ANALISIS PENGARUH BANTUAN PERKUATAN TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
MARDIANA 067019106/IM
S E K O L A H P A S C A S A R J A N A UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGARUH BANTUAN PERKUATAN TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARDIANA 067019106/IM
S E K O L A H P A S C A S A R J A N A UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang pantas untuk ditumbuhkembangkan sebagai badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. Selain itu pada masa krisis koperasi telah terbukti tangguh sebagai jaring pengaman perekonomian Sumatera Utara. Pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi Dan UKM telah melaksanakan berbagai program sebagai upaya mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi koperasi, salah satunya melalui program bantuan perkuatan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh pemanfaatan bantuan perkuatan permodalan dan bantuan sarana. terhadap perkembangan usaha koperasi, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program bantuan perkuatan permodalan koperasi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana koperasi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen produksi yang berkaitan dengan faktor-faktor produksi, seperti modal dan sarna usaha, teori modal koperasi, sisa hasil usaha, bantuan perkuatan koperasi, kebutuhan kredit bagi koperasi, dan pendekatan sasaran dan konsep perkreditan.
Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan bersifat eksplanatory. Metode pengambilan sampel menggunakan rumus slovin, yaitu dari 450 populasi diambil sampel sebanyak 10% dari penelitian sehingga jumlah sampel sebanyak 82 responden. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda, dengan uji secara simultan (Uji F) dan secara parsial (Uji t) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05).
program bantuan perkuatan sarana yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien determinasi (R2) variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 50,40% dan sisanya 49,60% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini. Hasil uji t (secara parsial) yaitu spesifikasi bantuan sarana yang disediakan merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana.
Kesimpulan dari penelitian adalah bantuan perkuatan modal dan sarana berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha koperasi. Kelembagaan koperasi, informasi bantuan perkuatan modal dan bantuan yang tersedia mempengaruhi program bantuan perkuatan modal. Kelembagaan koperasi, informasi bantuan perkuatan sarana dan spesifikasi bantuan sarana mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana.
ABSTRACT
Co-Operation represent one of physique ofis effort matching with proper Indonesian nation personality for the growed to develop of as important effort body and non last alternatively. Others at a period ofto co-operation crisis have been proven to by delay as net of peacemaker of North Sumatra economics. Governmental through passing Ministry of State of Co-Operation And UKM have executed various program as effort overcome the weakness faced by the co-operation, one of them is through passing program of strength aid. internal issue Formulation this research is: How influence of exploiting of aid of strength of capital and medium aid. to growth ofis effort co-operation, factors of any kind of influencing program of aid of strength of capital of co-operation and factors of any kind of influencing program of aid of strength of co-operation medium.
Theory used in this research is production management of related to factors produce, like capital and sarna ofis effort, theory of co-operation capital, net income, aid of co-operation strength, credit requirement for co-operation, and approach of target and credit concept.
This Research Method use the approach survey with the quantitative descriptive research type and have the character of the eksplanatory. method of Intake sampel use the formula slovin, that is from 450 population taken by sampel as much 10% from research so that sum up the sampel as much 82 responder. Hypothesis examination use the doubled linear analysis regresi, with the test by simultan (Test F) and by parsial (Test t) what aim to to know the variable influence to variable dependen of at belief storey;level 95% ( = 0,05).
and the rest 49,60% explained by other;dissimilar factor is which do not join in this research. Result of test t (by parsial) that is the specification of medium aid provided represent the most dominant variable influence the program of aid of medium strength.
Conclusion from research is aid of strength of capital and medium have an effect on the signifikan to growth ofis effort co-operation. Co-Operation institute, information of aid of strength of available aid and capital influence the program of aid of capital strength. Co-Operation institute, information of aid of medium strength and specification of medium aid influence the program of aid of medium strength.
DAFTAR ISI
I.5 Kerangka Berpikir/Landasan Teori... 6
I.6 Hipotesis Penelitian... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13
II.1 Penelitian Terdahulu ... 13
II.2 Konsep Koperasi ... 18
II.3 Modal Koperasi... 22
II.4 Modal Penyertaan... 25
II.5 Sisa Hasil Usaha (SHU) ... 26
II.6 Bantuan Perkuatan Koperasi ... 28
II.7 Kebutuhan Kredit Bagi Koperasi ... 31
II.8 Pendekatan Sasaran dan Konsep Perkreditan ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 38
III.2 Metode Penelitian... 38
III.3 Populasi dan Sampel ... 39
III.4 Metode Pengumpulan Data ... 40
III.5 Jenis dan Sumber Data ... 40
III.6 Hipotesis Pertama... 41
III.7 Hipotesis Kedua ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 55
IV.1 Hasil Penelitian ... 55
IV.1.1 Gambaran Umum Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara ... 55
IV.1.2 Visi dan Misi Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara ... 56
IV.1.3 Strukur Organisasi Dinas Koperasi dan UKM Sumatera Utara ... 56
IV.1.4 Penjelasan Responden ... 60
IV.2 Pembahasan ... 67
IV.2.1 Pembahasan Pengujian Hipotesis Pertama ... 67
IV.2.2 Pembahasan Pengujian Hipotesis Kedua ... 74
IV.2.3 Pembahasan Pengujian Hipotesis Ketiga ... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
V.1 Kesimpulan ... 89
V.2 Saran ... 90
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
I.1 Rekapitulasi Program Bantuan Perkuatan Menurut Jenis Program ... 3
I.2 Perkembangan Koperasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2007.. 4
III.1 Definisi Operasional Variabel hipotesis Pertama ... 42
III.2 Definisi Operasional Variabel hipotesis Kedua ... 47
III.3 Definisi Operasional Variabel hipotesis Ketiga ... 51
IV.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58
IV.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 58
IV.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 60
IV.4 Hasil Uji Koefisien Determinasi Hipotesis 1 ... 67
IV.5 Hasil Uji Secara Simultan ... 68
IV.6 Hasil Uji t (Uji Secara Parsial)... 69
IV.7 Hasil Regresi Linier Berganda Hipotesis 1 ... 73
IV.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi Hipotesis Kedua ... 74
IV.9 Hasil Uji Secara Simultan Hipotesis 2 ... 75
IV.10 Hasil Uji Parsial Hipotesis 2 ... 77
IV.11 Hasil Regresi Linier Berganda ... 80
IV.13 Hasil Uji Secara Simultan Hipotesis Ketiga ... 82
IV.14 Hasil Uji Secara Parsial Hipotesis Ketiga... 84
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman I.1 Kerangka Berpikir... 11
IV.1 Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
I Jawaban Responden ... 93
II Hasil Regresi Linier Berganda Hipotesis 1 ... 98
III Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Hipotesis 2... 105
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang pantas untuk ditumbuhkembangkan sebagai
badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.
Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun1992, koperasi adalah badan usaha
yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum Koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi sebagai organisasi
ekonomi yang berwatak sosial sebagai usaha bersama berdasar asas-asas
kekeluargaan dan gotong royong. makna koperasi dipandang dari sudut organisasi
ekonomi adalah suatu organisasi bisnis yang para pemilik/anggotanya adalah juga
pelanggan utama perusahaan tersebut.
Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi Indonesia dewasa ini, sesungguhnya
koperasi mendapatkan peluang untuk tampil lebih eksis. Krisis ekonomi yang diawali
dengan krisis nilai tukar dan kemudian membawa krisis hutang luar negeri, telah
membuka mata semua pemerhati ekonomi bahwa "fundamental ekonomi" yang
semula diyakini kesahihannya, ternyata hancur lebur. Para pengusaha besar
konglomerat dan industri manufaktur yang selama ini diagung-agungkan membawa
merupakan wacana. Sebab, ternyata kebesaran mereka hanya ditopang oleh hutang
luar negeri sebagai hasil nepotisme dan praktik mark-up ekuitas, dan tidak karena
variabel endogenous yang tumbuh dari dalam (Manurung, 2000).
Pengembangan koperasi dalam pembangunan nasional yang berdasarkan
sistem ekonomi kerakyatan, tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah
kesenjangan pendatapatan diantara masyarakat, ataupun penyerapan tenaga kerja.
Lebih dari itu, pengembangan koperasi diharapkan mampu memperluas basis
ekonomi dan dapat memberikan kontribusi dalam mempercepat perubahan struktural,
yaitu dengan meningkatnya perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional.
Peran strategis koperasi dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara dapat
dilihat dari konstribusinya dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Selain itu pada
masa krisis koperasi telah terbukti tangguh sebagai jaring pengaman perekonomian
Sumatera Utara. Ketika usaha besar tidak sanggup bangkit dari keterpurukan akibat
ketergantungannya pada pinjaman luar negeri, Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan
Koperasi (UMKMK) justru mampu mengangkat perekonomian dari keterpurukan
yang semakin dalam.
Untuk membangun perekonomian nasional pemerintah sebagai regulator dan
fasilitator menginginkan koperasi mampu berkembang dengan baik untuk menopang
perekonomian. Pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi Dan UKM telah
melaksanakan berbagai program sebagai upaya mengatasi kelemahan-kelemahan
bantuan perkuatan telah dilaksanakan sejak tahun 2000 sampai dengan 2007 yang
diberikan kepada koperasi berupa modal kerja dan sarana usaha. Bantuan perkuatan
telah disalurkan kepada koperasi sebanyak 13.000 unit koperasi yang tersebar di 33
Provinsi selama periode 2000-2007. Di Provinsi Sumatera Utara telah disalurkan
bantuan kepada 450 unit koperasi dengan nilai bantuan Rp. 99.044.570.000 seperti
ditunjukkan pada Tabel I.1. Tujuan program bantuan perkuatan adalah agar usaha
mampu berkembang dan memiliki daya saing.
Tabel I.1 Rekapitulasi Program Bantuan Perkuatan Menurut Jenis Program Tahun Anggaran 2007
No. Bantuan Perkuatan Jumlah Koperasi Nilai Bantuan (Rp).
1. Modal 21 11.242.000.000
2. Sarana 429 87.802.570.000
Total 450 99.044.570.000
Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara, 2008
Secara kuantitatif berdasarkan Tabel I.1, jumlah koperasi di Provinsi
Sumatera Utara pada kurun waktu 2005-2007 menunjukkan kenaikan rata-rata
mencapai 6,5 persen setiap tahun, jumlah anggota naik 8,5%, modal sendiri naik
6,5%, modal luar naik 6,6%, volume usaha naik 6,5%, jumlah tenaga kerja 1,5% dan
sisa hasil usaha (SHU) naik 6,5%.
Kondisi ini memerlukan suatu pengkajian terhadap pengaruh
program-program pengembangan koperasi termasuk program-program bantuan perkuatan modal dan
sarana yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007 dan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan program tersebut baik dari sisi pemerintah seperti
bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan koperasi maupun dari SDM koperasi
sendiri.
Tabel I.2. Perkembangan Koperasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2007 Tahun
Koperasi 8,047 9,030 9,232
6,5
2. Anggota Orang 962,524 1,080,103 1,151,016 8,5
3.
4. Modal Luar Rp.000 1,178,673,889 1,233,866,240 1,352,245,227 6,5
5.
Rp.000 288,777,767 324,054,086 331,303,137 6,5
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 (Data diolah)
I.2 Perumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh pemanfaatan bantuan perkuatan permodalan dan bantuan
sarana terhadap perkembangan usaha koperasi?
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program bantuan perkuatan
permodalan koperasi?
c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana
I.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan
di atas dapat ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengaruh bantuan perkuatan modal dan sarana terhadap
perkembangan usaha koperasi.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi program bantuan perkuatan
permodalan.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi program bantuan perkuatan
sarana.
I.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan program dalam
pemberdayaan dan pengembangan usaha koperasi di masa mendatang.
b. Bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, penelitian ini merupakan tambahan kekayaan penelitian untuk dapat
dipergunakan dan dikembangkan di masa mendatang.
c. Peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang
sama di masa mendatang.
d. Bagi peneliti, menambah wawasan secara ilmiah dalam bidang manajemen
khususnya yang berkaitan dengan program peningkatan dan pemberdayaan
I.5 Kerangka Berpikir/Landasan Teori
Keberadaan koperasi di Indonesia hingga saat ini masih ditanggap dengan
pola pikir yang sangat beragam. Hal seperti itu wajar saja sebab, sebagai seperangkat
sistem kelembagaan yang menjadi landasan perekonomi kita, koperasi akan selalu
berkembang dinamis mengikuti berbagai perubahan lingkungan. Koperasi adalah
bentuk lembaga ekonomi yang berwatak sosial. Menurut pasal 33 UUD 1945
koperasi ditetapkan sebagai bangun usaha yang sesuai dalam tata ekonomi kita.
Oleh karena itu seyogyanya koperasi perlu dipahami secara lebih luas yaitu
sebagai suatu kelembagaan yang mengatur tata ekonomi berlandaskan jiwa dan
semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Jadi membangun sokoguru
perekonomian nasional berarti membangun badan usaha koperasi yang tangguh,
menumbuhkan badan usaha swasta yang kuat dan mengembangkan BUMN yang
mantap secara simultan dan terpadu dengan bertumpu pada Trilogi
Pembangunan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat banyak.
Namun dalam perkembangan usahanya, koperasi dinilai sangat lambat. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan pengelola dalam mengoptimalkan faktor-faktor
produksi yang ada. perolehan dan penggunaan modal dan efektifitas pencapaian
target yang ditetapkan.
informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini.(Griffin 2006) Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information resources).
Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan usaha
adalah faktor modal. Menurut Griffin (2006), bahwa: ”Yang dimaksud dengan modal
adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses
produksi.
Selanjutnya, menurut Akhan (2008), bahwa untuk mencapai pengembangan usaha diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Selain itu faktor tenaga kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu usaha termasuk usaha koperasi. Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.
Dalam rangka meningkatkan usaha koperasi dan memberdayakan ekonomi
kerakyatan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyrakat serta memperluas
lapangan kerja, maka permerintah berupaya untuk meningkatkan kemampuan
koperasi agar menjadi koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri.
Bantuan perkuatan merupakan salah satu alternatif mengembangkan usaha
koperasi dengan indikator utama omset, laba yang diperoleh koperasi setelah
mendapatkan bantuan perkuatan. Namun agar bantuan perkuatan tersebut dapat
kesiapan sumberdaya manusia dan teknologi dalam pelaksanaanya.
Hal ini sejalan dengan Hasil Penelitian Kementerian Koperasi dan UKM (2004) bahwa: ”dalam rangka memacu kinerja dan kontribusi koperasi dan usaha kecil dan menengah (KUKM) dalam perekonomian, maka perlu dilakukan upaya pengidentifikasian serta pemecahan masalah yang dihadapi oleh KUKM. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM berusaha menstimulir pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui kebijakan pembinaan dan pengembangan Koperasi dan UKM dengan mengembangkan program yang bersifat stimulan dalam bentuk bantuan perkuatan sarana dan permodalan dengan pola bergulir. Penyelenggaraan program tersebut bertujuan untuk : (a) meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, (b) meningkatkan volume usaha koperasi, (c) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, (d) meningkatkan semangat berkoperasi, (e) meningkatkan pendapatan anggota, (f) membangkitkan etos kerja”.
Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No.18/Per/M.KUKM/VIII/2006, Tentang Pedoman Teknis Bantuan Perkuatan dalam Bidang Produksi Kepada Koperasi, menyatakan bahwa sasaran pemberian dana bantuan perkuatan adalah; a) meningkatnya kesejahteraan masyarakat, b) meningkatnya kesempatan lapangan kerja, c) menigkatnya kewirausahaan dikalangan Koperasi dan/atau anggotanya, d) meningkatnya jumlah dan partisipasi anggota Koperasi, e) meningkatnya kualitas dan kuantitas produk Koperasi, f) meningkatnya pelayanan Koperasi kepada anggota dan masyarakat.
Bantuan perkuatan yang telah dilaksanakan pemerintah diharapkan dapat
meningkatkan kinerja koperasi namun masih diperlukan kebijakan pendukung seperti
pengawasan dalam pengelolaan bantuan perkuatan dan peningkatan kualitas SDM
koperasi dalam mengkelola bantuan yang diterima.
Masalah mutu sumberdaya manusia pada berbagai perangkat organisiasi
koperasi menjadi masalah yang menonjol dan mendapat sorotan terutama dalam hal
mengkelola bantuan, baik itu program bantuan perkuatan modal maupun bantuan
sangat mendasar dalam pemberdayaan koperasi dan usaha kecil adalah masalah
sumberdaya manusia.
Dalam mengembangkan usaha koperasi dibutuhkan tenaga-tenaga SDM yang
handal terutama dalam mengatur kelembagaan ataupun struktur organisasi yang
mampu mengekelola usahanya secara demokratis, berkeadilan, dan solidaritas dengan
menerapkan manajemen kebersamaan (joint management) yang profesional.
Menurut Merza (2006), dari segi kualitas kelembagaan, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.
Selain kemampuan untuk menerapkan kelembagaan koperasi yang efektif dan
efisien juga diperlukan sumber daya manusia yang mampu mengakses informasi, baik
informasi untuk memanfaatkan sumber daya yang ada maupun dalam mengakses
informasi. Dalam hal ini informasi adalah faktor yang sangat penting dalam
pengembangan usaha koperasi.
Menurut Griffin (2006), bahwa:” sumber daya informasi adalah seluruh data yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya. Data ini bisa berupa ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data ekonomi lainnya.
Dan untuk mendukung usaha koperasi juga dibutuhkan ketersediaan sarana
yang memadai yang berupa mesin dan jenis-jenis peralatan lain yang diperlukan
dalam proses produksi.
Menurut Sofa (2008) bahwa: ”dibutuhkannya bantuan sarana produksi adalah karena volume penjualan yang terus meningkat, peralatan yang ada telah usang, dan peralatan yang ada telah memasuki masa aus serta harus diganti”.
Dengan adanya bantuan perkuatan sarana yang dilaksanakan oleh dinas
koperasi dan ukm provinsi sumatera utara diharapkan dapat meningkatkan
perkembangan usaha koperasi. Namun untuk mendukung keberhasilan program
tersebut juga dibutuhkan pengawasan ataupun pendekatan langsung kepada koperasi
dalam penentuan jumlah maupun spesifikasi sarana yang akan diberikan.
Dari uraian diatas, maka kerangka berpikir dari penelitian ini ditunjukkan
Bantuan Perkuatan Modal
Gambar I.1 Kerangka Berpikir
I.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, perumusan masalah dan
tujuan penelitian, sehingga hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Program bantuan perkuatan permodalan, dan perkuatan sarana, berpengaruh
terhadap perkembangan Koperasi di Provinsi Sumatera Utara. Bantuan Perkuatan Sarana
Perkembangan Koperasi
Kelembagaan Koperasi
Informasi Program Perkuatan Modal
Jumlah Bantuan yang tersedia
Program Bantuan Perkuatan Modal
Kelembagaan Koperasi
Informasi Program Perkuatan Sarana
Spesifikasi Sarana yang Tersedia
b. Kelembagaan koperasi, informasi program bantuan perkuatan modal, dan jumlah
bantuan yang tersedia mempengaruhi Program bantuan perkuatan modal.
c. Kelembagaan koperasi, informasi program bantuan perkuatan sarana dan
spesifikasi bantuan sarana yang disediakan mempengaruhi Program bantuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Penelitian Terdahulu
Menurut Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun I – 2006
dengan judul “Evaluasi Program Bantuan Dana Bergulir Melalui KSP/USP
Koperasi”. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana dampak
program dana bergulir terhadap usaha KSP/USP Koperasi dengan Pola PKPS BBM,
Agribisnis dan Syariah.
Metode Analisis yang digunakan pada penelitin ini dengan metode deskripstif
dan metode statistik inferensial. Hasil kajian yang disajikan disini hanya meliputi
analisis pengaruh (Effect Analysis) yaitu evaluasi pengaruh program terhadap kinerja
KSP/USP Koperasi (sebagai lembaga intermediary) dan target groups (beneficiaries)
yaitu anggota dan non anggota koperasi. Analisis dibatasi kepada aspek (a) kinerja
umum berdasarkan Pedoman Klasifikasi Koperasi, dan (b) evaluasi Pengelolaan dan
Pemanfaatan Dana Bergulir dengan metode before and after perguliran dana pada
beberapa variabel dinamika seperti jumlah dana yang diterima dan disalurkan.
Berbagai dinamika tersebut diukur melalui Statistical Packages for Social Sciences
(SPSS) versi 15, pada sejumlah cuplikan (contoh) secara berpasangan (paired) dan
tidak berpasangan (independent).
Proses Impelementasi Program Dana Bergulir Kepada KSP/USP Koperasi
bergulir dievaluasi berdasarkan variabel penilai dalam petunjuk pelaksanaan (Juklak)
dan petunjuk teknis (Juknis) program dana bergulir. Dalam hal persepsi terhadap
proses seleksi calon KSP/USP koperasi contoh, 50 persen menyatakan telah
berlangsung dengan baik, sangat baik ± 35 persen dan hanya sebagian kecil yang
menilai tidak cukup baik. Persepsi seleksi ini memperllihatkan bahwa manfaat yang
baik dari proses seleksi berkorelasi positif dengan kualitas efek program perkuatan,
seperti proses pencairan dana, pendampingan, penyaluran, tenaga pendamping,
monitoring dan evaluasinya.
Efektivitas proses pencairan dan penyaluran dana oleh bank pelaksana. Secara
umum (> 70 persen) dinyatakan baik, sangat baik (20 persen) dan hanya sebagian
kecil (< 5 persen) yang menganggap kurang baik. Hasil ini sangat mendukung
aktivitas usaha anggota/non anggota di bidang pertanian yang sangat akrab dengan
perubahan iklim. Sebab, bila pencairan dana sangat terlambat akan berdampak buruk
kepada kinerja produksi yang pada gilirannya akan mempersulit proses pengembalian
dana.
Efektivitas proses pendampingan yang diterima KSP/USP koperasi contoh.
Proses ini, umumnya dinilai telah berlangsung dengan baik (> 50 persen) bahkan
sangat baik( 6 hingga 7 persen), selebihnya cenderung menilai kurang baik dan sangat
buruk. Ilustrasi ini menegaskan bahwa proses pendampingan sangat dibutuhkan untuk
’mengawal’ proses perguliran kepada KSP/USP Koperasi. Sebab, masih banyak
informasi yang mengungkap adanya proses pendampingan yang belum berjalan
dan disekitarnya. Tampaknya, inilah critical point yang perlu diprioritaskan di masa
mendatang. Khusus mengenai efektivitas proses monitoring dan evaluasi, ditemukan
50 persen menyatakan telah dilaksanakan dengan baik dan 10 persen sangat baik.
Walaupun demikian, masih terdapat penilaian (<10 persen) bahwa proses ini belum
dilaksanakan dengan baik.
Resume evaluasi proses penyaluran dan penerimaan bantuan (semua pola)
menggunakan analisis statistik non parametrik sebagai alat ukur kuantitatif pada data
ordinal. Dalam hal ini digunakan analisis independen pada sejumlah sampel cuplikan
dengan uji Kruskall Wallis (K-W) dan analisis Median, serta uji signifikansi Chi
Square. Rangkuman hasil analisis menunjukkan bahwa pada umumnya ketiga pola
perguliran tidak menunjukkan signifikansi statistik dalam perilaku proses penerimaan
dan penyaluran dana, kecuali perbedaan perilaku dalam menilai manfaat seleksi pada
ketiga pola (uji K-W menunjukkan perbedaan nyata pada a = 90 persen, sementara
analisis Median menunjukkan perbedaan). Artinya, secara umum dapat dikatakan
bahwa proses tersebut secara keseluruhan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Program pola perkuatan dana
melalui pola perguliran pada dasarnya adalah suatu upaya kelembagaan (institutional
building) yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kinerja usaha
UKM/anggota KSP/USP Koperasi. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan kinerja
KSP/USP Koperasi sebagai lembaga intermediasi dalam program perguliran dana.
Dalam kerangka yang lebih luas, program ini diharapkan menjadi inisiasi dan trigger
sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah bersangkutan. Secara
teoritis, dalam kerangka kelembagaan, aturan main (rules of the game) dan aturan
representasi (rules of the representation) sangat perlu dituangkan dalam bentuk
petunjuk program perguliran dana. Aspek-aspek penting di dalam aturan tersebut
harus senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai keadilan sebagai prasyarat kecukupan
(sufficient condition, selain nilai-nilai efisiensi sebagai prasyarat keharusan
(necessary conditon). Nilai keadilan sebagai prasyarat pokok keberhasilan program,
dapat diuji dengan pertanyaan : (a) apakah sumberdaya program perguliran untuk
usaha anggota koperasi/UKM telah terdistribusi secara adil; (b) apakah aturan main
telah mencerminkan distribusi program secara adil; (c) apakah akses terhadap
peluang KSP/USP untuk ikut serta dalam program telah terdistribusi secara adil, dan
(d) apakah peluang UKM/anggota koperasi telah terdistribusi secara adil pula?
Memang tidak mudah menelaah aspek-aspek nilai tersebut secara kuantitatif, namun
kajian ini telah berusaha mengevaluasi seluruh bangunan kelembagaan program
perguliran. Telaahan dilakukan mulai dari bentuk konsep, pelaksanaan hingga
pengaruh program, sesuai dengan batasan-batasan yang ada. Beberapa indikator telah
dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan untuk
pengembangan KSP/USP Koperasi.
Triyono dan Aedah (2006), dalam penelitiannya menyatakan salah satu
permasalahan yang dihadapi Koperasi dan usaha kecil menengah dan mikro dalam
mengembangkan usahanya adalah kecilnya modal usaha yang dimiliki dan rendahnya
perbankan (BRI, BPR, dll) maupun lembaga keuangan non bank (KSP/USP Koperasi,
penggadaian, lembaga keuangan non formal, dan lain-lain).
Analisis pengkajian yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan cara;
baik melalui induksi data, deduksi berdasarkan teori-teori yang relevan, maupun
dengan validasi experties. Dengan demikian, analisis pengkajian lebih bersifat
pendalaman berpikir kualitatif sesuai dengan keperluan untuk merumuskan
model-model yang dipandang optimal bagi pengembangan pemusatan koperasi di bidang
pembiayaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; Koperasi harus mampu
membina kerjasama dengan sesama koperasi dengan konsep waralaba, koperasi harus
mampu membentuk kerjasama dengan Bank Perkreditan Rakyat, kerjasama koperasi
dengan bank Bukopin dalam bentuk pola Swamitra yang merupakan model
pemusatan kegiatan pengembangan koperasi dengan kerjasama koperasi primer
dengan bank. Dengan pola ini, Bukopin menyediakan sistem dan aplikasi manajemen
simpan pinjam koperasi, termasuk pengadaan dan pelatihan sumberdaya manusia,
aplikasi teknologi informasi, sistem manajemen operasi simpan pinjam,
pendampingan dan supervisi simpan pinjam dan standarisasi produk simpanan, dan
pinjaman, serta cadangan likuiditas koperasi simpan pinjam. Dengan demikian
koperasi dapat berkembang lebih cepat.
Dalam Kajian Penelitian Kerjasama antara Kementerian Koperasi dan UKM
dengan PT. Vetiga Himais Optima (2004) dengan judul; “Pengkajian Tentang
Dampak Program Stimulan Dengan Pola Bergulir Melalui Koperasi Dibidang
Perhitungan sampel berdasarkan provinsi dimana dari 24 provinsi tersebut diambil
masing-masing 2 kabupaten yang representatif sehingga didapatkan kabupatennya.
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari pengurus koperasi dan anggota koperasi, sedangkan data sekunder
diperoleh dari publikasi tertulis. Adapun teknik dan pengumpulan data yang
digunakan adalah kuesioner, wawancara dan studi dokumentasi.
Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode regresi
simultan. Hasil penelitian menunjukkan kondisi perekonomian daerah yang
mendapatkan program rata-rata adalah daerah yang struktur ekonominya bertumpu
pada sektor pertanian, dimana sektor ini merupakan sektor utama yang berkontribusi
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), lapangan kerja dan
perkembangan koperasi.
II.2 Konsep Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau Badan
Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Tingkatan
koperasi ada dua, yakni Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder (UU No. 25 Tahun
1992 Tentang Perkoperasian Indonesia).
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 27
Revisi 1998, disebutkan bahwa karakteristik utama koperasi yang membedakannya
pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Umumnya koperasi dikendalikan secara
bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang
sama dalam setiap keputusan yang diambil. Pembagian keuntungan atau Sisa Hasil
Usaha (SHU) dihitung berdasarkan modal masing-masing dan transaksi yang
dilakukan oleh anggota.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 tentang Perkoperasian Indonesia,
pengelompokan koperasi secara umum ada tiga yakni koperasi konsumen, produsen
dan koperasi kredit (jasa keuangan). Namun koperasi dapat pula dikelompokkan
berdasarkan sektor usahanya yakni Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen,
Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa.
Menurut Calvert dalam Kusnadi (2005), bahwa koperasi adalah sebagai
organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukan secara sukarela sebagai manusia
atas dasar kemampuan untuk mencapai tujuan ekonomi masing-masing.
Idiologi yang terkandung dalam definisi ini adalah:
a. Menolong diri sendiriatau swadaya.
b. Menolong orang-orang (personal coorperation) dalam mana anggotanya yang
terhimpun dianggap sebagai manusia, bukan semata-mata sebagai pemegang
saham.
c. Persamaan hak bagi anggota.
d. Perhimpunan atau perkumpulan sukarela.
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi
adalah:
a. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi.
b. Badan hukum koperasi, yaitu yaitu koperasi primer yang bergabung minimal 3
unit menjadi koerasi sekunder.
Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap. Pertama
pengumpulan anggota, untuk menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 orang
anggota. Kedua, anggota tersebut mengadakan rapat pembentukan untuk memilihan
pengurus (ketua, sekretaris, dan bendahara). Ketiga, menyusun rencana anggaran
dasar dan rumah tangga dan selanjutnya memohon Badan Hukum (BH) Koperasi.
Setelah pengesahan Badan Hukum maka organisasi atau usaha tersebut disebut
Koperasi.
Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di
mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang
diambil. Menurut UU Perkoperasian tujuan pendirian Koperasi adalah memajukan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut
membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
6). Pendidikan perkoperasian, 7).Kerja sama antar korasi.
Menurut Prawirokusumo (2001), bahwa: secara konsepsional Koperasi sebagai Badan Usaha memiliki potensi untuk ikut serta memecahkan persoalan sosial-ekonomi masyarakat. Peran Koperasi sebagai upaya menuju demokrasi sosial-ekonomi secara kontitusional tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Namun dalam perjalanannya, pengembangan koperasi dengan berbagai kebijakan yang telah dilakukan Pemerintah Republik Indonesia, belum memenuhi kondisi sebagaimana yang diharapkan masyarakat.
Dalam sistem perekonomian yang menggunakan pendekatan pertumbuhan,
pemberdayaan Koperasi sering terlupakan karena sebagian besar Koperasi bergerak
pada bidang usaha yang produktifitasnya rendah seperti sektor pertanian dan jasa
informal. Kekeliruan inilah sebenarnya yang membangun jebakan ekonomi
(economic traps) dalam era orde baru. Perencanaan pembangunan yang lebih
diarahkan pada pertumbuhan ekonomi semata sering mengabaikan atau
mengesampingkan berbagai aspek lainnya khusunya aspek sosial.
Salam (2007) menyatakan bahwa: berbagai negara yang dinyatakan berhasil
menerapkan konsep tersebut seperti Chili, Costarica, Thailand dan Malaysia
ternyata tidak menghadapi banyak kendala dan juga tidak mengganggu stabilitas
ekonomi dan politiknya. Ciri keberhasilan penerapan konsepsi tersebut juga sangat
spesifik, yaitu meninggkatnya produksi dan pendapatan nasional secara perlahan
(antara 1 sampai 2% per tahun), serta berkurangnya pengangguran yang diimbangi
dengan meningkatnya indeks kesejahteran secara merata, yang secara langsung
pendekatan potensi regional dinegara-negara berkembang tersebut di atas, pada
umumnya mengutamakan pemanfaatan sumberdaya manusia melalui berbagai
usaha padat karya dengan memberdayakan Koperasi dan UKM. Konsep ini
memungkinkan pembangunan dilakukan secara merata dan tidak terpusat,
sehingga masalah n pembangunan antar daerah dapat diatasi.
Dalam struktur dan sistem perekonomian nasional maupun daerah belum
mampu menumbuh kembangkan Koperasi sesuai dengan diamanahkan oleh UUD
1945, dimana Koperasi sebagai soko guru perekonomian Nasional sehingga
menyebabkan perekonomian Indonesia masih rawan terhadap goncangan
perekonomian dunia.
II. 3 Modal Koperasi
Menurut Sularso (2008), modal adalah sejumlah harga (uang/barang) yang
dipergunakan untuk menjalankan usaha, modal berupa uang tunai, barang dagangan
bangunan dan lain sebagainya.
Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan
usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal
sendiri dan modal pinjaman.
waktu melakukan perluasan usaha memerlukan tambahan modal, dan (3) pada waktu mengalami kesulitan yang hanya dapat diatasi dengan menambah modal. Perusahaan pada umumnya memiliki mekanisme untuk mengatasi permodalan dengan saham, yaitu ada ketentuan tentang minimu,m modal saat didirikan dalam bentuk modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Mekanisme penambahan modal dilakukan dengan mengeluarkan saham baru.
Modal koperasi terdiri dari Modal Sendiri dan Modal Pinjaman. Modal sendiri
koperasi pertama-tama dihimpun dari simpanan anggota (simpanan pokok dan
simpanan wajib), setelah koperasi berjalan dan mendapatkan sisa hasil usaha sebagian
dari sisa hasil usaha tersebut dapat disisihkan pada dana cadangan untuk memperkuat
modal sendiri. Dengan demikian modal sendiri koperasi berasal dari:
1. Simpanan Pokok, sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada
koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil
kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan
pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.
2. Simpanan Wajib, adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh
anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap
bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib
tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota
koperasi.
3. Dana Cadangan adalah sejumlah dana yang disisihkan dari sisa hasil usaha untuk
memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Besarnya penyisihan dana yang dicadangkan ditentukan/tercantum dalam
4. Hibah/Donasi adalah pemberian yang mengikat berupa uang atas barang untuk
memperlancar jalannya usaha
Modal pinjaman koperasi berasal dari :
1. Anggota
Disamping simpanan pokok dan simpanan wajib, koperasi dapat menghimpun
modal pinjaman dari anggota dalam bentuk simpanan sukarela dan simpanan
khusus. Simpanan sukarela pada dasarnya merupakan uang titipan dari anggota
yang dapat diambil sesuai perjanjian yang pelaksanaannya diatur dalam anggaran
rumah tangga. Simpanan khusus pada dasarnya merupakan pinjaman dari anggota
yang membiayai keperluan tertentu. Tujuan, imbalan jasa dan cara pengembalian
diatur dalam peraturan khusus.
2. Koperasi atau badan usaha lain
Pinjaman dari koperasi atau badan usaha lain dapat diperoleh atas dasar kerjasama
yang saling menguntungkan.
3. Bank dan lembaga keuangan lainnya
Untuk mendapatkan pinjaman modal dari bank atau lembaga keuangan lainnya,
koperasi harus mengajukan surat yang antara lain terdiri dari :
a. Rencana penggunaan modal/rencana usaha
b. Rencana pengembalian kredit
c. Jaminan barang yang nilainya sebanding dengan besarnya pinjaman
Obligasi adalah surat berharga yang merupakan pengakuan hutang jangka panjang
kepada pemegangnya dengan kesanggupan membayar bunga tetap dan
mengembalikannya pada waktu yang ditentukan, untuk menerbitkan obligasi
harus memenuhi persyaratan dan dapat ijin dari Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM).
5. Sumber lain yang syah
Pinjaman dari sumber lain yang syah biasanya diperoleh dari pemerintah atau
lembaga lain atas dasar pertimbangan tertentu.
Untuk memperkuat kegiatan usaha terutama dalam investasi, koperasi dapat
pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan baik dari
pemerintah maupun dari masyarakat. Modal penyertaan menanggung resiko. Pemilik
modal penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam rapat anggota dan dalam
menentukan kebijakan koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal
penyertaan dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi
yang didukung oleh modal penyertaannya sesuai dengan perjanjian (UU Pasal 42
beserta penjelasannya).
II.4 Modal Penyertaan
Selain modal sendiri dan pinjaman koperasi dapat memperluas usaha yang
dibiayai dengan modal penyertaan yang berasal dari pemerintah dan atau
masyarakat. Pada hakekatnya modal penyertaan merupakan modal pinjaman yang
Modal penyertaan dari pemerintah termasuk BUMN dan BUMD merupakan
salah satu bentuk bantuan kepada koperasi yang potensial. Untuk menjaga agar modal
penyertaan digunakan sebagaimana mestinya, pemerintah dapat mengikut sertakan
wakilnya dalam pengelolaan unit usaha yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku setelah usahanya berjalan lancar, modal penyertaan secara berangsur
dapat ditarik kembali.
Kecuali dari pemerintah, modal penyertaan dapat berasal dari lembaga swasta
dan perorangan. Penggunaan modal penyertaan merupakan salah satu usaha koperasi
untuk memperkuat susunan modal ekuity yang ikut menanggung resiko dalam rangka
mengembangkan usaha.
Penempatan modal diikat dengan perjanjian antara penanam modal dan
koperasi yang bersangkutan. Ditinjau dari pihak peserta penanam modal penyertaan
dalam koperasi merupakan suatu investasi untuk mendapatkan imbalan jasa.
Sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara kedua belah pihak penanam
modal dapat diberi hak dan kewajiban :
1 Hak atas asasi jasa modal penyertaan dengan system bagi hasil atau dengan
pembayaran bunga tetap.
2 Kewenangan untuk ikut dalam kegiatan perencanaan pengelolaan dan
pengawasan dengan jalan menempatkan wakilnya diunit usaha koperasi yang
Terkait dengan perjanjian tersebut dapat diadakan kesepakatan apakah modal
penyertaan akan ditanam secara terus menerus (tetap) atau dapat dikembalikan
setelah koperasi berhasil menghimpun modal sendiri secukupnya.
II.5 Sisa Hasil Usaha (SHU)
Menurut pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, Sisa Hasil
Usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun
buku dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun
buku yang bersangkutan.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 pasal 5 ayat 1, bahwa: “Pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Sularso (2008) mengatakan bahwa: pembagian SHU setiap tahun kepada anggota merupakan pengeluaran uang yang berpengaruh terhadap likuiditas modal tahun berikutnya. Koperasi mempunyai kebiasaan membagi habis SHU setiap tahun. Anggota koperasi selalu menghendaki pembagian SHU sebesar-besarnya atau seluruhnya, seperti juga kehendak pemegang saham perusahaan pada umumnya. Koperasi tidak mempunyai kebiasaan menyisihkan bagian SHU yang ditahan atau retained earning, untuk kepentingan likuiditas keuangan tahun berikutnya. Jika likuiditas keuangan terganggu harus diusahakan tambahan pinjaman dari bank dengan bunga tinggi yang menjadi beban koperasi. SHU yang ditahan berbeda dengan pembagian SHU kepada anggota untuk disimpan kembali.
Perusahaan pada umumnya menyisihkan sebagian laba dalam bentuk laba
yang ditahan, untuk kepentingan likuiditas tahun berikutnya dan juga untuk mengatur
stabilitas tingkat deviden yang dibagi secara wajar. Pada waktu diperoleh laba yang
cukup besar dalam tahun buku tertentu, sebagian laba disisihkan untuk laba yang
neraca tahun buku berikutnya disamping laba tahun yang bersangkutan. Jika tahun
berikutnya laba yang diperoleh menurun atau rugi, perusahaan masih dapat membagi
deviden dari laba yang ditahan.
Koperasi juga sebaiknya tidak membagi habis SHU setiap tahun dan
menyisihkan sebagian untuk SHU yang ditahan, bukan saja untuk kepentingan
likuiditas keuangan tahun berikutnya, tetapi juga untuk stabilitas tingkat SHU yang
dibagikan kepada anggota. Koperasi yang umumnya memiliki modal sendiri sangat
kecil yang usahanya berkembang besar karena kredit bank atau fasilitas pemerintah,
dan sering membagi SHU dalam tingkat yang berlebih-lebihan dibanding dengan
jumlah simpanan anggota
II.6 Bantuan Perkuatan Koperasi
Selain Modal sendiri, permodalan koperasi bersumber dari luar (pinjaman),
untuk memperkuat modal luar, Pemerintah menyalurkan modal kerja dan sarana
usaha Koperasi. Dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia, Nomor 18/Per/M.KUKM/VIII/2006 tentang Pedoman
Teknis Bantuan Perkuatan dalam bidang Produksi kepada Permodalan Bantuan di
nyatakan bahwa Bantuan Perkuatan adalah bantuan dana dari pemerintahan yang
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang disalurkan kepada koperasi dengan
tujuan pengembangan usaha koperasi dengan persyaratan dan tata cara yang diatur
a. Tujuan pengembangan usaha koperasi adalah dalam rangka menyeimbangkan/
memenuhi kebutuhan usaha anggota/masyarakat yang bergerak pada berbagai
usaha ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam
arti belum terdaftar, atau tercatat sebagai pengusaha pada instansi pemerintah dan
belum berbadan hukum, dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
100.000.000, atau kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000.
Program bantuan perkuatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara
Koperasi dan UKM dalam beberapa tahun terakhir ini dikelompokkan menjadi 5
jenis bantuan yaitu bahan baku, modal, teknologi, pasar, dan manajemen yang
diberikan kepada koperasi yang bergerak diberbagai jenis usaha yang diwujudkan
melalaui program penjaminan kredit, pengembangan usaha KSP/USP, perkuatan
dibidang produksi seperti pengadaan bibit sapi perah dan perahu nelayan, kredit pola
syariah, perkreditan untuk pengembangan agribisnis, kemitraan usaha, modal awal
dan padanan (MAP), penyediaan sarana usaha pedagang kaki lima, pengembangan
pasar tradisional, dan pengembangan usaha distribusi retail. Dari konsep perencanaan
program tersebut diharapkan sukses dilaksanakn penyalurannya, pelaksanaannya dan
pengembaliannya.
Untuk pemerataan, penyebaran bantuan perkuatan sangat diperlukan sehingga
tidak tertumpuk pada satu lokasi saja, maka satu daerah hanya diperkenankan satu
atau dua jenis bantuan walaupun daerah tersebut memerlukan tiga atau empat jenis
perkuatan.
pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM, maupun melalui
instansi lainnya adalah usaha untuk menstimulir pertumbuhan ekonomi masyarakat,
untuk mendukung kebijakan dalam pemberdayaan dan pengembangan peran
Koperasi. Oleh sebab itu secara umum program bantuan perkuatan diharapkan akan
memberi pengaruh bagi :
a. Peningkatkan aktivitas ekonomi pedesaaan,
b. Peningkatkan volume usaha koperasi,
c. Peningkatkan penyerapan tenaga kerja,
d. Peningkatkan semangat berusaha dan berkoperasi,
e. Peningkatkan pendapatan koperasi maupun anggotanya,
f. Pembangkitkan etos kerja.
Tujuan dari perkuatan bantuan perkuatan adalah penyeimbangan usaha
koperasi dan selanjutnya mendorong, memperluas kesempatan kerja dan upaya
pengentasan kemiskinan.
Koperasi penerima dan pengelola program bantuan perkuatan wajib
memenuhi persyarat sebagai berikut:
a. Koperasi Primer,
b. Memiliki kantor dan sarana kerja serta alamat yang jelas,
c. Memilki pengurus yang aktif dan lengkap,
d. Melaksankan Rapat Aggota Tahunan (RAT),
e. Memilki Nomor Wajib Pajak (NPWP),
anggota melalui keputusan Rapat Anggota,
g. Bersedia mentaati seluruh ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan,
h. Berada pada lokasi/daerah yang mempunyai potensi sumber daya produktif yang
sesuai dengan rencana pengembangan usaha,
i. Mampu menyediakan tenaga pengelola yang memenuhi kualifikasi sesuai dengan
rencana pengembangan usaha terkait dengan bantuan perkuatan.
Dengan kondisi Koperasi serta kondisi lingkungan ekonomi baik mikro
maupun makro yang belum sepenuhnya kondusif bagi pemgembangan peran
Koperasi, memungkinkan keberhasilan program tersebut, tidak sesuai dengan tujuan
dan sasaran, sehingga kondisi inilah seharusnya mendapat perhatian.
II.7 Kebutuhan Kredit Bagi Koperasi
Konsep Pembangunan Nasional adalah sangat ironis jika dalam era sekarang
ini Koperasi tidak juga dapat ditumbuh-kembangkan, sesuai dengan potensi dan
perannya dalam perekonomian nasional. Tetapi kondisi tersebut merupakan
kenyataan. Jika diperhatikan selama delapan tahun reformasi sudah berjalan,
kedudukan Koperasi dalam mengurangi pengangguran dan sumbangannya terhadap
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) memang semakin membaik. Hal tersebut dapat
diperlihatkan dari semakin membesarnya peran Koperasi dalam penyerapan tenaga
kerja dan sumbangannya terhadap PDB.
Koperasi memang tidak, atau kurang berminat untuk memperoleh bantuan dana
dari perbankan. Hanya 32 % dari mereka yang masuk dalam Koperasi yang
menyatakan memerlukan bantuan modal dari pinjaman bank dan hanya 76 % dari
32 % yang membutuhkan tersebut menyatakan pernah meminta pinjaman kredit
dari perbankan.
Hal ini adalah sangat kontroversial dibandingkan dengan kenyataan di lapang
yang antara lain pernah di kemukakan oleh Sondakh (1989), bahwa kebutuhan kredit
di lingkungan usaha kecil dan mikro di pedesaan adalah sangat besar, mencapai 97,8
%. Ironisnya 67 % dari kebutuhan kredit usaha mikro dan usaha kecil tersebut
didapatkan dari pinjaman para pelepas uang (rentenir). Dari sini timbul pameo bahwa
“rentenir bukan lintah darat tetapi “malaikat penolong” yang memberikan kehidupan
perekonomian masyarakat kecil terutama di pedesaan”.
Sondakh, dkk. (1989), dari hasil penelitiannya di 27 Provinsi di Indonesia
secara tegas menyatakan bahwa kelompok miskin memerlukan bantuan pinjaman
modal. Bank komersial tidak dapat dijadikan sandaran oleh kelompok miskin karena
kelompok ini tidak akan mampu memenuhi persyaratan yang diminta oleh pihak
Bank (The Five C of Credit).
Hal ini juga telah dikemukakan oleh Yunus (2006) bahwa: bank komersial
mengharuskan adanya jaminan dan berbagai persyatan adminidtratif lainnya, yang
bagaimana menghubungkan pekerjaan yang mereka lakukan dengan ketersediaan
modal agar memungkinkan kelompok ini meningkatkan kemampuan ekonomi
mereka, dan memperoleh sumber pendapatan. Di sini sebenarnya peran
pemerintah berlaku adil untuk berpihak kepada kelompok Koperasi yang
dianggap sebagai masyaarkat miskin, tetapi keberpihakan tersebut sampai
sekarang belum juga terlihat.
Lebih lanjut dikatakan oleh Yunus (2006), masyarakat miskin memiliki
kemampuan untuk menciptakan kekayaan sama seperti orang lain. Akses pada
kredit memberikan mereka kesempatan untuk keluar dari perangkap lemahnya
permodalan yang menjebak mereka dalam lingkaran setan kemiskinan (The
Vicious Circle of Poverty). Berikan kesempatan kepada mereka untuk mencoba
kemampuannya dan menciptakan kekayaan dalam jumlah besar. Dengan pinjaman
kredit, pelanggan (orang miskin) dapat menciptakan lapangan kerja sendiri, dan
kebanyakan juga mempekerjakan seluruh keluarganya atau orang lain (mengurangi
pengangguran).
Perekonomian masyarakat miskin ini ditandai dengan akumulasi modal yang
rendah. Sejumlah kecil uang dan surat berharga beredar dan berpindah tangan dengan
cepat dan membentuk ilusi ekonomi. Bahwa ada tersedia banyak uang untuk semua
orang. tetapi padahal sistem tersebut tidak memberikan kesempatan untuk
terbentuknya akumulasi modal dan investasi dalam jumlah besar karena terikat
mempersulit posisi orang miskin untuk mendapatkan kredit, bahkan sebaliknya ada
kecenderungan akumulasi dana dikalangan bawah untuk ditarik keatas seperti yang
dilakukan melalui berbagai bentuk tabungan oleh perbankan sekarang ini.
Tabungan-tabungan itu sendiri cenderung memberikan tingkat bunga yang relatif sangat kecil
(lebih kecil dari sertifikat Bank Indonesia) sehingga dapat dikatakan sebagai strategi
perbankan untuk mendapatkan dana murah dari masyarakat untuk membiayai
keperluan usaha konglomerasinya.
Agar bisa berhasil masyarakat miskin membutuhkan bantuan yang
terorganisir untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas mereka. Tapi
penyediaan bantuan seperti itu akan sangat mahal bagi lembaga yang juga
membutuhkan percobaan untuk menentukan metode kerja dan mekanisme
pelaksanaan yang cocok. Masyarakat miskin tidak akan bisa menanggung seluruh
biaya yang berkaitan dengan penerapan dan pelaksanaan program-program tersebut.
Keberhasilan replikasi bergantung pada adanya dana subsidi pada tahap awal dan
yang terutama sekali pada kreatifitas dan komitmen pemimpinnya.
Apa yang dikatakan oleh Yunus (2006) telah dibuktikan dengan keberhasilan
Grameen Bank bukan hanya menjadi sumber permodalan bagi kelompok miskin,
tetapi berperan sebagai lembaga pendidikan, lembaga informasi dan lembaga
kekerabatan dari para anggotanya. Grameen Bank (GB) bukan bank konvensional
yang hanya berhubungan dengan nasabah terbatas dari aspek ekonomi, tetapi bersifat
multidimensil dari segala aspek kehidupan kelompok miskin, serta memasukan unsur
teori ekonomi klasik dan terbebas dari unsur politis”.
Grameen Bank menugaskan dirinya untuk terutama sekali memberikan
pinjaman kepada yang paling miskin. Dan perempuan merupakan jumlah terbanyak
dari kelompok yang terpinggirkan diantara yang paling miskin dari yang miskin.
Pemberdayaan ekonomi perempuan memiliki dampak yang sangat besar terhadap
terbentuknya keluarga yang stabil.
Sukirno, (2007) mengemukakan bahwa dua hal yang menyolok dari konsep perkreditan yang diprakarsai oleh Muhammad Yunus yaitu ; yang pertama
sebagian besar pelanggannya adalah perempuan dan ; yang kedua misinya bukan bergerak dibidang keuangan saja, tetapi dari semua aspek kesejahteraan anggotanya. Grameen Bank merupakan satu-satunya bank di dunia ini yang mendorong pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, sanitasi dan lingkungan yang bersih.
II.8 Pendekatan Sasaran Dan Konsep Perkreditan
Pendekatan program perkuatan sebagai program perkreditan adalah
pemerataan pemilikan asset dalam rangka memperkuat potensi usaha kelompok
Koperasi agar dapat meningkatkan produksi dan pendapatannya. Tujuan akhir
(output) dari program ini adalah meningkatkan pendapatan Koperasi dan perluasan
lapangan kerja dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran.
Sasaran program perkuatan terutama adalah kelompok mikro dan usaha kecil. Dari
pendekatan dan dan sasaran program ini maka idealnya program perkuatan sebagai
bentuk kredit mikro yang titujuakan untuk kelompok masyarakat miskin harus
memperhatikan karakteristik atau ciri-ciri dari kelompok tersebut dari aspek ekonomi
Menurut Hayami dan Kikuchi dalam Syarif (2006) kelompok ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berpendidikan rendah sehingga sulit untuk dapat memahami prosedur perkreditan dari perbankan yang relatif rumit.
2. Tidak memiliki harta atau kekayaan yang dapat dijadikan agunan sehingga tidak memenuhi syarat perbankan yang menerapkan prinsip kehati-hatian dengan konsep The Five C of Credit.
3. Keperluan kredit tidak hanya untuk biaya produksi, tetapi juga sebagaian sering digunakan untuk biaya konsumsi sebelum berproduksi.
4. Kegiatan usaha tradisional yang lebih didominansi penggunaan tenaga kerja
(Labour intensive), sedangkan investasi dan modal kerja yang digunakan
relative kecil, maka mereka masuk dapat dimasukan dalam kelompok usaha mikro dan atau usaha kecil.
5. Sebagian besar kegiatan Koperasi dapat dilaksanakan (perdagangan, industri kerajianan, penggalian, angkutan dan sektor informal) dalam waktu yang singkat sehingga turn over dari kegiatan usahanya sangat cepat (antara 1 sampai 7 hari Per satu kali putaran), kecuali untuk kegiatan di sektor pertanian. 6. Sangat tergantung pada kesempatan (opportunity) yang relatif sempit dengan
time lag yang relatif sempit.
7. Margin yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang digunakan relatif besar, yang bervariasi (di Indonesia antara 3,8-87,6 % per bulan) tergantung pada jenis kegiatan yang diusahakan.
8. Solidaritas dalam kelompok relatif besar.
Oleh karena program-program kredit mikro yang dilaksanakan oleh
pemerintah pada umumnya ditujukan untuk masyarakat miskin dengan ciri-ciri
seperti disebutkan di atas, maka idealnya program-program perkreditan tersebut
memiliki prinsip dasar sebagai berikut :
a. Tidak menggunakan agunan, atau agunan dapat digantikan dengan social capital
yang ada dikalangan kelompok itu sendiri, seperti yang digunakan dalam konsep
perkreditan Grameen Bank di Bangladesh,
b. Prosedur peminjaman dibuat sesederhana mungkin agar lebih mudah dipahami,
c. Penggunaan kredit tidak dibatasi pada satu atau beberapa jenis kegiatan uasaha
beragam,
d. Waktu proses pengajuan kredit sampai pencairan kreditnya singkat (cepat),
e. Jumlah yang diberikan sesuai atau mencukupi dan,
f. Tingkat bunga diperhitungkan berdasarkan jenis sektor kegiatan yang
dilaksanakan karena setiap sektor kegiatan usaha memiliki besar margin yang
berbeda. Untuk menghindari terjadinya manipulasi kredit oleh kelompok
pelaksana maupun kelompok lain yang ingin mengambil kesempatan dari adanya
subsidi bunga, maka subsidi bunga harus ditiadakan atau tingkat bunga minimal
adalah sama dengan bunga Bank komersial.
Dengan memperhatikan berbagai program perkreditan bagi kelompok
Koperasi yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak era orde baru yang lalu,
nampaknya kelima prinsip dasar kredit untuk kelompok miskin seperti disebutkan di
atas hampir tidak pernah ada. Kalaupun ada, hanya satu prinsip saja yang sering
digunakan yaitu tidak menggunakan agunan. Sebagai kompensasi dari tidak
disyaratkannya agunan maka dibuat prosedur perkreditan yang sangat tertutup,
sehingga sangat menyulitkan bagi Koperasi dan menyebabkan biaya kredit menjadi
tinggi, tetapi membuka peluang terjadinya manipulasi dana ditingkat penyalur. Dalam
hal ini para perancang program kredit mikro masih terkungkung pada dogma bahwa
kredit untuk orang miskin harus dengan bunga yang rendah. Pendapat ini sangat tidak
realistis dan telah dibantah oleh puluhan pakar.
Terkait dengan dogma atau mitos bahwa kredit untuk orang miskin harus
merumuskan Hukum Besi perkreditan yang dinamakan The iron law of credit atau
Hukum besi Gonzales. Disini Gonzales mengumpamakan bunga yang besar sebagai
besi, sedangkan bunga ringan (bersubsidi) sebagai kapas. Hanya besi yang akan turun
kebawah atau dikonsumsi oleh orang miskin, sedangkan kapas akan ditangkap di atas
oleh orang tertentu, baik penyalur kredit maupun pihak-pihak lainnya.
Dalam hal bunga kredit ini Syarif (2006) mengatakan bahwa: bunga kredit tidak berpengaruh nyata terhadap effektifitas dan efisiensi penggunaan kredit, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap ketepatan sasaran pemberiann kredit (bunga yang rendah dapat menyebabkan salah sasaran). Sebaliknya biaya untuk mendapatkan kredit sampai dengan pengembaliannya (cost of credit), berpengaruh nyata (pemborosan) terhadap efektifitas dan efisiensi penggunaan kredit.Pada kredit-kredit bersubsidi, karena persyaratan yang sedemikian ketat menyebabkan cost of credit
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Dinas Koperasi dan UKM Provinsi
Sumatera Utara. Kegiatan penelitian dari pengumpulan data hingga dengan penulisan
laporan akhir dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, dimulai sejak bulan Oktober
2008 sampai dengan Januari 2009.
III.2 Metode Penelitian III.2.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan survey yang dilakukan pada pegurus
koperasi di Propinsi Sumatera Utara. Survei adalah penelitian yang mengambil
sampel dari populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data
yang pokok dan secara umum menggunakan statistik (Singarimbun dan Effendy,
1995).
III.2.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu untuk
mengetahui pengaruh Program Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Sumatera Utara.
Penelitian deskriptif kuantitatif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau
untuk menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian
III.2.3 Sifat Penelitian
Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanatory, yaitu penelitian
yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta
hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. (Sugiono, 2006).
III.3 Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah 450 Unit Koperasi berkualitas (Data Juni
2007, Dinas koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Sumatera Utara) yang
menerima bantuan perkuatan. Jumlah bantuan perkuatan yang diberikan bervariasi
sesuai dengan program kerja koperasi tersebut. Penentuan jumlah sampel pada
penelitian ini digunakan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
( )
2Maka dalam penelitian ini, jumlah sampel yang ditetapkan dengan nilai kritis
sebesar 10% dari jumlah populasi 450 orang adalah sebagai berikut:
(
)
81 ,82 82III.4 Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini maka instrumennya adalah
sebagai berikut :
a. Wawancara (interview)
Wawancara (interview) yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan Pengurus
Koperasi mengenai bantuan perkuatan modal dan sarana yang diberikan dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
b. Daftar pertanyaan (questionaire) yaitu pertanyaan-pertanyaan yang disusun oleh
peneliti dengan menyediakan lima pilihan jawaban. Selanjutnya daftar
pertanyaan diberikan kepada pengurus koperasi yang menjadi responden
penelitian, untuk memilih salah satu jawaban kemudian memberikan penjelasan
singkat mengapa memilih jawaban tersebut
c. Studi Dokumentasi yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dan mempelajari
data tertulis seperti dokumen data koperasi, peraturan pemerintah dan
undang-undang tentang koperasi.
III.5 Jenis Dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dan melalui
penyebaran daftar pertanyaan kepada responden (pengurus koperasi) di Provinsi
b. Data Sekunder yang diperoleh melalui dokumen-doumen dari Dinas Koperasi dan
UKM Provinsi Sumatera Utara.
III.6 Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama dalam penelitian ini yaitu: bantuan perkuatan modal dan
bantuan perkuatan sarana berpengaruh terhadap perkembangan koperasi di Provinsi
Sumatera Utara.
III.6.1 Identifikasi Variabel Penelitian Hipotesis Pertama
Pada hipotesis pertama, terdapat dua variabel bebas (independent variable)
yang digunakan, yaitu Bantuan perkuatan modal sebagai variabel bebas pertama(X1),
Bantuan perkuatan sarana sebagai variabel bebas kedua (X2), dan satu variabel terikat
(dependent variabel), yaituperkembangan koperasi (Y).
III.6.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian Hipotesis Pertama
Definisi operasional dari variabel-variabel hipotesis pertama adalah sebagai
berikut:
1. Bantuan Perkuatan Modal (X1), adalah program dari Dinas Koperasi dan UKM
Provinsi Sumatera Utara berupa bantuan modal untuk perkembangan usaha
koperasi.
2. Bantuan Perkuatan Sarana (X2), adalah program dari Dinas Koperasi dan UKM
usaha koperasi.
3. Perkembangan Koperasi (Y), adalah meningkatnya kinerja koperasi setelah
mendapatkan bantuan perkuatan modal dan sarana.
Definisi operasional variabel hipotesis pertama dapat diliihat pada Tabel III.1.
Tabel III.1Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama
No Variabel Definisi Operasional Indikator
No Variabel Definisi Operasional Indikator
Pengu-III.6.3 Model Analisis Data Hipotesis Pertama Hipotesis pertama dalam penelitian ini, yaitu :
H0 : b1, b2, = 0 (Bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana koperasi
tidak berpengaruh terhadap perkembangan koperasi di Provinsi
Sumatera Utara).
Ha : b1, b2, ≠0 (Bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana koperasi
berpengaruh terhadap perkembangan koperasi di Provinsi
Sumatera Utara).
Alat uji statistik yang dipergunakan untuk menganalisis hipotesis pertama
dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Regression
perkuatan sarana) terhadap variabel terikat (perkembangan usaha koperasi). Analisis
regresi linier berganda dipergunakan dalam penelitian ini karena variabel terikat yang
dicari dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel bebas atau variabel penjelas.
Model persamaan regresi linier berganda:
Y = b0+b1X1+ b2X2+e
di mana: Y = Perkembangan Koperasi
b0 = intersep atau konstanta
b1, b2, = koefisien regresi variabel X
X1 = Bantuan Perkuatan Modal
X2 = Bantuan Perkuatan Sarana
e = error atau disturbance
Pengujian hipotesis sebagai berikut:
1. Uji Simultan (uji-F)
Uji F dilakukan untuk melihat secara bersama-sama apakah ada pengaruh dari
variabel bebas (X1 danX2) yaituprogram bantuan perkuatan dan bantuan perkuatan
sarana terhadap perkembangan koperasi yang merupakan variabel terikat.
Model hipotesis yang digunakan dalam uji F ini adalah:
H0 : b1, b2, = 0 (Bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana koperasi
secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap perkembangan
koperasi di Provinsi Sumatera Utara).