Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio
(CAR), dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap
Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Enny Susilowati 1112085000034
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Enny Susilowati
Tempat & Tanggal Lahir : Tegal, 03 Mei 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sultan Agung RT 005/003 No.47 Kel. Kalibaru Kec. Medan Satria, Bekasi Barat
No. Telepon : 08568224657
Email : ennysusilowati29@gmail.com
Pendidikan Formal
2000-2006 : SDN Kota Baru III
2006-2009 : SMP La Tansa Islamic Boarding School
2009-2012 : SMA LA Tansa Islamic Boarding School
2012-2016 : Program Sarjana (S1) Jurusan Perbankan Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
ABSTRACT
This study aimed to analyze the influence of Third Party Fund (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR) and Non Performing Financing (NPF) on the Liquidity of Islamic Banking in Indonesia since 2011 to 2015. Methods of data analysis used in this study is the linear regression analysis using SPSS version 20.0 and Microsoft Excel 2013.the result of research, shows that partially Third Party Fund (DPK) give a positive and significant impact on the liquidity and it have the value of the sig. 0,013 <0,050. Capital Adequacy Ratio (CAR) has no effect on liquidity with the value of sig. 0.418> 0.050. The Performing Financing ( NPF ) give a negative and a significant effect to the liquidity (FDR) with the value of sig. 0,000 < 0,050. While simultaneously, Third Party Fund (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR) and Non Performing Financing (NPF) has an effect on the liquidity (FDR) with the value of the sig. 0,000 <0,050.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia tahun 2011-2015. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis linier regresi berganda dengan menggunakan program SPSS versi 20.0 dan Microsoft Excel 2013. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara parsial, Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap likuiditas (FDR) dengan nilai sig. 0,013 < 0,050. Capital Adequacy Ratio (CAR) tidak berpengaruh terhadap likuiditas (FDR) dengan nilai sig. 0,418 > 0,050. Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap likuiditas (FDR) dengan niali sig. 0,000 < 0,050. Sedangkan secara simultan atau bersama-sama, Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) mempunyai pengaruh terhadap likuiditas dengan nilai sig. 0,000 < 0,050.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah mencurah rahmat serta
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non
performing Financing (NPF) Terhadap Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga skripsi ini memberikan manfaat
kepada semua pihak dan dapat memberi wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membatu dalam penyusunan skripsi ini terutama pada:
1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan segala pertolongan Nya tidak
mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala
nikmat yang Engkau berikan, ya Rabb.
2. Keluarga tercinta, Ayahanda H. Subardi dan Ibunda Hj. Tareni. Terima
kasih atas segala dukungan dalam bentuk moril maupun materi yang tak
terhitung jumlahnya, serta cinta, kasih sayang dan doa yang senantiasa
dipanjatkan untuk kelancaran putrinya dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Kakak-kakakku tersayang, Etti, Erwin dan Ebi yang telah memberikan
motivasi dan doanya.
4. Keponakanku tersayang, Mutia, Naurah dan Reisa yang senantiasa
menghibur dalam pengerjaan skripsi.
5. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan FEB, Bapak Dr.
Amilin, SE., Ak., M.Si., CA., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid.
Akademik, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag., M.H selaku Wakil
M.A selaku Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan.
6. Bapak Adhitya Ginanjar, SE.,M.Si selaku Ketua Jurusan Perbankan
Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Fitri Damayanti, SE.,M.Si selaku Sekretaris Jurusan Perbankan
Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Bapak Indo Yama Nasaruddin,SE,MAB selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya dengan sabar, memberi pengarahan, bimbingan dan
ilmu yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas semua
saran dan arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga
terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
Bapak.
9. Ibu Umiyati,SE.i,M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dengan penuh sabar dan teliti sehingga penulisi dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik. Terimakasih atas semua saran dan
arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga
terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Ibu.
10.Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag., selaku pembimbing akademik.
11.Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga Allah selalu
memberikan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para dosen
FEB UIN Jakarta.
12.Seluruh jajaran karyawan, atas kerja kerasnya melayani mahasiswa dengan
baik dan meningkatkan citra Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
13.Sahabat-sahabat pondokku, Najmia, Laras, Yulia, Yuni, Irma, Mila, Ina,
Ulus, Tifani dan Nawang terimakasih atas doa dan suportnya.
14.Sahabat-sahabat “CHILSYAR” Perbankan Syariah angkatan 2012, Fivi
Fariha, Garin Shasy Novista, Asma Karimah, Rara Sekar Arum, Yanida
Siti Hanifah, Diah Maya Sari, Melinda Sulistyorini, dan Hafizah Oktavia
Habsari yang selalu mendukung pengerjaan skripsi dan atas kebersamaanya
15.Robiyah Al-Adawiyah yang memotivasi dan memberi doa dalam
penyelesaian skripsi ini.
16.Teman-teman seperjuangan Perbankan Syariah angkatan 2012 yang saya
cintai serta saya banggakan dan yang tidak dapat saya sebutkan satu per
satu. Terimakasih atas empat tahun kebersamaan dengan kalian yang penuh
warna, semoga kita bisa kumpul terus.
17.Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung turut membantu
dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan, maka dengan senang hati penulis menerima segala saran dan
kritik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta,18 Oktober 2016
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRACT ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah ... 1
Rumusan Masalah ... 12
Tujuan Penelitian ... 13
Manfaat Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja Keuangan ... 15
B. Likuiditas (FDR) ... 21
C. Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 24
D. Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 27
E. Non Performing Financing (NPF) ... 28
F. Bank Syariah ... 29
G. Perkembangan Bank Syariah ... 37
I. Keterkaitan Antara Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat ... 44
J. Kerangka Pemikiran ... 47
K. Hipotesis ... 48
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 49
B. Metode Penentuan Sampel ... 51
C. Jenis dan Sumber Data ... 51
D. Metode Pengumpulan Data ... 52
E. Metode Ananlisis Data ... 53
1. Uji Asumsi Klasik ... 53
2. Uji Hipotesis ... 58
3. Uji Analisis Regresi Linier Berganda ... 61
F. Operasional Variabel Penelitian ... 62
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 65
B. Deskriptif data ... 67
C. Analisis dan Pembahasan ... 74
D. Interprestasi ... 88
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 92
B. Implikasi ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 94
DAFTAR TABEL
1.1 Nilai Rata-Rata Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 7
1.2 Komposisi Nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 9
1.3 Komposisi Nilai Non Performing Financing (NPF) ... 10
2.1 Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Kriteria Penilaian ... 23
2.2 Kriteria Penilaian Peringkat Non Performing Financing (NPF) ... 29
2.3 Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional ... 37
2.4 Penelitian Terdahulu ... 41
3.1 Data Perbankan Syariah ... 49
4.1 Data Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 68
4.2 Data Capital Adequacy ratio (CAR) ... 69
4.3 Data Non Performing Financing (NPF) ... 71
4.4 Data Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 73
4.5 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 77
4.6 Uji Multikolinier ... 78
4.7 Uji Autokorelasi ... 80
4.8 Uji t (Parsial) ... 82
4.9 Uji f (Simultan) ... 84
4.10 Determinan R Square ... 86
DAFTAR GAMBAR
1.1 Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah ... 2
1.2 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 8
4.1 Grafik Histogram ... 76
4.2 Grafik P-P Plot ... 76
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank merupakan lembaga keuangan yang sangat diperlukan dalam
perekonomian modern sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang
kelebihan dana (rumah tangga) dan kelompok masyarakat yang
membutuhkan dana (pengusaha). (Kasmir,2010)
Bank Islam di Indonesia atau yang sering disebut dengan bank
syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancarkan
mekanisme ekonomi sektor riil melalui aktifitas kegiatan usaha (investasi,
jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain baik untuk
penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan jasa
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah (akad).
Pertama kali munculnya Bank Islam di Indonesia dipelopori Bank
Muamalat yang didirikan pada tahun 1990 yang beroperasi pada tahun 1991.
Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah
serta mendapatkan dukungan dari Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia
(ICMI).
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia lahir dari permintaan
masyarakat yang membutuhkan sistem perbankan alternatif yang selain
prinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah sebenarnya telah
dimulai sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum
operasionalnya (Ali,2004).
Permintaan masyarakat akan sistem perbankan yang transparan
semakin tinggi dari tahun ke tahun membuat pertumbuhan perbankan
syariah semakin baik pula. Berikut pertumbuhan aset pada perbankan
syariah di Indonesia.
Gambar 1.1
Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Indonesia (dalam milyar rupiah)
Sumber : Statistik Bank Indonesia 2011- 2015
Pada gambar 1.1 di atas, menunjukkan pertumbuhan perbakan
syariah dilihat dari jumlah aset yang dimiliki dari tahun 2011-2015
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2011 perbankan
syariah memiliki jumlah aset sebesar 116.930 milyar rupiah sampai 2015
aset perbankan mencapai 213.422 milyar rupiah. Peningkatan aset
perbankan syariah ini dapat dikatakan bahwa perbankan syariah semakin
dipercaya dan lebih dikenal oleh masyarakat sehingga mereka menyimpan
dananya pada bank syariah.
Bank syariah berfungsi sebagai lembaga intermediasi sektor
keuangan, melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan menghimpun
dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada
masyarakat melalui pembiayaan. Dana yang dihimpun dari masyarakat
biasanya disimpan dalam bentuk giro, tabungan dan deposito baik dengan
prinsip wadiah maupun prinsip mudharabah. Sedangkan penyaluran dana
dilakukan oleh bank syariah melalui pembiayaan dengan empat pola
penyaluran yaitu prinsip jual beli, prinsip bagi hasil, prinsip ujroh dan akad
pelengkap (Karim, 2008). Fungsi ini membuat bank harus menjamin
keamanan dengan titipan dari masyarakat sehingga masyarakat percaya
menitipkan dananya ke bank, oleh karena itu bank harus menjaga kinerja
keuangannya agar tetap stabil baik dilihat dari aspek likuiditas,
profitabilitas, solvabilitas dan kualitas aktiva. Semakin baik kinerja suatu
perbankan maka semakin dipercaya.
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berperan
penting sebagai penunjang pembangunan ekonomi suatu negara karena
bank berfungsi sebagai lembaga kepercayaan dan lembaga intermediasi
masyarakat serta merupakan bagian dari sistem moneter, oleh karena itu
dalam menjalankan usahanya bank harus senantiasa menjaga keseimbangan
antara tingkat likuiditas yang baik, pemenuhan kebutuhan modal yang
kesehatan bank dilakukan dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga
bank bisa memenuhi kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau
mencairkan simpanannya sewaktu-waktu (Agustina,2013). Beberapa
indikator untuk mengetahui likuiditas suatu bank yaitu dengan Cash Ratio,
Quick Ratio dan Financing to Deposit Ratio (FDR).
Manajemen likuiditas pada bank syariah sama pentingnya seperti
pada bank konvensional, jika dibandingkan dengan bank konvensional
pengelolaan likuiditas pada bank syariah sangat unik dan lebih menantang
dikarenakan fakta bahwa kebanyakan instrument yang digunakan untuk
mengelola likuiditas adalah berbasis bunga atau riba, dimana hal tersebut
tidak sesuai dengan hukum syariah. Sebagai tambahan, rasionalisasi
nasabah bank dalam arti konvensional adalah masalah profit berlaku dalam
setiap transaksi dapat menyebabkan penarikan dana pada bank konvenional
ketika tingkat bunga di bank konvensional lebih tinggi. Bank syariah
mungkin mengalami mismatch likuiditas yang parah ketika suku bunga
berubah karena perubahan kondisi ekonomi (Arifin, 2009).
Likuiditas merupakan kemampuan bank setiap waktu untuk
membayar utang jangka pendeknya apabila tiba-tiba bank ditagih oleh
nasabah atau pihak-pihak terkait (Prihatiningsih,2012). Likuiditas
merupakan salah satu pengukur alat tingkat kesehatan suatu bank yang
dilihat dari laporan keuangan yang dipubikasikan.
Untuk melihat penilaian suatu bank dari aspek likuiditas dapat
(FDR). Karena dalam perhitungan analisis rasio likuiditasdengan FDR ini
dapat diketahui seberapa jauh bank dapat memenuhi permintaan kredit
kepada nasabah, sehingga bank dapat mengimbangi kewajibannya untuk
dapat segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali
uangnya yang telah digunakan untuk pembiayaan (Dendawijaya,2005).
Industri perbankan merupakan industri yang sarat dengan risiko,
karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat yang sifatnya
sewaktu-waktu dapat ditarik kembali (Santoso, 2012). Sehat atau tidaknya kinerja
bank tersebut dapat dilihat dari aspek likuiditasnya dalam bentuk berbagai
investasi, seperti pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga
berfungsi untuk cadangan modal dalam menutupi risiko-risiko yang terjadi,
dan penanaman dana lainnya berupa dana pihak ketiga dalam bentuk
tabungan, giro dan deposito.
Loan to Deposi Ratio (LDR)/Financing to Deposit Ratio (FDR)
menunjukkan seberapa jauh tingkat likuiditas suatu bank, artinya bank
tersebut akan kesulitan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya, seperti adanya penarikan tiba-tiba oleh nasabah terhadap
simpanannya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat LDR/FDR, semakin
likuid suatu bank. Akan tetapi keadaan bank yang semakin likuid
menunjukkan banyaknya dana menganggur sehingga memperkecil
kesempatan bank untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar, karena
fungsi intermediasi bank tidak tercapai dengan baik. Oleh karena itu
(Agustina,2013). Berdasarkan ketentuan (SE BI No.9/ 24/ DPbs/ 2007)
besarnya FDR yang diizinkan adalah 80% - 110%.
Penilaian atas likuiditas suatu bank merupakan salah satu cara untuk
bisa menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi sehat, cukup sehat,
kurang sehat, dan tidak sehat. Penyebab kebangkrutan suatu bank salah
satunya adalah karena ketidakmampuan bank dalam memenuhi kebutuhan
likuiditasnya, oleh karena itu likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga
tidak mengganggu kebutuhan operasional. Pentingnya masalah likuiditas
diperlukan pengelolaan yang serius oleh pihak pebankan syariah. Berikut
kondisi likuiditas (FDR) tahun 2011-2015 :
Tabel 1.1
Nilai rata-rata Financing to Deposit Ratio (FDR)
Tahun FDR
2011 88,94%
2012 100%
2013 100,32%
2014 91,5%
2015 92,14%
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia Tahun 2011-2015 (data diolah)
Berdasarkan dari tabel 1.1 diatas, Financing to Deposit Ratio (FDR)
tumbuh secara fluktuatif dari tahun 2011-2015. Pada tahun 2011 sampai
2013 pertumbuhan FDR mengalami kenaikan yaitu dari 88,94% menjadi
tahun 2014 FDR menurun menjadi 91,5% maka tingkat likuiditas
meningkat, dan tahun 2015 FDR kembali naik menjadi 92,14%.
Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai faktor penunjang
keberlangsungan kinerja operasional lembaga keuangan, maka peran DPK
menjadi penting. Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dilakukan
dengan cara-cara tertentu untuk memenuhi kepentingan usaha perbankan.
Kecermatan dalam memperhitungkan jumlah pinjaman dana dengan waktu
jatuh tempo pengembalian harus menjadi perhatian khusus dalam mencegah
terjadinya risiko likuiditas maupun kebangkrutan oleh bank. Dana pihak
ketiga atau simpanan bank, dapat diperoleh dalam bentuk giro, tabungan,
depositoatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Pertumbuhan
DPK akan mengakibatkan pertumbuhan penyaluran kredit yang pada
akhirnya rasio tingkat likuiditas / Financing to Deposit Ratio (FDR) juga
akan meningkat (Pratama,2010).
Gambar 1.2
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Berdasarkan gambar 1.2 di atas, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) dari tahun 2011-2015 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada
tahun 2011 sebesar 115.415 miliar rupiah, kemudian pada tahun 2012
sebesar 147.512 miliar rupiah, pada tahun 2013 sebesar 183.534 miliar
rupiah, pada tahun 2014 sebesar 217.858 miliar rupiah dan pada tahun 2015
sebesar 231.175 miliar rupiah.
Faktor lainnya yang mempengaruhi likuiditas yaitu Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang merupakan rasio permodalan yang
menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan
pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang
diakibatkan oleh kegiatan operasi bank (Ali,2004). Semakin tinggi CAR
maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk
keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi kerugian yang
diakibatkan oleh penyaluran kredit.
Perbandingan antara CAR terhadap FDR yaitu Semakin tinggi
persentase tingkat kecukupan modal (CAR) mengindikasikan bahwa bank
telah mempunyai modal yang cukup baik dalam menunjang kebutuhannya,
serta dapat menanggung risiko-risiko yang ditimbulkan termasuk
Tabel 1.3
Komposisi Nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) Pada Tahun 2011-2015
Tahun CAR
2011 16,63%
2012 14,13%
2013 14,23%
2014 16,1%
2015 15,02%
Sumber : Statistik Perbankan Syariah BI Tahun 2011-2015 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 1.3 di atas, nilai Capital Adequacy Ratio
(CAR) mengalami penurunan dari 16,63% menjadi 14,13%, penurunan ini
menandakan kemampuan kecukupan modal bank dalam mempertahankan
modal menurun hingga 2,50%. Pada tahun 2013 bank mampu memperbaiki
dengan naiknya nilai CAR menjadi 14,23%. Pada tahun 2014 meningkat
menjadi 16,1%, dan 2015 menurun kembali sebesar 15,02%.
Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi likuiditas. Besarnya NPF menurut ketentuan Bank Indonesia
yaitu maksimal 5% dari total pembiayaan yang disalurkan.NPFmerupakan
rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPF
mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPF maka semakin
besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh bank (Ali,2004). Maka dapat
suatu bank karena minimnya kredit atau pembiayaan yang gagal bayar,
begitupula sebaliknya semakin tinggi persentase rasio NPF
mengindikasikan semakin buruk kualitas pembiayaan kredit yang
disalurkan. Maka dari itu dibutuhkan kecermatan dalam melakukan
persetujuan pembiayaan atau kredit kepada nasabah.
Tabel 1.4
Komposisi Nilai Non Performing financing (NPF) Tahun 2011-2015
Tahun NPF
2011 2,52%
2012 2,22%
2013 2,62%
2014 4,33%
2015 4,34%
Sumber : Statistik Perbankan Syariah BI Tahun 2011-2015 (data diolah)
Pada tabel 1.4 di atas, pertumbuhan nilai Non Performing Financing
(NPF) pada tahun 2011 sampai 2012 mengalami penurunan yaitu dari
2,52% menjadi 2,22% yang berarti kredit bermasalah pada perbankan
syariah cukup baik. Namun, pada tahun 2013 sampai 2015 nilai NPF
meningkat dari 2013 sebesar 2,62%, pada 2014 sebesar 4,33% dan pada
2015 sebesar 8,2% hal ini menandakan kredit bermasalah pada perbankan
syariah terbilang buruk dan pada tahun 2015 kredit bermasalah melebihi
ketentuan yang ada. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perbankan syariah
baik, sehingga nasabah tetap merasa aman menggunakan pelayanan
perbankan syariah.
Pada penelitian Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012),
menunjukkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) tidak berpengaruh terhadap
likuiditas tetapi pada penelitian Prihatiningsih (2010) menunjukkan Dana
Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh negatif signifikan terhadap FDR
(likuiditas). Pada penelitian Delsy dan Nih Luh (2014) menunjukkan Dana
Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR.
Capital Adequacy Ratio (CAR) pada penelitian Agustina dan
Anthony (2013) menunjukkan tidak bengaruh terhadap LDR dan pada
penelitian Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) menunjukkan
pengaruh positif signifikan terhadap LDR (likuiditas).
Menurut penelitian Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012)
menunjukkan bahwa Non Performing Financing (NPF) berpengaruh
negative dan signifikan terhadap LDR, sedangkan dalam penelitian
Prihatiningsih (2010) menunjukkan Non Performing Financing (NPF)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR (likuiditas). Antara kedua
penelitian tersebut terjadi beda hasil.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, peneliti termotivasi dalam
melakukan penulisan ini. Pertama, terdapat perbedaan hasil pada penelitian
terdahulu mengenai Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio
parsial maupun simultan. Kedua, sebagai penulis ingin memberi informasi
dengan menjaga likuiditas, bank dapat dikatakan likuid sehingga nasabah
dapat percaya dan merasa aman dalam menyimpan dananya di bank.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti melakukan
penelitian yang judul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital
Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing financing (NPF) Terhadap Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam
penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy
Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) secara parsial
terhadap likuiditas (FDR) pada Pebankan Syariah di Indonesia ?
2. Apakah terdapat pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy
Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) secara simultan
terhadap likuiditas (FDR) pada Pebankan Syariah di Indonesia ?
3. Variabel manakah yang paling dominan mempengaruhi likuiditas pada
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan kajian skripsi ini
secara umum adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital
Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) secara
parsial terhadap likuiditas (FDR) pada pebankan syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital
Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) secara
simultan terhadap likuiditas (FDR) pada pebankan syariah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui variabel mana yang paling dominan mempengaruhi
likuiditas (FDR) pada pebankan syariah di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Melalui tulisan ini Penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1) Teoritis
a. Akademisi
Akademisi diharapkan dapat membawa wawasan dibidang
perbankan khususnya perbankan syariah dalam hal ini yang
berkaitan dengan likuiditas bank syariah.
b. Peneliti
Peneliti diharapkan akan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dibidang ekonomi dan lembaga keuangan syariah
menerapkan berbagai teori perbankan syariah yang telah diperoleh
dibangku kuliah.
2) Praktis
a. Bagi Perbankan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan
dalam mengambil keputusan yang akan diambil terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas bank syariah sehingga
kegiatan perbankan syariah tetap berjalan.
b. Bagi Nasabah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
informasi ketika memilih produk bank syariah. Sehingga nasabah
dan investor mempunyai gambaran tentang bagaimana kondisi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kinerja Kuangan
1. Kinerja Keuangan Pada Bank Syariah
Kinerja keuangan adalah hasil kegiatan operasi perusahaan
yang disajikan dalam bentuk angka-angka keuangan. Hasil kegiatan
perusahaan periode sekarang harus dibandingkan dengan kinerja
keuangan periode pada masa lalu, anggaran neraca dan laba rugi dan
rata-rata kinerja keuangan perusahaan sejenis (Harjito:2007).
Zarkasyi (2008) mengatakan bahwa kinerja keuangan
merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu organisasi dalam
periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Menurut Irhan Fahmi (2011) kinerja keuangan adalah suatu
analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan
telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja perusahaan
merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu
perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan,
sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan
keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja
digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan
lingkungan.
Menurut Kasmir (2004), kinerja bank merupakan ukuran
keberhasilan bagi direksi bank tersebut, sehingga apabila kinerja itu
buruk maka tidak mungkin para direksi ini akan diganti.
Tujuan penilaian kinerja keuangan perusahaan menurut
Munawir (2000)
1) Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan
perusahaan untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang
harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk
memenuhi keuangannya pada saat ditagih.
2) Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya
apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban
keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
3) Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas,
yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu.
4) Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan
perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yaitu
diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan
untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya
waktunya serta kemampuan membayar deviden secara
teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami
hambatan atau krisis keuangan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa kinerja keuangan adalah suatu pencapaian prestasi bank pada
periode tertentu yang menggambarkan kondisi kesehatan bank yang
dilihat dari segi keuangannya baik atau buruk sehingga bank dapat
memanfaatkannya untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya.
2. Perhitungan Kinerja Keuangan Bank Syariah
Perhitungan kinerja keuangan bank syariah menurut Peraturan
Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, adalah
sebagai berikut :
1) Rasio Permodalan (Capital)
Rasio permodalan ini berfungsi untuk mengukur
kemampuan bank dalam menyerap kerugian-kerugian yang
tidak dapat dihindari lagi serta dapat pula digunakan untuk
mengukur besar-kecilnya kekayaan bank tersebut atau kekayaan
yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya. Dalam penelitian
ini, rasio permodalan adalah Capital Adequacy Ratio (CAR).
Rumus Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai berikut :
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank dinyatakan sehat
harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%.
Fungsi penilaian Capital /Modal adalah sebagai berikut :
(Harmono,2009)
- Ukuran kemampuan bank untuk menyerap
kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan.
- Alat pengukur besar kecilnya kekayaan bank atau
kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang saham.
- Untuk memungkinkan manajemen bank bekerja dengan
efisien sesuai dengan yang dikehendaki pemilik modal.
2) Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Rasio ini digunakan untuk mengetahui kualitas aktiva
produktif, yaitu penanaman dana bank dalam rupiah atau valuta
asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan pada
bank lain dan penyertaan. Penilaian tersebut dilakukan untuk
melihat apakah aktiva produktif digunakan untuk menghasikan
laba secara maksimal. Selain itu penilaian kualitas aset
dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk
antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk)
yang akan muncul.
3) Rasio Profitabilitas
Profitabilitas bank merupakan suatu kemampuan bank dalam
periode. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara
profitabilitas atau rentabilitas yang terus meningkat di atas
standar yang ditetapkan. Menurut Slamet Riyadi (2006), rasio
profitabilitas adalah perbandingan laba (setelah pajak) dengan
modal (modal inti) atau laba (sebelum pajak) dengan total aset
yang dimiliki bank pada periode tertentu. Profitabilitas diukur
dengan menggunakan Return On Asset (ROA).
Return on asset (ROA) digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan
(laba) secara keseluruhan, semakin besar ROA suatu bank,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
penggunaan asset (Dendawijaya,2003).
Rumus Return On Asset (ROA) sebagai berikut :
� = � � � �ℎ %
Semakin besar ROA, semakin besar juga tingkat keuntungan
yang dicapai bank maka semakin baik pula kinerja keuangannya.
4) Rasio Efisiensi (Rasio Biaya Operasional)
Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya
operasional dengan pendapatan operasional. Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sering disebut rasio
manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional
terhadap pendapatan operasional.
Rumus Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) sebagai berikut :
= � � �� � %
Semakin tinggi nilai BOPO maka kinerja keuangannya
semakin buruk, namun semakin rendah nilai BOPO maka
kinerja keuangannya semakin baik.
5) Rasio Likuiditas
Financing to Deposit Ratio (FDR) atau likuiditas mengukur
kemampuan bank syariah dalam memenuhi semua kewajiban
jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Kalimat FDR diambil
dari kalimat Loan to Deposit Ratio (LDR) yang diambil dari
istilah konvensional. Bank syariah dikatakan likuid jika mampu
mengembalikan dana deposan pada saat ditagih serta mampu
mencukupi kebutuhan pembiayaan kepada pihak eksternal.
Dengan demikian, nilai FDR yang tinggi menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut termasuk dalam kategori likuid. Dalam
penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Financing
to Deposit Ratio (FDR) (Firmansyah,2012)
Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan
kembali semua depositonya, serta dapat memenuhi permintaan
kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Rasio likuiditas
ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan bank dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut.
B. Likuiditas (FDR)
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah, penilaian likuiditas dimaksudkan untuk menilai kemampuan
bank dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk
antisipasi atas risiko likuiditas yang akan muncul. Penilaian kuantitatif
faktor likuiditas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut: (a) Besarnya Aset Jangka
Pendek dibandingkan dengan kewajiban jangka pendek, merupakan
rasio utama; (b) Kemampuan Aset Jangka Pendek, Kas dan Secondary
Reserve dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, merupakan rasio
penunjang; (c) Ketergantungan kepada dana deposan inti, merupakan
rasio penunjang; (d) Pertumbuhan dana deposan inti terhadap total dana
pihak ketiga, merupakan rasio penunjang; (e) Kemampuan bank dalam
memperoleh dana dari pihak lain apabila terjadi mistmach, merupakan
rasio pengamatan (observed); (f) Ketergantungan pada dana antar bank,
Likuiditas adalah kemampuan suatu bank melunasi
kewajiban-kewajiban keuangan yang segera dapat dicairkan atau yang sudah jatuh
tempo. Secara lebih spesifik likuiditas ialah kesanggupan bank
menyediakan alat-alat lancar guna membayar kembali titipan yang jatuh
tempo dan memberikan pinjaman (loan) kepada masyarakat yang
memerlukan (Simongkir:2000)
Likuiditas perusahaan menurut (Kasmir,2004) dapat diukur dan
diketahui dengan menggunakan, yaitu diantaranya quick ratio, cash
ratio dan Loan to deposit ratio (LDR). Loan to Deposit Rasio (LDR)
atau Financing to Deposit Rasio (FDR) adalah perbandingan antara total
pembiayaan yang diberikan terhadap total dana pihak ketiga yang
dihimpun (Riyadi,2006).
Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia Nomor 13/27/DPM 1
Desember 2011, rumus menghitung FDR adalah sebagai berikut:
� � = � � �
� �ℎ �� � %
Tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, bank Indonesia
menetapkan ketentuan sebagai berikut :
1) Untuk rasio LDR (FDR) sebesar 110% atau lebih, artinya nilai
likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat.
2) Untuk rasio LDR (FDR) dibawah 110%, artinya likuiditas bank
Tabel 2.1
Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Kriteria Penilaian
Rasio FDR Kriteria
< 50 Tidak likuid
51-75 Kurang likuid
76-100 Cukup likuid
>100 Likuid
Semakin tinggi rasio likuiditas suatu bank, maka bank tersebut akan
semakin likuid (Kasmir,2014).
Standar yang digunakan Bank Indonesia berdasarkan surat Edaran
Bank Indonesia No. 9/24/DPbs tanggal 30 oktober 2007 untuk rasio
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah 80% hingga 110%. Jika angka
Financing to Deposit Ratio (FDR) suatu bank berada pada angka
dibawah 80% (misalkan 60%), maka dapat disimpulkan bahwa bank
hanya dapat menyalurkan sebesar 60% dari seluruh dana yang berhasil
dihimpun. Karena fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi
(perantara) antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang
kekurangan dana, maka dengan rasio Financing to Deposit Ratio (FDR)
60% artinya 40% dari seleruh dana yang dihimpun tidak disalurkan
kepada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa
bank tersebut tidak menjalani fungsinya dengan baik.
Kemudian jika Financing to Deposit Ratio (FDR) bank mencapai
melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena itu dana yang dihimpun dari
masyarakat sedikit, maka bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak
menjalankan fungsinya sebagai intermediasi (perantara) dengan baik.
Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan
semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah
Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan kurangnya efektivitas
bank dalam menyalurkan pembiayaan. Jika Financing to Deposit Ratio
(FDR) berada pada standar yang ditetapkan Bank Indonesia, maka laba
yang diperoleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank
tersebut mampu menyalurkan pembiayaannya dengan efektif).
C. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Menurut peraturan Bank Indonesia No.10/19/PBI/2008
menjelaskan, dana pihak ketiga bank, untuk selanjutnya disebut DPK,
adalah kewajiban bank kepada penduduk dalam bentuk rupiah dan
valuta asing. Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari
masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil
melalui penyaluran kredit.
Menurut Arifin (2006) dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh
dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan,
pemerintah rumah tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain baik dalam
mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Pada sebagian besar
ataupun setiap bank, dana masyarakat ini merupakan dana terbesar yang
dari masyarakat. Dana pihak ketiga adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana
dlama bentuk giro, tabungan, simpanan berjangka dan sertifikat
deposito atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dengan
menggunakan prinsip syariah.
Kasmir (2010) menyatakan bahwa dana pihak ketiga (DPK) adalah
dana-dana masyarakat yang disimpan dalam bank merupakan sumber
dana terbesar yang yang paling diandalkan oleh bank yag terdiri dari 3
jenis yaitu: bentuk giro, deposito dan tabungan. Dengan rumus sebagai
berikut:
DPK = Giro + Deposito + Tabungan
- Jenis-jenis dana pihak ketiga (DPK)
Meskipun jenis produk simpanan di bank syariah miri dengan bank
konvensional, namun dalam bank syariah terdapat
perbedaan-perbedaan yang principal (Antonio,2001)
a. Simpanan giro
Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21
tahun 2008, giro adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah
atau akad lainnya yant tidak bertentangan dengan prinsip syariah
yang penarikannya dapat dilakukan setiapa saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan. Giro ada dua
berdasarkan perhitungan bunga; 2. Giro yang dibenarkan secara
syariah yaitu giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan
wadi’ah.
b. Simpanan tabungan
Dalam Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 tahun
2008, yang dimaksud tabungan adalah simpanan berdasarkan
akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
yang penarikannya dapat dilakukan dengan menurut syarat dan
ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan alat itu. Tabungan terdiridari dua jenis : 1. Tabungan
yang tidak dibenarkan secara syariah yang berdasarkan
perhitungan bunga; 2. Tabungan yang dibenarkan secara syariah
yaitu giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.
c. Simpanan deposito
Pengertian deposito menurut Undang-Undang Perbankan
Syariah Nomor 21 tahun 2008 adalah investasi dana berdasarkan
akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prisip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan
bank syariah dan/atau UUS. Deposito ada dua jenis : 1. Deposito
perhitungan bunga; 2. Deposito yang dibenarkan secara syariah
yaitu giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.
D. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang megandung risiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) yang ikut dibayai
dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari
sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan
lain-lain (Suhartatik,2012)
Hasibuan (2005) menyatakan bahwa CAR adalah kebutuhan modal
minimum bank yang dihitung berdasarkan Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR), besarnya CAR dalam suatu bank telah ditentukan
sebesar 8% merupakan standar dari BIS (Bank for International
Settlement).
CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal
yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan
indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan
aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan
oleh aktiva yang berisiko (Dendawijaya, 2000).
CAR merupakan rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang
harus dimiliki oleh bank. CAR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Banking for International Settlemnt (BIS) (Riyadi, 2006). Secara
matematis CAR dirumuskan sebagai berikut:
CAR =
MM X 100%
Semakin tinggi nilai CAR (sesuai ketentuan BI 8%) maka semakin
baik pula kinerja keuangan, namun jika nilai CAR rendah dibawah 8%
maka kinerja keuangan buruk.
E. Non Performing Financing (NPF)
Menurut sudarsono (2009), pembiayaan non lancar atau yang juga
dikenal dengan istilah NPF dalam perbankan syariah adalah jumlah
kredit yang tergolong lancar yaitu dengan kualitas kurang lancar,
diragukan dan macet berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang
kualitas aktiva produktif.
Dendawijaya (2005) menyatakan NPF adalah rasio antara
pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan
oleh bank syariah. Dalam kegiatan sehari-hari, pembiayaan bermasalah
adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk
dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan dan
pembiayaan macet. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
NPF =
P y P yX
%
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004 yang
dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif yang
berlaku. Tingginya NonPerforming Financing (NPF) akan mengurangi
kemampuan bank dalam menyalurkan kredit hal ini disebabkan dana
yang akan disalurkan akan berkurang, begitu juga sebaliknya jika NPF
menurun maka kredit yang disalurkan akan meningkat. NonPerforming
Financing (NPF) merupakan jumlah pembiayaan non lancar dengan
kualitas Kurang Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M) dibagi
dengan total pembiayaan.
Tabel 2.2
Kriteria Penilaian Peringkat Non Performing Financing (NPF)
Peringkat Nilai NPF Predikat
1 NPF < 2% Sangat baik
2 2% ≤ NPF ≤ 5% Baik
3 5% ≤ NPF ≤ 8% Cukup Baik
4 8% ≤ NPF 12% Kurang Baik
5 NPF ≥ 12% Tidak baik
F. Bank Syariah 1. Pengertian Bank
Bank berasal dari kata banque dari Bahasa Perancis dan kata
banqo dari Bahasa Italia yang berarti peti / lemari atau bangku
(Arifin, 2006). Bank berarti sebagai tempat penyimpanan
benda-benda berharga, seperti emas, uang, berlian dan sebagainya. Bank
intermediary, maksudnya lembaga yang menghimpun dana dari
masyarakat yang kelebihan dana (unit surplus) baik berupa
tabungan, deposito ataupun giro dan menyalurkan kembali ke
masyarakat dalam bentuk kredit. Unit surplus dapat berupa
perusahaan, pemerintah dan rumah tangga yang memiliki kelebihan
pendapatan setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi (Siamat,
2004).
Menurut Karim (2004) Bank adalah lembaga yang
melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di
dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang
dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari
tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik
seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan
konsumsi dan keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang,
telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan
demikian fungsi-fungsi utama perbankan modern telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan
sejak zaman Rasulullah SAW.
Bank menurut Kasmir (2010) diartikan sebagai lembaga
keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat
membutuhkan kepercayaan dari masyarakat agar kegiatan
operasinya dapat berjalan dengan baik.
2. Pengertian Bank Syariah
Menurut Muhammad (2004) Bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bung. Bank Islam atau
biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/
perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan
berlandaskan Al - Qur’an dan Hadist nabi SAW. Dengan kata lain,
bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa - jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
berdasarkan syariat Islam.
Bank Syariah Menurut Sudarsono (2009), Bank Syariah adalah
lembaga keuangan negara yang memberikan kredit dan jasa-jasa
lainnya di dalam lalu lintas pembayaran dan juga peredaran uang
yang beroperasi dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah atau
islam.
Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan
dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip islam ke dalam
transaksi keuangan dan perbankan dan bisnis lain yang terkait.
1) Larang riba dalam berbagai bentuk transaksi.
2) Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan
perolehan keuntungan yang sah.
3) Memberikan zakat.
Perbedaan pokoknya antara bank syariah dan bank konvensional
adalah adanya larangan riba (bunga) bagi bank syariah. Riba
dilarang sedangkan jaul beli (al-bai) dihalalkan ini berarti
membayar dan menerima bunga atas uang yang dipinjam atau
dipinjamkan adalah dilarang. Dalam operasionalnya, baik dalam
kegiatan perhimpunan dana dari masyarakat maupun dalam
penyaluran dana ke masyarkat, bank syariah (bank bagi hasil) tidak
memperhitungkan bunga tetapi berdasarkan prinsip jual beli dan
bagi hasil. (Martono,2010)
Antonio (2012) menyatakan tentang dalil riba sebagai berikut :
أاي
نوحلفت مكلعل هللا اوقتا ةفعاضم افاعضأ ابرلا اولكأت ا اونمأ نيذلا ا ي
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ar-Rum : 130)
Adapun prinsip-prinsip bank syariah sebagai berikut
a. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadi’ah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan pihak pertama
kepada pihak lain yang harus dijaga dan harus dikembalikan
sewaktu-waktu saat pemberi titipan meminta. Dalam konsep
wadiah yad dhamanah, pihak yang menerima titipan dapat
memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.
b. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah
dapat dilakukan dalam empat akad utama yaitu al-musyarakah,
al-mudharabah, almuzara’ah, dan al-musaqah.
1) Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.
2) Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
seluruh modal. Sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
3) Al-Muzara’ah adalah akad kerjasama pengelola pertanian
antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan
ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu dari hasil
panen.
4) Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dimana
sipenggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan
pemeliharaan, sebagai imbalan, si penggarap berhak atas
nisbah tertentu dari hasil panen.
c. Prinsip Jual Beli
Ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai
sandaran pokok dalam modal kerja dan investasi dalam perbakan
syariah :
1) Bai Al-Mudharabah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam
Al-Mudharabah, penjual harus memberi tahu harga produk
yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahan.
2) Bai As-Salam dalam pengertian yang sederhana adalah
pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.
3) Bai Al-Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang
d. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau
jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemmilikan atas barang itu sendiri.
e. Jasa (Fee-based service)
1) Al-Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan
2) Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh
penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
3) Al-Hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang
berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan
beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi
tanggungan muhal’alaih atau berkewajiban membayar
hutang.
4) Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang
yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
5) Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
3. Fungsi bank syariah
Sebuah terminologi fungsi, pengertian bank menurut Totok
Budisantoso (2006) adalah suatu lembaga keuangan yang
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat untuk berbagi tujuan yang melaksanakan fungsi
sebagai :
a. Agent of Trust
Lembaga kepercayaan (trust) bagi masyarakat dalam
penempatan dan pengelolaan dana berdasarkan prinsip
syariah.
b. Agent of Development
Institusi yang memobilisasi dana untuk
pembangunan ekonomi rakyat dan negara yang berbasis
prinsip syariah. Apalagi dalam system bank syariah yang
pembiayaan hanya boleh disalurkan di sektor riil, sedangkan
fungsi uang hanya sebagai alat tukar dan bukan sebagai
komoditas yang diperdagangkan.
c. Agent of services
Memberi pelayanan jasa perbankan dalam bentuk
aneka transaksi keuangan kepada masyarakat guna
4. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional Indonesia sistem perbankan yang digunakan adalah dual
banking system dimana beroperasi dua jenis bank yaitu bank syariah
dan bank konvensional, dengan begitu kebijakan yang diambil
pemerintah melalui Bank Indonesia tentu berbeda untuk kedua jenis
bank tersebut (Irman,2012). Perbedaan antara bank syariah dan bank
konvensional disajikan dalam tabel berikut (Antonio,2001):
Tabel 2.3
Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional Bank Syariah Bank Konvensional
Melakukan investasi-investasi yang halal saja.
Investasi yang halal dan haram.
Berdasarkan prinsip baji hasil, jual-beli, atau sewa.
Memakai perangkat bunga.
Profit dan falah oriented. Profit oriented.
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-debitor.
Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional.
Tidak terdapat dewan sejenis.
Sumber : Syafi’I Antonio,2012
5. Perkembangan Bank Syariah
Pendirian bank syariah di Indonesia berawal dari lokakarya
“Bunga bank dan Perbankan” pada 18-20 agustus 1990, yang
kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah Nasional (MUNAS) IV
Majelis Ulama Indonesia. Berdasarkan hasil MUNAS tersebut, MUI
membentuk tim Steering Committee yang bertugas mempersiapkan
Indonesia. Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, terbentuk
bank syariah pertama dengan mana PT Bank Muamalat Indonesia
(BMI) pada 1 november 1991 dan resmi beroperasi pada tanggal 5
november 1991. Berdirinya BMI tidak serta merta diikuti pendirian
bank syariah lainnya sehingga perkembangan perbankan syariah
nyaris stagnan sampai tahun 1998. (Ikatan Bankir Indonesia,2014)
Perkembangan syariah di mulai tahun 1998 ditandai dengan
disetujuinya Undang-Undang No.10 tahun 1998. Dalam
undang-undang tersebut diatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis
usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank
syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi
bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau
bahkan mengkonversikan diri secara total menjadi bank syariah.
Peluan tersebut ternyata disambut antusias oleh masyakat
perbankan.sejumlah bank mulali memberikan pelatihan dalam
bidang perbankan syariah bagi stafnya. Sebagian bank tersebut ingin
menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam
institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana mengkonversi diri
sepenuhnya menjadi bank syariah (Antonio,2001).
Kemudian, pada tahun 1999 disahkan UU No. 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia. Dalam UU ini menetapkan bahwa Bank
Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan
mengamanahkan Bank Indonesia untuk menyiapkan perangkat
ketentuan dan fasilitas penunjang lainnya yang mendukung
operasional bank syariah sehingga memberikan landasan hukum
yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan
perbankan syariah di Indonesia (Mulya,2002). Kedua UU tersebut
selanjutnya menjadi dasar hukum bagi keberadaan dual banking
sistem di Indonesia, yaitu adanya dua sistem perbankan
(konvensional dan syariah) secara berdampingan dalam
memberikan pelayanan jasa perbankan bagi masyarakat.
Selanjutnya, industri perbankan syariah telah mengalami
perkembangan yang pesat semakin memiliki landasan hukum yang
memadai yakni dengan diterbitkannya Undang-Undang No.21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Hasan,2011). Dukungan
regulasi ini tentunya akan mendorong pertumbuhan industri
perbankan syariah secara lebih cepat lagi dan diharapkan peran
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian
nasional akan semakin signifikan.
Dalam cetak biru pengembangan perbankan syariah, saat ini
perbankan syariah nasional berada pada fase keempat (2013-2015)
yaitu pencapaian pangsa yang signifikan dalam kondisi mulai
terbentuknya integrasi dengan sektor keuangan syariah lainnya,
namun dalam perkembangannya perbankan syariah di Indonesia
Dalam statistik perbankan Indonesia per Desember 2014 terdapat
tidak kurang 12 Bank Umum Syariah dan 22 Unit Usaha Syariah
dari suatu bank konvensional dengan total keseluruhan jaringan
kantor 2.151 unit. Selain itu, total aset bank umum syariah mencapai
272.343 (dalam miliar rupiah). Jumlah ini masih relatif kecil jika
dibandingkan dengan total aset perbankan nasional secara umum
yang mencapai 5.615.150 (dalam miliar rupiah) (statistik perbankan
syariah,2014). Artinya pangsa pasar perbankan syariah masih sangat
kecil hanya 4,85%, padahal target pangsa pasar perbankan syariah
adalah sebesar 15% pada akhir tahun 2015. Hal ini tentunya
mendorong bagi praktisi perbankan syariah agar sesegera mungkin
mencari strategi pengembangan perbankan syariah secara lebih
masif.
G. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas
karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya.
Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi kaarena objek, periode,
waktu dan alat analisis yang digunakan berbeda maka terdapat
banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi untuk saling melengkapi. Berikut beberapa ringkasan
Tabel 2.4 Persamaan Perbedaan
No Peneliti
(Tahun) Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
No Peneliti
(Tahun) Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
(LDR) Bank
H. Keterkaitan Antara Variabel Independent dan Variabel Dependent 1) Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Likuiditas
Menurut martono (2010), Dana Pihak Ketiga (DPK) dapat
dijadikan rasio pengukur untuk menilai kemampuan bank dalam
memenuhi kebutuhan likuiditas akibat penarikan dana oleh
pihak ketiga dengan menggunakan alat-alat likuid bank yang
tersedia. Alat likuid bank terdiri dari : uang kas, saldo giro pada
bank sentral dan bank-bank koresponden. Semakin besar rasio
ini semakin baik pula posisi likuiditas bank yang bersangkutan.
Menurut Nadia (2010), dana pihak ketiga merupakan salah
satu alasan utama bagi bank untuk menjaga tingkat
likuiditasnya. Dana simpanan nasabah adalah dana yang
dihimpun oleh bank dalam melakukan fungsi intermediasinya.
Fungsi bank yang menjamin ketersediaan likuiditasnya bagi para
nasabahnya menyebabkan bank harus menghitung proporsi
tertentu dari jumlah dana DPK. Hal itu berarti jika DPK
H1 : DPK Berpengaruh Positif Terhadap Likuiditas (FDR)
2) Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Likuiditas
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur kecukupan modal yang menunjang
kepemilikan asset bank yang mengandung atau yang
menghasilkan risiko. CAR merupakan rasio untuk membuktikan
kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk investasi
bisnis dan mengakomodir risiko operasional yang dihadapi
bank. Semakin besar rasio CAR ini, maka artinya bank memiliki
modal yang cukup yang bias digunakan sebagai dana liquid
(Kurnia, 2012). Namun dalam permodalan bank terdiri dari dua
sumber, yaitu modal inti dan modal pelengkap, dimana modal
pelengkap merupakan modal yang berisiko (misalnya modal
pinjaman yang memiliki waktu jatuh tempo). sehingga
peningkatan modal disatu sisi akan meningkatkan risiko pada
bank sendiri. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Akhtar, 2011) yang menemukan CAR berpengaruh positif
terhadap likuiditas.
3) Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Likuiditas
Menurut Veithzal (2007), yang dimaksud dengan NPF atau
pembiayaan bermasalah adalah pembiayaa yang dalam
melaksankannya belum mencapai atau memenuhi target yang
diinginkan pihkan bank seperti : pengembalian pokok atau bagi
hasil yang bermasalah; pembiayaan yang memiliki
kemungkinan timbulnnya risiko di kemudian hari bagi bank;
pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus,
diragukan dan macet serta golongan lancer yang berpotensi
terjadi penunggakan dalam pengembalian. Non Performing
Financing (NPF) adalah istilah yang digunakan pada bank
syariah yang memiliki definisi yang sama dengan Non
Performing Loan (NPL) pada bank konvensional.
Besarnya NPL/NPF perusahaan perbanan dapat diartikan
bahwa perusahaan memiliki risiko kredit macet yang besar dari
pencairan kreditnya (Santoso dan Sukihanjani, 2012), dengan
begitu akan membuat tingkat likuiditas pun akan menurun.
I. Kerangka Pemikiran
Data Statistika Perbankan Syariah
Bank Indonesia tahun 2011-2015
Basis Teori : Kinerja Keuangan Bank (FDR)
DPK (X1) CAR (X2) NPF (X3)
FDR (Y)
Metode : Analisis Regresi Linier Berganda 1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas b. Uji Multikolonieritas c. Uji Heterokedastisitas d. Uji Autokorelasi 2. Uji Hipotesis a. Uji t (Parsial) b. Uji F (Simultan) c. Uji Adjusted R Square
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
“ Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Financing