• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN

NELAYAN BURUH KAPAL BERMOTOR < 5 GT

(Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)

SKRIPSI

OLEH

SYARIFADILAH SAMOSIR

050304063

DEPARTEMEN ABRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

SYARIFADILAH SAMOSIR (050304063) dengan judul skripsi “Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)”.

Adapun penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian dilakukan secara Purposive sedangkan sample ditentukan secara simple random sampling dengan jumlah 30 sampel.

Dari hasilpenelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Nelayan sampel di daera penelitian memiliki pendaptan keluarga yang rendah (di bawah garis kemiskinan) dengan menggunakan kriteria Sajogyo, kriteria UMP, dan kriteria Bank Dunia. (2) Ketimpangan pendapatan nelayan buruh kapal motor < 5 GT adalah ketimpangan pendapatan yang rendah, (3) karakteristik sosial ekonomi nelayan seperti jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan masing-masing tidak berhubungan dengan kemiskinan nelayan (4) Pengalaman melaut tidak berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan, sedangkan lama melaut dan jumlah tenaga kerja dalam kapal berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan.

(3)

RIWAYAT HIDUP

SYARIFADILAH SAMOSIR, lahir pada 17 Desember 1987 di Medan Sumatera Utara. Anak pertama dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Buyung Samosir dan Ibunda (alm. Sumarni Perangin-angin).

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1999, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Wshliyah 29 Medan.

2. Tahun 2002, menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 5 Medan.

3. Tahun 2005, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 3 Medan.

4. Tahun 2005, diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis melalui jalur SPMB.

5. Tahun 2009, mengikuli Praktek Keja Lapangan (PKL) di Desa Pardomuan Kecamatan Siempat Nempu Hilir Kabupaten Dairi.

6. Tahun 2009, melakukan penelitian skripsi di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke haditrat Allah SWT atas segala rahmah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Departemen Agribisnis Fakultas Petanian Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hornat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya pada Ayahanda tercinta Buyung Samosir dan dua Ibunda terkasih yaitu Ibunda (alm. Sumarni Perangin-angin) dan Ibunda Junaida atas seluruh cinta dan pengorbanan yang tiada tara bagi penulis, serta adik-adik penulis yaitu M. Fadli Samosir dan Fahrizal Samosir atas semua dukungan yang telah diberikan.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih dengan segenap ketulusan hati kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bayak arahan dan masukan bermanfaat kepada penulis.

(5)

4. Seluruh staff pengajar dan pegawai Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. 5. Bapak Anwar, selaku Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

Kelurahan Bagan Deli yang telah membantu penulis dalam pengambilan data penelitian.

6. Seluruh nelayan di Kelurahan Bagan Deli yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian.

7. Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan serta seluruh instansi lain yang terkait dengan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu perstu. 8. Rekan-rekan Mahasiswa SEP ’05 khususnya “Keluarga Sakinah; name,

lala, cece, ipum, emi, lya, celi, serta maya” atas semua kebersamaan yang tak ternilai harganya serta motivasi dan bantuan yang luar biasa bagi penulis.

Penulis juga menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan penelitian selanjutnya serta menambah pemberbendaharaan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2009

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 5

Landasan Teori ... 10

Kerangka Pemikiran... 16

Hipotesis Penelitian ... ... 19

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Derah Penelitian ... 20

Metode Penentuan Sampel ... 20

Metode Pengumpulan Data ... 21

Metode Analisis Data ... 22

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian ... 27

Karakteristik Sampel ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tingkat Kemiskinan Nelayan ... 34

Analisis Ketimpangan Pendapatan Nelayan ... 42

Analsis Faktor yang Behubungan dengan Kemiskinan ... 44

Analsis Faktor yang Behubungan dengan Ketimpangan ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57

(7)

DAFTAR PUSTAKA

(8)

ABSTRAK

SYARIFADILAH SAMOSIR (050304063) dengan judul skripsi “Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)”.

Adapun penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian dilakukan secara Purposive sedangkan sample ditentukan secara simple random sampling dengan jumlah 30 sampel.

Dari hasilpenelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Nelayan sampel di daera penelitian memiliki pendaptan keluarga yang rendah (di bawah garis kemiskinan) dengan menggunakan kriteria Sajogyo, kriteria UMP, dan kriteria Bank Dunia. (2) Ketimpangan pendapatan nelayan buruh kapal motor < 5 GT adalah ketimpangan pendapatan yang rendah, (3) karakteristik sosial ekonomi nelayan seperti jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan masing-masing tidak berhubungan dengan kemiskinan nelayan (4) Pengalaman melaut tidak berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan, sedangkan lama melaut dan jumlah tenaga kerja dalam kapal berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan.

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara lautan Pasifik dan lautan Hindia, serta mempunyai laut nasional seluas lebih dari 5,8 juta km2. Panjang garis pantainya 80.791 km dengan berbagai sumberdaya alam hayati, baik yang bernilai ekonomis maupun yang bernilai ekologis di dalamnya. Di kawasan Asia Tenggara, luas dan kekayaan laut Indonesia adalah yang terbesar. Letaknya yang berada di antara dua samudera utama tersebut memungkinkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menggali berbagai manfaat ekonomi yang diangkat dari laut (Mulyadi, 2005).

Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) 2007, Indonesia menempati peringkat kelima dunia pada tahun 2004 sebagai produsen perikanan tangkap dan budidaya. Peringkat pertama adalah China, disusul Peru, Amerika Serikat, dan Cile. Produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2007 berkisar 4,94 juta ton dan perikanan budidaya sekitar 3,08 juta ton, menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 3 persen dari total PDB nasional

(Grahadyarini, 2008).

(10)

sering disebut dengan wilayah pesisir meliputi tiga kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Marelan, Medan Labuhan, dan Medan Belawan.

Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara di tahun 2007 nelayan yang berdomisili di 3 kecamatan tersebut berjumlah 11.492 orang atau sekitar 8,59% dari total penduduk di tiga kecamatan tersebut. Dari jumlah itu sebagian besar nelayan dapat dikategorikan sebagai nelayan miskin dengan tingkat pendapatan yang masih rendah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ahmad, F (2005) dalam bukunya kebijakan perikanan dan kelautan bahwa pembangunan subsektor perikanan khususnya Indonesia, boleh dikatakan situasi diametrical, yaitu situasi yang menggambarkan di satu sisi potensi perikanan melimpah sementara di sisi lain kekayaan tersebut tidak tercermin dalam pelaku perikanan. Ia juga menyebutkan bahwa hampir sebagian besar penduduk pesisir pantai dikategorikan penduduk miskin dan kehidupannya di bawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Dalam berbagai jurnal ilmiah disebutkan bahwa kelompok nelayan yang dikategorikan dalam nelayan miskin adalah nelayan tradisional yaitu nelayan yang tidak memiliki kapal/perahu, nelayan yang menggunakan perahu/kapal yang masih sederhana dengan ukuran kapal < 5GT – 10GT, serta nelayan buruh kapal yang hanya memiliki faktor produksi berupa tenaga kerja.

(11)

pendapatan sangat jauh dari garis kemiskinan dan ada pula yang nyaris tidak miskin. Dari berbagai literatur banyak disebutkan faktor yang mempengaruhinya. Dalam buku karangan Remi dan Tjiptoherijanto (2002) yang berjudul Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia disebutkan bahwa penyebab utama kemiskinan suatu rumah tangga adalah rendahnya pendapatan yang mereka terima. Sedangkan karakteristik penduduk miskin tersebut antara lain adalah memiki rata-rata jumlah tanggungan yang banyak. Jumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam menentukan miskin atau ketidakmiskinannya rumah tangga. Tingkat pendidikan juga jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan rumah tangga bukan miskin. Namun, penyebab tersebut tidak sama untuk setiap kondisi. Dengan berbagai penjelasan tersebut penulis merasa perlu dilakukan penelitian mengenai kemiskinan nelayan di daerah pesisir kota Medan dan bagaimana ketimpangan pendapatan antar nelayan tersebut serta faktor apa yang berhubungan dengan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang ada maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapa persentase kemiskinan nelayan di daerah penelitian? 2. Bagaimana ketimpangan pendapatan nelayan di daerah penelitian?

3. Apa faktor-faktor yang berhubungan dengan kemiskinan nelayan di daerah penilitian?

(12)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengidentifikasi persentase kemiskinan nelayan di daerah penelitian.

2. Untuk mengidentifikasi ketimpangan pendapatan nelayan sampel di daerah penelitian.

3. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kemiskinan nelayan di daerah penilitian.

4. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan di daerah penilitian.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dilakukan penelitian antara lain adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam usaha peningkatan kesejahteraan nelayan.

2. Sebagai bahan rujukan bagi pihak lain yang berminat melakukan penelitian selanjutnya.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa perikanan merupakan kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Sedangkan penangkapan itu sendiri didefenisikan sebagai kegiatan penangkapan atau pengumpulan ikan/binatang air/tanaman air yang hidup di laut/perairan umum secara bebas dan bukan milik perseorangan. Pada umumnya penangkapan ditujukan pada ikan/binatang air/tanaman air yang hidup, termasuk di dalamnya pengumpulan kerang dan rumput laut.

Dalam pembangunan perikanan nasional ada lima tujuan yang harus dicapai, yaitu: (1) pemenuhan kebutuhan konsumsi produk perikanan untuk dalam negeri; (2) peningkatan perolehan devisa; (3) peningkatan produksi perikanan sesuai dengan potensi lestari dan daya dukung lingkungan; (4) pemeliharaan kelestarian stok ikan dan daya dukung lingkungannya; dan (5) peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan (Mulyadi, 2005).

(14)

kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juga disebutkan bahwa pengertian nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sehingga nelayan ini adalah mereka yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut apakah dia sebagai yang pemilik langsung alat-alat produksi maupun sebaliknya.

Nelayan dapat dibagi menjadi beberapa kategori menurut kepemilikan kapalnya (Mubyarto, 1984), yaitu:

1. Nelayan pemilik, nelayan yang memilki kapal perahu atau kapal penangkap ikan dan dia sendiri ikut serta atau tidak ikut ke laut untuk memperoleh hasil laut.

2. Nelayan juragan, nelayan yang membawa kapal orang lain tetapi ia tidak memiliki kapal.

3. Nelayan buruh, nelayan yang hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja tanpa memiliki perahu penangkap ikan.

Berdasarkan perahu/kapal penangkap ikan, nelayan pemilik dibagi menjadi nelayan tradisional dan nelayan bermotor. Nelayan tradisional memakai perahu tanpa mesin/motor. Bila perahu mempunyai mesin yang ditempel di luar perahu disebut perahu motor tempel, bila perahu/kapal mempunyai mesin di dalam kapal maka disebut kapal motor. Berdasarkan besarnya mesin yang digunakan, diukur dengan GT (Gross Ton), kapal motor dibagi menjadi:

(15)

• kapal sedang, yaitu 10GT – 30GT • kapal besar, yaitu > 30GT

(Tarigan, 2002).

Dari buku Manajemen Agribisnis Perikanan (2006) tulisan I. Effendi dan W. Oktariza disebutkan bahwa daerah operasi penangkapan (fishing ground) di laut meliput i perairan dekat pantai hinggga laut lepas. Terdapat zona penangkapan sesuai dengan kondisi armada penangkapan. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 1999 zona penangkapan tersebut meliputi jalur I hingga jalur III (Effendi dan oktariza, 2006).

Daerah operasi penangkapan ikan di Indonesia yang dibedakan berdasarkan jarak dari pantai berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 392 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daerah Operasi Penangkapan Ikan di Laut

Jalur penangkapan Jarak dari Pantai Peruntukan Jalur I

Jalur II Jalur III

0-3 mil

3-6 mil

6-12 mil 12-200 mil

Kapal nelayan tradisional Kapal tanpa mesin

Kapal motor tempel <12 m Kapal <5 GT

Kapal motor <60 GT Kapal motor <200 GT

Sumber : SK Menteri Pertanian No. 392 Tahun 1999

(16)

Daerah penangkapan nelayan (fishing ground) tergantung pada besar kecilnya kapal, alat tangkap dan jenis ikan laut yang akan ditangkap. Nelayan yang menggunakan kapal tanpa motor (perahu) umumnya melakukan penangkapan ikan laut di pinggir pantai/sekitar pantai. Sedangkan nelayan yang menggunakan kapal motor <5 GT melakukan penangkapan setelah kapal berlayar ke arah tengah laut sejauh 100 meter dari pantai dan daerah penangkapan rata-rata sejauh 5.760 meter. Nelayan yang mengguanakan kapal motor >5 GT melakukan penangkapan setelah kapal bergerak ke tengah laut sejauh 500 m dari pantai dan daerah penangkapan rata-rata sejauh 28.800 meter (Simanjuntak, 2002).

Nelayan-nelayan kecil/tradisional ini sangat bergantung dengan sumber pendapatan langsung dari laut yang dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Sehingga setiap pendapatan harian dari laut merupakan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga pada hari itu. Tidak mendapatkan penghasilan dari laut tiap mereka melaut berarti tidak mendapatkan hasil untuk memenuhi kebutuhan keluarga pada hari itu. Pendapatan dari melaut kini juga tidak selalu dapat mencukupi kebutuhan ekonomi harian keluarga. Nilai jual ikan tidak seimbang dengan harga kebutuhan pokok rumah tangga lainnya. Akibatnya nelayan berada pada posisi ekonomi yang lemah.

(17)

Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin di Kota Medan pada Tahun 2007

Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Miskin (KK)

Persenatase 1. Medan Tuntungan

2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun 8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10.Medan Selayang 11.Medan Sunggal 12.Medan Helvetia 13.Medan Petisah 14.Medan Barat 15.Medan Timur 16.Medan Perjuangan 17.Medan Tembung 18.Medan Deli 19.Medan Labuhan 20.Medan Marelan 21.Medan Belawan

2.696

(Sumber : BPS SumateraUtara 2008)

(18)

Landasan Teori

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multi dimensi. Kemiskinan ditandai oleh keterbelakangan dan pengangguran yang selanjutnya meningkat menjadi pemicu ketimpangan pendapatan antar golongan penduduk. Penduduk miskin adalah yang paling rendah kemampuannya. Pada saat ini mereka terpusat di kantong kemiskinan, seperti di desa pantai dan kepulauan atau daerah pasang surut (Situmorang, 2009).

Kemiskinan itu sendiri didefenisikan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Ada dua macam konsep kemiskinan yang umum dikenal antara lain :

Konsep kemiskinan ini selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic need). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu :

a. Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

b. Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. 2. Kemiskinan Relatif

(19)

jauh lebih rendah dari rata-rata income masyarakat sekitarnya. Orang atau keluarga tersebut merasa dirinya masih miskin. Kemiskinan ini lebih banyak ditentukan oleh lingkungannnya.

Menurut Sukanto (2000) dalam bukunya Ekonomi perkotaan, ukuran kemiskinan bermacam-macam; ada yang berdasarkan penghasilan, ada yang didasarkan pada konsumsi, dan ada pula yang yang didasarkan pada luas perumahan. Ukuran kemiskinan tersbut adalah jenis kemiskinan absolut. Namun kemiskinan pada hakikatnya merupakan perbedaan antara penghasilan dan standard hidup minimum. Sajogya dalam memandang batas kemiskinan adalah menggunakan ekuivalen konsumsi beras sebanyak 360 kg per kapita per tahun. Sedangkan standard Upah Minimum Provinsi yang berlaku sekarang adalah sebesar Rp 1.048.000,- per bulan.

Ukuran kemiskinan yang dianut oleh banyak negara adalah dengan standard Bank Dunia. Bank Dunia (world bank) pada tahun 2007 menggunakan ukuran US$ 2 - PPP (purchasing power parity)/kapita/hari. Pengukuran kemiskinan dengan standard Bank Dunia ini didasarkan pada ukuran pendapatan (ukuran finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sehari untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan.

(20)

masyarakat. Jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan semakin memperparah kemiskinan yang dialami seseorang. Sementara pekerjaan akan mempengaruhi kemiskinan dimana konsekuensi logis dengan adanya pekerjaan tambahan di luar mata pencaharian utama maka akan memperkecil tingkat kemiskinan masyarakat dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan pendidikan akan memudahkan seseorang untuk memperoleh alternatif pekerjaan lain yang pada gilirannya akan memperkecil keparahan kemiskinan.

1. bahan bakar dan oli

Pendapatan dan ketimpangan pendapatan

Pendapatan

Pendapatan merupakan suatu gambaran tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan materinya dalam satuan waktu tertentu, biasanya per bulan. Tingkat pendapatan ini sering dihubungkan dengan suatu standard kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Pendapatan dapat diperoleh seseorang dari mata pencaharian utama dengan atau tanpa mata pencaharian lain. Dengan demikian seseorang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Ongkos produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu ongkos berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan ongkos yang tidak merupakan pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini, pengeluaran nyata terdiri dari pengeluaran kontan dan pengeluaran tidak kontan. Pengeluaran kontan di antaranya adalah:

2. bahan pengawet (es dan garam)

(21)

4. pengeluaran untuk reparasi 5. pengeluaran retribusi dan pajak.

Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah awak nelayan, pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar setelah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari boat/sampan, mesin-mesin dan alat-alat penangkap (Mulyadi, 2005).

Dalam sistem bagi hasil, bagian yang dibagi adalah pendapatan setelah dikurangi ongkos-ongkos eksploitasi yang dikeluarkan pada waktu beroperasi (ongkos bahan bakar, oli, es, dan garam, biaya makan para awak) ditambah dengan ongkos penjualan hasil (pembayaran retribusi). Sedangkan biaya lain yang masih termasuk ongkos eksploitasi seperti biaya reparasi seluruhnya tanggungan dari pemilik alat dan boat (Mulyadi, 2005).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Deasy Yunawati (2008) diketahui bahwa pengalaman melaut dan lama melaut merupakan faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Selain itu faktor yang juga mempengaruhi pendapatan nelayan adalah jumlah tenaga kerja (nelayan buruh) dalam kapal. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah awak maka bagian yang diterima oleh nelayan buruh semakin kecil. Karena bagian yang harus dibagi menjadi lebih banyak.

Ketimpangan pendapatan

(22)

yang menunjukkan adanya variasi atau ketidakmerataan pendapatan yang diterima oleh berbagai orang dalam kurun waktu tertentu.

Berbagai macam alat ukur banyak digunakan dalam melihat tingkat ketimpangan pendapatan penduduk. Salah satu cara untuk menguraikan ketimpangan pendapatan serta melihat gambaran ketimpangan pendapatan yang diterima masyarakat adalah dengan Gini Rasio. Nilai Gini Rasio (GR) terletak antara nol sampai satu. Apabila Gini Rasio bernilai 0 maka ketimpangan pendapatan merata sempurna, berarti pendapatan yang diterima penduduk seluruhnya sama. Sebaliknya jika nilainya 1 maka ketimpangan pendapatan tidak merata sempurna yang berarti terdapat perbedaan pendapatan antar tiap penduduk dengan perbedaan yang sama. Dalam prakteknya tidak ada diperoleh nilai Gini Rasio sebesar 0 atau 1.

Gini Rasio biasanya disertai dengan kurva Lorenz. Kurva ini diperoleh dari seorang ahli statistik Amerika yang bernama Conrad Lorenz yang berhasil menggunakan sebuah diagram yang memperlihatkan hubungan antara kelompok-kelompok penduduk dan porsi pendapatan yang mereka terima. Pengukuran distribusi pendapatan yang diperoleh dengan menggunakan kurva Lorenz kemudian dijumlahkan dengan memberikan densitas relatif dari ketidakmerataan distribusi pendapatan atau yang dikenal sebagai Rasio Gini.

(23)

digambarkan berdasarkan data yang diperoleh, yang secara umum digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kurva Lorenz

Dari Gambar 1 terlihat daerah kurva Lorenz yaitu daerah arsiran AB yang menggambarkan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat ketimpangan pendapatan maka daerah kurva Lorenz akan semakin luas. Sedangkan garis lurus AB menunjukkan bahwa nilai GR = 0 yang artinya pendapatan diterima merata oleh penduduk.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

1.2

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

B

A Y (Kumulatif % pendapatan)

(24)

Kerangka Pemikiran

Perikanan merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk di daerah penelitian yang merupakan daerah kawasan pantai timur Sumatera Utara. Usaha perikanan tersebut dilakukan oleh nelayan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara menangkap ikan di laut dengan menggunakan kapal/perahu penangkap ikan sederhana atau tanpa menggunakan kapal/perahu. Dalam melakukan operasi penangkapan ikan di laut, nelayan akan menerapkan sistem bagi hasil tertentu antara pemilik dan awak yang menjalankan usaha penangkapan. Pemilik kapal dapat ikut melaut atau menyerahkan tanggung jawab kepada seseorang (tekong) dan dibantu oleh beberapa anak buah kapal (ABK). Dalam hal ini tekong dan anak buah kapal merupakan nelayan buruh yang menjalankan operasi penangkapan.

Hasil tangkapan dijual sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Penjualan hasil tangkapan dapat melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan dapat pula langsung dijual pada pedagang besar. Dari hasil penjualan tersebut maka nelayan akan memperoleh penerimaan sejumlah rupiah tertentu. Penerimaan tersebut dikurangi dengan biaya melaut dengan sistem bagi hasil yang disepakati akan menghasilkan pendapatan yang siap digunakan masing-masing nelayan untuk pemenuhan hidupnya dan keluarganya. Pendapatan tersebut ditambah dengan pendapatan lain di luar usaha penangkapan ikan dan usaha lain dari anggota keluarga akan menghasilkan pendapatan keluarga yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

(25)

milik pribadi maupun menumpang pada pemilik faktor produksi tersebut. Ketimpangan pendapatan nelayan ini akan menunjukkan sejauh mana ketidakmerataan pendapatan yang diperoleh antar nelayan khususnya nelayan yang masih tradisional dengan keterbatasan alat tangkap yang mereka miliki.

(26)

UsahaPenangkapan

Pendapatan keluarga

Anggota keluarga

Faktor yang berhubungan:

• Jumlah tanggungan keluarga

• Usaha sampingan

• Pendidikan

Pendapatan Pendapatan

Faktor yang berhubungan:

• Pengalaman melaut

• Lama melaut

• Jumlah

tenaga kerja dalam kapal

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

: Ada hubungan

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Usaha Sampingan

Ketimpangan Kemiskinan Nelayan Buruh

(27)

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

1. Persentase kemiskinan nelayan di atas 50% masing-masing berdasarkan Sayogjo, Upah Minimum Provinsi dan bank dunia.

2. Ketimpangan pendapatan nelayan di daerah penelitian adalah ketimpangan rendah.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemiskinan nelayan adalah jumlah tanggungan keluarga, usaha sampingan, dan pendidikan.

(28)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian adalah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Penetapan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), suatu cara pemilihan daerah penelitian berdasarkan tujuan yang ingin dicapai atau ditunjuk langsung dengan kriteria tertentu (Wirartha, 2005).

Adapun dasar pertimbangan penentuan daerah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kota Medan merupakan penghasil perikanan tangkap yang terbesar di Provinsi Sumatera Utara (Lampiran 1).

2. Jumlah rumah tangga miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Medan Belawan (Tabel 1).

3. Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan paling banyak di Kota Medan (Lampiran 2).

Metode Pengambilan Sampel

(29)

nelayan buruh yang lebih besar ukuran kapal motornya. Dari seluruh populasi yang jumlahnya sekitar 1.685 orang penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan, diambil sampel sebanyak 30 Rumah tangga nelayan. Hal ini menurut Sugiarto (2001) berdasarkan pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga, 30 sampel merupakan sampel kecil yang dapat dianggap mewakili untuk sebuah penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan nelayan melalui survei maupun daftar kuesioner yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan instansi lain yang terkait.

Tabel spesifikasi pengumpulan data disajikan sebagai berikut:

Tabel 3. Spesifikasi Pengumpulan Data

No .

Jenis data yang dikumpulkan

Data populasi dan sampel

Identitas nelayan

Pendapatan usaha penangkapan

Pendapatan dari usaha lain

(30)

Metode Analisis Data

Untuk menganalisis masalah 1 mengenai persentase kemiskinan nelayan maka digunakan Head Count Index yang diformulasikan sebagai berikut:

HCi =

Pt Pi

Keterangan:

HCi : Tingkat kemiskinan penduduk Pi : Jumlah penduduk miskin

Pt : Jumlah penduduk (Sirojuzilam, 2008)

Untuk menentukan miskin tidaknya nelayan sampel maka digunakan beberapa kriteria yaitu:

1. Menurut Sajogyo, ekuivalen dengan 360 kg beras per tahun per kapita. 2. Standard Upah Minimum Provinsi sebesar Rp 1.048.000,- per bulan.

3. Standard Bank Dunia (world bank), yaitu sebesar $2 per hari per kapita (setara dengan Rp 19.000,- per hari per kapita).

Rumusan hipotesis yang diuji dengan uji pihak kiri adalah: Ho : µ > 50%

H1 : µ ≤ 50% Dengan kriteria uji:

Jika Ho benar dan H1 salah maka hipotesis diterima. Jika Ho salah dan H1 benar maka hipotesis ditolak.

(31)

GR = 1-

[

i i 1

]

n

1 i

Y Y

fi

=

+ ×

Keterangan:

GR = Gini rasio

fi = Frekuensi penduduk kelas ke-i

Yi = Frekuensi kumulatif dari total pendapatan kelas ke-i Yi-1 = Frekuensi kumulatif dari total pendapatan kelas ke-(i-1) Dengan kriteria sebagai berikut:

1. Bila GR = 1 maka timpang sempurna

2. Bila GR ≥ 0,80 maka ketimpangan pendapatan sangat tinggi 3. Bila GR 0,60 - 0,80 maka ketimpangan pendapatan tinggi 4. Bila GR 0,40 - < 0,80 maka ketimpangan pendapatan sedang 5. Bila GR 0,20 - < 0,40 maka ketimpangan pendapatan rendah 6. Bila GR 0 - < 0,20 maka ketimpangan pendapatan sangat rendah 7. Bila GR = 0 maka merata sempurna (Tarigan, 2002).

Rumusan hipotesis yang diuji dengan uji dua pihak yaitu: Ho : µ = tinggi (koefisien GR 0,6-0,8)

H1 : µ ≠ tinggi (koefisien GR selain 0,6-0,8) Dengan kriteria uji:

Jika Ho benar dan H1 salah maka hipotesis diterima.

Jika Ho salah dan H1 benar maka hipotesis ditolak. (Sugiyono, 2009)

(32)

sampel, yaitu antara kemiskinan dengan jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan.

Untuk memperoleh nilai χ2 maka digunakan tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4. Tabel kontingensi secara umum

Variabel I Variabel II

Jumlah Kriteria I Kriteria II

Kriteria I

Kemudian nilai χ2

diperoleh dengan rumus sebagai berikut

)

Dengan kriteria pengujian:

Bila χ2-hitung < χ2-tabel (α= 0,05 dan dk=1) : HO diterima (H1 ditolak) Bila χ2-hitung ≥ χ2-tabel (α= 0,05 dan dk=1) : HO ditolak (H1 diterima) (Sugiyono, 2009)

(33)

}

{

( )

}

r : Koefisien korelasi n :Jumlah sampel x : Variabel bebas y : Variabel terikat

pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-t yang dirumuskan:

2

Dengan kriteria pengujian:

(34)

Defenisi dan Batasan Operasional

Defenisi

Untuk menghindari kesalahapahaman dalam penelitian dan membatasi penelitian maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

1. Nelayan buruh kapal motor <5 GT adalah individu yang bermata pencaharian menangkap ikan dan atau binatang laut lainnya dengan menggunakan kapal/perahu bermotor milik orang lain (nelayan toke). 2. Usaha penangkapan adalah kegiatan penangkapan ikan dan binatang laut

lainnya dengan menggunakan kapal serta menggunakan alat Bantu penangkapan seperti jaring, rawai, dan lain-lain.

3. Pendapatan dari usaha penangkapan adalah penerimaan bersih dari usaha penangkapan setelah dikurangi dengan biaya melaut dan dengan sistem bagi hasil tertentu dalam satuan Rupiah.

4. Usaha sampingan adalah mata pencaharian lain di luar sektor perikanan maupun di sektor perikanan seperti buruh bangunan, pedagang, mengupas kulit kerang, memperbaiki jaring, dan lain-lain.

5. Pendapatan keluarga adalah banyaknya uang yang diperoleh dari hasil menangkap ikan dengan atau tanpa ditambah usaha di sektor lain oleh nelayan dan keluarganya dalam satuan Rupiah.

6. Ketimpangan adalah perbedaan pendapatan satu orang dengan orang lain.

(35)

8. Pengalaman melaut adalah lamanya nelayan melakukan usaha penangkapan dalam satuan tahun

9. Lama melaut adalah lama nelayan melakukan penangkapan dalam setiap trip melaut dengan satuan hari.

10.Jumlah tenaga kerja dalam kapal adalah banyaknya awak (buruh nelayan) yang ikut melaut dalam satu kapal dengan satuan orang.

11.Kemiskinan adalah suatau keadaan yang menggambarkan serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

12.Faktor yang berhubungan dengan kemiskinan adalah jumlah tanggungan keluarga, usaha sampingan, dan pendidikan.

Batasan Operasional

Untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut:

1. Sampel adalah nelayan buruh kapal motor yang merupakan kepala keluarga dan berdomisili di Kelurahan Bagan Deli.

2. Kapal/perahu motor yang digunakan nelayan buruh adalah ukuran <5 GT. 3. Batas kemiskinan yang digunakan adalah berdasarkan kriteria Sajogyo

(ekivalen dengan 360 kg beras per orang per tahun) , satandard Upah Minimum Provinsi (UMP), dan kriteria bank dunia.

4. Tempat penelitian adalah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

(36)

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

1. Deskripsi Daerah Penelitian

Gambaran Umum Kelurahan

Kelurahan Bagan Deli adalah salah satu kelurahan dari 6 kelurahan di Kecamatan Medan Belawan yang memiliki jumlah penduduk nelayan yang terbanyak di banding kelurahan lain. Kelurahan ini terletak di 3°48’ LU dan 98°42’ BT dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut dengan topografi pantai dan suhu 24° - 30°C serta curah hujan 2000 mm/tahun.

Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Utara : Selat Malaka

Selatan : Belawan II/Belawan Bahari Barat : Belawan I

Timur : Selat Malaka/Muara Deli/Kecamatan Percut Sei Tuan

Jarak Kelurahan Bagan Deli ke pusat administratif, kecamatan kurang lebih 3 km dan ke pusat kota (Medan) kurang lebih 26 km.

Luas Kelurahan ini berkisar 230 Ha dengan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 5. Spesifikasi Penggunaan Lahan di Kelurahan Bagan Deli

Peruntukan Luas Persentase

(37)

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang terbesar adalah untuk bangunan umum yaitu seluas 140 Ha atau sekitar 60,87%.

Kelurahan Bagan Deli terdiri dari 15 lingkungan (Lingkungan I sampai XV) dan lingkungan yang berbatasan langsung dengan laut berjumlah 4 lingkungan yaitu lingkungan III, IV, V, XV.

Kependudukan

Jumlah penduduk di kelurahan ini yang terdata di kantor kelurahan mencapai 17.766 jiwa (3.595 KK) dengan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 6. Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Bagan Deli

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase Laki-laki

Perempuan

9.060 8.706

51 % 49%

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penduduk paling banyak berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 9.060 orang (50,97%) dan perempuan berjumlah 8.706 orang (49%).

Di tahun 2009 jumlah penduduk yang tergolong usia produktif berkisar 7.316 orang dan anak usia sekolah 5.384 orang (termasuk di dalamnya 225 anak putus sekolah), sedangkan sisanya termasuk dalam kategori lanjut usia dan anak usia pra sekolah.

(38)

Tabel 7. Penduduk Menurut Lulusan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Bagan Deli

Jenis Jumlah (orang) Persentase

SD

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

Dari Tabel 7 tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk tamatan SD adalah yang terbanyak dari lulusan pendidikan lainnya dengan jumlah 6.203 orang atau sekitar 79,78% dari total penduduk yang terdata di Kelurahan.

Perekonomian

Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Bagan Deli cukup beragam. Komposisi mata pencaharian penduduk sebagai berikut:

Tabel 8. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Bagan Deli:

Mata pencaharian utama Jumlah (orang) Persentase PNS

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

(39)

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

urutan kedua adalah nelayan dengan jumlah 1.685 orang atau sekitar 32,47% dari total penduduk.

Usaha lain yang terdapat dalam komposisi mata pencaharian penduduk di antaranya adalah penjahit, pengemudi becak, dan supir angkutan umum. Kelurahan ini juga memiliki industri kecil dan menengah dengan produk antara lain: daging kepiting, udang kupas, cumi kupas, kerang kupas, dan pengolahan ikan asin. Dari industri tersebut masyarakat dapat memperoleh tambahan pendapatan yang akan membantu ekonomi rumah tangga.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di kelurahan ini antara lain adalah:

Tabel 9. Sarana dan Prasarana Penunjang Kehidupan Masyarakat di Kelurahan Bagan Deli

Bidang Jenis Jumlah (Unit)

Pendidikan SD

SMP SMA

4 - 1

Keagamaan Mesjid

Musola Perkonomian Koperasi

Bank

2 -

Kesehatan Puskesmas

Klinik Posyasandu

1 5 6

(40)

2. Karakteristik Nelayan Sampel

Nelayan di Kelurahan Bagan Deli umumnya menggunakan sarana penangkap ikan yang terbatas. Hal ini dapat dilihat dari jenis kapal motor yang dimiliki oleh penduduk serta alat tangkap yang digunakan di kelurahan ini. Dari 4 lingkungan yang berbatasan langsung dengan laut seperti yang disebutkan sebelumnya (di penjelasan lokasi kelurahan), sekitar separuh dari rumah tangga penduduk memiliki kapal motor penangkap ikan. Kapal motor tersebut tergolong sederhana dengan ukuran <5 GT. Adapun jumlah penduduk yang bermukim di 4 lingkungan tersebut sekitar 815 orang sehingga bisa disimpulkan nelayan yang memiliki kapal motor ukuran <5 GT berkisar 400an Rumah Tangga.

Daerah penangkapan (fishing ground) tergantung pada besarnya kapal yang digunakan, alat tangkap dan jenis ikan yang akan ditangkap. Untuk kapal yang menangkap di wilayah pinggir laut, umumnya tangkapan yang diperoleh adalah kerang, kepiting pinggir, ikan belanak, dan ikan kecil serta udang-udangan. Sedangkan untuk wilayah tengah hasil tangkapan berupa ikan selayang, ikan kembung, ikan tenggiri, kepiting tengah, dan beberapa jenis ikan tengah lainnya.

Untuk alat tangkap yang digunakan juga bermacam tergantung pada jenis tangkapannya, untuk tangkapan berupa udang pinggir, kepiting pinggir, dan ikan pinggir lainnya alat tangkap yang digunakan adalah jaring kepiting, jaring udang apolo, bahkan ada yang tidak menggunakan alat tangkap sama sekali (dengan menyelam atau mengutip dengan tangan).

(41)

Sumber : Analisis data primer Sumber : Analisis data primer

tangkapan tengah kapal yang digunakan adalah kapal motor sedang dengan ukuran 20-30 kaki.

Secara umum karakteristik nelayan sampel di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Usia di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

Tingkat umur

Tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa nelayan sampel di daerah penelitian umumnya berusia 40-50 tahun dengan jumlah 11 orang dan tidak ada nelayan sampel yang berusia di atas 60 tahun.

Tabel 11. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

Tingkat

(42)

Sumber : Analisis data primer Sumber : Analisis data primer

sampel diketahui bahwa tidak ada nelayan responden yang pernah menempuh pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas.

Secara umum karakteristik nelayan sampel di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Pengalaman Melaut di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

Pengalaman melaut

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pengalaman melaut nelayan sampel di daerah penelitian umumnya adalah 14 tahun (sebanyak 14 orang) dan yang paling sedikit adalah memiliki pengalaman melaut selama 40 tahun yaitu sebanyak 1 orang.

Tabel 13. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

Jumlah tanggungan keluarga (orang)

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Tingkat Kemiskinan

Pendapatan nelayan yang dihitung adalah pendapatan keluarganya. Pendapatan keluarga ini diperoleh dari total pendapatan utama dari hasil penangkapan ditambah dengan usaha sampingan di bidang penangkapan ataupun di luar usaha penangkapan yang dilakukan oleh kepala keluarga maupun oleh anggota keluarga.

Pendapatan utama dari hasil penangkapan adalah sebagai nelayan buruh, yaitu dengan menjalankan usaha penangkapan dengan menggunakan sarana penangkapan milik nelayan toke (dengan ukuran kapal <5 GT). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan yang diterima oleh nelayan buruh adalah penerimaan bersih berdasarkan sistem bagi hasil yang ditetapkan olah nelayan toke. Sistem bagi hasil yang berlaku di daerah penelitian adalah 50 : 50, artinya 50% dari hasil bersih untuk nelayan toke dan 50% lagi untuk seluruh awak (nelayan juragan dan nelayan buruh) dalam kapal.

(44)

setiap kali melakukan kegiatan penangkapan. Umumnya biaya variabel meliputi biaya pembelian bahan bakar (solar), oli, dan bahan pengawet (es dan garam).

Adapun pendapatan utama dari usaha penangkapan dapat dilihat berikut ini.

Tabel 14. Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan No. Penerimaan

Usaha per Tip

Sumber :Data primer diolah

(45)

rata-rata biaya yang dikeluarkan Rp 907.391; dan rata-rata pendapatan kapal 3,592.948. Pendapatan yang diterima awak dalam tabel tersebut adalah 50% dari total pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan. Rata-rata pendapatan yang diterima awak adalah sebesar Rp 901.915,- dan masing-masing awak akan memperoleh bagian yang sama yaitu sebanyak pembagian dari total pendapatan untuk seluruh awak dengan jumlah awak dalam kapal. Jadi, semakin banyak awak dalam kapal maka pendapatan yang diterima oleh masing-masing awak kapal akan semakin sedikit.

(46)

ada dengan alasan tempat yang digunakan berpindah-pindah walaupun masih di kelurahan tersebut dan tidak dikenakan biaya.

Pendapatan sampingan keluarga dapat pula berasal dari usaha yang dilakukan oleh istri nelayan. Beberapa usaha yang dilakukan oleh istri nelayan adalah dengan menjadi pengupas kulit kerang, menjadi buruh cuci, dan berdagang. Dalam kegiatan mengupas kulit kerang menjadi kerang kupas yang siap dijual, istri nelayan yang melakukan pekerjaan ini memperolehnya dari pengumpul (toke) yang kemudian pengumpul tersebut merebusnya hingga setengah masak terlebih dahulu. Tujuan dari perebusan ini adalah agar kerang tidak cepat busuk. Untuk upah dari kegiatan mengupas kerang ini sendiri adalah Rp 1.000,- per kilogramnya. Rata-rata pengupasan kerang per harinya mencapai 5-10 kilogram. Sehingga rata-rata pendapatan yang bisa diperoleh adalah sebesar Rp 5.000 hingga Rp10.000,-/hari.

Dari usaha menjadi buruh cuci, istri nelayan menawarkan jasanya pada keluarga di sekitar daerah itu. Pendapatan rata-rata yang diperoleh adalah Rp 100.000/bulan. Untuk usaha lain yang juga dilakukan adalah dengan berdagang. Umumnya dagangan yang dijual adalah gorengan dan jajanan anak-anak. Dan rata-rata penerimaan bersih yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 10.000/hari.

(47)

Tabel 15. Pendapatan Keluarga Nelayan per Bulan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

No. Sampel

Pekerjaan Utama (ribu rupiah)

Usaha Sampingan

(ribu rupiah) Total Pendapatan Keluarga (ribu rupiah)

1 1.127,1 300 1.427,1

Sumber :Data primer diolah

Tabel 15 tersebut menjelaskan bahwa pendapatan keluarga yang diperoleh oleh nelayan sampel berbeda-beda. Ada keluarga nelayan yang memiliki pendapatan cukup besar dan ada juga yang sebaliknya sangat kecil.

Untuk melihat tingkat kemiskinan nelayan dari pendapatan keluarga yang diperoleh, digunakan alat analisis head count index. Sebagai batas (garis kemiskinan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kriteria Sajogyo

(48)

Sumber :Data primer diolah

Rp 1.048.000,-/orang/bulan atau setara dengan Rp 34.900,-/orang/hari, dan standard bank dunia yaitu $2/hari/kapita atau setara dengan Rp 19.000,-/orang/hari

Tabel 16. Pendapatan Keluarga Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

i) Kriteria Sajogyo Standard UMP

Kriteria Bank

(Rp 1.048.000,-/bulan = Rp 34.900/hari)

11 39.863 tidak miskin tidak miskin tidak miskin

12 3.800 miskin miskin miskin 23 38.638 tidak miskin tidak miskin tidak miskin 24 25.500 tidak miskin miskin tidak miskin 25 37.639 tidak miskin tidak miskin tidak miskin 26 25.890 tidak miskin miskin tidak miskin

27 5.573 miskin miskin miskin

28 8.486 tidak miskin miskin miskin

29 5.946 miskin miskin miskin

30 4.304 miskin miskin miskin

(49)

Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa nelayan sampel di daerah penelitian menurut kriteria UMP dan kriteria Bank Dunia hidup di bawah garis kemiskinan sedangkan menurut kriteria Sajogyo nelayan sampel sedikit yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan yang cukup jauh dari masing-masing kriteria.

Penduduk miskin berdasarkan kriteria Sajogyo berjumlah 6 kepala keluarga. Dan yang termasuk dalam kategori tidak miskin berjumlah 24 kepala keluarga. Dari hasil pengolahan data primer dengan menggunakan head count index diperoleh tingkat kemiskinan sebesar 20%. Dengan demikian Ho salah dan H1 benar sehingga hipotesis menyatakan persentase kemiskinan nelayan di atas 50% ditolak.

Penduduk miskin berdasarkan kriteria Upah Minimum Provinsi (UMP) berjumlah 27 kepala keluarga. Dan yang termasuk dalam kategori tidak miskin berjumlah 3 kepala keluarga. Dari hasil pengolahan data primer dengan menggunakan head count index diperoleh tingkat kemiskinan sebesar 90%. Dengan demikian Ho benar dan H1 salah sehingga hipotesis menyatakan persentase kemiskinan nelayan di atas 50% diterima.

(50)

2. Analisis Ketimpangan Pendapatan

Pendapatan yang diterima oleh nelayan berbeda-beda. Terdapat ketimpangan pendapatan yang mereka peroleh. Untuk melihat tingkat ketimpangan nelayan digunakan formulasi Gini Rasio.

Berikut disajikan perolehan nilai Gini Rasio dari hasil pengolahan data primer di lapangan:

Tabel 17. Perhitungan Gini Rasio

Xi Yi

(51)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Kumulatif % X

K

u

m

u

la

tif

%

X

Untuk memperoleh nilai Gini Rasio maka terlebih dahulu data diurut berdasarkan pendapatannya. Urutannya adalah dari pendapatan yang terendah hingga yang tertinggi. Kemudian dihitung persentase pendapatan (%Yi) dan kumulatif persen pendapatan (kumulatif %Yi), serta persentase penduduk (%Xi) dan kumulatif persen penduduknya (kumulatif %Xi).

Dari hasil perhitungan Gini rasio pada Tabel 17 tersebut diketahui bahwa secara keseluruhan (over-all sampling) nilai GR sebesar 0,31 sehingga termasuk dalam kriteria tingkat pendapatan nelayan rendah (di bawah garis kemiskinan). Dengan demikian Ho benar dan H1 salah sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan yang diterima oleh nelayan adalah ketimpangan rendah diterima.

Adapun bentuk Kurva Lorenz yang terbentuk dari analisis data menggunakan Gini Rasio dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Kurva Lorenz Hasil Penelitian

(52)

semakin kecil yaitu mendekati garis lurus seperti yang terlihat dalam gambar tersebut. Semakin kecil nilai Gini Rasio maka kurva yang terbentuk akan semakin berimpit dengan garis diagonal tersebut.

Ketimpangan pendapatan ini sangat mungkin terjadi. Dari hasil penelitian di lapangan ketimpangan tersebut sangat erat hubungannya dengan usaha sampingan yang dilakukan oleh keluarga. Untuk melihat bagaimana keeratan hubungan antara usaha sampingan dengan kemiskinan dapat dilihat di pembahasan selanjutnya.

3. Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kemiskinan

Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan kemiskinan diantaranya adalah jumlah tanggungan keluarga, pendidikan serta usaha sampingan. Untuk menguji hubungan masing-masing variabel tersebut dengan kemiskinan digunakan analisis asosiasi dengan menggunakan uji χ2.

a. Hubungan jumlah tanggungan keluarga dengan kemiskinan

(53)

Tabel 18. Total pendapatan keluarga dan jumlah tanggungan keluarga No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Jumlah Tanggungan Keluarga

(Rp/bulan) (Jiwa)

Sumber : Data primer diolah

Dari Tabel 18 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumalah pendapatan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan jumlah tanggungan rata-rata adalah 4 orang.

(54)

Tabel 19. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo

Kemiskinan Jumlah tanggungan

Jumlah Tanggungan besar

(di atas jumlah rata-rata)

Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Miskin

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 2.87. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2 tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Tabel 20. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria UMP

Kemiskinan Jumlah tanggungan

Jumlah Tanggungan besar

(di atas jumlah rata-rata)

Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Miskin

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2 sebesar 0,28. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

(55)

Tabel 21. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria Bank Dunia

Kemiskinan Jumlah tanggungan

Jumlah Tanggungan besar

(di atas jumlah rata-rata)

Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Miskin

Tidak miskin

7 1

14 8

21 9

Jumlah 8 22 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 1,59. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Dengan demikian secara keseluruhan hipotesis yang jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan ditolak. Hal ini dikarenakan walaupun jumlah tanggungan keluarga besar belum tentu menghubungkan kepada kemiskinan. Dengan jumlah tanggungan keluarga banyak namun jika pendapatan keluarga besar dan rata-rata pendapatan per orang dalam keluarga di atas standard garis kemiskinan, maka keluarga tersebut tidak dapat dikategorikan miskin.

b. Hubungan tingkat pendidikan dengan kemiskinan

(56)

Tabel 22. Total pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan

No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Tingkat pendidikan

(Rp/bulan) (tahun)

Sumber : Data primer diolah

Dari Tabel 22 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumlah pendapatan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan tingkat pendidikan rata-rata adalah 6 tahun.

(57)

Tabel 23. Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo

Kemiskinan Tingkat pendidikan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 4,74. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih besar dari χ2 tabel sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemiskinan nelayan diterima.

Tabel 24. Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria UMP

Kemiskinan Tingkat pendidikan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 0,16. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

(58)

Tabel 25. Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria Bank Dunia

Kemiskinan Tingkat pendidikan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin Tidak miskin

5 2

16 7

21 9

Jumlah 7 23 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 0,016. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Secara keseluruhan tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan kemiskinan nelayan sampel, kecuali untuk kemiskinan yang diukur dengan kriteria Sajogyo. Hal ini dimungkinkan karena tingkat pendidikan yang tinggi belum tentu menjamin nelayan tersebut terlepas dari kategori miskin. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan tidak berhubungan pendapatan yang diperoleh karena tidak akan menyebabkan naiknya pendapatan yang diterima keluarga. Dari survei di lapangan nelayan sampel mengaku tidak perlu pendidikan yang tinggi untuk menjadi seorang nelayan.

c. Hubungan usaha sampingan dengan kemiskinan

(59)

Tabel 26. Total pendapatan keluarga dan usaha sampingan

No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Usaha sampingan

(Rp/bulan) (Rp/bulan)

Rata-rata 1.817.420 170.333

Sumber : Data primer diolah

Dari Tabel 26 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumlah pendapatan per bulan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan usaha sampingan rata-rata adalah Rp 170.333,- per bulan.

(60)

Tabel 27. Tabel kontingensi antara usaha sampingan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo

Kemiskinan Usaha sampingan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ2 sebesar 2,42. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2 tabel sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Tabel 28. Tabel kontingensi antara usaha sampingan dan kemiskinan dengan kriteria UMP

Kemiskinan Usaha sampingan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 0,015. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

(61)

Tabel 29. Tabel kontingensi antara usaha sampingan dan kemiskinan dengan kriteria Bank Dunia

Kemiskinan Usaha sampingan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin Tidak miskin

12 4

9 5

21 9

Jumlah 16 14 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 0,057. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Dengan demikian secara keseluruhan hipotesis yang menyatakan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan ditolak. Hal ini dimungkinkan karena usaha sampingan yang dilakukan tidak cukup besar untuk menambah pendapatan keluarga hingga di atas garis kemiskinan. Begitu juga sebaliknya, usaha sampingan pada keluarga nelayan yang telah memiliki pendapatan per orang di atas garis kemiskinan tentu tidak akan menghubungkannya dengan kemiskinan.

4. Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Ketimpangan Pendapatan

(62)

a. Hubungan pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan

Untuk mengetahui hubungan pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan maka digunakan analisis korelasi sederhana antara variasi pendapatan dengan rata-rata pengalaman melaut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 30. Variasi pendapatan dan pengalaman melaut Kelompok Variasi

pendapatan

Dari hasil analisis diperoleh korelasi antara pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan adalah 0,233 dengan nilai t-hitung sebesar 1,24.

Koefisien korelasi sebesar 0,233 berarti pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan lemah. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang searah. Nilai hitung yang diperoleh lebih kecil dari t-tabel (1,24 < 3,54) dengan demikian Ho diterima, yang artinya tidak ada hubungan antara pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan .

(63)

b. Hubungan lama melaut dengan ketimpangan pendapatan

Untuk mengetahui hubungan lama melaut dengan ketimpangan pendapatan maka digunakan analisis korelasi sederhana antara variasi pendapatan dengan rata-rata lama melaut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 31. Variasi pendapatan dan lama melaut Kelompok Variasi

pendapatan

Dari hasil analisis diperoleh korelasi antara lama melaut dengan ketimpangan pendapatan adalah 0,75 dengan nilai t-hitung sebesar 6,003.

Koefisien korelasi sebesar 0,75 berarti lama melaut dengan ketimpangan pendapatan kuat. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa lama melaut dengan ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang searah. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar dari t-tabel (6,003 > 3,54) dengan demikian Ho ditolak, yang artinya ada hubungan antara lama melaut dengan ketimpangan pendapatan.

(64)

c. Hubungan jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan

pendapatan

Untuk mengetahui hubungan jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan maka digunakan analisis korelasi sederhana antara variasi pendapatan dengan rata-rata jumlah tenaga kerja dalam kapal dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 32. Variasi pendapatan dan jumlah tenaga kerja dalam kapal

Kelompok

Dari hasil analisis diperoleh korelasi antara jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan adalah 0,83 dengan nilai t-hitung sebesar 9,803.

Koefisien korelasi sebesar 0,83 berarti jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan kuat. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang searah. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar dari t-tabel (9,803 > 3,54) dengan demikian Ho ditolak, yang artinya ada hubungan antara jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan .

(65)
(66)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tingkat kemiskinan nelayan sampel di daerah penelitian dengan perhitungan count index menggunakan kriteria Upah Minimum Provinsi dan kriteria Bank Dunia di atas 50% (masing-masing 90% dan 70%), sedangkan dengan kriteria Sajogyo tingkat kemiskinan nelayan di daerah penelitian sebesar 20%.

2. Ketimpangan pendapatan keluarga nelayan yang diperoleh dengan menggunakan analisis Gini Rasio adalah ketimpangan pendapatan yang rendah dengan nilai 0,31 dengan tingkat pendapatan rendah (di bawah garis kemiskinan).

3. Dari hasil analisis asosiasi menggunakan uji χ2 diketahui bahwa jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan masing-masing tidak berhubungan dengan tingkat kemiskinan nelayan.

4. Dari hasil analisis korelasi sederhana diketahui bahwa pengalaman melaut tidak berhubungan dengan ketimpangan pendapatan namun lama melaut dan jumlah tenaga kerja dalam kapal masing-masing berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan.

Saran

a. Kepada nelayan

1. Mengoptimalkan penangkapan dengan menambah frekuensi melaut dalam setiap tripnya.

(67)

b. Kepada pemerintah

1. Memberikan bantuan modal kepada nelayan karena dari hasil survei di lapangan dapat diketahui bahwa sarana penangkapan nelayan untuk kapal <5 GT masih belum memadai.

2. Memberikan pelatihan yang berguna bagi masyarakat nelayan guna peningkatan hasil tangkapannya.

c. Kepada peneliti selanjutnya

1. Meneliti ketimpangan pendapatan nelayan mulai dari kelompok nelayan tradisional hingga kelompok nelayan modern.

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F., 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

BPS Provinsi Sumatera Utara., 2008. Sumatera Utara Dalam Angka. _______________________ ., 2008. Kota Medan dalam Angka.

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara. Statistik Perikanan Tangkap 2008.

Effendi, I. dan W. Oktariza., 2006. Manjemen Agribisnis Perikanan. Penenebar Swadaya, Jakarta.

Nasution, A dkk.

Grahadyarini, B.L., 2008.

, 2005. Isu-Isu Kelautan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Perikanan. http//: kompas.com Jaringan Advokasi Untuk Nelayan Sumatera Utara., 2007. Laporan Riset. Illegal

Fishing dan Dampak Keberadaan Trawl

Mulyadi., 2005. Ekonomi Kelautan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Noviyanti, D., 2007. Analisis Pendapatan dan Ssistem bagi hasil nelayan toke dan dan nelayan buruh kapal bermotor <5 GT dan 5-10 GT. Skripsi Fakultas Pertanian

Remi, S., dan P. Tjiptoherijanto., 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

Soekartawi ., 1993. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sugiarto dkk., 2001. Tekhnik Sampling. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Simanjuntak, H., 2002. Sistem Agribisnis Penangkapan Ikan Laut. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Situmorang, C., Penanganan Masalah Kemiskinan di Sumatera Utara Sugiyono., 2009. Metode Penenlitian Bisnis.Alfabeta. Bandung.

(69)

Yahya, A., 2001. Perikanan Tangkap Indonesia. Makalah Falsafah Sains Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor (IPB) http://tumoutou.net/3_sem1_012/ali_yahya.htm.

(70)

Kabupaten/Kota

Penangkapan di Laut

Penangkapan

di Perairan Umum Total (ton)

(ton) Sungai (ton) Danau (ton) Rawa (ton) Waduk (ton)

Wilayah Pengembangan I

Nias 6.446,4 5,3 - 18,2 - 6.446,9

Nias Selatan 12.593,7 3,1 - 5,1 - 12.601,9

Tapanuli Tengah 30.745,5 794,0 - - - 31.539,5

Sibolga 34.136,0 194,4 - - - 34.330,4

Tapanuli Selatan 7.327,3 1.819,1 2.981,4 1.838,5 70,3 14.036,6

Mandailing Natal 16.279,1 307,0 - 240,4 6,8 16.833,3

Wilayah Pengembangan II

Tapanuli Utara 161,8 35,9 77,4 48,5 - 323,6

Toba Samosir 751,0 30,7 642,4 47,2 30,7 1.502

Simalungun 254,4 61,8 180,5 4,3 7,8 508,8

Dairi 363,7 98,1 231,8 - 33,8 727,4

Pakpak Bharat 29,2 19,5 - 6,5 3,2 58,4

Karo 969,5 453,2 501,4 3,6 11,4 1.939,1

Wilayah Pengembangan III

Langkat 22.077,7 382,7 - 372,3 - 22.832,7

Deli Serdang 18.215,7 447,9 - - - 18.663,6

Serdang Bedagai 24.663,4 42,3 - 76,6 48,6 24.830,9

Medan 70.194,8 7,0 - 8,4 19,0 70.229,2

Wilayah Pengembangan IV

Asahan 59.150,4 542,0 - 349,4 - 60.042,3

Tanjung Balai 32.325,0 44,3 - - - 32.369,3

Labuhan Batu 24.989,2 200,4 - 187,5 - 25.277,1

(71)

(Sumber : BPS SumateraUtara)

Lampiran 2. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Daerah Pesisir Kota Medan tahun 2007

Kelurahan Mata Pencaharian

PNS Medan Labuhan 1. Besar

2. Tangkahan 3. Martubung 4. Sei Mati 5. Pekan Labuhan 6. Nelayan Indah Total Kecamatan Medan Marelan 1.Tanah Enam Ratus 2. Rengas Pulau 3. Terjun 4. Paya Pasir 5. Labuhan Deli

Gambar

Tabel 1. Daerah Operasi Penangkapan Ikan di Laut
Tabel  2. Jumlah Penduduk Miskin di Kota Medan pada Tahun 2007
Gambar 1. Kurva Lorenz
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

strategi perempuan pesisir dalam mengatasi kemiskinan pada keluarga nelayan. miskin di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan

Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin terdiri. atas strategi ekonomi dan

Nelayan Indonesia di Jawa Tengah (Kasus Masyarakat Nelayan Desa. Wonokerto Kulon Kecamatan Wiradesa

Judul : Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan

“Hubungan masyarakat nelayan Bagan Deli memilki hubungan yang baik, kerjasama yang konsisten, dan interaksi yang terjalin tidak memiliki tujuan untuk memperkaya

Tingkat pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan seperti rendahnya pendapatan karena faktor pemilikan kapal maupun modal

Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh modal, tenaga kerja, pengalaman, teknologi, dan harga jual terhadap pendapatan nelayan di

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah karakteristik nelayan (curahan waktu bekerja, bahan bakar minyak/BBM yang dibutuhkan, harga kepiting, harga ikan dan harga udang