• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Berfikir Kreatif Siswa Melalui Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Konsep Perubahan Lingkungan Dan Daur Ulang Limbah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Berfikir Kreatif Siswa Melalui Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Konsep Perubahan Lingkungan Dan Daur Ulang Limbah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 28 September 2016

PENINGKATAN BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) PADA KONSEP PERUBAHAN LINGKUNGAN DAN DAUR ULANG LIMBAH

Mutia Ulfah1, Nengsih Juanengsih2, Meiry Fadilah Noor3 Program Studi Pendidikan Biologi, FITKUIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email koresponden: 1mutiaulfahbio2011@gmail.com, 2nengsih.juanengsih@uinjkt.ac.id,

3

meifnoor@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan berpikir kreatif siswa melalui model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain the one group pretest-posttest design. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa SMAN 1 Parung Tahun Ajaran 2015/2016. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X MIA 4 yang berjumlah 34 orang. Instrumen penelitian berupa soal uraian sebanyak 13 soal, lembar observasi siswa, lembar observasi guru dan lembar kerja siswa (LKS) berbasis STM sebagai pendukung. Hasil penelitian menunjukkan pada posttest 97,06% siswa memperoleh nilai diatas KKM dengan nilai rata-rata sebesar 86,14. Nilai rata-rata N-gain sebesar 0,73 menunjukkan kategori tinggi dengan pencapaian 67,65% siswa berada pada kategori N-gain tinggi dan 32,35% siswa berada pada kategori N-gain sedang. Berdasarkan uji paired sample t-test diperoleh nilai signifikansi

sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alfa sebesar 0,05 (sig < α). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara berpikir kreatif siswa pada data pretest dan posttest yang artinya penggunaan model pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM) dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.

Kata Kunci: berpikir kreatif; sains teknologi masyarakat (STM); perubahan lingkungan dan daur ulang limbah

Abstract

This research aims at determining the increase of students’ creative thinking by using Science Technology Society (STM) learning model on the concept of environmental change and waste recycling. This research was quasi experiment with the one group pretest-posttest design. The population of this research is all student at SMAN 1 Parung academic year 2015/2016. The sampling of this research was taken through purposive sampling. The sample of this reasearch is class X MIA 4 with 34 students. The instruments of this research were an essay test consists of 13 questions, student observation sheet, teacher observation sheet, and student worksheet based STM as a support. The result showed 97,06% students get score above KKM with an average score is 86,14. The average score of the N-gain is 0.73 that showed high category, with 67.65% of students in the high category of gain and 32.35% of students in the medium category of N-gain. Based on paired samples t-test, the significance value 0.000 is less than an alpha value 0.05 (sig <α). This suggests that there were differences of students’ creative thinking on a pretest and posttest, which means using science society technology (STM) learning model can increasing students' creative thinking on the concept of environmental change and waste recycling.

Keywords: creative thinking; science technology society (STS); environmental change and waste recycling

PENDAHULUAN

(2)

(Susanti, 2015). Era globalisasi menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing sebagai kunci tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan serta mampu memanfaatkan segala macam peluang di era globalisasi tersebut (UU RI No.17, 2007).

Indonesia akan mampu menangkap peluang dan menghadapi era globalisasi jika memiliki sumber daya manusia yang kompeten, kreatif, dan inovatif. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kualitas pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif, karena salah satu lembaga yang paling berperan dalam mempersiapkan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah sekolah.

Reformasi pendidikan pun dilakukan dengan menerapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan. Prinsip yang saat ini diterapkan seperti dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu, dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi berbasis aneka sumber belajar dan prinsip-prinsip lainnya yang sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar isi (Permen Diknas RI No. 65, 2013). Selain itu, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, “pembelajaran yang relevan dengan kehidupan begitu penting diterapkan. Hal itu bertujuan untuk mewujudkan iklim pendidikan yang menyenangkan bagi siswa. Pendidikan dengan iklim yang menyenangkan dapat meningkatkan daya imajinasi siswa supaya berpikir kreatif” (Kompas, 2015). Dengan demikian, melalui pembelajaran yang berorientasi pada permasalahan kehidupan sehari-hari (real world

problem) dapat membantu meningkatkan

pengembangan berpikir kreatif siswa.

Berpikir kreatif adalah kecakapan mengolah pikiran untuk menghasilkan ide-ide baru dan merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting dalam membangun pilar belajar yang bernilai untuk membangun daya kompetisi bangsa dalam meningkatkan mutu produk pendidikan (Rahmat, 2012). Kemampuan berpikir kreatif dapat dicapai dengan cara membiasakan siswa untuk melakukan pemecahan masalah. Proses pemecahan masalah dapat mendorong siswa untuk memikirkan solusi-solusi alternatif dalam memecahkan permasalahan tersebut. Sehingga siswa dapat menciptakan banyak ide tentang sebuah topik tertentu (Susanto, 2014). Oleh karena itu, guru harus membiasakan siswa untuk melakukan pemecahan masalah agar kemampuan berpikir kreatif siswa dapat terlatih. Siswa juga menjadi lebih aktif dalam belajar dan mampu mengembangkan potensinya secara mandiri.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk menciptakan iklim pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi siswa agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Proses pembelajaran pun harus berpusat pada siswa (student center), sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu sekolah yang dalam proses pembelajarannya telah melibatkan siswa secara aktif adalah SMA Negeri 1 Parung yang berada di wilayah kabupaten Bogor. Sekolah ini telah menerapkan kurikulum 2013 dalam proses pembelajarannya. Hasil wawancara di sekolah tersebut menunjukkan pembelajaran dilaksanakan dengan metode diskusi dan praktikum. Diskusi dilakukan pada saat siswa melakukan presentasi. Sedangkan model pembelajaran yang biasa dilakukan adalah model inkuiri yaitu dengan siswa melakukan praktikum.

(3)

pada ranah sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan kinerja (psikomotorik). Penilaian mengenai berpikir kreatif belum pernah dilakukan. Hal ini dikarenakan belum adanya inovasi yang dilakukan oleh pihak guru untuk memenuhi kebutuhan alat ukur atau instrumen yang sesuai dengan indikator berpikir kreatif siswa. Padahal menurut Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006, Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) SMA bertujuan untuk membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif serta menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan (Permen Diknas RI No. 23, 2006). Oleh karena itu, selain penilaian belajar dalam ranah sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan kinerja (psikomotorik), penilaian berpikir kreatif juga perlu dilakukan sebagai pengukuran dalam mencapai standar kompetensi kelulusan.

Hasil akhir dari proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh ketepatan model pembelajaran yang digunakan dengan konsep yang diajarkan. Joyce dan Weil dalam Rusman berpendapat bahwa, model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman, 2012). Proses pembelajaran dilakukan untuk mencapai standar kompetensi kelulusan yang telah ditetapkan, dan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu dari tujuan dalam standar kompetensi lulusan tersebut. Sehingga, untuk mencapai tujuan tersebut dipilih konsep dan model pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir kreatif siswa.

Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

siswa. Peningkatan berpikir kreatif tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Smarabawa, dkk., yang menyatakan bahwa model pembelajaran STM lebih unggul dibandingkan model pembelajaran langsung dalam hal keterampilan berpikir kreatif (Smarabawa dkk, 2013). STM merupakan suatu usaha untuk menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. STM adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan/kinerja guru (Zulfiani dkk, 2009).

Konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah pada kelas X SMA merupakan salah satu konsep yang sesuai untuk menerapkan model pembelajaran STM. Hal ini dikarenakan, permasalahan terkait perubahan lingkungan dan limbah masih menjadi permasalahan yang krusial hingga saat ini. Permasalahan terkait perubahan lingkungan dan daur ulang limbah juga merupakan permasalahan yang sering ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, limbah yang dihasilkan baik dari industri ataupun rumah tangga yang pengelolaanya masih belum tepat dan dapat menganggu keseimbangan lingkungan. Penggunaan model STM akan melatih siswa dalam menganalisis permasalahan lingkungan yang terjadi, mencari solusi yang kreatif serta mampu mengaitkannya dengan perkembangan sains dan teknologi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga dengan menggunakan model pembelajaran STM diharapkan permasalahan terkait limbah atau sampah ini mendapatkan solusi yang tepat bahkan dapat menjadi peluang bisnis baru.

METODE

(4)

eksperimen semu dengan desain the one group

pretest-posttest design. Penelitian kuasi

eksperimen merupakan metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap sampel penelitian.

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa SMAN 1 Parung tahun ajaran 2015/2016. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X MIA 4 yang berjumlah 34 orang.

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui berpikir kreatif siswa yang telah diajar dengan menggunakan model STM yaitu dengan menggunakan tes subjektif berupa soal uraian. Soal uraian disusun berdasarkan komponen berpikir kreatif yang hendak dicapai. Selama proses penelitian, peneliti melakukan dua kali tes yaitu pretest (tes awal) untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan dan posttest (tes akhir) untuk mengetahui hasil dari perlakuan yang telah diberikan. Soal yang digunakan pada saat pretest dan posttest merupakan soal yang sama agar tidak ada pengaruh perbedaan kualitas. Selain menggunakan tes, peneliti juga menggunakan teknik nontes yaitu berupa lembar kerja siswa (LKS) dan lembar observasi. Lembar kerja siswa digunakan sebagai data pendukung untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa selama diberikan perlakuan. Sedangkan lembar observasi guru dan lembar observasi siswa digunakan untuk menilai aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Analisis data merupakan tahap penting, karena dengan melakukan analisis data, menjadikan data tersebut dapat bermakna dan berguna dalam pemecahan masalah penelitian. Sebelum melakukan analisis data, peneliti memeriksa kembali kelengkapan data dari

berbagai sumber, kemudian analisis data dilakukan pada semua data yang sudah terkumpul yaitu : kemampuan berpikir kreatif, hasil observasi aktivitas peserta didik, hasil observasi aktivitas guru, dan lembar kerja siswa berbasis STM.

Selanjutnya, tindakan yang telah dilakukan dianalisis efektivitasnya dengan menggunakan rumus Gain. Gain adalah selisih antara posttest

dengan pretest. Hal ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan berpikir kreatif siswa yang diperoleh setelah kegiatan pembelajaran. Untuk menghitung N-Gain, maka menggunakan rumus sebagai berikut (Meltzer, 2002).

� − ��� =� � − � �

� � � − � �

Hasil dari perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut dibandingkan dengan kriteria yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kategori Nilai N-Gain Nilai N-Gain Kategori

g > 0.7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

Selain itu, dilakukan uji paired sample t test dengan menggunakan aplikasi SPSS. 20 terhadap data pretest dan posttest untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan model pembelajaran STM terhadap berpikir kreatif siswa. Pedoman pengambilan keputusan dalam uji paired sample t test berdasarkan nilai signifikansi dengan spss yaitu: 1) jika nilai probabilitas atau signifikansi (2-tailed) < 0,05, maka terdapat perbedaan yang signifikan antara berpikir kreatif siswa pada data pretest dan

posttest yang artinya penggunaan model

(5)

dan posttest yang artinya penggunaan model pembelajaran STM tidak dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian menjelaskan deskripsi umum dari data yang telah diperoleh. Data-data yang dideskripsikan merupakan data hasil

pretest dan posttest, lembar kerja siswa (LKS), lembar observasi aktivitas siswa dan lembar observasi aktivitas guru. Berikut data pretest dan

posttest berpikir kreatif siswa kelas X MIA 4.

Tabel 2. Data Statistik Pretest dan Posttest

Data Kelas Eksperimen Pretest Posttest

Nilai Terendah 30,77 67,31

Nilai Tertinggi 65,38 96,15

Nilai rata-rata 50,11 86,14

Median 50,00 86,54

Modus 50,00 88,46

Standar Deviasi 7,07 6,19

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pretest yang diperoleh pada kelas eksperimen adalah 50,11. Sedangkan pada

posttest nilai rata-rata sebesar 86,14. Terlihat bahwa setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran STM kemampuan berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan sebesar 36,03 poin. Kemudian tindakan yang telah dilakukan dianalisis efektivitasnya dengan menggunakan rumus Gain. Berdasarkan hasil perhitungan N-gain diperoleh data pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Hasil N-Gain

Normal Gain (N-Gain) Kelas Eksperimen

Nilai Terendah 0,37

Nilai Tertinggi 0,89

Nilai rata-rata 0,73

Kategori Tinggi

Berdasarkan hasil N-gain pada Tabel 3, nilai rata-rata N-gain siswa pada kelas eksperimen yaitu sebesar 0,73 yang menunjukkan kategori tinggi. Hal itu menunjukkan, bahwa siswa pada kelas tersebut mengalami peningkatan kemampuan berpikir kreatif. Persentase jumlah siswa pada N-gain ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Persentase N-Gain

Kategori N-Gain Kelas Eksperimen (%)

Tinggi 67,65

Sedang 32,35

Rendah 0,00

Berdasarkan Tabel 4, hasil N-gain menunjukkan semua siswa berada pada kategori sedang dan tinggi. Siswa yang berada pada kategori N-gain tinggi sebanyak 67,65% lebih banyak dibandingkan siswa yang berada pada kategori sedang yaitu 32,35%. Hal ini, menunjukkan bahwa siswa yang mengalami rpeningkatan kemampuan berpikir kreatif yang tinggi lebih banyak dibandingkan siswa yang mengalami peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang sedang.

Berdasarkan perhitungan persentase rata-rata ketercapaian komponen berpikir kreatif pada kelas eksperimen dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada Pretest, Posttest dan N-Gain Komponen Berpikir Kreatif Pretest (%) Posttest (%) N-Gain

Eksperimen Eksperimen Eksperimen

Fluency 67,65 92,89 0,73

(6)

Originality 64,71 91,54 0,77

Elaboration 38,97 83,33 0,72

Evaluation 38,73 73,53 0,56

Rata-Rata 50,61 87,01 0,73

Tabel 5 menunjukkan persentase pencapaian berpikir kreatif pada setiap komponen berdasarkan data pretest, posttest dan N-Gain. Terlihat bahwa terdapat peningkatan ketercapaian komponen berpikir kreatif dari

pretest ke posttest. Terlihat rata-rata persentase ketercapaian berpikir kreatif meningkat dari 50,61% menjadi 87,01%. Nilai N-gain pada empat kemampuan berpikir kreatif yaitu fluency, flexibility, originality, dan elaboration berada pada kategori tinggi. Kemampuan berpikir kreatif yang masih berada pada kategori sedang yaitu evaluation. Namun, secara keseluruhan nilai rata-rata N-gain pada kelas eksperimen tersebut sudah termasuk dalam kategori tinggi.

Pada perhitungan persentase rata-rata ketercapaian komponen berpikir kreatif dalam LKS dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada LKS Berbasis STM Komponen Berpikir

Kreatif

Kelas Eksperimen Rata-rata (%)

Fluency 91,18

Flexibility 100,00

Originality 78,49

Elaboration 81,13

Evaluation 81,62

Rata-Rata 86,48

Tabel 6 menunjukkan persentase pencapaian berpikir kreatif pada setiap komponen berdasarkan hasil kerja kelompok belajar siswa dalam mengerjakan LKS berbasis STM. Terlihat bahwa ketercapaian paling tinggi yaitu pada komponen flexibility, sedangkan paling rendah pada komponen originality. Namun, secara keseluruhan nilai rata-rata ketercapaian komponen berpikir kreatif pada LKS STM menunjukkan hasil yang baik yaitu 86,48.

Hasil perhitungan persentase rata-rata ketercapaian komponen berpikir kreatif berdasarkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Persentase Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif Berdasarkan Aktivitas Siswa Selama

Proses Pembelajaran Komponen Berpikir

Kreatif

Kelas Eksperimen Rata-rata (%)

Fluency 75,00

Flexibility 75,00

Originality 62,50

Elaboration 70,83

Evaluation 66,67

Rata-Rata 70,00

Berdasarkan data pada Tabel 7, terlihat bahwa rata-rata persentase ketercapaian komponen berpikir kreatif berdasarkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran adalah 70,00. Terlihat pada kelas eksperimen ketercapaian persentase tertinggi terdapat pada komponen

fluency dan flexibility dengan ketercapaian persentase sebesar 75%. Sedangkan ketercapaian persentase terendah terdapat pada komponen

originality yaitu sebesar 62,50%.

Hasil persentase keterlaksanaan aktivitas guru dalam proses pembelajaran menunjukkan bahwa persentase keterlaksanaan aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan model pembelajaran STM yaitu semua tahapan dalam proses pembelajaran telah guru laksanakan. Sehingga dapat terlihat bahwa persentase keterlaksanakan aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran dengan model STM pada pertemuan pertama dan kedua telah mencapai 100%.

(7)

alfa sebesar 0,05 (sig > α). Dengan demikian, data berdistribusi normal. Untuk uji homogenitas diperoleh hasil 0,190 lebih besar dari nilai alfa sebesar 0,05 (sig > α). Dengan demikian, data

pretest dan posttest homogen. Selanjutnya untuk hasil uji paired sample t-test diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alfa sebesar 0,05 (sig < α). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara berpikir kreatif siswa pada data pretest dan

posttest yang artinya penggunaan model

pembelajaran STM dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui model pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM). Penelitian untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif, dilihat dari hasil N-gain. Terlihat bahwa rata-rata N-gain berada pada kategori tinggi yaitu 0,73 dengan pencapaian 67,65% siswa berada pada kategori tinggi dan 32,35% siswa berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberikan perlakuan, kelas eksperimen tersebut menunjukkan kenaikan nilai yang sangat signifikan. Maka model pembelajaran STM memiliki pengaruh yang baik di kelas eksperimen sehingga kelas tersebut menunjukkan kenaikan nilai yang signifikan.

Hasil ini dicapai karena dalam penerapannya model pembelajaran STM menggunakan permasalahan dalam proses pembelajarannya. Pada model pembelajaran STM masalah yang diajukan dengan memanfaatkan isu lingkungan dalam proses pembelajaran. Sintaks pada model pembelajaran STM memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, karena siswa

dilatih untuk mengungkapkan isu-isu sains teknologi di masyarakat serta dilatih untuk mencari jawaban atas isu-isu tersebut (Smarabawa dkk, 2013).

Berdasarkan ketercapaian persentase siswa pada kelima komponen berpikir kreatif, terlihat adanya kenaikan yang sangat signifikan dari

pretest ke posttest. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada Pretest dan Posttest

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa adanya kenaikan yang signifikan persentase ketercapaian komponen berpikir kreatif dari sebelum diberikan perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan. Terlihat bahwa pada

posttest berpikir kreatif paling tinggi terdapat pada komponen flexibility yaitu 93,75% dan paling rendah terdapat pada komponen

evaluation yaitu 73,53%. Namun, secara

(8)

Gambar 2. Grafik Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada N-Gain

Gambar 2, menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen terlihat nilai N-gain secara keseluruhan berada pada kategori tinggi, terkecuali komponen evaluation yang berada pada kategori sedang. Pada komponen fluency

N-gain menunjukkan kategori tinggi yaitu 0,73. Hal ini dikarenakan pada tahap awal (invitasi) model pembelajaran STM siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan isu-isu atau permasalahan yang ada pada kehidupan sehari-hari, baik yang mereka alami sendiri ataupun isu-isu atau permasalahan yang pernah mereka lihat. Hal ini juga didukung dengan persentase ketercapaian pada LKS bahwa pada komponen

fluency persentase ketercapaian kelas

eksperimen tersebut juga tinggi yaitu sebesar 91,18%. Sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa pada komponen fluency menjadi terlatih dan berdampak positif pada meningkatnya nilai mereka dari pretest ke posttest.

Komponen flexibility memiliki ketercapaian N-gain yang paling tinggi yaitu 0,89. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran STM siswa harus memberikan solusi atau gagasan terhadap suatu masalah dengan mengaitkannya pada bidang sains, teknologi dan juga bagaimana penerapan ataupun dampak dari sains dan teknologi itu bagi masyarakat. Siswa dituntut untuk lebih luwes dalam menyikapi permasalahan dan mencari solusi atas permasalahan tersebut. Siswa dituntut untuk melihat suatu permasalahan dan mencari solusinya dari berbagai sudut pandang. Hal ini juga didukung dengan persentase ketercapaian pada LKS bahwa pada komponen flexibility

persentase ketercapaian yang sangat tinggi yaitu sebesar 100%.

Pada komponen originality N-gain menunjukkan kategori tinggi yaitu 0,77. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran STM siswa dilatih untuk dapat memberikan argumen/gagasan yang dikaitkan dengan bidang sains dan teknologi, sehingga siswa dapat memberikan ide-ide baru yang dapat mereka

kaitkan baik dengan bidang sains, teknologi ataupun dengan integrasi dari keduanya. Hal ini juga didukung dengan persentase ketercapaian pada LKS bahwa pada komponen originality

persentase ketercapaian juga menunjukkan hasil yang cukup tinggi yaitu 78,49%.

Pada komponen elaboration N-gain menunjukkan kategori tinggi yaitu 0,72. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran STM terdapat tahapan pemantapan konsep sehingga siswa terlatih dalam proses berpikir memerinci (elaboration). Hal ini juga didukung dengan persentase ketercapaian pada LKS bahwa pada komponen elaboration persentase ketercapaian juga menunjukkan hasil yang tinggi yaitu 81,13%.

Pada komponen evaluation N-gain menunjukkan kategori sedang yaitu 0,56. Hal ini dikarenakan siswa merasa cukup kesulitan untuk memberikan saran-saran dan alasan berdasarkan pendapatnya sendiri, namun harus tetap dikaitkan dengan sains dan teknologi. Meskipun hasil N-gain berada pada kategori sedang, namun persentase ketercapaian pada LKS pada komponen evaluation menunjukkan persentase ketercapaian yang tinggi yaitu 81,62%. Hal ini dikarenakan siswa merasa lebih mudah untuk memberikan saran dan alasan jika bekerja secara kelompok karena mereka bisa saling bertukar pendapat dalam memberikan saran serta alasan dari suatu persoalan. Secara keseluruhan, terlihat bahwa penggunaan model pembelajaran STM memiliki pengaruh yang baik dalam meningkatkan berpikir kreatif siswa.

(9)

proses pembelajaran juga menunjukkan bahwa semua tahapan dalam proses pembelajaran telah guru laksanakan. Sehingga dapat terlihat bahwa persentase keterlaksanakan aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran dengan model STM pada pertemuan pertama dan kedua telah mencapai 100%. Sehingga hasil akhir dari penerapan model pembelajaran ini yaitu terlihat adanya peningkatan berpikir kreatif siswa di kelas eksperimen tersebut.

Berdasarkan hasil uji paired sample t-test

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alfa sebesar 0,05 (sig < α). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara berpikir kreatif siswa pada data

pretest dan posttest yang artinya penggunaan model pembelajaran STM dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.

Sehingga dapat diketahui bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heni Desianti, dkk., bahwa keterampilan berpikir kreatif siswa setelah belajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran IPA setting STM yang dikembangkan lebih baik dari pada keterampilan berpikir kreatif siswa sebelum belajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran IPA

setting STM yang dikembangkan. Secara umum,

dimensi keterampilan berpikir kreatif yang paling banyak mengalami peningkatan adalah berpikir lancar, berpikir luwes, dan berpikir orisinil karena siswa lebih mudah memahami cara berpikir tersebut, sesuai dengan tingkat perkembangan dan pemahaman siswa, sedangkan berpikir elaboratif dan mengevaluasi tidak semua siswa bisa melakukannya dengan baik (Desianti dkk, 2015). Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smarabawa, dkk., bahwa skor rata-rata setiap aspek berpikir kreatif pada model pembelajaran STM lebih tinggi dibandingkan model

pembelajaran langsung. Hasil ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran STM terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa (Smarabawa dkk, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa model pembelajaran STM memberikan pengaruh yang baik dalam meningkatkan berpikir kreatif siswa. Hal ini dikarenakan model pembelajaran STM dalam tahapan pembelajarannya menuntun siswa untuk memecahkan suatu permasalahan. Sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa pun terlatihkan dengan menggunakan model pembelajaran STM ini.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM) pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa. Adanya peningkatan berpikir kreatif siswa terlihat dari nilai posttest yang menunjukkan 97,06% siswa memperoleh nilai diatas KKM dengan nilai rata-rata sebesar 86,14. Selain itu, rata-rata nilai N-gain siswa berada berada pada kategori tinggi yaitu 0,73 dengan pencapaian 67,65% siswa berada pada kategori N-gain tinggi dan 32,35% siswa berada pada kategori N-gain sedang. Pada uji paired sample t-test juga diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alfa sebesar 0,05 (sig < α). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara berpikir kreatif siswa pada data pretest dan posttest yang artinya penggunaan model pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM) dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah.

(10)

Penerapan model pembelajaran STM terbukti dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa pada konsep perubahan lingkungan dan daur ulang limbah. Maka kami sarankan agar guru menjadikan penerapan model pembelajaran STM sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran pada konsep-konsep Biologi yang lain ataupun pada mata pelajaran yang lain dengan catatan guru harus dapat menyesuaikan antara konsep yang akan diajarkan dengan langkah-langkah yang terdapat dalam model pembelajaran tersebut untuk meningkatkan berpikir kreatif siswa. Kegiatan penelitian sejenis ini perlu terus dilaksanakan baik dalam mata pelajaran Biologi maupun mata pelajaran lainnya baik untuk memecahkan masalah yang muncul ataupun untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Desianti, N. W. Heni, dkk. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA dengan Setting Sains Teknologi Masyarakat untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP.

e-Journal Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha, 5, h. 9-10.

Kompas. 2015. Mendikbud: Guru Jangan

Tertutup saat Memberi Pelajaran!.

Diakses dari

http://edukasi.kompas.com/read/2015/04/0 8/07300021/Mendikbud.Guru.Jangan.Tert utup.saat.Memberi.Pelajaran. (20 Maret 2016)

Meltzer, David E. 2002. The Relationship between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics: A possible “hidden variable” in diagnostic pretest scores. American Association of Physics Teacher, h. 1260.1261.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23. Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan RI, 2006.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 65. Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan RI, 2013.

Rahmat. 2012. Mengasah Keterampilan

Berpikir Kreatif. Diakses dari

http://gurupembaharu.

com/home/mengasah-keterampilan-berpikir-kreatif-siswa/. (20 Maret 2016)

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran.

Jakarta: Rajawali Pers.

Smarabawa, dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA. e-Journal Program

PascasarjanaUniversitas Pendidikan

Ganesha, 3, h. 7.

Susanti, Herni. 2015. Menyikapi Pengaruh Globalisasi. Diakses dari http://www. neraca.co.id/article/54331/menyikapi-pengaruh-globalisasi. (20 Maret 2016)

Susanto, Ahmad. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenamedia Group.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 17.

(11)

Jakarta: Direktorat jenderal Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2007.

Gambar

Tabel 2. Data Statistik Pretest dan Posttest
Tabel 6
Gambar 1. Grafik Ketercapaian Komponen Berpikir Kreatif pada Pretest dan Posttest

Referensi

Dokumen terkait

Bunga dahlia paling besar di antara mawar, melati, dan bakung; lebih harum dari melati tetapi tidak lebih harum dibanding bakung dan mawar; berwarna paling cerah; paling sedikit

Dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/542 tahun 2013 membuat gerak langkah kursus Pra Nikah semakin jelas, ditambah dengan Surat Edaran

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Tingkat Trofik Ikan Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap yang Digunakan oleh Nelayan di Teluk Jakarta adalah karya saya sendiri

Data collection tool used Yang hearts Research Singer is a test Initial And Final test BlindStanding Stork Balance Test -dariArnot R and C Gaines (1984) and

Hasil dari uji F pada penelitian ini menunjukkan nilai sig F adalah sebesar 0,000 &lt; 0,05 yang berarti bahwa brand image yang terdiri dari citra perusahaan, citra pemakai,

Pandangan muncul dari linguistik struktural dengan tokoh Bloomfield (dalam Sumarsono 2012:18) bahwa bahasa adalah sebuah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat

bahwa untuk kelancaran pelayanan pertanahan pada wilayah pemekaran tersebut di atas, maka perlu ditetapkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Program Microsoft Access 2002 (XP) adalah bahasa program aplikasi berbasis MS.Windows yang berorientasi pada objek yang di desain untuk dapat memanfaatkan fasilitas yang ada