• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor <5 GT dan 5-9 GT (Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor <5 GT dan 5-9 GT (Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi Sumatera Utara)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN SISTEM PEMBAGIAN HASIL

NELAYAN BERMOTOR <5 GT dan 5-9 GT

(

Studi kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

OLEH:

DEASY YUNAWATI 030304013 SEP-AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PENDAPATAN DAN SISTEM PEMBAGIAN HASIL

NELAYAN BERMOTOR <5 GT dan 5-9 GT

(

Studi kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

OLEH:

DEASY YUNAWATI 030304013 SEP-AGRIBISNIS

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Prof.Dr H.M.L. Tobing Ir. Luhut Sihombing.MP Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor < 5 GT dan 5-9 GT

Nama : Deasy Yunawati Nim : 030304013

Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi : Agribisnis

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Prof.Dr H.M.L. Tobing Ir. Luhut Sihombing.MP Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

DEASY YUNAWATI (030304013/SEP) dengan judul skripsi “ ANALISIS PENDAPATAN DAN SISTEM PEMBAGIAN HASIL NELAYAN BERMOTOR <5 GT dan 5-9 GT”, dibimbing oleh Prof.Dr.Hiras.M.L.Tobingdan Ir.Luhut Sihombing.MP.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-November 2007 di Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjung Balai Propinsi Sumatera Utara yang ditentukan secara Purposive dengan dasar bahwa Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung merupakan sentra produksi ikan di Kota Tanjung Balai. Metode analisis yang digunakan adalah uji t-test dan analisis regresi linier berganda.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata-rata pendapatan nelayan toke kapal <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar adalah sebesar Rp.84,331,432, sedangkan pendapatan nelayan buruh kapal kapal <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar adalah sebesar Rp.11,567,078.97.

2. Rata-rata pendapatan nelayan toke kapal 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar adalah sebesar Rp.135,846,712.92, sedangkan pendapatan nelayan buruh kapal kapal 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar adalah sebesar Rp.14,561,660.49.

3. Rata-rata pendapatan nelayan toke kapal <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung adalah sebesar Rp.72,188,096.84, sedangkan pendapatan nelayan buruh kapal kapal <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung adalah sebesar Rp.9,335,947.72.

4. Rata-rata pendapatan nelayan toke kapal 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung adalah sebesar Rp.114,736,698.52, sedangkan pendapatan nelayan buruh kapal kapal 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung adalah sebesar Rp.12,729,916.27.

5. Pendapatan nelayan toke kapal <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar lebih besar daripada pendapatan nelayan toke kapal <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung.

6. Pendapatan nelayan buruh kapal <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar lebih besar daripada pendapatan nelayan buruh kapal <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung.

7. Pendapatan nelayan toke 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar lebih besar daripada pendapatan nelayan toke kapal 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung.

8. Pendapatan nelayan buruh 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar lebih besar daripada pendapatan nelayan buruh kapal 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung.

9. Secara serempak pengalaman nelayan toke, lama melaut, ukuran kapal, frekuensi melaut berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan toke. 10. Secara serempak jumlah hasil tangkapan, frekuensi melaut, lama melaut

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Air Batu Asahan pada pada tanggal 18 Desember

1984 dari Ayahanda Edi Wibowo dan Ibunda Rukoyah. Penulis merupakan putri

ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri 010041 Air Batu, dan pada tahun

2000 penulis lulus dari SLTP Swasta Yapendak Air Batu. Tahun 2003 penulis

lulus dari SMUN I Simpang Empat dan pada tahun 2003 lulus seleksi masuk USU

melalui jalur PMP (Panduan Minat dan Prestasi). Penulis memilih program studi

Agribisnis departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juni-Juli

2007 di Desa Buluduri Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi.

Penulis melaksanakan penelitian pada bulan September-November 2007 di

Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjung Balai.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia Nya penulis dapat memulai,menjalani, dan mengakhiri masa perkuliahan

serta dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di

departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara dengan judul “ANALISIS PENDAPATAN DAN SISTEM PEMBAGIAN

HASIL NELAYAN BERMOTOR <5 GT dan 5-9 GT” (Studi Kasus : Kecamatan

Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung, Kota Tanjung Balai).

Tulisan ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan ketulusan hati

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada Bapak

Prof.Dr.Hiras.M.L.Tobing sebagai ketua komisi pembimbing yang selama ini

telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan perhatian kepada penulis dan

juga kepada Bapak Ir.Luhut Sihombing.MP sebagai anggota pembimbing yang

telah bersedia memberikan bimbingan dan luangan waktu kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing.MP Sebagai Ketua Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan.

2. Ibu Dr.Ir.Salmiah.MS sebagai Sekretaris Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian USU, Medan.

3. Seluruh Staf pengajar dan pegawai di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

(7)

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Ayahanda tercinta Edi Wibowo dan Ibunda tercinta

Rukoyah, kakanda tersayang Eriz Zulfiar, Budi Susilo dan Nova Linda serta

kepada kakanda Edi Syahputra, Ummi Kalsum dan Ananda Oktabriyanti atas

segala perhatian, kasih sayang, kesabaran atas dukungan moril dan materil serta

do’a yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kapada teman-teman terbaik

Zakiyah, Diea Cane, Erlina, Dwi, Fitri, Pebri, Kak Irma, Erwina, Rusdiah, Ria,

Efrida, Bang Ferry Harahap, Ema, Lisa, Bahagia, Ratna, serta teman-teman SEP

2003 FP USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu penulis selama mengikuti perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi

ini, oleh karena itu masukan dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pihak-pihak yang membutuhkan dan untuk kepentingan penelitian selanjutnya. Amin.

Medan, Maret 2008

Penulis

(8)

Hal 1. Jumlah nelayan sampel yang menggunakan perahu bermotor

<5 GT dan 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan

Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai ... 28

2. Spesifikasi pengumpulan data ... 29

3. Luas wilayah menurut kelurahan di Kecamatan Daruk Bandar

Tahun 2006 ... 38

4. Luas wilayah (Ha) dan penggunaan tanah tiap kelurahan

di Kecamatan Datuk Bandar ... 39

5. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di tiap kelurahan

di Kecamatan Datuk Bandar tahun 2006 ... 40

6. Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin

di Kecamatan Datuk Bandar tahun 2006 ... 41

7. Jumlah murid SD, SLTP, SLTA menurut kelurahan

di Kecamatan Datuk Bandar tahun 2006 ... 42 8. Distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha

Tahun 2006 ... 43 9. Jumlah nelayan responden menurut umur di Kecamatan

Datuk Bandar tahun 2006 ... 44

10. Jumlah nelayan responden menurut tingkat pendidikan di

Kecamatan Datuk Bandar tahun 2006 ... 45

11. Jumlah nelayan responden menurut pengalaman nelayan

di Kecamatan Datuk Bandar tahun 2006 ... 46

12. Luas wilayah menurut kelurahan di Kecamatan

Teluk Nibung tahun 2006... 47

13. Luas wilayah (Ha) dan penggunaan tanah tiap kelurahan

di Kecamatan Teluk Nibung ... 48

14. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di tiap kelurahan

di Kecamatan Teluk Nibung tahun 2006 ... 49

15. Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin

di Kecamatan Datuk Bandar tahun 2006 ... 50

16. Jumlah murid SD, SLTP, SLTA, menurut kelurahan

di Kecamatan Tahun Nibung tahun 2006... 51 17. Distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha

(9)

18. Jumlah nelayan responden menurut umur di Kecamatan

Teluk Nibung tahun 2006... 53

19. Jumlah nelayan responden menurut tingkat pendidikan di

Kecamatan Datuk Bandar tahun 2006 ... 54

20. Jumlah nelayan responden menurut pengalaman nelayan di

Kecamatan Teluk Nibung tahun 2006... 55

21. Pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh/orang/tahun

Ukuran perahu <5 GT Kecamatan Datuk Bandar ... 56

22. Pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh/orang/tahun

Ukuran kapal 5-9 GT Kecamatan Datuk Bandar ... 57

23. Pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh/orang/tahun

Ukuran kapal <5 GT Kecamatan Teluk Nibung ... 58

24. Pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh/orang/tahun\

Ukuran kapal 5-9 GT Kecamatan Teluk Nibung ... 60

25. Rata-rata hasil tangkapan kapal nelayan pertahun di

Kecamatan Datuk Bandar ... 62

26. Rata-rata hasil tangkapan kapal nelayan pertahun di

Kecamatan Teluk Nibung ... 63

27. Biaya produksi pertahun nelayan toke di Kecamatan

Datuk Bandar ... 65

28. Biaya produksi pertahun nelayan toke di Kecamatan

Teluk Nibung ... 66

29. Rata-rata penerimaan perunit kapal pertahun di Kecamatan

Datuk Bandar ... 67

30. Rata-rata penerimaan perunit kapal pertahun di Kecamatan

Teluk Nibung ... 68

31. Pendapatan nelayan toke/orang/tahun ukuran perahu <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan <5 GT di Kecamatan

Teluk Nibung ... 70

32. Analisis perbedaan pendapatan nelayan toke <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan toke <5 GT di

(10)

33. Pendapatan nelayan buruh/orang/tahun ukuran perahu <5 GT

di Kecamatan Datuk Bandar dan <5 GT Kecamatan Teluk Nibung... 72

34. Analisis perbedaan pendapatan nelayan buruh kapal <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan buruh kapal <5 GT di

Kecamatan Teluk Nibung ... 73

35. Pendapatan nelayan toke/orang/tahun ukuran perahu 5-9 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dan 5-9 GT Kecamatan Teluk Nibung... 74

36. Analisis perbedaan pendapatan nelayan toke di Kecamatan

Teluk Nibung ... ...75

37. Pendapatan nelayan buruh/orang/tahun perahu 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan 5-9 GT Kecamatan Teluk Nibung... 76

38. Analisis perbedaan pendapatan nelayan buruh di Kecamatan

Teluk Nibung tahun 2006... 77

39. Analisis regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan nelayan toke ... 80

40. Analisis regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi

Pendapatan nelayan buruh ... 83

(11)

Hal 1. Karakteristik nelayan responden di Kecamatan Datuk Bandar... 91

2. Karakteristik nelayan responden di Kecamatan Teluk Nibung... 92

3. Hasil tangkapan kapal pertrip nelayan responden di Kecamatan

Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 93

4. Jenis hasil tangkapan kapal nelayan responden pertrip di Kecamatan Datuk Bandar dan Teluk Nibung ... 94

5. Hasil tangkapan kapal perbulan nelayan responden di Kecamatan

Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 95

6. Hasil tangkapan kapal pertahun nelayan responden di Kecamatan

Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 96

7. Penerimaan kapal/trip nelayan responden di Kecamatan

Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 97

8. Penerimaan/kapal/bulan nelayan responden di Kecamatan

Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 99

9. Penerimaan/kapal/tahun nelayan responden di Kecamatan

Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 100

10. Biaya penyusutan perahu, mesin, dan alat tangkap/kapal/trip

nelayan responden di Kecamatan Datuk Bandar dan Teluk Nibung ... 101

11. Biaya pemeliharaan perahu, mesin, dan alat tangkapa/kapal/trip\ nelayan toke di Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan

Teluk Nibung ... 103

12. Biaya tetap/kapal/trip nelayan toke di Kecamatan Datuk Bandar

dan Kecamatan Teluk Nibung... 104

13. Biaya melaut/kapal/trip nelayan toke di Kecamatan Datuk Bandar

dan Kecamatan Teluk Nibung ... 105

14. Biaya produksi/kapal/trip nelayan toke di Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung... 106

15. Biaya produksi/kapal/bulan nelayan toke di Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung... 107

(12)

17. Pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh/orang/trip di Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 109

18. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan toke di

Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 111

19. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan buruh di

Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 112

20. Pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh/orang/tahun di

Kecamatan Datuk Bandardan Kecamatan Teluk Nibung ... 113

21. Pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh/orang/bulan di

Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung ... 114

22. Analisis regresi pengaruh pengalaman, lama melaut, ukuran kapal

Dan frekuensi melaut terhadap pendapatan nelayan toke ... 115

23. Analisis regresi pengaruh hasil tangkapan kapal, frekuensi melaut Lama melaut, jumlah tenaga kerja/kapal terhadap pendapatan

Nelayan buruh ... 117

24. Analisis uji beda rata-rata pendapatan nelayan toke kapal <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan toke kapal <5 GT

di Kecamatan Teluk Nibung ... 119

25. Analisis uji beda rata-rata pendapatan nelayan buruh kapal <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan buruh kapal <5 GT

di Kecamatan Teluk Nibung ... 120

26. Analisis uji beda rata-rata pendapatan nelayan toke kapal 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan toke kapal 5-9 GT

di Kecamatan Teluk Nibung ... 121

27. Analisis uji beda rata-rata pendapatan nelayan buruh kapal 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan toke kapal 5-9 GT

di Kecamatan Teluk Nibung ... 122

(13)

Hal

ABSTRAK... i

RIWAYAT HIDUP... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 8

Tujuan Penelitan... 9

Kegunaan Penelitian ... 10

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 11

Landasan Teori... 18

Penerimaan Usaha Tani... 19

Biaya Usaha Tani ... 20

Pendapatan Usaha Tani ... 20

Bagi Hasil... 21

Kerangka Pemikiran... 22

Hipotesis Penelitian ... 25

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel ... 27

Metode Penentuan Sampel... 27

Metode Pengumpulan data... 28

Metode Analisis Data... 29

Definisi dan Batasan Operasional ... 35

Definisi... 35

Batasan Operasional... 37

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Deskripsi Kecamatan Datuk Bandar ... 38

Letak Topografi dan Iklim ... 38

Luas Wilayah Menurut Kelurahan tahun 2006 ... 38

Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah ... 39

Keadaan Penduduk Kecamatan DatukBandar ... 39

Karakteristik Nelayan Responden... 43

Deskripsi Kecamatan Teluk Nibung ... 46

Letak Topografi ... 46

Luas Wilayah Menurut Kelurahan tahun 2006 ... 47

Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah ... 48

Keadaan Penduduk Kecamatan DatukBandar ... 48

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendapatan Nelayan Toke dan Nelayan Buruh Perahu

Bermotor <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar ... 56

Pendapatan Nelayan Toke dan Nelayan Buruh Perahu Bermotor 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar ... 57

Pendapatan Nelayan Toke dan Nelayan Buruh Perahu Bermotor <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung ... 58

Pendapatan Nelayan Toke dan Nelayan Buruh Perahu Bermotor 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung ... 60

Perbedaan Pendapatan Nelayan Toke Perahu Bermotor <5 GT Di Kecamatan Datuk Bandar dan Nelayan Toke Perahu Bermotor <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung ... 70

Perbedaan Pendapatan Nelayan Buruh Perahu Bermotor <5 GT Di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan buruh perahu Bermotor <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung ... 72

Perbedaan Pendapatan Nelayan Toke Perahu 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan toke perahu 5-9 GT Di Kecamatan Teluk Nibung ... 74

Perbedaan Pendapatan Nelayan Buruh Perahu Bermotor 5-9 GT Di Kecamatan Datuk Bandar dan Nelayan Buruh Perahu Bermotor 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung ... 76

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 86

Saran... 87

DAFTAR PUSTAKA... 89

LAMPIRAN... 91

(15)

1.1Latar Belakang

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang

memilki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam

penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan

kerja. Pada saat krisis ekonomi, peranan sektor perikanan semakin signifikan,

terutama dalam hal mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya sektor perikanan

selama ini belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan kalangan

pengusaha, padahal bila sektor perikanan dikelola secara serius akan memberikan

kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dapat

mengentaskan kemiskinan masyarakat Indonesia terutama masyarakat nelayan

dan petani ikan (Mulyadi,2005).

Kebijaksanaan umum pembangunan pertanian nasional dalam lima tahun

kedepan mengacu kepada GBHN yang terkait dengan pembangunan pangan dan

sektor pertanian,diantaranya yaitu:

1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada

mekanisme pasar yang berkeadilan.

2. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global dengan

mengembangkan kompetensi dan produk unggulan daerah berbasis

sumber daya domestik dan menghilangkan segala bentuk perlakuan

diskriminatif.

3. Memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi agar lebih

(16)

4. Mengoptimalkan peran pemerintah dalam mengembangkan kekuatan

pelaku ekonomi pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang

mengganggu mekanisme pasar.

5. Mengembangkan sistem ketahanan pangan dengan mempertimbangkan

aspek ketersediaan dan distribusi pangan, diversifikasi pangan dan gizi,

pemberdayaan/peningkatan pendapatan petani, dan keberlanjutan

pembangunan pertanian.

Kebijaksanaan pembangunan yang diatur dan digariskan dalam GBHN di atas

dijadikan titik tolak dalam penyusunan program ataupun perencanaan

pembangunan pertanian nasional kedepan (Daniel,2002).

Pengertian pembangunan telah mengalami perubahan besar dalam bidang

ilmu pengetahuan dan bidang kebijaksanaan. Semula pembangunan diartikan

sebagai peningkatan kapasitas ekonomi untuk meningkatkan pendapatan nasional

perjiwa penduduk. Implikasi pengertian ini pada kebijaksanaan ialah tumbuhnya

keperluan menyalurkan sebanyak mungkin dana keuangan dan sumber alam untuk

meningkatkan pendapatan nasional. Pembangunan tidak hanya pada sektor

ekonomi. Meningkatkan pendapatan nasional [penting, namun tidak berjalan

sendiri, perlu disertai perombakan berbagai segi kehidupan masyarakat supaya

pembangunan juga menghilangkan ketimpangan, mengurangi ketidakmerataan

dan menghalau kemiskinan (Salim, 1984).

Pembangunan ekonomi ialah usaha memperbesar pendapatan perkapita

dan menaikkan produk perkapita dengan jalan menambah peralatan, modal dan

menambah skill. Pendapat lain mengatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah

(17)

selama satu periode waktu yang panjang. Pembangunan dikatakan proses karena

pembangunan bukanlah suatu kegiatan yang momentum atau perbuatan yang

selesai hanya dalam satu kali dalam satu saat, melainkan merupakan kegiatan

yang terus menerus (Siagian, 1982).

Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautuan dapat

dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Sumber daya dapat pulih terdiri dari hutan mangrove, terumbu karang,

rumput laut, serta sumber daya perikanan laut.

2. Sumber daya tak dapat pulih terdiri dari geologi seluruh mineral misalnya

minyak, gas, batu bara, emas, timah, nikel, bauksit, biji besi dan lain-lain.

3. Jasa-jasa lingkungan.

Pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan di Indonesia dari sudut

pandang pembangunan berkelanjutan dihadapkan pada kondisi yang bersifat

mendua atau berada di persimpangan jalan. Di satu pihak ada beberapa kawasan

pesisir yang telah dimanfaatkan dengan intensif. Akibatnya indikasi telah

terlampauinya daya dukung ataukapasitas berkelanjutan (potensi lestari) dari

ekosistem pesisir dan lautan seperti pencemaran, tangkap lebih, degradasi fisik

habitat pesisir dan abrasi pantai telah muncul di kawasan-kawasan pesisir dan

lautan di Indonesia secara umum antara lain:

1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja

dan kesempatan usaha.

2. Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan

dan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di wilayah pesisir

(18)

3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian

lingkungan.

4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset, dan pengembangan di wilayah

pesisir dan lautan.

(Mulyadi, 2005).

Pengalaman selama dekade pembangunan yang lampau menunjukkan

keharusan dan menjatuhkan pilihan bagi sasaran pembangunan ini terutama

kepada mereka yang miskin. Oleh karena golongan miskin inilah yang menderita

kemunduran dalam pembagian pendapatan selama proses pembangunan

berlangsung, sedangkan jumlahnya tidak saja besar tetapi akibat pertambahan

penduduk semakin meningkat, sehingga masa depan kelompok penduduk ini tidak

bertambah cerah tetapi sebaliknya bertambah suram. Kemiskinan lazimnya

dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup

pokok. Ciri-ciri di bawah garis kemiskinan:

1. Mereka umunya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang

cukup, modal ataupun keterampilan.

2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi

dengan kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tak sampai tamat sekolah dasar.

4. Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan.

5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dsan tidak

mempunyai keterampilan atau pendidikan.

Karena tolak ukur untuk menentukan batas garis kemiskinan belum ada dan

(19)

maka tingkat pendapatan atau pengeluaran untuk menentukan garis kemiskinan

berbeda-beda seperti berikut ini:

1. Menurut Bank Dunia (1971) sebagai ukuran bagi penetapan garis

kemiskinan nilai US $75 perjiwa setahun untuk tingkat pendapatan di kota

dan US $50 perjiwa setahun untuk tingkat pendapatan di desa.

2. Ahluwa memakai studi Bank Dunia sebagai patokan untuk mengukur garis

kemiskinan di berbagai negara, tingkat pendapatan perjiwa penduduk

pertahun sebesar US $75 dan US $50.

3. Prof. Sumitro Djojohadikusumomenyesuaikan lebih lanjut patokan ini dan

memakai garis kemiskinan US $75 perjiwa setahun di lingkungan kota dan

US $50 perjiwa setahun di daerah pedesaan.

4. Prof. Sajogyo menentukan garis kemiskinan yang disesuaikan dengan

tingkat kebutuhan gizi minimal dan berdasarkan penelitian ditarik

kesimpulan bahwa untuk daerah pedesaan diperlukan 240 kg dan daerah

kota 360 kg ekuivalen beras perjiwa pertahun.

(Salim, 1984).

Begitu banyak pengertian tentang kemiskinan, tetapi secara umum dapat

dipastikan bahwa istilah kemiskinan selalu menunjuk pada sebuah kondisi yang

serba kekurangan. Kemiskinan nelayan cenderung dialami oleh nelayan

perorangan dan buruh nelayan. Pada umumnya para nelayan masih mengalami

keterbatasan teknologi penangkapan. Selain itu, tidak semua nelayan memiliki

alat tangkap. Bagi nelayan yang demikian, tidak ada alternatif lain kecuali harus

bekerja pada orang lain yang membutuhkan tenaganya yaitu menjadi buruh

(20)

tangkap sederhana, sistem bagi hasil yang dilakukan oleh para juragan juga

cenderung kurang menguntungkan nelayan buruh. Pola bagi hasil adalah

alternatif yang rata-rata masyarakat nelayan untuk mengurangi resiko. Pola bagi

hasil juga akan dapat mengurangi resiko bagi pemilik kapal serta menjaminnya

tidak memberi upah yang tidak sepadan bilamana hasil tangkapannya sedang

buruk. Hal ini terjadi karena penghasilan nelayan yang tidak dapat ditentukan

kepastiannya, tergantung dari jumlah ikan yang ditangkap dan hasil penjualan

yang dilakukan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi

pendapatan dari pola bagi hasil tangkapan sangatlah timpang diterima antara

pemilik dan awak kapal. Secara umum hasil bagi bersih yang diterima awak kapal

dan pemilik kapal adalah setengah-setengah. Akan tetapi, bagian yang diterima

awak kapal harus dibagi lagi dengan sejumlah awak yang terlibat dalam aktivitas

kegiatan kapal. Semakin banyak jumlah awak kapal, semakin kecil bagian yang

diperoleh setiap awaknya. Selain itu pola umum bagi hasil di beberapa daerah

menunjukkan pemilik selain mendapat setengah dari hasil tangkapan juga

memperoleh 15 % dari jumlah kotor hasiltangkapan sebagai cadangan jika ada

kerusakan perahu ataupun jaring. Dengan demikian pemilik kapal (juragan darat)

rata-rata menerima sekitar 65 % dari keseluruhan hasil tangkapan. Sebaliknya

rata-rata awak kapal akan mendapatakan hasil jauh lebih rendah dibandingkan

yang diperoleh pemilik. Bagian untuk awak kapal tersebut dibagi berdasarkan

porsi keterlibatannya secara khusus sebagai awak. Semakin banyak jumlah awak,

semakin kecil yang diperoleh awak (Mulyadi, 2005).

Peranan kepala rumah tangga yang harus menghidupi keluarganya

(21)

paling langsung di bidang usaha perikanan.Bila ekonomi keluarga tidak begitu

kuat atau kurang dari kebutuhan keluarga, isterinya membantu bekerja sebagai

pedagang ikan, baik di pasar sebagai pedagang ikan eceran, atau sebagai pedagang

ikan borongan pada para pedagang besar. Kaum wanita biasanya juga ikut

membantu ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai pembersih udang, pedagang

ikan asin atau pembuat jaring ikan di rumah mereka masing-masing. Bagi yang

mampu biasanya istrinya juga bekerja membantu usaha suami. Sedangkan anak

laki-laki atau perempuan baik bersekolah atau tidak, terlebih lagi bila orang tua

mereka kurang mampu juga mempunyai peranan ekonomis dalam keluarga.

Mereka digolongkan sebagai alang-alang yaitu rombongan mengikut nelayan

yang berusaha mendapatkan ikan tanpa harus membeli. Operasi mereka

bersamaan waktu dengan pelelangan yang dilakukan pagi hari dimusim ikan.

Biasanya mereka pergi secara berkelompok 2 sampai 4 orang. Di tempat

pelelangan mereka akan meminta ikan atau mengambil ikan yang tercecer

sewaktu dibawa oleh para nelayan dari perahu menuju tempat pelelangan. Hasil

yang dapat mereka kumpulkan pada akhir pelelangan ini seterusnya dibagi sama

pada peserta kelompok. Bila tidak untuk dijual hasilnya bisa dibawa pulang untuk

(22)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka dirumuskan beberapa

identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil nelayan toke dan nelayan

buruh perahu bermotor <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar?

2. Sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil nelayan toke dan nelayan

buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar?

3. Sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil nelayan toke dan nelayan

buruh perahu bermotor <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung?

4. Sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil nelayan toke dan nelayan

buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung?

5. Bagaimana perbandingan pendapatan antara nelayan toke <5 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di

Kecamatan Teluk Nibung?

6. Bagaimana perbandingan pendapatan antara nelayan buruh perahu

bermotor <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan buruh perahu

bermotor <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung?

7. Bagaimana perbandingan pendapatan antara nelayan toke perahu bermotor

5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor

5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung?

8. Bagaimana perbandingan pendapatan antara nelayan buruh perahu

bermotor 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh

(23)

9. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan nelayan toke di

daerah penelitian?

10. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan nelayan buruh di

daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil

nelayan toke dan nelayan buruh perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Datuk Bandar.

2. Untuk mengetahui sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil nelayan

toke dan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan Datuk

Bandar.

3. Untuk Mengetahui sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil

nelayan toke dan nelayan buruh perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Teluk Nibung.

4. Untuk Mengetahui sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil

nelayan toke dan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan

Teluk Nibung.

5. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara nelayan toke perahu

bermotor <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu

bermotor <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung

6. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara nelayan buruh perahu

bermotor <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh

(24)

7. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara nelayan toke perahu

bermotor 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu

bermotor 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung.

8. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara nelayan buruh perahu

bermotor 5-9 GT dengan nelayan buruh 5-9 GT di Kecamatan Teluk

Nibung.

9. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan

toke di daerah penelitian.

10. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan

buruh di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam

mengambil kebijakan khususnya yang berhubungan dengan pendapatan

nelayan toke dan nelayan buruh.

2. Sebagai bahan referensi atau sumber informasi bagi pihak yang

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1.1 Tinjauan Pustaka

Perikanan ialah segala usaha penangkapan budidaya ikan serta pengolahan

sampai pemasaran hasilnya. Sedang yang dimaksud sumber perikanan ialah

binatang dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan baik darat maupun laut

(Mubyarto, 1994).

Usaha penangkapan ikan di laut diserbut perikanan laut. Perikanan laut

dilakukan di perairan-perairan pantai atau di lepas pantai. Usaha perikanan laut

meliputi penangkapan ikan, pengambilan kerang, pengambilan mutiara dan

pengambilan rumput laut. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh penduduk

yang bertempat tinggal di daerah pantai. Sebagian dilakukan sebagai mata

pencarian pokok, dan ada juga yang melakukan pada waktu-waktu tertentu saja.

Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan

daerah dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya ikan sebab di

daerah dangkalan sinar matahari dapat tembus sampai ke dasar laut sehingga

organisme di laut tumbuh dengan subur (Evy,dkk.,2001).

Sesungguhnya tidaklah mudah mendefinisikan nelayan dengan berbagai

keterbatasannya yaitu apakah berdasarkan pekerjaan, tempat tinggal, maupun

status pekerjaan. Menurut Ensiklopedia Indonesia (1990) yang dikatakan nelayan

adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara

langsung, (seperti penebar dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung

seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapalikan bermotor, ahli mesin kapal,

(26)

pendefinisian nelayan telah berkembang sedemikian rupa, Badan Pusat Statistik

(BPS) mendefinisikan bekerjab sebagai nelayan termasuk individu yang bekerja

minimal satu jam pada sektor perikanan, dan memiliki status pekerjaan baik

mereka terikat dengan sistem upah atau tidak. Juru mudi, nakhoda, tukang selam,

penebar jaring, dan sejenisnya termasuk ke dalam kategori jenis pekerjaan

seseorang(Mulyadi,2005).

Indonesia memiliki potensi perikanan cukup besar yang dapat menjadi

salah satu andalan pemasok bahan pangan sekaligus sumber pendapatan devisa

melalui ekspor. Meskipun demikian, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara

optimal, terutama disebabkan oleh lemahnya sisi pengolahan dan pemasaran.

Permasalahan yang dihadapi terutama adalah tidak akuratnya data sumberdaya,

ketidakpastian bahan mentah dan tidak berjalannya sistem industri pengolahan

ikan (Hardjamulia,dkk.,2000).

Nelayan dan petani ikan bermodal kecil dengankegiatan produknya

berukuran kecil (smaal scale) pada umumnya mengeluh terhadap penjualan hasil

usahanya maupun terhadap pembelian bahan atau alat produksiyang diperlukan.

Harga ikan dan hasil perikanan lainnya di daerah produksi belum mampu

memberi pendapatan yang wajar bagi nelayan dan petani ikan. Di daerah-daerah

produksi yang terisolir, harga ikan merosot secara tajam dalam musim banyak

ikan tertangkap. Di pihak lain, para nelayan dan petani ikan yang bermukim di

daerah terisolir ini tertekan dengan kelangkaan dan harga yang tinggi dari bahan

dan alat produksi yang diperlukan. Keadaan harga dari hasil perikanan, bahan dan

alat produksi seperti ini telah mengakibatkan permodalan nelayan dan petani ikan

(27)

bersumber darisikap mental nelayan sendiri. Mereka mempunyai sifat pemboros.

Bila pada musim banyak ikan tertangkap mereka lebih suka berpesta secara

berlebihan, mereka enggan menabung sehingga kesempatan pembentukan modal

sendiri dari hasil penjualan produk tidak akan terjadi. Bahkan modal usaha bisa

habis akibat sikap mental mereka itu. Untuk dapat melanjutkan kegiatan

usahanya, mereka modal pinjaman (kredit) dari pihak pedagang pengumpul

(tengkulak) atau dari tukang pembunga uang walaupun dengan tingkat bunga

yang tinggi. Mereka umumnya belum menggunakan kesempatan untuk mendapat

kredit dari lembaga perkreditan pemerintah. Hal ini disebabkan karena:

1. Belum tahu tentang prosedur peminjaman.

2. Lembaga perkreditan jauh dari tempat tinggal nelayan, sehingga

membutuhkan banyak waktu untuk kesana.

3. Jaminan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga

perkreditan.

4. Biaya pengurusan dipandang tinggi.\

Sebaliknya nelayan lebih senang meminjam dari pihak pedagang pengumpul

(tengkulak) atau pembunga uang karena dipandang lebih mudah, cepat didapat

dan tanpa jaminan (Hanafiah dan Saefuddin,1986).

Membicarakan modal dalam usaha pertanian tidak akan terlepas dari

pembicaraan kredit. Karena kredit merupakan suatu alat atau cara untuk

menciptakan modal. Diakui dan terjadi di lapangan bahwa ada petani yang dapat

memenuhi semua keperluan modalnya dari kekayaan yang dimilikinya. Bahkan

sebagian petani yang kaya bias membantu atau meminjamkan modal kepada

(28)

modal pertanian berasal dari milik sendiri atau pinjaman dari pihak lainnya.

Modal yang berupa pinjaman dari pihak lain ini lazim disebut sebagai utang atau

kredit (Daniel,2002).

Jika diamati secara seksama, kemiskinan nelayan disebabkan oleh

faktor-faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor-faktor tersebut dapat

dikatagorikan kedalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah

faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan

aktivitas kerja mereka. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan

dengan kondisi luar diri dan aktivitas kerja nelayan (Kusnadi,2004).

Agribisnis perikanan sering dihadapkan pada masalah risiko dan

ketidakpastian usaha yang tinggi, yang biasanya hal ini bersifat eksternalitas yaitu

diluar jangkauan petani. Risiko produksi misalnya selalu dihadapi oleh para

nelayan karena produksi ikan dilaut tunduk pada milik umum (property rights),

dimana biasanya mereka yang kuat selalu memenangkan perolehan ikan dari laut.

Begitu pula halnya dengan risiko harga, selalu dihadapi para nelayan karena

bentuk pasar yang sering dukuasai oleh para lembaga pemasaran tertentu.

Akibatnya pembagian keuntungan antara nelayan adalah tidak imbang

(Soekartawi,1994).

Indonesia dihadapkan pada masalah teknologi penangkapan ikan

termasukindustri kapal dan alat tangkap ikan berikut teknologi penunjang lainnya

dalam memanfaatkan kekayaan sumberdaya laut. Berbagai alasan ilmiah, teknis,

ekonomis, dan praktis dari pemanfaatan sumberdaya secara lestari dan perikanan

(29)

pengadaan, dan pengoprasian armada tangkap berikut alat tangkap dan kebutuhan

penunjang lainnya (Anonimous, 1997).

Penangkapan ikan laut di Indonesia belum sepenuhnya mengikuti

peraturan antara lain ikan-ikan masih muda boleh ditangkap dan akibatnya di

beberapa daerah sekarang telah terjadi penipisan populasi ikan karena overfishing

tersebut. Perikanan laut di Indonesia masih terhambat karena:

1. Teknik penagkapan yang masih sederhana.

2. Kapal ikan yang kecil-kecil.

3. Pemasaran yang kurang baik.

4. kurangnya kamar-kamar pendingin (cold storage) dan masalah transportasi

(Brotowidjoyo,1999).

Penangkapan adalah kegiatan menangkap atau mengumpulkan

ikan/binatang air lainnya/tanaman iar yang hidup di lautperairan umum secara

bebas dan bukanmilik perseorangan. Pada umumnya penagkapan ditujukan

kepada ikan/binatang air lainnya/tanaman yang hidup. Rumah tangga perikanan

adalah rumah tangga yang melakukan penagkapan ikan/binatang air

lainnya/tanaman air yang bertujuan sebagian/seluruh hasilnya untuk dijual.

Kegiatan operasi penangkapan rumah tanggga perikanan dapat dilakukan oleh

rumah tangga tersebut saja, oleh rumah tangga tersebut bersama-sama buruh atau

oleh tenaga buruh saja. Jadi rumah tangga perikanan adalah unit ekonomi juga.

Menurut tingkat besarnya usaha, rumah tangga/perusahaan perikanan di

perairanumum diklasifikasikan sebagai berikut:

a.Yang tidak menggunakan perahu.

(30)

- jukung

- perahu papan

1. Kecil (perahu yang terbesar panjangnya kurang dari 7 meter)

2. Sedang (perahu yang terbesar panjangnya 7 sampai 10 meter)

3. Besar (perahu yangterbesar panjangnya 10 meter atau lebih)

c. Yang menggunakan kapal motor tempel

d. Yang menggunakankapal motor.

Perahu/kapal penangkap adalah yanglangsung dugunakan dalam operasi

penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Kapal pengangkut tidak

termasuk kapal penangkap. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu

operasi dalam penangkapan yang biasanya terdiri dari perahu/kapal penangkapan

yang dipergunakan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan

dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang

hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat

perlengkapan ke dalam perahu/kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi

ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan dimasukkan

sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan

penangkapan. Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan

operasi penangkapan, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan

untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air

lainnya/tanaman air lainnya.

2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu

(31)

ikan/binatang air lainnya. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan,

nelayan katagori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain.

3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian besar waktu

kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan

penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air lainnya.

(BPS,2005).

Modal sosial didefinisikan sebagai aspek-aspek dari struktur hubungan

antar individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru.

Elemen-elemen pokok dari modal sosial mencakup:

1. Saling percaya yang meliputi adanya kejujuran, kewajaran, toleransi, dan

kemurahan hati.

2. Jaringan sosial yang meliputi adanya partisipasi, pertukaran timbal balik,

solidaritas,kerjasama dan keadilan.

3. Pranata yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama,norma-norma dan

sanksi-sanksi serta aturan-aturan.

Dilihat dari elemen-elemen pokok modal sosial, maka kelembagaan sosial

ekonomi patron-klien (toke-anak buah) yang ditemui pada komunitas nelayan di

Sumatera Utara merupakan salah satu potensi modal sosial yang ada. Meskipun

tidak sepenuhnya elemen-elemen pokok modal sosial tersebut ditemui dan

berjalan sebagaimana mestinya, tetapi sejumlah elemen modal sosial merupakan

dasar bagi lahirnya kelembagaan patron-klien. Secara umum pranata patron-klien

merupakan sebuah pranata yang lahir dari adanya saling percaya antara beberapa

golongan komunitas nelayan, yaitu pertama golongan pemilik kapal (modal

(32)

sebagai patron. Kedua, yaitu golongan komunitas nelayan yang tidak memiliki

modal ekonomi tetapi memiliki modal lain diantaranya keahlian dan tenaga.

Golongan yang memiliki keahlian diantaranya nakhoda dan teknisi sedangkan

yang memiliki modal tenaga adalah yang berperan sebagaipekerja selain nakhoda

dan teknisi. Golongan yang memiliki modal keahlian dan tenaga ini biasanya

dikenal dengan sebutan buruh yang berperan sebagai klien. Adanya saling percaya

diantara beberapa golongan komunitas nelayan tersebut membuat mereka mampu

membentuk jaringan sosial (Nasution,dkk.,2005).

Hasil penelitian dari Susilo (1987) menunjukkan bahea distribusi

pendapatan dari pola bagi hasil tangkapan sangatlah timpang diterima antara

pemilik dan awak kapal. Secara umum hasil bagi bersih yang diterima awak kapal

dan pemilik kapal adalah setengah-setengah. Akan tetapi bagian yang diterima

awak kapal harus dibagi lagi dengan sejunlah awak yang terlibat dalam aktivitas

kegiatan kapal. Semakin banyak jumlah awak kapal, semakin kecil bagian yang

diterima awaknya. Selain itu, pola umum bagi hasil di beberapa daerah(Teluk

Lampung dan Pasuruan) menunjukkan bahwa pemilik selain mendapat setengah

dari hasil bersih tangkapan juga memperoleh 15% dari jumlah kotor hasil

tangkapan sebagai cadangan jika ada kerusakan perahu ataupun jaring. Dengan

demikian pemilik kapal (juragan darat) rata-rata menerima sekitar 65% dari

keseluruhan hasil tangkapan. Sebaliknya rata-rata awak kapal mendapatkan hasil

jauh lebih rendah dibandingkan yang diperoleh pemilik kapal. Bagian untuk awak

kapal tersebut dibagi berdasarkan porsi keterlibatannya secara khusus sebagai

(33)

2.2Landasan Teori

Kesenjangan antara nelayan pemilik dan non pemilik sangat tampak dari

pendapatan dan pengeluarannya, dimana hampir sebagian besar pemilik yang

dikategorikan dalam kelompok nelayan kaya berpenghasilan diatas Rp.1000.000,

sedangkan kelompok nelayan sedang yang terdiri daripara juru mudi (tekong)

berpenghasilan antara Rp.500.000 - <Rp.1000.000 dan para anak buah kapal yang

bukan pemilik alat produksi termasuk dalam golongan berpenghasilan rendah

yang rata-rata perbulannya < Rp.500.000 (Nasution,dkk.,2005).

Pendapatan nelayan toke dipengaruhi oleh pengalaman nelayan toke,lama

melaut, ukuran kapal dan frekuensi melaut. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

lama pengalaman nelayan toke semakin besar pula pendapatan yang diterima.

Dengan pengalaman yang dimiliki mereka paham dengan usaha yang dijalankan.

Mereka tahu menentukan di daerah mana operasi penangkapan ikan yang tepat

sehingga produksi lebih tinggi, kapan saat melaut yang tepat, bagaimana

penggunaan alat tangkap yang tepat, kondisi musim, semua ini tentu berpengaruh

terhadap pendapatan yang mereka terima. Semakin lama melaut maka jumlah

hasil tangkapan melaut yang diperoleh juga lebih besar dan hal ini akan

mempengaruhi penerimaan nelayan toke yang selanjutnyaakan berpengaruh pada

pendapatan nelayan toke. Semakin besar ukuran kapal maka jumlah hasil

tangkapan yang diperoleh juga lebih besar karena kapal dapat beroperasi lebih

jauh dari pantai dan hal ini akan mempengaruhi pendapatan nelayan toke.

Semakin banyak frekuensi melaut maka jumlah hasil tangkapan kapal yang

diperoleh juga lebih besar dan hal ini akan berpengaruh pada pendapatan nelayan

(34)

Pendapatan nelayan buruh dipengaruhi oleh hasil tangkapan, frekuensi

melaut,lama melaut dan jumlah tenaga kerja perperahu. Semakin besar jumlah

hasil tangkapan kapal maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh

nelayan buruh. Semakin banyak frekuensi melaut yang dilakukan oleh nelayan

buruh maka jumlah hasil tangkapan kapal yang diperoleh juga lebih besar dan hal

ini akan mempengaruhi penerimaan perkapal yang selanjutnya akan berpengaruh

pada pendapatan nelayan buruh. Semakin lama melaut maka jumlah hasil

tangkapan melaut yang diperoleh juga lebih besar sehingga akan berpengaruh

pada pendapatan nelayan buruh. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terdapat

di dalam satu kapal maka jumlah hasil tangkapan yang diperoleh juga lebih besar,

sehingga akan mempengaruhi pendapatan nelayan buruh

(Sari, 2005).

Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y.Py

Dimana:

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

Py = Harga Y

(Soekartawi,1995).

Biaya Usahatani

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tertap

(35)

didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan

walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap ini

tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Di sisi lain biaya

tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar

kecilnya dipengaruhi produksi yang diperoleh. Total biaya adalah jumlah dari

biaya tetap dan biaya tidak tetap (Soekartawi, 1995).

Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih penerimaan dan semua biaya. Jadi:

Pd = TR – TC

Dimana:

Pd = Pendapatan usahatani

TR = Total penerimaan

TC = Total biaya

(Soekartawi, 1995).

Upaya peningkatan pendapatan nelayan tidak terlepas dari pola

penguasaan unit penangkapan pola bagi hasil dalam kegiatan usaha penangkapan

ikan. Status penguasaan alat seperti perahu biasanya menentyukan besarnya bagi

hasil yang diterima baik nelayan maupun oleh pemilik perahu dan alat tangkap

(36)

Bagi Hasil

Sistem bagi hasil adalah wahana untuk membagi risiko antara pemilik

kapal (kapital) atau juragan darat dengan nelayan buruh. Sistem bagi hasil dapat

berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya atau berbeda antara satu jenis

alat tangkap dengan jenis alat tangkap lainnya (Anonimous,1997).

Bagi hasil merupakan salah satu cara pengupahan yang dibayarkan secara

natura atau uang dan ditentukan atas dasar kesepakatan bersama antara anak buah

perahu dengan pemilik perahu dan jumlahnya berdasarkan jumlah hasil tangkapan

(Anonimous, 1991).

Dalam sistem bagi hasil, bagian yang dibagi ialah pendapatan setelah dikurangi

ongkos-ongkos eksploitasi yang dikeluarkan pada waktu beroperasi ditambah

dengan ongkos penjualan hasil. Jadi disini termasuk ongkos bahan bakar, oli, es,

dan garam, biaya makanan paraawak dan pembayaran retribusi. Biaya lain yang

masih termasuk ongkos eksploitasi seperti biaya reparasi dengan demikian adalah

seluruhnya tanggungan dari pemilik alat dan boat. Dalam hal bagi hasil yang

dibagi adalah hasil penjualan ikan hasil tangkapan. Caranya ialah ikan hasil

tangkapan satu unit dijual oleh pemilik kemudian barulah dilakukan perhitungan

bagi hasil. Secara umum hasil bagi bersih yang diterima awak kapal dan pemilik

kapal harus dibagi lagi dengan sejumlah awak yang terlibat dalam aktifitas

kegiatan di kapal.

Pd Total = TR – TC

Pd nelayan toke/pemilik kapal = 50% x Pd Total

(37)

Dimana:

Pd total = Pendapatan total

TR = Total Penerimaan

TC = Total biaya

n = Jumlah awak kapal

Hubungan antara pemilik modal dan nelayan yang berlangsung selama ini,

bergerak dalam bentuk saling bergantungan antara kedua belah pihak, meskipun

dalam kenyataannya di berbagai komunitas nelayan memperlihatkan bahwa pihak

anak buah kapal (ABK) berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Hal ini

terjadi karena pendapatan dari para ABK sangat kecil (Mulyadi,2005).

2.3 Kerangka Pemikiran

Nelayan bermotor adalah nelayan yang menggunakan mesin bermotor

dalam usaha perikanan laut. Objek dalam penelitian adalah nelayan toke dan

nelayan buruh perahu bermotor <5GT serta nelayan toke dan nelayan buruh

perahu bermotor 5-9 GT baik di Kecamatan Datuk Bandar maupun Kecamatan

Teluk Nibung.

Kegiatan menangkap ikan di laut didukung oleh ketersediaan perahu

motor, alat tangkap dan konsumsi selama melaut. Nelayan toke mengeluarkan

biaya dalam usaha penangkapan ikan di laut yang disebut dengan biaya produksi.

Biaya produksi ini meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari

biaya penyusutan dan pemeliharaan perahu, mesin, dan alat tangkap yang

dikeluarkan oleh nelayan toke sedangkan biaya variabel adalah biaya yang

(38)

biaya melaut. Biaya melaut ini meliputi biaya solar/bensin, oli, es, dan konsumsi

selama melaut.

Besarnya hasil tangkapan melaut apabila dikalikan dengan harga jual akan

menghasilkan penerimaan nelayan perkapal. Penerimaan nelayan antara lain

dipengaruhi oleh jumlah produksi dan jenis ikan yang diperoleh karena jenis ikan

ini selanjtnya berpengaruh terhadap harga jual. Besar penerimaan nelayan

perkapal setelah dikurangi dengan biaya produksi akan menghasilkan pendapatan

perkapal. Pendapatan perkapal ini kemudian akan dibagi kepada nelayan buruh

berdasarkan sistem bagi hasil yang telah ditetapkan oleh nelayan toke.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan toke antara lain adalah

pengalaman nelayan toke, lama melaut, ukuran kapal, dan frekuensi melaut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan buruh antara lain adalah

hasil tangkapan kapal, frekuensi melaut, lama melaut, dan jumlah tenaga kerja

dalam satu kapal.

Hasil penerimaan dalam satu kapal yang diperoleh dari penjualan hasil

tangkapan setelah dikurangi dengan ongkos-ongkos kemudian dibagi antara

pemilik kapal dengan anak buah kapal. Sistem bagi hasil inilah yang merupakan

pendapatan dari pemilik kapal dan anak buah kapal.

(39)
(40)

2.4 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori di atas maka dapat disusun beberapa

hipotesis sebagai berikut:

1. Pendapatan nelayan toke lebih besar dari pada nelayan buruh perahu

bermotor <5 GT di Kecamatan Datuk Bandar.

2. Pendapatan nelayan toke lebih besar dari pada nelayan buruh perahu

bermotor 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar.

3. Pendapatan nelayan toke lebih besar dari pada nelayan buruh perahu

bermotor <5 GT di Kecamatan Teluk Nibung.

4. Pendapatan nelayan toke lebih besar dari pada nelayan buruh perahu

bermotor 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung.

5. Ada perbedaan pendapatan antara nelayan toke perahu bermotor <5 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor <5GT di

Kecamatan Teluk Nibung.

6. Ada perbedaan pendapatan antara nelayan buruh perahu bermotor <5 GT

di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh perahu bermotor <5

GT di Kecamatan Teluk Nibung.

7. Ada perbedaan pendapatan antara nelayan toke perahu bermotor 5-9 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor 5-9 GT di

Kecamatan Teluk Nibung.

8. Ada perbedaan pendapatan antara nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT

di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh 5-9 GT di Kecamatan

(41)

9. Pendapatan nelayan toke dipengaruhi oleh pengalaman nelayan toke, lama

melaut, ukuran kapal dan frekuensi melaut.

10. Pendapatan nelayan buruh dipengaruhi oleh hasil tangkapan, frekuensi

(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian secara purposive, yaitu secara sengaja

memilih Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya

Tanjung Balai Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan daerah ini dikarenakan daerah

ini merupakan sentra produksi ikan laut di Tanjung Balai. Selain itu daerah ini

mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mempermudah penelitian.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampeladalah metode Stratified

Random Sampling dikarenakan sampel penelitian berstrata. Nelayan sampel

didasarkan pada nelayan yang menggunakan perahu bermotor <5 GT dan 5-9 GT

baik nelayan toke maupun nelayan buruh di Kecmatan Dtuk Bandar dan

Kecamatan Teluk Nibung. Jumlah perahu bermotor <5 GT di Kecamatan Dtuk

Bandar yaitu 103 dan perahu bermotor 5-9 GT yaitu 49. Jumlah perahun bermotor

<5 GT di Kecamatan Teluk Nibung yaitu 225 dan perahu bermotor 5-9 GT yaitu

74.

Tabel 3. Jumlah nelayan sampel yang menggunakan perahu bermotor <5 GT dan 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung. No Kecamatan Populasi

perahu

(43)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data skunder. Data primer diperoleh dari nelayan toke dan nelayan buruh di

Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung dengan wawancara

langsung kepada responden dengan menggunakan daftar kuisioner yang telah

dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data skunder diperoleh dari instansi dan

dinas yang terkait dengan penelitian ini seperti Dinas Perikanan dan Kelautan

Kotamadya Tanjung Balai, Kantor Camat Datuk Bandar dan Kantor Camat Teluk

(44)

Data-data yang akan diambil dapat dilihat pada tabel 4.

No Jenis Data Sumber Wawancara Observasi Kuisioner

1 Identitas Nelayan

6. Pendapatan nelayan

toke

3.4 MetodeAnalisis Data

Data primer yang diperoleh dari nelayan terlebih dahulu ditabulasikan

untuk selanjutnya dianalisa. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

Untuk hipotesis 1,2,3 dan 4 di analisis dengan menggunakan analisis

deskriptif.

Untuk hipotesis 5,6,7dan 8 dianalisis dengan menggunakan Uji t-test.

(45)

H0 : µ1 = µ2

H1 : µ1 ≠ µ2

Hipotesis 5:

H0 = Tidak ada perbedaan pendapatan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di

Kecamatan Teluk Nibung.

H1 = Ada perbedaan pendapatan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di

Kecamatan Teluk Nibung .

Hipotesis 6:

H0 = Tidak ada perbedaan pendapatan antara nelayan buruh perahu bermotor <5

GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh perahu bermotor <5

GT di Kecamatan Teluk Nibung.

H1 = Ada perbedaan pendapatan antara nelayan buruh perahu bermotor <5 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di

Kecamatan Teluk Nibung.

Hipotesis 7:

H0 = Tidak ada perbedaan pendapatan antara nelayan toke perahu bermotor 5-9

GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor 5-9

GT di Kecamatan Teluk Nibung.

H1 = Ada perbedaan pendapatan antara nelayan toke perahu bermotor 5-9 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor 5-9 GT di

(46)

Hipotesis 8:

H0 = Tidak ada perbedaan pendapatan antara nelayan buruh perahu bermotor 5-9

GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh perahu bermotor 5-9

GT di Kecamatan Teluk Nibung.

H1 = Ada perbedaan pendapatan antara nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di

Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di

Kecamatan Teluk Nibung

µ1 = Rata-rata pendapatan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Datuk Bandar (hipotesis 5)

= Rata-rata pendapatan nelayan buruh perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Datuk Bandar (hipotesis 6)

= Rata-rata pendapatan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Teluk Nibung (hipotesis 7)

= Rata-rata pendapatan nelayan buruh perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Teluk Nibung (hipotesis 8)

µ2 = Rata-rata pendapatan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Teluk Nibung (hipotesis 5)

= Rata-rata pendapatan nelayan buruh bermotor <5 GT di Kecamatan Teluk

Nibung (hipotesis 6)

= Rata-rata pendapatan nelayan toke perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan

Teluk Nibung (hipotesis 7)

= Rata-rata pendapatan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan

(47)

Menguji kebenaran hipotesis 5,6,7 dan 8 digunakan uji beda rata-rata dengan

menggunakan uji t-test sebagai berikut:

⎟⎟⎠

x1 = Rata-rata pendapatan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Datuk Bandar (hipotesis 5)

= Rata-rata pendapatan nelayan buruh perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Datuk Bandar (hipotesis 6)

= Rata-rata pendapatan nelayan toke perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Teluk Nibung (hipotesis 7)

= Rata-rata pendapatan nelayan buruh perahu bermotor <5 GT di Kecamatan

Teluk Nibung (hipotesis 8)

x2 = Rata-rata pendapatan nelayan toke perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan

Datuk Bandar (hipotesis 5)

= Rata-rata pendapatan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan

Datuk Bandar (hipotesis 6)

= Rata-rata pendapatan nelayan toke perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan

Teluk Nibung (hipotesis 7)

= Rata-rata pendapatan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan

Teluk Nibung (hipotesis 8)

s1 = Simpangan baku variabel I

(48)

n1 = Jumlah sampel variabel I

n2 = Jumlah sampel variabel II

Kriteria uji:

t-hit ≤ t-tabel...H0 diterima (H1 ditolak)

t-hit > t-tabel...H0 ditolak (H1 diterima)

Hipotesis 9:

H0 = Pendapatan nelayan toke tidak dipengaruhi oleh pengalaman nelayan toke,

lama melaut, ukuran perahu, dan frekuensi melaut.

H1 = Pendapatan nelayan toke dipengaruhi oleh pengalaman nelayan toke, lama

melaut, ukuran perahu, dan frekuensi melaut.

Hipotesis 10:

H0 = Pendapatan nelayan buruh tidak dipengaruhi oleh hasil tangkapan, frekuensi

melaut, lama melaut, dan jumlah tenaga kerja perperahu.

H1 = Pendapatan nelayan buruh dipengaruhi oleh hasil tangkapan, frekuensi

melaut, lama melaut, dan jumlah tenaga kerja perperahu.

Hipotesis 9 dan 10 diuji dengan mennggunakan Analisis Regresi Linear Berganda

dengan model sebagai berikut:

Y = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4

(Sudjana,2002).

Keterangan:

Y = Pendapatan nelayan toke di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan toke Di

Kecamatan Teluk Nibung (hipotesis 9)

Y = Pendapatan nelayan buruh di Kecamatan Datuk Bandar dan nelayan buruh di

(49)

a0 = Koefisien intercept.

a1, a2, a3,a4 = Koefisien regresi dari setiap faktor-faktor yang mempengaruhi

pendapatan nelayan toke dan nelayan buruh di Kecamatan Datuk

Bandar dan di Kecamatan Teluk Nibung (hipotesis 9 dan10)

X1 = Pengalaman nelayan toke (tahun) (hipotesis 9)

Untuk mengetahui variabel tersebut berpengaruh secara serempak maka

digunakan uji F yakni :

(50)

F-hit > F-tabel...H0 ditolak (H1 diterima)

Untuk mengetahui secara parsial dapat diuji melalui uji t yakni :

1

n-k-1 = derajat bebas

S2bi = Standart error parameter b

3.1Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran

(51)

3.5.1 Definisi

1. Penangkapan adalah kegiatan penangkapan atau mengumpulkan ikan /

binatang air lainnya / tanaman air yang hidup di laut / perairan umum

secara bebas dan bukan milik perseorangan.

2. Perahu/kapal penangkap adalah yang langsung dipergunakan dalam operasi

penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

3. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi

penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air baik nelayan toke

maupun nelayan buruh.

4. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi dalam

penangkapan yang biasanya terdiri dari perahu/kapal penangkapan dan alat

penangkap yang dipergunakan.

9. Perikanan yaitu segala usaha penangkapan budidaya ikan serta pengolahan

sampai pemasaran hasilnya.

10. Penerimaan adalah perkalian antara hasil tangkapan yang diperoleh

dengan harga jual

11. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu

usahatani.

12. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran.

13. Sistem bagi hasil yaitu wahana untuk membagi risiko antara pemilik kapal

(kapital) atau juragan darat dengan nelayan buruh.

14. Biaya tetap yaitu biaya yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan

(52)

15. Biaya variabel yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi

yang diperoleh.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk

Nibung Kota Tanjung Balai Propinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2007.

3. Populasi adalah nelayan toke dan nelayan buruh perahu bermotor yang terdapat

di Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung.

4. Sampel adalah nelayan toke dan nelayan buruh di Kecamatan Datuk Bandar

(53)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Deskripsi Kecamatan Datuk Bandar

1. Letak Topografi Dan Iklim

Kecamatan Datuk Bandar adalah salah satu diantara 5 wilayah kecamatan

di Kota Tanjung Balai yang dulunya termasuk Kabupaten Asahan. Kecamatan

Datuk Bandar mempunyai topografi pantai, dengan ketinggian 3 meter di atas

permukaan laut dengan luas wilayah 22.49 Km2. Terletak antara 020 58 menit

lintang utara dan 990 48 menit bujur timur.

Batas-batas wilayah kecamatan Datuk Bandar adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sei Tualang Raso

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Asahan

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat

4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Balai Utara, Kecamatan

Tanjung Balai Selatan dan Kecamatan Datuk Bandara Timur.

Jarak antara Kantor Camat ke Kantor Walikota adalah 4 Km.

2. Luas Wilayah Menurut Kelurahan Tahun 2006

Tabel 3 Luas Wilayah Menurut Kelurahan di Kecamatan Datuk Bandar Tahun 2006

No Kelurahan Luas (Km2) Persentase (%)

1 Sijambi 10.02 44.55

2 Pahang 7.30 32.46

3 Gading 3.06 13.61

4 Sirantau 2.121 9.38

Jumlah 22.49 100.00

Sumber : Data statistik Kecamatan Datuk Bandar 2007

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa wilayah yang paling luas yaitu

(54)

kecamatan Datuk Bandar dan wilayah yang paling kecil yaitu Kelurahan Sirantau

sebesar 2.11 Km2 atau sekitar 9.38 % dari luas wilayah Kecamatan Datuk Bandar.

3. Luas wilayah dan Penggunaan Tanah

Kecamatan Datuk Bandar mempunyai beberapa penggunaan tanah dari

keseluruhan luas wilayah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4 Luas Wilayah (Ha) Dan Penggunaan Tanah Tiap Kelurahan di Kecamatan Datuk Bandar

No Kelurahan Tanah sawah

Tanah Kering

Bangunan/ pekarangan

Lainnya Jumlah

1 Sijambi 620 164.0 210.5 7.5 1,002

2 Pahang 45 296.0 373.5 15.5 730

3 Gading 0 72.5 229.5 4.0 306

4 Sirantau 15 46.0 141.0 9.0 211

Jumlah 680 578.5 954.5 36.0 2,249

Sumber : Data statistik Kecamatan Datuk Bandar 2007

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah

Kecamatan Datuk Bandar yaitu 954.5 Ha dari kecamatan Datuk Bandar

dipergunakan untuk bangunan/pekarangan dan sebagian kecil digunakan untuk

kegiatan lainnya seperti pekuburan dan lain-lain.

4. Keadaan Penduduk Kecamatan Datuk Bandar

Penduduk Kecamatan Datuk Bandar berdasarkan jenis kelaminnya dapat

(55)

Tabel 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Tiap Kelurahan di Kecamatan Datuk Bandar Tahun 2006

No Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Sijambi 4,027 3,908 7,935 2 Pahang 4,195 4,249 8,444 3 Gading 3,085 2,992 6,077 4 Sirantau 4,671 4,404 9,075

Jumlah 15,978 15,553 31,531

Sumber : Data statistik Kecamatan Datuk Bandar 2007

Jumlah penduduk di Kecamatan Datuk Bandar sebesar 31,531 jiwa. Jumlah

penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih besar dari jumlah penduduk yang

berjenis kelamin perempuan yaitu 15,978 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang

berjenis kelamin perempuan yaitu 15,553 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi

terdapat di Kelurahan Sirantau yaitu 9,075 jiwa dan jumlah penduduk terendah

terdapat di kelurahan Gading yaitu 6,077 jiwa.

Keadaan penduduk menurut umur yang terdapat di Kecamatan Datuk

Gambar

Tabel 3. Jumlah nelayan sampel yang menggunakan perahu bermotor <5 GT
Tabel 4 Luas Wilayah (Ha) Dan Penggunaan Tanah Tiap Kelurahan di
Tabel 6 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Tabel 7  Jumlah murid SD,. SLTP, SLTA menurut Kelurahan di Kecamatan Datuk Bandar Tahun 2006 No Kelurahan SD SLTP SLTA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dalam judul “ Tinjauan Hukum Islam Tentang Syirkah Antara Pemilik Kapal dan Nelayan (Study Kasus di Keluran Kotakarang Kecamatan Teluk Betung

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsumsi buah, sayur dan sumbangannya terhadap kecukupan serat anak usia prasekolah pada keluarga nelayan di