• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah Sir 20 Pt.Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Tbk Dolok Melangir – Serbelawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah Sir 20 Pt.Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Tbk Dolok Melangir – Serbelawan"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Osbal Sugondo Pasaribu : Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah Sir 20 Pt.Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Tbk Dolok Melangir – Serbelawan, 2008.

USU repository © 2009

ANALISA KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) DAN KADAR

ABU (ASH CONTENT) PADA KARET REMAH SIR 20

PT. BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE, Tbk

DOLOK MELANGIR – SERBELAWAN

KARYA ILMIAH

OSBAL SUGONDO PASARIBU

052409023

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Osbal Sugondo Pasaribu : Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah Sir 20 Pt.Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Tbk Dolok Melangir – Serbelawan, 2008.

USU repository © 2009

ANALISA KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) DAN KADAR ABU (ASH CONTENT) PADA KARET REMAH SIR 20

PT. BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE, Tbk DOLOK MELANGIR – SERBELAWAN

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

OSBAL SUGONDO PASARIBU 052409023

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISA KADAR KOTORN (DIRT CONTENT) DAN KADAR ABU (ASH CONTENT) PADA KARET REMAH SIR 20

Karegori : KARYA ILMIAH

Nama : OSBAL SUGONDO PASARIBU Nomor induk : 052409023

Program studi : DIPLOMA III KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DISETUJUI di

Medan, juni 2008

Diketahui / disetujui oleh

Departemen KIMIA FMIPA USU

Ketua Dosen Pembimbing

Dr. Rumondang Bulan, MS Drs. Firman Sebayang, MS

(4)

Osbal Sugondo Pasaribu : Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah Sir 20 Pt.Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Tbk Dolok Melangir – Serbelawan, 2008.

USU repository © 2009

PERNYATAAN

ANALISA KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) DAN KADAR ABU (ASH CONTENT) PADA KARET REMAH SIR 20

PT. BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE ,Tbk DOLOK MELANGIR – SERBELAWAN

KARYA ILMIAH

Saya mengaku bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, juni 2008

(5)

PENGHARGAAN

Segala puji hormat serta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan kasih-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya.

Tujuan disusunnya tugas akhir ini adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaian studi pada Program Studi Diploma Tiga (D-3) Kimia Industi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Di Universitas Sumatera Utara. Adapul judul dari tugas akhir ini adalah “Analisa Kadar Kotoran (Dirt Contnt) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah SIR 20.”

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih yng sevesar-besrnya kepada :

1. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku ketua jurusan Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.

2. Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis dan membimbing samapai penelesaian karya ilmiah ini.

3. Seluruh Dosen dan pegawai Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak RS Pasaribu selaku pembimbing lapangan, serta staf lainnya yang tetap membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan praktek kerja lapangan.

5. Secara khusus buat Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa mendukung penulis dalam doa yang tulus iklas, materi dan semangat hingga akhirya penulis dapat menyelesaikan pendidikan di kimia industi.

6. Buat Saudara dan Saudariku yang baik, Atas perhatian dan doa yang anda berikan kepada saya, semoga keluarga kita tetap bersatu hati dan bertekun dalam kasih persaudaraan.

7. Buat sahabat-sahabat saya, terimakasih buat kebaikan dan kerjasama selama kuliah, khususnya dorongan semangat dan juga candau gurau, teman berbagi tentang pengalaman hidup, semoga hasil kerja kerasmu cepat tercapai.

8. Buat seluruh teman-teman jurusan kimia industri salam kasih dan persaudaraan bagi anda smua.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua, terimakasih.

(6)

3

( Osbal Sugondo Pasaribu) ABSTRAK

(7)

ANALISIS DIRT CONTENT AND ASH CONTENT IN THE DIRECTION CRUMB RUBBER SIR 20

ABSTRACT

(8)

5

2.3.1 Penyebab Terjadinya Prakoagulasi 13 2.3.2 Pencegahan Prokoagulasi Dan Anitikoagulasi 15

2.4 Penggumpalan Lateks 18

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Lateks 19

2.6 Komposisi Kimia Lateks 20

2.7 Pengolahan Karet Alam 21

2.8 Jenis-Jenis Karet Alam 26

2.9 Pengolahan Karet Remah 29

2.9.1 Karet Remah Dengan Bahan Baku Lateks 30 2.9.2 Karet Remah Bahan Baku Gumpalan Mutu Rendah 32

2.9.3 Penentuan Kualitas Karet Remah 34

3.2Prosedur Analisa Laboratorium 40

(9)

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN 42

4.1 Hasil 42

4.1.1. Hasil Analisa Kadar Kotoran 43

4.1.2. Hasil Analisa Kadar Abu 44

4.1.3. Perhitungan 45

4.2 Pembahasan 48

BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN 50

5.1 Kesimpulan 50

5.2 Saran 51

Daftar Pustaka 52

(10)

7

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.2 Standar Malaysian Rubber (SMR) 28

Tabel 2.2 Standar Indonesia Rummer (SIR) 37

Tabel 4.1 Hasil Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) 43 Tabel 4.2 Hasil Analisa Kadar Abu (Ash Content) 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(11)

masyarakat yang sangat diperlukan. Tanpa karet, kapal, pesawat terbang, mobil, truk, dan bis tidak dapat berjalan. Tanpa karet, pertambangan, komunikasi, dan industri pokok kurang efektif. Karet diperoleh dari hutan yang relatif sulit dimasuki (inaccessible) seperti di daerah sungai amazone di Amerika Selatan maupun dari perkebunan dari timur.

Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai amazone, dan secara tradisional diambil getahnya oleh pendudk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakkan api dan bola untuk permainan. Setelah De La Condamine mengirim contoh bahan elastis dari peru ke pranci pada tahun 1736, maka saat itu orang eropa mulai menaruh perhatian terhadap karet. Dalam laporannya, De La Condamine membuat deskripsi yang lengkap tentang tumbuhan ini, disertai uraian tentang cara-cara mengambil getahnya seperti yang dilakukan oleh penduduk pribumi. Hal penting dari laporan tersebut adalah pandangannya tentang manfaat tumbuhan ini sebagai bahan perdagangan bagi eropa yang mempunyai prospek yang sangat bagus.

(12)

9

Di Amerika Serikat industri karet berdiri pada akhir pengembangan industri dan perdagangannya pada tahun 1819-1837. seorang amerka Charles Goodyear (1800-1860), menemukan proses vulkanisasi pada tahun 1839. vulkanisasi pada pokoknya meliputi pencampuran sulfur dengan karet. Lalu campuran tersebut dipanaskan dan sesudah terjadi reaksi kimia strukur dan sifat bahan diubah secara bersama-sana. Penemuan Goodyear memungkinkan pemakaian karet dengan peralatan mesin dan industri ban speda dan ban mobil. Maka penemuan Goodyear melepaskan karet dari kelemahannya yang pokok dan dia mencari cara baru untuk memanfaatkan karet. Namun penemuan Hocock lebih praktis dan memungkinkan manipulasi karet secara mekanis.

Sistem perkebunan karet muncul pada awal abad ke-19, akan tetapi sistem perkebunan di Asia Tenggara tidak terjadi sebelum akhir abad ke-19, ketika pertumbuhan permintaan menuntut perluasan sumber penawaran. Sistem ini diperkenalkan oleh beberapa ahli tumbuh-tumbuhan dari inggris Sir Clements R. Markham pernah menanam pohon kina yang menghasilkan quinine yang berasal dari amerika selatan dari India.

(13)

Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan dasar timbulnya karet spesifikasi teknis. Keistimewaan tiap jenis mutu disertakan pula. Pengolahan karet spesifikasi teknis dimaksudkan untuk mengubah cara-cara pengolahan yang konvensional dengan prinsip usaha menghasilkan karet yang dapat diketahui dan terjamin mutu teknisnya. Diberi nama karet spesifikasi teknis karena penetapan jenis-jenis mutunya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Berdasarkan uji coba laboratorium, pengepakan dalam bongkah kecil, mempunyai berat dan ukuran yang seragam, serta ditutup dengan plastik polyethylen. warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, creepe maupun lateks pekat tidak berlaku.

Standar Indonesia Rubber (SIR) adalah karet alam produksi Indonesia yang dijual dalam bentuk bongkah dan mutunya dinilai secara spesifikasi teknis. Penilaian mutu secara spesifikasi teknis didasarkan pada hasil analisa dari beberapa siarat uji yang ditetapkan untuk uji SIR antara lain: kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, kadar nitrogen, Plastisasi Awal (Po) dan Plasticity Retention Index (PRI).

Dengan mengetahui variabel-variabel penilaian mutu karet remah secara spesifikasi teknis ini, penulis tertatarik untuk lebih membahas masalah ini dengn mengambil judul : “Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah SIR 20.”

1.2 Permasalahan

(14)

11

menyebabkan gagalnya mutu SIR, kemungkinan-kemungkinan penyebabnya, dan cara mengatasinya sejak dari lateks di kebun sampai pengolahan akhir dipabrik karet remah. Kegagalan mutu SIR yang biasa dan masih di pabrik karet (crumb rubber) adalah kadar kotoran tinggi dan berfariasi, kadar abu tinggi, kadar nitrogen tinggi serta nilai Po dan PRI yang rendah.

Dari penilaian mutu secara spesifikasi ini maka permasalahan yang ingin diangkat dalam penulisan karya ilmiah ini adalah: apakah kadar kotoran dan kadar abu di dalam karet remah SIR 20 yang diproduksi oleh PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate telah memenuhi mutu Standar Indonesia Rubber.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah hasi praktek kerja lapangan yang penulis lakukan di pabrik PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate adalah:

- Untuk menganalisa kadar kotoran dan kadar abu yang terdapat pada karet remah SIR 20.

- Untuk mengetahui apakah karet remah SIR 20 yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu yang berlaku yaitu maksimal : 0,20% untuk kadar kotoran dan 1,00% untuk kadar abu.

1.4 Manfaat

(15)
(16)

Osbal Sugondo Pasaribu : Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah Sir 20 Pt.Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Tbk Dolok Melangir – Serbelawan, 2008.

USU repository © 2009

BAB 2

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Penemuan Karet

Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazone, dan secara

tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Sejarah karet bermula ketika Christophel Columbus menemukan benua Amerika pada 1476. Saat itu, Columbus tercengang melihat orang-orang Indian bermain bola dengan menggunakan suatu bahan yang dapat memantul bila dijatuhkan ketanah. Bola terbuat dari campuran akar, kayu, dan rumput yang dicampur dengan suatu bahan (lateks) kemudian dipanaskan diatas unggun dan dibulatkan seperti bola.

Pada tahun 1731, para ilmuan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan tersebut. Seorang ahli dari prancis yang bernama Fresneau melaporkan bahwa bayak tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet. Diantaranya dari jenis havea brasiliensis yang tumbuh di hutan Amazon Brazil. Saat ini tanaman tersebut menjadi tanaman penghasil utama dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara yang menjadi penghasil karet utama di dunia saat ini.

(17)

sebagai bahan penghapus tulisan pensil, dan jadilah karet itu di Inggris disebut dengan nama Rubber (dari kata to rub, yang artinya menghapus), sebelumnya remah roti biasa digunakan orang untuk menghapus tulisan pensil. Pada dasarnya, nama ilmiah yang diberikan untuk benda yang elastis (menyerupai karet) ialah elastomer, tetapi sebutan rubber-lah lebih populer di kalangan masyarakat awam.

Barang-barang karet yang diproduksi waktu itu selalu menjadi kaku di musim dingin dan lengket dimusim panas, sampai seorang yang bernama Charles Goodyear yang melakukan penelitian pada 1838 menemukan bahwa, dengan dicampurkannya belerang dan dipanaskan maka karet tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca. Sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar proses vulkanisasi ini akhirnya dapat disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet.

Pada waktu pendudukan jepang di Asia Tenggara dalam perang dunia II, persediaan karet alam di negara sekutu menjadi kritis dan diperkirakan akan habis dalam waktu beberapa bulan. Pemerintah Amerika mendorong penelitian dan produksi untuk menghasilkan karet sintetik untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Usaha besar ini membuahkan hasil dalam waktu singkat dan terus berkembang sesudah perang dunia II berakhir pada 1945.

(18)

8

contoh bahan elastis yang aneh dari Peru ke Pranci pada tahun 1736, maka saat itu orang eropa mulai menaruh perhatian terhadap karet.

Dalam laporannya, De La Condamine membuat deskripsi yang lengkap tentang tumbuhan karet, yang disertai pula uraian tentang cara-cara mengambil getahnya seperti yang dilakukan oleh penduduk pribumi. Namun yang penting dari laporan tersebut adalah pandangannya tentang manfaat tumbuhan ini sebagai bahan perdagangan bagi eropa yang memmpunyai prospek yang sangat bagus.

Menurut catatan lain seorang insinyiur Prancis Frensneau yang bertugas di ketentaraan di Cayenne Amerika Selatan, mengarang buku tentang karet yang disertai pula gambaran lengkap uraian tentang cara-cara pengambilan getah karet. Perhatian tentang karet bertambah meningkat setelah Priestly seorang ahli fisika/kimia inggris, pada tahun 1770 menemukan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit, sehingga orang inggris menjuluki karet dengan sebutan rubber.

(19)

2.1.1 Perkembagan Tanaman Karet Indonesia

Usaha perkebunan karet dimulai di daerah-daerah jajahan Negara-negara Eropa, terutama oleh Inggris dan Belanda. Pada tahun 1876, Henry A. Wickham, memasukkan biji karet yang berasal dari Amerika Selatan Ke Srilangka, Malaya, dan beberapa biji ke kebun percobaan pertanian di Bogor. Kemudian terbukti, bahwa petumbuhan karet di bogor sangat memuaskan. Tahun 1896 dari brazil ke perkebunan tarik ngaroem dan pada tahun 1898 dari brazil melalui paris ke perkebunan pasir otjing (semua di pulau jawa). Walaupun demikian, memerlukan waktu yang cukup lama untuk membudidayakan tanaman karet.

Setelah tanaman karet berhasil disadap dengan berbagai cara, akhirnya ditemukan cara penyadapan yang lebih baik dibandingkan dengan cara penyadapan yang kasar atau liar seperti yang dikerjakan di brazil. Hal ini membuktikan bahwa tanaman karet (havea brasiliensis) lebih baik dan lebih unggul daripada tumbuhan getah lainnya yang pada saat ini juga menjadi sumber bahan karet. Disamping itu akhirnya diketahui pula bahwa tanaman karet havea sebenarnya bukan tanaman rawa, maka karet dapat diusahakan dengan baik pada berbagai jenis tanah.

(20)

10

2.1.2 Perkembangan Tanaman Karet Dunia

Dengan ditemukannya beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan yang berguna untuk kehidupan manusia, penemuan cara pembuatan ban dan perkembangan pabrik kendaraan, maka permintaan karet terus meningkat dan perkebunan-perkebunan karet terus berkembang pesat terutama di Indonesia, Malaysia dan srilangka. Dari produksi karet alam, 46% digunakan untuk pembuatan ban selainnya untuk pembuatan karet busa, sepatu dan beribu-ribu jenis barang lainnya.

Dengan ditemukannya getah karet dari pohon yang tumbuh liar di Benua Amerika Selatan, para ilmuan mempublikasikan penemuan Michele de cuneo. Saat publikasi bersamaan dengan diperkenalkannya permainan bola yang dipantulkan yang merupakan permainan tradisional bangsa Indian Aztek. Permainan ini selanjutnya berkembang menjadi permainan tenis seperti yang dikenal sekarang. Para ilmuan berminat menyelidiki kandungan yang terdapat di dalam bahan tersebut agar dapat digunakan untuk membuat alat yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia sehari-hari. Dengan peralatan dan pengetahuan yang masih terbatas, ilmuan di jaman dahulu memisahkan karet menjadi tiga unsur. Unsur tersebut adalah susu, lilin, bahan ringan dan bening.

(21)

Cara baru yang dilakukan ini adalah dengan melukai kulit batang tanaman. Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebagai tanaman havea. Hasil laporan ekpedisi peru ditulis oleh Freshneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut dan juga menyertakan gambar tanaman tersebut. Dua tahun kemudian De La Condamine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman karet.

Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sampai menjadi primadona daerah perkebunan yang terletak di daerah tropis. Pada tahun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisasi karet. Goodyear mencampur karet dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120-130 0C. dengan cara vulkanisasi ini semakin banyak sifat karet dapat diketahui dan di manfaatkan.

Berawal dari penemuan Charles Goodyear. Karet mulai banyak dicari orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk mengolah karet menjadi ban. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh Goldrich. Pada hari berikutnya setelah orang berhasil menciptakan mobil pada tahun 1895 permintaan akan karet semakin meningkat.

2.2 Karet Alam dan Sifat-Sifat Karet

(22)

12

pengolahannya serta prestasinya sebagai barang jadi. Kualitas dan produksi hasil karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk karet buatan manusia.

Karet alam mempuyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil, dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah. Daya tahan karet terhadap benturan, goresan dan koyakan sangat baik. Namun karet alam tidak begitu tahan terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti oksidasi dan ozon. Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah, bensol, pelarut lemak (degreaser), pelarut, pelumas sintetis, dan cairan hidrolik. Karena sifat fisik dan daya tahannya, karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah serta produksi teknis lain yang memerlukan daya tahan yang sangat tinggi.

2.3 Prakoagulasi

(23)

Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan bahan kimia yang terkandung di dalalmnya. Bagian- bagian tersebut sepenuhnya tidak larut sepenuhnya, melainkan terpecah secara homogen atau merata di dalam air. Partikel partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat menembus saringan.

Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen yang pertama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata yang basa disebut serum. Bahan- bahan bukan karet yang larut dalam air, seperti protein garam garam mineral, enzim dan yang lain termasuk kedalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan atau dipancarkan, komponen ini terdiri dari butiran-buturan karet yang dikelilingi lapisan tipis protein.

2.3.1 Penyebab Terjadinya Prakoagulasi

Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya prakoagulasi, bukan hanya penyebab dari dalam, seperti jenis karet yang ditanam atau enzim saja, melainkan juga hal dari luar seperti keadaan cuaca dan sitem pengangkutan yang seolah tidak berhubungan. Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut:

1. Jenis Karet Yang Ditanam

(24)

14

2. Enzim-Enzim

Enzim dikenal sebagai biokatalis yang mampu mempercepat berlangsungnya suatu reaksi walaupun hanya terdapat dalam jumlah yang kecil. Cara kerjanya adalah dengan mengubah suasana protein yang melapisi bahan-bahan karet. Akibatnya kemantapan lateks berkurang dan terjadilah prakoagulasi. Biasanya enzim mulai aktif setelah lateks keluar dari batang karet yang disadap.

3. Mikroorganisme Atau Jasad Renik

Mikroorganisme terdapat di udara, pepohonan, tanah, air, atau penempel pada alat-alat yang digunakan.pohon yang baru disadap mudah sekali terinfeksi oleh jasad renik. Apabila mikroorganisme masuk ke dalam getah yang baru disadap dan melakukan aktifitaas hidup di dalamnya, akan terjadi reaksi dengan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lateks. Akibatnya, timbul senyawa baru seperti asam dan sejenisnya.

4. Faktor Cuaca Atau Musim

Pada saat karet menggugurkan daunnya (musim gugur daun) prakoagulasi terjadi lebih sering, begitu juga pada saat musim hujan. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidalnya rusak oleh panas yang terjadi.

5. Kondisi Tanaman

(25)

6. Air Sadah

Air sadah atau hard water adalah air yang memiliki reaksi kimia, biasanya bereaksi asam. Apabila air ini tercampur kedalam lateks, maka prakoagulasi akan terjadi dengan cepat.

7. Cara Pengangkutan

Sarana transportasi, baik jalan atau kendaraan, yang buruk akan menambahkan frekuensi terjadinya prakoagulasi. Jalan yang buruk atau angkutan yang berguncang- guncang menyebabkan lateks yang diangkut terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloidal. Jarak yang jauh menyebabkan lateks baru tiba di tempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena sinar matahari di perjalanan juga dapat menyebabkan prakoagulasi.

8. Kotoran Atau Bahan-Bahan Lain Yang Tercampur

Prakoagulasi sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam. Air yang kotor juga berpengaruh yang sama.

2.3.2 Pencegahan Prakoagulasi Dan Zat Antikoagulasi

(26)

16

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan unntuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah sebagai berikut:

a. Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan lateks, ember dan lainnya harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak mengalami banyak goncangan.

b. Mencegah pengenceran latek dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air saluran maupun air got.

c. Memulai penyadapan di pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantu agar lateks dapat sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas. Keuntungan lain dari penyadapan sebelum matahari terbit adalah mempertinggi jumlah lateks yang dapat dihasilkan oleh pohon karet.

Apabila langkah-langkah pencegahan diatas sudah dilakukan dan hasilnya belum seperti yang diinginkan, maka zat antikoagulan dapat ditambahkan. Zat anti koagulan harus dipilih yang paling tepat dan disesuaikan dengan kondisi lokal, harga, kadar zat tersebut, dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagulasi. Contoh dari beberapa antikoagulan yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat-tempat pengolahan karet adalah:

1. Soda Atau Natrium Carbonat

(27)

mengolah lateks menjadi ribbed smoked sheet karena sheet kering yang akan dihasilkan akan bergelembung/bubles. Tetapi jika tidak ada lagi zat lain yang dipergunakan bahan ini masih dianjurkan dengan pemakaian jumlah soda yang tidak terlalu banyak. Pemakaian soda aman untuk karet yang akan diolah menjadi crepe. Dosis soda yang akan digunakan adalah 5-10 ml larutan soda tanpa air kristal (soda ash) 10% setiap liter lateks. Berarti, dalam 5-10 ml larutan soda tersebut terdapat 0,5-1 gr soda ash.

2. Ammonia

Ammonia merupakan antikoagulan yang banyak digunakan. Dosis ammonia yang digunakan untuk mencegah terjadinya prakoagualsi, adalah 5-10 ml larutan ammonia 2,5% untuk setiap liter lateks. Misalkan kadar ammonia yang digunakan berkadar 20%, maka jumlah ammonia ayng duibutuhkan adalah 0,6-1,2 ml. bila dengan dosis seperti ini parakoagulasi belum bisa dicegah, maka dosisnya dapat dinaikkan dua kali lipat atau menggunakan larutan ammonia yng berkadar 5%.

3. Natrium Sulfit

(28)

18

Pabrik atau pengolahan karet yang membuat jenis karet ribbed smoked sheet rata-rata menggunakan amonia dan natrium sulfat sebagai antikoagulan. Untuk membuat karet jenis crepe, antikoagulum yang biasa digunakan adalah soda atau natrium sulfit. Untuk mendapatkan dosis antikoagulum yang paling tapat dapat dicoba dengan dosis yang lebih rendah terlebih dahulu. Apabila tidak mencukupi, maka dosis dinaikkan sedikit demi sedikit. Zat antikoagulan harus diberikan secepat mungkin setelah lateks disadap karena apabila gejala prakoagulasi telah nampak jelas, maka lateks yang akan dihasilkan kurang baik.

2.4 Penggumpalan Lateks

Penggumpalan lateks dilakukan 3-4 jam setelah dilakukan penyadapan. lateks dari mangkok dituangkan kedalam ember pengumpul dengan menggunakan spatel. Bila lateks dalam ember pengumpul telah penuh kemudian dipindahkan ke dalam ember pengumpul, dan selanjutnya dibawa ke tempat pengumpulan hasil (TPH) atau langsung ke pabrik.

Selain hasil yang berupa lateks, dari kebun produksi diperoleh pula beberapa bahan bekuan yang dapat dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Bahan bekuan tersebut dapat berupa:

1. Skrep (Scrap)

(29)

2. Lump Tanah

Lump tanah atau karet tanah adalah lateks yang membeku pada tanah di sekitar pangkal batang di bawah irisan sadapan. Lump tanah diperoleh terutama pada penyadapan yang mangkoknya tiap hari diangkat dari batang. Pengmpulan lump tanah dilakukan dua kali dalam seminggu, dan lebih baik bila dilaksanakan pada tiap kali penyadapan untuk menjaga jangan sampai diperoleh hasil karet yang berasal dari bahan baku lump yang mutunya sangat rendah.

3. Lump Mangkok

Lump mangkok adalah lateks yang membeku pada mangkok. Lump mangkok diperoleh pada penyadapan yang pada mangkoknya diberikan tetap berada pada pohon. Pengumpalan pada lump mangkok dilakukan setelah selesai penyadapan hari itu juga, sambil menunggu saat pengumpulan lateks. Lump mangkok yang diperoleh derngan cara ini adalah lump yang besrih yang bila diolah menjadi krep dapat menjadi krep mutu I, atau bila diolah menjadi karet remah dapat menjadi SIR 10.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Lateks

(30)

20

Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas karet yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah:

a) Faktor di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain) b) Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prokoagulasi, musim kemarau

keadaan lateks tidak stabil).

c) Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium atau baja tahan karat).

d) Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu). e) Kualitas air dalam pengolahan.

f) Bahan bahan kimia yang digunakan. g) Komposisi lateks.

2.6 Komposisi Kimia Lateks

(31)

Partikel karet murni (isoprena) tersuspensi dalam serum lateks dan bergabung membentuk ranti panjang yang disebut poliisoopren seperti berikut:

H3C H H3C H H3C H

C = C C = C C = C H2C CH2 H2C CH2 H2C CH2

Rumus molekul poliisoprena

2.7 Pengolahan Karet Alam

Ada beberapa alat yang digunakan dalam pengolahan karet alam, dan alat alat ini tidak semuanya dingunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat-alat yang digunakan untuk pembuataan jenis karet tertentu saja. Selain alat, juga banyak bahan-bahan yang digunakan dalam pengolahan karet alam.

1. Mesin penggiling

(32)

22

2. Tangki Atau Bejana Koagulasi

Tangki yang banyak dipakai dibuat dari bahan aluminium. Ukuran tangki yang digunakan biasanya (10 x 3 x 16) kaki. Tangki yang berukuran besar ini kemudian disekat lagi menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil, dengan menggunakan pelat– pelat aluminium. Pada tempat pengolahan karet yang hanya sedikit kapasitas produksinya, fungsi bejana atau tangki digantikan oleh loyang-loyang yang mempunyai kapasitas olah antara 10-15 liter lateks.

3. Rumah Pengeringan

Pada pembuatan karet creepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Rumah pengeringan menggunakan pemanas untuk mempercepat pengeringan. Cara pemanasan yang paling banyak dipakai adalah thermosifon atau pemanasan dengan air panas serta menggunakan uap air berteknan rendah. Bila tanpa pemanasan, waktu yang diperlukan untuk mengeringgkan creepe antara 2-4 minggu. Sedangakan dengan menggunakan pemanasan waktunya bisa dipersingkat menjadi 5-7 hari. Dinding pegeringan dibuat dari batu atau kayu , atap dan dinding harus rapat agar tidak ada udara dari luar yang merembes masuk.

4. Rumah Pengasapan

(33)

5. Kayu Bakar Untuk Rumah Pengasapan

Ada beberapa pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan bakar ruang pengasapan. Pohon tersebut antara lain pohon karet, akasia, lomtorogung, dan glisiridia. Kayu yang panjang dibelah dan dipotong potong yang memiliki ukuran panjang 30 cm.

6. Air

Semakin tinggi kapasitas olah suatu pabrik, semakin besar jumlah air yang diperlukan. Air diperlukan untuk pengenceran lateks, pembuatan larutan kimia, pencucian hasil, pencuian alat, dan mendinginkan mesin. Air yang digunakan dalam pengolahan harus memenuhi syarat; jernih, tidak berbau, bereaksi normal dan tidak mengandung logam logam kimia seperti besi, tembaga dan bikarbonat. Asalkan memenuhi syarat ini maka air dari sumber manapun dapat dimanfaatkan.

7. Bahan-Bahan Kimia

Pengolahan karet banyak sekali digunakan bahan-bahan kimia. Sesuai dengan proses yang dibantunya bahan itu ada yang berfungsi sebagai bahan pembeku, pengelantang, vulkanissi, pencepat reaksi, penggiat, antioksidan dan antiozonan, pengisi pelunak, pewarna, pencegah pravulkanisasi, dan bahan pewangi.

a) Bahan Pembeku

(34)

24

b) Bahan Pengelantang

Bahan ini digunakan untuk menndapatkan warna yang diinginkan dari karet. Biasanya warna lateks agak kekuningan sampai kuning. Bahan pengelantang seperti RPA-3 dapat menguranginya hingga sesuai dengan yang diinginkan pasar.

c) Bahan Vulkanisasi

Bahan kimia ini diperlukan dalam proses vulkanisasi agar komponen kretet cepat matang, yang biasa digunakn dalam proses ini adalah belerang. Selain vulkanisasi karet alam, belerang juga digunakan dakam vulkanisasi karet sintetis. Selain belerang, bahan-bahan seperti dammar fenolik, peroksida organic, radiasi sinar gamma, serta uretan juga dapat digunakan.

d) Bahan Pencepat Reaksi

Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat, dalam dunia industri hal ini kurang efesien karena menambah lama waktu produksi yang secra langsung juga menambah biaya. Berdasarkan jenisnya ada berapa macam jenis bahan pencepat reeaksi. Dari golongan thiozol contohnya MBT dan MBBTS. Dari golongan guanidine contohnya DPG dan DOTG. Dari golongan sulfenamida contohnya CBS, dan santocure NS. Satu atau beberapa kombinasi bahan pencepat tersebut bisa dipilih untuk digunakan.

e) Bahan Penggiat

(35)

f) Bahan Antioksidan Dan Antiozonan

Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara. Bahan kimia ini biasanya juga tahan terhadap pengaruh ion–ion tembaga, mangan, dan besi. Selain itu juga mampu melindungi terhadap suhu tinggi, retak–retak dan lentur. Golongan antioksidan difenil amina contohnya nonox OD, golongan kondensat aldehid amina contohnya agerite resin. Dari golongan venil sulvida contohnya santowhite crystals. Adapun antiozonan yang paling banyak digunakan adalah turunan parafenilen diamina seperti santo flex 13, nonox DPPD, dan UOP 88.

g) Bahan Pelunak

Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian bentuk. Karet yang diberi bahan pelunak bisa menjadi empuk. Penambahan bahan pengisi yang cukup banyak perlu diimbangi dengan penambahan bahan ini. Bahan pelunak yang banyak digunakan antara lain minak naftenik, minyak nabati, minyak aromatik, terpinus, lilin paraffin, faktis, damar, dan bitumen.

h) Bahan Pengisi

(36)

26

i) Bahan Pewarna

Jenis karet tertentu membutuhkan warna dalam pengolahannya. Untuk keperluan inilah bahan pewarna diberikan.

j) Bahan Peniup

Fungsi bahan ini membentuk pori halus yang menyebabkan karet menjadi ringan dan empuk. Bahn peniup ini terutama digunakan pada pembuatan karet mikroseluler, contohnya porafor BSH dan vucacel BN.

k) Bahan Pencegah Pravulkanisasi

Fungsi bahan ini mencegah terjadinya pravulkanisasi yang tidak diinginkan pada bagian ekstruder mesin acuan injeksi. Biasanya bahan ini ditambahkan pada komponen karet tertentu, misalnya komponen karet untuk acuan injeksi. Contohnyaadalah santogard PVI dan vulcalent A.

l) Bahan Pewangi

Bau karet yang khas serta bau bahan kimia yang tidak enak dapat dihilangkan dengan menambahkan bahan pewangi. Walaupun tidak semua jenis karet menggunakan bahan pewangi, tetapi ada beberapa jenis karet yang menggunakannya. Contoh bahan pewangi yang digunakan adalah rodo 10.

2.8. Jenis - Jenis Karet Alam

(37)

sudah jadi. Namun disini yang dibahas lebih terperinci adalah karet remah atau karet spesifikasi teknis, Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah:

- Bahan olah karet ( lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar).

- Karet konvensional ( ribbed smoked seet, hhite crepes, dan pale crepe, estate brown creepe, compo crepe, thin brawn crepe remills, pure smoke blanked

crepe, dan of crepe),

- Lateks pekat,

- Karet remah atau crumb rubber, - Karet siap olah atau tire rubber, dan - Karet reklim atau reclaimed rubber

Karet cetakan diperkenalkan oleh Malaysia pada pertengahan tahun 1960-an. Mutu karet cetakan tersebut ditentukan oleh ujicoba secara teknis yng lebih teliti. Contoh yang dibuat oleh Malaysia diikuti oleh Negara-negara lain yaitu: Singapuru, Indonesia, dan baru baru ini sri langka, muangthai, Liberia, Nigeria, pantai gading, dan kamerun.

(38)

28

Tabel 2. Standard Malaysian Rubber

Spesifikasi SMR

Warna bungkus plastic jernih jernih jernih jernih jernih

Spesifikasi karet yang bermutu tinggi mencakup tambahan pengasapan pada karet tersebut sehingga lebih berguna bagi pemakaiannya. Akhirnya skena trsebut memperkenalkan suatu tingkatan-tingkatan terbaru dari SMR, yaitu karet serbaguna atau karet GD. Tingkatan ini akan mengkhususkan bahan-bahan mentah ternasuk lateks, karet lembaan, field coagulum (lump) dengan kadar kotoran yang rendah, tingkat kekentalan mooney yang terkontrol dan ciri-ciri vulkanisasi yang nyata. Skema SMR juga mengkhususkan ukuran karet cetkan teersebut dan pengemasannya.

(39)

2.9 Pengolahan Karet Remah

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam perdagangan dikenal dengan sebuah karet spesifikasi teknis, karena penentuan kaualits atau penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisa yang teliti di laboratorium dan dengan menggunakan perlengkapan analisis yang mutakhir.

Pada intinya pengolahan karet spesifikasi teknis dimaksudkan untuk mengubah cara pengolahan yang konvensional. Prinsipnya adalah usaha untuk menghasilkan karet yang dapat diketahui dan terjamin mutu teknisnya, disajikan sertifikasi uji coba laboratorium, pengepakan dan bongkah yang kecil, mempunyai berat dan ukuran yang seragam, dan ditutup dengan lembaran plastic polietilen. Persaingan karet alam dan karet sintetis yang merupakan dasar timbulnya jenis karet ini. Keterangan sifat teknis karet serta keistimewaan tiap jenis disertakan pula. Beberapa pihak pengolahan karet alam akhirnya mengupayakan perbaikan mutu karet alam dengan membuat bahan karet yang sudah diketahui sifat-sifat teknisnya.

(40)

30

Beberapa bahan olah karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan karet remah digolongkan ke dalam dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan lump serta gumpalan mutu rendah. Proses pengolahan karet remah dapat dilakksanakan dengana bermacam-macam cara prosesing. Salah satu cara ini adalah pengolahan menurut Proses Guthrie.

2.9.1 Karet Remah Dengan Bahan Baku Lateks

Tahap pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks di bagi kedalam 5 tahap pengolahan yaitu:

1) Pembekuan lateks

Proses pembekuan atau koagulasi dilaksanakan dalam bak-bak pembekuan. Lateks kebun dalam bak pembekuan dibubuhi dengan asam semut 1% tambah melase 0,36%. Bak pembekuan terbuat dari aluminium atau tegel proselin, yang dapat dipasangi sekat-sekat dengan jajrak 30cm. untuk memperoleh karet remah yang berwarna putih, selain koagulan dan melase, kedalam bak pembekuan dibubuhkan juga larutan natrium bisulfat, dengan konsentrasi 0,05%. Dalam waktu 18-24 jam akan terbentu koagulan yang siap untuk digiling atau diremahkan.

2) Peremahan

(41)

pencuci dibutuhkan sebanyak sekitar 5 liter permenit. Guna air pencucian ini adalah untuk memudahkan peremahan dan untuk membersihkan remah-remah tersebut.

3) Pengeringan

Remah remah dari mesin peremah diterima dalam kotak-kotak pengeringan yng terbuat dari besi tahan karat. Kotak-kotak ini kemudian dimasukkan ke dalam mesin pengering unidryer atau alat pengering lorong. Ukuran kotak pengeringan adalah 120 cm x 50 cm x 40 cm diisi dengan 16 kg karet remah, dan tiap kotak disesuaikan dengan ukuran bandela yang dikehendaki. Oleh karena itu tiap kotak dibagi menjadi dua ruang, higga tiap ruang berisi 8 kg. suhu dalam lorong unidryer adalah 70-1000C, lama pengeringan 4 jam dengan kapasitas 400 kg per jam. Kotak di dalam lorong pengeringan berjalan perlahan-lahan dari pangkal menuju ke ujung.

Karet remah yang keluar dari alat pengeringan dengan suhu 100 0C dapat bertahan pada suhu sekitar 80 0C selama beberapa hari. Dalam proses pengeringan terdapat pula alat pendingin (cooler) yang dapat menurunkan suhu gumpalan karet remah menjadi sekitar 50-60 0C sewaktu keluar dari mesin pengering. Dengan demikian, gumpalan remah dapat dikerjakan lebih lanjut.

4) Pengempaan

(42)

32

Untuk memperoleh bongkoh yang bagus, harus menggunakan mesin pengempa bertenaga besar, misalnya 60-100 ton. Remah-remah seberar 35 kg yang masih panas dikempa selama 30 menit. Sebagai hasilnya diperoleh bongkohan dengan ukuran 75 cm x 35 cm x 15,25 cm atau 28 x 14 x 6,5 inci dan terdapat tanda SIR pada permukaan bongkah tersebut.

5) Pembungkusan

Setelah bongkohan keluar dari mesin pengempa, bongkahan tersebut harus dibiarkan dahulu selama 8-12 jam supaya menjadi dingin. Kemudian bongkahan di bungkus dengan plastik politen untuk SIR (Standar Indonesia Rubber) yang tebalnya antara 0,02-0,03 mm. selanjutnya bongkohan tersebut dipak dalam bentuk pallet dan dibungkus dengan plastic hitam yang tebalnya 0,1 mm. berat kotor tiap pallet beserta peti kayu tempat pengempaan pallet adalah 1080 kg, yang terdiri dari berat bersih karet remahnya sebesar 1050 kg dan berat peti kayunya 30 kg. dari bahan baku lateks diperoleh karet remah yang kualitasnya dapat dikategorikan sebagai: SIR 5CV, SIR 5LV, SIR 5L dan SIR 5.

2.9.2 Karet Remah Dengan Bahan Baku Gumpalan Mutu Rendah.

(43)

1. Perendaman

Bahan-Bahan seperti lump mangkok dan gumpalan mutu renah lainnya harus diolah secara terpisah. Sebelum diremahkan, bahan tersebut direndam dalam tangki prelunak (blending tank) supaya kotoran-kotoran yang melekat pada permukaannya terlepas dan mengendap. Bila bahan dasar berupa lump mangkok, bahan tersebut tidak perlu direndam terlebih dahulu sebelum pengolahan lebih lanjut. Tetapi untuk bahan dasar selain sleb perlu dilakukan perendaman dan digiling dalam gilingan pelunak atau gilingan pencuci. Penggunaan gilingan palu (hammer mill) akan dapat mempercpat pembersihan dari kotoran seperti potongan kayu, tanah atau bahan keras ;lainnya yang berada di dalam bongkah-bongkah gumpalan mutu rendah tersebut.

Bahan dasar yang telah dicuci dan dilunakkkan dialirkn melalui saluran air menuju sabuk pengangkut dan di bawa mesin pisau berputar. Bahan tersebut akan dipotong-potong dan kemudian disaring melalui saringan berukuran 2,5 cm. Pada unit prosesing karet remah tipe tertentu, potongan potongan ini sebekum diremahkan terlebih dahulu digiling dalam gilingan kreb sehingga menjadi lembran lembaran panjang seperti brawn crepe. Lembaran inilah yang kemudian diremahkan.

2. peremahan

(44)

34

3. pengeringan

Dengan menggunakan mesin pengering unidrayer atau pengiring lorong, remah remah abash dimasukkan kedalam kotak-kotak pengering. Kotak dimasukkan kedalam mesin pengiring yang kemudian berjalan dari arah depan menuju belakang. Suhu di dalam unidryer berkisar 70-200 0C, lama pengeringan 4 jam dan kapasitas pengeringan 400 kg tiap jam. Remah-remah yang keluar dari mesin pengering berbentuk bangkoh yang tidak padat, yang setelah mengalami pendinginan di dalam mesin (cooler) diperoleh bongkahan-bongkahan yang panasnya 50-600 C.

4. Pengempaan

Pengempaan dan alat pengempaan sama dengan pada pengempaan remah yang bersal dari bahan baku lateks. Bongkahan-bongkahan seberat 35 kg dikempa dengan kekuatan mesin kempa 60-100 ton selama 30 menit sampai diperoleh bongkahan berukuran 70x35x16,25 cm. tiap bongkahan dibungkus dengan lembaran plastic politein yang tebalnya 0,03 mm. dari bahan baku lump dan gumpalan mutu rendah diperoleh karet remah kualitas SIR 10, SIR 20, SIR50.

2.9.3 penentuan Kualitas Karet Remah

(45)

a. Kadar Kotoran (Dirt Content)

Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriteria terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang-barang dari karet. Kadar kotoran ditentukan dari jumlah kotoran yang tertampung diatas saringan astm 325 mesh (ukuran celah 44 mikron) dan berasal dari sejumlah tertentu sample karet yang dilarutkan dalam terpentin mineral.

Kotoran yang terdapat di dalam karet akan merusak sifat baik dari barang jadi karet (vulkanisasi) terutama mengenai ketahanan retak lentur (flekx cracking) dan keausannya. Pada dasarnya lateks yang keluar dari pohon adalah 100% bersih dari kotoran 325 mesh. Tindakan pengerjaan selanjutnya sesudah lateks keluar dari pohon menyebabkan adanya kotoran dalam produk karetnya. Kadar kotoran dipengaruhi oleh faktor-faktor: jenis bokar, dan penjagaan serta pemeliharaan kebersihan pabrik.

b. Kadar Abu (Ash Content)

Kadar abu ditentukan dengan menghitung hasil pengabuan suatu sample karet setelah dipijarkan selama 2 jam pada suhu 550 0C . Penetapan syarat uji kadar abu dimaksudkan untuk menjamin agar karet mentah yang dijual tidak terlalu banyak mengandung bahan kimia seperti natrium bisulfat, natrium karbonat, tawas dan yang lain yang biasa digunakan dalam proses pengolahan. Kadar abu dipengaruhi oleh faktor-fakktor kontaminasi bahan-bahan asing dan jenis bahan pembeku yang digunakan.

(46)

36

kebun telah dikotori oleh Lumpur, endapan lateks, tanah liat, pasir, dan talk. Kotoran yang halus ini biasanya lolos dari saringan 325 mesh sehingga tidak bisa diamati sebagai kadar kotoran tetapi muncul sebagai kadar abu yang tinggi.

Kotoran halus yang berupa pasir atau tanah liat merusak sifat vulkanisasi karetnya.Penggunaan asam mineral seperti asam sulfat dan asam fosfat atau garam kalsium untuk membekukan lateks akan menyebabkan kadar abu tinggi pada karet keringnya. Juga kotoran terlarut berupa garam-garam anorganik seperti kalsium klorida, natrium sulfite atau bisulfit, dapat meninggikan kadar abu bila jumlahnya banyak dan tidak tercuci bersih waktu pengolahan penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahna pengisi kedalam karet pada waktu pengolahan.

c. Kadar Zat Menguap (Volatile Content)

(47)

Selain penentuan ketiga bahan tersebut diatas, masih dianalisa juga kadar tembaga, mangan dan nitrogen. pada akhirnya hasl spesifikasi teknis disimpulkan dalam suatu standart yaitu Standard Indonesia Rubber (SIR). Standar Indonesia Rubber adalah produk karet alam yang baik prosesing ataupun penentuan kualitasnya, dilakukan secara spesifikasi teknis. Karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah ditentukan. Standar mutu karet bongkah atau karet remah Indonesia tercantum dalam SIR (Standard Indonesian Rubber).

Untuk mengamankan kualitas SIR, suatu produk SIR harus mendapatkan pengawasan empat laboratorium, yaitu laboratorium standar, laboratorium control, dan laboratorium pabrik. Semua sarana penentuan ini dimaksudkan agar sir dapat bersaing dengan produk karet bongkah yang berasal dasri Negara produsen Negara karet bongkah selain Idonesia yang memiliki standard sendiri-sendiri.

Tabel 2. Standard Indonesian Rubber (SIR)

Spesifikasi SIR5L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50 Kadar kotoran maksimum 0,05 % 0,05 % 0,20 % 0,20 % 0,50 % Kadar abu maksimum 0,05 % 0,05 % 0,75 % 1,0 % 1,50 % Kadar zat atsiri maksimum 1,0 % 1,0 % 1,0 % 1,0 % 1,0 %

PRI minimum 60 60 50 40 30

Plastisitas – Po minimum 30 30 30 30 30

Kode warna hijau hijau - Merah Kuning

(48)

38

2.10 Manfaat Karet Alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri- industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari- hari maupun dalam usaha industri seperti mesi-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antaara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator dan bahan-bahan pembungkus logam.

Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran, misalnya shockabsorbers. Karet bias juga digunakan untuk tahanan dudukan mesin. Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil dan pada alat alat lain membuat pintu trpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air. Dalam pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga digunakan karet.

(49)

Osbal Sugondo Pasaribu : Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah Sir 20 Pt.Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Tbk Dolok Melangir – Serbelawan, 2008.

USU repository © 2009

BAB III

METODOLOGI

3.1 Peralatan Dan Bahan

3.1.1 Alat

- Analitical balanca - Lab mill

- Gelas Erlenmeyer - Oven

- Saringan 325 mesh - Pemanas infra red - Penjepit

- Woshing bottle - Gunting

- Muffle furnance - Porceline crucible - Desikator

(50)

40

3.1.2 Bahan

- Mineral terpentin - Curio Ts Sol 36%

3.2 Prosedur Analisa Laboratorium

3.2.1 Penentuan Kadar Kotoran (Dirt Content)

- Ditimbang sample sebanyak 10 gram.

- Dimasukkan kedalam Erlenmeyer yang telah diisi mineral terpentin sebanyak 230 ml dan Curio Ts Sol 36% sebanyak 1,2 ml.

- Dipanaskan pada box infrared dengan suhu 255 oC selama 2 jam dan selama pemanasan diguncang beberapa kali sampai larut dengan baik.

- Sebelunya saringan ditimbang dalam keadaan kosong dan dicatat nomor saringannya.

- Setelah 2 jam kemudian larutan disaring.

- Dibilas Erlenmeyer dengan washing bottle untuk membersihkan kootoran yang tinggal di dasar Erlenmeyer.

- Dikeringkan saringan di dalam oven selama 1 jam sampai mencapai suhu kamar (100 oC )

- Didinginkan saringan beserta kotoran.

(51)

- Dilakukan perlakuan yang sama untuk sampel no 18, 27, 36, 45, 54, 63, dan 72 dan dicatat beratnya.

3.2.2 Penentuan Kadar Abu (Ash Content)

- Ditimbang sampel sebanyak 5 gram.

- Ditimbang crusible kosong dan dicatat nomor crusiblenya.

- Dimasukkan sampel kedalam crusible dan dipanaskan di atas hot plate di dalam fure cup board sampai sampel habis terdekomposisi.

- Kemudian dipindahkan ke mufle furnance dengan suhu 550 oC selama 2 jam.

- Dikeluarkan crusible dari fufle furnance dan dimasukkan kedalam desikator hingga mencapai suhu ruang.

- Ditimbang crusible berisi abu dengan hati-hati dan dicatat hasil penimbangan yang dilakukan.

- Crusible yang berisi abu dimasukkan kembali ke mufle furnance dengan suhu 550 oC selama 2 jam.

- Dikeluarkan crusible dari mufle furnance dan dimasukkan ke dalam desikator hingga mencapai suhu ruang.

- Ditimbang crusible berisi abu dengan hati-hati dan dicatat hasil penimbangan yang dilakukan.

(52)
(53)

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

(54)

43

43

4.1.1 Hasil Analisa Kadar Kotoran Pada Karet Remah SIR 20

Tgl Nomor Berat (Gram)

Berat Kotoran (gram)

% Kotoran Prod.

Pallet Contoh Gelas Saringan Saringan Contoh Saringan + Kotoran Analisa

25/01/08 01 9 61 143 25,1316 10,0018 25,1400 0,0084 0,084

18 62 25,1316 10,0018 25,1400 0,0084 0,084

27 63 636 21,7304 10,0024 21,7408 0,0104 0,104

36 64 21,7304 10,0024 21,7408 0,0104 0,104

02 45 65 231 21,8610 10,0091 21,8701 0,0089 0,089

54 66 21,8610 10,0091 21,8701 0,0089 0,089

63 67 149 20,4720 10,0053 20,4707 0,0087 0,087

(55)

44 4.1.2 Hasil Analisa Kadar Abu Pada Karet Remah SIR 20

Keterangan : X1 = Berat crusible + abu penimbangan pertama X2 = Berat crusible + abu penimbangan kedua

X = Berat rata-rata crusible + abu Tgl

Nomor Berat(gram) Berat

Abu (gram)

% Abu Prod.

Pallet Contoh Crusibel Crusibel

kosong Contoh

Crusibel+Abu

Analisa X1 X2 X

26/01/08 01 9 61 39,1428 5,0028 39,1688 39,1672 39,168 0,0252 0,49

18 62 33,2652 5,005 33,2907 33,2890 33,2898 0,0246 0,55

(56)

45

4.2 Perhitungan

4.2.1 Penentuan Kadar Kotoran (Dirt Content)

Kadar kotoran (dirt content) diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus berikut:

• Penentuan Kadar Kotoran Untuk Sampel No 9 Adalah:

(57)

• Penentuan Kadar Kotoran Untuk Sampel No 27 adalah:

Kadar kotoran pada sampel karet yang lain dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yang sama seperti diatas.

4.2.2 Penentuan Kadar Abu (Ash Content)

Kadar abu (ash content) diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(58)

47

• Penentuan kadar abu untuk sampel no 9 adalah:

Dik : M0 = 5,028 gr

• Penentuan Kadar abu Untuk Sampel No 18 adalah:

Dik : M0 = 5,0050 gram

M1 = 33,2652 gram

M2 = 33,2898 gram

(59)

Ash Content 100%

Kadar abu pada sampel karet yang lain dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yang sama seperti diatas.

4.3 Pembahasan.

Kadar kotoran dan kadar abu adalah variabel yang sangat penting dalam menentukan kualitas karet yang sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat akhir yang dibuat dari produk karet. Kadar kotoran (dirt content) ditentukan dari jumlah kotoran yang tertampung di atas saringan 325 mesh yang berasal dari sejumlah tertentu sampel karet yang dilarutkan dalam terpentin mineral. Kotoran yang terdapat didalam karet akan merusak sifat baik dari barang jadi karet terutama mengenai ketahanan retak lentur (flex cracking) dan keausannya. Tindakan pengerjaan sesudah lateks keluar dari pohon menyebabkan adanya kotoran dalam produk karetnya. Kadar kotoran dipengaruhi oleh jenis bokar, dan penjagaan serta pemeliharaan kebersihan pabrik.

(60)

49

Kadar abu dipengaruhi oleh faktor–faktor kontaminsi bahan asing dan jenis bahan pembeku yang digunakan. Kadar abu yng tinggi terjadi apabila kedalam lateks dengan sengaja ditambahkan bahan asing seperti Lumpur, pasir halus, untuk memanipulasi penentuaan kadar karet kering, atau jika koagulum kebun telah dikotori oleh Lumpur, endapan lateks, tanah liat, pasir, dan talk. Kotoran yang halus ini biasanya lolos dari saringan 325 mesh sehingga tidak bias diamati diamati sebagai kadar kotoran tetapi muncul sebagai kadar abu yang tinggi, kotoran yang halus berupa pasir atau tanah liat memrusak sifat vulkanisat karetnya. Semua yang menjadi dasar spesifikasi teknis dilakukan dengan pengujian di laboratorium quality control.

Hasil analisa keragaman memunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar kotan yang terdapat dalam karet SIR 20 yang dihasilkan, karena perbandingan persentase komposisi yang digunakan dalam perlakuan sangat tipis perbedaannya. Proses pembersihan yang intensif melalui hammer mill yang ditunjang dengan semprotan air yang cukup dan deras serta pencampuran mikro yang dilakukan dengan gilingan krep juga efektif untuk pembersihan lanjutan.

(61)

Osbal Sugondo Pasaribu : Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content) Dan Kadar Abu (Ash Content) Pada Karet Remah Sir 20 Pt.Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Tbk Dolok Melangir – Serbelawan, 2008.

USU repository © 2009

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan selama praktek kerja lapangan di pabrik industri karet PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

- Dari hasil perhitungan diperoleh kadar kotoran yang berbeda untuk setiap karet remah yang dianalisa untuk kadar abu: 0,084 %, 0,104 %, 0,089 %, dan 0,087 %, kondisi ini memenuhi standar kerja ntuk kuaalitas mutu SIR 20.

- Dari hasil perhitungan diperoleh kadar abu untuk setiap karet remah yang dianalisa juga berbeda yaitu: 0,49 %, 0,55 %, 0,47 % 0,54 %, 0,52 %, dan 0,53 %, kondisi ini masih memenuhi standar kerja dan memperoleh karet remah yang baik.

(62)

51

5.2 Saran

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Http://Www.Kdei-Taipei.Org/Banner/Karet.Htm Yang Direkam Pada 30 mei 2008 20:04:39 Gmt.

Joharuddin. 1997. Beri Perencanaan Pengembangan Pengakajian dan Pembangunan. Medan :Pedoman Kerja PTPN III.

Setyamidjaja Djoehanna. 1993 KARET. Budidaya dan Pengolahan. Cetakan pertama. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Spillance Dr. james. 1989. Komoditi Karet. Cetakakan pertama.Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Solichin M. 1991. LATEKS. Wadah Informasi Dan Komunikasi Perkebunan Karet. Volume 6. Palembang : Pusat penelitian perkebunan sembawa.

Gambar

Tabel 2.2  Standar Indonesia Rummer (SIR)  Tabel 2.2  Standar Malaysian Rubber (SMR)  Tabel 4.2  Hasil Analisa Kadar Abu (Ash Content)  Tabel 4.1  Hasil Analisa Kadar Kotoran (Dirt Content)
Tabel 2. Standard Malaysian Rubber
Tabel 2. Standard Indonesian Rubber (SIR)

Referensi

Dokumen terkait