ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT
CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI
BAHAN BAKU LUMP MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU
LATEX PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE,Tbk
KARYA ILMIAH
ORIZA IRAWAN
082401040
PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU LATEX PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER
ESTATE,Tbk
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
ORIZA IRAWAN 082401040
PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
JUDUL : ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP
MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU LATEX
KATEGORI : KARYA ILMIAH
NAMA : ORIZA IRAWAN
NOMOR INDUK : 082401040
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KIMIA ANALIS DEPARTEMEN : KIMIA
FAKULTAS : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, April 2011
Diketahui / disetujui oleh
Departemen KIMIA FMIPA USU
Ketua Dosen Pembimbing
PERNYATAAN
ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP MANGKOK
DENGAN BAHAN BAKU LATEX
PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE,Tbk
KARYA ILMIAH
Saya mengaku bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Medan, Juli 2011
PENGHARGAAN
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT , Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya dan berhasil diselasaikan dalam
waktu yang telah di tetapkan
Tujuan disusunnya tugas akhir ini adalah untuk memenuhi syarat dalam
menyelesaikan studi pada program studi Diploma Tiga (D-3) Kimi Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Di Universitas Sumatera Utara . Adapula judul dari tugas akhir ini adalah “Analisa Perbandingan Kadar Kotoran (Dirt
Content) pada Karet Remah yang Berasal dari Bahan Baku Lump Mangkok dengan Bahan Baku Latex “
Pada kesempatan ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini terutama kepada :
1. Kepada Allah SWT , karena dengan pertolongannya laporan ini dapat segera kami selesaikan.
2. Secara khusus kepada Papa (Ir.Irwan) dan Mama (Tetty Repelitawaty) tercinta yang selalu mendukung dan membantu penulis dengan doa yang ikhlas, semangat dan materi sehingga akhirnya saya dapat menyelesikan pendidikan
saya di kimia analis dan juga adik-adik saya Azmi Aziz Irawan dan Fathur Rahman Irawan.
4. Ibu Dra.Emma Zaidar,M.Si selaku ketua jurusan Kimia Analis FMIPA USU
5. Bapak Dr.Nimpan Bangun,M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengarahkan penulis dan membimbing sampai penyelesaian karya ilmiah ini 6. Buat sahabat-sahabat saya , Dina , Bella , Rizka ,Aurora , Una , Petty dan
lain-lain yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada saya dalam suka dan duka dan berbagi pengalaman hidup, semoga semua mimpi dan cita-cita
kita dapat tercapai
7. Kepada teman-teman seperjuangan khususnya stambuk 2008 Kimia Analis FMIPA USU, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, dan juga kerabat
lainnya yang telah membantu sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.
Medan, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Diagram ix
BAB 1 : PENDAHULUAN 1
2.3.1 Perbedaan karet alam dengan karet sintetis 8
2.3.2 Jenis-jenis karet alam 9
2.3.3 Jenis-jenis karet sintetis 12
2.4 Penyadapan 14
2.4.1 Penentuan matang sadap 14
2.4.2 Peralatan sadap 14
2.4.3 Pengumpulan gumpalan karet mutu rendah 15
2.5 Prakoagulasi 16
2.5.1 Faktor penyebab prakoagulasi 17
2.6 Lateks, Karet bongkah, dan Pengolahannya Menjadi Material 21
2.6.1 Lateks pekat 22
2.6.2 Karet Bongkah 24
2.6.3 Pengolahan karet alam 25
2.6.4 Pengolahan lateks pekat 30
2.6.5 Pengolahan karet remah 32
2.7 Analisa Kualitas Karet Remah 35
2.8 Manfaat Karet 38
BAB 3 : BAHAN DAN METODE 39
3.1 Alat 39
3.2 Bahan 39
3.3 Prosedur kerja 39
BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN 41
4.1 Hasil 41
4.2 Pembahasan dan Perhitungan 43
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN 48
5.1 Kesimpulan 48
5.2 Saran 49
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar
dan lateks yang dikeringkan 22
Tabel 2.2 StandarMutu Lateks Pekat 23
Tabel 2.3 Standard Indonesian Rubber (SIR) 24
Tabel 2.4 Standard Malaysian Rubber (SMR) 25
Tabel 4.1.1 Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah
yang berasal dari cuplump (SIR20) 41
Tabel 4.1.2 Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks 33
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks 33
Abstrak
Karet remah adalah karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin dan penetapannya didasarkan pada sifat teknis.
Salah satu parameter yang dianalisa pada karet remah yaitu kadar kotoran. Dan sampel yang dianalisa adalah karet remah yang berasal dari bahan baku cuplump (SIR 20), dan karet remah yang berasal dari bahan baku lateks (SIR 3), yang memiliki nilai standar sesuai dengan Standard Indonesian Rubber (SIR) yaitu maksimum 0,20% untuk karet remah yang berasal dari bahan baku lump mangkok dan maksimum 0,03% untuk karet remah yang berasal dari bahan baku lateks.
ANALYSIS COMPARISON OF RATE DIRT ( DIRT CONTENT) AT
CRUMB RUBBER WHICH COME FROM RAW MATERIAL OF CUP
LUMP WITH RAW MATERIAL OF LATEX PT.BRIDGESTONE
SUMATERA RUBBER ESTATE,TBK.
Abstract
Crumb rubber is rubber one be made specially, so its technical quality is secured and its establishment is gone upon on technical character.
One of parameter which is analysed on crumb rubber which is dirt content. And sample that is analysed is crumb rubber which come from cuplump raw material (SIR 20), and crumb rubber which come from latex raw material (SIR 3), one that have default point corresponds to Standard Indonesian Rubber (SIR) which is maximum 0,20% for crumb rubber which come from cuplump raw material and a maximum 0,03% for crumb rubber which come from latex raw material.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan
perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan Co2 yang dapat mengurangi efek global warming, kayunya yang dapat digunakan sebagai kayu bakar, dan getahnya
yang sudah mengalami proses, memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas
penghasil getah ini. Selain itu, karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik Negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. ( Tim Penulis PS ,2009)
Karet tumbuh liar di lembah-lembah sungai Amazone, dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam
berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan “bola” untuk permainan.
Pada permulaan abad ke - 19 dalam berbagai eksplorasi yang dilakukan
oleh orang Eropa, ditemukan pula tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan getah selain tumbuhan karet (Hevea brasiliensis Muell Arg). Tumbuhan penghasil
getah itu adalah Ficus elastic Roxb, Funtumia elastic Stapt, Willughbeia sp., Landolphia sp., Palaquium gutta Burck, Guayule ( Parthenium argentanum
Pemanfaatan karet yang sangat berarti ditemukan oleh Dunlop pada tahun 1888, yakni diciptakannya ban pompa. Penemuan ini kemudian disusul oleh Michelin (Prancis) dan Goodrich (Amerika) dengan penciptaan ban mobil
yang kemudian hari berkembang terus setelah orang berhasil membuat mobil pada tahun 1895.
Dampak nyata dari penemuan kendaraan mobil adalah permintaan akan karet terus meningkat. Sampai akhir abad ke – 19, penghasil karet yang utama adalah Brazil. Karena kebutuhan akan karet terus meningkat, maka usaha
pencarian bahan “karet” dilakukan pula dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan bergetah lainnya, baik yang berasal dari Amerika Selatan maupun
dari Asia dan Afrika. (Setyamidjaja.D , 1993)
Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga
didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks
pekat tidak berlaku untuk jenis yang satu ini.
Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. Karet sintetis yang permintaannya
cenderung meningkat memiliki jaminan mutu dalam setiap bandelanya. keterangan sifat teknis serta keistimewaan jenis mutu karet sintetis disertakan
pula. Hal seperti ini diterapkan juga pada karet spesifikasi teknis. Karet ini di pak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukurannya seragam, ada sertifikat uji coba laboratorium dan ditutup dengan lembaran plastik
Standard Indonesian Rubber (SIR) adalah karet alam yang diperoleh
dengan pengolahan bahan oleh karet yang berasal dari getah batang pohon Havea Brasiliensis secara mekanis dengan atau tanpa kimia, serta mutunya
ditentukan secara spesifikasi teknis. Penilaian mutu didasarkan pada hasil
analisa dari parameter spesifikasi teknis yang ditetapkan pada karet SIR antara lain : analisa kadar kotoran, analisa kadar abu, analisa kadar zat menguap,
analisa plastisitas awal (Po), analisa plastisitas retensi indeks (PRI), analisa kadar nitrogen, dan analisa viskositas mooney. (SNI 06-1903-2000)
Dengan mengetahui variable-variabel penilaian mutu karet remah
secara spesifikasi teknis ini, maka penulis tertarik untuk lebih membahas masalah ini dengan mengambil judul:” Analisa Perbandingan Kadar Kotoran
(Dirt Content) pada Karet Remah yang Berasal dari Bahan Baku Lump
Mangkok (SIR 20) dengan Bahan Baku Latex (SIR 3)“
1.2. Permasalahan
Mutu karet jenis SIR harus memenuhi spesifikasi teknis yang ditentukan pada persyaratan mutu SIR, Untuk mengetahui produk itu maka perlu mengetahui besaran parameter mutu SIR yang baik, supaya karet itu
dapat ditentukan baik atau tidak, pada persyaratan mutu harus diketahui penyebab gagalnya mutu SIR tersebut yaitu kadar kotoran yang bervariasi,
proses pembuatan karet remah tersebut dari awal, dimulai dari pemotongan
dengan slab cutter sampai pengolahan akhir dipabrik karet remah.
Dari penilaian mutu secara spesifikasi ini maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan karya ilmiah ini adalah : Untuk mengetahui
perbandingan kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lump mangkok (SIR 20) dengan bahan baku lateks (SIR 3) yang diproduksi oleh PT.
Bridgestone Rubber Estate telah memenuhi syarat mutu Standar Indonesia Rubber.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah hasil praktek kerja lapangan
yang penulis lakukan di pabrik PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate adalah :
1. Untuk menganalisa kadar kotoran yang terdapat pada karet remah
yang berasal dari lump mangkok (SIR 20)
2. Untuk menganalisa kadar kotoran yang terdapat pada karet remah
yang berasal dari lateks (SIR 3)
3. Untuk mengetahui apakah karet remah SIR 20 dan SIR 3 yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu yang berlaku yaitu:
1.4. Manfaat
1. Dapat mengetahui penerapan ilmu kimia yang diperoleh di bangku perkuliahan terhadap proses produksi pabrik dalam skala yang besar.
2. Dapat mengetahui proses pengolahan karet .
3. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan proses produksi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Penemuan Karet
Orang-orang yang diketahui pertama kali memanfaatkan karet dalam
kehidupan sehari-hari adalah bangsa amerika asli. Mereka mengambil getah dari sejenis pohon penghasil getah yang tumbuh liar dihutan sekitar tempat tinggalnya
dengan cara menebangnya. Getah tersebut dikumpulkan dan selanjutnya dijadikan bola yang bias dipantul-pantulkan sebagai alat permainan. Getah tersebut juga dibuat menjadi alas kaki dan wadah minuman. Semua itu dicatat oleh Michele de Queno
dalam pelayarannya ke Amerika pada tahun 1493. (Setiawan.D.H,2008)
Setelah de la Condamine mengirim contoh “ bahan elastik yang aneh” (a
mysterious elastic substance) atau “caoutchuc” dari peru ke prancis pada tahun 1736, maka saat itu orang Eropa mulai menaruh perhatian terhadap karet. Dalam laporannya, de la Condamine membuat deskripsi yang lengkap tentang tumbuhan ini,
yang disertai pula uraian tentang cara-cara mengambil getahnya seperti yang dilakukan oleh penduduk pribumi. Namun yang terpenting dari laporan tersebut
adalah pandangannya tentang manfaat tumbuhan ini sebagai bahan perdagangan bagi Eropa yang mempunyai prospek yang sangat bagus.
Perhatian terhadap karet bertambah meningkat setelah Priestly, seorang ahli
fisika kimia Inggris, pada tahun 1770 menemukan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit, sehingga orang inggris menjuluki karet dengan sebutan
Tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan
karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut didaerah pamanukan dan ciasem, jawa barat. Jenis karet yang ditanam pertama kali adalah karet rambung atau Ficus elastica. Jenis karet Hevea (Hevea brasiliensis) baru ditanam tahun 1902 didaerah Sumatera
timur. Jenis ini ditanam di pulau jawa pada tahun 1906. (Tim penulis PS,2009)
Komoditas karet cukup berpengaruh besar terhadap perekonomian negara.
Oleh karena itu, penanganan perkebunan karet dan pengelolaan serta pengolahan yang baik merupakan langkah yang tidak dapat diabaikan untuk menunjang kembali
jayanya dunia perkaretan Indonesia. (Tim penulis PS,2009)
2.2. Morfologi tanaman karet
Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet
alam dunia. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet
ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau dan terdiri dari tangkai utama sepanjang 20 cm dan tangkai anak daun sepanjang
2.3. Karet alam
2.3.1. Perbedaan karet alam dengan karet sintetis
Ada dua jenis karet,yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet ini
memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Kelemahan karet alam bisa diperbaiki oleh karet sintetis dan sebaliknya, sehingga kedua jenis karet tersebut tetap dibutuhkan. (Setiawan.D.H,2008)
Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet
alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah :
a. Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna
b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah c. Mempunyai daya aus yang tinggi
d. Tidak mudah panas (low heat build up) , dan
e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance).
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap
stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. hal
karet alam mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industry tertentu tetap
memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industry ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. (Tim penulis PS , 2009)
2.3.2. Jenis-jenis karet alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan
olahan. Bahan olahan ada juga yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi . Jenis-jenis karet alam
adalah :
a. Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang
diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis yang meliputi :
1. lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.cairan getah ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan
atau tanpa bahan pemantap(zat antikoagulan).
2. sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring
dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.
3. slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan
dengan asam semut.
4. lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks
b. Karet konvensional
Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis ini pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. jenis-jenis karet
alam yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut:
1. Ribbed smoked sheet adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.
2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang tebal dan tipis.
3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna coklat dan banyak dihasilkan
oleh perkebunan - perkebunan besar atau estate.
4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon ,
potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah.
5. Thin brown crepe remills adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang. 6. Thick blanket crepe ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat,
biasanya dibuat dari slab basah.
7. Flat bark crepe adalah karet tanah,yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari screp
karet alam yang dihasilkan scrap karet alam yang belum diolah, termasuk screp tanah yang berwarna hitam.
8. Pure smoke blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet
asap yang khusus berasal dari RSS.
9. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya
c. Lateks pekat
Lateks pekat yaitu jenis karet yang berbetuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau
centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.
d. Karet bongkah atau block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi
bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.
e. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
Karet spesifikasi teknis adalah karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu
teknisnya terjamin yang penetapannya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Penilaian mutu yang hanya berdasarkan aspek visual, seperti berlaku pada karet sheep, crepe dan lateks pekat tidak berlaku untuk karet jenis ini. Karet spesifikasi teknis ini
dikemas dalam bongkah-bongkah kecil dengan berat dan ukuran seragam.
f. Karet siap olah atau tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan
ban atau barang lainnya yang menggunakan karet sebagai bahan baku.
g. Karet reklim atau reclaimed rubber
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dan barang-barang karet bekas,
karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Produk
yang dihasilkan lebih kukuh dan tahan lama dipakai, Lebih tahan terhadap bensin atau minyak pelumas. Tetapi karet reklim kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai
dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai. (Zuhra,C.F.2006)
2.3.3. Jenis-jenis karet sintetis
Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak
bumi. Biasanya karena sintetis dibuat akan memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi,minyak, pengaruh udara bahkan ada
yang kedap gas.
Berdasarkan tujuan pemanfaatannya ada dua macam karet sintetis yang dikenal ,yaitu :
a. Karet sintetis untuk kegunaan umum
Karet sintetis dapat digunakan untuk berbagai keperluan , bahkan banyak fungsi karet alam yang dapat digantikannya .Jenis-jenis karet sintetis untuk kegunaan umum
diantaranya sebagai berikut :
1. SBR (styrene butadiene rubber)
Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang
ditimbulkan juga rendah.
2. BR (butadiene rubber)
Dibanding dengan SBR,karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih
tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam
atau SBR.
3. IR(isoprene rubber)atau polyisoprene rubber
Jenis karet ini mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.
b. Karet sintetis untuk kegunaan khusus
Jenis karet sintetis ini tidak terlalu banyak digunakan dibanding karet sintetis yang pertama. Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat
khusus yang tidak dipunyai karet sintetis jenis pertama. Beberapa jenis karet intetis untuk kegunaan khusus yang banyak dibutuhkan diantaranya :
1. IIR(isobutene isoprene rubber)
IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon.IIR
juga terkenal karena kedap gas.
2. NBR(nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber
NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak.
3. CR(chloroprene rubber)
CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahannannya masih kalah. CR juga juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh
4. EPR(ethylene propylene rubber)
EPR sering juga disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga
monomer ketiga atau EPDM. (Tim penulis PS , 2009)
2.4. Penyadapan
Penyadapan tanaman karet dilakukan dengan menerapkan sistem yang telah disepakati secara Internasional. Penyadapan pada batang utama(atau cabang untuk tanaman menjelang ditumbang)bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh
lateks dikulit pohon. Pembuluh lateks yang putus atau luka kelak akan pulih kembali sehingga bila dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya luka tersebut telah pulih dan
lateks akan mengalir lagi dengan baik. (Siregar,T.H.1995)
2.4.1. Penentuan matang sadap
Sebelum dilakukan penyadapan harus diketahui kesiapan atau kematangan
pohon karet yang akan disadap. Cara menentukan kesiapan atau kematangannya adalah dengan melihat umur dan mengukur lilit batangnya. Kebun karet yang
memiliki tingkat pertumbuhan normal siap disadap pada umur lima tahun dengan masa produksi selama 25-35 tahun.
2.4.2. Peralatan sadap
Peralatan sadap menentukan keberhasilan penyadapan, semakin baik alat yang digunakan, semakin baik hasilnya. Berbagai peralatan sadap yang digunakan adalah
a. Mal sadap atau patron
b. Pisau sadap
c. Talang lateks atau spout d. Mangkuk atau cawan
e. Cincin mangkuk
f. Tali cincin
g. Meteran h. Pisau mal
i. Quadric atau sigmat
(Tim penulis PS , 2009)
2.4.3. Pengumpulan gumpalan karet mutu rendah
Selain hasil yang berupa lateks, dari kebun produksi diperoleh pula beberapa
bahan bekuan yang dapat dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Bahan bekuan tersebut dapat berupa :
1. Skrep (scrap)
Skrep adalah bekuan lateks pada irisan atau alur sadapan. Skrep berbentuk pita panjang yang dapat diambil dari alur sadap sesaat sebelum penyadapan dilakukan.
Skrep ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan brown crepe.
2. Lump tanah
Lump tanah atau karet tanah adalah lateks yang membeku pada tanah disekitar pangkal batang dibawah irisan sadapan. Lump tanah diperoleh terutama pada penyadapan yang mangkoknya tiap hari diangkat dari batang. Penggumpalan lump
tanah dilakukan dua kali dalam seminggu, dan lebih baik bila dilaksanakan pada tiap kali menyadap untuk menjada jangan sampai diperoleh hasil karet yang berasal dari
3. Lump mangkok(cup lump)
Lump mangkok adalah lateks yang membeku pada mangkok. Lump mangkok diperoleh pada penyadapan yang mangkoknya dibiarkan tetap berada pada pohon(tidak diangkat). Pengumpulan lump mangkok dilakukan setelah selesai
menyadap hari itu juga, sambil menunggu saat pengumpulan lateks. Lump mangkok yang diperoleh dengan cara ini adalah lump yang”bersih”, yang bila diolah menjadi
krep dapat menjadi krep mutu I, atau bila diolah menjadi karet remah dapat menjadi SIR 10. (Setyamidjaja,D.1993)
2.5. Prakoagulasi
Prakoagulasi adalah pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau
gumpalan-gumpalan sebelum lateks sampai dipabrik atau tempat pengolahan. Jika hal ini terjadi akan menimbulkan kerugian yang cukup besar karena hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya bisa diolah menjadi karet bukan jenis baku dan
kualitasnya rendah.
Penyebab terjadinya prakoagulasi adalah kemantapan bagian kolodial didalam
lateks berkurang, kemudian menggumpal menjadi satu dalam bentuk komponen yang lebih besar. Komponen yang lebih besar ini akhirnya akan membeku.
Pada dasarnya lateks adalah suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia
yang terdapat didalamnya. Bagian-bagian tersebut tidak larut sempurna, tetapi terpencar secara merata didalam air. Partikel koloidal ini sangat kecil, sehingga bisa
tipis yang memiliki kestabilan tersendiri. Jika kestabilan berkurang, terjadilah
prakoagulasi.
2.5.1. Faktor penyebab Prakoagulasi
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi adalah sebagai berikut :
a. Jenis karet
Setiap jenis atau klon karet memiliki kestabilan atau kemantapan koloidal yang berbeda-beda. Ada klon karet yang memiliki koloidal rendah dan tidak sedikit pula
klon dengan kestabilan koloidal mantap.
b. Enzim
Enzim adalah katalis alami untuk mempercepat terjadinya reaksi walaupun hanya
terdapat dalam jumlah kecil. Enzim bekerja dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan karet, sehingga kemantapannya berkurang dan terjadi prakoagulasi.
Aktivitas enzim dimulai saat lateks keluar dari batang karet.
c. Mikroorganisme
Mikroorganisme atau jasad renik terdapat diman-mana, termasuk dilingkungan
perkebunan karet. Saat keluar dari pohon karet, lateks dipastikan steril dari mikroorganisme. Namun, beberapa saat kemudian lateks terkontaminasi mikroorganisme sangat besar. Mikroorganisme didalam lateks akan melakukan
semakin banyak pula senyawa asam yang dihasilkan yang mendorong semakin cepat
terjadinya prakoagulasi.
d. Cuaca dan Musim
Cuaca dan musim berpengaruh terhadap proses prakoagulasi. Pada musim hujan , kemungkinan terjadinya prakoagulasi sangat besar, sehingga pada saat seperti itu jarang dilakukan penyadapan, selain juga secara teknis mengalami kesulitan, Sinar
matahari yang terik juga dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi.
e. Kondisi tanaman
Kondisi tanaman disini adalah berkaitan dengan umur dan kesehatan
tanaman.Pohon karet yang terlalu muda atau menjelang tua dan sakit-sakitan cenderung menghasilkan lateks yang mudah mengalami prakoagulasi.
f. Air sadah
Air sadah adalah air yang mengalami reaksi kimia, umumnya bereaksi asam. Lateks yang tercampur air sadah mudah sekali mengalami prakoagulasi. Karena itu air
yang digunakan untuk pengolahan lateks harus dianalisa secara kimia supaya derajat keasamaannya tidak terlalu tinggi.
g. Pengangkutan
Pengangkutan disini berkaitan dengan guncangan yang terjadi dan lamanya lateks sampai ketempat pengolahan. Pengangkutan melalui jalan yang jelek dan mobil
lateks tiba ditempat pengolahan terlalu lama dan terkena sinar matahari sepanjang
perjalanan juga akan mempercepat terjadinya prakoagulasi.
h. Kotoran
Kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur dan asam akan mempercepat terjadinya prakoagulasi. Demikian pula air kotor yang dipakai untuk pengolahan akan mempercepat prakoagulasi.
2.5.2. Pencegahan Prakoagulasi
a. Pencegahan secara Manual
− Menjaga kebersihan alat-alat untuk penyadapan, penampungan dan pengangkutan.
− Tidak menggunakan air kotor, seperti air sungai atau air got, untuk mengencerkan
lateks dikebun.
− Penyadapan dilakukan sepagi mungkin sebelum matahari terbit agar lateks sampai
ketempat pengolahan sebelum udara panas.
- Tidak menyadap pohon karet terlalu muda atau terlalu tua dan yang kondisinya
tidak sehat. (Setiawan,D.H.2008)
b. Pencegahan menggunakan zat antikoagulan
Jika beberapa upaya pencegahan diatas sudah dilakukan, tetapi tetap terjadi prakoagulasi, penggunaan zat antikoagulan dapat dilakukan. Saat ini dipasaran
tersedia beberapa zat antikoagulan. Zat antikoagulan yang akan dipakai harus dipakai harus disesuaikan dengan harga, kadar bahaya, dan efektivitasnya. Beberapa zat
1. Soda atau Natrium Karbonat (Na2CO3)
Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau Natrium Karbonat memang lebih murah. Karena itu soda banyak digunakan di pabrik-pabrik yang sederhana. Akan tetapi zat ini tidak dianajurkan digunakan pada pabrik yang
akan mengolah latex menjadi RSS (ribbed smoked sheets) karena sheet kering yang dihasilkan akan bergelembung–gelembung atau bubles. Pemakaian soda aman untuk
karet yang akan diolah menjadi Crepe. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 ml lautan soda tanpa air Kristal (soda es) 10% setiap liter latex.
2. Amoniak (NH3)
Zat anti koagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena : a. Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri
b. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan / menaikkan PH latex kebun c. Mengurangi konsentrasi logam
Latex yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi Amoniak secara
berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis Amoniak yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah 5-10 liter
Amoniak 2,5% untuk setiap liter latex. 3. Formaldehid
Pemakaian Formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan
dibandingkan zat lainnya, karena
a. Kurang baik apabila digunakan pada musim hujan
Oleh karena itu, Formaldehid yang akan digunakan terlebih dahulu harus
diperiksa apakah larutan ini akan bereaksi asam atau tidak. Apabila bereaksi asam harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa seperti soda kaustik. Setelah Formaldehid bereaksi netral baru digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml
larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter latex yang akan dicegah prokoagulasinya. 4. Natrium sulfit (Na2SO3)
Pemakaian zat ini sebagai zat anti koagulan paling merepotkan, karena: a. Bahan ini tidak tahan lama disimpan
b. Apabila ingin digunakan harus dibuat terlebih dahulu
c. Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat (Na2SO3 Na2SO4), bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai
antikoagulan menjadi lenyap.
Selain sebagai antikoagulan Natrium Sulfit juga bisa memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan
berkadar 10% untuk setiap liter latex. (Tim penulis PS,2009)
2.6. Lateks, Karet Bongkah dan Pengolahannya Menjadi Material
Komposisi latex Hevea Brazeileansis dapat dilihat jika latex disentrifugasi dengan kecepatan 18000 rpm, yang hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Fraksi latex (37%): karet (isoprene), protein, lipida dan ion logam
2. Fraksi frey Wyssling (1-3%): karotenoid, lipida air, karbohidrat dan
inositol, protein dan turunannya.
4. Fraksi dasar (14%): air, protein, dan senyawa nitrogen, karet dan
karotenoid, lipida dan ion logam. (Zuhra,C.F.2006)
Tabel 2.1. Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar dan lateks yang dikeringkan
Bahan Lateks segar Lateks yang dikeringkan
1. Kandungan karet 35,62% 88,28%
2. Resin 1,65% 4,10%
3. Protein 2,03% 5,04%
4. Abu 0,70% 0,84%
5. Zat gula 0,34% 0,84%
6. Air 59,62% 1,00%
(Setyamidjaja,D.1993)
2.6.1 Lateks Pekat
Lateks pekat adalah sejenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk
lembaran atau padatan lainnya. Lates pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau
centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan
Tabel 2.2. StandarMutu Lateks Pekat
1 Jumlah padatan (total solids) minimum 61,5% 64,0% 2 Kadar karet kering (KKK) minimum 60,0% 62,0% 3 Perbedaan angka butir 1 dan 2 maksimum 2,0% 2,0% 4 Kadar amoniak( berdasar jumlah air yang
terdapat dalam lateks pekat) minimum
1,6% 1,6%
5 Viskositas maksimum pada suhu 25oC 50
centipoises
50 centipoises
6 Endapan (sludge) dari berat basah maksimum 0,10% 0,10% 7 Kadar koagulumm dari jumlah padatan
maksimum
0,08% 0,08%
8 Bilangan KOH maksimum 0,80 0,80
9 Kemantapan mekanis minimum 475 detik 475 detik 10 Persentase kadar tembaga dari jumlah padatan
maksimum
0,001% 0,001%
11 Persentase kadar mangan dari jumlah padatan maksimum 13 Bau setelah dinetralkan dengan asam borat Tidak boleh
berbau busuk
Tidak boleh berbau busuk Sumber : Panduan Lengkap Karet , 2009
Ada beberapa parameter lateks pekat yaitu:
- TSC (Total Solid Content) yaitu pemeriksaan kadar kepekatan bahan dengan pemanasan
- Amoniak (NH3)
- MST (Mechanical Stability Time) yaitu waktu yang diperlukan untuk terjadinya koagulasi sewaktu dipusingkan dengan kecepatan 14000 rpm.
- KOH Number yaitu bilangan KOH ekivalen dengan asam radikal yang bergabung dengan amoniak dalam 100 g lateks pekat.
2.6.2 Karet bongkah (block rubber)
Karet bongkah berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang menjadi bandela–bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Standar mutu karet bongkah agak berbeda antara negara podusen yang satu dengan yang lainnya. Standar karet
bongkah Indonesia yang dikeluarkan adalah SIR(Standard Indonesia Rubber) yang tertera dalam tabel 2.4.
Sedangkan di Negara tetangga yaitu Malaysia, mereka juga memiliki standar seperti yang dimiliki oleh Indonesia, mereka mengeluarkan SMR(Standard Malaysian Rubber) yang memiliki parameter yang tidak jauh berbeda dengan SIR (Standard
Indonesian Rubber). Daftar tabel SMR tertera pada tabel 2.5.
Tabel 2.4. Standard Indonesian Rubber (SIR)
Uraian SIR 5 L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50
Kadar kotoran maksimum 0.05% 0.05% 0.10% 0.20% 0.50% Kadar abu maksimum 0.50% 0.50% 0.75% 1.00% 1.50% Kadar zat asiri maksimum 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
PRI minimum 60 60 50 40 30
Plastisitas – Po minimum 30 30 30 30 30
Limit warna (skala lovibond) maksimum
6 - - - -
Kode warna Hijau Hijau merah Kuning
Tabel 2.5. Standard Malaysian Rubber (SMR)
Sumber : Panduan Lengkap Karet , 2009
2.6.3. Pengolahan karet alam
Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis karet. Pengolahan karet menentukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil sadapan yang baik. Ada beberapa peralatan yang digunakan dalam pengolahan
karet alam. Alat-alat ini tidak semuanya digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang hanya digunakan untuk pembuatan jenis karet tertentu saja,
Selain alat, juga banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam, yaitu:
a. Mesin penggilingan
Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin
penggilingan. Dikalangan pengolahan lateks sheet, Mesin ini sering disebut baterai sheet. Baterai sheet ada yang terdiri 4,5, atau 6 gilingan beroda dua. Mesin
penggilingan untuk karet crepe dikenal dengan nama baterai crepe.
Uraian SMR 5L SMR 5 SMR 10 SMR 20 SMR 50
Warna bungkus Jernih jernih jernih jernih Jernih Warna strip plastic Jernih Keruh
b. Tangki atau bejana koagulasi
Tangki yang banyak dipakai pada era sebelum perang dunia II terbuat dari arnit atau ebonite, sesudahnya digunakan tangki yang terbuat dari aluminium. Ukuran tangki yang digunakan biasanya(10 x 3 x 16)kaki. Tangki yang berukuran besar ini
disekat lagi menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil. Untuk menyekat digunakan pelat-pelat aluminium.
Pada tempat pengolahan karet yang hanya sedikit kapasitas produksinya, fungsi tangki atau bejana digantikan oleh loyang-loyang yang mempunyai kapasitas olah
antara 10-15 liter.
c. Rumah pengeringan
Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Tinggi
ruangan biasanya dibuat tidak lebih dari 6 m. Untuk rumah pengeringan bertingkat tingginya hanya antara 3-4 m. Didalam rumah pengeringan terdapat gantar-gantar dari kayu jati dengan tebal 4-5 cm untuk menggantungkan karet crepe yang akan
dikeringkan. Rata–rata rumah pengeringan menggunakan pemanas untuk mempercepat pengeringan. Cara pemasan yang paling banyak dipakai adalah
thermosifon atau pemanas dengan air pemanas serta menggunakan uap air bertekanan rendah. Bila tanpa pemanas, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan crepe antara
2-4 minggu.Sedangkan dengan pemanas waktunya bisa dipersingkat menjadi 5-7 hari.
d. Rumah pengasapan
Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap
asap dan pemanasan dapat terjamin. Jumlah ruang pengasapan dan pengeringan yang
diperlukan berhubungan dengan waktu pengeringan. Ini berkaitan dengan ketebalan sheet yang akan dibuat. Misalnya waktu pengeringan 5-5,5 hari maka ruang yang
dibutuhkan adalah 6 buah.
Selain alat-alat yang telah disebutkan diatas, sebenarnya masih ada beberapa alat yang banyak digunakan dalam pengolahan karet, Seperti alat penyaring,
gunting/pemotong, meja sortasi, pengepres, pengepak, dan lain-lain.
e. Kayu bakar untuk rumah pengasapan
Ada beberapa macam pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan bakar
ruang pengasapan. Pohon tersebut antara lain pohon karet, akasia, lomtorgung dan glirisidia. Kayu yang panjang biasanya dibelah dan dipotong hingga rata-rata
mempunyai ukuran panjang sekitar 30 cm dengan garis tengah 10 cm.
f. Air
Dalam pengolahan karet diperlukan air, dalam jumlah yang banyak. Karena itu
air merupakan bahan yang vital. Semakin tinggi kapasitas suatu pabrik, semakin besar jumlah air yang dibutuhkan. Air biasanya digunakan untuk keperluan pengenceran
lateks, pembuatan larutan kimia, pencucian hasil, pencucian alat dan untuk mendinginkan mesin.
g. Bahan-bahan kimia
Dalam pengolahan karet alam banyak sekali digunakan bahan-bahan kimia. Sesuai dengan proses yang dibantunya bahan itu ada yang berfungsi sebagai bahan pokok,
1. Bahan pembeku
Untuk proses pembekuan lateks biasanya digunakan asam formiat atau asam semut dan asam asetat atau asam cuka.
2. Bahan pengelantang
Bahan ini digunakan untuk mendapatkan warna yang diinginkan dari karet.
3. Bahan vulkanisasi
Bahan kimia ini diperlukan dalam proses vulkanisasi agar kompon karet cepat matang. Yang biasa digunakan untuk keperluan ini adalah belerang, damar, fenolik, peroksida organik dan radiasi sinar gamma.
4. Bahan pencepat reaksi
Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industry
hal ini kurang efisien karena menambah lama waktu produksi yang secara tak langsung juga menambah biaya. Salah satu bahan pencepat reaksi yang sering
digunakan adalah dati golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS.
5. Bahan penggiat
Fungsi bahan penggiat adalah menambah cepat kerja bahan pencepat reaksi.
Jadi, meskipun bahan ini tidak termasuk vital, tetapi cukup menentukan dalam proses pengolahan karet. Contoh bahan penggiat yang sering digunakan adalah
seng oksida dan asam stearat.
6. Bahan antioksidan dan antiozonan
Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh
digunakan adalah turunan difenil amina contohnya Nonox OD.dari turunan fenol
contohnya montaclere dan lonol. Anti ozonan yang paling banyak digunakan adalah turunan parafenilen diamina seperti Santoflex 13, Nonox DPPD dan UOP
88.
7. Bahan pelunak
Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian
bentuk. Bahan pelunak yang banyak digunakan adalah minyak naftenik, minyak nabati, minyak aromatik, terpinus, lilin paraffin, faktis, damar, dan bitumen.
8. Bahan pengisi
Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet, Pertama bahan pengisi yang tidak aktif, kedua bahan pengisi yang aktif atau yang menguatkan.
Contoh bahan pengisi yang tidak aktif adalah kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat dan barit. Bahan pengisi aktif yaitu karbon
hitam, silika, aluminium silika dan magnesium silikat.
9. Bahan pewarna
Jenis karet tertentu membutuhkan warna dalam pengolahannya. Untuk
keperluan inilah bahan pewarna diberikan.
10. Bahan pencegah pravulkanisasi
Fungsi bahan ini mencegah terjadinya pravulkanisasi yang tidak diinginkan
11. Bahan pewangi
Bau karet yang khas serta bau bahan kimia yang tidak enak dapat dihilangkan dengan menambahkan bahan pewangi, tetapi ada beberapa jenis yang
menggunakannya. contohnya yaitu Rodo 10. (Tim penulis PS,2009)
2.6.4. Pengolahan lateks pekat
Prinsip pembuatan lateks pekat berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara
pertikel karet dengan serum. Serum mempunyai berat jenis lebih besar daripada partikel karet, berat jenis serum 1,024 sedangkan partikel karet hanya 0,904. Akibatnya, partikel karet akan naik ke permukaan dan serum akan terkumpul dilapisan
bawah dalam proses pembuatan lateks.
Ada dua macam lateks pekat yang biasa dijual dipasaran. Yang pertama adalah
creamed lateks atau di Indonesia dikenal dengan nama lateks dadih. Sedangkan yang kedua adalah centrifuged latex atau disebut lateks pusingan.
I. Pengolahan creamed lateks
Pembuatan creamed lateks, getah yang sudah disadap dibawa ke tempat pengolahan didalam tangki-tangki, lalu ditambahkan gas ammonia sebanyak 4-7 g per
liter lateks. Sesampainya ditempat pengolahan, lateks langsung disaring dan ditentukan kadar karet kering (KKK) nya. Barulah ditambahkan bahan
pemekat/pengental atau creaming agent.
Bahan pemekat yang banyak digunakan sekarang adalah ammonium alginate. Bila digunakan ammonium alginate, dosisnya 60 mL larutan alginate 1% perliter
menurunkan mutu lateks pekat. Setelah diaduk, lateks didiamkan selama 4-6 hari
sampai menjadi lateks pekat.
Lateks pekat yang telah jadi dikumpulkan dalam tangki. Hasil ini diaduk lagi dengan merata. Setiap liter creamed lateks yang siap diangkut perlu ditambah 7-10 g
gas ammonia.
II. Pembuatan lateks pusingan
Lateks pusingan atau centrifuged lateks juga membutuhkan penambahan gas ammonia pada lateks kebun seperti pada pembuatan creamed lateks, tetapi jumlah yang ditambahkan lebih sedikit, cukup 2-3 g gas ammonia untuk setiap liter lateks.
Lateks yang telah diberi gas ammonia dibawa ke pabrik atau tempat pengolahan.Penambahan 2-3 g gas ammonia memungkinkan lateks tahan disimpan
selama 24 jam terjadi prakoagulasi. Pengendapan selama 24 jam diperlukan agar kotoran-kotoran dan magnesium ammonium fosfat mengendap. Magnesium
ammonium fosfat muncul karena penambahan ammonium pada bahan lateks.
Lateks dapat dimasukkan kedalam alat pemusing atau centrifugal machine setelah dibiarkan selama 24 jam. Mesin pemusing harus dijalankan dengan kecepatan
yang sesuai dan suara harus halus. Proses pemusingan memisahkan lateks kebun menjadi 2 bagian yang berlainan. Lateks pekat atau cream akan keluar dari bagian atas dan lateks encer atau skim akan keluar dari bagian bawah. Kemudian ditambahkan
ammonia hingga kadarnya menjadi 7-10 g perliter lateks.
Penambahan gas ammonia memungkin lateks pekat tahan disimpan dalam
jauh, biasanya lateks dimasukkan kedalam drum yang bagian dalamnya telah diolesi
dengan zat yang tahan lateks dan ammonia. (Tim penulis PS,2009)
2.6.5. Pengolahan karet remah (crumb rubber)
Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam perdagangan dikenal dengan nama karet spesifikasi teknis. Karena penentuan
kualitas dan penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisi yang mutakhir.
a. Pengolahan karet remah (spesifikasi teknis) dengan bahan baku lateks
Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan penyaringan lateks, penggumpalan atau
koagulasi, pembutiran, atau granulasi, pengeringan dan pembungkusan. Mula-mula lateks yang dikirim ke tempat pengolahan disaring dan dikumpulkan dalam bak atau tangki. Kemudian, dilakukan penggumpalan dalam bak atau tangki-tangki tersebut
sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum. Pemotongan koagulum merupakan langkah yang harus dilalui sebelum dilakukan proses pembutiran. Mesin
pembutiran yang biasa digunakan adalah mesin pelletiser yang mempunyai banyak pisau berputar. Hasil yang diperoleh dicuci hingga bersih kemudian dimasukkan kedalam mesin pengering. Biasanya pengeringan menggunakan mesin dan ban
berjalan. Hasil akhir dari karet remah didinginkan sebelum dikemas. Berat akhir diperoleh melalui penimbangan. Ukuran bandela biasanya (28 x 17 x 7) inci, sekitar
(72 x 36 x 18) cm. Berat yang ditetapkan untuk setiap bandela adalah 33 kg. Setelah
ini harus memiliki ketebalan 0,03 mm, titik cair 108oC dan berat jenis 0,92. Bungkus
ini disertai tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR, dan pabrik yang memproduksinya.
Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks
b. Pengolahan karet remah dengan bahan baku gumpalan mutu rendah
Ada pabrik yang membuat karet spesifikasi teknis dan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang
diolah ini bermutu rendah, contohnya slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain.
Lateks segar dari kebun
saringan
Bak koagulasi
(ditambah bahan koagulan dan pemutih warna)
Pembutiran
(dikerjakan dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)
pencucian
Pengeringan
(dengan mesin pengering dan ban berjalan)
Bahan koagulum lateks yang bermutu rrendah ini terlebih dahulu disortir,
Setelah itu bahan ini dimasukkan kedalam tangki-tangki air pembersih. Selanjutnya, bahan dibersihkan lagi dengan messin hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti dengan pemotongan lalu digiling dengan mesin penggilingan crepe. Hasil yang keluar
dari mesin penggilingan crepe dimasukkan kedalam mesin pelletiser atau mesin dengan pisau berputar. Disini bahan mengalami proses pembutiran.
Sesuai proses pembutiran, bahan mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam fosfat atau asam amino digunakan untuk merendamnya. Terakhir, bahan dikeringkan dan diikuti oleh proses pengepakan seperti pada karet remah yang dibuat dari bahan
lateks.
Diagram 2.2. Pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah.
(Tim penulis PS,2009) Slab,scrap,lump mangkok,dan lain-lain
Sortasi,pencucian, dan pemotongan
Pembersihan (dengan mesin hammermill lalu dicuci)
Penggilingan crepe
Pembutiran(dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)
Perlakuan kimia (perendaman dalam larutan asam fosfat)
2.7. Analisa kualitas karet remah
Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara-cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri-ciri teknis. Yang menjadi dasar dalam spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan
unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam karet, yang berpengaruh terhadap sifat-sifat akhir produk yang dibuat dari karet. Unsur-unsur dalam penetapan kualitas secara
spesifikasi teknis adalah:
a) Kadar kotoran (dirt content)
Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam spesifikasi,
karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang-barang dari karet. (setyamidjaja,1993)
Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relativ tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan
ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga menggangu pada pembuatan vulkanisat tipis. (SNI 06-1903-2000)
b) Kadar abu (ash content)
Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi kedalam karet pada waktu pengolahan.
(setyamidjaja,1993)
Abu didalam karet terjadi dari Oksida, Karbonat dan Fosfat dari Kalium,
berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silikat yang berasal dari karet atau benda asing
yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet.
Abu dari karet memberika sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan abu dapat
mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul (heat build-up) dan ketahanan retak lentur (flex cracking resistance) dari vulkanisat karet alam.
(SNI 06-1903-2000)
c) Kadar zat menguap (volatile content)
Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa karet
yang disajikan cukup kering. (setyamidjaja,1993)
Zat menguap didalam karet sebagian besar terdiri dari uap air dan sisanya
adalah zat-zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100oC . Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan. Adanya zat yang mudah menguap didalam karet, selain dapat menyebabkan bau busuk,
memudahkan tumbuhnya jamur yang dapat menimbulkan kesulitan pada waktu mencampurkan bahan-bahan kimia kedalam karet pada waktu pembuatan kompon
tersebut terutama untuk pencampuran karbon black pada suhu rendah.
(SNI 06-1903-2000)
d) Penetapan Plasticity Retention Index
Penentuan plasticity retention index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi
dan sesudah pengusangan didalam oven dengan suhu 140oC. Suhu dan waktu
pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. (SNI 06-1903-2000)
e) Uji pengeras dalam penyimpanan yang dipercepat (accelerated Storage
Hardening Test)
Pengerasan karena penyimpanan (storage hardening) menunjukkan
kecenderungan meningkatnya viskositas karet alam selama penyimpanan akibat terbentuknya ikatan silang (cross links) antar molekul karet ikatan silang ini umumnya disebabkan oleh reaksi kondensasi gugusan aldehida yang terdapat secara alamiah
didalam molekul karet dan kemungkinan adanya sejumlah kecil gugusan peroksida didalam karet.
Accelerated Storage Hardening Test (ASHT) merupakan cara yang dipercepat yaitu dengan pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah penyimpanan dalam waktu singkat dengan kondisi yang dapat mempercepat reaksi
pengerasan. (SNI 06-1903-2000)
f) Penentuan kadar nitrogen
Nitrogen terdapat didalam karet terutama berasal dari protein dan dapat digunakan sebagai petunjuk besarnya kadar protein. Walaupun banyaknya nitrogen bergantung pada jenis protein, diperkirakan kadar protein = 6,25 x kadar nitrogen.
Tetapi tidak dapat dianggap sebagai kadar protein yang sebenarnya.Karet skim mengandung kadar nitrogen yang tinggi. Nitrogen ditetapkan dengan cara semi mikro
dirubah menjadi basa ammonia dipisahkan dengan destilasi uap dan diikat oleh larutan
standar asam borat, kemudian dititer dengan larutan standar asam sulfat.
(SNI 06-1903-2000)
g) Pengujian viskositas mooney
Viskositas dari karet pada umumnya diuji dengan alat “Mooney Viscometer” yang prinsip kerjanya adalah memutar sebuah rotor yang berbentuk silinder didalam
karet tersebut. Makin besar viskositas karet, makin besar pula perlawanan yang diberikan oleh karet tersebut pada rotor.
(SNI 06-1903-2000)
2.8. Manfaat karet
Sebenarnya manfaat karet dalam kehidupan manusia sangatlah banyak,
mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia, dari kesehatan, hiburan, transportasi, komunikasi, pendidikan, hingga industri.
Karet dapat diolah menjadi aneka jenis barang yang sangat luas
a. Sepatu karet
b. Ban sepeda c. Ban mobil d. Sabuk V
e. Sabuk pengangkut
f. Pipa karet
g. Kabel
h. Pembungkus logam i. Bantalan karet
j. Rolkaret
BAB 3
− Saringan 325 mesh − Pemanas infra red − Penjepit
− Pastikan semua peralatan yang digunakan untuk menganalisa kadar kotoran dalam keadaan layak dan aman untuk digunakan
− Ditimbang sampel 10 g ± 0,1 mg dan gunting kecil-kecil
− Disiapkan erlenmeyer yang telah dibersihkan diatas meja , lalu isi dengan mineral terpentin sebanyak 250 mL dan curio TS 1mL - 2mL 36% solution − Dimasukkan sampel kedalam erlenmeyer , tambahkan 2 bagian turpentine dan
− Dipanaskan terpentin beserta sample tersebut pada box infrared selama 2,5 - 3,5 jam pada suhu 120 ± 5oC sampai larut dengan baik (selama pemanasan guncang larutan beberapa kali)
− Ditimbang saringan yang telah disortir dengan slide proyektor dan dicatat nomor saringannya
− Dilakukan penyaringan dengan hati-hati
− Dibilas Erlenmeyer dengan minyak turpentine hangat pakai botol penyemprot untuk membersihkan kotoran yang tinggal didasar Erlenmeyer
− Dikeringkan saringan yang berisi kotoran selama 1 jam dengan temperature 100oC didalam oven pengering
− Didinginkan saringan beserta kotoran sampai suhu kamar didalam desikator − Ditimbang dan dicatat berat saringan yang berisi kotoran
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengumpulan data-data dipabrik didukung dengan data dari laboratorium untuk memecahkan pokok permasalahan. Data yang didapatkan diperoleh selama pabrik beroperasi normal.
Tabel 4.1.1. Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lump mangkok (SIR20) Pallet Contoh Gelas Saringan Saringan Contoh Kotoran
Tabel 4.1.2. Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lateks Pallet Contoh Gelas Saringan Saringan Contoh Kotoran
4.2. Pembahasan
Kadar kotoran adalah suatu parameter yang sangat penting dalam meningkatkan mutu atau kualitas dari karet. Bila kadar kotoran melebihi ambang batas yang telah ditentukan , maka akan mempengaruhi kualitas dari
karet tersebut, oleh karena itu Indonesia telah menetapkannya dalam Standard Indonesian Rubber (SIR) sebesar 0,20% untuk SIR 20 dan sebesar 0,03%
untuk SIR 3.
Kadar kotoran ditentukan dari sejumlah kotoran yang tertampung diatas saringan 325 mesh yang berasal dari sejumlah tertentu sampel karet
yang dilarutkan dalam terpentin mineral. Zat-zat pengotor yang terkandung didalam karet adalah batu, pasir, daun, batang karet, dan juga berasal dari
mesin-mesin di pabrik.
Dari hasil analisa kadar kotoran selama melakukan praktek kerja lapangan pada sampel yang berasal dari lateks(SIR 3) dan sampel yang berasal
dari lump mangkok (SIR 20) diperoleh kadar kotoran yang rendah dan tidak melewati parameter yang telah ditentukan. Jika dari hasil analisa diperoleh
kadar kotoran yang tinggi,maka karet harus diolah kembali dengan mengulang kembali proses pengolahannya dari awal, dengan dicampurkan dengan bahan
4.2.1. Perhitungan dari analisa karet remah
Rumus perhitungan
Dirt Content =
100%
Dimana : M0 = Berat sampel
M1 = Berat saringan
M2 = Berat saringan + kotoran
• Penentuan kadar kotoran dari karet remah yang berasal dari lump mangkok
a. Pada sampel nomor 9 Dik : M0 = 10.0018 g
M1 = 17.6576 g M2 = 17.6626 g
Dit : % Dirt Content
Dirt Content = 100%
= 100%
= 100%
= 0.050 %
b. Pada sampel nomor 18 Dik : M0 = 10.0067 g
Dirt Content = 100%
= 100%
= 100%
= 0.057% c. Pada sampel nomor 27
Dik : M0 = 10.0072 g
M1 = 23.6437 g M2 = 23.6487 g
Dit : % Dirt Content
Dirt Content = 100%
= 100%
= 100%
= 0.050% d. Pada sampel nomor 36
Dik : M0 = 10.0010 g M1 = 17.3238 g M2 = 17.3296 g
Dit : % Dirt Content
Dirt Content = 100%
= 100%
= 0.058%
• Penentuan kadar kotoran karet remah yang berasal dari latex
a. Pada sampel nomor 9 Dik : M0 = 10.0053 g
M1 = 23.4868 g M2 = 23.4874 g Dit : % Dirt Content
Dirt Content = 100%
= 100%
= 100%
= 0.006%
b. Pada sampel nomor 18 Dik : M0 = 10.0026 g
M1 = 24.3150 g M2 = 24.3158 g Dit : % Dirt Content
Dirt Content = 100%
= 100%
= 100%
c. Pada sampel nomor 27
Dik : M0 = 10.0031 g M1 = 21.7142 g M2 = 21.7150 g
Dit : % Dirt Content
Dirt Content = 100%
= 100%
= 100%
= 0.008%
d. Pada sampel nomor 36 Dik : M0 = 10.0070 g
M1 = 22.2883 g
M2 = 22.2890 g Dit : %Dirt Content
Dirt Content = 100%
= 100%
=
100%
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan selama praktek kerja lapangan di Pabrik karet PT.Bridgestone Sumatera Rubber Estate dapat diambil kesimpulan ,
yaitu :
1. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar kotoran yang berbeda untuk setiap karet remah yang berasal dari bahan baku lump mangkok yaitu : 0,057%, 0,050%,
0,058%, 0,051%, 0,043%, 0,045%, 0,046%, 0,043%, 0,048%, 0,044%, 0,67%, nilai ini memenuhi standar kualitas mutu SIR 20.
2. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar kotoran yang berbeda untuk setiap jenis karet remah yang berasal dari bahan baku lateks yaitu : 0,006%, 0,008%, 0,008%, 0,007%, 0,005%, 0,006%, 0,004%, 0,005%, 0,007%, 0,006%,
0,005%, 0,005%, nilai ini memenuhi standar kualitas mutu SIR 3
3. Untuk penentuan spesifikasi karet remah yang dihasilkan baik yang berasal
dari lateks maupun yang berasal dari lump mangkok sudah memenuhi Standard Indonesian Rubber (SIR) yaitu dengan kadar kotoran maksimum 0,03% untuk bahan baku yang berasal dari lateks (SIR 3) dan maksimum
5.2. Saran
1. Dalam melakukan analisa kadar kotoran pada karet remah SIR 20 dan SIR 3 , sebaiknya memperhatikan kebersihan alat yang digunakan. Sehingga hasil penimbangan yang diperoleh merupakan kadar kotoran
dan kadar abu yang dianalisa.
2. Pada saat melakukan penyadapan , peralatan yang digunakan harus
dalam kondisi yang baik dan dijaga kebersihannya.
3. Pada saat melakukan pemanasan pada box infrared sebaiknya Erlenmeyer dilakukan pengguncangan agar karet benar-benar larut
dengan mineral terpentin dan Curio TS sol 36% supaya pada saat penyaringan yang tertinggal didalam saringan hanyalah kotoran yang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000. SNI 06-1903-2000 Standard Indonesian Rubber. Jakarta : Badan
Standardisasi Nasional
Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Cetakan ke 13. Yogyakarta : Kanisius
Tim penulis PS. 2009. Panduan Lengkap Karet. Cetakan kedua. Jakarta : Penebar
Swadaya
Setiawan, D. H. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Cetakan pertama. Jakarta :
Agro Media Pustaka
Siregar, T. HS. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Cetakan keenam. Yogyakarta : Kanisius
Standard Kerja Analisa Kadar Kotoran
1. Sebelum melakukan pekerjaan pastikan semua peralatan yang digunakan untuk
menganalisa dirt content dalam keadaan layak dan aman untuk digunakan
2. Sampel untuk analisa dirt content digiling pada mesin gilingan yang telah diatur
ketebalannya
Safety : Hati – hati tangan dapat masuk kedalam roll mil
3. Sampel ditimbang secara teliti pada neraca analitik
4. Sampel digunting kecil – kecil
5. Erlenmeyer yang bersih dipersiapkan diatas meja lalu diisi dengan mineral turpentine dan curio TS
6. Sampel yang telah dipotong kecil dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah
berisi mineral turpentine dan curio TS
7. Sampel dipanaskan pada infra red box sambil diguncang sekali – sekali untuk mempercepat pelarutan
8. Saringan yang akan digunakan ditimbang dan dicatat nomor saringan dan sebelumnya dikeringkan didalam oven, didinginkan didalam desikator serta telah disortir dengan slide projector
9. Setelah sampel larut sempurna, biarkan kotoran mengendap didasar Erlenmeyer kemudian disaring dalam keadaan panas
Safety : Hati – hati terkena cairan turpentine panas
10. Erlenmeyer dan dinding bagian dalam saringan dibilas dengan turpentine hangat untuk membersihkan kotoran yang tinggal dengan menggunakan botol semprot
Safety : Hati – hati tangan dapat terkena panas oven
Standard Proses Analisa Kadar kotoran
No Proses Item Standard Jumlah / Ukuran
Standard Foto
1 Penggilingan sampel
Penggilingan sampel bertujuan untuk mendapatkan ketebalan
sampel yang diinginkan
Berat sampel 20 – 25 gram Jumlah penggilingan 2 pass
Celah roll 0.33 mm
2 Penimbangan dan
pemotongan sampel turpentine dan curio TS di isi kedalam erlenmeyer
Volume mineral
turpentine 250 ml
Volume curio TS 1 – 2 ml
4 Pemanasan sampel pada
box infrared
5 Pembilasan Erlenmeyer
Pembilasan erlenmeyer
Jumlah pembilasan 2 kali
Volume pembilasan 30 – 50 ml
6 Pengeringan sampel
Pengeringan sampel dilakukan dengan menggunakan oven untuk
mendapatkan berat kotoran kering
Lama pengeringan 1 jam
Temperatur
pengeringan 90 – 100
o
C
7 Pendinginan sampel
Pendinginan sampel dilakukan di dalam desikator
saringan kosong
Standar Peralatan Analisa Kadar kotoran
No Equipment Item Standard Jumlah / Ukuran
Standard Foto 1 Gilingan Laboratorium
Gilingan laboratorium menjadi ukuran yang lebih
kecil
Panjang ±31 cm
Lebar ±8.5 cm
3 Neraca analitik
Neraca analitik digunakan
Electricity 1.5 A, 300 watt
5 Oven 6 Slide projector
Digunakan untuk menyortir saringan
Type Elmo CV - II Electricity 220 Volt, 150
watt
Jenis silica gel Indicator warna biru larutan dan sampel yang kan dilarutkan
Kapasitas 500 ml Diameter
atas/bawah 5.4 cm / 9.7 cm
9 Pemanas Infra merah
10 Saringan
Digunakan untuk menyaring kotoran
Jenis bahan Stainless still
mesh 325 mesh
Diameter / tebal 30 mm / 2 – 3 mm Tinggi 13 – 15 cm
11 Botol Semprot
Digunakan untuk membersihkan kotoran pada Erlenmeyer
Jenis bahan plastik kapasitas 500 ml
12 Pemegang labu
Erlenmeyer
Digunakan untuk memegang labu Erlenmeyer pada saat
menyaring
Panjang 33 cm