam satuan Rupiah.

Penentuan bahan baku yang dipilih untuk digunakan dalam perhitungan efisiensi pada penelitian ini didasarkan pada:

(47)

2.Besarnya kuantitas penggunaan bahan baku

3.Asal perolehan bahan baku (impor atau produk domestik)

c) Harga Energi

Penentuan harga energi dalam penelitian ini didasarkan biaya energi dibagi dengan jumlah penggunaan energi (BBM dan tenaga listrik), dimana penggunaan tenaga listrik diasumsikan setiap perusahaan pada industri TPT menggunakan tingkat daya listrik yang sama, dalam satuan Rupiah per KWh dan Rupiah per liter solar industri untuk variabel input bahan bakar.

3.2.2.2. Variabel Harga Output

Harga output didasarkan pada besarnya nilai dan kuantitas produksi. Perhitungan harga output ialah jumlah nilai produksi dibagi dengan kuantitas produk industri TPT dalam satuan Rupiah.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari industri TPT yang terklasifikasikan sebagai industri besar dan sedang. Data dikumpulkan beradasarkan variabel penelitian sehingga akan terdapat kesesuaian dengan tujuan penelitian. Data bersumber dari Statistika Industri Besar dan Sedang Provinsi Jawa Tengah Volume I, II dan III dari tahun 2005 hingga tahun 2011 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

3.4. Mettode Pengumpulan Data

(48)

variabel penelitian. Menurut Arikunto (2002) dalam Fadholi (2011:43) metode dokumentasi yaitu mencaridata mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, suratkabar, majalah, parasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Implementasi dari metode dokumentasi pada penelitian ini adalah dengan pengumpulan data dari buku Statistik Industri Besar dan Sedang Provinsi Jawa Tengah Volume I, II dan III dari tahun 2005 hingga tahun yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), serta bebagai literatur lainnya berupa jurnal penelitian maupun publikasi lainnya.

Analisis efisiensi teknis menggunakan data kinerja dari subsektor industri TPT yang menjadi objek penelitian sepanjang tahun observasi. Analisis efisiensi alokatif, pemilihan data berdasarkan variabel penelitian, yaitu 1-5 biaya input bahan baku dan penolong terbesar berdasarkan biaya yang harus dikeluarkan dan syarat lainnya sebagaimana tercantum dalam metode penentuan variabel harga input bahan baku, penggunaan bahan bakar jenis solar khusus industri dan tenaga listrik yang dibeli, serta 1-5 nilai dan kuantitas barang yang diproduksi terbesar berdasarkannilai barang dari tiap subsektor industri TPT yang menjadi objek penelitian sepanjang tahun observasi dengan memperhatikan persyaratan data dalam analisis menggunakan DEA.

3.5. Metode Analisis Data

(49)

perbandingan terhadap industri yang memiliki kinerja terbaik (Coelli, Rao, et.al (1998) dalam Jayamaha dan Mula, 2011:456). Lebih lanjut Jayamaha dan Mula (2011:456) dengan menyadur dari Fried, Lovell dan Schmidt (2002) bahwa DEA merupakan metode yang tepat untuk mengukur efisiensi relatif dari beragam unit kegiatan ekonomi dengan melingkupi seluruh elemen dari input dan output.

Cara kerja dari DEA adalah menentukan rasio tertimbang dari input dan output setiap unit. Penentuan bobot tertimbang akan menjadi suatu permasalahan penting dalam pengukuran efisiensi, DEA memberikan kesempatan kepada tiap unit kegiatan ekonomi untuk menentukan pembobotnya masing-masing (Samsubar Saleh (2000) dalam Tri Wahyu R, 2006:134). Setiap unit kegiatan ekonomi akan memiliki bobot yang akan memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted output/total weighted input) (Fadholi, 2011:44). Nilai dari hasil pengukuran efisiensi melalui DEA adalah 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) dengan pengertian bahwa bila hasil pengukuran sama dengan 1 (satu) maka subsektor industri tersebut dinilai telah efisien, begitu pula sebaliknya bila hasil pengukuran dibawah 1 (satu) maka subsektor industri dinilai belum mencapai kondisi efisien. Pengukuran efiensi subsektor industri TPT dengan DEA diadopsi dari Fadholi (2011:43-44) dan Atmanti (2004:4-5) adalah sebagai berikut:

∑ ... (3.1)

Dengan Batasan atau kendala:

(50)

Dimana:

= jumlah output r yang dihasilkan oleh subsektor industri k

Xij = jumlah input i yang diperlukan oleh subsektor industri j Yrj = jumlah output r yang dihasilkan oleh subsektor industri j Xik = jumlah input yang idperlukan oleh subsektor k

S = jumlah subsektor industri yang dianalisis M = jumlah input yang digunakan

Urk = bobot tetimbang dari output yang dihasilkan tiap subsektor industri k

Vik = bobot tertimbang input i yang digunakan subsektor industri k Ek = nilai yang dioptimalkan sebagai indikator efisiensi relatif dari

subsektor indsutri k

Dalam penggunaan DEA, asumsi model dalam penelitian ini adalah

(51)

Tabel 3.1. Kriteria Ukuran Tingkat Efisiensi Industri TPT Jawa Tengah

Kriteria Efisiensi Nilai Efisiensi

Sempurna/Optimum Tinggi Sedang Rendah Tidak efisien

1 0,81 – 0,99 0,60 – 0,80 0,41 – 0,59

≤ 0,40 Sumber: Hidayat, 2014:124

(52)

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Dalam

Perekonomian Provinsi Jawa Tengah

Industri TPT yang berada di provinsi Jawa Tengah mencakup sebagian besar subsektor industri, mulai dari pengolahan hulu seperti industri persiapan serat, pengolahan antara seperti pencetakan kain hingga pengolahan hilir seperti industri pakaian jadi. Sebagaiamana peranannya dalam RPJPD Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu industri kopetensi inti daerah, industri TPT harus memiliki tingkat kemampuan penyerapan tenaga kerja yang besar, dan memiliki tingkat kinerja baik pertumbuhan industri maupun tingkat keuntungan yang terjaga dengan baik. Dalam subbab selanjutnya akan di jelaskan mengenai gambaran umum dari industri ini dalam hal tingkat penyerapan tenaga kerja, dan perkembangan tingkat pertumbuhan dan keuntungan industri.

4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja

(53)

Grafik 4.1. Total Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2011

Sumber: Data sekunder diolah

Penyerapan tenaga kerja pada salah satu sektor perekonomian di Provinsi Jawa Tengah, dalam penelitian ini sektor industri pengolahan, secara umum mengalami perlambatan (grafik 4.1). Perlambatan pada penyerapan tenaga kerja dimungkinkan sebagai akibat dari perlambatan pertumbuhan pada sektor industri pengolahan, dampak dari krisis global yang menyebabkan tidak stabilnya pasar, serta terdapat peningkatan harga input produksi yang mengharuskan adanya penyesuaian biaya produksi. Situasi yang sama juga dialami oleh sektor industri TPT, perlambatan dalam penyerapan tenaga kerja terjadi sejak tahun 2007. Dalam grafik 4.2 terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor industri tekstil (KBLI 17) paling tinggi pada sektor industri pengolahan.

Sebagaimana ditunjukkan oleh grafik 4.2 bahwa sepanjang tahun observasi nilai rata-rata pergerakan (moving average) penyerapan tenaga kerja pada industri TPT (KBLI 17 dan 18) mengalami penurunan. Kondisi ini harus menjadi perhatian karena industri TPT mempunyai karakteristik padat karya, apabila terdapat penurunan penyerapan tenaga kerja akan

(54)

berdampak pada peningkatan tingkat pengangguran yang akan mengganggu perekonomian daerah.

Grafik 4.2. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Tengah 2005-2011 (orang)

Sumber: BPS, Statistik Industri Besar dan Sedang Jawa Tengah, berbagai tahun diolah

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan RPJPD Provinsi Jawa Tengah menetapkan industri TPT menjadi salah satu sektor pendorong perekonomian nasional dan daerah. Sehingga sektor ini harus mampu memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan produksi, penyerapan tenaga kerja, dan memberikan rangsangan terhadap tumbuhnya industri penunjangnya. Perlambatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri TPT di Jawa Tengah

0 100000 200000 300000

1 2 3 4 5 6 7

15 16 17

18 19 20

21 22 23

24 25 26

27 28 29

30 31 32

33 34 35

36 37 33-KBLI 2010

2 per. Mov. Avg. (17) 2 per. Mov. Avg. (18)

(55)

menimbulkan pertanyaan mampukah industri ini melakukan fungsinya sebagai salah satu sektor utama penyerap tenaga kerja di Jawa Tengah.

Apabila pemerintah daerah ingin industri ini tetap menjadi sektor kompetensi inti perekonomian, maka dalam hal penyerapan tenaga kerja pemerintah dapat melakukan insentif pada industri yang telah melakukan penyerapan tenaga kerja besar dan memiliki produksi yang tinggi pula, karena apabila penyerapan tenaga kerja yang tinggi tidak diimbangi dengan produksi tinggi maka akan merugikan industri tersebut karena akan memberatkan biaya produksi dan dikhawatirkan akan terjerat pada kondisi

law of deminishing return.

4.1.2. Tingkat Pertumbuhan dan Profit Industri

Proses industrialisasi di suatu wilayah dapat dimulai dengan pembangunan industri TPT. Karena industri ini memiliki karakteristik yang padat karya, sehingga mampu mengatasi permasalahan penyerapan tenaga kerja serta dalam peningkatan orientasi ekspor. Walaupun pertumbuhan industri TPT dalam analisis organisasi industri tidak termasuk pada sisi kinerja industri, tetapi secara makro pertumbuhan industri dapat menjadi suatu evaluasi peranan sektor industri dalam perekonomian.

(56)

semakin baik bila kondisi tingkat pertumbuhan dan keuntungannya terus mengalami peningkatan.

Perumbuhan jumlah perusahaan dalam industri ini mengalami penurunan. Terlihat dalam grafik 1.1 yang menggambarkan perkembangan yang cenderung turun dalam jumlah perusahaan yang ikut meramaikan persaingan di industri ini. Jumlah perusahaan pada Industri TPT yang terus menerus mengalami penurunan terdapat pada subsektor industri pakaian jadi. Penurunan jumlah perusahaan ini dapat berpengaruh pada intensitas persaingan antarindustri. Sedangkan persaingan sendiri dalam model analisis organisasi (lihat grafik 2.3) industri dapat berpengaruh terhadap kinerja industri, seperti tingkat keuntungan, tingkat capaian efisiensi dan kesempatan kerja.

Tabel 4.1. Laju Pertumbuhan Tiga Sektor Utama Atas Dasar Harga Konstan, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2011 (persen)

No Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(57)

Pertumbuhan sektor industri pengolahan sepanjang tahun 2005 hingga tahun 2009 berada dibawah rata-rata dari pertumbuhan total PDRB di periode yang sama dan mulai bangkit kembali di tahun 2010 dan 2011 (tabel 4.1). Hal yang sama terjadi pada laju pertumbuhan sektor industri TPT 2005-2009 secara umum berada dibawah pertumbuhan PDRB, kemudian di tahun 2010 mampu meningkat tajam dan mampu mengulang kembali pertumbuhan sektor ini diatas tingkat pertumbuhan PDRB di tahun 2007. Pada tahun berikutnya, industri ini mengalami perlambatan yang hanya mampu bergerak sebesar 6,02 dan masih berada dibawah laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah. Secara rata-rata pun industri tekstil memiliki laju pertumbuhan dibawah rata-rata PDRB Jawa Tengah.

(58)

Grafik 4.3. Perkembangan Tingkat Perolehan Keuntungan Industri TPT Jawa Tengah Tahun 2005-2011 dalam rupiah.

Sumber: BPS, Statistika Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun terbitan diolah.

Tingkat keuntungan indsutri TPT ditahun 2011 menurun, akan tetapi terdapat peningkatan keuntungan dibeberapa sektor secara parsial, yaitu sektor barang jadi tekstil dan permadani, perajutan, dan kapuk. Dengan peningkatan tertinggi pada sektor barang jadi tekstil dan permadani dengan jumlah peningkatan keuntungan sebesar Rp. 113.163.809,- (lihat lampiran 3).Perlambatan keuntungan pada tahun 2011 dikhawatirkan akan terus terjadi pada tahun-tahun berikutnya dengan adanya perlambatan ekonomi dunia yang menjadikan menyempitnya ruang gerak bagi pemasaran produk tekstil serta semakin intensnya persaingan produk tekstil Indonesia – secara umum – dengan negara-negara lain seperti Vietnam, India, dan Cina.

Perhatian penelitian tidak hanya berdasarkan kinerja secara makroekonomi, tetapi penulis ingin menekankan pula kinerja industri TPT Jawa Tengah pada aspek mikroekonomi. Perhatian pada tingkat mikro ini

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(59)

perlu, selain mendukung perencanaan ekonomi nasional (MP3EI) juga dikarenakan adanya berbagai aspek perubahan yang terjadi pada industri TPT.

4.2. Perhitungan Efisiensi

Dalam subbab ini akan dipaparkan tentang hasil perhitungan efisiensi menggunakan alat bantu DEA dengan variabel input dan output yang telah ditentukan pada metodologi penelitian. Perhitungan efisiensi meliputi perkembangan tingkat capaian efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi setiap sektorpada industri TPT, capaian efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi pada industri TPT secara keseluruhan.

4.2.1. Efisiensi Ekonomi Sektoral Industri TPT Provinsi Jawa Tengah

Menggunakan data tahunan dimulai dari tahun 2005 hingga tahun 2011, maka diperoleh hasil perhitungan tingkat efisiensi industri TPT secara teknis, alokatif dan ekonomi baik secara sektoral maupun keseluruhan industri. Untuk lebih memudahkan analisis hasil perhitungan efisiensi sektoral, maka dibuat tabel 4.2 hingga tabel 4.4 sebagai ringkasan perolehan tingkat efisiensi dari setiap sub golongan pokok yang ada pada industri TPT.

(60)

sektor industri barang jadi tekstil dan permadani pada periode produksi 2006 dimana hanya mampu memperoleh capaian sebesar 0,66.

Apabila kita ingin melihat lebih dalam lagi, maka ditemukan subsektor yang masuk pada kriteria tidak efisien seperti subsektor dengan nomor klasifikasi 17113 (industri pemintalan benang jahit) yang memiliki tingkat efisiensi sebesar 0,37 pada tahun 2008, dan subsektor 17293 (industri bordir/sulaman) dengan nilai efisiensi sebesar 0,40 ditahun 2006 (lihat lampiran 4).Penurunan capaian efisiensi teknis yang drastis terdapat pada sektor pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir tekstil pada tahun produksi 2007 ke 2008 yang turun sebesar 15 persen dan sektor barang jadi tekstil dan permadani ditahun produksi 2005 ke 2006 turun sebesar 33 persen.

Tabel 4.2. Ringkasan Perhitungan Efisiensi Teknis

Industri Tekstil dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2011 Berdasarkan Sub Golongan Pokok

Sumber: diolah dari hasil perhitungan efisiensi

(61)

17293 (bordir/sulaman) tahun 2006 sebesar 41 dan 60 persen; kemudian subsektor 17115 (kain tenun ikat) dan 17121 (penyempurnaan benang) ditahun 2009 turun sebesar 32 – 57 persen; dan subsektor 17301 (kain rajut) ditahun 2010 merosot hingga 55 persen. Penurunan pada subsektor tersebut dapat dikarenakan berbagai macam masalah.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa subsektor yang mengalami penurunan harus melakukan penyesuaian pada input maupun output dengan variasi penanganan yang berbeda (lihat lampiran 6). Permasalahan yang terjadi pada subsektor 17293 yang turun hingga 60 persen. Menurut hasil perhitungan, subsektor ini harus memperbaiki variabel input dengan mengurangi biaya tenaga kerja sebesar 20,1 persen dan peningkatan produksi hingga 149,3 persen (lampiran 6.2). Berbeda dengan penangan pada kasus subsektor 17121 yang mengalami penurunan sebesar 32 persen ditahun 2009. Penyesuaian yang dapat dilakukan oleh subsektor ini ialah mengurangi pengeluaran pada biaya energi sebesar 55,7 persen dan diimbangi dengan peningkatan produksi hingga 134,7 persen (lampiran 6.5).

Capaian efisiensi teknis yang fluktuatif terdapat diseluruh sektor industri TPT, tetapi masih dalam kriteria dengan tingkat efisiensi sedang hingga optimum.

(62)

input terkecil secara optimum. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pelaku industri perlu mengurangi biaya produksi yang dinilai mengganggu untuk meningkatkan capaian kinerja.

Sementara perkembangan tingkat efisiensi alokatif di seluruh sektor industri TPT, sepanjang periode penelitian berada pada efisiensi yang optimum. Ditunjukkan pada tabel 4.3 dimana seluruh subsektor pada industri TPT mampu memperoleh nilai 1.

Tabel 4.3. Ringkasan Perhitungan Efisiensi Alokatif

Industri Tekstil dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2011 Berdasarkan Sub Golongan Pokok

Sektor/Sub Golongan Pokok 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pemintalan, Pertenunan, Pengolahan Akhir Tekstil

1 1 1 1 1 1 1

Barang Jadi Tekstil Dan Permadani

1 1 1 1 1 1 1

Perajutan 1 1 1 1 1 1 1

Kapuk 1 1 1 1 1 1 1

Pakaian Jadi 1 1 1 1 1 1 1

Sumber: diolah dari hasil perhitungan efisiensi

(63)

Capaian efisiensi ekonomi sektoral pada industri TPT Jawa Tengah selama periode penelitian dilakukan dengan cara mengkalikan hasil perhitungan efisiensi teknis dan hasil efisiensi alokatif. Dalam tabel 4.4(lampiran 5) terlihat hasil efisiensi ekonomi yang diperoleh sama dengan hasil capaian efisiensi teknis pada industri ini, hal ini dikarenakan capaian efisiensi alokatif sektoral industri TPT bernilai sempurna. Perolehan tingkat efisiensi ekonomi sektoral industri TPT mengindikasikan bahwa industri ini belum mampu memproduksi sejumlah kuantitas output tertentu pada saat biaya minimum secara optimum.

4.2.2. Efisiensi Ekonomi Industri TPT Provinsi Jawa Tengah Keseluruhan

Industri TPT Jawa Tengah dalam penelitian ini memiliki tingkat capaian efisiensi ekonomidengan nilai rata-rata sepanjang periode penelitian sebesar 0,88. Hasil ini diperoleh dari perhitungan rata-rata nilai capaian efisiensi dari setiap subsektor industri TPT yang telah dilakukan sebelumnya. Nilai efisiensi ekonomi tersebut menggambarkan bahwa industri TPT Jawa Tengah selama periode penelitian belum mampu memproduksi dengan jumlah tertentu pada saaat biaya minimum dengan penggunaan tingkat teknologi tertentu secara optimum.

(64)

yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, bahwa efisiensi alokatif dari sektoral industri TPT memiliki nilai optimum atau 1, sedangkan nilai capaian efisiensi teknis dari industri ini fluktuatif, maka dapat dipastikan perolehan nilai capaian efisiensi ekonomi industri TPT sama dengan nilai rata-rata efisiensi teknis sektoralnya.

Perkembangan nilai capaian efisiensi teknik dan ekonomi industri TPT selama periode penelitian dapat dilihat dalam grafik 4.4 dibawah. Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Atmanti (2004) dan Tri Wahyu R (2006), terjadi penurunan pada capaian tingkat efisiensi teknis pada industri tekstil dan adanya peningkatan yang signifikan pada industri pakaian jadi.

Grafik 4.4. Capaian Rata-rata Efisiensi Teknikdan Ekonomi Industri Tekstil dan Produk Tekstil Provinsi Jawa Tengah 2005-2011

Sumber: diolah dari hasil perhitungan efisiensi

Dalam penelitian Pengukuran efisiensi industri tahun 1995-2000 oleh Atmanti (2004),industri TPT diklasifikasikan menjadi satu bagian dengan industri alas kaki dengan nomor klasifikasi 32, ditemukan bahwa industri TPT dapat bertahan pada tingkat capaian efisiensi optimum sebelum dan

0.93 0.89 0.88 0.83 0.83 0.88 0.93 1 1 1 1 0.93 0.97 1 0.97 0.95 0.94

0.92 0.88 0.93 0.97

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Efisiensi Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Efisiensi Industri Pakaian Jadi

(65)

sesudah krisis. Sementara Pengukuran efisiensi industri tahun 2000-2005 oleh Tri Wahyu R (2006),industri TPT diklasifikasikan menjadi dua, yaitu industri tekstil (17) dan industri pakaian jadi(18), tingkat efisiensi yang mampu diraih oleh industri TPT rata-rata 0,81 persen. Capaian terendah ditemukan pada industri pakaian jadi sebesar 0,51 di tahun 2000.

Hasil penelitian ini ditemukan adanya peningkatan efisiensi pada industri pakaian jadi selama periode penelitian mampu mencapai tingkat efisiensi rata-rata sebesar 0,99. Akan tetapi terdapat penurunan dalam capaian tingkat efisiensi industri tekstil yang hanya mampu bertahan ditingkat efisiensi 0,88.

Grafik 4.5. Perkembangan Tingkat Efisiensi Teknis Industri TPT Provinsi Jawa Tengah tahun 1995-2011.

Sumber: Atmanti (2004:7); Tri Wahyu R (2006:134); dan hasil olah data penulis

Penurunan tingkat efisiensi ini dapat disebabkan oleh permasalahan yang terdapat pada pindustri TPT seperti adanya peningkatan pengeluaran

1 1 1

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(66)

biaya tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas. Kemudian dapat dipengaruhi juga oleh biaya perolehan bahan baku terutama bahan baku yang harus impor. Menurut Tim Kajian Pengembangan Industri TPT (2011:56), kontribusi pasokan impor serat di Indonesia mencapai 66 persen dari kebutuhan, untuk serat kapas 99 persen masih harus diimpor, demikian juga dengan kain, peranan kain impor sudah mencapai 39 persen.

Selanjutnya penurunan capaian efisiensi teknis pada industri ini dapat dipengaruhi pula olehumur mesin yang sudah tua. Penggunaan mesin yang sudah tua dikhawatirkan akan mempengaruhi kapasitas produksi industri TPT. Selain mempengaruhi kapasitas produksi, mesin yang sudah tua dapat meningkatkan biaya energi karena besarnya bahan bakar dan tenaga listrik yang harus digunakan dalam sekali produksi.

4.2.3.Usaha Perbaikan Capaian Efisiensi Industri TPT Provinsi Jawa

Tengah

(67)

Tabel 4.5. Tingkat Capaian Efisiensi Teknis dan Ekonomi Subsektor Dibawah Rata-Rata Capaian Industri Tahun 2005-2011

Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

17121 0,87 1 1 0,64 0,43 0,73 0,71

17122 1 1 0,71 0,65 0,79 0,81 1

17124 1 0,77 0,79 0,55 0,46 0,61 0,78

Rata-rata Industri

TPT

0,93 0,89 0,89 0,84 0,83 0,88 0,93

Sumber: diolah dari hasil perhitungan efisiensi

Terdapat beberapa subsektor yang dalam perhitungan efisiensi masih berada dibawah rata-rata capaian efisiensi industri, yaitu subsektor dengan nomor klasifikasi 17121 (industri penyempurnaan benang), 17122 (industri penyempurnaan kain), dan 17124 (industri batik). Subsektor dengan nomor klasifikasi 17124 berada dibawah rata-rata industri selama 6 tahun berturut-turut(lihat tabel 4.5). Penyesuaian terhadap input dan output pada subsektor yang berada dibawah rata-rata perlu dilakukan agar dapat mengembalikan kinerja subsektor mencapai efisiensi optimum sekurang-kurangnya berada diatas rata-rata kinerja industri(besaran nilai penyesuaian dapat dilihat pada

table of target valuelampiran 6).

(68)

Pada tahun 2008 subsektor ini memiliki capaian nilai efisiensi 0,55 yang berarti termasuk pada industri dengan efisiensi rendah. Capaian ini lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 30 persen. Pada tahun ini, subsektor 17124 harus mencapai target peningkatan nilai produksi sebesar 80,7 persen menjadi Rp. 1.082 miliar dan perlu menurunkan biaya tenaga kerja hingga 35,3 persen untuk periode mendatang (lampiran 6.4).

Tahun 2009 subsektor 17124 belum mampu berdiri dengan tegak karena capaian efisiensinya kembali turun menjadi 0,46. Pada tahun ini, dalam tabel target pada hasil perhitungan efisiensi menunjukkan subsektor ini harus kembali menyesuaikan biaya tenaga kerja dan peningkatan nilai produksi. Pada tahun ini subsektor 17124 belum mampu menyesuaikan dengan baik biaya tenaga kerja, sehingga perlu penyesuaian kembali sebesar 17,3 persen. Persentase yang semakin kecil dibandingkan tahun sebelumnya dapat menggambarkan bahwa subsektor ini mulai berada pada jalan yang tepat untuk memperbaiki tingkat efisiensi. Namun berbeda pada target penyesuaian untuk nilai produksinya, subsektor ini perlu meningkatkan produksi sebesar 117,5 persen untuk periode mendatang (lampiran 6.5).

Gambar

Gambar 1.1. Koridor Ekonomi Jawa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan  Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
Grafik 1.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri TPT Jawa Tengah Tahun  2005-2011 Sumber: BPS, Statistika Industri Besar dan Sedang Jawa Tengah, berbagai tahun terbitan, diolah
Grafik 1.2. Perkembangan Biaya per Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil Jawa Tengah Tahun 2005-2011 (Rupiah per Tenaga Kerja) Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun, diolah
Tabel 1.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan variabel pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun

Menganalisis bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2014.. Menganalisis bagaimana pengaruh tingkat pengangguran

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sektor basis, konsentrasi industri, serta stabilitas konsentrasi industri yang terdapat pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

ANALISA HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM DAN BELANJA MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI. KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Secara umum BUMD bidang jasa produksi di Propinsi Jawa Tengah selama periode riset 2011-2016, masih dapat dinyatakan efisien dengan tingkat rata-rata efisiensi

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahan karunia-Nya kepada penulis, hingga

Sedangkan nilai pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, dan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Jawa Tengah tahun

Kerja Dan Tingkat Upah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2005-2010”. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Universitas Negeri