• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar Timbal di Udara Ambien Dengan Timbal Dalam Darah Pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kadar Timbal di Udara Ambien Dengan Timbal Dalam Darah Pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ERMI GIRSANG 067031004/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERMI GIRSANG 067031004/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Nomor Pokok : 067031004

Program Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS) (Ir. Indra Chahaya S, Msi)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS

Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya, MSi

(5)

DALAM DARAH PADA PEGAWAI DINAS PERHUBUNGAN TERMINAL ANTAR KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2008

(6)

maka makin tinggi tingkat pencemaran timbal (Pb) di udara ambien. Salah satu pekerja yang memiliki resiko tinggi terpapar timbal (Pb) adalah pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan timbal (Pb) Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan tahun 2008.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dan sampel adalah pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota, dengan besar sampel sebanyak 35 pegawai yang diambil secara total sampling. Data yang diperoleh selanjutnya diolah secara statistic menggunakan fisher’exact test.

Hasil penelitian diperoleh bahwa, tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar timbal (Pb) di udara ambien pada lingkungan kerja Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada Pegawai Dinas Perhubungan terminal antar kota di Medan dengan nilai P value = 0,288 > 0,05, tidak ada hubungan yang signifikan antara umur kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar kota di Medan dengan nilai P value = 0,735 > 0,05, tidak ada hubungan yang signifikat antara masa kerja dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar kota di Medan dengan nilai P value 0,275>0,05.

Hasil penelitian ini menunjukkan perlunya pengawasan yang baik dari Dinas Perhubungan dan Dinas Kesehatan seperti pemeriksaan kualitas udara dan pengukuran kadar timbal (Pb) di udara ambient dan kadar timbal (Pb) dalam Darah secara terus-menerus atau sekurang-kurangnya enam(6) bulan sekali serta bagi orang yang terpapar dengan timbal (Pb) diharapkan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri).

(7)

still be dominated by usage lead gasoline so that more and more big consume the BBM energy from lead gasoline, so more and more high level of lead contamination in ambient air. One of the worker which have high risk hit Pb is officer on duty of terminal communication intercity Medan. Intention of this research is to know the relation lead on the ambient air with lead of officer on duty of terminal communication intercity in Medan on 2008.

The design of research which be used is cross sectional. In population and sampel are officer on duty of terminal intercity with big sample counted 32 officer which be taken in total sampling. The receveid data will be analyze statistically by using fisher’exact test.

From result of research is be optained that nothing relation which significan among lead rate on the ambient air at job environmental on duty of terminal communication intercity in Medan with lead rate in blood at officer on duty of terminal commnunication intercity Medan value P = 0.288 > 0.05, nothing relation which significan communication intercity in Medan with value P = 0,735 > 0,05, nothing relation which significan between year of services with lead rate in blood at officer on duty of terminal communication in Medan with value P=0,275>0,05.

The resulth show that the importance of observation which either from on duty of communication and public health department like inspection of quality air and measurement lead rate in the ambient air and lead rate in blood constinouly or at least once in 6 months,

(8)

1. Nama : Ermi Girsang

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Agama : Kristen Protestan

4. Tempat / Tanggal Lahir : Sidikalang, 17 Juni 1975

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Inpres T. Beringin tahun 1981-1987

2. SMP Negeri 1 T. Beringin tahun 1987-1990

3. SMA Negeri 1 Sumbul tahun 1990-1993

4. D III Pertanian Yogjakarta tahun 1994-1997

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Prima Indonesia tahun 2001-2003

6. Program Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara tahun 2006-2008

C. RIWAYAT PEKERJAAN

(9)

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan Judul

Hubungan Kadar timbal (Pb) di udara ambien dengan kadar timbal dalam darah pada

Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan Tahun 2008 sebagai

salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata-2 pada Program Manajemen

Kesehatan Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan Tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan,

dan doa dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini ucapan terima kasih yang tidak

terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H. Sp.A (K), Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, Ketua Program Studi Manajemen

Kesehatan Lingkungan Industri, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

4. Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, selaku ketua komisi pembimbing yang

selalu bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan

dan pemikiran dengan penuh kesadaran di tengah-tengah kesibukannya.

5. Ir. Indra Chahaya S, MSi, Anggota komisi pembimbing atas bimbingan,

saran-saran dan masukan untuk menyelesaikan Tesis ini.

6. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku komisi pembanding yang telah

banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan

Tesis ini.

7. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku komisi pembanding yang telah banyak

(10)

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan

pembelajaran selama penulis mengikuti pendidikan.

10.dr. I Nyoman E.L, yang telah memberikan bantuan moril maupun materil

selama mengikuti perkuliahan sampai selesai.

11.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan

Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan

2006-2007.

12.Keluarga yang tercinta, teristimewa suamiku Lamsahat P. Malau, anakku

Reghita Claudia Malau dan Timothy Malau, Ayahanda M. Girsang, Ibunda R.

Munthe (RIP) / T.Munthe, Mertua M. Malau / T. Sidauruk, Sefrida Eva Riani,

R. Munthe serta semua keluarga atas pengertian, doa, dukungan dan semangat

yang diberikan selama mengikuti pendidikan

13.Seluruh pihak yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan untuk menyelesaikan tesis ini.

Medan, September 2008

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 salah

satu programnya adalah lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan

masyarakat. Program lingkungan sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu

lingkungan hidup yang sehat yang mendukung tumbuh kembang anak dan remaja,

memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat dan memungkinkan interaksi sosial

serta melindungi masyarakat dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan,

sehingga tercapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat

(Depkes, 2003).

Pencemaran udara diartikan sebagai bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam

udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan

normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu

serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama akan menganggu kehidupan

manusia hewan dan tumbuhan (Wardhana, 2004).

Kontribusi pencemaran udara oleh gas buang kenderaan bermotor dari

penggunaan bahan bakar minyak (BBM) merupakan terbesar (49%) dari

penggunaan (Ekuwasbang, 1997). Seperti kita ketahui bahwa saat ini penggunaan

BBM di Indonesia masih didominasi oleh penggunaan bensin bertimbal, maka

makin tinggi tingkat pencemaran Pb di udara ambien, hal ini dikarenakan sekitar

(12)

diemisikan ke udara. Adapun bahan bakar pencemaran yang dikeluarkan oleh

kenderaan bermotor selain Pb adalah CO, NOx, Hidrokarbon (HC) dan Partikulat

debu yang di dalamnya mengandung logam berat seperti Pb. Asap hitam yang

dikeluarkan kenderaan bermotor merupakan gambaran parahnya emisi gas buang

yang dihasilkan oleh kenderaan bermotor (Kusnoputranto, 2000).

Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 menyatakan

bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan

komponen lain ke dalam udara ambien akibat kegiatan manusia sehingga mutu

udara ambien turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient

tidak dapat memenuhi fungsinya.

Pencemaran udara kenderaan bermotor berasal dari asap yang keluar dari

knalpot. Asap tersebut merupakan hasil pembakaran bahan bakar yang berupa

bensin, solar dan gas. Bahan pencemaran udara yang utama terdapat di dalam gas

buang kenderaan bermotor adalah gas CO, berbagai senyawa hidrokarbon,

berbagai oksida nitrogen (NOx), sulfur (SOx), dan partikulat tersebut dapat

menyebabkan gangguan baik lingkungan maupun kesehatan (Fardiaz, 1995).

Senyawa timbal dalam bentuk tetraethyl lead (TEL) dan Tetramethyl lead

(TML) ditambahkan pada bahan bakar bensin sebagai upaya untuk meningkatkan

“octane number” dari bahan bakar tersebut, meningkatkan daya pelumas,

meningkatkan efisiensi pembakaran bahan bakar bensin sehingga kinerja

kenderaan bermotor meningkat. Timbal yang mencemari udara terdapat dalam

bentuk padatan atau partikel-partikel. Padatan timbal terutama berasal dari

(13)

tetraetil-Pb, 18 % etilendikhlorida, 18 % etilendibromida dan sekitar 2 %

campuran tambahan senyawa-senyawa lain. Tidak musnahnya Pb dalam peristiwa

pembakaran pada mesin menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui

asap buangan kenderaan bermotor menjadi sangat tinggi (Palar, 2004).

Gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat meningkatnya kadar timah

hitam dalam tubuh yaitu gangguan pada sistem pembentukan darah berupa

anemia, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan pada sistem saluran pernafasan

dan gangguan sistem reproduksi dan saluran kemih. Penelitian center for diases

control and prevention (CDC) pada tahun 2001 menunjukkan timbal dalam darah

pada anak-anak dapat menyebabkan penyakit anemia. Sampel diambil dari 397

anak sekolah di Jakarta dengan hasil sebanyak 35 % anak mempunyai kadar

timbal dalam darah 20mg/dl. Sekitar 25 % anak-anak mempunyai kadar timbal

dalam darah antara 10-20 mg/dl. Rata-rata tingkat haemoglobin adalah 13,1

g/ml(medium 13,3g/dl, kisaran 6,7-18.4g/dl, N=358). Ditemukan 8,2 %

anak-anak anemia berat (KLH, 2005)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djangsih (1984), Haryanto

(1993) dan Haryanto (2003), 30-46 % supir angkotan kota dan polisi lalulintas

dan 50 % pedagang asongan kaki lima di kota Bandung mempunyai kadar Pb

darah > 40%/g/dl. Pengukuran kadar Pb di dalam darah dengan jumlah sampel

yang lebih terbatas dilakukan oleh ITB (Lestari, 2004) menunjukkan bahwa 7-10

anak sekolah yang diambil contoh darahnya mempunyai kadar Pb lebih besar dua

kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di pedesaan pada

(14)

di daerah padat lalu lintas di Bandung menemukan sebanyak 50 % responden

menpunyai kadar Pb dalam darah di atas normal orang dewasa (>40ug/dl). Tes

darah di Surabaya menunjukkan anak-anak tercemar timah hitam antara

20,9-111,1 ug/dl, sementara Pb dalam ASI antara 4,1-90ug/dl (KBPP, 2006).

Dari beberapa hasil penelitian tersebut di atas jelas bahwa yang memiliki

resiko tinggi terpapar timbal adalah pekerja yang aktivitasnya lebih banyak

dipinggir jalanan atau sepanjang jalur padat lalu lintas.

Berdasarkan hal tersebut Petugas Dinas Perhubungan adalah :

1. Merupakan kelompok salah satu yang banyak terpapar timbal di udara

ambien.

2. Survei awal yang dilakukan kepada petugas di terminal Amplas dan Pinang

Baris kodya Medan dijumpai bahwa Petugas Pegawai Dinas Perhubungan

tidak semuanya memakai APD (alat pelindung diri)

3. Belum adanya pemeriksaan kesehatan secara berkala

4. Dinas Perhubungan belum mempunyai Rumah sakit sendiri untuk lebih

memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan Petugas Dinas Perhubungan.

5. Belum pernah dilakukan penelitian tentang kadar timbal di udara ambien

dengan kadar timbal dalam darah untuk daerah terminal Amplas dan P. Baris

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini bagaimanakah Hubungan kadar

timbal di udara ambien dengan timbal dalam darah pada Petugas Dinas

(15)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan timbal di udara ambien dengan timbal dalam

darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan tahun

2008.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya kadar debu di udara ambien pada lingkungan kerja pegawai

Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan pada bulan Mei Tahun

2008.

2. Diketahuinya kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja pegawai

Dinas Perhubungan Terminal antar kota di Medan tahun 2008 .

3. Diketahuinya kadar timbal dalam darah Pegawai Dinas Perhubungan

Terminal antar kota di Medan tahun 2008.

4. Diketahuinya hubungan umur dengan kadar timbal dalam darah pada

lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di

Medan Tahun 2008.

5. Diketahuinya hubungan masa kerja dengan kadar timbal dalam darah pada

lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di

Medan Tahun 2008.

6. Diketahuinya hubungan antara kadar timbal di udara ambien pada

lingkungan kerja dengan kadar timbal dalam darah Pegawai Dinas

(16)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Institusi Dinas Perhubungan Kota Medan

Dapat digunakan sebagai informasi tentang kadar timbal di udara ambien

dan timbal dalam darah serta hasil penelitian diharapkan menjadi langkah

untuk lebih memperhatikan pegawai Dinas Perhubungan yang berada di

Lapangan.

2. Masyarakat

Sebagai upaya mengurangi dampak pencemaran timbal di udara ambien

dan timbal dalam darah dan meningkatkan kesadaran tentang kesehatan

lingkungan terutama tentang bahaya pencemaran udara oleh timbal.

3. Peneliti Selanjutnya

Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan informasi tentang kadar

timbal dalam darah dan dokumen ilmiah yang mungkin dapat

dikembangkan peneliti selanjutnya dan hasil penelitian ini diharapkan

menjadi langkah awal untuk pengendalian pencemaran udara khususnya

timbal (Pb) di Kota Medan.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian tentang timbal di udara ambien

dan hubungannya dengan timbal dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan

Terminal antar Kota Medan Tahun 2008, yaitu Data timbal di udara ambien

didapat dari hasil pengukuran pada lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Atmosfir

Atmosfir adalah lingkungan udara, yakni udara yang meliputi planet bumi

ini. Atmosfir terdiri atas beberapa lapisan yang terbentuk karena adanya interaksi

antara sinar matahari, gaya tarik bumi, rotasi bumi dan permukaan bumi. Atmosfir

memelihara keseimbangan panas di bumi dengan mengabsorbsi sinar infra merah

dari matahari dan dari pancaran kembali permukaan bumi. Unsure kimia di dalam

atmosfir juga sangat menunjang kehidupan di bumi. Jumlah oksigen yang

diperlukan makhluk hidup 21% Nitrogen yang terdapat sebanyak 78%. Manusia

setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara rata-rata manusia

tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa udara lebih dari tiga menit

(Slamet, 2002).

2.2 Beberapa Pengertian

2.2.1 Pengertian pencemaran dan lingkungan

Pencemaran atau polusi adalah kondisi yang telah berubah dari bentuk asal

pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada

kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan

pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat

racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksitas atau daya racun

dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran.

(18)

Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau

wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang

berasal dari ornamen-ornamen penyusunannya. Ornament-ornamen yang ada di

dalam dan membentuk lingkungan, merupakan suatu tatanan lingkungan yang

mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di dalamnya disebut dengan

ekosistem (Palar, 2004).

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan dan makhluk hidup, termasuk perilaku manusianya yang mempengaruhi

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lainnya termasuk hubungan timbal-baliknya. Pencemaran lingkungan hidup

adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau

komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup

tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya. (Depkes, 2001).

2.2.2 Pencemaran udara

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesai No. 41 Tahun 1999

menyebutkan bahwa Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya

zat, energi dan komponen /atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh

manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ketingkat tertentu yang

menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Campuran gas

yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas

(19)

adalah air dalam bentuk uap H2O dan karbon Dioksida (CO2). Jumlah uap air

yang terdapat di udara bervariasi tergantung di alam tidak pernah ditemukan

bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti Sulfur Dioksida (SO2),

Hidrogen Sulfida (H2S) dan Karbon Monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara

sebagai produk sampingan dari proses-proses alami seperti aktifitas vulkanik,

pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya. Selain itu

partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh

angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan polutan

alami tersebut polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktifitas manusia

(Fardiaz, 1992). Defenisi lain dari Wardhana (1999), pencemaran diartikan

sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing dalam udara yang menyebabkan

perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan dalam normalnya. Kehadiran

bahan zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam

waktu yang cukup lama akan dapat menggangu kehidupan manusia, hewan dan

tumbuhan.

Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut maka dalam pelaksanaanya

sudah dibuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hal tersebut

misalnya, ketentuan umum untuk baku mutu ambien adalah adalah batas yang

diperbolehkan bagi zat atau pencemar terdapat di udara, namun tidak

menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan harta

benda, sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan

bagi zat atau pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemar, sehingga tidak

(20)

mengeluarkan ketentuan parameter apa saja yang harus diuji dan berapa nilai

untuk menentukan kedua baku mutu udara tersebut (Achmad, 2004).

Secara umum penyebab pencemaran udara ada dua, yaitu :

(Kusnoputranto, 2000).

1. Alamiah (Faktor internal)

a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin

b. Abu (debu yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas

vulkanik)

c. Pembusukan sampah organic

Zat pencemar yang terbentuk secara alamiah, dapat berasal dari dalam

tanah, hutan/pegunungan (radon, metana, uap air / kelembaban)

2. Aktivitas manusia

a. Pencemaran akibat lalu lintas : CO, debu, karbon, Nitrogen Oksida

b. Pencemaran Industri : NOx, SO2 Ozone, Pb.

c. Rumah tangga : Pembakaran

Menurut tempatnya pencemaran udara dapat dikategorikan ke dalam :

1. Indoor air pollutan, yakni pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah

yang berkaitan dengan kegiatan memasak, merokok, kejadian di tempat kerja

(perkantoran), serta tempat-tempat umum seperti kenderaan umum, hotel,

supermarket, dan lain-lain.

2. Outdoor air pollution, yakni pencemaran udara yang terjadi di luar,

sebagaimana lazimnya di kawasan perkotaan yang disebabkan karena

(21)

2.2.3 Sumber pencemaran udara dan sekitarnya

Berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara pencemaran

udara dapat dibedakan menjadi pencemaran udara primer dan pencemaran

sekunder. Pencemaran udara primer yaitu semua pencemaran di udara yang ada

dalam bentuk yang hamper tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari

sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemaran udara primer

mencakup 905 dari jumlah pencemar seluruhnya berasal dari sumber-sumber yang

diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti industri (cerobong asap industri)

dimana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan

bahan bakar minyak/batu bara, proses peleburan/pemurnian logam dan juga

dihasilkan dari sector transportasi (mobil, bus, sepeda motor dan lainnya). Dari

seluruh pencemar primer tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari

sector transportasi, yang memberikan andil 60 % dari pencemaran udara

(Kristanto, 2004).

Pencemaran udara sekunder adalah semua pencemar di udara yang sudah

berubah reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan. Pencemaran

sekunder contohnya reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis atau partikel logam

di udara (Kristanto, 2004).

2.2.4 Pencemaran udara akibat kenderaan bermotor

Kesadaran masyarakat akan pencemaran udara akibat gas buang kenderaan,

gas buang kenderaan bermotor seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif

(22)

dikemudian hari menjadi sumber dominan dari pencemaran udara di perkotaan

(Tugaswati, 1995).

Sarana transportasi yang menggunakan bahan bakar menghasilkan emisi zat

atau gas pencemar yang setiap tahunnya mengalami peningkatan sebagai

konsekuensi logis dan bertambahnya jumlah kenderaan. (Achmad, 2004).

Emisi kenderaan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi

dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis

mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang

semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan bakar pencemar

yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin atau solar sama hanya

berbeda proporsinya karena perbedaan operasi mesin. Secara visual selalu terlihat

asap dari kanlpot kenderaan bermotor dengan bantuan bahan bakar solar, yang

umumnya tidak terlihat pada kenderaan bermotor berbahan bakar bensin. Gas

baung kenderaan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa

hidrokarbon, oksida nitrogen dan sulfur (SOx) dan partikulat debu termasuk

timbel (Tugaswati, 1995).

2.3 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan

Dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan

terakumulasi dari hari-kehari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan

berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema dan

kanker paru. Dampak kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran udara

(23)

berusia lanjut dan balita. Menurut penelitian di Amerika Serikat, kelompok balita

mempunyai kerentanan enam kali lebih besar dibanding orang dewasa. Kelompok

balita lebih rentan karena aktif dan dengan menghirup udara lebih banyak,

sehingga lebih banyak menghirup zat-zat pencemar (Tugaswati, 1995).

Polutan-polutan beresiko terhadap kesehatan manusia. Efek kesehatan

terhadap manusia dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya keterpajanan, selain itu

juga dipengaruhi oleh status kesehatan penduduk yang terpajan.

Tabel 2.3

Sumber Pencemaran Partikel

Sumber Pencemaran % Bagian % Total

Transportasi : 4,3

Pembakaran stasioner : 31,4

- batubara 29,0

- minyak 1,0

- gas alam 0,7

- kayu 0,7

Proses industri : 26,5

Pembuangan limbah padat 3,9

(24)

Beberapa penelitian mengatakan bahwa tingkat polutan yang tinggi cukup

berbahaya bagi anak-anak, orang yang telah lanjut usia, penduduk miskin yang

biasa tinggal di daerah yang polusinya cukup tinggi dan bagi penderita penyakit

jantung dan saluran pernafasan. Akan tetapi tidaklah mudah untuk

menghubungkan antara polutan dengan terjadinya suatu penyakit atau terjadinya

kematian. Hal ini disebabkan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Jumlah dan keanekaragaman zat pencemar.

2. Kesulitan dalam mendeteksi zat pencemar yang membahayakan pada

konsentrasi rendah.

3. Interaksi sinergistik antara zat-zat pencemar.

4. Kesulitan dalam mengisolasi faktor-faktor tunggal, bilamana masyarakat

terpajan terhadap sejumlah besar zat/senyawa kimia selama bertahun-tahun.

5. Catatan penyakit dan kematian yang tidak lengkap dan kurang dapat

dipercaya.

6. Penyebab jamak dan panjangnya masa inkubasi dari penyakit-penyakit.

7. Masalah dalam ekstrapolasi hasil percobaan laboratorium binatang ke

manusia.

(Kusnoputranto dan Susanna, 2000).

Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan sangat luas. Secara umum

dampak pencemaran udara dapat diklasifikasikan ke dalam dampak :

1. Sistemik, yakni dampak mengenai hampir semua bagian dan fungsi tubuh

manusia. Misalnya, karbonmonoksida. Karbonmonoksida adalah hasil

(25)

secara tidak sempurna, pembakaran yang sempurna menghasilkan gas CO2.

Gas karbonmonoksida (CO) yang tidak berwarna dan tidak berbau, kemudian

masuk ke dalam sistem pernapasan dan diserap alveoli dengan sangat efektif.

Tergantung tekanan parsial oksigen di sekitar orang tersebut berdiri di mana

terdapat juga gas CO. Dalam tubuh CO akan mengikat haemoglobin yang

membentuk carboxyhaemoglobin yang sifatnya sangat labil. Dalam waktu

beberapa saat akibat ikatan carboxyhaemoglobin ini, maka beberapa organ

akan kekurangan oksigen secara relatif. Apabila otak yang terkena kekurangan

oksigen, maka otak tidak dapat berpikir dengan baik seperti kehilangan

koordinasi, kehilangan daya reflex, dan seterusnya. Bahkan dalam kondisi

akut, seseorang bisa meninggal.

Contoh, gangguan sistemik lain dari pencemaran udara adalah pencemaran

udara Pb (timbal). Timbal merupakan partikel sebagai hasil pembakaran

bensin bertimbal (lead gasoline). Timbal diserap dengan efektif oleh mukosa

saluran pernapasan dan beredar ke seluruh tubuh. Dampak dari timbal organik

adalah hipertensi, anemia, penurunan intelegensia pada anak-anak, serta gejala

neurologik lainnya.

2. Gangguan lokal pada organ sistem pernapasan. Gangguan bervariasi, namun

secara umum berupa gangguan fungsi paru yakni sesak napas, alergi, dan

iritasi. Salah satu contoh, misalnya adanya penumpukan debu kapas dalam

alveoli yang menimbulkan bissinosis, ataupun debu silika dalam alveoli yang

(26)

2.4 Timah Hitam

2.4.1 Penyebaran timah hitam

Timah hitam atau yang dikenal sehari-hari dengan nama timbal, dalam

bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan logam ini disimpulkan dengan Pb.

Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel

periodik unsur kimia. Timah hitam mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan

bobot atau berat atom (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu

kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327OC dan titik didih 1620OC, Pada suhu

550-600OC. Pb menguap dan membentuk timbal oksida. Bentuk oksida yang

paling umum adalah timbel (II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, Pb sangat

rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air, air panas dan air

asam, timah hitam dapat larut asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat

(Palar, 2004).

Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb tetrametil merupakan

senyawa yang paling penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada

bahan bakar bensin. TEL dan TML secara bersama-sama ditambahkan ke dalam

bensin sebagai aditif antiketukan mesin dalam upaya meningkatkan angka oktan

secara ekonomi. TEL berbentuk cairan berat dengan kerapan 1,659 g/ml, titik

didih 200OC (=390OF) dan larut dalam bensin (Palar, 2004).

Jumlah Pb di udara mengalami peningkatan ynang sangat drastis sejak

dimulai revolusi industri di Benua Eropa, asap yang berasal dari cerobong asap

pabrik sehinggaa kandungan Pb yang terdapat pada lapisan es di Greenland pada

(27)

yang masuk ke dalam bentuk gas terutama sekali berasal dari senyawa

tetraetil-Pb. Metil klorida (CH3CL) dan etil klorida (C2H5Cl) merupakan bahan utama

pembuatan senyawa TEL, dengan reaksi pembentukan sebagai berikut :

4 CH3+Cl -

+ 4 Na+Pb - 4Na+Cl- + 3 Pb- + (CH3) + Pb-

metil klorida tetra metil lead (TML)

4C2H5 + Cl- + 4 Na +Pb - 4 Na + Cl- + 3 Pb + + (C2H5)Pb+

etil klorida tetra etil lead (TEL)

2.4.2 Sifat timbal

Logam timbal mempunyai sifat-sifat yang khusus sebagai berikut :

a. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan

menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan

mudah.

b. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat

sehingga logam timbal sering digunakan sebagai coating

c. Mempunyai titik leburrendah hanya 327,5OC

d. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan

logam-logam biasa kecuali emas dan merkuri

e. Merupakan penghantar listrik yang baik (Palar, 2004).

2.4.3 Penggunaan Timah Hitam

Timah hitam digunakan dalam bentuk yaitu bentuk murni maupun bentuk

(28)

1. Industri pengecoran maupun pemurnian, industri ini menghasilkan timbal

konsentrat (primary lead maupun secondary lead) yang berasal dari

potongan logam (scrap)

2. Industri bateray yaitu industri yang banyak menggunakan logam Pb

terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan dasarnya.

3. Industri bahan bakar yaitu Pb yang berupa tetra ethil lead dan methil lead

banyak dipakai anti knock pada bahan bakar, sehingga baik industri

maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemar Pb.

4. Industri kabel yaitu kabel yang memerlukan Pb untuk melapisi label. Saat

ini pemakai Pb di industri kabel mulai berkurang, walaupun masih

digunakan campuran Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan

untuk kehidupan makhluk hidup.

5. Industri kimia, yang mengandung bahan pewarna bentuk. Bentuk-bentuk

dari persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur kimia lainnya,

serta fungsi dari bentuk persenyawaan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4

(Mukono dll., 2006).

Tabel 2.4

Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya

No Bentuk Persenyawaan Kegunaan

1. Pb + Sb Kabel telepon

2. Pb + As + Sn + Bi Kabel Listrik

3. Pb + Ni Senyawa Azida untuk bahan peledak

4. Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat

5. Pb – asetat Pengkilapan keramik dan bahan anti api

6. Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas

7. Tetrametil-Pb (CH3)4-Pb Tetraetil-Pb (C2H5)4-Pb

Aditif untuk bahan bakar kendaraan bermotor.

(29)

2.5 Timbal Dalam Bakar Kenderaan Bermotor

Komponen-komponen Pb yang mengandung halogen terbentuk selama

pembakaran bensin karena ke dalam bensin sering ditambahkan cairan anti

letupan yang mengandung scavenger kimia. Bahan anti letupan yang aktif terdiri

dari tertraetil-Pb atau Pb(C2H5)4, tetrametil-Pb atau Pb(CH3)4, atau kombinasi dari

kedua. Scavenger ditambahkan supaya dapat bereaksi dengan komponen Pb yang

tertinggal di dalam mesin sebagai akibat pembakaran bahan anti letup tersebut.

Bahan aditif yang ditambahkan ke dalam bensin terdiri dari 62% tetraetil-Pb, 18%

etilen dibromida, 18% etilen dikhloride, dan 2% bahan-bahan lainnya. Jenis dan

jumlah komponen-komponen Pb yang diproduksi dari asap mobil dapat dilihat

pada Tabel 2.5. Dari senyawa timbal yang ditambahkan ke bensin, kurang lebih

70% diemisikan melalui knalpot dalam bentuk garam inorganik, 1% diemisikan

masih dalam bentuk tetraalkyl lead dan sisanya terperangkap dalam sistem

exhaust dan mesin oli (Mukono, 2002).

Tabel 2.5

Komponen Pb di Dalam Asap Mobil

Persen dari total partikel Pb di dalam asap

No. Komponen Pb

Segera setelah starter 18 jam setelah starter

(30)

Menurut Hirschler & Gilbert (1964) dan Habibi (1970), semakin tinggi

kecepatan mobil akan meningkatkan jumlah timbal yang akan diemisikan dari

kendaraan bermotor.

2.6 Penyebaran Timbal di lingkungan

Konsentrasi tertinggi dari timbal di udara ambien ditemukan pada daerah

dengan populasi yang padat, makin besar suatu kota makin tinggi konsentrasi

timbal di udara ambien. Kualitas udara di jalan raya dengan lalu lintas yang sangat

padat mengandung timbal yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara di jalan

raya dengan kepadatan lalu lintas yang rendah. Konsentrasi timbal di udara

bervariasi dari 2-4 μg/m³ di kota besar dengan lalu lintas yang padat sampai

kurang dari 0,2 μg/m³ di daerah pinggiran kota dan lebih rendah lagi di daerah

pedesaan. Konsentrasi tertinggi terjadi di sepanjang jalan raya bebas hambatan

selama jam-jam sibuk di mana konsentrasinya bisa mencapai 14-25 ug/m³. (WHO

Expert Committee, 1969) (EHC, 1977 ).

2.7. Absorbsi, Metabolisme dan Ekskresi Timah Hitam

Manusia dapat terpapar dengan timah hitam hitam melalui udara, air, tanah

maupun makanan yang diabsorbsi dari saluran pernafasan dan saluran

pencemaran. Kira-kira 5-10 % senyawa timah hitam yang masuk ke dalam tubuh

manusia diserap melalui saluran pencernaan. Keadaan defisiensi besi dan kalsium

(31)

penyerapan ini paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak daripada orang

dewasa (Woro, 1997).

Absorpsi timah hitam dari lingkungan tidak semata-mata hanya

bergantung pada bentuk fisik dan kimia dari logam tersebut. Selain itu juga

dipengaruhi oleh faktor-faktor host seperti umur, stautus fisik, kondisi fisik dan

faktor genetik. Absorbsi melalui pernafasan merupakan jalur utama pada

pemaparan timah hitam akibat kerja sedangkan pada pemaparan diluar kerja,

absorbsi lebih banyak terjadi melalui saluran pernafasan. Timah hitam yang

diabsorbsi tubuh akan mengikat sel darah merah, kemudian didistribusi ke dalam

darah, cairan ekstraseluler, dan beberapa tempat deposit yang jaringan lunak (hati,

ginjal dan saraf), dan jaringan mineral (tulang dan gigi). Timah hitam dalam darah

diperkirakan 90 % dari jumlah timah keseluruh timah hitam dalam tubuh (Woro,

1997).

Waktu paruh timah hitam adalah 20 hari dan diekskresikan dari tubuh

dalam waktu sekitar 28 hari melalui urin, feses dan keringat. Jumlah timah hitam

yang dieksresikan melalui berbagai jalur dipengaruhi oleh umur, karakteristik

pemajanan dan tergantung pada jenis timah hitamnya. Chamberlain (1985)

melaporkan bahwa sekitar 60 % dari timah yang terabsorpsikan tertinggal dalam

tubuh dan 40 % akan diekresikan. Timah hitam yang masuk melalui makanan dan

tidak diabsorbsikan oleh saluran pencernaan akan dieksresikan melalui feses.

(Woro, 1997).

Kadar timah hitam dalam darah merupakan indikator pemaparan yang

(32)

petunjuk langsung timah hitam yang masuk ke dalam tubuh juga dapat diketahui

dari urin, lebih kurang 75-80% timah hitam diekskresikan melalui urin dengan

cepat (Woro, 1997).

2.8 Level di Lingkungan dan Ekspos pada Manusia

Menurut WHO (1987), kadar Pb dalam darah menusia yang tidak terpapar

oleh Pb adalah sekitar 10µg/dl. Dalam memahami bagaimana suatu populasi bisa

terekpos timbal, sangat penting untuk memahami hubungan antar jalur

transportasi alami timbal, dan media transfer di lingkungan tersebut. Suatu

populasi terekspos timbal dalam waktu yang bersamaan, dari berbagai sumber dan

dari cara yang berbeda pula. Khusus bagi mereka yang bekerja di bidang

industrial yang menggunakan atau memproduksi timbal, mendapat ekspos

tambahan dan lebih banyak dari populasi umum (Palar, 2004).

Tingkat ekspos kelompok tertentu dalam suatu populasi bisa sangat

bervariasi karena faktor fisiologis, perilaku, atau faktor lainnya. Contohnya

sebagai anggota populasi umum, selain terekspos timbal secara umum; fetus

terekspos timbal sejak dalam kandungan, bayi yang sedang menyusui terekspos

timbal melalui ASI, anak-anak terekspos melalui debu dan benda-benda selain

makanan (contohnya mainan), konsumsi rokok dan alkohol meningkatkan ekspos

terhadap timbal, pola makan tertentu bisa mempengaruhi tingkat ekspos,

sementara beberapa orang terekspos timbal melalui hobi atau aktivitas pekerjaan

(33)

Pada populasi manusia dewasa yang tidak merokok, ekpos timbal utama

melalui makanan dan air. Sementara ekpos dari udara dipengaruhi oleh beberapa

faktor, seperti; penggunaan tembakau, pekerjaan, kedekatan dengan jalan atau

tempat peleburan, dll. Atau melalui kegiatan seperti kerajinan tangan, atau

olahraga menembak. Makanan, udara, dan air adalah penyebab ekspos utama pada

balita dan anak-anak. Pada balita usia 4-5 bulan, udara, susu, dan air adalah

sumber ekspos utama (EHC- WHO, 1995).

Level timbal dalam air, makanan, debu, dan udara, bervariasi diseluruh

dunia, tergantung pada tingkat perkembangan industri, urbanisasi, dan faktor gaya

hidup. Kandungan timbal 10 ug/m3 di udara banyak terjadi di daerah urban yang

dekat dengan peleburan, sementara di beberapa kota yang tidak lagi menggunakan

bensin bertimbal kandungan timbal di udara bisa turun mencapai 0,2 ug/m3. Maka

bisa disimpulkan kontaminasi timbal dari udara sangat bervariasi mulai dari 4 ug/

hari hingga 200 ug/hari (Ardyanto, 2005).

Pada balita dan anak-anak, timbal dalam debu dan tanah seringkali

menjadi jalan utama kontaminasi. Level timbal dalam debu tergantung pada

beberapa faktor seperti; usia dan kondisi rumah, penggunaan cat bertimbal, dan

kepadatan penduduk. Kontaminasi juga dipengaruhi oleh usia dan perilaku

karakteristik si anak (Mukono, 1997).

Pernapasan adalah jalan utama ekspos pada pekerja industri yang

memproduksi, mengolah, menggunakan, atau pembuangan timbal dan

(34)

dikarenakan yang terserap adalah partikel yang cukup besar, dengan tambahan

20– 30 ug/hari dari makanan, minuman, dan udara (EHC / WHO, 1995).

Udara bisa jadi merupakan jalan utama distribusi timbal di lingkungan.

Sumbernya bisa dari produk pembakaran bahan bakar yang menggunakan zat

timbal sebagai tambahan, tempat pematrian, tempat pembakaran, dan beberapa

proses industri tertentu yang memakai bahan bakar fosil. (Elias, 1995).

Hampir semua timbal di udara merupakan partikel dengan diameter kurang

dari 1 um. Ukuran partikel-partikel ini bervariasi tergantung sumber dan usia

partikel sejak diemisikan. Kebanyakan merupakan timbal inorganik, dan sumber

utamanya adalah dari pembakaran tertraethyl dan tetramethyllead yang digunakan

sebagai zat tambahan bahan bakar (EPA 1986, WHO 1987) (EHC , WHO, 1995).

2.9 Timbal Dalam Darah

Dikarenakan mudahnya dalam pengumpulan data, dan homogenitas sampel,

darah telah secara luas digunakan sebagai spesimen untuk menentukan kandungan

timbal dalam tubuh manusia. Namun karena umur timbal dalam darah relatif

pendek (28 -36 hari), pengukuran Pb Blood (Pb-B) hanya mampu memberi

gambaran tentang ekspos yang baru saja terjadi. Apalagi dari sudut pandang

distribusi kinetis dalam tubuh (daur darah, tulang, dan jaringan tubuh), sulit untuk

membedakan antara ekspos kronis dosis rendah dengan ekspos singkat dosis

tinggi jika hanya mengandalkan pengukuran PbB Maka untuk menginterpretasi

(35)

hubungan kurvalinear antara asupan timbal dengan konsentrat PbB, begitu juga

dengan proporsi timbal dalam plasma (Manton & Cook, 1984).

Tabel 2.9

Tingkat Dampak Paparan Timbal (Pb) Dalam Darah

Timbal (Pb) Dalam Darah

(μg/dl)

Dampak Populasi

< 10 Meningkatkan kadar enzim

ALAD dalam sel darah merah

Dewasa, Anak-Anak

20 – 25 Meningkatkan Kadar protoporin dalam sel darah merah

Anak-Anak

20 – 30 Meningkatkan Kadar protoporin dalam sel darah merah

Dewasa Perempuan

25 – 35 Meningkatkan Kadar protoporin dalam sel darah merah

Dewasa Laki-Laki

30 – 40 Meningkatnya ekskresi ALA Umum

40 Meningkatkan ALA dalam urin Dewasa, Anak-Anak

40 Meningkatkan CP dalam urin Dewasa

40 Anemia Dewasa, Anak-Anak

40 – 50 Gangguan sistem syaraf tepi Dewasa

50 – 60 Gangguan fungsi otak Anak-Anak

60 – 70 Gangguan fungsi otak Dewasa

60 – 70 Gangguan neurologi (susunan saraf) berupa encephalopathy dan Keracunan Timah Hitam

Anak-Anak

> 80 Gangguan neurologi (susunan saraf) berupa encephalopathy dan Keracunan Timah Hitam

Dewasa

ALAD = Amino Levulinic Acid Dehidrase ALA = Amino Levulinic Acid

CP = Coproporphyrine

( Sumber : EHC 3, WHO, 1977)

Sejumlah studi kelompok telah mengumpulkan rangkaian pengukuran PbB

pada anak-anak dari sejak lahir hingga usia 7 atau 10 tahun. Pada anak-anak yang

tidak mengalami perubahan lingkungan yang berarti, ada korelasi yang baik antar

(36)

1992, Dietrich, 1993). Dari studi jangka panjang ini, jelaslah bahwa dari sebuah

analisis PbB yang dilakukan pada usia 6 tahun, bisa dibuat perkiraan kadar ekspos

si anak terhadap timbal untuk sepanjang hidupnya. Sampel acak level PbB yang

dilakukan sebelum usia 6 tahun bisa jadi kurang tepat, karena ekspos puncak

biasanya terjadi pada saat si anak berusia 2 tahun (SAHC, 1993).

2.10 Kesehatan Lingkungan Dinas Perhubungan Kota Medan

Dinas Perhubungan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam

bidang perhubungan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Dinas Perhubungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah

tangga daerah dalam bidang perhubungan dan melaksanakan tugas pembantuan

sesuai dengan bidang tugasnya.

Pegawai Unit Pelaksana Teknis terminal yang aktivitasnya berada di pinggir

jalanan sepanjang jalur padat lalu lintas merupakan kelompok yang rentan

terhadap pencemaran timbal. Salah satunya adalah terpajannya melalui pernafasan

bersama debu, asap dan gas. Timbal yang digunakan dalam bahan kenderaan

bermotor merupakan kontributor utama konsentrasi timbal yang ada di udara yang

mana konsentrasinya tersebut bervariasi tergantung jaraknya dari jalan raya dan

jumlah kenderaan bermotor melalui jalan tersebut (ECH, 1995)

Kegiatan penanggulangan secara sistematis dan terprogram terhadap

(37)

oleh Pemko Kota Medan berupa kegiatan-kegiatan proyek sporadis untuk

mengurangi dampak pencemaran udara oleh timbal, yaitu :

1. Membuat jalan layang /fly-over untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di

daerah terminal Amplas yang belum selesai sewaktu survey pendahuluan

2. Menertibkan angkutan umum /angkot

3. Menambah jalur hijau sebagai paru-paru kota.

2.11 Kerangka Konsep

Variabel yang menjadi target penelitian adalah Kadar timbal di udara ambien

pada lingkungan kerja, umur, masa kerja, konsentrasi Pb dalam darah pada

pegawai Dinas Perhubungan terminal antar kota di Kota Medan Tahun 2008.

Kerangka Konsep di bawah ini yg menjadi variabel independentnya adalah umur,

masa kerja, sedangkan yang menjadi variabel dependentnya adalah kadar timbal

dalam darah pada petugas terminal antar kota di Medan tahun 2008.

Variabel Independent Variabel Dependent

1. Umur 2. Masa Kerja Kadar timbal (Pb)

di udara ambien Kadar timbal dalam darah

(38)

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan menggunakan desain

penelitian yang digunakan adalah cross sectional, yaitu pengukuran dan

pengumpulan data kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja, kadar

timbal dalam darah, dan faktor-faktor resiko lainnya pada pegawai Dinas

Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan yang dilakukan dalam kurun waktu

bersamaan. Pengukuran dan pengumpulan data tersebut dilakukan hanya sekali

saja.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di terminal Amplas dan Pinang Baris dengan

pertimbangan bahwa terminal tersebut merupakan terminal yang padat kenderaan

dan merupakan terminal antar kota.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 8 bulan dari Nopember 2007

sampai dengan Juni 2008.

28

(39)

Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Dinas Perhubungan Terminal

antar Kota di Medan dan sampel dalam penelitian ini adalah semua pegawai Dinas

Perhubungan yang bertugas di terminal Amplas dan Pinang Baris. Besar sampel

35 pegawai, diambil secara total sampling.

3.3 Manajemen Data 3.3.1 Sumber Data

a. Dilakukan pengumpulan data primer tentang kadar Pb udara ambien dan

kadar Pb dalam darah Pegawai Dinas Terminal Antar Kota di Medan

b. Data Sekunder

Gambaran umum lokasi penelitian

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Data kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja Pegawai Dinas

Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008

a. Menentukan titik pengukuran timbal (Pb) di udara di terminal Amplas dan

Terminal Pinang Baris. Pengukuran Kadar timbal (Pb) di udara terminal

Amplas dan Terminal Pinang Baris dilakukan sebanyak 2 kali. Pengukuran

dilakukan pada 3 tempat dengan 1 titik 4 kali pengukuran di sekitar

wilayah kerja pegawai dinas perhubungan. Untuk lebih jelas dapat dilihat

pada gambar 1.

(40)

Keterangan :

= Titik pengukuran

Klp III P

I N T U MASUK Klp II

Klp I

TERMINAL AMPLAS / TERMINAL PINANG BARIS

b. Peralatan

1. High Volume Air Sampler (HVAS)

2. Desikator dengan kondisi ruang timbangan terkontrol (temperatur 15–

270C) dengan kelembaban relatif antara 0 – 50%

3. Timbangan analitik yang mampu membaca hingga 0,1 mg

4. Barometer yang mampu mengukur hingga 0,1 kPa (1 mmHg)

5. Manometer deferensial yang mampu mengukur hingga 4 kPa (40

mmHg).

6. Pencatat waktu

7. Termometer

8. Filter

(41)

Udara dihisap melalui filter di dalam shelter dengan menggunakan pompa

vakum laju alir tinggi sehingga partikel terkumpul di permukaan filter.

Jumlah partikel yang terakumulasi dalam filter selama periode waktu

tertentu diukur dengan menimbang filter (yang sebelumnya telah diketahui

bobotnya) setelah pengambilan contoh. Laju alir diukur saat periode

pengujian. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa partikulat

yang terkumpul per satuan volume contoh uji udara yang diambil sebagai

µg/m3.

d. Pengambilan contoh uji

1. Tempatkan filter pada filter holder.

2. Tempatkan alat uji di posisi dan lokasi pengukuran.

3. Nyalakan alat uji dan catat waktu serta tanggal, baca indikator laju alir

dan catat pula laju alirnya (Q1) untuk diteruskan pembacaan hasil dari

kalibrasinya. Catat pula temperatur dan tekanan baromatik.

4. Catat semua pembacaan seperti baca laju alir (Q2), temperatur,

dikumpulkan hingga seluruh data terkumpul pada akhir pengukuran.

5. Pindahkan filter secara hati-hati, jaga agar tidak ada partikel yang

terlepas, lipat filter dengan partikulat tertangkap di dalamnya.

Tempatkan lipatan filter dalam alumunium foil dan tandai untuk

identitas.

Selanjutnya contoh uji yang telah didapat dibawa ke Laboratorium untuk

(42)

2. Data kadar timbal dalam darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal

Antar Kota di Medan Tahun 2008

Data diperoleh melalui pengambilan specimen darah oleh petugas

Laboratorium Kesehatan dengan perincian sebagai berikut :

a. Pengambilan Spesimen

1. Alat dan bahan

a. Spuit/disposible syringe b. Blood lancet

c. Karet pengikat lengan/torniquet

d. Kapas

e. Alkohol 70%

2. Wadah spesimen

a. Botol terbuat dari kaca atau spuit

b. Ukuran 5 ml

3. Bahan Anti koagulan

a. Ethylene Diamine Tetra acetat (EDTA) dapat digunakan dalam

bentuk padat dengan perbandingan 1:1

b. Heparin dapat digunakan dalam bentuk cair atau padat

4. Tempat Pengambilan dan volume spesimen

Lipatan lengan/siku (darah vena), digunakan apabila mengambil darah

dalam jumlah agak banyak, misalnya : 1 s.d. 10 ml

(43)

Pada orang dewasa dipakai salah satu vena dalam fossa cubiti, pada bayi

dapat digunakan vena jugularis superficialis atau sagittals superior.

Cara pengambilan sampel sebagi berikut :

a. Ikat lengan atas dengan mengunakan karet pengikat/torniquet,

kemudian tangan dikepalkan.

b. Tentukan vena yang akan diambil darahnya, kemudian sterilkan

dengan kapas beralkohol 70%.

c. Suntikkan jarum spuit atau disposable syringe dengan posisi 450

dengan lengan.

d. Setelah darah terlihat masuk dalam spuit, ubah posisi spuit menjadi

300 dengan lengan, kemudian tarik spuit perlahan-lahan hingga

volume yang diinginkan.

e. Setelah volume cukup, buka karet pengikat lengan kemudian

tempelkan kapas beralkohol pada ujung jarum yang menempel

dikulit kemudian tarik jarum perlahan-lahan.

f. Biarkan kapas beralkohol pada tempat suntikan, kemudian lengan

ditekuk atau dilipat dan biarkan hingga darah tidak keluar.

g. Pindahkan darah dari disposibel syringe ke wadah berisi anti

koagulan yang disediakan, kemudian digoyang secara perlahan

agar bercampur.

h. Jika spesimen ingin tetap dalam spuit, setelah darah diambil

kemudian dengan spuit yang sama diambil pengawet atau

(44)

6. Identitas Spesiemen. Spesiemen diberi nomor/kode, sedangkan identitas

lengkap dapat dilihat pada buku registrasi yang berisikan nomor, nama

responden, umur, dan jenis kelamin.

b. Pengiriman Spesimen Darah

1. Setelah spesimen terkumpul masing-masing dalam wadah/botol kecil,

kemudian dimasukan dalam wadah/tempat yang lebih besar dengan diberi

es sebagai pengawet sementara (cool box)

2. Wadah spesimen kecil diatur sedemikian rupa sehingga tidak mudah

terbalik atau tumpah

3. Wadah diberi label (nomor)

4. Sampel dikirim ke Laboratorium

c. Pemeriksaan Spesimen Darah

Pemeriksaan kadar timbal (Pb) di Laboratorium dengan menggunakan metoda

Atomic Absorption Spectrometer (AAS).

3.3.3 Pengolahan Data

Untuk menghasilkan informasi yang benar, maka data yang telah diperoleh

akan dilakukan tahapan sebagai berikut :

a. Editing, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk pengecekan isian

kuisioner.

b. Koding, merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

(45)

c. Proccessing, memproses data agar dapat dianalisa. Data yang ada dimasukkan

kedalam program SPSS versi 14.0.

d. Cleaning, merupakan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan.

e. Tabulating, data yang telah sesuai dengan populasi yang dibutuhkan lalu

dimasukkan ke dalam tabel-tabel distribusi.

Kemudian dari hasil pengolahan data tersebut selanjutnya dianalisis dan

diinterpretasikan untuk menjawab tujuan penelitian.

3.3.4 Analisis Data a. Analisis Univariat

Variabel-variabel yang akan dianalisis univariat adalah sebagai berikut : kadar

timbal di udara ambien, kadar timbal dalam darah, umur pegawai dan masa

kerja pegawai dinas perhubungan terminal antar kota di Medan tahun 2008.

Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel tersebut di atas.

b. Analisis Bivariat

Analis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen sebagai berikut : Kadar timbal di udara

ambien pada lingkungan kerja dengan kadar timbal dalam darah, Umur

dengan kadar timbal dalam darah, Masa kerja dengan kadar timbal dalam

darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun

(46)

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.5

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Skala Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Kategori 1. Kadar

lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008

Interval High Volume Air Sampler

Kadar Pb dalam darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008

4. Umur Usia Pegawai Dinas

Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008 pada saat dilakukan penelitian

Ordinal Wawancara Wawancara Tahun

1. < 39 thn 2. ≥ 39 thn 5. Masa Kerja Masa kerja sebagai Pegawai

Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan sejak direkrut sebagai pegawai hingga pada saat dilakukan penelitian

Ordinal Wawancara Wawancara Tahun

1.< 10 thn 2.≥ 10 thn

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kota Medan

4.1.1. Letak Geografis

Secara geografis kota Medan terletak di sebalah barat, timur dan selatan

berb batasan dengan kabupaten Deli Serdang dan disebelah utara berbatasan

dengan langsung dengan selat Malaka, dan terletak pada koordinat3O 30’ – 3O 43’

Lintang utara dan 98O-98O 44’ Bujur timur . kota Medan topograpinya cendrung

miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 m di atas permukaan laut.

Iklim kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum 23,2OC-

(47)

84-85 % serta kecepatan angina rata-rata sebesar 0,48/sec. Di kota Medan ada 2

(dua) terminal antar Kota dan antar propinsi yaitu terminal Amplas dan Terminal

Pinang Baris. Luas Terminal Amplas 5,961 Ha dan Luas Terminal Pinang Baris

3,4 Ha

Terminal Amplas merupakan terminal yang paling besar di kota Medan,

dan merupakan pool atau pemberhentian bus kecil dan besar menuju kota Medan

dan dari kota Medan. Adapun batas-batas terminal Amplas adalah :

Sebelah utara berbatasan dengan : Kel. Amplas atau Jl. Migratio

Sebelah timur berbatasan dengan : Kel. Tj. Deli atau Jl.

Sisingamangaraja

Sebelah selatan berbatasan dengan : Kel. Tj. Deli atau Jl. Pertahanan

Sebelah barat berbatasan dengan : Kel. Tj. Deli atau Jl. Selamat

Terminal Pinang Baris juga merupakan terminal yang merupakan pool atau

pemberhentian bus menuju kota Medan dan dari kota Medan terutama berasal dan

ke Nanggro Aceh Darussalam. Adapun batas-batas terminal Pinang Baris adalah :

Sebelah utara berbatasan dengan : Jl. Swadaya 37

Sebelah timur berbatasan dengan : Jl. PU

Sebelah selatan berbatasan dengan : Jl. PU

Sebelah barat berbatasan dengan : Jl. Pinang Baris

(48)

Pelaksanaa pengukuran debu di udara ambien pada lingkungan kerja

pegawai Dinas Perhubungan Antar Kota di Medan dilaksanakan di 6 (enam) titik

dengan 4 kali pengukuran. 3 (tiga) titik di Terminal Amplas dan 3 (Tiga) titik di

Terminal Pinang Naris. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisa menunjukkan

bahwa kadar debu dalam udara ambien di lingkungan kerja Pegawai Dinas

Perhubungan Antar Kota di Medan tertinggi pengukuran kadar debu dalam udara

ambien di daerah terminal Amplas pos Pos II (dua) yaitu 334 µg/M3 dan terendah

pengukuran kadar debu dalam udara ambien pada Pos I (satu) yaitu 34 µg/M3 dan

Terminal Pinang Baris tertinggi pengukuran kadar debu dalam udara ambien di

Pos 2 (dua) tertinggi pada Pos I (satu) yaitu 237 µg/M3 dan terendah pengukuran

kadar debu dalam udara ambien pada Pos 3 (tiga) yaitu 46µg/M3 untuk lebih jelas

dapat dilihat pada lampiran1

4.2. Kadar Timbal (Pb) di Udara Terminal

4.2.1. Rata-rata Kadar Timbal (Pb) di Udara Ambien Terminal Amplas bulan Mei tahun 2008

Berdasarkan hasil analisa dari kadar debu didapat kadar timbal (Pb) di

udara ambien pada lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal

Amplas diperoleh dari rata-rata kadar Pb pada 4 kali pengukuran.

Tabel 4.1. Distribusi Kadar Timbal (Pb) di Udara Ambien Pada Lingkungan Kerja Terminal Amplas bulan Mei tahun 2008

(49)

8. POS 2 1.385 Standar

Rata-rata kadar Pb di setiap lokasi kerja pegawai dinas perhubungan

Terminal Amplas ini kemudian dikategorikan menjadi berlebihan (kadar Pb di

udara ambien ≥ 2 µg/m3 ) dan masih standar (kadar Pb di udara ambien < 2

µg/m3)

4.2.4. Rata-rata Kadar Timbal (Pb) di Udara Terminal Pinang Baris bulan Mei tahun 2008

Berdasarkan hasil analisa dari kadar debu didapat kadar timbal (Pb) di udara

ambien pada lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Pinang

Baris diperoleh dari rata-rata kadar Pb pada 4 kali pengukuran.

Tabel 4.2. Distribusi Kadar Timbal (Pb) di Udara Ambien Pada Lingkungan Kerja Terminal Pinang Baris bulan Mei tahun 2008

(50)

5 POS 2 1.053 Standar

Rata-rata kadar Pb di setiap lokasi kerja pegawai dinas perhubungan

Terminal Amplas ini kemudian dikategorikan menjadi berlebihan (kadar Pb di

udara ambien ≥ 2 µg/m3 ) dan masih standar (kadar Pb di udara ambien < 2

µg/m3)

4.3. Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan

4.3.1. Kadar Timbal(Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Amplas Tahun 2008

Pengukuran kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan di terminal

Amplas dilakukan pada 24 orang yang telah bersedia menjadi responden

penelitian ini.

Tabel 4.3. Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Amplas Tahun 2008

(51)

13. 43 5 3,6 Standard

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar Pb dalam darah pada semua

pegawai dinas perhubungan di terminal Amplas masih dibawah standar (10

µg/dl). Akan tetapi dari 24 pegawai ini, ada 4 orang (16,7%) dengan kadar Pb ≥ 5

µg/dl, artinya kadar Pb dalam darahnya sudah mendekati ambang batas (toleransi)

sehingga perlu diperhatikan.

4.3.2. Kadar Timbal di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Pinang Baris Tahun 2008

Pengukuran kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan di terminal

Pinang Baris dilakukan pada 11 orang yang telah bersedia menjadi responden

penelitian ini.

Tabel 4.4. Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Pinang Baris Tahun 2008

(52)

6. 36 10 3,5 Standard

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar Pb dalam darah pada semua

pegawai dinas perhubungan di terminal Pinang Baris juga masih dibawah standar

(10 µg/dl). Akan tetapi dari 11 pegawai ini, ada 3 orang (27,3%) dengan kadar Pb

≥ 5 µg/dl, artinya kadar Pb dalam darahnya sudah mendekati ambang batas

(toleransi) sehingga perlu diperhatikan.

4.4. Hubungan Umur dengan Kadar Timbal(Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan

Salah satu faktor yang berhubungan dengan kadar Pb dalam darah adalah

umur.

Tabel 4.5. Hubungan umur dengan Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar Kota Tahun 2008

Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa dari responden yang berumur < 39

(53)

minoritas kadar Pb dalam darahnya dalam batas toleransi yaitu 4 orang ( 22,2 %),

sedangkan dari responden yang berumur ≥ 39 tahun, mayoritas kadar Pb dalam

darahnya rendah yaitu 14 orang ( 82,4%) dan minoritas kadar Pb dalam darahnya

dalam batas toleransi yaitu 3 orang ( 17,6 %). Berdasarkan hasil uji statistik

diperoleh p = 0,735dengan demikian p value lebih besar dari alpha (0,735 > 0,05).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

umur dengan kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan di terminal Antar

Kota tahun 2008.

4.6. Hubungan Masa Kerja dengan Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Tahun 2008

Salah satu faktor yang berhubungan dengan kadar Pb dalam darah adalah

masa kerja.

Tabel 4.6. Hubungan Masa Kerja dengan Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar Kota Tahun 2008

Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa dari responden yang masa kerjanya < 10

tahun, mayoritas kadar Pb dalam darahnya rendah yaitu 18 orang ( 75,0 %) dan

minoritas kadar Pb dalam darahnya dalam batas toleransi yaitu 6 orang ( 25,0 %),

(54)

dalam darahnya rendah yaitu 10 orang ( 90,9%) dan minoritas kadar Pb dalam

darahnya dalam batas toleransi yaitu 1 orang ( 9,1 %). Maka untuk mengetahui

hubungan masa kerja dengan timbal (Pbalam darah) bahwa tabulasi silang (2x2)

terdapat nilai harapan < 5 lebih dari 20%, maka tidak dapat digunakan uji exact

fishers, dan ternyata probabilitas (0,534) > =0,05, artinya tidak ada hubungan artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kadar timbal (Pb) di

Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar kota Tahun 2008.

. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara masa kerja dengan kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan di

terminal Antar Kota tahun 2008.

4.7. Hubungan Kadar Timbal (Pb) di Udara dengan Kadar Timbal (Pb) dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota

Berdasarkan hasil pengolahan data, distribusi kadar timbal (Pb) di udara

ambien pada lingkungan kerja dan kadar timbal dalam darah pada pegawai Dinas

Perhubungan Terminal antar kota dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7. Hubungan Kadar Timbal (Pb) di udara ambien dengan Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar kota Tahun 2008

(55)

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa

kadar Pb timbal di udara dengan kadar Pb dalam darah dapat diketahui bahwa dari

responden yang kadar Pb dalam darahnya < 5 µg/dl (rendah), mayoritas memiliki

kadar Pb di udara < 2 µg/m3 (standar) yaitu 24 orang (85,7%), dan minoritas

memiliki kadar Pb di udara ≥ 2 µg/m3 (berlebihan) yaitu 4 orang (14,3%).

Sedangkan dari semua responden yang kadar Pb dalam darahnya ≥ 5 µg/dl

(toleransi), semua memiliki kadar Pb di udara < 2 µg/m3 (standar) yaitu 7 orang

(100%). Maka untuk mengetahui hubungan timbal (Pb) dalam darah bahwa

tabulasi silang (2x2) terdapat nilai harapan < 5 lebih dari 20%, maka tidak dapat

digunakan uji chi-square sehingga digunakan uji exact fisher’s, dan ternyata

probabilitas (0,391) > =0,05, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara

kadar timbal (Pb) di dalam darah pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar

kota Tahun 2008.

.

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Kadar Debu di Udara Ambien pada Lingkungan Kerja Pegawai Dinas Terminal Antar Kota

Pencemaran kadar timbal (Pb) di udara sangat ditentukan oleh jumlah

akumulasi kadar debu di udara ambien. Hasil pengukuran dan analisa pada 6

(enam) titik didapat bahwa kadar debu dalam udara ambien di lingkungan kerja

(56)

34 – 366 µg/m3. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, memperlihatkan bahwa

kadar debu dalam udara ambien di lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan

Terminal Antar Kota di Kota Medan telah melebihi nilai baku mutu.

Hampir semua timbal di udara merupakan partikel dengan diameter kurang

dari 1 um. Ukuran partikel-partikel ini bervariasi tergantung sumber dan usia

partikel sejak diemisikan. Kebanyakan merupakan timbal in-organik, dan sumber

utamanya adalah dari`pembakaran tertraethyllead dan tetramethyllead yang

digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar (WHO, 1987).

5.2. Hubungan Umur pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota dengan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Tahun 2008

47

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara umur dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai dinas

perhubungan terminal antar kota, artinya perbedaan kadar timbal (Pb) dalam darah

tidak terlalu berbeda antara pekerja yang berumur < 39 tahun dan ≥ 39 tahun.

Menurut asumsi peneliti, keadaan ini (tingginya kadar timbal (Pb) pada

pegawai dinas perhubungan yang berusia muda) dimungkinkan karena pekerja

yang berumur < 39 tahun lebih sering mengabaikan aturan-aturan seperti

menggunakan masker pada saat sedang melakukan tugas di lapangan, sehingga

dalam waktu yang lama, akan menimbulkan gangguan kesehatan melalui inhalasi.

Dari sudut manajemen, diketahui tidak adanya pelatihan pada pekerja yang baru

Gambar

Tabel 2.3 Sumber Pencemaran Partikel
Tabel 2.4 Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya
Tabel 2.5  Komponen Pb di Dalam Asap Mobil
Tabel 2.9
+7

Referensi

Dokumen terkait

Limpasan yang terjadi karena terjadi intensitas hujan yang tinggi dalam durasi yang pendek sehingga saluran tidak mampu untuk menampung debit yang terjadi sehingga

Sementara itu, Fenger (2003), menyatakan jika isolasi lilitan tidak memiliki ketebalan yang cukup atau mengalami penuaan, maka isolasi akan rusak bila

Respon varietas kepala mentega (V1) terhadap pemberian nutrisi (Hidrogroup dan Greentonik) menunjukkan bahwa pemberian nutrisi menghasilkan jumlah daun, biomassa

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran Teams Games Tournaments dan Numbered Head Together dengan motivasi

Metoda analitis dalam perencanaan tebal overlay mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat digunakan untuk menganalisis berbagai variasi pembebanan untuk mendapatkan hasil yang

design phases, clear and thorough project brief, thorough detailings of design, continuous coordination and direct communication, and team effort by owner, consultant

Tesis ini membahas harmonisa yang terjadi pada suatu sistim kelistrikan di Politeknik Negeri Lhokseumawe dan merancang filter pasif jenis Double Tuned Filter dan Type-C Filter

Nama : Elida Nasyiatul Aisyah Farid. Judul : Efektivitas Pembinaan Keagamaan Bidang Akhlak pada Siswa MTs Muhammadiyah 05 Tamansari Kecamatan Karangmoncol