• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Perbandingan Kadar Kotoran (Dirt Content) Pada Karet Remah Yang Berasal Dari Bahan Baku Lump Mangkok Dengan Bahan Baku Latex PT.Bridgestone Sumatera Rubber Estate,Tbk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Perbandingan Kadar Kotoran (Dirt Content) Pada Karet Remah Yang Berasal Dari Bahan Baku Lump Mangkok Dengan Bahan Baku Latex PT.Bridgestone Sumatera Rubber Estate,Tbk"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT

CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI

BAHAN BAKU LUMP MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU

LATEX PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE,Tbk

KARYA ILMIAH

ORIZA IRAWAN

082401040

PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU LATEX PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER

ESTATE,Tbk

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

ORIZA IRAWAN 082401040

PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

JUDUL : ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP

MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU LATEX

KATEGORI : KARYA ILMIAH

NAMA : ORIZA IRAWAN

NOMOR INDUK : 082401040

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KIMIA ANALIS DEPARTEMEN : KIMIA

FAKULTAS : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, April 2011

Diketahui / disetujui oleh

Departemen KIMIA FMIPA USU

Ketua Dosen Pembimbing

(4)

PERNYATAAN

ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP MANGKOK

DENGAN BAHAN BAKU LATEX

PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE,Tbk

KARYA ILMIAH

Saya mengaku bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Juli 2011

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT , Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya dan berhasil diselasaikan dalam

waktu yang telah di tetapkan

Tujuan disusunnya tugas akhir ini adalah untuk memenuhi syarat dalam

menyelesaikan studi pada program studi Diploma Tiga (D-3) Kimi Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Di Universitas Sumatera Utara . Adapula judul dari tugas akhir ini adalah “Analisa Perbandingan Kadar Kotoran (Dirt

Content) pada Karet Remah yang Berasal dari Bahan Baku Lump Mangkok dengan Bahan Baku Latex “

Pada kesempatan ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini terutama kepada :

1. Kepada Allah SWT , karena dengan pertolongannya laporan ini dapat segera kami selesaikan.

2. Secara khusus kepada Papa (Ir.Irwan) dan Mama (Tetty Repelitawaty) tercinta yang selalu mendukung dan membantu penulis dengan doa yang ikhlas, semangat dan materi sehingga akhirnya saya dapat menyelesikan pendidikan

saya di kimia analis dan juga adik-adik saya Azmi Aziz Irawan dan Fathur Rahman Irawan.

(6)

4. Ibu Dra.Emma Zaidar,M.Si selaku ketua jurusan Kimia Analis FMIPA USU

5. Bapak Dr.Nimpan Bangun,M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengarahkan penulis dan membimbing sampai penyelesaian karya ilmiah ini 6. Buat sahabat-sahabat saya , Dina , Bella , Rizka ,Aurora , Una , Petty dan

lain-lain yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada saya dalam suka dan duka dan berbagi pengalaman hidup, semoga semua mimpi dan cita-cita

kita dapat tercapai

7. Kepada teman-teman seperjuangan khususnya stambuk 2008 Kimia Analis FMIPA USU, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, dan juga kerabat

lainnya yang telah membantu sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.

Medan, April 2011

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Daftar Diagram ix

BAB 1 : PENDAHULUAN 1

2.3.1 Perbedaan karet alam dengan karet sintetis 8

2.3.2 Jenis-jenis karet alam 9

2.3.3 Jenis-jenis karet sintetis 12

2.4 Penyadapan 14

2.4.1 Penentuan matang sadap 14

2.4.2 Peralatan sadap 14

2.4.3 Pengumpulan gumpalan karet mutu rendah 15

2.5 Prakoagulasi 16

2.5.1 Faktor penyebab prakoagulasi 17

(8)

2.6 Lateks, Karet bongkah, dan Pengolahannya Menjadi Material 21

2.6.1 Lateks pekat 22

2.6.2 Karet Bongkah 24

2.6.3 Pengolahan karet alam 25

2.6.4 Pengolahan lateks pekat 30

2.6.5 Pengolahan karet remah 32

2.7 Analisa Kualitas Karet Remah 35

2.8 Manfaat Karet 38

BAB 3 : BAHAN DAN METODE 39

3.1 Alat 39

3.2 Bahan 39

3.3 Prosedur kerja 39

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN 41

4.1 Hasil 41

4.2 Pembahasan dan Perhitungan 43

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN 48

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 49

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar

dan lateks yang dikeringkan 22

Tabel 2.2 StandarMutu Lateks Pekat 23

Tabel 2.3 Standard Indonesian Rubber (SIR) 24

Tabel 2.4 Standard Malaysian Rubber (SMR) 25

Tabel 4.1.1 Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah

yang berasal dari cuplump (SIR20) 41

Tabel 4.1.2 Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah

(10)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks 33

(11)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks 33

(12)

Abstrak

Karet remah adalah karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin dan penetapannya didasarkan pada sifat teknis.

Salah satu parameter yang dianalisa pada karet remah yaitu kadar kotoran. Dan sampel yang dianalisa adalah karet remah yang berasal dari bahan baku cuplump (SIR 20), dan karet remah yang berasal dari bahan baku lateks (SIR 3), yang memiliki nilai standar sesuai dengan Standard Indonesian Rubber (SIR) yaitu maksimum 0,20% untuk karet remah yang berasal dari bahan baku lump mangkok dan maksimum 0,03% untuk karet remah yang berasal dari bahan baku lateks.

(13)

ANALYSIS COMPARISON OF RATE DIRT ( DIRT CONTENT) AT

CRUMB RUBBER WHICH COME FROM RAW MATERIAL OF CUP

LUMP WITH RAW MATERIAL OF LATEX PT.BRIDGESTONE

SUMATERA RUBBER ESTATE,TBK.

Abstract

Crumb rubber is rubber one be made specially, so its technical quality is secured and its establishment is gone upon on technical character.

One of parameter which is analysed on crumb rubber which is dirt content. And sample that is analysed is crumb rubber which come from cuplump raw material (SIR 20), and crumb rubber which come from latex raw material (SIR 3), one that have default point corresponds to Standard Indonesian Rubber (SIR) which is maximum 0,20% for crumb rubber which come from cuplump raw material and a maximum 0,03% for crumb rubber which come from latex raw material.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan

perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan Co2 yang dapat mengurangi efek global warming, kayunya yang dapat digunakan sebagai kayu bakar, dan getahnya

yang sudah mengalami proses, memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

penghasil getah ini. Selain itu, karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik Negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. ( Tim Penulis PS ,2009)

Karet tumbuh liar di lembah-lembah sungai Amazone, dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam

berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan “bola” untuk permainan.

Pada permulaan abad ke - 19 dalam berbagai eksplorasi yang dilakukan

oleh orang Eropa, ditemukan pula tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan getah selain tumbuhan karet (Hevea brasiliensis Muell Arg). Tumbuhan penghasil

getah itu adalah Ficus elastic Roxb, Funtumia elastic Stapt, Willughbeia sp., Landolphia sp., Palaquium gutta Burck, Guayule ( Parthenium argentanum

(15)

Pemanfaatan karet yang sangat berarti ditemukan oleh Dunlop pada tahun 1888, yakni diciptakannya ban pompa. Penemuan ini kemudian disusul oleh Michelin (Prancis) dan Goodrich (Amerika) dengan penciptaan ban mobil

yang kemudian hari berkembang terus setelah orang berhasil membuat mobil pada tahun 1895.

Dampak nyata dari penemuan kendaraan mobil adalah permintaan akan karet terus meningkat. Sampai akhir abad ke – 19, penghasil karet yang utama adalah Brazil. Karena kebutuhan akan karet terus meningkat, maka usaha

pencarian bahan “karet” dilakukan pula dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan bergetah lainnya, baik yang berasal dari Amerika Selatan maupun

dari Asia dan Afrika. (Setyamidjaja.D , 1993)

Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga

didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks

pekat tidak berlaku untuk jenis yang satu ini.

Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. Karet sintetis yang permintaannya

cenderung meningkat memiliki jaminan mutu dalam setiap bandelanya. keterangan sifat teknis serta keistimewaan jenis mutu karet sintetis disertakan

pula. Hal seperti ini diterapkan juga pada karet spesifikasi teknis. Karet ini di pak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukurannya seragam, ada sertifikat uji coba laboratorium dan ditutup dengan lembaran plastik

(16)

Standard Indonesian Rubber (SIR) adalah karet alam yang diperoleh

dengan pengolahan bahan oleh karet yang berasal dari getah batang pohon Havea Brasiliensis secara mekanis dengan atau tanpa kimia, serta mutunya

ditentukan secara spesifikasi teknis. Penilaian mutu didasarkan pada hasil

analisa dari parameter spesifikasi teknis yang ditetapkan pada karet SIR antara lain : analisa kadar kotoran, analisa kadar abu, analisa kadar zat menguap,

analisa plastisitas awal (Po), analisa plastisitas retensi indeks (PRI), analisa kadar nitrogen, dan analisa viskositas mooney. (SNI 06-1903-2000)

Dengan mengetahui variable-variabel penilaian mutu karet remah

secara spesifikasi teknis ini, maka penulis tertarik untuk lebih membahas masalah ini dengan mengambil judul:” Analisa Perbandingan Kadar Kotoran

(Dirt Content) pada Karet Remah yang Berasal dari Bahan Baku Lump

Mangkok (SIR 20) dengan Bahan Baku Latex (SIR 3)“

1.2. Permasalahan

Mutu karet jenis SIR harus memenuhi spesifikasi teknis yang ditentukan pada persyaratan mutu SIR, Untuk mengetahui produk itu maka perlu mengetahui besaran parameter mutu SIR yang baik, supaya karet itu

dapat ditentukan baik atau tidak, pada persyaratan mutu harus diketahui penyebab gagalnya mutu SIR tersebut yaitu kadar kotoran yang bervariasi,

(17)

proses pembuatan karet remah tersebut dari awal, dimulai dari pemotongan

dengan slab cutter sampai pengolahan akhir dipabrik karet remah.

Dari penilaian mutu secara spesifikasi ini maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan karya ilmiah ini adalah : Untuk mengetahui

perbandingan kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lump mangkok (SIR 20) dengan bahan baku lateks (SIR 3) yang diproduksi oleh PT.

Bridgestone Rubber Estate telah memenuhi syarat mutu Standar Indonesia Rubber.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah hasil praktek kerja lapangan

yang penulis lakukan di pabrik PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate adalah :

1. Untuk menganalisa kadar kotoran yang terdapat pada karet remah

yang berasal dari lump mangkok (SIR 20)

2. Untuk menganalisa kadar kotoran yang terdapat pada karet remah

yang berasal dari lateks (SIR 3)

3. Untuk mengetahui apakah karet remah SIR 20 dan SIR 3 yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu yang berlaku yaitu:

(18)

1.4. Manfaat

1. Dapat mengetahui penerapan ilmu kimia yang diperoleh di bangku perkuliahan terhadap proses produksi pabrik dalam skala yang besar.

2. Dapat mengetahui proses pengolahan karet .

3. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan proses produksi

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Penemuan Karet

Orang-orang yang diketahui pertama kali memanfaatkan karet dalam

kehidupan sehari-hari adalah bangsa amerika asli. Mereka mengambil getah dari sejenis pohon penghasil getah yang tumbuh liar dihutan sekitar tempat tinggalnya

dengan cara menebangnya. Getah tersebut dikumpulkan dan selanjutnya dijadikan bola yang bias dipantul-pantulkan sebagai alat permainan. Getah tersebut juga dibuat menjadi alas kaki dan wadah minuman. Semua itu dicatat oleh Michele de Queno

dalam pelayarannya ke Amerika pada tahun 1493. (Setiawan.D.H,2008)

Setelah de la Condamine mengirim contoh “ bahan elastik yang aneh” (a

mysterious elastic substance) atau “caoutchuc” dari peru ke prancis pada tahun 1736, maka saat itu orang Eropa mulai menaruh perhatian terhadap karet. Dalam laporannya, de la Condamine membuat deskripsi yang lengkap tentang tumbuhan ini,

yang disertai pula uraian tentang cara-cara mengambil getahnya seperti yang dilakukan oleh penduduk pribumi. Namun yang terpenting dari laporan tersebut

adalah pandangannya tentang manfaat tumbuhan ini sebagai bahan perdagangan bagi Eropa yang mempunyai prospek yang sangat bagus.

Perhatian terhadap karet bertambah meningkat setelah Priestly, seorang ahli

fisika kimia Inggris, pada tahun 1770 menemukan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit, sehingga orang inggris menjuluki karet dengan sebutan

(20)

Tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan

karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut didaerah pamanukan dan ciasem, jawa barat. Jenis karet yang ditanam pertama kali adalah karet rambung atau Ficus elastica. Jenis karet Hevea (Hevea brasiliensis) baru ditanam tahun 1902 didaerah Sumatera

timur. Jenis ini ditanam di pulau jawa pada tahun 1906. (Tim penulis PS,2009)

Komoditas karet cukup berpengaruh besar terhadap perekonomian negara.

Oleh karena itu, penanganan perkebunan karet dan pengelolaan serta pengolahan yang baik merupakan langkah yang tidak dapat diabaikan untuk menunjang kembali

jayanya dunia perkaretan Indonesia. (Tim penulis PS,2009)

2.2. Morfologi tanaman karet

Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet

alam dunia. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang

cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet

ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau dan terdiri dari tangkai utama sepanjang 20 cm dan tangkai anak daun sepanjang

(21)

2.3. Karet alam

2.3.1. Perbedaan karet alam dengan karet sintetis

Ada dua jenis karet,yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet ini

memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Kelemahan karet alam bisa diperbaiki oleh karet sintetis dan sebaliknya, sehingga kedua jenis karet tersebut tetap dibutuhkan. (Setiawan.D.H,2008)

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet

alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah :

a. Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna

b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah c. Mempunyai daya aus yang tinggi

d. Tidak mudah panas (low heat build up) , dan

e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking

resistance).

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap

stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. hal

(22)

karet alam mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industry tertentu tetap

memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industry ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. (Tim penulis PS , 2009)

2.3.2. Jenis-jenis karet alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan

olahan. Bahan olahan ada juga yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi . Jenis-jenis karet alam

adalah :

a. Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang

diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis yang meliputi :

1. lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.cairan getah ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan

atau tanpa bahan pemantap(zat antikoagulan).

2. sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring

dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.

3. slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan

dengan asam semut.

4. lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks

(23)

b. Karet konvensional

Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis ini pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. jenis-jenis karet

alam yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut:

1. Ribbed smoked sheet adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.

2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang tebal dan tipis.

3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna coklat dan banyak dihasilkan

oleh perkebunan - perkebunan besar atau estate.

4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon ,

potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah.

5. Thin brown crepe remills adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang. 6. Thick blanket crepe ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat,

biasanya dibuat dari slab basah.

7. Flat bark crepe adalah karet tanah,yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari screp

karet alam yang dihasilkan scrap karet alam yang belum diolah, termasuk screp tanah yang berwarna hitam.

8. Pure smoke blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet

asap yang khusus berasal dari RSS.

9. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya

(24)

c. Lateks pekat

Lateks pekat yaitu jenis karet yang berbetuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau

centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

d. Karet bongkah atau block rubber

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi

bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.

e. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber

Karet spesifikasi teknis adalah karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu

teknisnya terjamin yang penetapannya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Penilaian mutu yang hanya berdasarkan aspek visual, seperti berlaku pada karet sheep, crepe dan lateks pekat tidak berlaku untuk karet jenis ini. Karet spesifikasi teknis ini

dikemas dalam bongkah-bongkah kecil dengan berat dan ukuran seragam.

f. Karet siap olah atau tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan

ban atau barang lainnya yang menggunakan karet sebagai bahan baku.

g. Karet reklim atau reclaimed rubber

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dan barang-barang karet bekas,

(25)

karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Produk

yang dihasilkan lebih kukuh dan tahan lama dipakai, Lebih tahan terhadap bensin atau minyak pelumas. Tetapi karet reklim kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai

dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai. (Zuhra,C.F.2006)

2.3.3. Jenis-jenis karet sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak

bumi. Biasanya karena sintetis dibuat akan memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi,minyak, pengaruh udara bahkan ada

yang kedap gas.

Berdasarkan tujuan pemanfaatannya ada dua macam karet sintetis yang dikenal ,yaitu :

a. Karet sintetis untuk kegunaan umum

Karet sintetis dapat digunakan untuk berbagai keperluan , bahkan banyak fungsi karet alam yang dapat digantikannya .Jenis-jenis karet sintetis untuk kegunaan umum

diantaranya sebagai berikut :

1. SBR (styrene butadiene rubber)

Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang

ditimbulkan juga rendah.

2. BR (butadiene rubber)

Dibanding dengan SBR,karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih

(26)

tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam

atau SBR.

3. IR(isoprene rubber)atau polyisoprene rubber

Jenis karet ini mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.

b. Karet sintetis untuk kegunaan khusus

Jenis karet sintetis ini tidak terlalu banyak digunakan dibanding karet sintetis yang pertama. Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat

khusus yang tidak dipunyai karet sintetis jenis pertama. Beberapa jenis karet intetis untuk kegunaan khusus yang banyak dibutuhkan diantaranya :

1. IIR(isobutene isoprene rubber)

IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon.IIR

juga terkenal karena kedap gas.

2. NBR(nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber

NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak.

3. CR(chloroprene rubber)

CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahannannya masih kalah. CR juga juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh

(27)

4. EPR(ethylene propylene rubber)

EPR sering juga disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga

monomer ketiga atau EPDM. (Tim penulis PS , 2009)

2.4. Penyadapan

Penyadapan tanaman karet dilakukan dengan menerapkan sistem yang telah disepakati secara Internasional. Penyadapan pada batang utama(atau cabang untuk tanaman menjelang ditumbang)bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh

lateks dikulit pohon. Pembuluh lateks yang putus atau luka kelak akan pulih kembali sehingga bila dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya luka tersebut telah pulih dan

lateks akan mengalir lagi dengan baik. (Siregar,T.H.1995)

2.4.1. Penentuan matang sadap

Sebelum dilakukan penyadapan harus diketahui kesiapan atau kematangan

pohon karet yang akan disadap. Cara menentukan kesiapan atau kematangannya adalah dengan melihat umur dan mengukur lilit batangnya. Kebun karet yang

memiliki tingkat pertumbuhan normal siap disadap pada umur lima tahun dengan masa produksi selama 25-35 tahun.

2.4.2. Peralatan sadap

Peralatan sadap menentukan keberhasilan penyadapan, semakin baik alat yang digunakan, semakin baik hasilnya. Berbagai peralatan sadap yang digunakan adalah

(28)

a. Mal sadap atau patron

b. Pisau sadap

c. Talang lateks atau spout d. Mangkuk atau cawan

e. Cincin mangkuk

f. Tali cincin

g. Meteran h. Pisau mal

i. Quadric atau sigmat

(Tim penulis PS , 2009)

2.4.3. Pengumpulan gumpalan karet mutu rendah

Selain hasil yang berupa lateks, dari kebun produksi diperoleh pula beberapa

bahan bekuan yang dapat dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Bahan bekuan tersebut dapat berupa :

1. Skrep (scrap)

Skrep adalah bekuan lateks pada irisan atau alur sadapan. Skrep berbentuk pita panjang yang dapat diambil dari alur sadap sesaat sebelum penyadapan dilakukan.

Skrep ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan brown crepe.

2. Lump tanah

Lump tanah atau karet tanah adalah lateks yang membeku pada tanah disekitar pangkal batang dibawah irisan sadapan. Lump tanah diperoleh terutama pada penyadapan yang mangkoknya tiap hari diangkat dari batang. Penggumpalan lump

tanah dilakukan dua kali dalam seminggu, dan lebih baik bila dilaksanakan pada tiap kali menyadap untuk menjada jangan sampai diperoleh hasil karet yang berasal dari

(29)

3. Lump mangkok(cup lump)

Lump mangkok adalah lateks yang membeku pada mangkok. Lump mangkok diperoleh pada penyadapan yang mangkoknya dibiarkan tetap berada pada pohon(tidak diangkat). Pengumpulan lump mangkok dilakukan setelah selesai

menyadap hari itu juga, sambil menunggu saat pengumpulan lateks. Lump mangkok yang diperoleh dengan cara ini adalah lump yang”bersih”, yang bila diolah menjadi

krep dapat menjadi krep mutu I, atau bila diolah menjadi karet remah dapat menjadi SIR 10. (Setyamidjaja,D.1993)

2.5. Prakoagulasi

Prakoagulasi adalah pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau

gumpalan-gumpalan sebelum lateks sampai dipabrik atau tempat pengolahan. Jika hal ini terjadi akan menimbulkan kerugian yang cukup besar karena hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya bisa diolah menjadi karet bukan jenis baku dan

kualitasnya rendah.

Penyebab terjadinya prakoagulasi adalah kemantapan bagian kolodial didalam

lateks berkurang, kemudian menggumpal menjadi satu dalam bentuk komponen yang lebih besar. Komponen yang lebih besar ini akhirnya akan membeku.

Pada dasarnya lateks adalah suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia

yang terdapat didalamnya. Bagian-bagian tersebut tidak larut sempurna, tetapi terpencar secara merata didalam air. Partikel koloidal ini sangat kecil, sehingga bisa

(30)

tipis yang memiliki kestabilan tersendiri. Jika kestabilan berkurang, terjadilah

prakoagulasi.

2.5.1. Faktor penyebab Prakoagulasi

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi adalah sebagai berikut :

a. Jenis karet

Setiap jenis atau klon karet memiliki kestabilan atau kemantapan koloidal yang berbeda-beda. Ada klon karet yang memiliki koloidal rendah dan tidak sedikit pula

klon dengan kestabilan koloidal mantap.

b. Enzim

Enzim adalah katalis alami untuk mempercepat terjadinya reaksi walaupun hanya

terdapat dalam jumlah kecil. Enzim bekerja dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan karet, sehingga kemantapannya berkurang dan terjadi prakoagulasi.

Aktivitas enzim dimulai saat lateks keluar dari batang karet.

c. Mikroorganisme

Mikroorganisme atau jasad renik terdapat diman-mana, termasuk dilingkungan

perkebunan karet. Saat keluar dari pohon karet, lateks dipastikan steril dari mikroorganisme. Namun, beberapa saat kemudian lateks terkontaminasi mikroorganisme sangat besar. Mikroorganisme didalam lateks akan melakukan

(31)

semakin banyak pula senyawa asam yang dihasilkan yang mendorong semakin cepat

terjadinya prakoagulasi.

d. Cuaca dan Musim

Cuaca dan musim berpengaruh terhadap proses prakoagulasi. Pada musim hujan , kemungkinan terjadinya prakoagulasi sangat besar, sehingga pada saat seperti itu jarang dilakukan penyadapan, selain juga secara teknis mengalami kesulitan, Sinar

matahari yang terik juga dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi.

e. Kondisi tanaman

Kondisi tanaman disini adalah berkaitan dengan umur dan kesehatan

tanaman.Pohon karet yang terlalu muda atau menjelang tua dan sakit-sakitan cenderung menghasilkan lateks yang mudah mengalami prakoagulasi.

f. Air sadah

Air sadah adalah air yang mengalami reaksi kimia, umumnya bereaksi asam. Lateks yang tercampur air sadah mudah sekali mengalami prakoagulasi. Karena itu air

yang digunakan untuk pengolahan lateks harus dianalisa secara kimia supaya derajat keasamaannya tidak terlalu tinggi.

g. Pengangkutan

Pengangkutan disini berkaitan dengan guncangan yang terjadi dan lamanya lateks sampai ketempat pengolahan. Pengangkutan melalui jalan yang jelek dan mobil

(32)

lateks tiba ditempat pengolahan terlalu lama dan terkena sinar matahari sepanjang

perjalanan juga akan mempercepat terjadinya prakoagulasi.

h. Kotoran

Kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur dan asam akan mempercepat terjadinya prakoagulasi. Demikian pula air kotor yang dipakai untuk pengolahan akan mempercepat prakoagulasi.

2.5.2. Pencegahan Prakoagulasi

a. Pencegahan secara Manual

− Menjaga kebersihan alat-alat untuk penyadapan, penampungan dan pengangkutan.

− Tidak menggunakan air kotor, seperti air sungai atau air got, untuk mengencerkan

lateks dikebun.

− Penyadapan dilakukan sepagi mungkin sebelum matahari terbit agar lateks sampai

ketempat pengolahan sebelum udara panas.

- Tidak menyadap pohon karet terlalu muda atau terlalu tua dan yang kondisinya

tidak sehat. (Setiawan,D.H.2008)

b. Pencegahan menggunakan zat antikoagulan

Jika beberapa upaya pencegahan diatas sudah dilakukan, tetapi tetap terjadi prakoagulasi, penggunaan zat antikoagulan dapat dilakukan. Saat ini dipasaran

tersedia beberapa zat antikoagulan. Zat antikoagulan yang akan dipakai harus dipakai harus disesuaikan dengan harga, kadar bahaya, dan efektivitasnya. Beberapa zat

(33)

1. Soda atau Natrium Karbonat (Na2CO3)

Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau Natrium Karbonat memang lebih murah. Karena itu soda banyak digunakan di pabrik-pabrik yang sederhana. Akan tetapi zat ini tidak dianajurkan digunakan pada pabrik yang

akan mengolah latex menjadi RSS (ribbed smoked sheets) karena sheet kering yang dihasilkan akan bergelembung–gelembung atau bubles. Pemakaian soda aman untuk

karet yang akan diolah menjadi Crepe. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 ml lautan soda tanpa air Kristal (soda es) 10% setiap liter latex.

2. Amoniak (NH3)

Zat anti koagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena : a. Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri

b. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan / menaikkan PH latex kebun c. Mengurangi konsentrasi logam

Latex yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi Amoniak secara

berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis Amoniak yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah 5-10 liter

Amoniak 2,5% untuk setiap liter latex. 3. Formaldehid

Pemakaian Formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan

dibandingkan zat lainnya, karena

a. Kurang baik apabila digunakan pada musim hujan

(34)

Oleh karena itu, Formaldehid yang akan digunakan terlebih dahulu harus

diperiksa apakah larutan ini akan bereaksi asam atau tidak. Apabila bereaksi asam harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa seperti soda kaustik. Setelah Formaldehid bereaksi netral baru digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml

larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter latex yang akan dicegah prokoagulasinya. 4. Natrium sulfit (Na2SO3)

Pemakaian zat ini sebagai zat anti koagulan paling merepotkan, karena: a. Bahan ini tidak tahan lama disimpan

b. Apabila ingin digunakan harus dibuat terlebih dahulu

c. Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat (Na2SO3 Na2SO4), bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai

antikoagulan menjadi lenyap.

Selain sebagai antikoagulan Natrium Sulfit juga bisa memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan

berkadar 10% untuk setiap liter latex. (Tim penulis PS,2009)

2.6. Lateks, Karet Bongkah dan Pengolahannya Menjadi Material

Komposisi latex Hevea Brazeileansis dapat dilihat jika latex disentrifugasi dengan kecepatan 18000 rpm, yang hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Fraksi latex (37%): karet (isoprene), protein, lipida dan ion logam

2. Fraksi frey Wyssling (1-3%): karotenoid, lipida air, karbohidrat dan

inositol, protein dan turunannya.

(35)

4. Fraksi dasar (14%): air, protein, dan senyawa nitrogen, karet dan

karotenoid, lipida dan ion logam. (Zuhra,C.F.2006)

Tabel 2.1. Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar dan lateks yang dikeringkan

Bahan Lateks segar Lateks yang dikeringkan

1. Kandungan karet 35,62% 88,28%

2. Resin 1,65% 4,10%

3. Protein 2,03% 5,04%

4. Abu 0,70% 0,84%

5. Zat gula 0,34% 0,84%

6. Air 59,62% 1,00%

(Setyamidjaja,D.1993)

2.6.1 Lateks Pekat

Lateks pekat adalah sejenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk

lembaran atau padatan lainnya. Lates pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau

centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan

(36)

Tabel 2.2. StandarMutu Lateks Pekat

1 Jumlah padatan (total solids) minimum 61,5% 64,0% 2 Kadar karet kering (KKK) minimum 60,0% 62,0% 3 Perbedaan angka butir 1 dan 2 maksimum 2,0% 2,0% 4 Kadar amoniak( berdasar jumlah air yang

terdapat dalam lateks pekat) minimum

1,6% 1,6%

5 Viskositas maksimum pada suhu 25oC 50

centipoises

50 centipoises

6 Endapan (sludge) dari berat basah maksimum 0,10% 0,10% 7 Kadar koagulumm dari jumlah padatan

maksimum

0,08% 0,08%

8 Bilangan KOH maksimum 0,80 0,80

9 Kemantapan mekanis minimum 475 detik 475 detik 10 Persentase kadar tembaga dari jumlah padatan

maksimum

0,001% 0,001%

11 Persentase kadar mangan dari jumlah padatan maksimum 13 Bau setelah dinetralkan dengan asam borat Tidak boleh

berbau busuk

Tidak boleh berbau busuk Sumber : Panduan Lengkap Karet , 2009

Ada beberapa parameter lateks pekat yaitu:

- TSC (Total Solid Content) yaitu pemeriksaan kadar kepekatan bahan dengan pemanasan

- Amoniak (NH3)

- MST (Mechanical Stability Time) yaitu waktu yang diperlukan untuk terjadinya koagulasi sewaktu dipusingkan dengan kecepatan 14000 rpm.

- KOH Number yaitu bilangan KOH ekivalen dengan asam radikal yang bergabung dengan amoniak dalam 100 g lateks pekat.

(37)

2.6.2 Karet bongkah (block rubber)

Karet bongkah berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang menjadi bandela–bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Standar mutu karet bongkah agak berbeda antara negara podusen yang satu dengan yang lainnya. Standar karet

bongkah Indonesia yang dikeluarkan adalah SIR(Standard Indonesia Rubber) yang tertera dalam tabel 2.4.

Sedangkan di Negara tetangga yaitu Malaysia, mereka juga memiliki standar seperti yang dimiliki oleh Indonesia, mereka mengeluarkan SMR(Standard Malaysian Rubber) yang memiliki parameter yang tidak jauh berbeda dengan SIR (Standard

Indonesian Rubber). Daftar tabel SMR tertera pada tabel 2.5.

Tabel 2.4. Standard Indonesian Rubber (SIR)

Uraian SIR 5 L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50

Kadar kotoran maksimum 0.05% 0.05% 0.10% 0.20% 0.50% Kadar abu maksimum 0.50% 0.50% 0.75% 1.00% 1.50% Kadar zat asiri maksimum 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%

PRI minimum 60 60 50 40 30

Plastisitas – Po minimum 30 30 30 30 30

Limit warna (skala lovibond) maksimum

6 - - - -

Kode warna Hijau Hijau merah Kuning

(38)

Tabel 2.5. Standard Malaysian Rubber (SMR)

Sumber : Panduan Lengkap Karet , 2009

2.6.3. Pengolahan karet alam

Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis karet. Pengolahan karet menentukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil sadapan yang baik. Ada beberapa peralatan yang digunakan dalam pengolahan

karet alam. Alat-alat ini tidak semuanya digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang hanya digunakan untuk pembuatan jenis karet tertentu saja,

Selain alat, juga banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam, yaitu:

a. Mesin penggilingan

Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin

penggilingan. Dikalangan pengolahan lateks sheet, Mesin ini sering disebut baterai sheet. Baterai sheet ada yang terdiri 4,5, atau 6 gilingan beroda dua. Mesin

penggilingan untuk karet crepe dikenal dengan nama baterai crepe.

Uraian SMR 5L SMR 5 SMR 10 SMR 20 SMR 50

Warna bungkus Jernih jernih jernih jernih Jernih Warna strip plastic Jernih Keruh

(39)

b. Tangki atau bejana koagulasi

Tangki yang banyak dipakai pada era sebelum perang dunia II terbuat dari arnit atau ebonite, sesudahnya digunakan tangki yang terbuat dari aluminium. Ukuran tangki yang digunakan biasanya(10 x 3 x 16)kaki. Tangki yang berukuran besar ini

disekat lagi menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil. Untuk menyekat digunakan pelat-pelat aluminium.

Pada tempat pengolahan karet yang hanya sedikit kapasitas produksinya, fungsi tangki atau bejana digantikan oleh loyang-loyang yang mempunyai kapasitas olah

antara 10-15 liter.

c. Rumah pengeringan

Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Tinggi

ruangan biasanya dibuat tidak lebih dari 6 m. Untuk rumah pengeringan bertingkat tingginya hanya antara 3-4 m. Didalam rumah pengeringan terdapat gantar-gantar dari kayu jati dengan tebal 4-5 cm untuk menggantungkan karet crepe yang akan

dikeringkan. Rata–rata rumah pengeringan menggunakan pemanas untuk mempercepat pengeringan. Cara pemasan yang paling banyak dipakai adalah

thermosifon atau pemanas dengan air pemanas serta menggunakan uap air bertekanan rendah. Bila tanpa pemanas, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan crepe antara

2-4 minggu.Sedangkan dengan pemanas waktunya bisa dipersingkat menjadi 5-7 hari.

d. Rumah pengasapan

Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap

(40)

asap dan pemanasan dapat terjamin. Jumlah ruang pengasapan dan pengeringan yang

diperlukan berhubungan dengan waktu pengeringan. Ini berkaitan dengan ketebalan sheet yang akan dibuat. Misalnya waktu pengeringan 5-5,5 hari maka ruang yang

dibutuhkan adalah 6 buah.

Selain alat-alat yang telah disebutkan diatas, sebenarnya masih ada beberapa alat yang banyak digunakan dalam pengolahan karet, Seperti alat penyaring,

gunting/pemotong, meja sortasi, pengepres, pengepak, dan lain-lain.

e. Kayu bakar untuk rumah pengasapan

Ada beberapa macam pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan bakar

ruang pengasapan. Pohon tersebut antara lain pohon karet, akasia, lomtorgung dan glirisidia. Kayu yang panjang biasanya dibelah dan dipotong hingga rata-rata

mempunyai ukuran panjang sekitar 30 cm dengan garis tengah 10 cm.

f. Air

Dalam pengolahan karet diperlukan air, dalam jumlah yang banyak. Karena itu

air merupakan bahan yang vital. Semakin tinggi kapasitas suatu pabrik, semakin besar jumlah air yang dibutuhkan. Air biasanya digunakan untuk keperluan pengenceran

lateks, pembuatan larutan kimia, pencucian hasil, pencucian alat dan untuk mendinginkan mesin.

g. Bahan-bahan kimia

Dalam pengolahan karet alam banyak sekali digunakan bahan-bahan kimia. Sesuai dengan proses yang dibantunya bahan itu ada yang berfungsi sebagai bahan pokok,

(41)

1. Bahan pembeku

Untuk proses pembekuan lateks biasanya digunakan asam formiat atau asam semut dan asam asetat atau asam cuka.

2. Bahan pengelantang

Bahan ini digunakan untuk mendapatkan warna yang diinginkan dari karet.

3. Bahan vulkanisasi

Bahan kimia ini diperlukan dalam proses vulkanisasi agar kompon karet cepat matang. Yang biasa digunakan untuk keperluan ini adalah belerang, damar, fenolik, peroksida organik dan radiasi sinar gamma.

4. Bahan pencepat reaksi

Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industry

hal ini kurang efisien karena menambah lama waktu produksi yang secara tak langsung juga menambah biaya. Salah satu bahan pencepat reaksi yang sering

digunakan adalah dati golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS.

5. Bahan penggiat

Fungsi bahan penggiat adalah menambah cepat kerja bahan pencepat reaksi.

Jadi, meskipun bahan ini tidak termasuk vital, tetapi cukup menentukan dalam proses pengolahan karet. Contoh bahan penggiat yang sering digunakan adalah

seng oksida dan asam stearat.

6. Bahan antioksidan dan antiozonan

Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh

(42)

digunakan adalah turunan difenil amina contohnya Nonox OD.dari turunan fenol

contohnya montaclere dan lonol. Anti ozonan yang paling banyak digunakan adalah turunan parafenilen diamina seperti Santoflex 13, Nonox DPPD dan UOP

88.

7. Bahan pelunak

Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian

bentuk. Bahan pelunak yang banyak digunakan adalah minyak naftenik, minyak nabati, minyak aromatik, terpinus, lilin paraffin, faktis, damar, dan bitumen.

8. Bahan pengisi

Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet, Pertama bahan pengisi yang tidak aktif, kedua bahan pengisi yang aktif atau yang menguatkan.

Contoh bahan pengisi yang tidak aktif adalah kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat dan barit. Bahan pengisi aktif yaitu karbon

hitam, silika, aluminium silika dan magnesium silikat.

9. Bahan pewarna

Jenis karet tertentu membutuhkan warna dalam pengolahannya. Untuk

keperluan inilah bahan pewarna diberikan.

10. Bahan pencegah pravulkanisasi

Fungsi bahan ini mencegah terjadinya pravulkanisasi yang tidak diinginkan

(43)

11. Bahan pewangi

Bau karet yang khas serta bau bahan kimia yang tidak enak dapat dihilangkan dengan menambahkan bahan pewangi, tetapi ada beberapa jenis yang

menggunakannya. contohnya yaitu Rodo 10. (Tim penulis PS,2009)

2.6.4. Pengolahan lateks pekat

Prinsip pembuatan lateks pekat berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara

pertikel karet dengan serum. Serum mempunyai berat jenis lebih besar daripada partikel karet, berat jenis serum 1,024 sedangkan partikel karet hanya 0,904. Akibatnya, partikel karet akan naik ke permukaan dan serum akan terkumpul dilapisan

bawah dalam proses pembuatan lateks.

Ada dua macam lateks pekat yang biasa dijual dipasaran. Yang pertama adalah

creamed lateks atau di Indonesia dikenal dengan nama lateks dadih. Sedangkan yang kedua adalah centrifuged latex atau disebut lateks pusingan.

I. Pengolahan creamed lateks

Pembuatan creamed lateks, getah yang sudah disadap dibawa ke tempat pengolahan didalam tangki-tangki, lalu ditambahkan gas ammonia sebanyak 4-7 g per

liter lateks. Sesampainya ditempat pengolahan, lateks langsung disaring dan ditentukan kadar karet kering (KKK) nya. Barulah ditambahkan bahan

pemekat/pengental atau creaming agent.

Bahan pemekat yang banyak digunakan sekarang adalah ammonium alginate. Bila digunakan ammonium alginate, dosisnya 60 mL larutan alginate 1% perliter

(44)

menurunkan mutu lateks pekat. Setelah diaduk, lateks didiamkan selama 4-6 hari

sampai menjadi lateks pekat.

Lateks pekat yang telah jadi dikumpulkan dalam tangki. Hasil ini diaduk lagi dengan merata. Setiap liter creamed lateks yang siap diangkut perlu ditambah 7-10 g

gas ammonia.

II. Pembuatan lateks pusingan

Lateks pusingan atau centrifuged lateks juga membutuhkan penambahan gas ammonia pada lateks kebun seperti pada pembuatan creamed lateks, tetapi jumlah yang ditambahkan lebih sedikit, cukup 2-3 g gas ammonia untuk setiap liter lateks.

Lateks yang telah diberi gas ammonia dibawa ke pabrik atau tempat pengolahan.Penambahan 2-3 g gas ammonia memungkinkan lateks tahan disimpan

selama 24 jam terjadi prakoagulasi. Pengendapan selama 24 jam diperlukan agar kotoran-kotoran dan magnesium ammonium fosfat mengendap. Magnesium

ammonium fosfat muncul karena penambahan ammonium pada bahan lateks.

Lateks dapat dimasukkan kedalam alat pemusing atau centrifugal machine setelah dibiarkan selama 24 jam. Mesin pemusing harus dijalankan dengan kecepatan

yang sesuai dan suara harus halus. Proses pemusingan memisahkan lateks kebun menjadi 2 bagian yang berlainan. Lateks pekat atau cream akan keluar dari bagian atas dan lateks encer atau skim akan keluar dari bagian bawah. Kemudian ditambahkan

ammonia hingga kadarnya menjadi 7-10 g perliter lateks.

Penambahan gas ammonia memungkin lateks pekat tahan disimpan dalam

(45)

jauh, biasanya lateks dimasukkan kedalam drum yang bagian dalamnya telah diolesi

dengan zat yang tahan lateks dan ammonia. (Tim penulis PS,2009)

2.6.5. Pengolahan karet remah (crumb rubber)

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam perdagangan dikenal dengan nama karet spesifikasi teknis. Karena penentuan

kualitas dan penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisi yang mutakhir.

a. Pengolahan karet remah (spesifikasi teknis) dengan bahan baku lateks

Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan penyaringan lateks, penggumpalan atau

koagulasi, pembutiran, atau granulasi, pengeringan dan pembungkusan. Mula-mula lateks yang dikirim ke tempat pengolahan disaring dan dikumpulkan dalam bak atau tangki. Kemudian, dilakukan penggumpalan dalam bak atau tangki-tangki tersebut

sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum. Pemotongan koagulum merupakan langkah yang harus dilalui sebelum dilakukan proses pembutiran. Mesin

pembutiran yang biasa digunakan adalah mesin pelletiser yang mempunyai banyak pisau berputar. Hasil yang diperoleh dicuci hingga bersih kemudian dimasukkan kedalam mesin pengering. Biasanya pengeringan menggunakan mesin dan ban

berjalan. Hasil akhir dari karet remah didinginkan sebelum dikemas. Berat akhir diperoleh melalui penimbangan. Ukuran bandela biasanya (28 x 17 x 7) inci, sekitar

(72 x 36 x 18) cm. Berat yang ditetapkan untuk setiap bandela adalah 33 kg. Setelah

(46)

ini harus memiliki ketebalan 0,03 mm, titik cair 108oC dan berat jenis 0,92. Bungkus

ini disertai tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR, dan pabrik yang memproduksinya.

Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks

b. Pengolahan karet remah dengan bahan baku gumpalan mutu rendah

Ada pabrik yang membuat karet spesifikasi teknis dan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang

diolah ini bermutu rendah, contohnya slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain.

Lateks segar dari kebun

saringan

Bak koagulasi

(ditambah bahan koagulan dan pemutih warna)

Pembutiran

(dikerjakan dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)

pencucian

Pengeringan

(dengan mesin pengering dan ban berjalan)

(47)

Bahan koagulum lateks yang bermutu rrendah ini terlebih dahulu disortir,

Setelah itu bahan ini dimasukkan kedalam tangki-tangki air pembersih. Selanjutnya, bahan dibersihkan lagi dengan messin hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti dengan pemotongan lalu digiling dengan mesin penggilingan crepe. Hasil yang keluar

dari mesin penggilingan crepe dimasukkan kedalam mesin pelletiser atau mesin dengan pisau berputar. Disini bahan mengalami proses pembutiran.

Sesuai proses pembutiran, bahan mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam fosfat atau asam amino digunakan untuk merendamnya. Terakhir, bahan dikeringkan dan diikuti oleh proses pengepakan seperti pada karet remah yang dibuat dari bahan

lateks.

Diagram 2.2. Pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah.

(Tim penulis PS,2009) Slab,scrap,lump mangkok,dan lain-lain

Sortasi,pencucian, dan pemotongan

Pembersihan (dengan mesin hammermill lalu dicuci)

Penggilingan crepe

Pembutiran(dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)

Perlakuan kimia (perendaman dalam larutan asam fosfat)

(48)

2.7. Analisa kualitas karet remah

Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara-cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri-ciri teknis. Yang menjadi dasar dalam spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan

unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam karet, yang berpengaruh terhadap sifat-sifat akhir produk yang dibuat dari karet. Unsur-unsur dalam penetapan kualitas secara

spesifikasi teknis adalah:

a) Kadar kotoran (dirt content)

Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam spesifikasi,

karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang-barang dari karet. (setyamidjaja,1993)

Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relativ tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan

ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga menggangu pada pembuatan vulkanisat tipis. (SNI 06-1903-2000)

b) Kadar abu (ash content)

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi kedalam karet pada waktu pengolahan.

(setyamidjaja,1993)

Abu didalam karet terjadi dari Oksida, Karbonat dan Fosfat dari Kalium,

(49)

berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silikat yang berasal dari karet atau benda asing

yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet.

Abu dari karet memberika sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan abu dapat

mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul (heat build-up) dan ketahanan retak lentur (flex cracking resistance) dari vulkanisat karet alam.

(SNI 06-1903-2000)

c) Kadar zat menguap (volatile content)

Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa karet

yang disajikan cukup kering. (setyamidjaja,1993)

Zat menguap didalam karet sebagian besar terdiri dari uap air dan sisanya

adalah zat-zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100oC . Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan. Adanya zat yang mudah menguap didalam karet, selain dapat menyebabkan bau busuk,

memudahkan tumbuhnya jamur yang dapat menimbulkan kesulitan pada waktu mencampurkan bahan-bahan kimia kedalam karet pada waktu pembuatan kompon

tersebut terutama untuk pencampuran karbon black pada suhu rendah.

(SNI 06-1903-2000)

d) Penetapan Plasticity Retention Index

Penentuan plasticity retention index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi

(50)

dan sesudah pengusangan didalam oven dengan suhu 140oC. Suhu dan waktu

pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. (SNI 06-1903-2000)

e) Uji pengeras dalam penyimpanan yang dipercepat (accelerated Storage

Hardening Test)

Pengerasan karena penyimpanan (storage hardening) menunjukkan

kecenderungan meningkatnya viskositas karet alam selama penyimpanan akibat terbentuknya ikatan silang (cross links) antar molekul karet ikatan silang ini umumnya disebabkan oleh reaksi kondensasi gugusan aldehida yang terdapat secara alamiah

didalam molekul karet dan kemungkinan adanya sejumlah kecil gugusan peroksida didalam karet.

Accelerated Storage Hardening Test (ASHT) merupakan cara yang dipercepat yaitu dengan pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah penyimpanan dalam waktu singkat dengan kondisi yang dapat mempercepat reaksi

pengerasan. (SNI 06-1903-2000)

f) Penentuan kadar nitrogen

Nitrogen terdapat didalam karet terutama berasal dari protein dan dapat digunakan sebagai petunjuk besarnya kadar protein. Walaupun banyaknya nitrogen bergantung pada jenis protein, diperkirakan kadar protein = 6,25 x kadar nitrogen.

Tetapi tidak dapat dianggap sebagai kadar protein yang sebenarnya.Karet skim mengandung kadar nitrogen yang tinggi. Nitrogen ditetapkan dengan cara semi mikro

(51)

dirubah menjadi basa ammonia dipisahkan dengan destilasi uap dan diikat oleh larutan

standar asam borat, kemudian dititer dengan larutan standar asam sulfat.

(SNI 06-1903-2000)

g) Pengujian viskositas mooney

Viskositas dari karet pada umumnya diuji dengan alat “Mooney Viscometer” yang prinsip kerjanya adalah memutar sebuah rotor yang berbentuk silinder didalam

karet tersebut. Makin besar viskositas karet, makin besar pula perlawanan yang diberikan oleh karet tersebut pada rotor.

(SNI 06-1903-2000)

2.8. Manfaat karet

Sebenarnya manfaat karet dalam kehidupan manusia sangatlah banyak,

mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia, dari kesehatan, hiburan, transportasi, komunikasi, pendidikan, hingga industri.

Karet dapat diolah menjadi aneka jenis barang yang sangat luas

(52)

a. Sepatu karet

b. Ban sepeda c. Ban mobil d. Sabuk V

e. Sabuk pengangkut

f. Pipa karet

g. Kabel

h. Pembungkus logam i. Bantalan karet

j. Rolkaret

(53)

BAB 3

− Saringan 325 mesh − Pemanas infra red − Penjepit

− Pastikan semua peralatan yang digunakan untuk menganalisa kadar kotoran dalam keadaan layak dan aman untuk digunakan

− Ditimbang sampel 10 g ± 0,1 mg dan gunting kecil-kecil

− Disiapkan erlenmeyer yang telah dibersihkan diatas meja , lalu isi dengan mineral terpentin sebanyak 250 mL dan curio TS 1mL - 2mL 36% solution − Dimasukkan sampel kedalam erlenmeyer , tambahkan 2 bagian turpentine dan

(54)

− Dipanaskan terpentin beserta sample tersebut pada box infrared selama 2,5 - 3,5 jam pada suhu 120 ± 5oC sampai larut dengan baik (selama pemanasan guncang larutan beberapa kali)

− Ditimbang saringan yang telah disortir dengan slide proyektor dan dicatat nomor saringannya

− Dilakukan penyaringan dengan hati-hati

− Dibilas Erlenmeyer dengan minyak turpentine hangat pakai botol penyemprot untuk membersihkan kotoran yang tinggal didasar Erlenmeyer

− Dikeringkan saringan yang berisi kotoran selama 1 jam dengan temperature 100oC didalam oven pengering

− Didinginkan saringan beserta kotoran sampai suhu kamar didalam desikator − Ditimbang dan dicatat berat saringan yang berisi kotoran

(55)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengumpulan data-data dipabrik didukung dengan data dari laboratorium untuk memecahkan pokok permasalahan. Data yang didapatkan diperoleh selama pabrik beroperasi normal.

Tabel 4.1.1. Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lump mangkok (SIR20) Pallet Contoh Gelas Saringan Saringan Contoh Kotoran

(56)

Tabel 4.1.2. Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lateks Pallet Contoh Gelas Saringan Saringan Contoh Kotoran

(57)

4.2. Pembahasan

Kadar kotoran adalah suatu parameter yang sangat penting dalam meningkatkan mutu atau kualitas dari karet. Bila kadar kotoran melebihi ambang batas yang telah ditentukan , maka akan mempengaruhi kualitas dari

karet tersebut, oleh karena itu Indonesia telah menetapkannya dalam Standard Indonesian Rubber (SIR) sebesar 0,20% untuk SIR 20 dan sebesar 0,03%

untuk SIR 3.

Kadar kotoran ditentukan dari sejumlah kotoran yang tertampung diatas saringan 325 mesh yang berasal dari sejumlah tertentu sampel karet

yang dilarutkan dalam terpentin mineral. Zat-zat pengotor yang terkandung didalam karet adalah batu, pasir, daun, batang karet, dan juga berasal dari

mesin-mesin di pabrik.

Dari hasil analisa kadar kotoran selama melakukan praktek kerja lapangan pada sampel yang berasal dari lateks(SIR 3) dan sampel yang berasal

dari lump mangkok (SIR 20) diperoleh kadar kotoran yang rendah dan tidak melewati parameter yang telah ditentukan. Jika dari hasil analisa diperoleh

kadar kotoran yang tinggi,maka karet harus diolah kembali dengan mengulang kembali proses pengolahannya dari awal, dengan dicampurkan dengan bahan

(58)

4.2.1. Perhitungan dari analisa karet remah

Rumus perhitungan

Dirt Content =

100%

Dimana : M0 = Berat sampel

M1 = Berat saringan

M2 = Berat saringan + kotoran

• Penentuan kadar kotoran dari karet remah yang berasal dari lump mangkok

a. Pada sampel nomor 9 Dik : M0 = 10.0018 g

M1 = 17.6576 g M2 = 17.6626 g

Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.050 %

b. Pada sampel nomor 18 Dik : M0 = 10.0067 g

(59)

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.057% c. Pada sampel nomor 27

Dik : M0 = 10.0072 g

M1 = 23.6437 g M2 = 23.6487 g

Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.050% d. Pada sampel nomor 36

Dik : M0 = 10.0010 g M1 = 17.3238 g M2 = 17.3296 g

Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

(60)

= 0.058%

• Penentuan kadar kotoran karet remah yang berasal dari latex

a. Pada sampel nomor 9 Dik : M0 = 10.0053 g

M1 = 23.4868 g M2 = 23.4874 g Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.006%

b. Pada sampel nomor 18 Dik : M0 = 10.0026 g

M1 = 24.3150 g M2 = 24.3158 g Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

(61)

c. Pada sampel nomor 27

Dik : M0 = 10.0031 g M1 = 21.7142 g M2 = 21.7150 g

Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.008%

d. Pada sampel nomor 36 Dik : M0 = 10.0070 g

M1 = 22.2883 g

M2 = 22.2890 g Dit : %Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

=

100%

(62)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan selama praktek kerja lapangan di Pabrik karet PT.Bridgestone Sumatera Rubber Estate dapat diambil kesimpulan ,

yaitu :

1. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar kotoran yang berbeda untuk setiap karet remah yang berasal dari bahan baku lump mangkok yaitu : 0,057%, 0,050%,

0,058%, 0,051%, 0,043%, 0,045%, 0,046%, 0,043%, 0,048%, 0,044%, 0,67%, nilai ini memenuhi standar kualitas mutu SIR 20.

2. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar kotoran yang berbeda untuk setiap jenis karet remah yang berasal dari bahan baku lateks yaitu : 0,006%, 0,008%, 0,008%, 0,007%, 0,005%, 0,006%, 0,004%, 0,005%, 0,007%, 0,006%,

0,005%, 0,005%, nilai ini memenuhi standar kualitas mutu SIR 3

3. Untuk penentuan spesifikasi karet remah yang dihasilkan baik yang berasal

dari lateks maupun yang berasal dari lump mangkok sudah memenuhi Standard Indonesian Rubber (SIR) yaitu dengan kadar kotoran maksimum 0,03% untuk bahan baku yang berasal dari lateks (SIR 3) dan maksimum

(63)

5.2. Saran

1. Dalam melakukan analisa kadar kotoran pada karet remah SIR 20 dan SIR 3 , sebaiknya memperhatikan kebersihan alat yang digunakan. Sehingga hasil penimbangan yang diperoleh merupakan kadar kotoran

dan kadar abu yang dianalisa.

2. Pada saat melakukan penyadapan , peralatan yang digunakan harus

dalam kondisi yang baik dan dijaga kebersihannya.

3. Pada saat melakukan pemanasan pada box infrared sebaiknya Erlenmeyer dilakukan pengguncangan agar karet benar-benar larut

dengan mineral terpentin dan Curio TS sol 36% supaya pada saat penyaringan yang tertinggal didalam saringan hanyalah kotoran yang

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. SNI 06-1903-2000 Standard Indonesian Rubber. Jakarta : Badan

Standardisasi Nasional

Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Cetakan ke 13. Yogyakarta : Kanisius

Tim penulis PS. 2009. Panduan Lengkap Karet. Cetakan kedua. Jakarta : Penebar

Swadaya

Setiawan, D. H. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Cetakan pertama. Jakarta :

Agro Media Pustaka

Siregar, T. HS. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Cetakan keenam. Yogyakarta : Kanisius

(65)
(66)

Standard Kerja Analisa Kadar Kotoran

1. Sebelum melakukan pekerjaan pastikan semua peralatan yang digunakan untuk

menganalisa dirt content dalam keadaan layak dan aman untuk digunakan

2. Sampel untuk analisa dirt content digiling pada mesin gilingan yang telah diatur

ketebalannya

Safety : Hati – hati tangan dapat masuk kedalam roll mil

3. Sampel ditimbang secara teliti pada neraca analitik

4. Sampel digunting kecil – kecil

(67)

5. Erlenmeyer yang bersih dipersiapkan diatas meja lalu diisi dengan mineral turpentine dan curio TS

6. Sampel yang telah dipotong kecil dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah

berisi mineral turpentine dan curio TS

7. Sampel dipanaskan pada infra red box sambil diguncang sekali – sekali untuk mempercepat pelarutan

(68)

8. Saringan yang akan digunakan ditimbang dan dicatat nomor saringan dan sebelumnya dikeringkan didalam oven, didinginkan didalam desikator serta telah disortir dengan slide projector

9. Setelah sampel larut sempurna, biarkan kotoran mengendap didasar Erlenmeyer kemudian disaring dalam keadaan panas

Safety : Hati – hati terkena cairan turpentine panas

10. Erlenmeyer dan dinding bagian dalam saringan dibilas dengan turpentine hangat untuk membersihkan kotoran yang tinggal dengan menggunakan botol semprot

(69)

Safety : Hati – hati tangan dapat terkena panas oven

(70)

Standard Proses Analisa Kadar kotoran

No Proses Item Standard Jumlah / Ukuran

Standard Foto

1 Penggilingan sampel

Penggilingan sampel bertujuan untuk mendapatkan ketebalan

sampel yang diinginkan

Berat sampel 20 – 25 gram Jumlah penggilingan 2 pass

Celah roll 0.33 mm

2 Penimbangan dan

pemotongan sampel turpentine dan curio TS di isi kedalam erlenmeyer

Volume mineral

turpentine 250 ml

Volume curio TS 1 – 2 ml

4 Pemanasan sampel pada

box infrared

5 Pembilasan Erlenmeyer

Pembilasan erlenmeyer

Jumlah pembilasan 2 kali

Volume pembilasan 30 – 50 ml

6 Pengeringan sampel

Pengeringan sampel dilakukan dengan menggunakan oven untuk

mendapatkan berat kotoran kering

Lama pengeringan 1 jam

Temperatur

pengeringan 90 – 100

o

C

7 Pendinginan sampel

Pendinginan sampel dilakukan di dalam desikator

(71)

saringan kosong

(72)

Standar Peralatan Analisa Kadar kotoran

No Equipment Item Standard Jumlah / Ukuran

Standard Foto 1 Gilingan Laboratorium

Gilingan laboratorium menjadi ukuran yang lebih

kecil

Panjang ±31 cm

Lebar ±8.5 cm

3 Neraca analitik

Neraca analitik digunakan

Electricity 1.5 A, 300 watt

5 Oven 6 Slide projector

Digunakan untuk menyortir saringan

Type Elmo CV - II Electricity 220 Volt, 150

watt

Jenis silica gel Indicator warna biru larutan dan sampel yang kan dilarutkan

Kapasitas 500 ml Diameter

atas/bawah 5.4 cm / 9.7 cm

9 Pemanas Infra merah

(73)

10 Saringan

Digunakan untuk menyaring kotoran

Jenis bahan Stainless still

mesh 325 mesh

Diameter / tebal 30 mm / 2 – 3 mm Tinggi 13 – 15 cm

11 Botol Semprot

Digunakan untuk membersihkan kotoran pada Erlenmeyer

Jenis bahan plastik kapasitas 500 ml

12 Pemegang labu

Erlenmeyer

Digunakan untuk memegang labu Erlenmeyer pada saat

menyaring

Panjang 33 cm

Gambar

Tabel 2.1. Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar dan lateks yang dikeringkan
Tabel 2.2. Standar Mutu Lateks Pekat
Tabel 2.4. Standard Indonesian Rubber  (SIR)
Tabel 2.5. Standard Malaysian Rubber (SMR)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan diambil alihnya peran dari para pelaku yang sebelumnya terlibat dalam rantai proses produksi karet remah berbahan baku bokar, yaitu pedagang perantara dan pabrik karet

Pada sub menu laporan ditujukan untuk menampilkan data produksi bahan baku lateks, data produksi bahan baku kompo, data produksi pengolahan karet remah, data persediaan

Lateks merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kuningan yang diperoleh dengan cara penyadapan pada kulit tanaman karet (havea barasiliensis) Secara umum, latek

Penentuan viskositas remah karet ( Crumb Rubber ) SIR 20 dilakukan dengan metode Mooney viskometer denganmemutarkan sebuah rator pada kecepatan 2 rpm yang

Bahan baku industri karet remah berasal dari hasil produksi perkebunan rakyat, swasta dan pemerintah yang tersebar di seluruh wilayah indonesia.. Perkebunan karet di

Lateks sebagai sumber pertama dari bahan baku karet remah sesungguhnya merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung bahan-bahan yang berperan penting

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk adalah untuk membuat karet siklo dari lateks DPNR, membandingkan karet alam ( natural rubber , NR) dengan karet sintetis sebagai bahan baku

Apabila dilihat dari tahapan poduksi baik dari bahan baku berasal dari lateks dan bahan olahan karet rakyat (bokar), maka limbah yang terbentuk pada industri karet